BAB II PROSES PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA A. Tahap-tahap Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan - Pembinaan Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

BAB II PROSES PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA A. Tahap-tahap Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Pembaharuan pidana penjara yang disesuaikan dengan pandangan hidup Pancasila, ialah memperlakukan narapidana menurut asas-asas yang terkandung

  dalam Pancasila dan memandang narapidana sebagai individu dan masyarakat yang mana kehidupannya tak dapat diasingkan dari masyarakat, sehingga pembinaannya dilakukan secara progresif dan semakin mendekatkan pergaulan narapidana dengan masyarakat. Ideologi dan falsafah pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan tersebut diperlukan peranan yang aktif dari pemerintah dan masyarakat untuk penyelenggaraan proses pembinaan narapidana.

  Tinjauan tentang pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan ideologi Pancasila dan konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dukungan terhadap alasan pemilihan landasan tiga dimensi teori pidana terpadu, yaitu tujuan hukum pidana yang klasik dan modern, upaya baru pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara baru terhadap narapidana. Ternyata hal ini sesuai dengan pendekatan secara sosiologis, ideologis dan

   filosofis budaya bangsa Indonesia.

  Purnadi Purbacaraka menyatakan bahwa hukum adalah untuk mencapai keserasian atau kedamaian atau keadilan dan menegaskan pula bahwa pancasila adalah sendi keserasian hukum yang benih keserasiannya terdapat dalam sila-sila 49 Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Pancasila. Sejalan dengan hal tersebut, Koesnoen menyatakan, bahwa agar usaha bangsa dan negara Indonesia untuk mencapai tujuan negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Alinea ke IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 harus berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Berdasarkan hal tersebut, maka politik penjara nasional menilai narapidana sebagai seorang manusia yang mempunyai unsur-unsur kemanusiaan berupa jiwa, badan, kedudukan sebagai individu dan anggota masyarakat dan berkebangsaan

50 Indonesia.

  Pemasyarakatan pada hakekatnya merupakan gagasan dalam melaksanakan pidana penjara dengan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai manusia. Perlakuan itu dimaksudkan untuk tetap memposisikan narapidana tidak hanya sekedar objek, tetapi juga subjek di dalam proses pembinaan dengan sasaran akhir mengembalikan narapidana ke tengah- tengah masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna (resosialisasi

   terpidana).

  Resosialisasi merupakan suatu proses interaksi antara narapidana, petugas lembaga pemasyarakatan dan masyarakat, dan ke dalam proses interaksi mana termasuk mengubah sistem nilai-nilai dari pada narapidana, sehingga narapidana akan dapat dengan baik dan efektif mereadaptasi norma-norma dan

  

  nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tujuan dari resosialisasi ini ialah

  50 51 Ibid, hlm 100. 52 Suwarto, Op.Cit, hlm 125. mengembalikan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi seseorang narapidana sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

  Sistem pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara baru terhadap narapidana dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia berarti selain mengandung prinsip-prinsip the treatment of prisoners dari standard minimum rules perlakuan

   narapidana juga mengandung unsur-unsur dari konsepsi defence sociale.

  Kebijaksanaan berupa perlakuan terhadap narapidana dengan dasar pemikiran melalui La Nouvelle Defence Sociale menjadi kebijakan pemidanaan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1.

  Melindungi masyarakat terhadap kejahatan ; 2. Mempunyai efek untuk membuat seseorang tidak melakukan kejahatan lagi dengan cara memperbaiki atau mendidiknya ;

  3. Berusaha mencegah dan menyembuhkan pelanggar hukum dengan menekankan sistem resosialisasi ;

4. Melindungi hak asasi manusia termasuk si pelaku kejahatan ; 5.

  Pandangan hukum untuk menghadapi kejahatan dan penjahat ditempuh berdasarkan falsafah yang mengakui manusia sebagai makhluk individu

   dan sosial.

  Berdasarkan konsepsi pemasyarakatan, pada hakikatnya “perampasan kemerdekaan” seseorang itu hanya bersifat “sementara” (untuk waktu tertentu) sebagai sarana untuk memulihkan integritas terpidana agar ia mampu melakukan readaptasi sosial. Berdasarkan hal itu, Mulder menyatakan bahwa “pidana perampasan kemerdekaan mengandung suatu ciri khas, yaitu merupakan pidana yang bersifat sementara. Terpidana akhirnya tetap diantara kehidupan masyarakat

  53

  (De vrijheidsstraf heeft als essentieel kenmerk, dat zij tijdelijk is. De veroordeelde

   bijft in ons midden).

  Upaya pembinaan atau bimbingan yang menjadi inti dari kegiatan sistem pemasyarakatan, merupakan suatu sarana perlakuan cara baru terhadap narapidana untuk mendukung pola upaya baru pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan negara mengeluarkan narapidana untuk kembali menjadi anggota masyarakat. Perlakuan cara baru terhadap narapidana dalam pemasyarakatan melibatkan peran serta masyarakat, hal ini disebabkan timbulnya salah satu doktrin bahwa narapidana tidak dapat diasingkan hidupnya dari

   masyarakat.

  Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik.

  Atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu, sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada diri orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.

