BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Rasio Camel Dan Total Aset Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 – 2013
Prediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan memiliki arti penting dan berperanan strategis karena lembaga perbankan merupakan suatu lembaga keuangan yang cukup vital pengaruhnya terhadap perekonomian di Indonesia. Bisnis perbankan adalah bisnis yang memiliki resiko tinggi, disatu sisi menjanjikan keuntungan dan disisi lain beresiko tinggi karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan masyarakat. Bank melancarkan sistem pembayaran bagi seluruh sektor perekonomaian. Kegagalan suatu bank khususnya yang bersifat sistemik akan mengakibatkan terjadinya krisis yang dapat mengganggu kegiatan suatu perekonomian. Kelangsungan bank sangat tergantung dari sumber dana masyarakat kepadanya, oleh karena itu bank perlu memperhatikan tingkat kesehatannya agar tidak merugikan pemilik dana sehingga pemilik dana merasa aman dan percaya untuk menanamkan investasi atau dananya di bank.
Krisis moneter yang menimpa Indonesia pertengahan tahun 1997 telah menghancurkan sendi-sendi ekonomi termasuk pada sektor perbankan. Krisis moneter yang berkelanjutan mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan, sehingga banyak bank membutuhkan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Perbankan menggunakan BLBI untuk mempertahankan dan meneruskan bisnisnya karena kredit macet. Dengan adanya gejolak keuangan global yang terjadi, penting bagi perusahaan perbankan, untuk mengidentifikasi apakah kondisi perusahaan perbankan tersebut dalam keadaan baik atau tidak baik, karena ketika masalah terlambat teridentifikasi biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih mahal sebagai usaha menyelesaikan kesulitan keuangan. (Poghosyan dan Cihak, 2009 melalui Martharini 2012). Selain kondisi ekonomi, tingginya kredit macet juga merupakan indikator bank dalam kondisi bermasalah karena menunjukkan risiko kredit yang dihadapi bank cukup tinggi, yang akan berpengaruh pada permodalan yang meningkatkan kemungkinan kerugian.
Melalui seminar restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan di Jakarta tahun 1998 disimpulkan beberapa penyebab menurunnya kinerja bank, antara lain: (1) semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan; (2) dampak likuidasi bank-bank 1 November 1997 yang mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah, sehingga memicu penarikan dana secara besar-besaran; (3) semakin menurunnya permodalan bank-bank; (4) banyak bank-bank tidak mampu melunasi kewajibannya karena menurunnya nilai tukar rupiah; serta (5) manajemen tidak profesional (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Adanya krisis global yang terjadi beberapa waktu lalu, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia lebih ketat dalam mengawasi dan melakukan kebijakan dalam mengatas krisis terhadap bank karen dikhawatirkan dapat bedampak seperti yang terjadi pada krisi 1997/1998 dimana bank-bank banyak mengalami kebangkrutan dan akhirnya dilikuidasi (Surifah, 2002 melalui Martharini, 2012). Langkah strategis yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperbaiki kinerja bank. Kinerja yang baik suatu bank diharapkan mampu meraih kembali kepercayaan masyarakat terhadap bank itu sendiri atau sistem perbankan secara keseluruhan.
Pada sisi lain kinerja bank dapat pula dijadikan sebagai tolok ukur kesehatan bank tersebut. Secara intuitif dapat dikatakan bahwa bank yang sehat akan mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat serta akan terhindar dari kondisi bermasalah. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja bank adalah rasio keuangan Capital, Assets quality, Management,
Earnings, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk (CAMELS). Dalam prakteknya
di Indonesia CAMELS digunakan sebagai indikator penilaian kesehatan bank umum sebagimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 dan Surat Edaran No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Khusus untuk BPR, digunakan penilaian dengan menggunakan rasio keuangan
Capital, Assets quality, Management, Earnings dan Liquidity (CAMEL)
sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 dan Surat Edaran No.30/3/UPPB tanggal
30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. Hasil pengukuran berdasarkan alat analisis CAMEL diterapkan untuk menentukan tingkat kesehatan bank yang dikategorikan dalam empat predikat yaitu: “Sehat”, “Cukup Sehat”, “Kurang Sehat” dan “Tidak Sehat” (Widiharto, 2008).
Hasil penilaian kinerja sebuah bank yang diukur dengan menggunakan alat analisis CAMEL dapat dimanfaatkan secara langsung baik oleh pemilik modal, pengelola ataupun masyarakat. Hasil penilaian tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pemilik modal dalam menanamkan modalnya dan dapat dijadikan informasi penting bagi pengelola dalam menyusun langkah-langkah operasional pengembangan usahanya. Bagi masyarakat, informasi tentang kinerja bank dapat menjadi acuan dalam memilih perusahaan perbankan untuk memenuhi kebutuhan akan jasa keuangan. Tingkat kesehatan bank dapat dinilai menggunakan beberapa indikator. Salah satu indikator utama yang sering dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan.
Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Analisis rasio keuangan memungkinkan pihak manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan- perubahan pokok pada trend jumlah, dan hubungan serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan dapat membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan di masa mendatang (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Informasi tentang posisi keuangan perusahaan, kinerja perusahaan, aliran kas perusahaan dan informasi lain yang berkaitan dengan laporan keuangan dapat diperoleh berdasarkan laporan keuangan perusahaan. Untuk memahami informasi tentang laporan keuangan, analisis laporan keuangan sangat dibutuhkan. Analisis laporan keuangan meliputi perhitungan dan interpretasi rasio keuangan. Analisis rasio keuangan dapat membantu para pelaku bisnis, pemerintah dan pemakai laporan keuangan lain dalam menilai kondisi keuangan suatu perusahaan tidak terkecuali perusahaan perbankan. Penilaian kinerja perusahaan perbankan umumnya menggunakan lima aspek penilaian yaitu Capital, Assets quality, Management, Earnings dan
Liquidity (CAMEL). Penelitian ini berusaha untuk mengungkap sebagian dari
persoalan yang berkaitan dengan penilaian kinerja bank dilihat dari prediksi kondisi bermasalah bank dengan menganalisis secara empiris data tentang kinerja bank melalui rasio keuangannya. Dengan adanya penelitian mengenai prediksi bermasalah diharapkan mampu memberikan indikator prediksi yang menunjukkan bank ketika bermasalah dan menuju kebangkrutan sehingga dapat diambil kebijakan dan antisipasi sebelum bank dicabut ijinnya oleh Bank Indonesia.
Penelitian sebelumnya mengenai prediksi terjadinya kondisi bermasalah bank telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Almilia dan Herdiningtyas (2005) dalam hasil penelitiannya bahwa CAR berpengaruh negatif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah dimana CAR (Capital Adequacy
Ratio) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki
bank untuk menunjang aktiva yang mengandung risiko, apabila CAR yang dimiliki semakin rendah berarti semakin kecil modal bank yang dimiliki untuk menanggung aktiva beresiko, sehingga semakin besar kemungkinan bank akan mengalami kondisi bermasalah karena modal yang dimiliki bank tidak cukup menanggung penurunan nilai aktiva beresiko, berbeda dalam penelitian Wicaksana (2011) yang menunjukkan bahwa CAR berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah, hal ini mengindikasikan bahwa jumlah permodalan yang lebih baik tidak menjamin bahwa suatu bank tidak akan mengalami kondisi bermasalah karena bank tidak cukup ekspansif didalam melakukan investasi pada aktiva yang beresiko dalam memperoleh pendapatan. Hal ini justru dapat mengakibatkan kemungkinan kondisi bermasalah yang di alami suatu bank semakin besar, hasil penelitian Wicaksana (2011) sama dengan penelitian Martharini (2012) yaitu CAR berpengaruh negatif tidak signifikan.
Penelitian sebelumnya mengenai NPL (Non Performing Loan) terhadap kondisi bermasalah dilakukan oleh Martharini (2012) bahwa NPL berpengaruh positif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah sama halnya dengan penelitian Wicaksana (2011) dimana Rasio NPL (Non Performing Loan) menggambarkan kemampuan bank dalam mengelola kreditnya. Rasio ini menunjukkan besarnya tingkat kredit macet yang dimiliki bank, sehingga menunjukkan kualitas aktiva produktif yang bermasalah. Rasio NPL menunjukkan tingginya angka kredit macet pada bank. Semakin besar NPL menunjukkan semakin tinggi resiko kredit yang harus dihadapi bank, sehingga semakin besar bank menghadapi kondisi bermasalah, berbeda dengan penelitian Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang menunjukkan NPL berpengaruh positif tidak signifikan dan berbeda juga dengan penelitian Bestari (2013) bahwa NPL tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi bermasalah pada perbankan.
Penelitian mengenai NIM (Net Interest Margin) terhadap prediksi kondisi bermasalah dilakukan sebelumnya oleh Sumantri dan Jurnali (2010) bahwa NIM berpengaruh positif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah sama halnya dengan Bestari (2013). Rasio NIM yang mengukur tingkat pendapatan bunga bersih yang diperoleh. Bank yang sebagian besar pendapatannya masih diperoleh dari bunga (interest based income) menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio ini menunjukkan manajemen bank semakin baik karena mampu menghasilkan bunga yang tinggi dari aktiva produktifnya. Dengan manajemen yang baik akan menghindarkan bank dari kondisi bermasalah berbeda dengan dengan penelitian yang dilakukan Almalia dan Herdiningtyas (2005) bahwa NIM berpengaruh negatif tidak signifikan.
Dalam penelitian Chrissa (2011) ROA (Return on Assets) berpengaruh negatif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada bank, ROA menunjukkan kemampuan total aktiva produktif dalam menghasilkan laba. Dimana jika tingkat ROA yang tinggi menunjukkan bahwa laba bank tinggi dan kemungkinan bank mengalami kondisi bermasalah lebih rendah berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumantri dan Jurnali (2010) bahwa ROA berpengaruh positif signifikan, namun dalam penelitian Mulyaningrum (2008) menemukan bahwa ROA berpengaruh negatif tidak signifikan sama dengan hasil penelitian Almalia dan Herdiningtyas (2005) bahwa ROA berpengaruh negatif tidak signifikan, sama dengan penelitian Wicaksana (2011).
