Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama Narapidana (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A, Tangerang)

(1)

PENGARUH PEMBINAAN KEROHANIAN ISLAM

TERHADAP KESADARAN BERAGAMA NARAPIDANA

(Studi kasus di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA, Tangerang)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Novalian Kesumasari

109011000063

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

ii Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Novalian Kesumasari

Nim : 109011000063

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Angkatan Tahun : 2009/2010

Alamat : Jalan Teratai No.18a, Stadion Sukung, RT:003/RW:008,

Kelapa Tujuh Kotabumi Selatan, Kotabumi, Lampung Utara, Lampung.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Kesadaran Beragama Narapidana (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A, Tangerang adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Marhamah Saleh, Lc., MA

NIP : 19720313 200801 2 010

Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 2 Desember 2013 Menyatakan,


(5)

iii

MOT T O DAN PERSEMBAHAN

“Maka Nikmat Tuhan Kamu Yang Manakah Yang Kamu

Dustakan?”

(QS. Ar-Rahman)

“Berdoa tanpa usaha adalah bohong

Berusaha tanpa berdoa adalah sombong”

(Pepatah)

Puji syukur kepada Allah SWT. atas segala nikmat yang

telah diberikan sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi

ini. Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua

saya tercinta, karena ketulusan cinta dan kasih sayangnya

pula-lah hingga sampai saat ini saya masih mampu

menjalani hari-hari penuh kebahagiaan dan keberkahan atas

Ridho-Nya melalui setiap do’a-do’a yang dengan tulus


(6)

iv

Abstrak

Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama Narapidana

(Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A, Tangerang ) Kata kunci: Pembinaan Kerohanian Islam dan Kesadaran Beragama Narapidana.

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya kegelisahan yang selama ini dirasakan apakah ada pengaruh antara Pembinaan Kerohanian Islam dengan Kesadaran Beragama Narapidana. Studi penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan (1) bagaimana pelaksanaan Pembinaan Kerohanian Islam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A, Tangerang dan (2) adakah pengaruh antara Pembinaan Kerohanian Islam dengan Kesadaran Beragama Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A, Tangerang. Permasalahan tersebut dibahas melalui sebuah penelitian kualitatif sebagai deskripsi kenyataan di lapan dan penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional sebagai pembanding nilai pengaruh yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tangerang. Proses pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara observasi, angket, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian data ini dianalisis dengan pendekatan rumus statistik product moment.

Penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pelaksanaan Pembinaan Kerohanian Islam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang berbentuk program pengajaran, pelatihan, dan pembinaan, seperti kegiatan pelaksanaan pembinaan kerohanian yang selalu dilaksanakan setiap senin hingga sabtu mulai pukul 08.00 pagi s/d 12.00 siang dengan agenda kegiatan pembacaan Iqro dan Al-Qur’an serta dilanjutkan dengan pengajian bersama dan tausiah yang dipimpin langsung oleh Ustad dan Ustadzah yang terpercaya. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama Narapidana Wanita Kelas IIA Tangerang, hal ini terlihat dari hasil perolehan angka korelasi yang menunjukkan r hitung (rh) = 0,58 lebih besar dari r tabel (rt) 5% = 0,361. Sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin sering seorang Narapidana mengikuti kegiatan pembinaan kerohanian Islam berupa materi Pendidikan Agama Islam dengan membaca Al-Qur’an dan mengikuti tausiyah agama , maka lebih baik pula kesadaran beragama Narapidana.


(7)

v

KATA PENGANTAR











Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang menggenggam setiap kejadian, penyempurna setiap kebahagiaan, tempatku bersandar dan bersyukur atas seluruh nikmat tanpa batas. Shalawat dan Salam senantiasa menyelimuti baginda Nabi Muhammad SAW tercinta beserta keluarga, sahabat, dan pengikut sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi yang berjdul Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Kesadaran Beragama Narapidana (Studi kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita, Tangerang, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun berkat kerja keras, doa dan kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Akuan Mansyur dan Roslini Hartawi, yang selalu penulis banggakan karena telah memberikan dukungan secara moril dan materil. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan cinta yang selalu diberikan beliau kepada penulis.

2. Prof. Dr. Komarudin Hidayat., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D.,Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. H. Abdul Majid Khon. M.Ag., Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam. FakultasIlmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Marhamah Saleh, Lc. MA., Sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Marhamah Saleh Lc., MA., Pembimbing skripsi yang penuh keikhlasan


(8)

vi

bimbingan, petunjuk, serta mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian skrpsi ini dengan sebaik-baiknya.

7. Cipriana Murbihastuti, Bc.IP, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tangerang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di lembaga yang beiau pimpin.

8. Yusmarni, SE., MH dan Nuraini P.Amd., IP., MH selaku subseksi Binapi dan Subseksi Bimpas sekaligus observer yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian ini.

9. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan fasilitas berupa kemudahan dalam peminjaman buku.

10.Para Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tangerang yang telah bersedia sebagai subyek dalam Penelitian.

11.Abang dan Adikku dialah Alfredo dan Irdini, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini, serta telah memberi keceriaan yang mampu menghilangkan penatku.

12.Sahabat-sahabatku, Merina Ayi, Alena, Aviana, Aufa, Eva Faizah, Mufliha, Nur Sa’adah, Nurul, Septiara, Nisa, dan Reni. Terimakasih atas doa, dukungan, bantuan dan kebersamaan selama ini yang kalian berikan.

13.Sahabat-sahabat seperjuangan jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2009, kelas PAI-B dan Fiqih-B. Terimakasih atas kebersamaannya, dukungan, bantuan dan motivasi. Tiada hal yang terindah kecuali mengenang masa kita berjuang bersama di kampus tercinta.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan yang sangat bermanfaat bagi penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

Tiada ucapan yang dapat penulis haturkan kecuali Jazakumullah

Ahsanal Jazaa” semoga amal baiknya diterima oleh Allah SWT.

Penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca demi memperbaiki karya tulis ini, semoga dapat membawa manfaat bagi para pengkaji/pembaca dan bagi penulis sendiri. Amin Ya Robbal ‘Alamin.


(9)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I – PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II – KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik ... 10

1. Pembinaan Kerohanian Islam ... 10

a. Pengertian Kerohanian Islam ... ... 10

b. Dasar-dasar Kerohanian Islam ... ... 11

c. Ruang Lingkup Kerohanian Islam ... 13

2. Kesadaran Beragama ... 14

a. Pengertian Kesadaran Beragama ... ... 14

b. Fungsi dan Tujuan Agama... 15

c. Kebutuhan Terhadap Agama bagi Manusia ... 16


(10)

viii

e. Indikator Sikap Keagamaan ... 22

3. Narapidana ... 24

a. Pengertian Narapidana ... 24

b. Tujuan Pembinaan Hukum Pidana ... 24

c. Penggolongan Narapidana ... 25

d. Hak dan Kewajiban Narapidana ... 25

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 26

C. Kerangka Berpikir ... 28

D. Hipotesis penelitian ... 29

BAB III – METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Metode Penelitian ... 30

