BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pembatasan Pengalihan Hak Ekonomi Dalam Bentuk Jual-Putus Melalui Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sistem Hak Kekayaan Intelektual nasional yang modern dan

  efektif merupakan kebutuhan nyata bagi Indonesia. Kondisi domestik mengharuskan langkah ke arah itu seiring dengan proyeksi pembangunan ekonomi serta adaptasi terhadap dampak globalisasi. Namun demikian, arah kebijakan yang ditempuh harus tetap realistik. Artinya, harus memerhatikan kepentingan dan kemampuan Indonesia sendiri, baik yang menyangkut kebutuhan pengaturannya, maupun pemahaman dan kesiapan aparat penegak hukum, dan tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya. Sejalan dengan itu, sistem hukum harus diselaraskan dengan kemampuan dan kondisi kehidupan masyarakat, sehingga hukum benar-benar memberi manfaat bagi

   masyarakat.

  Sudut pandang Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut dengan HKI) menunjukkan bahwa penumbuhan aturan tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan, dan perlindungan yang tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga akan mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat untuk menghasilkan karya-karya yang lebih besar, lebih baik, dan lebih banyak. 1 Bentham dalam R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan Kesepuluh (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 58.

  Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immaterial. Benda

   tidak berwujud.

  Tidak semua orang dapat dan mampu mempekerjakan otak (nalar, rasio, intelektual) secara maksimal. Oleh sebab itu tidak semua orang pula dapat menghasilkan intellectual property rights. Hanya orang yang mampu mempekerjakan otaknya sajalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang disebut intellectual property rights. Itu pulalah sebabnya hasil kerja otak yang membuahkan HKI itu bersifat eksklusif. Hanya orang tertentu saja yang dapat melahirkan hak semacam itu. Berkembangnya peradaban manusia dimulai dari

   kerja otak itu.

  Hak cipta yang merupakan bagian dari HKI (Intellectual Property Rights) disamping hak kekayaan industri seperti paten, merek, desain industri,/ desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang dan varietas tanaman adalah merupakan hak yang sangat pribadi atau eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Hak cipta merupakan bidang penting HKI yang mengatur perlindungan berbagai ragam karya cipta seperti antara lain karya tulis, termasuk ilmu pengetahuan, karya seni, drama, tari, lagu dan film atau sinematografi. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut 2 OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 9. 3 UUHC 2014) karya-karya intelektual yag berada dalam lingkup bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, adalah intelektual yang mendapatkan perlindungan hak cipta.

  Perlindungan hak cipta diperlukan untuk mendorong apresiasi dan membangun sikap masyarakat untuk menghargai hak seseorang atas ciptaan yang dihasilkannya. Sikap apresiasi memang lebih menyentuh dimensi moral. Sedangkan sikap menghargai lebih bermuara pada aspek ekonomi. Bagaimanapun, perlindungan hak cipta diarahkan untuk memungkinkan penggunaan ciptaan berlangsung secara tertib dan memberi manfaat ekonomi pada

   pencipta.

  Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa dalam perlindungan hak cipta dikenal adanya konsep hak ekonomi dan hak moral. Adapun hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.

  Menciptakan suatu karya cipta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu, setiap orang diwajibkan untuk menghormatinya dan tidak boleh melalaikannya begitu saja. Begitu juga dengan pencipta mempunyai hak yang timbul atas ciptaan dan mengawasi terhadap karya cipta yang menggunakan ciptaannya beredar di masyarakat. Pencipta berhak melarang orang lain yang menggunakan ciptaannya tanpa izin, dan berhak pula menuntut orang yang 4 Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 21. bersangkutan secara hukum. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan sebuah pengakuan baik oleh masyarakat maupun hukum terhadap keberadaan pencipta.

  Latar belakangnya adalah menyangkut bidang ekonomi, karena sesuatu ciptaan yang diperbanyak tanpa izin penciptanya kemudian dijual kepada masyarakat, maka akan menguntungkan orang lain yang memperbanyak ciptaan tersebut. Sedangkan pihak pencipta akan merasa dirugikan atas perbuatan tersebut karena secara moril nama pencipta yang dijual dan secara materil pencipta tidak

   memperoleh keuntungan dari ciptaan yang diperbanyak orang lain.

