Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan

(1)

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Sosial Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Ridwan Ridho Silalahi

Nim : 070902017

ABSTRAK

Respon Narapidan Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak tanjung Gusta Medan (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 105 halaman, 33 daftar tabel, 2 daftar daftar gambar dan lampiran)

Saat ini kita ketahui bahwa kejahatan semakin berkembang pesat seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kejahatan bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dapat menimpa siapa saja. Dan agar kejahatan tidak terus terulang maka dibuatkan sanksi bagi para pelaku kejahatan yaitu kurungan penjara. Nantinya para pelaku kejahatan akan di tempatkan di lembaga pemasyarakatan dan diberikan pembinaan untuk memperbaiki dirinya. Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan merupakan salah satu lembaga pemasyarakatan yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang melaksanakan progran pembinaan kepada narapidananya. Hal ini tidak serta merta mengurangi jumlah pelaku kejahatan yang masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan. Maka dari itu perlu diketahui bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dimana jumlah populasi penelitian sebanyak 300 dan menggunakan teknik penarikan sampel yaitu proporsional purposive sampling yaitu jumlah populasi dibagi dengan 10 atau 10% dari 300 orang yaitu 30 orang. Dan dalam mengumpulkan data digunakan metode kuesioner, observasi dan wawancara. Dilakukan teknik pengukuran data dengan menggunakan skal likert agar dapat mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan. Responden diberikan angket dan jawaban dari responden di tuangkan dalam bentuk tabel kemudian selanjutnya dilakukan analisis data kuantitatif dengan menggunakan skala likert.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif yang dilihat melalui hasil penghitungan dengan menggunakan skala likert, dimana persepsi narapidana mempunyai nilai 0,786, sikap narapidana mempunyai nilai 0,786, dan persepsi narapidana mempunyai nilai 0,585. Hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,719. Ada beberepa hambatan dalam mewujudkan pembinaan yang baik dan berhasil yaitu terhambat masalah keuangan dan anggaran dari pemerintah, minimnya sarana dan prasarana serta padatnya narapidana dan tidak sesuai dengan ruangan yang tersedia. Hal ini harusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Dari hasil yang diperoleh, lembaga dapat menambah dan meningkatkan mutu atau kualitas dari pembinaan yang ada.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENSE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Ridwan Ridho Silalahi Nim : 070902017

ABSTRACT

Response to The Inmates in a Correctional Institution Development Program Class II A child Tanjung Gusta Medan (This thesis consists of 6 chapters, 105 pages, 33 tables lists, two lists list of images and attachments)

Nowadays we know that crime is growing rapidly along with the development of science and technology . Crime can happen anywhere , anytime and can happen to anyone . And that crime does not continue to happen then made sanctions for perpetrators of crimes is imprisonment. Later, the perpetrators will be placed in prisons and given guidance to improve himself . Penitentiary II Class - A Child Medan Tanjung Gusta penitentiary is one that is in the province of North Sumatra who implement the program guidance to inmates . This does not necessarily reduce the number of offenders entering the prison . Thus the need to know how to respond to the inmates in the program guidance provided Penitentiary II Class -A Children's Tanjung Gusta Medan .

The study is descriptive in which a study population of 300 and using sampling techniques that purposive sampling proportional population size divided by 10 or 10 % of 300 people is 30 people . And the methods used to collect data questionnaire , observation and interview . Do the data measurement techniques using Likert SKAL order to measure the perceptions , attitudes and participation of the inmates were given coaching program . Respondents were given a questionnaire and the answers of the respondents in the table and then pour in the form of quantitative data analysis is then performed using a Likert scale .

Based on the results of this study concluded that the inmate 's response to the program was very good and positive development seen through the results of a calculation using a Likert scale , which has a value of 0.786 inmates perceptions , attitudes inmate has a value of 0.786 , and the perception of value has 0,585 inmates . The average yield was 0.719 grading scale . There beberepa bottleneck in realizing a good and successful coaching is hampered financial problems and budget of the government , lack of infrastructure and density of inmates and not according to the space available . It should receive special attention from the government . From the results obtained , the agency can increase and improve the quality or the quality of coaching available .


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan Hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan skripsi ini hingga akhir. Shalawat beriring salam juga tak henti-hentinya saya haturkan kepada Junjungan Besar Muhammad SAW yang telah membawa pengetahuan di dunia yang sehingga sedikitnya saya bisa merasakan dan mengamalkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan guna menggapai kesempurnaan baik di dunia maupun akhirat kelak. Amin.

Selama penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaannya, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Maka dengan kerendahan hati, Penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Banyak elemen yang sangat membantu di dalam penyusunan skripsi saya ini, dan dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kepada Kedua Orang Tua saya, Ayahanda Alm. Ramlan Silalahi dan Ibu tersayang Nuraini yang telah mendidik, memberikan motivasi, bantuan moril dan materil selama perkuliahan hingga ke tahap penyelesaian skripsi ini. Demikian pula terima kasih Abangku Rusdi Silalahi dan Kakakku Jamilah Silalahi dan Masita Silalahi yang memberi dukungan dan perhatiannya.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Ibu Hairani Siregar, M.Sp selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.

4. Bapak Husni Thamrin, S.Sos. M.Sp selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis serta memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan, bimbingan, dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.

6. Bapak Leonardo. P. SH, selaku KASUBSI BIMPAS di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta yang telah mengizinkan Penulis untuk melakukan penelitian di lembaga tersebut serta bantuan staff Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.

7. Spesial buat gadis minang yg sudah menemani saya selama tiga tahun terakhir ini. Menjadi penyemangat dan selalu memberi dukungan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Makasih banyak Oci Notalia dan tetap semangat untuk menyelesaikan kuliahnya

8. Sahabat-sahabat saya di Stambuk 2007 IKS, spesial buat MOKONDO COMUNITY (Dika yang selalu mensupport saya, Rholand yang memotivasi dengan santai, Acong warga tionghoa dengan bermacam organisasinya, Amir anak jakarte dengan minyak anginnye, Baim teman duet dilapangan bola ketika memperkuat FSIP FC dan Persiks Kessos, Boy yang rezekynya cukup bagus, Ferdi dengan jiwa pemimpin yg luar biasa, Ojan lemot oon namun sangat kreatif, Endika, dan Rizal). Dan seluruh kawan-kawan stambuk 2007. Semoga kita berhasil semua Amin.


(6)

9. Temanku diluar FISIP yang membantu memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini seperti Robby, Arion, dan Ozie L. Sukses selalu buat kalian. 10. Keluarga besar HORE-HORE FUTSAL CLUB (Om Dody selaku

Manager H2C, Tante Rina, dan semua pemain H2C) semoga H2C semakin berjaya. Amin.

11. Keluarga besar SMA KARTIKA I-1 FUTSAL CLUB dan keluarga besar ARSENAL INDONESIA SUPPORTER.

12. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya ucapkan. Biarlah ilmu yang kita miliki dapat kita pergunakan untuk keharuman dan kebanggaan almamater kita.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi kita dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Medan, 31 Januari 2014

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...14

1.3 Tujuan Penelitian ...14

1.4 Manfaat Penelitian ...14

1.5 Sistematika Penulisan ...15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon ...17

2.2 Narapidana ...19

2.2.1 Pengertian Narapidana ...19

2.2.2 Pengertian Narapidana Anak ...21

2.2.3 Hak dan Kewajiban Narapidana...22

2.3 Lembaga Pemasyarakatan ...23

2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ...23


(8)

2.4 Sistem Pemasyarakatan ...26

2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan ...26

2.4.2 Pembinaan dalam Sitem Pemasyarakatan ...30

2.4.2.1 Wujud Pembinaan ...31

2.4.2.2 Proses Pembinaan ...32

2.4.2.3 Tujuan Pembinaan ...33

2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan ...35

2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial dan Keberfungsian Sosial ...36

2.5.1 Konsep Kesejahteraan Sosial ...36

2.5.2 Keberfungsian Sosial ...38

2.6 Kerangka Pemikiran ...39

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ...42

2.7.1 Defenisi Konsep ...42

2.7.2 Defenisi Operasional ...43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ...44

3.2 Lokasi Penelitian ...44

3.3 Populasi dan Sampel ...45

3.3.1 Populasi ...45

3.3.2 Sampel ...45

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...46

3.5 Teknik Analisa Data ...47

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis ...50


(9)

4.2 Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan

Klas-II Anak Tanjung Gusta Medan ...50

4.3 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...51

4.4 Deskripsi Pekerjaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...52

4.5 Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak ...55

4.6 Fasilitas dan Bangunan ...61

BAB V ANALISA DATA 5.1 Analisa Identitas Responden ...64

5.2 Analisa Data Penelitian ...73

5.2.1 Persepsi Narapida terhadap Program Pembinaan ...73

5.2.2 Sikap Narapidana terhadap Program Pembinaan ...82

5.2.3 Partisipasi Narapida terhadap Program Pembinaan ..90

5.2.4 Respon Narapida Terhadap Program Pembinaan ...98

5.3 Temuan Studi Lapangan/ Interpretasi ...101

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ...103

6.2 Saran ...104

DAFTAR PUSTAKA ...105 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL HALAMAN