C. Populasi dan Sampel ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Teknik Analisa Data ... 35

F. Hipotesis Statistik ... 39

BAB IV – HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 40

1. Gambaran Umum Lapas ... 40

2. Gambaran Umum Narapidana.. ... 41

3. Gambaran Kegiatan Lapas ... 41

4. Prosentase Hasil Angket Penelitian ... 43

B. Pengujian Hipotesis ... 60

C. Pembahasan hasil Penelitian ... 63


(11)

ix

2. Keterkaitan Temuan dengan Variabel yang Membatasi ... 65 3. Komparasi dengan Penelitian Terdahulu ... 66

D. Keterbatasan Penelitian ... 66

BAB V – KESIMPULAN

A. Kesimpulan ... 67 B. Implikasi ... 67 C. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ...


(12)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Observasi... 44

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen ... 45

Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara ... 46

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai r ... 49

Tabel 4.1 Diajarkan Pendidikan Agama Islam sejak dini... 53

Tabel 4.2 Mempelajari Pendidikan Agama Islam ketika berada di Lapas ... 54

Tabel 4.3 Meyakini bahwa Allah SWT dan malaikat-Nya mengawasi... 54

Tabel 4.4 Meyakini setiap kehendak Allah SWT ... 55

Tabel 4.5 Bersedekah mengajarkan untuk selalu rendah hati ... 55

Tabel 4.6 Berpuasa mengajarkan agar selalu bersabar ... 56

Tabel 4.7 Sholat mengajarkan agar disiplin waktu ... 57

Tabel 4.8 Zakat mengajarkan untuk membersihkan hati ... 57

Tabel 4.9 Mengikuti ulil amri saat perayaan Idul Fitri ... 58

Tabel 4.10 Mampu mempraktikan tata cara wudhu dan sholat ... 58

Tabel 4.11 Menyempatkan waktu mempelajari Al-Qur’an ... 59

Tabel 4.12 Menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an ... 59

Tabel 4.13 Mengikuti pengkajian Al-Qur’an di Lapas ... 60

Tabel 4.14 Menghafal Asmaul Husna dan maknanya ... 60

Tabel 4.15 Meneladani Rasulullah saw. ... 61


(13)

xi

Tabel 4.17 Menyukai pembelajaran Pendidikan Agam Islam ... 62

Tabel 4.18 Membiasakan khusu’ dalam melaksanakan sholat ... 63

Tabel 4.19 Membiasakan membaca doa agar mendapatkan keberkahan ... 63

Tabel 4.20 Meminta maaf jika melakukan kesalahan kepada sesama ... 64

Tabel 4.21 Membiasakan membaca Al-Qur’an ... 64

Tabel 4.22 Hati menjadi tenang dan tentram ketika mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an ... 65

Tabel 4.23 Membaca buku Pendidikan Agama Islam sebagai media penambah ilmu pengetahuan agama ... 66

Tabel 4.24 Rutin dalam mengikuti pengajian di dalam Lapas ... 66

Tabel 4.25 Mampu memimpin pengajian di Lapas ... 67

Tabel 4.26 Mengakui kesalahan sehingga mendapatkan hukuman dari negara .... 67

Tabel 4.27 Takut akan dosa jika melakukan kedalahan yang dilarang oleh agama ... 68

Tabel 4.28 Mmenyesali kesalahan yang pernah dilakukan ... 68

Tabel 4.29 Merasa bersalah kepada Allah SWT, diri sendiri, dan keluarga karena telah melakukan tindak pidana ... 69

Tabel 4.30 Terpaksa mengikuti pengajian di dalam Lapas ... 69


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah bagian dari proses yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan.1 Dalam definisi tersebut tercermin suatu proses kegiatan mendidik. Dengan demikian dalam praktiknya pendidikan adalah suatu usaha, proses, bimbingan, tuntunan, dan pembekalan yang secara sadar oleh pendidik kepada anak didiknya guna membantu anak didik tersebut memiliki kecakapan-kecakapan dan keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Agama merupakan risalah yang disampaikan Allah SWT kepada Nabi SAW sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah SWT, dirinya sebagai hamba Allah SWT, manusia dan masyarakat serta alam sekitarnya.2 Hukum yang dimaksud disini ialah sebagai alat keseimbangan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat yang mengatur pemeliharaan hubungan antara manusia dengan Sang Khalik, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.

1 Fadilah Suralaga dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2005), cet ke-1, h.39.


(15)

2

Sebagaimana firman-Nya dalam surat Adz-Dzariyat: 56:

















“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali dengan pengetahuan agama dan mengembangkan intelektual anak didik saja, serta tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentiment) agama saja. Akan tetapi, melalui pendidikan agamalah kepribadian anak didik akan terbentuk secara keseluruhan mulai dari pengetahuan agama, latihan-latihan amaliah sehari-hari, sikap keberagamaannya dan perilaku (akhlak), yang sesuai dengan ajaran, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan alam serta manusia dengan dirinya sendiri.3

Dalam Islam, pendidikan mempunyai posisi yang sangat signifikan sebagai bagian dari suksesnya dakwah agama ini. Hal ini terlihat dari turunnya wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., dalam surat al-Alaq yaitu Iqra yang biasa diterjemahkan dengan bacalah! Kata ini merupakan pintu gerbang bagi terbukanya ilmu pengetahuan. Perintah membaca merupakan perintah yang paling berharga yang dapat diberikan kepada ummat manusia. Membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang sempurna. Sehingga, wajarlah bila dikatakan bahwa membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban, dan bila diakui bahwa semakin luas pembacaan semakin tinggi peradaban, demikian pula sebaliknya.4

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapi peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati

3 Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2009), h. 124.

4M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan


(16)

penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar ummat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.5 Dengan kata lain, Pendidikan Agama Islam memberikan arti yang sangat penting sebagai sarana pembentukan tingkah laku anak didik, karena mereka merupakan penerus generasi bangsa, negara, dan agama. Banyak bekal pengetahuan dan kesiapan mental yang matang yang harus dimiliki anak didik dalam rangka melaksanakan tugasnya agar dapat memiliki dedikasi yang tinggi dan bertanggug jawab.

Melalui pendidikanlah para pendidik Islam menghasilkan pribadi-pribadi yang nanti menjadi pendidik pula, menyebarkan agama Islam kepada generasi yang akan datang, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. kepada para sahabatnya, sehingga pada tiap-tiap diri para sahabat terpancar ke-Islaman yang utuh.

Mengenai keutamaan belajar, Allah SWT mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dan mengembangkan ilmunya, salah satu ayat yang menjelaskan tentang keutamaan pendidikan yaitu dalam surat Al-Mujadalah: 11:











































“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”,

(QS. Al-Mujadalah:11).

Dengan demikian pendidikan Islam mentransfer nilai-nilai atau keilmuan Islam harus mampu membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai ajaran Islam yang telah disampaikan tersebut.

5 Abdul Majid, dkk, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Rosda Karya,


(17)

4

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mempunyai fungsi serta tujuan tertentu. Seperti dijelaskan dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.6

Tujuan ini sangat sesuai dengan fitrah manusia, salah satunya fitrah beragama. Dengan demikian pendidikan agama sangat penting bagi manusia, terutama Pendidikan Agama Islam.

Manusia hidup di dunia ini pastilah mempunyai tujuan hidup yang sama yaitu bahagia dunia dan akhirat. Salah satu cara yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan adalah melalui ilmu pendidikan. Ilmu dapat diperoleh dengan adanya pendidikan, baik pendidikan yang dimulai dari dalam rumah atau keluarga, di sekolah, maupun di dalam masyarakat. Oleh karena itu pendidikan sangat berperan penting dalam mencapai tujuan hidup yang dicita-citakan.

Bimbingan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam sebaiknya telah ditanamkan sejak manusia berada dalam kandungan seperti misalnya seorang ibu yang sedang mengandung bayi dianjurkan untuk lebih banyak berdzikir dan membaca Al-Qur’an serta berdoa demi perkembangan janin dan keselamatannya kelak. Manusiapun sejak lahir hingga akhir hayatnya selalu membutuhkan agama sebagai bagian dari kebutuhan jiwanya. Misalnya sejak seorang calon bayi yang telah ditiupkan ruhnya oleh Allah SWT sejak itu pula ia selalu berdzikir kepada Tuhannya, dilahirkan oleh ibunya, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak, remaja, dewasa, hingga sebelum ia di kuburkanpun seseorang tetap bersinggungan dengan agama.