  Campur tangan negara diperlukan dalam hal ciptaan dengan tujuan untuk menyeimbangkan antara kepentingan pencipta dengan kepentingan masyarakat dan juga kepentingan negara itu sendiri. Seperti diketahui bahwa pencipta mempunyai hak untuk mengontrol masyarakat dalam mengumumkan atau memperbanyak ciptannya, di lain pihak warga masyarakat dapat menggunakan ciptaan secara resmi dan menghindari peredaran barang bajakan, sedangkan negara kepentingannya dapat menjaga kelancaran dan keamanan masyarakat di bidang ciptaan.

  Alat yang dipergunakan untuk kepentingan tersebut adalah dengan cara membentuk undang-undang yang mengatur bidang ciptaan. Undang-undang pada hakikatnya adalah merupakan perjanjian antara rakyat dengan pemerintah sehingga peraturan ini mengikat seluruh rakyat maupun pemerintah termasuk kepada para pejabatnya, sehingga siapa pun yang melanggar undang-undang wajib dilakukan penindakan. 5 Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya (Jakarta: Rineka Cipta,

  Status hak cipta yang dipandang sebagai benda bergerak mempunyai konsekuensi seperti benda bergerak lainnya yaitu dapat dibawa kesana-kemari maupun dipindahtangankan kepada pihak lain. Mengenai hak cipta dapat dibawa kesana-kemari, cara membawanya tidak seperti benda bergerak yang berwujud seperti dengan memikul, menjinjing, mengirim atau mengangkut. Berhubung bendanya merupakan sebuah hak pribadi maka hak cipta selalu melekat pada pencipta/ pemegang hak cipta. Hak cipta selalu mengikuti keberadaan pencipta/

   pemegang hak cipta.

  Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian melalui pewarisan, wasiat, hibah, jual-beli, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dapat dibenarkan. Jika seorang pencipta wafat, hak cipta, hak cipta yang dimilikinya akan menjadi milik ahli waris atau penerima wasiat. Hak cipta

   tersebut tidak dapat disita kecuali jika hak itu diperoleh dengan melawan hukum.

  Pasal 50 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyebutkan bahwa di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh negara atasrakyat yang menjadi milik bersama. 6 7 Ibid, hlm. 29.

  Haris Munandar, Sally Sitanggang, Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memastikan para pencipta karya intelektual menikmati hak ekonomi yang lebih lama dengan memperpanjang jangka waktu perlindungan karya. Sebelumnya dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta disebutkan perlindungan atas hak cipta adalah seumur hidup ditambah 50 tahun namun dalam UUHC 2014 menjadi seumur hidup pencipta ditambah 70 tahun. Alasan diperpanjangnya jangka waktu tersebut adalah untuk menghormati dan melindungi pencipta sehingga memiliki waktu lebih lama untuk menikmati hak ekonominya.

  Undang-undang yang baru disahkan pada tanggal 16 September 2014 ini lebih memberi harapan perlindungan hukum bagi para seniman, terutama dari hak ekonominya. Di undang-undang yang lama yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak diatur penjualan putus (sold flat) karya cipta.

  Konsekuensinya, si pencipta tidak diperkenankan untuk meminta tambahan dari nilai-nilai ekonomi yang diperjanjikan dalam kontrak dengan pihak ketiga.

  Hal tersebut direvisi dalam UUHC 2014. Diatur di sini, suatu penjualan secara putus atas suatu karya cipta tidak meniadakan hak dari para penciptanya, antara lain musikus; artis ataupun pengarang, untuk mendapatkan kembali hak ekonominya. Hak ini baru beralih 25 tahun kemudian sejak kesepakatan jual putus ditandatangani.

  Perlindungan yang lebih baik terhadap hak-hak pencipta khususnya melalui pembatasan jual-putus ini menarik perhatian penulis untuk mengangkat judul “PEMBATASAN PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM BENTUK JUAL PUTUS MELALUI PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang dan alasan yang telah dipaparkan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimana pengaturan hak cipta di Indonesia? 2.