  Pembinaan terhadap pribadi dan budi pekerti yang dimaksudkan tidaklah tanpa batas, akan tetapi selama waktu tertentu memberi warna dasar agar narapidana kelak kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Pembinaan narapidana masih 55 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan tergantung bagaimana hubungannya terhadap masyarakat luar, yang menerima narapidana menjadi anggotanya. Arah pembinaan harus tertuju kepada membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi kejahatan dan mentaati peraturan hukum, membina hubungan antara narapidana dengan masyarakat luar, agar dapat berdiri sendiri dan diterima menjadi anggotanya.

   Berikut ini adalah tahap-tahap pembinaan berdasarkan pasal-pasal pada

  PP No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

   a.

  Pembinaan Tahap Awal Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (satu pertiga) dari masa pidana. Pembinaan tahap awal ini meliputi :

  1) Masa pengamatan, pengenalan dan penelitan lingkungan paling lama 1 (satu) bulan;

  2) Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;

  3) Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;

4) Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.

  Tahap ini diawali dengan tahap admisi dan orientasi, yaitu sejak masuk di daftar, diteliti surat-surat vonisnya, lama pidananya, diperhitungkan kapan bebasnya, hasil penelitian tersebut penting untuk penyusunan program pembinaan selanjutnya. 57 Ibid, hlm 187. 58 b. Pembinaan Tahap Lanjutan Pembinaan tahap lanjutan dibagi dalam 2 (dua) periode : 1)

  Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ (satu perdua) dari masa pidana; 2)

  Tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua pertiga) dari masa pidana.

  Pembinaan tahap lanjutan meliputi :

  a) Perencanaan program pembinaan lanjutan;

  b) Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;

  c) Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan;

d) Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.

  c.

  Pembinaan Tahap Akhir Pembinaan tahap akhir dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan. Pembinaan tahap akhir meliputi : 1)

  Perencanaan program integrasi; 2)

  Pelaksanaan program integrasi;

3) Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.

  Tahap integrasi atau non institusional, tahap ini apabila narapidana sudah menjalani 2/3 masa pidananya dan paling sedikit 9 bulan, narapidana dapat diusulkan diberikan pembebasan bersyarat. Disini narapidana sudah sepenuhnya berada di tengah-tengah masyarakat dan keluarga. Setelah pembebasan bersyarat habis, kembali ke lembaga pemasyarakatan untuk mengurus atau menyelesaikan surat bebas atau surat lepasnya. Apabila dalam tahap ini mendapatkan kesulitan atau hal-hal yang memungkinkan tidak mendapatkan persyaratan pembebasan bersyarat, maka narapidana diberikan cuti panjang lepas yang lamanya sama dengan banyaknya remisi terakhir, tapi tidak boleh lebih dari 6 bulan. Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa proses pemasyarakatan berjalan tahap demi tahap dan masing-masing tahap ada gerak ke arah menuju kematangan.

  Pembinaan tahap awal dan tahap lanjutan dilaksanakan di Lapas, sedangkan untuk pembinaan tahap akhir dilaksanakan di luar Lapas oleh Bapas. Dalam hal narapidana tidak memenuhi syarat-syarat tertentu pembinaan tahap akhir narapidana yang bersangkutan tetap dilaksanakan di Lapas.

  Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan yang menyatakan bahwa metoda pembinaan atau bimbingan meliputi : pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara pembina dengan yang dibina, pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di antara sesama mereka, sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak dan kewajibannya yang sama dengan manusia yang lainnya, pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis, pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi, pendekatan individual dan kelompok.

  Pembina narapidana harus banyak mengenal metode pembinaan sebelum melakukan pembinaan, karena dalam melakukan proses pembinaan tidak dapat menyamaratakan pembinaan kepada seluruh narapidana yang memiliki latar belakang kehidupan yang heterogen. Penelitian awal untuk pembinaan narapidana, harus dilakukan pada saat narapidana masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan dimana penelitian harus akurat. Sebelum suatu pembinaan berlangsung diharapkan para pembina harus langsung mengenal situasi kejiwaan dari narapidana yang akan dibina. kekacauan pikiran terhadap segala sesuatu, misalnya terhadap keluarga di rumah, terhadap hubungan sesama narapidana, harus terlebih dahulu dihilangkan agar narapidana tersebut dengan serius menerima materi pembinaan dan dapat mengikuti pembinaan dengan tuntas. Ada dua pendekatan dalam memberikan pembinaan bagi narapidana menurut kebutuhan yaitu : a.

  Pendekatan dari atas Merupakan pembinaan atau materi pembinaan yang berasal dari pembina, atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari atas.

  Narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya, tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para pembina. Praktek pembinaan inilah yang masih digunakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa dalam memberikan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan (Narapidana).

  b.