(18)

Oleh karena itulah pembinaan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam sangat penting sebab dengan bimbingan kerohanian Islam, orang tua atau guru berusaha secara sadar memimpin dan mendidik anak serta mengarahkan kepada perkembangan jasmani dan rohaninya sehingga mampu membentuk kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Pada prinsipnya bimbingan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam baik di lembaga pendidikan non formal maupun formal bertujuan untuk membekali seseorang agar memiliki pengetahuan lengkap tentang agama Islam dan mampu mengaplikasikannya dalam bentuk amalan praktis. Dengan demikian seseorang dapat melaksanakan ritual-ritual ibadah secara benar menurut ajaran Islam sesuai dengan ibadah yang dipraktikan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW. baik itu berupa ibadah secara akhlak maupun ibadah praktis seperti sholat dan sebagainya.

Dengan bimbingan kerohanian Islam, seseorang diharapkan dapat memahami berbagai teori ibadah dan tatacara pelaksanaannya. Sehingga dengan teori-teori tersebut secara sadar mereka mampu melaksanakan ibadah secara baik dan benar.

Kebutuhan pokok lainnya adalah kebutuhan rasa kasih sayang dan rasa aman. Untuk melindungi serta menunjang hidupnya hingga ia mampu berdiri dan mandiri menjalani kehidupannya di dalam bermasyarakat. Dalam hal ini orang pertama yang mempengaruhi sikap dan tingkahlaku seseorang ialah kedua orang tuanya, keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Keluarga merupakan sumber utama pembentuk kepribadian seseorang yang sesuai dengan fitrahnya sejak lahir, maka apabila didalam suatu keluarga tidak adanya keseimbangan dan kesadaran serta tanggungjawab dalam mendidik anak-anak didiknya akan menimbulkan sebab dari penyimpangan sosial yang dilakukan seseorang. Dengan kata lain, hendaklah minimal dalam lingkungan keluarga telah tertanam kesadaran beragama dalam menjalani kehidupan sehari-hari.


(19)

6

Arus modernisasi di samping berdampak positif bagi kehidupan ummat manusia, namun di sisi lain ternyata telah melahirkan dampak yang negatif pula bagi kehidupan manusia itu sendiri, yaitu dengan menggejalanya berbagai problema yang semakin kompleks, baik yang bersifat personal maupun yang bersifat sosial. Manusia modern telah terpedaya oleh produk pemikirannya sendiri karena kurang mampu mengontrol efek dari hasil pemikiran itu sendiri.

Derasnya arus modernisasi membutuhkan penanganan serius dimuali dari penanaman rohani Islam yang terkandung dalam Pendidikan Agama Islam. Oleh karena itu bimbingan kerohanian Islam sangat berperan penting dalam perkembangan seorang anak didik sedini mungkin guna tidak terjerumusnya seseorang kelak dalam permasalahan-permasalahan negatif yang khas seperti pertumbuhan pribadi, perkembangan emosi, pergaulan sosial yang menyimpang dalam masyarakat.

Untuk menuju kesadaran keagamaan yang utuh, setiap umat beragama harus memenuhi dimensi-dimensi keagamaan secara keseluruhan. Dimensi-dimensi itu ialah: Dimensi-dimensi keyakinan, Dimensi-dimensi peribadatan, Dimensi-dimensi pengalaman, dimensi pengamalan, dan dimensi pengetahuan. Dari dimensi tersebut, dimensi pengetahuan akan sangat berperan terhadap munculnya kesadaran keagamaan. Agar kesadaran keagamaan itu muncul dengan baik dalam kehidupan seorang penganut agama, maka model pendidikan agama sangat menentukan.Untuk itu, model pendidikan agama yang harus dikembangkan tidak semata bersifat doktrinal, dengan menekankan serangkaian ajaran dan kewajiban kepada pemeluk agama, melainkan pendidikan agama harus dilakukan dengan melibatkan emosi dan rasionalitas para penganutnya.

Faktor lainnya yang mempengaruhi kepribadian seseorang adalah pendidikan baik formal maupun non formal dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal pendidikan, ada seorang anak didik yang sejak kecil telah diajarkan tentang ilmu pendidikan agama oleh orang tuanya dan mereka tinggal di lingkungan masyarakat yang mempunyai nilai kesadaran beragama yang memadai.


(20)

Ada pula seorang anak didik yang hampir tidak pernah dikenalkan tentang ilmu agama oleh orang tuanya, namun ia tinggal di dalam lingkungan masyarakat yang mempunyai nilai kesadaran beragama yang tinggi sehingga anak tersebut mempelajari ilmu agama bersama teman sepermainannya serta warga sekitarnya, namun ada pula seorang anak didik yang jarang sekali diberikan pengetahuan keagamaan oleh orang tuanya, kemudian di dalam masyarakat pula ia sering merasa asing karena sangat jarang bertemu dan bersosialisasi di lingkungan sekitarnya sehingga ia lebih memilih menyendiri dan asik dengan dunianya sendiri.

Pada kondisi yang memprihatinkan inilah seorang anak didik yang kurang kontrol terhadap agama, orang tua, dan masyarakat sekitarnya yang akan berefek negatif pada diri anak didik itu sendiri. Sebagai contoh, seorang anak didik yang akhirnya mengkonsumsi narkoba dan sejenisnya dengan dalih kurangnya perhatian dari kedua orang tuanya serta mengikuti trend teman-teman sekitarnya yang akhirnya anak didik tersebut terbuai oleh perilaku menyimpang yang menyebabkan ia menjadi pelaku tindak pidana sehingga terhampaslah kemerdekaannya di dalam bermasyarakat dan menjadi narapidana guna menebus kesalahannya.

Kesenjangan antara pendidikan dan moral ini bukan semata-mata karena unsur ketidaksengajaan, namun setiap perilaku seseorang ialah bergantung pada kesadaran seorang tersebut terhadap agamanya. Jika seseorang yang berpendidikan secara sadar bahwa setiap tindakan yang dapat merugikan orang lain, adalah suatu keburukan dan takut akan dosa dari Tuhannya, maka dapat diartikan bahwa seseorang tersebut telah mengamalkan keyakinan keagamaan yang ada pada dirinya, namun jika seseorang yang berpendidikan dan telah mendapatkan bimbingan kerohanisn Islam sedari kecil, namun karena terlenanya ia akan suatu hal yang menyebabkan ia melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri bahkan merugikan orang lain dan kurang menyadari perbuatannya tersebut, maka patut dipertanyakan bahwa kemanakan pendidikan agama Islam yang telah dipelajarinya.


(21)

8

Dari kronologis diatas terlihat bahwa selain perhatian orang tua, keluarga, dan masyarakat dalam mendidik anak didik, peran agama yang telah tertanam pada dirinya pula akan menjadi kontrol dalam setiap tindakannya. Jika seseorang mempunyai kesadaran bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan penyimpangan tindak pidana serta diharamkan pula oleh agama karena hal tersebut di qiyaskan dengan khamr yang dapat merusak akal, maka hal tersebut mungkin tak akan pernah terjadi. Dengan melihat kejadian tersebut yang menyebabkan perilaku menyimpang sebagai bagian dari kepribadian beragama tatkala seseorang menunjukkan hal-hal yang tidak dapat dimaklumi sebagai perilaku yang mencerminkan kesadaran beragama, sehingga timbulah upaya-upaya untuk memperbaikinya.

Selama ini upaya yang telah dilakukan untuk menangani pelaku tindak pidana yaitu dengan pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan (LAPAS) dengan tujuan untuk membina warga binaan kembali menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan dapat diterima kembali di dalam masyarakat.Pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan bukan hanya pemberian hukuman, penanaman bakat dan keterampilan, namun juga terdapat pembinaan moral dan kerohanian berupa pembinaan kesadaran beragama guna menunjang jiwa keagamaan anak binaan. Banyak hal yang dilaksanakan dalam kegiatan pembinaan kerohanian Islam pada narapidana misalnya, pada setiap harinya narapidana selalu melaksanakan pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang dibimbing langsung oleh beberapa ustadzah, kemudian setelah masing-masing narapidana mengaji, kegiatan selanjutnya yaitu berupa tausiah-tausiah keagamaan yang berguna untuk mengembangkan pengetahuan para anak binaan memahami ilmu agama yang benar.