  Bagaimana pengalihan hak ekonomi dalam hak cipta? 3. Bagaimana pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus di

  Indonesia? C.

   Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan

  Setiap penelitian dalam penulisan ilmiah pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai, demikian halnya dalam penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan penulisan yaitu sebagai berikut : 1.

  Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hak cipta di Indonesia.

  2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus serta pembatasannya melalui pengaturan hak cipta di Indonesia.

  3. Sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

  Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

  1. Secara teoritis

  Diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pengaturan hak cipta terhadap pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus di Indonesia.

2. Secara praktis

  Diharapkan dapat memberikan gambaran kepada rekan-rekan mahasiswa, praktisi, dan masyarakat yang ingin mengetahui bagaimana pengaturan hak cipta mengatur pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus di Indonesia.

  D. Keaslian Penulisan

  Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui dari lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Pembatasan Pengalihan Hak Ekonomi dalam Bentuk Jual Putus melalui Perlindungan Hak Cipta di Indonesia”, belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya sendiri yang asli yang diperoleh dari pemikiran, referensi buku-buku, makalah-makalah, media cetak, maupun media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak.

  E. Metode Penulisan

  Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penulisan metode ini, sebagaimana yang ditulis Peter Mahmul Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Oleh karena itu, pilihan metode penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pertanggungjawaban direksi dalam hukum perusahaan di Indonesia. Metode penelitian yang dipakai dapat diuraikan sebagai berikut: 1.

  Spesifikasi penelitian Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya dengan menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat sarjana. Jenis penelitian ini disebut dengan penelitian hukum normatif.

  Penulisan skripsi ini bersifat penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, analisis data tidak keluar dari lingkup sample. Bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data

   dengan seperangkat data yang lain.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Undang-undang yang dibahas dalam pembahasan

   ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. 8 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 37. 9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Surabaya: Prenada Media Group, 2010),

2. Data penelitian

  Penelitian hukum normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapat data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode, baik secara komersial maupun nonkomersial. Data penelitian tersebut antara lain: a.

  Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, melipui : 1)

  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 2)

  Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Seperti hasil seminar atau makalah dari pakar hukum, koran, majalah, serta sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.

  c.

  Bahan hukum tersier adalah merupakan bahan hukum sebagai pelengkap dari kedua bahan hukum sebelumnya, berupa: 1)

  Kamus Hukum 2)

  Kamus Besar Bahasa Indonesia

  3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan

  (Library Research) yaitu dengan cara mengumpulkan bahan hukum primer dan sekunder. Data-data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan per undang-undangan, majalah, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah dalam skripsi ini dikumpulkan untuk dijadikan suatu kesatuan data yang disusun secara sistematis.

  4. Analisis data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

F. Tinjauan Pustaka 1.

  Pengertian hak cipta Hak cipta merupakan sebuah istilah yang umum digunakan di masyarakat, namun masih banyak masyarakat awam yang tidak mengetahui dengan jelas sampai dimana ruang lingkup hak cipta tersebut. Banyak yang salah dalam memahami pengertian istilah hak cipta, yang terkadang disamakan dengan pengertian hak kekayaan intelektual, merek, ataupun hak paten. Padahal dalam kenyataannya hak cipta adalah perlindungan hak terhadap beberapa bidang tertentu saja dalam hak kekayaan intelektual.

  Secara harfiah hak cipta terdiri dari dua kata yaitu hak dan cipta. Kata “Hak” berarti kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak. Sedangkan kata “Cipta”adalah hasil karya manusia dengan menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan, imajinasi, dan pengalaman. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia.

  Ada beberapa pendapat sarjana mengenai pengertian hak cipta, antara lain: a. WIPO (World Intelectual Property Organization)

  “Copy Right is legal from describing right given to creator fpr their literary and artistic works”. Artinya Hak cipta adalah terminologi hukum

  yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.

  b.

  Auteurswet 1912

  Pasal 1 menyebutkan bahwa hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.

  c.

  Universal Copyright Convention

  Pasal V menyatakan bahwa hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.

  d.