  Pendekatan dari bawah Merupakan pendekatan pembinaan narapidana dari bawah merupakan suatu cara pembinaan narapidana dengan memperhatikan kebutuhan pembinaan atau kebutuhan belajar narapidana. Tidak setiap narapidana mempunyai kebutuhan belajar yang sama dan minat belajar yang sama pula. Proses pembinaan ini seluruh kegiatan sangat tergantung kepada pribadi narapidana sendiri, dan fasilitas pembinaan adalah yang dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan sendiri. Seorang narapidana seringkali tidak mengetahui apa yang menjadi kebutuhan pembinaan bagi dirinya atau kebutuhan belajarnya, hal ini disebabkan karena narapidana tersebut tidak tahu dan tidak mengenal diri sendiri. Pembinaan narapidana dengan menggunakan pendekatan dari bawah membawa konsekuensi yang tinggi bagi para pembina karena pihak pembina harus mampu menyediakan sarana dan prasarana bagi tercapainya tujuan pembinaan yang diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

  Ada perbedaan yang menyolok antara pendekatan dari atas dengan pendekatan dari bawah yaitu pada tujuan yang hendak dicapai melalui pembinaan tersebut. Pendekatan dari atas, tujuan yang hendak dicapai telah ditentukan oleh pembina, sedangkan pendekatan yang dari bawah, tujuan yang hendak dicapai ditentukan oleh narapidana itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, bahwa pendekatan dari atas membuat para pembina menentukan arah pembinaan narapidana, tujuan pembinaan sesuai dengan keinginan pembina, sedangkan pendekatan dari bawah narapidana telah menentukan

   akan menjadi apa sesuai dengan tujuan yang dibuatnya.

  Setelah mengetahui secara singkat tentang pembinaan narapidana dalam sisitem pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan, maka dapat dikatakan pada prinsipnya, narapidana tersebut juga merupakan manusia biasa yang juga mempunyai kekhilafan dan kekurangan pada waktu berbuat suatu tindak pidana atau kejahatan, akan tetapi juga mempunyai potensi yang positif untuk dapat dikembangkan menjadi hal-hal yang berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat dan bahkan negara. Dengan melakukan pembinaan atau menggali potensi yang positif dalam diri seorang narapidana, maka diharapkan dapat merubahnya untuk menjadi seseorang yang lebih produktif untuk berkarya dalam hal-hal yang positif setelah narapidana tersebut selesai menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan dan tidak mengulangi perbuatan yang buruk di kemudian hari.

  B. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

  

1. Lokasi dan Keadaan Fisik Wilayah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

B Kota Langsa

  Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa terletak di kawasan kota Langsa tepatnya di Jalan Panglima Polem Nomor 39, sebelah selatan berbatasan dengan perumahan dinas lembaga pemasyarakatan, sebelah utara tanggul sungai, sebelah timur Kantor Pekerjaan Umum Seksi, sebelah barat kompleks lembaga pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan bentuk asli dari bangunan kuno peninggalan kolonial Belanda, dan bentuk bangunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa berbentuk letter U, yang mana sebelah kanan merupakan bangunan lama dan sebelah kiri merupakan bangunan baru atau pernah mengalami perubahan.

  Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa dibangun diatas tanah seluas 4.182 M2 dengan daya tampung atau kapasitas sebesar kurang lebih 145 narapidana yang menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa sudah mencapai 340 orang, dengan klasifikasi Tahanan berjumlah 69 orang dengan laki-laki 59 orang, wanita 4 orang dan anak-anak 6 orang. Jumlah narapidana 271 orang dengan klasifikasi laki-laki berjumlah 251 orang, wanita 14

  

  orang dan anak didik pemasyarakatan berjumlah 6 orang. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Keelas II B Kota Langsa melebihi kapasitas yang ada, sehingga membutuhkan pembinaan dan pengawasan yang ketat. Memberikan proses keamanan di Lapas diberikan dengan cara menjaga dan meningkatkan keamanan bangunan Lembaga Pemasyarakatan ini dibatasi oleh satu buah dinding, yang tingginya sekitar 8 M dan diatas dinding tersebut terdapat kawat berduri dan dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut terdapat 4 pos jaga, yaitu 1 pos utama yang terletak di di depan lembaga pemasyarakatan, 1 pos yang berada di belakang, 1 pos yang berada di sudut sebelah kanan, dan 1 pos yang berada di dalam blok. Di pintu utama Lembaga Pemasyarakatan tersebut terdapat dua orang penjaga keamanan.

  Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, juga terdapat bangunan dan beberapa sarana yang merupakan faktor penunjang dalam proses pembinaan terhadap warga binaan (Narapidana), diantaranya : a.

  Perkantoran ; b.

  Ruang Klinik ; c. Dapur ; d. 60 Ruang sarana kerja ;

  e.

  Mushalla ; f. Lapangan, yang digunakan untuk sarana olahraga seperti badminton, volley ball, sepak bola, tenis meja ; g.