1.1 Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak

Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Usia ...7

1.2 Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Jenis Penahanan ...7

4.1 Organisasi Pegawai Lembaga Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Tanjung Gusta Medan ...54

4.2 Kegiatan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...57

4.3 Daftar Menu Makanan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...60

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ...64

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ...65

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ...66

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Asal Daerah ...67

5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...68

5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tindak Pidana ...70

5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman ...71

5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Hukuman yang Telah Dijalani ...72

5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan mengenai Jenis-jenis pembinaan ...74 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Materi


(11)

Pembinaan dengan Program Pembinaan ...75 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Bantuan Petugas dalam

Menjelaskan Program Pembinaan yang diberikan ...76 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman terhadap

Tujuan Pembinaan ...77 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Perlakuan Petugas ...78 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Situasi Kapasitas Kamar

Tidur ...79 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapat tentang Sarana

Dan Prasarana ...80 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinaan

Untuk Membentu Karakter yang Baik ...83 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinnaan

Terhadap Meningkatnya Pengetahuan, Keterampilan, dan

Keimanan ...84 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Manfaat Pembinaan

yang diberikan ...85 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Menu Makanan yang

Disediakan ...86 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Petugas dalam

Menangani Narapidana yang Sakit ...87 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Perbaikan Sarana dan

Prasarana di LP ...88 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Pendidikan Umum ...90 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Pembinaan Keterampilan ...91


(12)

5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Pembinaan Rohani ...92 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Kunjungan Keluarga ...93 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Rekreasi ...94 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Ketetapan Jadwal Kegiatan

Pembinaan ...95 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Terhadap


(13)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Bagan Kerangka Pemikiran ...41 4.3 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Ridwan Ridho Silalahi

Nim : 070902017

ABSTRAK

Respon Narapidan Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak tanjung Gusta Medan (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 105 halaman, 33 daftar tabel, 2 daftar daftar gambar dan lampiran)

Saat ini kita ketahui bahwa kejahatan semakin berkembang pesat seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kejahatan bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dapat menimpa siapa saja. Dan agar kejahatan tidak terus terulang maka dibuatkan sanksi bagi para pelaku kejahatan yaitu kurungan penjara. Nantinya para pelaku kejahatan akan di tempatkan di lembaga pemasyarakatan dan diberikan pembinaan untuk memperbaiki dirinya. Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan merupakan salah satu lembaga pemasyarakatan yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang melaksanakan progran pembinaan kepada narapidananya. Hal ini tidak serta merta mengurangi jumlah pelaku kejahatan yang masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan. Maka dari itu perlu diketahui bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dimana jumlah populasi penelitian sebanyak 300 dan menggunakan teknik penarikan sampel yaitu proporsional purposive sampling yaitu jumlah populasi dibagi dengan 10 atau 10% dari 300 orang yaitu 30 orang. Dan dalam mengumpulkan data digunakan metode kuesioner, observasi dan wawancara. Dilakukan teknik pengukuran data dengan menggunakan skal likert agar dapat mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan. Responden diberikan angket dan jawaban dari responden di tuangkan dalam bentuk tabel kemudian selanjutnya dilakukan analisis data kuantitatif dengan menggunakan skala likert.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif yang dilihat melalui hasil penghitungan dengan menggunakan skala likert, dimana persepsi narapidana mempunyai nilai 0,786, sikap narapidana mempunyai nilai 0,786, dan persepsi narapidana mempunyai nilai 0,585. Hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,719. Ada beberepa hambatan dalam mewujudkan pembinaan yang baik dan berhasil yaitu terhambat masalah keuangan dan anggaran dari pemerintah, minimnya sarana dan prasarana serta padatnya narapidana dan tidak sesuai dengan ruangan yang tersedia. Hal ini harusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Dari hasil yang diperoleh, lembaga dapat menambah dan meningkatkan mutu atau kualitas dari pembinaan yang ada.


(15)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENSE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Ridwan Ridho Silalahi Nim : 070902017

ABSTRACT

Response to The Inmates in a Correctional Institution Development Program Class II A child Tanjung Gusta Medan (This thesis consists of 6 chapters, 105 pages, 33 tables lists, two lists list of images and attachments)

Nowadays we know that crime is growing rapidly along with the development of science and technology . Crime can happen anywhere , anytime and can happen to anyone . And that crime does not continue to happen then made sanctions for perpetrators of crimes is imprisonment. Later, the perpetrators will be placed in prisons and given guidance to improve himself . Penitentiary II Class - A Child Medan Tanjung Gusta penitentiary is one that is in the province of North Sumatra who implement the program guidance to inmates . This does not necessarily reduce the number of offenders entering the prison . Thus the need to know how to respond to the inmates in the program guidance provided Penitentiary II Class -A Children's Tanjung Gusta Medan .

The study is descriptive in which a study population of 300 and using sampling techniques that purposive sampling proportional population size divided by 10 or 10 % of 300 people is 30 people . And the methods used to collect data questionnaire , observation and interview . Do the data measurement techniques using Likert SKAL order to measure the perceptions , attitudes and participation of the inmates were given coaching program . Respondents were given a questionnaire and the answers of the respondents in the table and then pour in the form of quantitative data analysis is then performed using a Likert scale .

Based on the results of this study concluded that the inmate 's response to the program was very good and positive development seen through the results of a calculation using a Likert scale , which has a value of 0.786 inmates perceptions , attitudes inmate has a value of 0.786 , and the perception of value has 0,585 inmates . The average yield was 0.719 grading scale . There beberepa bottleneck in realizing a good and successful coaching is hampered financial problems and budget of the government , lack of infrastructure and density of inmates and not according to the space available . It should receive special attention from the government . From the results obtained , the agency can increase and improve the quality or the quality of coaching available .


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari hari menimbulkan berbagai macam kejahatan baru yang membuat keresahan dalam masyarakat. Keresahan adalah gejala tidak adanya kesejahteraan social, ketentraman dan kebahagiaan. Kejahatan adalah masalah social yang tidak akan mungkin dihilangkan karena dewasa ini melakukan pekerjaan dengan kejahatan lebih mudah dan menguntungkan serta banyak oknum penegak hokum terkait dalam kejahatan. Masalah social khususnya tindakan kejahatan akan semakin meningkat jika masyarakat tidak sejahtera dan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mudah untuk melakukan perbuatan kejahatan. (Kusumah, 2007 : 32).

Hukum pada dasarnya adalah suatu jalan untuk menyelesaikan suatu masalah atau konflik kepentingan. Manusia pada dasarnya tidak akan pernah lepas dan akan selalu menghadapi masalah. Hukum berfungsi untuk menyelesaikan masalah atau konflik kepentingan tersebut sehingga pada dasarnya manusia akan hidup dengan hukum dan berhadapan dengan hukum. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat dan martabat dan hak-hak yang harus dijunjung tinggi.


(17)

Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari hal yang membahayakan. Dalam hal upaya perlindungan tersebut kadang-kadang dijumapi penyimpangan perilaku dikalangan anak, bahkan lebih dari ini terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Seiring dengan laju perkembangan industrialisasi dan urbanisasi tingkat kejahatan begitu meningkat. Bentuk dan jenis kejahatan ternyata tidak hanya dari kalangan orang dewasa saja, akan tetapi anak-anak juga pelaku kejahatan. Kejahatan yang dilakukan oleh anak pada umunya disertai dengan unsur mental dan motif subyektif yaitu untuk mencapai objek tertentu dengan diserta kekerasan dan agresi. Anak dalam usia remaja merupakan usia yang produktif dan cepat tanggap dalam menerima hal-hal baru karena pada usia-usia ini perkembangan otak sangatlah cepat. Hal-hal baru yang diterima oleh anak terkadang tidak mampu dipahami secara baik oleh si anak dan hal tersebut dapat menjadi masalah bagi anak-anak itu sendiri dan menyebabkan anak melakukan kejahatan. Orang tua, keluarga, dan masyarakat harus bertanggung jawab dan menjaga serta memelihara hak azasi anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Anak sebagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dengan pentingnya peran anak ini, dalam Pembukaan UUD 1945 telah diamanatkan kepada Bangssa Indonesia yang termuat dalam tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan Bangsa serta menjamin setiap anak atas keberlangsungan hidupnya.