Dengan pembinaan kerohanian Islam, seorang narapidana diharapkan dapat memahami berbagai teori ibadah dan tata cara pelaksanaannya. Dengan teori-teori tersebut mereka secara sadar mampu melaksanakan ibadah secara baik, benar, dan bagus, namun terkadang masih ada saja seorang Narapidana yang telah mendapatkan pembinaan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam


(22)

didalam Lembaga Pemasyarakatan, ketika seorang tersebut telah bebas hukuman dan kembali di masyarakat, mantan Narapidana tersebut tidak melaksanakan kewajiban agamanya seperti yang biasa ia lakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan sebelumnya. Bahkan ironisnya lagi adalah, ketika berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan seorang Narapidana bahkan bisa lebih meluaskan jaringannya karena bertemu dengan Narapidana lain yang terjerat dengan kasus yang sama bahkan lebih profesional. Disinilah seharusnya kontrol agama dalam dirinya yang berperan dalam setiap tindakannya. Oleh karena itu patut dipertanyakan bahwa kemanakah kesadaran beragama terhadap dirinya Maka dari itu akan ada pengaruh antara teori pembinaan kerohanian Islam dengan kesadaran beragama seseorang.

Atas dasar pemikiran itulah, untuk lebih jauh mengetahui adanya pengaruh antara Pendidikan Agama Islam yang dimiliki seseorang dengan Kesadaran Beragamanya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH PEMBINAAN KEROHANIAN ISLAM TERHADAP KESADARAN BERAGAMA NARAPIDANA (STUDI KASUS di

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WANITA,

TANGERANG)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dalam hal ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Banyaknya individu-individu yang salah dalam pergaulan.

2. Belum tertanamnya nilai agama dalam diri seseorang sehingga melakukan tindak pidana.

3. Kurang efektifnya

4. Pendekatan atau metode penyampaian pendidikan agama Islam yang kurang menarik bagi narapidana.


(23)

10

C. Pembatasan Masalah

Kegiatan penelitian ini terbatas pada masalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Agama Islam yang dimaksud adalah materi Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada para Narapidana dalam pembinaan kesadaran beragama yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan wanita Tangerang.

2. Kesadaran beragama tujuannya adalah agar para Narapidana secara sadar melaksanakan tugas dan kewajiban pribadinya sebagai hamba Allah SWT. 3. Narapidana yang akan menjadi sampel peneliti selanjutnya adalah

narapidana muslim yang mengikuti kegiatan pembinaan kesadaran beragama di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Wanita, Tangerang.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita, Tangerang?

2. Apakah ada pengaruh pendidikan agama Islam terhadap kesadaran beragama para Narapidana?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita, Tangerang.

2. Untuk mengetahui adakah pengaruh pendidikan agama Islam terhadap kesadaran beragama para Narapidana.


(24)

F. Kegunaan Penelitian

1. Berguna bagi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiyahnya sebagai tugas akhir perkuliahan.

2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan, guna lebih meningkatkan pentingnya Pendidikan Agama Islam dalam kesadaran beragama.

3. Dengan mengetahui informasi tentang tingkat kesadaran beragama, lembaga dapat berusaha melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesadaran beragama para narapidana

4. Dengan data ini, diharapkan menjadi bahan informasi bagi lembaga pemasyarakatan tentang tingkat kesadaran beragama para narapidana. 5. Serta sebagai bahan rujukan pembaca lainnya dalam pembahasan


(25)

12

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Pembinaan Kerohanian Islam a. Pengertian Pembinaan

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan pemberian awalah “pe” dan akhiran “kan” mengandung arti “perbuatan” hal, cara, dan sebagainya. Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang di berikan kepada anak. Istilah ini dalam bahasa Inggris dikenal dengan education yang berasal dari kata Latin educare, educatie. Kata educare dalam bahasa Inggris berarti proses menghasilkan dan mengembangkan, yang mengacu kepada yang bersifat fisik dan materil.1

Dalam literatur Pendidikan Islam, istilah pendidikan mengandung pengertian al-Tarbiyah, al-Ta’dib, dan al-Ta’lim.2

Adapun pengertian pendidikan sebagaimana yang di kutip oleh Hasbullah, adalah:3

1 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 1990), h.3 (

al-Tarbiyah=pendidik, al-Ta’dib=mendidik, al-Ta’lim=mengetahui)

2 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam PendekatanHistoris, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta:


(26)

1) Menurut Langeveld

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.

2) John Dewey

Pendidikan adalah proses pebentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama mmanusia.

3) J.J Rousseau

Pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya ketika dewasa.

4) Driyarkarya

Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani.

5) Ki. Hajar Dewantara

Mendidik ialah mengerahkan segala potensi di dalam diri seorang anak agar dia mencapai kebahagiaannya dan keselamatan di dalam dirinya dan di dalam masyarakatnya.4

6) Menurut UU No.2 Tahun 1989

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.5

7) Menurut UU No. 20 Tahun 2003

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

3 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,

1999), h. 2-3.

4 M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), cet. Ke-1, h. 6


(27)

14

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”6

Dari beberapa pengertian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha, proses, bimbingan, tuntunan dan pembekalan yang secara sadar oleh pendidik kepada anak didiknya guna membantu anak didik tersebut cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri baik secara intelektual dan emosional yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan ketika ia dewasa yang hidup di dalam bermasyarakat, bangsa, dan negara.

b. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Kehadiran Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.

Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Allah SWT.telah menganugerahkan kepada manusia suatu kelebihan dan keutamaan di atas makhluk lainnya yaitu fitrah, kebebasan, ruh yang kekal, dan akal.

























































“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (Al-Isra: 70).


(28)

Kemudian diterangkan pula dalam firman-Nya bahwa pendidikan telah tercipta sejak adanya makhluk (manusia) yang pertama:







































“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” (QS. Al-Baqarah: 31). Para ahli pendidikan Islam telah mencoba memformulasi pengertian pendidikan agama Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah:

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar ummat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.7

Pendidikan agama Islam menurut Zuhairini adalah usaha-usaha sistematis dan pragmatis dalam membentuk anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan dalam hidupnya untuk keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.8

Menurut Zakiyah Darajat seperti yang dikutip oleh Abdul Majid dkk, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh.

7 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung:

PT RemajaRosdakarya, 2006), Cet. III, h. 130.

8 Zuhairini, Metode Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Biro Ilmiah Fak.Tarbiyah


(29)

16

Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.9

Dari beberapa pendapat diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik agar terbentuknya pribadi yang beragama dan toleransi terhadap agama lain, serta mampu mengamalkan agama Islam untuk keselamatan dirinya di dunia dan di akhirat.

c. Dasar-dasar Kerohanian Islam

Dalam firman-Nya dinyatakan bahwa Allah SWT. mengangkat derajat ummatnya yang berilmu, bahkan ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. bukanlah ayat yang menerangkan tentang shalat, puasa, ataupun zakat, melainkan perintah “Iqra” yaitu membaca, menelaah, merenungkan, dan mengkaji yang merupakan salah satu upaya dalam mencerdaskan manusia melalui pendidikan.

Adapun dasar-dasar Pendidikan Agama Islam menurut M. Arifin dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, yaitu:

1) Al-Quran. Merupakan kalam Allah SWT yang telah diwahyukan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW. bagi seluruh ummat manusia. Al-Quran merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat universal.