  Blok-blok hunian warga binaan pemasyarakatan. Untuk merealisasikan apa yang merupakan hak dari narapidana, dalam kaitannya dengan tempat tinggal yang layak, maka di dalam Lembaga

  Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa menyediakan 1 (satu) blok dengan 20 kamar sebagai tempat tinggal narapidana, dengan klasifikasi penghuninya sebagai berikut (Tabel 1) :

  Luas Kapasitas Kapasitas yang No. Klasifikasi Kamar Kamar Kamar/orang seharusnya (meter) (yang sedang dihuni)

  1. Kamar I 3 x 2

  9

  4

  2. Kamar II 3 x 2

  9

  4

  3. Kamar III 3 x 4

  17

  8

  4. Kamar IV 3 x 4

  21

  8

  5. Kamar V 3 x 4

  20

  8

  6. Kamar VI 3 x 3

  14

  6

  7. Kamar VII 3 x 4

  18

  8

  8. Kamar VIII 3 x 4

  15

  8

  9. Kamar IX 3 x 5

  18

  10

  10. Kamar X 3 x 4

  13

  8

  11 Kamar XI 3 x 3

  10

  6

  12. Kamar XII 3 x 3

  9

  6

  13. Kamar XIII 3 x 4

  17

  8

  14. Kamar XIV 3 x 4

  16

  8

  15. Kamar XV 3 x 2

  11

  4

  16. Kamar XVI 3 x 6

  58

  14

  17. Kamar XVII 3 x 2

  9

  4

  18. Kamar XVIII 3 x 4

  18

  8

  19. Kamar XIX 3 x 5

  27

  10

  20. Kamar XX 3 x 5

  25

  10 Berdasarkan tabel 1 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hak-hak warga binaan yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa masih belum terpenuhi dalam mendapatkan tempat hunian yang layak dan hal ini dapat terlihat dari kondisi kapasitas warga binaan yang sedang menghuni LP dengan kapasitas yang di syaratkan. berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan salah satu hak yang diberikan kepada warga binaan adalah mendapat perawatan secara jasmani dan rohani, mendapatkan kesehatan yang layak, dan hak-hak lain yang diperkenankan oleh peraturan perundang- undangan. Kapasitas hunian yang dimiliki oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa masih belum memenuhi hak dari warga binaan tersebut.

  h.

  Fasilitas-fasilitas lain diantaranya :ruang pertemuan, ruang perpustakaan, dan sarana-sarana lainnya yang menunjang dalam proses pembinaan narapidana pada umumnya di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa. Menurut Bapak Effendi dalam sistem pemasyarakatan, warga binaan (Narapidana), harus tetap mendapat hak-haknya yang tentunya diatur sesuai dengan undang-undang yakni hak keperdataan (makan, tempat tidur, rekreasi, dan lain-lain). Pelaksanaan sistem pembinaan harus berdasarkan nilai- nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

61 Republik Indonesia Tahun 1945.

  Selama dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa memberikan pembinaan terhadap narapidana, yaitu pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan dan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan. Pembinaan di dalam lembaga meliputi pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian yaitu pembinaan kesadaran beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan intelektual, pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kemandirian meliputi proses pendidikan keterampilan dan bimbingan kerja. Pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan, yaitu cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat. Selama proses pembinaan yang berlangsung di lembaga pemasyarakatan para petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya yang merawat dan melindungi harus dapat memberikan perlindungan dan pengayoman kepada narapidana yang mengacu pada falsafah atau nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dimana selain narapidana diperlakukan sebagai individu juga diperlakukan sebagai anggota masyarakat. Artinya, di dalam proses pembinaan para narapidana tersebut tetap harus dilindungi dan diayomi dan tidak boleh diperlakukan secara sewenang-wenang, karena narapidana tersebut juga mempunyai hak-hak asasi yang melekat pada dirinya dan dalam proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan narapidana diberikan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dijalankan yang sesuai dengan Pancasila dan narapidana tersebut tidak bisa dipisahkan hubungannya dengan keluarga dan masyarakat dan tidak lepas dari tanggung jawab

   mereka terhadap pembinaan yang dilakukan.

2. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

  Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa merupakan unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat, membina, dan membimbing warga binaan pemasyarakatan. Agar dapat melaksanakan tugas- tugas tersebut maka petugas pemasyarakatan selayaknya harus memahami 61 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga mekanisme kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Penulis akan memberikan gambaran tentang struktur Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa melalui bagan berikut ini :

  BAGAN I Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

  Sumber : Data Sekunder Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Tahun 2014.

  KALAPAS

ERRY TARUNA DS, Bc.

IP, KEP. PENGAMANAN LP ZULKIFLI, SH

  KASUBBAG TATA USAHA SUDIRMAN, SH KAUR UMUM SYAMSUL BAHRI, SH KAUR KEP. & KEU SYAMSIDAR, SH ANGGOTA JAGA KASI. ADM KAMTIB

  KASI. BINAGIATJA EFFENDI, SH KASUBSI PERAWATAN ABD. HANAN, SH KASUBSI GIATJA RAMLI, SH KASUBSI REGISTRASI RAMLI, SH KASUBSI PEL & TATIB TANTAW, SH.MH KASUBSI KEAMANAN ANDI SUYONO

ISKANDAR, SH

  

3. Tugas dan Fungsi para Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B

Kota Langsa

  a.

  Kepala Lembaga Pemasyarakatan Bertugas menetapkan rencana kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B

  Kota Langsa, mengusulkan remisi umum dan khusus untuk narapidana, mengkoordinasikan penyusunan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) Pegawai di lingkungan Lapas, mengusulkan kenaikan pangkat, mengusulkan kenaikan gaji berkala, mengusulkan pembebasan bersyarat, mengusulkan Cuti Menjelang Bebas dan cuti bersyarat Warga Binaan Pemasyarakatan, menetapkan surat lepas warga binaan pemasyarakatan, menetapkan surat kerja panitia lelang, menetapkan pemenang lelang bahan makanan warga binaan pemasyarakatan.

  b.