  J. S. T. Simorangkir Hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak daripada yang mendapat hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan, dan kesenian. Untuk mengumumkan dan memperbanyaknya, dengan mengngat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang- undang.

  e.

  Imam Trijono Hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapatkan perlindungan hukum akan tetapi juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kuasa pun kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan pengertian bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan dalam bentuk nyata. Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa seizin pemegangnya. Hak ini dimiliki pencipta atau pihak yang menerima hak dari pencipta. Hak ini dilaksanakan tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan hak cipta sebagaimana

   diatur dalam UUHC 2014.

  Melalui defenisi hak cipta tersebut dapat diketahui bahwa hak cipta yang merupakan bagian dari HKI merupakan satu bagian dari benda yang tidak berwujud (benda immaterial). Hal ini dapat dilihat dari batasan benda yang ada dalam pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) yang berbunyi: “menurut paham undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”.

  Untuk pasal ini Mahadi menawarkan untuk menurunkan pasal ini ke dalam ketentuan bahwa yang menjadi objek hak milik adalah benda, dan benda itu dapat

   terdiri dari barang dan hak.

2. Pengertian pencipta

  Ketentuan Pasal 1 angka 2 UUHC 2014 ditegaskan bahwa pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui tentang siapa yang dapat menjadi pencipta jumlahnya dapat lebih dari satu orang. Apabila penciptanya beberapa orang maka syaratnya dalam melahirkan suatu ciptaan wajib dilakukan secara bersama-sama. Ada kerjasama satu dengan yang lain di antara mereka dalam melakukan ciptaan.

  Suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang 10 11 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 9.

  Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, (Yogyakarta: tersebut, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpun dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu. Seseorang dianggap pencipta jika ia merupakan orang yang merancang ciptaan itu. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 34 UUHC 2014 yang menyatakan :” Dalam hal ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, yang dianggap pencipta yaitu orang yang merancang ciptaan”.

  Pasal 35 ayat (1) memberi landasan mengenai penentuan status ciptaan yang dibuat dalam hubungan dinas. Yang dimaksud dengan hubungan dinas adalah hubungan kepegawaian di jajaran instansi pemerintah. Prinsipnya, ciptaan yang dihasilkan dianggap menjadi hak instansi atau lembaga tempat pegawai yang membuat ciptaan tersebut bernaung dan terikat dalam hubungan dinas. Lembaga tersebut diakui dan dikukuhkan sebagai pemegang hak cipta dengan tidak mengurangi hak-hak dan status pegawai yang bersangkutan sebagai pencipta.dikaitkan dengan pengaturan mengenai hak moral, maka nama pencipta harus dicantumkan dalam ciptaan meskipun penguasaannya berada di tangan instansi atau lembaga tempatnya bekerja.

  Pasal 37 UUHC 2014 dikatakan: ”Kecuali terbukti sebaliknya, dalam hal badan hukum melakukan pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi atas ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut, dengan tanpa menyebut seseorang sebagai pencipta, yang dianggap sebagai pencipta yaitu badan hukum.

  Ketentuan ini mengakui badan hukum dapat diberi status dan bertindak sebagai pencipta. Arahnya hanya untuk menegaskan status dan keberadaan ciptaan dalam hal tidak ada seorang pun yang dinyatakan sebagai penciptanya. Ini berarti, bila ada pengakuan atau pernyataan seseorang yang mengakui sebagai penciptanya,

   maka anggapan hukum seperti itu tidak berlaku.

  3. Pengertian hak ekonomi Hak ekonomi (Economy Rights) adalah hak yang mempunyai nilai uang, biasanya dapat dialihkan dan dieksploitasi secara ekonomis. Jadi hak ekonomi merupakan hak memperbanyak dan mengumumkan, yang berlaku secara baku di dunia (tetapi tidak sama di tiap negara) mencakup misalnya hak mempertunjukkan/ menyiarkan di depan umum, hak membuat reproduksi/ terjemahan/ adaptasi/ aransemen/ transformasi, dan sebagainya.

  Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Dikatakan hak ekonomi karena HKI adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri HKI, atau karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena HKI dapat digunakan /dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau

   perdagangan yang mendatangkan keuntungan.

  4. Pengertian jual putus

  Pasal 1320 KUH Perdata, jual putus merupakan suatu consensual

  

overeenkomst antara seorang pencipta dengan pihak yang membeli hasil

  ciptaannya. Artinya jual putus merupakan kesepakatan antara pencipta dengan pihak yang membeli hasil ciptaanya tanpa harus melalui zakelijke overeenkomst. 12 13 Henry Soelistyo, Op.Cit, hlm. 68.

  Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual (Bandung Membeli dan menjual adalah dua kata kerja yang sering dipergunakan dalam istilah sehari-hari yang apabila digabungkan antara keduanya, berarti salah satu pihak menjual dan pihak lainnya membeli, dan hal itu tidak dapat

   berlangsung tanpa pihak lainnya, dan itulah yang disebut perjanjian jual beli.

  Sama halnya dengan jual putus adalah proses jual beli seperti dalam defenisi yang umum, dimana setelah dilakukan proses jual beli, penjual tidak memiliki hak lagi terhadap barang yang dijualnya. Akan tetapi, perjanjian jual beli yang berlangsung antara penjual dan pembeli tidak selamanya merupakan perjanjian jual beli yang sederhana bahkan tidak jarang menimbulkan masalah, diperlukan aturan hukum yang mengatur tentang berbagai kemungkinan yang dapat timbul dalam perjanjian jual beli.

  Pasal 1457 KUH Perdata mengatur tentang pengertian jual beli, yaitu : “Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk

  

  membayar harga yang telah dijanjikan”. Cara penyerahan barang yang diperjualbelikan berbeda berdasarkan kualifikasi barang yang diperjualbelikan

  

  tersebut. Adapun cara penyerahan barang tersebut adalah sebagai berikut: a.

  Barang bergerak bertubuh, cara penyerahannya adalah penyerahan nyata dari tangan penjual atau atas nama penjual ke tangan pembeli, akan tetapi penyerahan secara langsung dari tangan ke tangan tersebut tidak terjadi 14 jika barang tersebut dalam jumlah yang sangat banyak sehingga tidak

  Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 125. 15 16 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1457. mungkin diserahkan satu persatu, sehingga dapat dilakukan dengan simbol-simbol tertentu (penyerahan simbolis), misalnya: penyerahan kunci gudang sebagai simbol dari penyerahan barang yang ada dalam gudang tersebut.

  b.

  Barang bergerak tidak bertubuh dan piutang atas nama, cara penyerahannya adalah dengan melalui akta di bawah tangan atau akta autentik. Akan tetapi, agar penyerahan piutang atas nama tersebut mengikat bagi si berutang, penyerahan tersebut harus diberitahukan kepada si berutang atau disetujui atau diakui secara tertulis oleh si berutang.

  c.

  Barang tidak bergerak atau tanah, cara penyerahannya adalah melalui pendaftaran atau balik nama.

f. Sistematika Penulisan

  Secara garis besar skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) Bab dan masing- masing bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian dengan kepentingan penulisan:

  BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini menerangkan secara ringkas mengenai latar belakang permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, tinjauan kepustakaan, dan sistematika penulisan.

  BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA

  Bab ini membahas tentang konsep dasar hak cipta, pengaturan hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dan implementasinya dalam memberi perlindungan hukum bagi pencipta.

  BAB III PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM HAK CIPTA Bab ini membahas tentang bentuk hak ekonomi dalam hak cipta, syarat dan cara pengalihan hak ekonomi, serta akibat hukum pengalihan hak ekonomi.

  BAB IV PEMBATASAN PENGALIHAN HAK EKONOMI DALAM BENTUK JUAL-PUTUS MELALUI PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI INDONESIA Dalam membahas tentang pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus, pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus melalui perlindungan hak cipta di indonesia, dan dampak pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus terhadap daya cipta para pencipta di Indonesia.

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini memuat kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi dari penulisan skripsi ini, dan juga disertai dengan saran yang diajukan dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.