Dengan demikian Al-Qur’an merupakan pedoman atau kitab suci yang berisi petunjuk Allah SWT bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik pertama pada masa pertumbuhan Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan agama Islam disamping sunnah. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok


(30)

pendidikan dapat dipahami dari ayatAl-Qur’an surat An-Nahl:64, yaitu:









































Artinya: “dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (Al-ur’an) ini melainkan agarkamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan

itu menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.S.

an-Nahl:64)

2) Hadits (As-Sunnah). Dasar yang kedua selain al-Quran adalah Sunnah Rasulullah SAW. Yaitu perbuatan, perkataan, dan taqrir yang pernah di contohkan Nabi Muhammad SAW. dalam perjalanan hidupnya melaksanakan dakwah Islam.10

Dalam lingkup pendidikan, sunnah mempunyai dua faidah, yaitu:

pertama, menjelaskan system pendidikan agama Islam

sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur’an dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya. Kedua, menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktekan. Pribadi Rasul sendiri, merupakan contoh hidup serta bukti konkrit dari hasil pendidikan agama Islam. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21:











































Artinya: “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW. itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu)bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah SWT dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah SWT.” (Q.S. l-Ahzab:21)

Pada zaman konseptual sekarang ini, kita tidak bisa terlepas dari ijtihad, termasuk dalam bidang pendidikan agama Islam. Ijtihad

10. Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media


(31)

18

dalam agama Islam harus tetap bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis yang di olah oleh akal sehat dari para ahli pendidikan agama Islam. Contoh lain pada ijtihad dalam pendidikan agama Islam, yaitu belajar-mengajar di dalam kelas, pembaruan kurikulum, dan pemakaian berbagai teknologi terutama dalam proses kegiatan belajar-mengajar.

d. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam

Segala usaha yang dilakukan tentu mempunyai tujuan tertentu, sebab tujuan merupakan salah satu cara yang diharapkan setelah usaha atau kegiatan selesai dilaksanakan. Tujuan merupakan faktor yang penting dalam suau kegiatan atau usaha. Demikian pula dengan proses pendidikan, tanpa adanya suatu tujuan dalam pelaksanaannya maka akan menimbulkan ketidaktentuan dalam prosesnya.

Menurut Fadilah Suralaga dkk, tujuan pendidikan Islam sejajar dengan pandangan bahw manusia merupakan makhluk Allah yang mulia dengan akal dan perasaan serta ilmu dan kebudayaannya yang pantas menjadi khalifah Allah SWT di bumi. Sedangkan tujuan umum proses pendidikan ini berkaitan dengan upaya permunculan seluruh potensi ruhiyah dan jasmaniyah yang merupakan fitrah manusia dalam mencapai bentuk-bentuk pribadi Insan Kamil dalam setiap diri seseorang.11

Berdasarkan Undang-undang SISDIKNAS NO 20 Tahun 2003, Pasal 3, Bab II tentang dasar, fungsi, dan tujuan, menjelaskan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab; “Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan


(32)

mengambangkan anusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”12

Sedangkan tujuan Pendidikan Agama Islam menurut para ahli pendidikan seperti yang di kutip oleh Zakiyah Darajat, yaitu:13

1) Menurut Muhammad Quraish Shihab, tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok, sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifahnya guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah SWT.

2) Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah perkembbangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti.

3) Menurut Zakiyah Darajat bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu kepribadian yang membuatnya menjadi “Insan Kamil” dengan pola taqwa Insan Kamil artinya manusia utuh jasmani dan rohani, dapat hidup berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah SWT.

Dari berbagai pendapat diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan agama islam yaitu membina dan mengembangkan segala potensi yang secara fitrah telah dimiliki oleh setiap manusia agar anak didik dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Tuhan didalam hidup bermasyarakat serta membentuk kepribadian manusia seutuhnya menjadi Insan Kamil.

12Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional)…, h 7


(33)

20

Dengan tercantumnya kata “beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia”, dalam rumusan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan agama sangat diharapkan berperan langsung dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, karena tanpa melalui pendidikan agama, keimanan dan ketaqwaaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tersebut tak akan mungkin dapat terwujud, oleh karena itu pendidikan agama Islam mempunyai peran yang sangat penting dalam sistem pendidikan Nasional, yaitu merupakan bagian dari sistem pendidikan Nasional.

e. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara: Hubungan manusia dengan Allah SWT. Hubungan manusia dengan sesama manusia. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya dan alam semesta.14

Dalam rangka menjelaskan ruang lingkup pelaksanaan pembinaan kerohanian Islam, berikut ini akan dikemukakan beberapa bidang pembahasan pengajaran agama yang menjadi pedoman dalam pembelajaran yang dilaksanakan dalam pembinaan. Ruang lingkup pembelajaran dalam pembinaan kerohanian Islam hampir sama halnya dengan kurikulum yang diajarkan seperti di sekolah-sekolah atau di lembaga informal lainnya yaitu berupa pembelajaran Aqidah-Akhlak, Fiqh, Al-Quran-Hadis, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).

Materi agama Islam yang diberikan tidak disusun dalam bentuk silabus atau rencana pembelajaran terlebih dahulu, akan tetapi ustadzah yang mempunyai peran penuh dalam menentukan materi dengan topik yang akan disampaikan pada setiap pertemuan dalam pelaksanaan pembinaan kerohanian Islam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang.

14 Zakiyah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2008),


(34)

1) Pengajaran Aqidah-akhlak, meliputi:

a) Pengajaran Keimanan, meliputi keperayaan kepada Allah SWT, kepada Rasulullah saw., kepada para Malaikat, kepada Kitab-kitab Allah SWT, kepada Hari Akhir, dan kepada Qadha dan Qadar.

b) Pengajaran Akhlak, meliputi sifat-sifat terpuji dan tercela dan hal yang langsung ikut mempengaruhi pembentukan sifat-sifat itu pada diri seseorang secara umum.

c) Pengajaran Ibadat, meliputi semua rukun Islam, membicarakan hal-hal yang wajib, sunnat, hukum melaksanakan ibadah, rukun, syarat, kaifiyat, dan bai’atnya. 2) Pengajaran Fiqh, meliputi:

a) Fiqh, meliputi hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunnat, mubah, makruh, dan haram, disamping itu ada pula dalam bentuk lain seperti sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.

b) Pengajaran Ushul Fiqh, meliputi bentuk-bentuk dan

macam-macam hukum, mahkumfih, mahkum’alaih, awaridl

muktasabah dan awaridl samawiyah, masalah istinbath dan istidlal, masalah ra’yu, ijtihad, ittiba dan taqlid, masalah adillah syar’iyah, serta masalah ra’yu dan Qiyas.

3) Pengajaran Al-Qur’an-Hadits, meliputi:

a) Qiraat Qur’an, meliputi keterampilan membaca Al-Qur’an dengan baik sesuai dengan kaidah yang disusun dalam ilmu Tajwid.

b) Pengajaran Tafsir, menjelaskan uraian penjelasan terhadap arti teks Al-Qur’an; yang berarti lebih luas dan lebih jelas dari alih bahasa.


(35)

22

c) Pengajaran Ilmu Tafsir, menjelaskan tentang sejumlah teori atau ilmu yang berhubungan dengan berbagai petunjuk dan ketentuan untuk menafsirkan Al-Qur’an.

d) Pengajaran Hadis, meliputi ajaran Islam yang berhubungan dengan masalah yang dibicarakan.

e) Pengajara Ilmu Hadis, berisi bagaimana menilai sesuatu teks hadis untuk dijadikan sumber hukum dalam ajaran Islam.

4) Pengajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI), meliputi: a) Tarikh Islam, membahas tentang sejarah yang berhubungan

dengan pertumbuhan dan perkembangan ummat Islam.

b) Tarikh Tasyri, membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan ajaran hukum Islam

2. Kesadaran Beragama

a. Pengertian Kesadaran Beragama

Kesadaran berasal dari kata “sadar” yang berarti insaf, ingat kembali, dan bangun. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran adalah keadaan atau hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.15

Sedangkan agama, berasal dari kata “al-Din”, menurut Quraish Shihab, dalam bahasa arab terdiri dari huruf dal, ya, dan nun. Dari huruf-huruf ini bisa dibaca dengan dain yang berarti hutang, dan dengan Din yang mengandung arti agama, menguasai, menundukkan, patuh, kebiasaan, dan hari kiamat. Ketiga arti tersebut sama-sama menunjukkan adanya dua pihak yang berbeda. Pihak pertama berkedudukan lebih tinggi, berkuasa, ditakuti, dan disegani oleh pihak kedua.

15 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,


(36)

Dalam agama, Tuhan adalah sebagai pihak utama yang lebih tinggi daripada manusia.16

Menurut Zakiyah Darajat, kesadaran beragama adalah aspek mental dari aktivitas agama. Aspek ini merupakan bagian atau segi agama yang hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi. Dengan adanya kesadaran agama dalam diri seseorang yang akan di tunjukkan melalui akifitas keagamaan, maka munculah pengalaman beragama. Adapun yang di maksud dengan pengalaman beragama ialah unsur perasaan dalam kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan dalam tindakan (amaliyah) nyata.17

Dengan demikian, Kesadaran Beragama adalah keadaan sadar seorang hamba terhadap penciptanya sehingga keberadaan Tuhannya tercipta di dalam dirinya yang dengan keadaan tersebut ia melaksanakan segala perintah Tuhannya dan menjauhi larangan-Nya.

Kesadaran Beragama dalam tulisan ini meliputi rasa keagamaan, pengalaman ke-Tuhanan , keimanan, sikap dan tingkah laku keagaman, yang terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadian. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa raga manusia, maka kesadaran beragamapun mencapai aspek-aspek afektif, konatif, kognitif dan motorik. Keterlibatan fungsi afektif dan konatif terlihat didalam pengalaman ke-Tuhanan, rasa keagamaan dan rindu kepada Tuhan. Aspek kognitif nampak dalam keimanan dan kepercayaan. Sedangkan keterlibatan fungsi motorik nampak dalam perbuatan dan gerakan tingkah laku dan keagamaan. Dalam kehidupan sehari-hari, berbagai aspek

16 Achmad Gholib, Studi Islam (Pengantar Memahami Agama, Al-Quran, Al-Hadis, Dan

Sejarah Peradaban Islam), (Jakarta: Faza Media, 2006), cet ke 2, hlm 4


(37)

24

tersebut sukar dipisahkan karena merupakan suatu sistem kesadaran beragama yang utuh dalam pribadi seseorang.18

b. Fungsi dan tujuan agama

Menurut Abudin Nata seperti yang dikutip oleh Achmad Gholib dalam bukunya study Islam, sekurang-kurangnya ada tiga alasan perlunya manusia terhadap agama, yakni: Pertama, latar belakang fitrah manusia. Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut untuk pertama kali ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan manusia. Kedua, alasan tentang kelemahan dan kekurangan manusia. Alasan inipun kelihatannya bisa diterima, disamping karena keterbatasan akal manusia untuk menentukan hal-hal yang diluar kekuatan pikiran manusia itu sendiri, juga karena manusia sendiri merupakan makhluk dhaif (lemah) yang sangat memerlukan agama. Ketiga, adanya tantangan manusia. Manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan syetan, sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya memalingkan manusia dari Tuhan.19

Dijelaskan pula dalam referensi lain, bahwa seorang sosiolog agama bernama Elizabeth K. Nottingham sebagaimana yang dikutip oleh Bambang Syamsul Arifin menurut gambarannya, agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat dimana-mana”dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu, agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang palng

18Abdul Aziz Ahyadi, .Psikologi Agama.(Bandung:Sinar Baru Al gensindo.1995). hlm 37

19 Achmad Gholib, Studi Islam (Pengantar Memahami Agama, Al-Quran, Al-Hadis, Dan


(38)

sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dillihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia, baik kehidupan individu maupun kehidupan sosial.20

Ditinjau dari segi tujuannya, agama berfungsi untuk membeimbing ummat manusia agar hidup tenang dan bahagia di dunia dan di akhirat. Menurut Murtadha Muthari, ada tiga bagian pengaruh dan manfaat-manfaat keyakinan keagamaan terhadap manusia. Pertama, agama akan memberi manfaat untuk memperoleh kebahagiaan dan kegembiraan. Kedua, agama berfungsi dalam mempererat hubungan-hubungan sosial dan kemasyarakatan. Ketiga, agama berfungsi sebagai penawar tekanan jiwa.21

c. Kebutuhan Terhadap Agama Bagi Manusia

Dalam buku karya Prof. Dr. Abudin Nata, mengatakan bahwasannya ada tiga alasan yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama, yaitu sebagai berikut:22

1. Latar belakang fitrah manusia.

Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia.

Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi beragama, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Islam, Kristen, Hindu, maupun Budha.

Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi agama yaitu pada manusia primitif yang tidak pernah mendapat informasi

20Bambang Syamsul arifin, Psikologi Agama, (Bandung, pustaka setia, 2008), h.142-143.

21 Achmad Gholib, Studi Islam (Pengantar Memahami Agama, Al-Quran, Al-Hadis, dan

Sejarah Peradaban Islam)…, hlm 11-12


(39)

26

mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, meskipun yang mereka percayai itu terbatas pada khayalan.

Dari penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa, dalam diri manusia sudah terdapat potensi beragama yang di berikan Tuhannya kepada kita, namun potensi ini harus di kembangkan akan dibawa kemana jiwa yang mempunya potensi agama tersebut.

2. Kelemahan dan Kekurangan manusia

Disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan manusia juga memiliki kekurangan. Dalam pandangan al-Qur’an, manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan sempurna, namun diperoleh pula manusia berpotensi positif dan negatif, sedangkan daya tarik keburukan lebih kuat dari pada kebaikan.

Sifat-sifat keburukan yang ada pada manusia antara lain sombong, inkar, iri, dan lain sebagainya, karena itu manusia dituntut untuk menjaga kesuciaannya, hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesuciannya dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama dan disinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama.

3. Tantangan Manusia

Manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan, sedangkan tantangan dari luar berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia dengan sengaja ingin memalingkan manusia dari Tuhan.

Upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Jadi upaya mengagamakan masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat mampu menghadapi tantangan baik dari luar maupun dari dalam.


(40)

Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna, yang diberikan kelebihan berupa akal yang istimewa dan tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan yang lainnya. Dari akal tersebutlah manusia mampu mengenal Tuhannya, yang terlahir sebagai ummat beragama. Dan keduanya ini merupakan fitrah yang dianugerahkan oleh Tuhan dalam diri manusia.

Dengan kemampuan mengenal Tuhan, manusia dapat memenuhi kebtuhan jiwanya seperti kebutuhan kebebasan, kebutuhan akan rasa kasih sayang, kebutuhan rasa aman, dan sebagainya. Namun demikian, tidak semua orang mampu memaksimalkan kerja akalnya, yang menyebabkan mereka tidak mengenal agamanya. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena kurangnya pengetahuan orang tua terhadap agama yang menyebabkan anak didikannya menjadi minim pemahaman agamanya serta kurang efektifnya pendidikan agama Islam yang di terima oleh masing-masing individu, ditambah lagi dengan keadaan lingkungan yang mungkin jauh dari nilai-nilai dan norma-norma agama. Selain itu ada juga yang mendapat kesempatan untuk mengenal agama, baik dari pendidikan orang tuanya di rumah, pendidikan agama islam di bangku sekolah, maupun pendidikan yang di terimanya dalam pergaulan di lingkungan masyarakat.