  Kepala pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Bertugas mengawasi pelaksanaan tugas pengamanan terhadap warga binaan, mengkoordinasikan pemeliharaan keamanan Lapas, melakukan pemeriksaan pelangaran keamanan.

  c.

  Bagian Tata Usaha Bertugas melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga lembaga pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa. Bagian tata usaha terdiri atas :

  1) Sub bagian umum

  Bertugas melakukan urusan surat menyurat, inventarisasi, pemeliharaan gedung, mengatur rumah tangga kantor.

  2) Sub bagian kepegawaian

  Bertugas melakukan urusan kepegawaian

  3) Sub bagian keuangan

  Bertugas melakukan urusan keuangan d. Bidang Bimbingan dan Kegiatan Kerja

  Bertugas melakukan menyusun rencana kerja seksi binadik, melakukan program pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan, melaksanakan dan memimpin sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan, koordinasi pelaksanaan perawatan kesehatan dengan instansi lain, melakukan ketatausahaan seksi bimbingan dan kegiatan kerja, melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan bawahan, menyusun dan dan menyiapkan laporan seksi binadik, melakukan penilaian pelaksanaan perwalian warga binaan pemasyarakatan. Bidang bimbingan dan kegiatan kerja terdiri dari :

  1) Seksi Registrasi

  Bertugas membuat remisi umum dan khusus untuk narapidana, membuat registrasi narapidana dan tahanan, membuat surat bebas bagi narapidana, melakukan pengambilan foto/identitas warga binaan pemasyarakatan, membuat statistik dan dokumentasi sidik jari, mengusulkan pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat warga binaan. 2)

  Seksi Perawatan Bertugas membuat buku gudang beras, melakukan pengawasan melekat, memberikan peralatan perlengkapan narapidana.

  3) Seksi kegiatan kerja

  Bertugas memberikan petunjuk kerja kepada warga binaan pemasyarakatan, menyiapkan bahan produksi dan peralatan, menyiapkan tempat bimbingan kerja, menyediakan guru pendidik atau guru pembimbing.

  e.

  Bidang administrasi keamanan dan tata tertib Bertugas melakukan pemeriksaan dan pembuatan BAP terhadap warga binaan yang melanggar peraturan Lapas, menerima laporan dan memeriksa laporan pengamanan, melakukan koordinasi dengan Kepala Pengamanan Lapas dalam hal keamanan Lapas, melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan bawahan.

  Bidang administrasi keamanan terdiri dari : 1)

  Seksi Keamanan Bertugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan.

  2) Seksi pelaporan dan tata tertib

  Bertugas menerima laporan hariandan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta mempersiapkan laporan berkala di bidang keamanan.

  

4. Latar Belakang Pendidikan Petugas/Pegawai Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II B Kota Langsa

  Petugas/Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu faktor yang menunjang dalam proses pembinaan terhadap narapidana.

  Petugas/Pegawai yang memberikan pembinaan atau pembimbingan terhadap narapidana harus memiliki tingkat pendidikan yang memadai, dedikasi yang tinggi, pengabdian yang luhur, dan benar-benar mengabdikan dirinya kepada tugas pembinaan yang dilakukannya. Karena faktor pendidikan petugas/pegawai

  Lembaga Pemasyarakatan sangat mempengaruhi dalam keberhasilan proses pembinaan yang berjalan di Lembaga Pemasyarakatan. Di bawah ini akan diuraikan tingkat pendidikan Petugas/Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, yaitu :

  TABEL 2. Latar Belakang Pendidikan Petugas/Pegawai Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Tahun 2011 – Tahun 2013.

No Pendikan Jumlah

  1 Sekolah Dasar

  2 Sekolah Menengah Pertama (SMP)

  3 Sekolah Menengah Atas (SMA)

  36

  4 Diploma-3 (D3)

  2

  5 Sarjana/Strata-1 (S1)

  15

  6 Strata-2 (S2) Jumlah

  53 Sumber Data : Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Tahun 2011- Tahun 2013

  Berdasarkan tabel 2 diatas tentang latar belakang pendidikan petugas/pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, maka dapat dilihat yang paling dominan latar belakang pendidikan dari para petugas/pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa adalah pendidikan Sekolah Menengah Atas dengan jumlah 36 petugas pemasyarakatan yang bertugas di bidang administrasi dan pengamanan, selanjutnya untuk latar belakang pendidikan Sarjana/Strata-1 (S1) tahun 2011 sampai 2013 sebanyak 15 orang, untuk pendidikan Diplomat-3 (D3) dari tahun 2011 sampai tahun 2013 sebanyak 2 orang. Para petugas pemasyarakatan inilah yang mendukung sistem pemasyarakatan melalui proses pembinaan terhadap narapidana yang berbeda klasifikasi tindak pidananya, karakter narapidana dan berbeda latar belakang kehidupan dari narapidanaa tersebut. Proses pembinaan dilakukan agar dapat memasyarakatkan kembali narapidana setelah selesai menjalani masa pidananya.