(18)

Tindakan kejahatan akan terjadi bila niat pelaku dibarengi dengan kesempatan melakukan tindakan tersebut. Kejahatan bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, karena itu kita tidak bias memprediksi kapan kejahatan itu terjadi dan siapa yang akan melakukan kejahatan tersebut. Kejahatan dapat dilakukan siapa saja, anak-anak, orang dewasa, atau bahkan orang tua. Baik yang berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Kejahatan yang semakin meningkat disebabkan sanksi yang diberikan terhadap pelaku kejahatan tidak berjalan efektif sehingga para pelaku kejahatan tidak takut ataupun jera terhadap sanksi pelanggaran itu. (Aroma, 2003 : 11).

Salah satu sanksi bagi para pelaku kejahatan pada hukum pidana adalah pidana penjara, dimana para pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan akan menjadi narapidana dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Saat ini Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelayanan teknis dibidang pemasyarakatan, berperan untuk membina, membimbing, mendidik, memperbaiki, dan memulihkan keadaan dan tingkah laku para narapidana agar tidak mengulangi kesalahannya. Pembinaan narapidana diharapkan dapat menyongsong masa depan yang lebih baik, memperoleh jati diri untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara sehingga dapt kembali menjalani kehidupan sewajarnya dan diterima di tengah-tengah masyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya.

Konsep pembinaan narapidana merupakan pemikiran dari Sahardjo (1963) yang mencetuskan tentang konsep pemasyarakatan. Proses pembinaan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan dengan cara bertahap. Narapidana harus selalu diperhatikan oleh pemerintah sehingga tujuan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan tercapai dan narapidana sadar lalu tidak akan mengulangi


(19)

perbuatannya serta dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang berguna ditengah masyarakat. Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964. Adalah Dr. Sahardjo S.H. melontarkan gagasan perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan. Tidak bias dipungkiri bahwa sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, pemasyarakatan banyak mengalami hambatan, rintangan, halangan, dan tantangan dalam penerapan disiplin ilmunya.(Dr. Sahardjo S.H. dalam C.L Harsono : 1).

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran–pemikiran mengenai fungsi Pemasyarakatan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang di namakan dengan sistem Pemasyarakatan.

Pada tanggal 27 April 1964 dalam Konferensi Jawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Bandung dilakukan sebagai pengganti kepenjaraan. Pemasyarakatan dalam Konferensi ini dinyatakan sebagai suatu sistem Pembinaan terhadap para pelanggar Hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi social atau pulihnya kesatuan hubungan Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masayarakat.

Dalam pengembangan selanjutnya, pelaksanaan sistem Pemasyarakatan yang telah dilaksanakan sejak tahun 1964 semakin mantap dengan diundangkannya Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan. Dalam pasal 12 menyatakan bahwa “Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar


(20)

menjadi manusia seutuhnya yang menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehinga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup sebagai warga

yang baik dan bertanggung jawab”.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 dan 32 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta tata Cara Pelaksana Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyatakan bahwa seseorang narapidana yang melakukan tindak kejahatan, merupakan insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan. Dengan Undang–Undang Pemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha – usaha dalam mewujutkan suatu sistem Pemasyarakatan. Sebagai tatanan mengenai arah dan batas serta cara Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas–kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dalam sistem pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan narapidana yang menjalani hukuman diperlakukan dengan baik dan dibina dengan metode mengenal dirinya yang sesungguhnya agar menyadari kesalahnnya, memotivasi memperbaiki diri dan dibekali dengan pendidikan agama, pendidikan umum, dan keterampilan agar nantinya setelah selesai menjalani hukuman dapat kembali hidup sewajarnya di masyarakat dan dapat berperan dalam pembangunan (Rajagukguk, 2008 : 34).


(21)

Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan azas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan dan pembinaan serta bimbingan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan warga binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak kejahatan oleh Warga Binaan yang tidak terpisahkan dari nilai yang terkandung dalam Pancasila. (Aroma, 2003 :37)

Umumnya setelah narapidana menyelesaikan masa hukumannya di dalam lembaga pemasyarakatan yang telah dibina dan dibekali dengan pendidikan umum, agama dan keterampilan banyak masyarakat menganggap bahwa mantan narapidana adalah kelompok masyarakat yang harus dihindari, diwaspadai bahkan diasingkan dari pergaulan masyarakat, sehingga mereka cenderung sulit untuk bersosialisasi, mencari pekerjaan sehingga dapat mengulangi perbuatannya yang disebut residivis. Msayarakat banyak menganggap bahwa lembaga pemasyarakatan sampai saat ini masih menggunakan sistem kepenjaraan yang membuat narapidan jera dengan sanksi kekerasan dan menganggap lembaga pemasyarakatan adalah sekolah kejahatan (Kusumah, 2007 :57)

Lembaga Pemasyarakatan Klas-II anak Tanjung Gusta medan adalah salah satu lembaga Pemasyarakatan yang ada di Sumatera Utara dan merupakan instansi pemerintah dan sebagai pelaksana program pembinaan, yang menampung, merawat dan membina masyarakat yang berkonflik dengan hukum yang berasal dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara. Walaupun Lembaga Pemasyarakatan Klas-II anak Tanjung Gusta kota medan menjalankan program pembinaan tetap saja penghuninya bertambah setiap tahun.


(22)

Tabel 1.1

Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Usia

Tabel 1.2

Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Jenis Penahanan/ Narapidana

Tahanan Anak 238 Orang 30,82%

Tahanan Anak Remaja 242 Orang 31,34%

Narapidana Anak 235 Orang 30,44%

Narapidana Anak Remaja 57 Orang 7,34%

Jumalh 772 Orang 99,98%

Sumber Data : (Seksi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Medan, 2012)

Dari hasil prasurvei yang dilakukan di Lembaga Pemasyraratan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan narapidana diberi makan oleh petugas 3 kali dalam sehari sesuai jadwal dan menu makanan yang telah ditentukan. Fasilitas dan bangunan dan direnovasi secara bertahap yang terdiri dari blok narapidana, ruang

11 s/d 18 Tahun 473 Orang 61,26 %

19 s/d Tahun 299 Orng 38,73 %


(23)

portir, pos pengamanan, gudang arsip, ruang konsultasi, ruang kelas/ belajar, aula, tempat ibadah, perpustakaan, ruang kunjungan, dapur, poliklinik, ruang pelatihan kerja, ruang serbaguna, dan garasi.

Pembentukan karakter dan perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan di titik beratkan pada program pembinaan yang dilaksanakan. Program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan terbagi atas 4(empat) ruang lingkup pembinaann yakni ;

1. Pendidikan Umum, bertujuan mendidik narapidana agar mempunyai pandangan dan pemikiran yang lebih baik daripada sebelumnya.

2. Pendidikan Keterampilan, bertujuan agar narapidana memiliki kemandirian melalui keterampilan yang berguna di kemudian hari.

3. Pendidikan Rohani, yang membuka kesempatan kepada narapidana dalam menata dan mempelajari bekal di masa depan.

4. Kegiatan Rekreasi, meliputi olahraga, hiburan, membaca yang bertujuan agar narapidana mendapatkan hiburan untuk penyagaran pikiran.

Keseluruhan kegiatan yang menjadi program pembinaan di Lembaga Peamsyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan bertujuan untuk mempersiapkan agar narapidana berani dan siap menyongsong masa depannya .

Keberhasilan pembinaan tidak hanya didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga partisipasi dari berbagai pihak, substansi hukum, dan substansi lainnya. Karena itu program pembinaan harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip dasar pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan harus mampu menumbuhkan suasana saling pengertian dan


(24)

kerukunan, baik diantara sesama warga binaa sehingga pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dari program pembinaan dapat tercapai terutama bagi narapidana.

Timur Arif Riyadi dalam jurnalnya membahas tentang “Mereka yang Hidup Tersandera oleh Ideologi”. Di sudut ruangan itu, mereka tampak diam. Sesekali suara obrolan diskusi ringan terdengar. Tak berapa lama wajah mereka memandang langit di luar gedung yang terlihat tinggi. Ditatapnya pagi mendung itu. Setelah rintik hujan turun menyapa hari. Usai menyantap sarapan, sebagian dari mereka terlihat membaca buku, sebagian lagi keluar dari ruangan sempit yang penuh sesak. Ya, mereka adalah para narapidana terlibat serangkaian kejahatan terorisme di sejumlah wilayah Indonesia, yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Gusta Medan, Sumatera Utara (Sumut).

Tampak Fadli Sadama tengah duduk bersila sambil membaca sebuah buku. Fadli Sadama Bin Mahmudin alias Acin Zaid alias Fernando alias Buyung alias Ade, adalah pelaku perancang perampokan Bank CIMB Niaga Jalan AR Hakim Medan, penyedia senjata api, dan perancang penyerangan kantor polisi Mapolsekta Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, menyebabkan tiga aparat kepolisian yang tengah bertugas tewas ditembak secara membabi buta. Dia divonis 11 tahun penjara.