Agama menyangkut batin manusia, oleh karena itu kesadaran beragama dan pengalaman seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan ghaib. Dari kesadaran beragama dan pengalaman beragamalah yang kemudian munculah sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwasannya sikap keagaman seseorang dapat di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Berikut akan di jelaskan mengenai dua faktor tersebut:

1. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dari manusia itu sendiri, karena manusia adalah homo religius (makhluk beragama) yang sudah memiliki fitrah untuk beragama.23


(41)

28

Di sumber lain di katakan bahwa secara garis besar faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Hereditas

Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara turun-temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur lainnya yang mencakup kognitif, afektif, dan konatif. Menurut Sigmund Freud sebagaimana yang dikutip oleh Jalaludin, perbuatan yang buruk dan tercela jika di lakukan akan menimbulkan rasa bersalah (sense of guilt) dalam diri seseorang. Bila pelanggaran yang dilakukan terhadap larangan agama, maka dalam diri pelakunya akan timbul rasa berdosa dan perasaan seperti ini barangkali yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan seseorang sebagai unsur hereditas, sebab dari berbagai kasus pelaku zina sebagaian besar memiliki latar belakang keturunan dengan kasus yang sama.

b. Tingkat Usia

Meskipun tingkat usia bukan merupakan satu-satunya faktor perkembangan jiwa keagamaan seseorang, tetapi kenyataannnya ini dapat dilihat dari perbedaan pemahaman agama dari tingkat usia yang berbeda.

c. Kepribadian

Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara unsur herditas dan pengaruh lingkungan inilah yang membentuk kepribadian, dan setiap manusia memiliki kepribadian yang unik dan berbeda-beda, sehingga perbedaan tersebut membawa pengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan seseorang.


(42)

Bagaimanapun juga kondisi jiwa seseorang akan berpengaruh pada pandangan tentang agama, seseorang yang mengidap phobia akan dicekam rasa takut yang irrasional sehingga pandangannya terhadap agama akan dipengaruhi oleh hal yang demikian juga. Sedangkan seseorang yang normal akan memandang agama secara sadar dan dapat berpikir sehat.

2. Faktor ekstern, yaitu lingkungan yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang, karena lingkungan merupakan tempat dimana seseorang itu hidup dan berinteraksi, lingkungan disini dibagi menjadi tiga, yaitu keluarga, institusi, dan masyarakat.24

a. Lingkungan Keluarga

Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh baik pula, begitupun sebaliknya.

Berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, tujuan terpenting dari pembentukan keluarga ialah sebagai berikut:

1) Mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga.

2) Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis. 3) Mewujudkan sunnah Rasulullah.

4) Memenuhi kebutuhan cinta-kasih anak.

5) Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan.25

Jadi, keluarga adalah orang yang pertama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan atau pendidikan anak yang sedang tumbuh. Hal tersebut sebagaimana firman-Nya dalam surat At-Tahrim ayat 6:

24 Jalaludin, Psikologi Agama... h.311-313

25Abdurrahman, An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,


(43)

30







































































“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim:6)

Banyak alasan mengapa pendidikan agama di rumah sangat penting. Pertama, karena pendidikan di sekolah, di masyarakat, di rumah ibadah seperti masjid hanya berlangsung beberapa jam saja setiap minggunya, sedangkan di sekolah hanya berlangsung selama dua sampai empat jam pelajaran saja di setiap minggunya. Kedua, bahwasannya inti dari pendidikan agama Islam adalah penanaman iman ke dalam diri seseorang, dan penanaman iman itu hanya mungkin di lakukan di rumah, karena pendidikan agama intinya adalah pendidikan keberimanan, yaitu usaha menanamkan keimanan di hati anak didik.26

Pembentukan kesadaran beragama ini sangat erat kaitannya dengan peran orang tua sebagai teladan dalam pembentukan pribadi anak, karena orang tua adalah panutan dan cermin pertama kali yang mereka lihat dan mereka tiru sebelum mereka berpaling kepada lingkungan sekitarnya, sehingga dari kesadaran beragama tersebut akan menimbulkan sikap atau tingkah laku beragama. b. Lingkungan Institusional

26Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,


(44)

Lingkungan institusional yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah maupun non formal seperti perkumpulan atau organisasi.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana.

Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa:

Lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan

pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana adalah sekolah. Guru-guru yang melaksanakan tugas pembinaan, pendidikan dan pengajaran tersebut adalah orang-orang yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang anak didik, dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas pendidikan. Guru masuk kedalam kelas, membawa seluruh unsur kepribadiannya, agamanya, akhlaknya, pemikirannya, sikap, dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Penampilan guru, pakaiannya, cara berbicara, bergaul, dan memperlakukan anak bahkan emosi dan keadaan jiwa yang dialaminya, ideologi dan paham yang dianutnya terbawa tanpa disengaja ketika ia berhadapan dengan anak didiknya. Seluruhnya akan terserap oleh si anak tanpa disadari oleh guru dan orang tua, bahkan anak sampai kagum dan sayang kepada gurunya.27

c. Lingkungan Masyarakat

Dalam kehidupan, manusia tidak akan lepas dari orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya saling membutuhkan satu sama lain. Untuk itu, lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang juga ikut mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku seseorang.

27Abudin Nata, Pendidikan dalam Persepektif Al-Quran, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005),


(45)

32

Masyarakat disini dapat diartikan sebagai komunitas yang amat heterogen dengan berbagai aspeknya. Di dalamnya terdapat berbagai kegiatan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, politik, seni budaya, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Semuanya itu merupakan ligkungan yang dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan.28

Adapun lingkungan masyarakat yang dapat memberi pengaruh terhadap perkembangan sikap keagamaan anak dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:29

1. Lingkugan yang acuh tak acuh terhadap agama.

Lingkungan seperti ini biasanya tidak peduli terhadap segala aspek kegiataan yang bersifat keagamaan bagi masyarakatnya. Masyarakat seperti ini menganggap bahwasannya urusan agama merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing. 2. Lingkungan yang berpegang teguh pada tradisi agama, tetapi

tanpa dorongan batin.

Biasanya lingkungan seperti ini menghasilkan anak-anak beragama tanpa kritik, atau beragama secara kebetulan.

3. Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam lingkungan agama.

Bagi lingkungan yang kurang kesadarannya, anak-anak akan mengunjungi tempat-tempat ibadah dan ada dorongan orang tua, tetapi tidak kritis dan tidak ada bimbingan. Sedangkan bagi lingkungan agama yang kuat, kemungkinan hasilnya akan lebih baik dan bergantung kepada baik buruknya pimpinan dan kesempatan yang diberikan.

e. Indikator Sikap Keagamaan

28Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran..., h.276


(46)

Agama menyangkut kehidupan manusia. Kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang berkaitan dengan sesuatu yang sakral dan ghaib. Dari kesadaran dan pengalaman agama inilah timbulnya sikap keagamaan yang ditampilkan oleh seseorang.

Untuk dapat menilai apakah seseorang mempunyai sikap keagamaan atau tidak dapat dilihatdari lima dimensi, yaitu:30

1. Dimensi keyakinan (ideologis) yang disejajarkan dengan akidah. Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat keyakinan seorang muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam islam, dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah SWT, para Malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah SWT, surga dan neraka dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka percaya pada Allah SWT, para Malaikat, Nabi/Rasul, Kitab-kitab Allah SWT, surga dan neraka dan lain-lain.

2. Dimensi peribadatan/praktek agama (ritualistik) yang disejajarkan dengan syariah.

Dimensi merujuk pada seberapa jauh tingkat kepatuhan seseorang muslim dalam mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana diperintahkan dan dianjurkan oleh agamanya, dalam Islam dimensi peribadatan menyangkut pelaksanaan shalat, zakat, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan lain-lain. Contoh: apakah mereka shalat, puasa, zakat, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan lain-lain.