  Pendidikan yang dimiliki oleh petugas pemasyarakatan juga mempengaruhi tingkat kemampuan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam rangka pembinaan dan perlindungan warga binaan pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa. Kemampuan melakukan pendekatan-pendekatan terhadap narapidana dalam mengubah mental dan perilakunya melalui pembinaan-pembinaan dipengaruhi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petugas pemasyarakatan.

  Melihat kondisi tingkat pendidikan yang dapat dikatakan relatif rendah dan hal ini tentunya dapat berpengaruh pada kompetensi kerja pegawai dalam melaksanakan tugas pembinaan narapidana. Dengan pendidikan yang rendah sulit diharapkan dapat mengembangkan dan mengimplementasi program-program pembinaan narapidana yang bersifat inovatif dan sensitif terhadap kebutuhan narapidana.

C. SISTEM PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA 1.

  Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

  TABEL 3. Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Tahun 2011-2013.

  6

  7 Penggelapan 372-375

  5

  6

  7

  8 Penipuan 378-395

  1

  3

  5

  9 Korupsi UU No.

  31/1999

  5

  6

  5

  10 KDRT UU No.

  23/2004

  1

  3

  6

  11 Narkotika UU No.9/1976 135 200 250

  12 Lain-lain

  4

  6

  10

  31

  No Jenis Tindak Pidana

  3 Kesusilaan 281-297

  Pasal Tahun 2011

  Tahun 2012

  Tahun 2013

  1 Pembakaran 187-188

  1

  1

  2 Mata uang 244-251

  2

  1

  1

  21

  6 Pencurian 362-364

  30

  33

  4 Pembunuhan 338-350

  6

  7

  5

  5 Penganiyayaan 351-356

  1

  3

  5

  5 Jumlah 214 250 333 Sumber Data : Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Tahun 2011-2013. Berdasarkan Tabel 3 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa dari Tahun 2011 sampai 2013 mengalami peningkatan. Dari tahun 2011 sampai tahun 2012 sebesar 36 orang, dari tahun 2012 sampai tahun 2013 sebesar 83 orang. Adanya kenaikan jumlah penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas

  II B Kota Langsa tidak membawa pengaruh yang berarti dalam proses pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa tersebut. Ini dikarenakan jumlah kapasitas penghuni di Lembaga Pemasyarakatan tersebut 145 penghuni. Berdasarkan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa sudah melebihi kapasitas (overcapacity) yang ada.

  Jumlah warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas

  II B Kota Langsa yang dikaitkan dengan jumlah petugas pemasyarakatan dari Tahun 2011 sampai tahun 2013 yang berjumlah 53 petugas pemasyarakatan. Ini merupakan gambaran yang irasional dikarenakan tidak sesuai antara kuantitas warga binaan pemasyarakatan dengan kuantitas petugas pemasyarakatan di Lapas Kelas II B Kota Langsa.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 12 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lapas dilakukan penggolongan atas dasar umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lainnya. Ketentuan normatif yang terdapat dalam undang-undang pemasyarakatan tersebut tidak sejalan dengan ketentuan yang berlaku di Lapas Kelas II B Kota Langsa dikarenakan berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa yang memberikan proses pembinaan terhadap narapidana yang berbeda klasifikasi tindak pidana seperti yang telah digambarkan dalam tabel diatas tidak ada pembedaan dalam proses pembinaannya, dikarenakan lapas kekurangan dana, kekurangan sarana dan prasarana yang mendukung proses pembinaan, kekurangan kuantitas dan kualitas petugas pemasyarakatan yang profesional.

   Hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa latar

  belakang kehidupan dari narapidana yang beragam diantaranya ada yang berasal dari kalangan dari keluarga golongan ekonomi lemah dan golongan ekonomi yang kuat, ada yang berasal dari kalangan keluarga yang tidak harmonis, ada yang berasal dengan latar belakang pendidikan SD, SMP, SMA, dan Sarjana, ada yang berasal dari kultur atau kalangan masyarakat yang banyak melakukan kejahatan. Dilihat dari segi kepribadian, narapidana juga memiliki kepribadian yang beragam diantaranya ada yang berasal dari kalangan pendiam, susah berinteraksi, mudah bergaul, periang dan pemurung. Berdasarkan latar belakang kehidupan dan kepribadian narapidana harusnya Lembaga Pemasyarakatan memberikan proses pembinaan yang sesuai dengan bakat dan minat dari masing-masing narapidana.

  Inilah salah satu gambaran yang menunjukkan kurang efektifnya berjalan proses pembinaan yang diterapkan di Lapas Kelas II B Kota Langsa dalam memberikan pembinaan terhadap narapidana, karena jumlah narapidana yang berada di Lapas berbeda latar belakang kehidupannya, dan kepribadian dari masing-masing narapidana tersebut.