Di sudut ruangan lain juga terlihat terpidana teroris lainnya, yaitu Marwan alias Wak Geng alias Nanong. Dia adalah penembak tiga aparat kepolisian bertugas di Polsekta Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Kemudian, Abdul Gani Siregar alias Gani, Beben Khairul Banin alias Beben Khairul Rizal alias


(25)

Samson, Pamriyanto alias Suryo Putro, Zumirin alias Sobrin alias Abu Azzam, dan Pautan alias Roi.

Selain itu ada Suriadi alias Adi alias Aad, Muhamad Chair alias Butong dan Zumirin, Anton Sujarwo, Suryadi alias Adi Saad, Nibras alias awan alias Arab, dan Agus Sunyoto. Para terpidana terorisme ini divonis 10 hingga 15 tahun penjara. Wajah mereka tampak terlihat bersih dan rapi. Saling tersenyum dan berbicara lembut terdengar di telinga.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), menempatkan terpidana terorisme ini dalam ruangan khusus, atau tempat para narapidana terorisme ini menjalani hukumannya berbeda dengan ruang tahanan narapidana kasus pidana umum yang juga ditahan di Lapas Tanjung Gusta Medan. Di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, terdapat 21 terpidana terorisme yang tengah menjalani hukuman penjara. Mereka adalah terpidana terorisme kelompok Jantho, Aceh Besar, Provinsi Aceh, dengan jumlah delapan orang. Lima orang sudah dikirim ke Lapas Banda Aceh. Yang lain belum dikirim ke Lapas Banda Aceh karena pertimbangan kondisi keamanan di sana.

Sebagian besar dari mereka meminta dipindahkan ke Lapas Banda Aceh agar bisa dekat dengan keluarga. Itu menurut Kemekum HAM hal yang positif, sebab bisa membuat narapidana terorisme ini lebih terdoktrin sadar dan taubat serta tidak lagi turut serta dalam jaringan kelompok terorisme di Indonesia jika bebas nanti. Selanjutnya ada 13 orang terpidana terorisme perkara perampokan Bank CIMB Niaga Jalan AR Hakim Medan dan penyerangan kantor kepolisian di Mapolsekta Hamparan Perak menyebabkan tiga anggota kepolisian tewas diterjang peluru senjata api jenis AK 47 dan SS 1 serta senjata otomatis produksi


(26)

Rusia keluaran terbaru. Satu orang terpidana terorisme CIMB Niaga Medan, atas nama Jaja Miharja Fadilah alias Syafrisal, yang sebelumnya juga menjalani hukuman di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, pada tanggal 10 Desember 2012 dijemput oleh tim Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dan dibawa ke Jakarta untuk keperluan penyidikan tersangka terorisme lain yang belum tertangkap dan masih diburu.

Satu orang terpidana lainnya atas nama Khairul Gazali, dititipkan ke tahanan Polresta Medan. Dia dipindahkan, karena ada pemahaman berbeda dengan terpidana teroris lainnya. Sehingga mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, menjadi alasan pemindahannya. Mereka semua adalah kelompok terorisme jaringan Toni Togar, yang sudah ditangkap dan menjalani hukuman penjara selama belasan tahun, di salah satu lokasi tahanan di Indonesia yang tidak disebutkan lokasinya oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Kalapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, Ajub Suratman, saat berbincang dengan Jurnal Nasional di sela-sela tugasnya melakukan pembinaan terhadap ribuan narapidana yang ada di sana menjelaskan, untuk proses pembinaan terhadap narapidana khusus seperti kejahatan terorisme ini, mereka terpaksa melakukan konsep atau program tambahan. Itu dilakukan, mengingat para narapidana terorisme ini memiliki pikiran dan pemahaman berbeda soal berbangsa dan bernegara.

Dijelaskannya, untuk terpidana terorisme ini, dilakukan pembinaan dan penanganan sendiri. Ada perbedaan penanganan dilakukan oleh Lapas Tanjung Gusta Medan. Sebab kalau terpidana teroris Jantoe Aceh motifnya tidak melakukan perampokan, sedangkan motif terpidana terorisme CIMB Niaga


(27)

Medan melakukan perampokan dan pembunuhan bahkan penyerangan terhadap kantor polisi di Polsekta Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

"Perlu penanganan secara komperhensif dari berbagai unsur, dan tidak hanya dilakukan oleh petugas lapas saja," ujar Ajub.

"Dari BNPT diharapkan memfasilitasi agar pengawalan juga dibantu. Penambahan anggaran pembinaan juga sangat diperlukan, karena anggaran di Lapas terbatas," ujarnya menambahkan.

Penanganan Khusus

Lebih jauh Ajub, menyatakan agar tidak menyebarkan faham radikal, maka penanganan yang dilakukan terhadap terpidana teroris ini dilakukan secara khusus, supaya tidak menyebarkan virus dan doktrin radikal. Selama ini, para narapidana terorisme itu dijadikan satu dan dipisahkan dengan narapidana umum lainnya. Itu dilakukan agar mudah dimonitoring dan pengawasan serta pembinaan lebih terstruktur. Sebab jika dipisah-pisah atau dipecah seperti lidi agar gampang dipatah, itu belum tentu berhasil bahkan bisa menyebarkan atau menularkan virus dan paham radikal, atau malah dapat mempengaruhi narapidana lainnya sehingga akan semakin berbahaya.

Dia menyebutkan, para tahanan terorisme itu ditempatkan di dalam satu gedung, yaitu di lantai dua dan di lantai tiga. Kamarnya juga tersendiri dan tidak dicampur dengan narapidana lain, tetapi satu gedung yaitu di gedung T7 terletak di lantai dua satu kelompok, satu kelompok lagi ditempatkan di lantai tiga. Mereka diberikan satu kamar masing-masing kelompok, supaya jangan menyebarkan pahamnya ke narapidana umum. Namun itu pun menurut Ajub


(28)

diibaratkan memakan buah simalakama. Sebab, pembinaan atau penempatan khusus bagi mereka dalam penjara, belum 100 persen optimal. Di dalam, mereka masih tetap kuat. Sehingga menjadi dilema bagi petugas Lapas Tanjung Gusta Medan.

"Mereka masih kuat meski di dalam penjara. Saat saya melihat menemuinya, mereka bahkan mengeluarkan kalimat yang begitu menyeramkan. Katanya jangankan pegawai Lapas, negara saja saya lawan. Sehingga mengantisipasinya, maka dilakukan pendekatan yang betul-betul pas agar bisa diterima," katanya menirukan kalimat para terpidana terorisme yang ditahan di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan ( http://www.jurnas.com/halaman/12/2013-03-13/236661, Jurnal Nasional Oleh Timur Arif Riyadi, dilihat pada tanggal 01 April pukul 13.25 WIB )

Dalam pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan keterkaitan dan partisipasi narapidana sebagai warga binaan cukup baik. Partisipasi narapidana dilihat dari aktvitas mengikuti pembinaan seperti belajar paket A, membuat kerajian tangan, pengajian dan kebaktian serta kegiatan-kegiatan olahraga. Seluruh kegiatan narapidana dilakukan sesuai jadwal dan diawasi oleh petugas pemasyarakatan sehingga program pembinaan dapat berjalan dengan baik.

Dari titik tolak uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Respon Narapidana

Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung GustaMedan”.


(29)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: “bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari peneliti mengadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon narapidana dalam pelaksanaan program pembinaan di

Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan yang diukur dari persepsi, sikap, dan partisipasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian. Khususnya Ilmu Kesejahteraan Sosial, terutama mengenai permasalahan sosial di masyarakat.

2. Bagi penulis dapat berguna dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagi Lembaga Pemasyarakatan yang terkait dalam

melaksanakan pembinaan terhadap narapidana.

3. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka

pengembangan konsep-konsep dan teori-teori dalam rangka melakukan intervensi pelayanan sosial terhadap narapidana di Lembaga


(30)

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.


(31)

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan hasilnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

Pada pengamatan berlangsung perangsang-perangsang. Stimulus berarti rangsangan dan respon berarti tanggapan. Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan. Respon lambat laut tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang (Djamarah, 2002 : 23). Respon diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud balik sebelum yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada fenomena tertentu. (Sarwono, 2002 : 44).

Menurut Louis Thursone respon merupakan jumlah kecendrungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, suatu hal yang khusus. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku dalam menghadapi suatu rangsangan tertentu. Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sikap dapat melalui :

1. Pengaruh atau penolakan. 2. Penilaian.

3. Suka atau tidak suka.


(33)

Menurut Cruthefield perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi dan psikomotorik.

Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon, yaitu :

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik.