3. Dimensi penghayatan (eksperiensal)

Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat seorang muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman religius, dalam Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah SWT, perasaan doa-doa terkabul, perasaan

30Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam; Solusi Islam akan Problem


(47)

34

bersyukur pada Allah dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka memiliki perasaan dekat atau akrab dengan Allah dan lain-lain.

4. Dimensi pengetahuan

Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengetahuan dan pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajarannya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, dalam Islam dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi Al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun Islam), hukum-hukum Islam dan sebagainya. Contoh: Apakah mereka mengikuti pengajian, kegiatan-kegiatan keagamaan, membaca buku-buku keagamaan dan lain-lain.

5. Dimensi pengamalan (konsekuensial) yang disejajarkan dengan akhlak.

Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengalaman seorang muslim berprilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya yaitu bagaimana seorang manusia berinteraksi dengan alam dan manusia lain. Dalam Islam, dimensi ini meliputi suka menolong, bekerjasama menegakkan keadilan, berlaku jujur, bersikap sopan santun, memaafkan, tidak mencuri dan lain-lain.

Secara umum cerminan sikap keagamaan dinyatakan dalam tiga hal, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Akidah merupakan pondasi utama yang akan menentukan sikap seseorang dengan keimanan yang tertanam dalam dirinya. Obyek keimanan yang tidak akan berubah dan tidak akan pernah hilang adalah keimanan yang ditentukan oleh agama. Akhlak itu sendiri merupakan tingkah laku manusia atau sikap hidup mansia dengan pergaulan hidup, sedangkan syariah merupakan peraturan-peraturan yang diciptakan Allah SWT atau pokok-pokok supaya manusia berpegang teguh kepadanya di dalam hubungannya dengan Tuhannya dan dengan kehidupannya.31

Dari berbagai uraian tentang sikap keagamaan, maka yang dimaksud dengan sikap keagamaan pada narapidana dalam penelitian ini adalah suatu


(48)

keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan tersebut terjadi oleh adanya konsistensi antara pemahaman terhadap keagamaan dan prilaku terhadap keagamaannya.

Dengan demikian sikap keagamaan dari seorang yang berkepribadian muslim adalah suatu perwujudan dari keseluruhan totalitas manusia, baik sikap dan karakternya, tabiatnya, dan tindakannya sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam, karena Islam bukan hanya diwujudkan dalam ibadah ritual saja, tetapi juga dalam bentuk aktivitas lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

3. NARAPIDANA

a. Pengertian Narapidana

Narapidana adalah orang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di dalam lembaga pemasyarakatan.32 Sesuai dengan UU No. 12 Tahun 1995, pasal 1 angka ke 7 bahwa narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.

Narapidana bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subyek yang tidak berbeda dengan manusia lainnyayang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat dikenakan pidana.33

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, narapidana adalah orang yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya, prilakunya dianggap

32Andi Hamzah. Terminologi Hukum Pidana(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet: ke-2, hlm 107.

33Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Indonesia, (Bandung: Refika


(1)

pengetahuan.

11 Saya memarahi orang yang mmelakukan kesalahan kepada saya.

12 Rutin mengikuti pengajian sebagai tempat berbagi ilmu pengetahuan agama.

13 Saya mampu memimpin kegiatan pengajian didalam lembaga pemasyarakatan.

14 Saya suka belajar kepemimpinan seperti Rasulullah saw.

15 Saya takut akan dosa kepada Allah jika saya melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.

16 Saya mengakui kesalahan yang saya lakukan sehingga mendapat hukuman dari negara.

17 Saya menyesali perbuatan saya dan tak akan mengulanginya lagi.

18 Saya selalu bersikap sopan kepada orang yang lebih tua.

19 Saya merasa bersalah kepada Tuhan, diri saya, dan keluarga kerena telah melakukan tindak pidana.

20 Saya terpaksa mengikuti pembinaan kesadaran beragama (pengajian) di dalam Lembaga Pemasyarakatan.


(2)

ANGKET SETELAH DI UJI

VALIDITAS DAN REABILITAS


(3)

Quesioner untuk Narapidana Wanita

Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam

Terhadap Kesadaran Beragama

(Study Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita,

Tangerang)

Persetujuan sebagai responden:

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian skripsi yang peneliti ajukan.

Tertanda

Responden

Petunjuk Pengisian Angket

1. Awali dengan membaca Basmallah.

2. Mohon dijawab semua pertanyaan di bawah ini sejujur-jujurnya dengan memberi tanda contreng (√) pada jawaban yang paling cocok dengan keadaan Anda, pada kolom SS (apabila sangat setuju), S (apabila setuju), TS (apabila tidak setuju), dan STS (apabila sangat tidak setuju).

3. Kerahasiaan jawaban Anda dijamin oleh peneliti.

4. Diharapkan semua soal yang terdapat dalam angket ini dapat terisi secara keseluruhan dan penulis mengucapkan terima kasih atas partisipasinya. 5. Akhiri dengan membaca Hamdallah.


(4)

Pertanyaan Mengenai Pembinaan Kerohanian Islam

No Sl Sr Jr TP

1 Saya diajarkan pai sejak dini.

2 Saya mempelajari pendidikan agama islam ketika saya berada di lembaga pemasyarakatan.

3 Saya yakin bahwa setiap saya sholat selalu dilihat oleh Allah SWT serta selalu diawasi oleh para malaikat.

4 Saya yakin bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Allah SWT.

5 Bersedekah mengajarkan saya untuk selalu rendah hati.

6 Berpuasa mengajarkan saya untuk selalu bersabar.

7 Sholat mengajarkan saya untuk selalu disiplin terhadap waktu.

8 Zakat mengajarkan saya untuk membersihkan hati.

9 Saya mengikuti waktu yang ditetapkan pemerintah saat merayakan Idul fitri.

10 Saya mampu mempraktikan tata cara wudhu dan sholat.

11 Saya menyempatkan waktu mempelajari Al-Quran.

12 Saya menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an.

13 Saya selalu mengikuti pengkajian Al-Quran di dalam Lapas.

14 Saya hafal asma Allah dan maknanya.

15 Nabi saw sebagai suri teladan bagi ummat manusia, oleh karena itu segala perkataan, perbuatan, dan keputusan yang berasal dari Nabi harus diteladani dan ditiru.


(5)

Pertanyaan Mengenai Kesadaran Beragama

No Pertanyaan Sl Sr Jr TP

1 Saya meyakini akan adanya hari kiamat.

2 Saya suka mempelajari pendidikan agama Islam.

3 Membiasakan khusu’ dalam sholat dan berdoa sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.

4 Saya selalu membaca doa ketika ingin memulai akfititas agar mendapat keberkahan.

5 Saya meminta maaf jika melakukan kesalahan kepada orang lain dan memaafkan kesalahan orang lain terhadap saya.

6 Saya membiasakan membaca Al-Qur’an dengan harapan dapat lancar membacanya.

7 Hati saya menjadi tenang dan tentram ketika mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an.

8 Membaca buku-buku agama Islam sebagai penambah pengetahuan.

9 Rutin mengikuti pengajian sebagai tempat berbagi ilmu pengetahuan agama.

10 Saya mampu memimpin kegiatan pengajian didalam lembaga pemasyarakatan.

11 Saya mengakui kesalahan yang saya lakukan sehingga mendapat hukuman dari negara.

12 Saya takut akan dosa kepada Allah jika saya melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.

13 Saya menyesali perbuatan saya dan tak akan mengulanginya lagi.

14 Saya merasa bersalah kepada Tuhan, diri saya, dan keluarga kerena telah melakukan tindak pidana.


(6)

beragama (pengajian) di dalam Lembaga Pemasyarakatan.