  

  2. Tahap-tahap Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

  63 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja

  Pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana harus berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada hakekatnya pembinaan narapidana harus dimulai sejak narapidana tersebut masuk ke Lembaga Pemasyarakatan. Proses pembinaan yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan tidak boleh menciderai hak-hak asasi manusia narapidana, karena narapidana juga sama seperti manusia lainnya yang harkat dan martabatnya harus diakui, dihormati, dan dilindungi oleh para pihak-pihak yang ada di Lembaga Pemasyarakatan, karena narapidana juga merupakan makhluk sosial, sebagai makhluk sosial narapidana tidak dapat hidup sendiri. Narapidana harus hidup bersama-sama dengan orang lain, hal ini sesuai dengan tujuan pembinaan yaitu mengenal diri sendiri secara penuh untuk menentukan kesadaran diri sendiri dan mampu melakukan perubahan diri ke arah yang lebih baik dan lebih positif, oleh sebab itu kesadaran merupakan hal yang penting untuk diketahui oleh narapidana agar dapat dengan mudah mengikuti proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan dan dapat menerapkannya di tengah-tengah masyarakat ketika selesai menjalani masa pidana. Tahap-tahap pembinaan di Lembaga

   Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa terdiri dari : a.

  Tahap awal Pembinaan pada tahap awal ini dimulai sejak berstatus sebagai narapidana sampai menjalani sepertiga masa pidana. Tahap ini lebih dikenal dengan Mapenaling (Masa Pengenalan Lingkungan). Setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang baru masuk Lembaga Pemasyarakatan akan diteliti segala hal ikhwal perihal dirinya termasuk sebab-sebab melakukan tindak pidana, tempat tinggal narapidana, situasi ekonominya, latar belakang pendidikan dan sebagainya. Tahap ini narapidana dan anak didik pemasyarakatan diarahkan untuk mengenal situasi atau keadaan lingkungan Lembaga Pemasyarakatan, supaya narapidana dapat mengenal atau beradaptasi dengan lingkungan dan sesama narapidana di Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Dalam masa pembinaan tahap awal ini dilakukan pembinaan kepribadian yang meliputi pembinaan kesadaran 65 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 02 Maret 2014. beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan intelektual, pembinaan kesadaran hukum, pembinaan jasmani.

  Pada tahap ini setiap narapidana mempunyai satu orang wali yang ditunjuk dari petugas pemasyarakatan. Setiap wali biasanya mengampu kurang lebih 15 (lima belas) narapidana. Wali bertugas mengawasi sikap, perilaku, mengamati perkembangan narapidana serta menilai perkembangan narapidana.

  Penilaian dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan). Wali juga berperan untuk menerima keluhan-keluhan dan hal-hal yang berhubungan dengan narapidana yang diampunya. Selama 1 bulan menjalani masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan, diadakan sidang TPP untuk menentukan mengenai strategi pembinaan yang akan diterapkan pada tahap selanjutnya. Putusan dalam sidang TPP harus sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh pembina pemasyarakatan, wali pemasyarakatan, pengamat pemasyarakatan dan pembimbing pemasyarakatan di Lapas b.

  Tahap Lanjutan Pertama Tahap pembinaan merupakan kelanjutan dari tahap admisi/orientasi atau pengenalan. Tahap ini dilakukan apabila narapidana telah menjalani 1/3 masa pidana sampai ½ masa pidana dengan pengawasan medium security, yaitu pengawasan yang tidak seketat pada tahap sebelumnya. Pada tahap pembinaan ini kegiatan pembinaan yang dilakukan adalah disamping program pembinaan kepribadian juga dilaksanakan pembinaan kemandirian. Kegiatan pembinaan kemandirian ini yaitu dengan memberikan bekal berupa keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri.

  c.

  Tahal Lanjutan Kedua/Tahap Asimilasi Berdasarkan Pasal 37 Ayat (1) PP No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan berhak mendapatkan asimilasi, dan Narapidana yang mendapatkan asimilasi harus memenuhi ketentuan, yaitu harus menjalani pembinaan ½ (satu per dua) masa pidana, dapat mengikuti program pembinaan dengan baik dan berkelakuan baik. Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebesan bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan cuti bersyarat dinyatakan bahwa asimilasi merupakan proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat. Pada tahap ini program pembinaan diperluas, bukan saja di dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan, tetapi juga membaurkan narapidana dengan masyarakat tertentu. Program ini dilaksanakan secara bertahap, mulai dari kegiatan yang sempit lingkungannya dan mengarah pada kegiatan masyarakat yang lebih luas sesuai dengan bakat dan keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pelaksanaan program kegiatan asimilasi, petugas atau pembina pemasyarakatan harus selektif dan kegiatan tersebut harus direncanakan secara matang dan terpadu. Ini bertujuan agar mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada narapidana dan merugikan masyarakat dimana narapidana tersebut diasimilasikan.

  Pembinaan narapidana pada tahap ini dapat dimulai dari ½ masa pidana sampai 2/3 masa pidananya dan menurut penilaian tim pembinaan pemasyarakatan sudah memiliki kemajuan fisik, mental dan keterampilan. Pada tahap ini pengawasan terhadap narapidana relatif berkurang (minimum security).