2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu (Cruthefield dalam Sarwono, 2002 : 53)

Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu Respon seseorang terhadap suatu objek juga dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman terhadap objek respon tersebut. Seseorang dapat dilihat respon positifnya melalui tahap kognisi, afeks, dan psikomotorik. Sebaliknya, seseorang tersebut dapat dilihat respon negatifnya bila informasi yang didengar ataupun perubahan terhadap suatu objek tidak mempengaruhi tindakannya, atau malah menghindari dan membenci persepsi, sikap dan partisipasi.

Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi yang baru dirasakan atau diterima. Persepsi juga merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penciuman (Rakhmat, 2005 : 44).


(34)

Sikap merupakan keyakinan atau pendapat seseorang mengenai situasi atau objek yang relatif, disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berprilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi, mendekati, mengharapkan objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci suatu objek. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atau situasi lain (Rakhmat 2005 : 61).

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting bahkan mutlak diperlukkan dalam mengukur respon. Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation, yang artinya mengambil bagian. Partisipasi atau keikutsertaan para pelaku dalam masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan ini akan membawa manfaat dan menciptakan pertumbuhan (Suprapto, 2007 : 8).

Dalam partisipasi, hal yang banyak mempengaruhi adalah luasnya pengetahuan seseorang tentang suatu hal. Tingkat pengetahuan seseorang yang dimilikinya tentang suatu hal dapat menentukan suatu niat untuk melakukan kegiatan. Pengetahuan tersebut mempengaruhi sikap, niat, dan perilaku.

2.2 Narapidana

2.2.1 Pengertian Narapidana

Narapidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan terpidana tersebut menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan. Narapidana ditempatkan di lembaga pemasyarakatan agar mendapatkan pembinaan dengan menggunakan


(35)

metode pengenalan diri akan kelemahan dan kelebihannya kareana manusia hanya bisa dibina apabila mammpu mengenal dirinya. Lingkungan narapidana adalah suatu pola kegiatan narapidana yang hilang kemerdekaan geraknya sampai waktu yang ditentukan atas pidana yang dijatuhkan sesuai hukum yang berlaku (Simanjuntak, 2006 : 21).

Pengertian narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sannksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menrut kamus bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yg sedang menjalani hukuman krn tindak pidana); atau terhukum.

Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Selanjutnya Harsono (1995) mengatakan narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani hukuman dan Wilson (2005) mengatakan narapidana adalah manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik.

Narapidana adalah manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena melanggar norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh hakim untuk menjalani hukuman (Dirjosworo, 1992). Dengan demikian, pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan, telah diponis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan yang disebut penjara.

Peran keluarga dan lingkungan mampu memberikan motivasi bagi narapidana untuk dapat menyesuaikan diri. Narapidana tidak berbeda dengan masyarakat lainnya yang sewaktu-waktu melakukan kesalahan dan dapat


(36)

dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Tetapi yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang menyababkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusikaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana

2.2.2 Pengertian Narapidana Anak

Narapidana anak adalah anak yang berusia 11 sampai dengan 21 tahun yang melakukan tindakan kejahatan yang melanggar hukum dan telah di pidana sesuai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan anak yang dipidana tersebut dibina di Lembaga Pemasyarakatan.

Anak dalam usia remaja merupakan usia yang produktif dan cepat tanggap dalam menerima hal-hal baru karena pada usia-usia ini perkembangan otak sangatlah cepat. Hal-hal baru yang diterima oleh anak terkadang tidak mampu dipahami secara baik oleh si anak dan hal tersebut dapat menjadi masalah bagi anak-anak itu sendiri dan menyebabkan anak melakukan kejahatan. Orang tua, keluarga, dan masyarakat harus bertanggung jawab dan menjaga serta memelihara hak azasi anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Anak sebagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

Masalah penegakkan hukum terhadap anak dan hukum anak sendiri sebenarnya sama dengan masalah penegakkan hukum secara keseluruhan. Masalah penegakkan hukum anak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah;

a. Peraturan hukumnya yaitu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah hukum tertentu


(37)

b. Aparat penegak hukum yaitu para petugas hukum atau lembaga yang berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum dalam masyarakat.

2.2.3 Hak dan Kewajiiban Narapidana

Dalam suatu proses peradilan pidana, narapidana masih mempunyai beberapa hak yaitu :

1. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan. 2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang

merugikan/menimbulkan penderitaan manual, fisik, sosial dari siapa saja. 3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang keluarga sebagaimana

ditentukan dalam pasal 14 UU No.12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan adalah :

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan. b. Mendapat perawatan jasmani dan rohani.

c. Mendapatkan kesempatan unntuk menerima pendidikan. d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan media.

g. Mendapat pengurangan masa menjalani pidana (remisi). h. Menerima kunjungan keluarga.

i. Berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. j. Mendapat pembebasan bersyarat.

k. Mendapat kewajiban mengikuti program pembinaan. l. Mendapat cuti mennjelang bebas.


(38)

m. Mendapatkan jaminan keselamatan dan ketertiban.

Kewajiban narapidana ditetapkan pada pasal 15 Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu :

1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.

2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

2.3 Lembaga Pemasyarakatan (LP) 2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah tempat untuk mendidik para narapidana agar dapat meluluhkan kembali kesadaran mereka dalam bermasyarakat, untuk memperbaiki martabat dan harga diri mereka ditengah-tengah masyarakat. Lembaga pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam sistem Peradilan Pidana dan pelaksana putusan Pengadilan (Hukum) tidak mempersoalkan orang yang hendak direhabilitasi terbukti benar atau salah (Atmasmita, 2002 : 44).

Lembaga pemasyarakatan yang berkembang sekarang menganut sistem pemasyarakatan yaitu suatu tatanan arah dan batas serta cara pembinaan terhadap narapidana berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, warga binaan dan masyarakat. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan kegiatan pembinaan terhadap narapidana berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata peradilan pidana untuk memperbaiki diri agar tidak mengulangi tindak pidana


(39)

sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Bagi lembaga pemasyarakatan, tujuan pembinaan pelanggar hukum tidak semata-mata membalas tapi juga memperbaiki pada intinya mengalami perubahan yang memandang narapidana orang tersesat dan mempunyai waktu untuk bertobat (Saleh, 2004 : 40).

2.3.2 Petugas Pemasyarakatan

Petugas pemasyarakatan berbeda dengan sistem penjaraan, dalam sistem pembinaan lebih menekankan kegiatan narapidana dengan latihan-latihan kerja, pendidikan dan keterampilan. Petugas pemasyarkatan mempunyai tugas memperkenalkan narapidana untuk mampu mengenal dan memotivasi untuk merubah diri sendiri agar menyadari dan tidak mengulangi perbuatannya (Simanjutak, 2006 : 62).

Berhasilnya tugas mengeluarkan dan mengembalikan narapidana menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum, digantungkan kepada petugas-petugas negara yang diserahi tugas menjalankan sistem pemasyarakatan. Petugas yang banyak berinteraksi dengan narapidana adalah petugas jaga dan petugas pembinaan. Petugas jaga mempunyai tugas yaitu mengawasi kegiatan narapidana sehari-hari termasuk juga kegiatan pembinaan, serta membuat laporan pada atasannya tentang pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana, untuk menjatuhkan sanksi terhadap narapidana. Petugas pembinaan memberikan arahan dan bimbingan selama para narapidana melakukan kegiatan dalam pembinaan.

Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan sehat ditunjukkan dalam 5 aspek, yaitu :


(40)

1. Berpikir realistis.

2. Mampu mengendalikan emosi. Mempunyai kesadaran diri. 3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain. 4. Mempunyai visi dan misi yang jelas.

5. Mempunyai kesadaran diri (Aroma, 2003 : 18).

Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah sepuluh kewajiban petugas pemasyarakatan :

1. Menjunjung tinggi hak-hak warga binaan pemasyarakatan.

2. Bersikap belas kasih dan tidak sekali-kali menyakiti warga binaan pemasyarakatan.

3. Berlaku adil terhadap warga binaan pemasyarakatan. 4. Menjaga rahasia pribadi warga binaan pemasyarakatan. 5. Menjaga rasa keadilan masyarakat.

6. Memperhatikan keluhan warga binaan pemasyarakatan.

7. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

8. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikkap dan prilaku.

9. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan keamanan.

10. Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan gangguan keamana (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2009).


(41)

2.4 Sistem Pemasyarakatan

2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan

Dalam perkembangan di lembaga pemasyarakatan, sistem kepenjaraan diganti dengan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan secara konseptual dan historisnya sangat berbeda dengan sistem kepenjaraan. Dalam sistem pemasyarakatan azas yang dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang dipandang sebabgai pribadi dan warga negara serta dihadapi bukan dengan pembalasan melainkan pembinaan yang terarah agar kedepannya dapat menyadarkan sipelaku kejahatan. Sedangkan pembinaan narapidana dalam sistem kepenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial (Rajagukguk, 2008 : 53).