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Wicaksana (2011) dimana dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa LDR (Loan to Deposit Ratio) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah, Rasio LDR menunjukkan tingginya kredit yang disalurkan dari total dana pihak ketiga yang dihimpun. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin rendahnya tingkat likuiditas yang dimiliki bank sehingga dapat meningkatkan potensi terjadinya kondisi bermasalah, karena bank tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi penarikan dana pihak ketiga sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sumantri dan Teddy (2010) bahwa LDR berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi bermasalah pada lembaga perbankan.
Penelitian oleh Almalia dan Herdiningtyas (2005) menunjukkan bahwa BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) berpengaruh positif signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah, rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil .berbeda dengan penelitian Martharini (2012) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada perbankan berbeda juga dengan penelitian Sumantry dan Jurnali (2010) bahwa BOPO berpengaruh negatif tidak signifikan berbeda juga dengan Bestari (2013) menyebutkan BOPO tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi bermasalah pada perbankan.
Penelitian oleh Bestari (2013) dimana total aset berpengaruh secara signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada perbankan. Semakin besar bank akan semakin meningkatkan kepercayaan dikalangan investor maupun nasabah, dengan besarnya tingkat kepercayaan nasabah akan menghindarkan bank dari kondisi bermasalah, karena nasabah maupun investor akan memberikan kepercayaan dengan menanamkan investasi di bank tersebut sehingga peluang mengalami kondisi bermasalah semakin rendah dengan besarnya kepercayaan nasabah terhadap bank, berbeda dengan penelitian Martharini (2012) tentang total aset berpengaruh positif tidak signifikan Hal ini dapat terjadi karena pengukuran total aset menggunakan total aktiva dimana didalam total aktiva terdapat aktiva – aktiva beresiko, beberapa bank yang memiliki jumlah aktiva yang besar, didalamnya juga mempunyai pinjaman dalam bentuk valas sehingga beban bunga bertambah besar saat rupiah melemah.
Dari latar belakang adanya perbedaan hasil – hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menimbulkan adanya research gap, sehingga peneliti tertarik untuk mereplikasi penelitian Martharini (2012) yang menggunakan rasio CAMEL yang diproksikan ke dalam rasio CAR, NPL, NIM, ROA, BOPO dan LDR, dan total aset sebagai variabel bebas dan prediksi kondisi bermasalah sebagai variabel terikat, dengan periode penelitian untuk tahun 2006-2010. Hasil penelitian Martharini (2012) menunjukkan CAR, NIM dan LDR berpengaruh negatif tidak signifikan , NPL berpengaruh positif signifikan, ROA berpengaruh negatif signifikan, dan BOPO dan total aset berpengaruh positif tidak signifikan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah :
1. Penelitian ini menggunakan tahun yang lebih up-date yaitu tahun 2009 – 2013, sedangkan penelitian sebelumnya pada tahun 2006-2010.
2. Pada penelitian ini menggunakan populasi dan sampel perusahaan perbankan yang sudah go-publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sedangkan penelitian sebelumnya populasi dan sampelnya pada bank umum yang terdaftar dalam direktori perbankan.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kembali pengaruh rasio CAMEL dan total aset terhadap prediksi kondisi bermasalah pada perbankan sehingga penelitian ini memberikan kontribusi untuk menguji apakah terjadi penguatan konsistensi terhadap teori maupun penelitian yang ada selama ini. Dari uraian yang diungkapkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh Rasio CAMEL dan Total Aset Terhadap
Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2009-2013.”1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitin ini adalah : “ Apakah rasio CAMEL (CAR, NPL, NIM, ROA, BOPO, LDR) dan total aset berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009 - 2013?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk “Menganalisis pengaruh rasio CAMEL (CAR NPL, NIM, ROA, BOPO, LDR) dan total aset secara parsial dan simultan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009 - 2013”.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi Peneliti Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan tentang prediksi kondisi bermasalah pada lembaga perbankan, meningkatkan kemampuan, sumber referensi dan sarana informasi.
2. Bagi Akademisi Sebagai bahan masukan untuk penelitian berikutnya yang ingin menjadikannya sebagai bahan pembanding, referensi, ataupun sumber kepustakaan.
3. Bagi Internal bank Membantu mengevaluasi hasil operasi perbankan dalam menilai tingkat kinerja, sehingga dapat menjadi peringatan dini jika bank mengalami tanda- tanda kesulitan keuangan dan tanda kebangkrutan yang dapat segera diambil langkah perbaikan dan pencegahan.
4. Bagi Deposan, Investor, kreditor dan masyarakat luas Dapat dijadikan sebagai acuan pelengkap dalam mengevaluasi bank-bank umum yang beroperasi guna melindungi kepentingannya.