  Asimilasi diklasifikasikan menjadi 2 bentuk yaitu asimilasi di dalam lembaga pemasyarakatan dan asimilasi ke luar lembaga pemasyarakatan. Narapidana yang menjalani asmilasi di dalam lembaga pemasyarakatan, diantaranya narapidana dipercayakan untuk menjadi Tamping di dalam lembaga pemasyarakatan, sedangkan asimilasi di luar lembaga pemasyarakatan, yaitu ikut beribadah bersama-sama dengan masyarakat luar, berolahraga bersama-sama dengan masyarakat luar, mengikuti pendidikan di sekolah umum, bekerja di luar lembaga pemasyarakatan, tetapi dalam pelaksanaannya tetap masih berada di bawah pengawasan dan bimbingan dari petugas pemasyarakatan. Asimilasi ke luar lembaga pemasyarakatan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini dikarenakan, pihak masyarakat, lembaga-lembaga sosial atau dinas-dinas pemerintahan belum pro aktif mempedulikan warga binaan pemasyarakatan, belum ada kerja sama yang baik, teratur dan berkesinambungan atau kerja sama

   pembinaan dengan instansi terkait belum terprogram secara maksimal.

  d.

  Tahap akhir/integrasi dengan lingkungan masyarakat 66 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 02 Maret 2014.

  Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam proses pembinaan narapidana. Apabila proses pembinaan dari tahap admisi atau orientasi, tahap pembinaan, tahap asimilasi dapat berjalan dengan lancar dan baik serta masa pidana yang sebenarnya telah dijalani 2/3 atau sedikitnya 9 bulan, maka kepada narapidana tersebut diberikan pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas. Dalam tahap ini proses pembinaannya dilaksanakan di masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang sehingga narapidana dapat berinteraksi dengan masyarakat.

  Tahap integrasi ini proses pembinaannya dilaksanakan di masyarakat luas sedangkan pengawasan langsung oleh Balai Pemasyarakatan bukan lagi pihak lembaga pemasyarakatan. Narapidana yang bersangkutan harus wajib melaporkan diri ke balai pemasyarakatan. Jika pada tahap integrasi narapidana kembali melakukan tindak pidana, maka narapidana harus menjalani sisa masa pidananya di dalam lembaga pemasyarakatan ditambah lagi dengan sanksi pidana yang

   baru.

  Tahap-tahap pembinaan tersebut di atas secara umum dapat dikatakan sebagai tahap pembinaan standar yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa kepada setiap narapidana.

  

D. Aktifitas Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

B Kota Langsa

  Pembinaan yang diterapkan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa mencakup pembinaan kepribadian (mental dan spritual) serta pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya, bertakwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Dua pola pembinaan tersebut merupakan realisasi dari Pasal 14 dan 15 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Bila melihat pembinaan yang sesungguhnya, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa pembinaan warga binaan pemasyarakatan (narapidana) dilakukan di lembaga pemasyarakatan. Ada dua proses pembinaan yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan, diantaranya secara internal (di dalam lembaga pemasyarakatan) dan secara eksternal (di luar lembaga pemasyarakatan).

1. Pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan (internal)

  Pembinaan yang diterapkan di dalam lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa ini mencakup pembinaan kepribadian (mental dan spritual) serta pembinaan kemandirian. Adapun target yang hendak dicapai dari pembinaan ini ialah agar narapidana menjadi insaf atau menyadari akan kesalahannya dan supaya narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya dan setelah selesai menjalani hukuman di lapas narapidana memiliki keterampilan dan dapat lebih

   berguna bagi keluarga dan masyarakat sekitar.

a. Pembinaan kepribadian

  68

  Pembinaan kepribadian selama waktu tertentu, agar narapidana dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap terhadap hukum yang berlaku di dalam masyarakat. pembinaan narapidana dipengaruhi masyarakat luar yang menerima narapidana menjadi anggotanya. Arah pembinaan bertujuan membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi kejahatan dalam menaati peraturan hukum, membina hubungan antara narapidana dengan

   masyarakat luar, agar dapat berdiri sendiri dan dapat menjadi anggotanya.

  Adapun yang menjadi pembinaan kepribadian ini yaitu : 1)

  Pembinaan kesadaran beragama Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang

  Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Usaha ini dilakukan agar narapidana dan anak didik pemasyarakatan menjauhkan dari tindakan tidak terpuji, dan tindakan melanggar hukum oleh sebab itu, pendidikan agama di lembaga pemasyarakatan sangat penting sekali, terutama dalam menggugah kesadaran beragama bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pendalaman ajaran agama, harus disertai dengan praktek-praktek keagamaan yang diwajibkan oleh agama yang dianutnya. Kehidupan beragama bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan, haruslah mewarnai kehidupan di dalam lembaga pemasyarakatan, karena kehidupan beragama akan menggugah narapidana yang lain untuk ikut serta memperdalam ajaran agama yang dianutnya. Kewajiban untuk menjalankan ajaran agama yang dianutnya selama menjalani pidana, akan sangat berguna sekali bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Menurut Bapak Effendi, penerapan pembinaan tersebut dilakukan dengan cara-cara antara lain : untuk narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang beragama islam yaitu dengan cara pengajian dan siraman rohani. Jadwal kegiatan tersebut dilakukan setiap hari senin sampai hari jumat.