Pada 15 Juli 1963, penganugrahan gelar Doctor Hounouris Causa ilmu hukum, Sahardjo dalam pidatonya menyatakan :

a. Tujuan dari pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita akibat dihilangkannya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna.

b. Tujuan dari pidana penjara adalah pemasyarakatan (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 : 6)

Sahardjo merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya perbaikan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara.


(42)

Dalam konferensi Dinas Pemasyarakatan yang pertama kali pada 27 April 1964 pokokk-pokok pikiran Sahardjo tersebut pada akhirnya dijabarkan dan dirumuskan sebagai sistem pembinaan narapidana sebagai berikut :

1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan diberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik, yakni masyarakat Indonesia yang menuju ke tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa finansial dan materiil, tetapi yang juga lebih adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan, hingga orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensial dan efektif untuk menjadi warga negara yang baik, tidak melanggar hukum dan berguna dalam pembangunan negara.

2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara perawatan atau penempatan. Derita yang dihilangkan hanya kemerdekaannya.

3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma kehidupan, serta diberikan kesempatan untuk merenungkan perbuatan yang lampau.

4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga pemasyarakatan. Karena itu diadakan pemisahan antara :

a. Yang residivis dan yang bukan residivis.

b. Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan yang ringan. c. Macam tindak yang dibuat,


(43)

d. Sudah tua (40 tahun keatas, dewasa (25-40 tahun), remaja (18-25 tahun). e. Orang terpidana dan orang tahanan.

5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya. Pada waktu mereka menjalani pidana hilang kemerdekaan adalah identik dengan

pengasingan dari masyarakat dalam arti “kultural”. Secara bertahap mereka

akan dibimbing di tengah-tengah masyarakat yang merupakan kebutuhan dalam proses pemasyarakatan.

6. Pekerjaan diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu, atau hanya diperuntukan kepentingan Jawatan atau kepentingan negara sewaktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus suatu pekerjaan di masyarakat yang ditujukan kepada pembangunan nasional, karena harus ada integrasi pekerjaan narapidana dengan pembangunan.

7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila. Pendidikan dan bimbingan harus berisikan asas yang tercantum didalam Pancasila, kepada narapidana harus diberi kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan, toleransi, kekeluargaan, bermusyawarah untuk mufakat positif. Narapidana harus untuk kegiatan demi kepentingan-kepentingan bersama dan umum.

8. Tiap harus manusia harus sebagai layaknya manusia, meskipun telah tersesat. Tidak boleh selalu ditujukan kepada narapidana bahwa ia itu adalah penjahat. Ia harus selalau merasa bahwa ia dipandang dan diperlukan sebagai manusia. Sehubungan dengan itu petugas pemasyarakatan tidak boleh bersikap maupun memaki kata-kata yang dapat menyinggung perasaan narapidana.


(44)

9. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Perlu diusahakan agar narapidana mendapat mata pencaharian unntuk keluarga dengan jalan menyediakan/memberikan pekerjaan upah. Bagi pemuda dan anak-anak disediakan lembaga pendidikan yang diperlukan, ataupun diberi kesempatan kemungkinan mendapatkan pendidikan diluar lembaga pemasyarakatan.

10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan memindahkan lembaga-lembaga yang berada ditengah-tengah kota ke tempat yang sesuai kebutuhan proses pemasyarakatan (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 : 8).

Sistem baru ini kemudian dikenal dengan nama “Sistem Pemasyarakatan”

yang merupakan tujuan dari pidana penjara. Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, bertujuan mengembalikan narapidana sebagai warga negara yang baik,dan merupakan penerapan serta bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yanng terkandung dalam Pancasila.

Dalam pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem kepenjaraan karena dalam sistem pemasyarakatan, narapidana hanya dibatasi bergeraknya saja sedangkan hak-hak kemanusiaannya tetap dihargai. Didasarkan atas pertimbangan sistem kepenjaraan sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang didalam kehidupan sehari-hari berpedoman kepada filsafah Pancasila. Sistem pemasyarakatan yang dikenal adalah suatu pembinaan narapidana yang didasarkan Pancasila sebagai Falsafah bangsa Indonesia dan memandang narapidana sebagai makhluk Tuhan, sebagai individu dan sekaligus sebagai anggota masyarakat.


(45)

2.4.2 Pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 31 pasal 1 ayat (1) tahun 1999

tentang pembinaan dan pembimbingan narapidana yang dimaksud “pembinaan

adalah suatu aktivitas untuk yang ditujukan bagi narapidana guna meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan, intelektual, sikap, perilaku, profesional, kesehatan

jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan”.

Pembinaan merupakan suatu cara untuk dapat meningkatkan, mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta sikap seseorang atau kelompok sehubungan dengan kegiatan, dan pekerjaan. Pembinaan terkait dengan pengembangan manusia sebagai bagian dari pendidikan, baik ditinjau dari segi teoritis maupun praktis. Dari segi teoritis, yaitu pengembangan pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan dari segi praktisnya lebih ditekankan pada pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Pembinaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah dan teratur secara bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan, meningkatkan kemampuan serta sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan (Saleh, 2004 : 23).

Pembinaan secara perorangan adalah pembinaan yang diberikan kepada narapidana agar membawa banyak perubahan bagi narapidana, hal ini dilakukan karena tingkat kematangan setiap narapidana tidak sama. Dalam pembinaan perorangan pembinaan yang dicapai lebih maksimmal karena lebih mendekatkan petugas dengan narapidana. Peran petugas dalam pembinaan ini hanya sebagai fasilitator, motivator agar narapidana mampu memecahkan masalah yang dihadapinya (Badan Permbinaan Hukum Nasional, 2003 : 16).


(46)

Pembinaan secara kelompok adalah pembinaan yang dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab dan diskusi dengan berkelompok untuk tujuan tertentu. Dalam pembinaan ini peran kelompok harus tetap dilibatkan jadi tidak hanya pembina saja yang aktif yang dibina juga harus aktif dalam pembinaan. Materi pembinaan tidak harus datang dari pembina tetapi juga dari narapidana atau menjalankan materi yang telah menjadi kesepakatan (Badan Permbinaan Hukum Nasional, 2003 : 17).

Berdasarkan pengertian dan kutipan diatas dapat disimpulkan pembinaan adalah membina narapidana dalam usaha perbaikan terhadap tingkah laku yang menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan perseorangan yaitu metode sosial case work : cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya dan penyesuaian sehingga memungkinkan mencapai kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat.

2.4.2.1 Wujud Pembinaan

Wujud pembinaan merupakan realisasi dari asas hukum yang berlaku di Indonesia yang sesuai Falsafah Pancasila. Hukuman bagi pelaku kejahatan akan kehilangan kebebasannya sesuai keputusan hukum pidana yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan untuk rehabilitasi dengan menjalani pembinaan (Rajagukguk, 2008 : 27).

Wujud pembinaan adalah adalah :

1. Pembinaan yang dilakukan dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang meliputi :

a. Pendidikan umum, pemberantasan tiga buta (buta aksara, buta angka, buta bahasa).


(47)

b. Pendidikan keterampilan, kerajinan tangan, menjahit, dan sebagainya. c. Pembinaan mental, spiritual dan pendidikan agama.

d. Sosial budaya, kunjungan keluarga dan lain-lain.

e. Kegiatan rekreasi, diarahkan pada pemupukan kesegaran jasmani dan rohani melaui : olahraga, hiburan segar, membaca.

2. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan di luar gedung lembaga pemasyarakatan :

a. Belajar di tempat latihan kerja milik lembaga pemasyarakatan. b. Belajar di tempat latihan kerja milik industri/dinas lain.

c. Beribadah, sembahyang di mesjid, gereja dan lain sebagainya. d. Berolahraga bersama masyarakat.

e. Pemberian bebas bersyarat dan cuti menjelang bebas (Aroma, 2003 : 49).

2.4.2.2 Proses Pembinaan

Setiap pembinaan berhak mendapatkan remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat, Cuti menjelang bebas sebagai proses pembinaan narapidana di dalam kehidupan pemasyarakatan. Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana karena telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan berkelakuan baik selama menjalani masa pidana. Asimilasi diperoleh jika narapidana telah menjalani 1/2 (setengah) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi. Pembebasan bersyarat diperoleh jika narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi. Cuti menjelang bebas diperoleh jika narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya setelah dikurangi masa tahanan dan remisi (Kusumah, 2007 : 39).


(48)

Empat tahap proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan:

1. Tahap pertama

Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap narapidana untuk mengetahui hal ikhwal yang bersangkutan.

2. Tahap kedua

Bilamana proses pembinaan telah berjalan selama-lamanya sepertiga dari masa pidananya dan menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan sudah terdapat kemajuan (insyaf, disiplin, patuh terhadap peraturan tata tertib), maka yang bersangkutan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem keamanan yang medium (medium security), dengan kebebasan yang lebih banyak.

3. Tahap ketiga

Bilamana proses pembinaan telah berlangsung selama setengah dari masa pidananya dan menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah terdapat cukup kemajuan, baik secara fisik, mental maupun keterampilannya, maka dapat diadakan asimilasi dengan masyarakat luar.

4. Tahap keempat

Bilamana proses pembinaannya telah berlangsung selama dua pertiga dari masa pidananya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan, maka kepada yang bersangkutan dapat diberikan bersyarat, atas usul dari Dewan Pembinaan Pemasyarakatan (Aroma, 2004 : 67).

2.4.2.3 Tujuan Pembinaan

Tujuan pembinaan dalam sistem pemasyarakatan yaitu menyadarkan dan memotivasi narapidana agar dapat merubah dirinya sendiri. Kesadaran narapidana


(49)

bertujuan mengenal cara hidup, peraturan, tujuan pembinaan atas dirinya, dan narapidana diberikan pendidikan agama, keterampilan. Sedangkan motivasi bertujuan agar narapidana dapat memandang semua segi kehidupan dengan positif sehingga narapidana dapat mengembangkan diri sendiri (Simanjjutak, 2006 : 39).

Secara umum tujuan pembinaan adalah : 1. Memantapkan iman.

2. Membina mereka agar segara mampu berintegrasi secara wajar dalam kehidupan masyarakat setelah selesai menjalani pidana.

Secara khusus tujuan pembinaan adalah :

1. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap opptimis akan masa depannya.

2. Berhasil memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk bekal hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional.

3. Berhasil menjadi manusia yanng patuh hukum dengan tidak lagi melakukan perbuatan yang mmelanggar hukum.

4. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengadilan terhadap bangsa dan negara (Aroma, 20003 : 26).

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa pembinaan narapidana berusaha memasyarakatan kembali seseorang yang pernah mengalami konflik sosial, sebagai suatu cara baru agar seseorang dapat berguna bagi negara, hal ini merupakan usaha yang dilakukan dalam mencapai negara sejahtera.


(50)

2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan

Sasaran pemasyarakatan dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Sasaran khusus

Sasaran pembinaan terhadap individu warga binaan pemasyarakatan adalah meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan, yang meliputi :

a. Kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa . b. Kualitas intelektual.

c. Kualitas profesionalisme/keterampilan. d. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani. e. Kualitas sikap dan perilaku.

2. Sasaran umum

Sasaran umum ini pada dasarnya juga merupakan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Inndikator-indikator tersebut antara lain :

a. Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka dan gangguan keamanan.

b. Lembaga Pemasyarakatan berisi lebih rendah dari pada kapasitas (pemerataan isi Lembaga Pemasyarakatan).

c. Meningkatnya secara bertahap dari tahun ke tahun jumlah narapidana yang bebas sebelum waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi. d. Semakin menurunnya dari tahun ke tahun angka residivis.

e. Semakin banyaknya jenis institusi Unit Pelayanan Terpadu pemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan berbagai jenis/golongan warga binaan.


(51)

f. Presentase kematian dan sakit narapidana/tahanan lebih sedikit atau sama dengan angka kematian dan sakit dari anggota masyarakat.

g. Biaya perawatan narapidana dan tahanan sama dengan kebutuhan minimal manusia Indonesia pada umumnya.

h. Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan adalah instansi terbersih di lingkungan masing-masing.

i. Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan proyeksi nilai-nilai masyarakat ke dalam Lembaga Pemasyarakatan dan sebaiknya semakin berkurangnya nilai-nilai subkultur penjara dan Lembaga Pemasyarakatan (Aroma, 2003 : 59).

2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial dan Keberfungsian Sosial 2.5.1 Konsep Kesejateraan Sosial

Konsep “kesejahteraan sosial” sebagai suatu program yang terorganisir

dan sistematis yang dilengkapi dengan segala macam keterampilan ilmiah, merupakan suatu konsep yang relatif baru berkembang, terutama di negara-negara berkembang. Masalah-masalah kemiskinan, penyakit dan disorganisasi sosial merupakan masalah sosial yang sudah lama ada sepanjang sejarah kehidupan manusia. Permasalahan kesejahteraan sosial yang begitu luas dan kompleks menyebabkan timbulnya beraneka pemahaman konsepsi dan usaha perwujudan kesejahteraan sosial dalam masyarakat setiap Negara.

Kesejahteraan sosial didefenisikan sebagai “suatu kegiatan terorganisir

yang membantu tercapainya penyesuaian timbal balik diantara perorangan dengan

lingkungannya”. Tujuan kesejahteraan sosial dalam hal ini diwujudkan melalui penggunaan tehnik-tehnik dan metode-metode untuk membantu perorangan,


(52)

kelompok-kelompok dan kesatuan-kesatuan masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka serta memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap pola-pola kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perubahan (dinamis), dan melalui tindakan kerjasama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. (Nurdin, 2001 : 8)

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial berbunyi :

“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”

(Departemen Sosial, 2009).

Defenisi diatas menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah keadaan yang sebaik-baiknya yaitu pemenuhan kebutuhan manusia yang terdiri dari aspek material, spriritual, dan sosial. Manusia membutuhkan makanan, pakaian, tempat tinggal, air, udara dan pemeliharaan kesehatan serta kebutuhan jasmani dan rohani sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial menyatakan :

“Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan


(53)

Defenisi tersebut menjelaskan bahwa:

1. Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga-lembaga, masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial.

2. Kesejahteraan sosial meliputi usaha merehabilitasi, memberdayakan, melindungi kebutuhan dasar setiap warga negara termasuk narapidana di lembaga pemasyarakatan.

2.5.2 Keberfungsian Sosial

Fungsi sosial yaitu pelaksaan tugas-tugas pokok yang dilaksanakan oleh individu dan anggota masyarakat sebagai suatu petunjuk umum kearah kehidupan bersama dan bermasyarakat yang berupa fungsi pengaturan, pemilikan, pelaksanaan dan pengawasan. Kemampuan berfungsi sosial yaitu mengacu kepada cara-cara individu atau kolektivitas (seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan, masyarakat dan sebagainya) bertindak dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka (Nurdin, 2001 : 14).

Dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan :

“Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar (Departemen Sosial, 2009).

Keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu : 1. Dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peranan sosial.

Keberfungsian sosial dapat dipandang sebagai penampilan/pelaksanaan peranan yang diharapkan sebagai anggota suatu kolektivitas.


(54)

2. Dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan.

Orang selalu diharapkan untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu, keberfungsian sosial juga mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh individu maupun kolektivitas dalam memenuhi kehidupan mereka.

3. Dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan sosial. Orang dalam usahanya memenhi kebutuhan, melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan mewujudkannya aspirasinya tidaklah mudah. Ia diharapkan kepada keterbatasan, hambatan dan kesulitan serta permasalahan yang harus ditangani dan dipecahkan (Nurdin, 2001 : 16).

Uraian diatas menggambarkan bahwa setiap orang selalu diharapkan kepada permasalahan sosial. Kemampuan seseorang di dalam mengatasi dan memecahkan permasalahan yang dialami menunjukkan kemampuannya dalam melaksanakan keberfungsian sosial.

2.6 Kerangka Pemikiran

Seiring dengan kemajuan zaman, dalam kenyataannya pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat semakin meningkat. Karena itu para pelaku tindak pidana perlu ditempatkan dan dibina di lembaga pemasyarakatan. Penempatan para pelaku tindak pidana di lembaga pemasyarakatan bertujuan untuk mengintegrasikan warga binaan pemasyarakatan ke dalam masyarakat.

Lembaga pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Kota Medan merupakan instansi pemerintah dan sebagai pelaksana teknisi yang menampung, merawat dan membina orang-orang yang berkonflik dengan hukum. Narapidana yang dibina adalah narapidana dewasa Klas-I. Pembentukan karakter dan perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta dititikberatkan pada program


(55)

pembinaan yang dilaksanakan dilembaga pemasyarakatan tersebut, yaitu pendidikan umum, pendidikan keterampilan, pendidikan rohani, sosial budaya, kunjungan keluarga, kegiatan rekreasi seperti olahraga, hiburan, dan membaca. Pembinaan tersebut bertujuan untuk memperbaiki atau memulihkan keadaan dan tingkah laku narapidana kelas I Tanjung Gusta, sehingga narapidana dapat menjalani kehidupan sewajarnya dimasyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya.

Untuk mengetahui respon narapidana, maka ukurannya dapat dilihat dari tiga aspek yakni pertama, persepsi yaitu pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan pelaksanaan dan manfaat program pembinaan. Kedua, sikap yaitu penilaian dan tanggapan terhadap program pembinaan. Ketiga, partisipasi yaitu keterlibatan dan pemanfaatan terhadap pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-I Tanjung Gusta.

Respon positif narapidana berarti setuju dengan program pembinaan, mengetahui dan memahami mengenai tujuan, pelaksanaan, manfaat serta mengikuti program pembinaan. Respon negatif narapidana berarti tidak setuju dengan program pembinaan, tidak mengetahui dan tidak memahami mengenai tujuan, pelaksanaan, manfaat serta tidak mengikuti program pembinaan.


(56)

Untuk lebih jelasnya program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan, penulis menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

BAGAN 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran

PROGRAM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS I TANJUNG GUSTA

KOTA MEDAN 1. Pendidikan umum

2. Pendidikan keterampilan 3. Pendidikan rohani

4. Sosial budaya, kunjungan keluarga

5. Kegiatan rekreasi : olah raga, hiburan, membaca

Persepsi : Pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan, pelaksanaan,dan manfaat program pembinaan.

Sikap :Penilaian dan tanggapan terhadap program pembinaan. Partisipas :Keterlibatan dan pemanfaatan terhadap program pembinaan

RESPON POSITIF (+) :

a. Setuju dan menerima program pembinaan

b. Mengetahui tujuan pelaksanaan dan manfaat program pembinaan.


(57)

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan suatu makna yang berada didalam pikiran atau didunia kepahaman manusia dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata (Suyanto, 2008 : 49). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.

Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan, maka dibatasi konsep yang akan digunakan sebagai berikut :

1. Respon, yaitu pandangan, pemahaman dan persepsi terhadap objek tertentu. 2. Warga binaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu narapidana anak

yang berdasarkan putusan pengadilan menjalanni pidana di lembaga pemasyarakatan dan telah menjalani masa pidananya 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun.

3. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana/warga binaan pemasyarakatan.

4. Pembinaan yaiut semua usaha atau kegaiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan warga binaan.

5. Program pembinaan adalah salah satu program pemerintah untuk memperbaiki dan memulihkan tindakan pelaku tindak pidana dalam bentuk pembinaan fisik dan mental.


(1)

2. Jumlah narapidana yang setiap tahunnya terus bertambah mengakibatkan kepadatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II Anak Tanjung Gusta Medan. Dan hasilnya dapat kita lihat dari konisi kamar tidur yang semakin padat, fasilitas-fasilitas yang terbatas serta keterbatasan ruang buat narapidana. Selain itu kepadatan yang terjadi bisa mengakibatkan kerusuhan ataupun keributan antar sesama narapidana yang di akibatkan oleh berbanding terbaliknya jumlah petugas dan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Tersebut.

3. Financial merupakan salah satu kunci dalam menjalankan pembinaan. Keterbatasan dari segi anggaran secara langsung dapat menghabat pembinaan yang dilaksanakan. Karena pihak Lembaga Pemasyarakatan tentu sulit untuk merancang program-porogran yang lebih baik karena terkendala dengan anggaran yang diberikan.

4. Kurangnya perhatian dari pemerintah terhada Lembaga Pemasyarakatan dalam hal perbaikan infrastruktur serta sarana dan prasarana di lembaga seperti perbaikan tempat ibadah, ruang-ruang kelas, atupun memenuhi kelengkapan peralatan yang diperlukan. Sehingga hal ini dapat menghambat pembangunan ataupun keamujan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.

5. Kurunagnya alat-alat keterampilan seperti komputer yang jumlahnya sangat terbatas. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kemajuan teknologi narapidana, karena kita tahu di zaman yang sekarang ini teknologi sudah canggih. Sehingga hal yang di khawatirkan adalah narapidana menjadi gaptek dan tidak mempunyai kemampuan dalam hal komputerisasi.


(2)

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa data, dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan dapat dilihat dari tiga variabel yaitu :

a. Persepsi

Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa responden memiliki persepsi yang positif dengan nilai 0,786. Pengukuran persepsi dilihat dari pengetahuan dan pemahaman responden terhadap program pembinaan yang diberikan.

b. Sikap

Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa responden memiliki sikap yang positif dengan nilai 0,786. Pengukuran sikap dilihat dari tanggapan dan juga penilaian responden terhadap program pembinaan yang diberikan. c. Partisipasi

Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa responden memiliki partisipasi yang positif dengan nilai 0,585. Pengukuran sikap dilihat dari keaktifan dan keterlibatan langsung narapidana dalam pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.


(3)

Berdasarkan dari hasil ketiga kategori di atas dapat dilihat nilai rata-rata respon narapidana adalah positif dengan nilai 0,719 yang berada diantara 0,33 ssaampai dengan 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak tanjung Gusta Medan adalah Positif.

6.2 Saran

Berdasarkan dari kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran penulis yaitu :

1. Kepada pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan harus terus mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja agar kedepannya pembinaan yang dilaksanakan bisa menjadi lebih baik. Seta meningkatkan perhatian dan kepedulian terhadap masa depan narapidana agar tetap bersemangat manjalani kehidupannya.

2. Peran pemerintah sangat-sangat diperkukan dalam mewujudkan pembinaan yang baik dan berjalan dengan semestinya. Dimana pemerintah harus meningkatkan perhatia terhadap Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan agar kedepannya dapat meningkatkan mutu pembinaan dan juga agar hak-hak narapidana dapat dipenuhi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aroma, Martha. 2003.Kekerasan dan Hukum. Yogyakarta: UII Press.

Atmasasmita, Romli. 2002.Kepenjaraan dan Pemasyarakatan. Bandung: Alumni.

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. 2003.Himpunan Karya Tulis Bidang Hukum. Jakarta: Pengayoman.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Faisal, Sanapiah. 2005.Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nawawi, Hadari. 2004.Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Pers.

Rajagukguk, Erman. 2008.Sistem Pemasyarakatan. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Siagian, Matias. 2011.Metode Penelitian Sosial. Medan : PT Grasindo Monoratama.

Silalahi, Uber. 2009.Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika Aditama.

Sumber lain :

Departemen Sosial. 2009.Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial.

http://www.depsos.go.id/index.php?option=com_content&task=&did=100&Itemi d=44 di akses tanggal 18 September 2013 pukul 22.39 WIB.


(5)

51

No. Responden

Persepsi Jumlah Sikap Jumlah Partisipasi Jumlah

10 11 12 13 14 18 19 20 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1 1 1 0 0 1 3 1 0 1 1 0 3 1 0 1 0 1 1 1 5

2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 1 5 0 1 1 -1 1 1 0 3

3 0 1 0 1 1 3 0 0 1 1 0 2 1 1 1 0 1 1 1 6

4 1 1 1 1 0 4 1 1 1 1 0 4 1 -1 1 0 1 1 0 3

5 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5 0 1 1 -1 1 0 1 3

6 1 0 0 1 1 3 1 1 1 1 0 4 1 0 1 0 1 1 1 5

7 1 1 1 1 0 4 1 1 1 0 0 3 -1 1 1 0 1 1 1 4

8 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 4 -1 1 1 0 1 1 1 4

9 0 1 1 1 0 3 1 1 1 1 1 5 0 1 0 1 1 1 1 5

10 1 1 1 1 1 5 0 1 1 1 1 4 0 0 1 0 1 1 1 4

11 1 0 0 1 1 3 1 0 0 1 1 3 1 1 -1 0 1 0 1 3

12 0 0 1 0 1 2 1 0 0 1 1 3 0 1 1 0 1 1 1 5

13 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 3 1 1 -1 1 1 1 1 5

14 1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 0 4 -1 1 1 1 1 -1 1 3

15 1 1 1 0 1 4 1 0 1 1 1 4 0 1 1 0 1 1 1 5

16 1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 0 4 -1 1 1 0 1 1 1 4

17 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 5

18 1 0 1 0 1 3 1 0 0 1 1 3 1 -1 1 0 1 0 0 2

19 0 1 0 0 1 2 1 1 1 1 0 4 0 1 1 0 0 1 1 4

20 1 1 1 1 1 5 0 1 1 1 1 4 0 1 0 0 1 1 1 4

21 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 1 1 1 5

22 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5 0 1 0 0 1 1 1 4

23 1 0 1 1 1 4 0 0 1 1 1 3 0 0 1 1 1 0 1 5

24 1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 0 4 0 1 0 0 1 1 0 4

25 1 0 1 1 1 4 0 0 1 1 1 3 0 0 1 0 1 0 1 3


(6)

52

29 1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 0 4 0 1 1 0 1 1 1 5

30 0 1 1 1 1 4 1 0 1 1 1 4 0 0 1 1 1 0 1 4