PENGARUH KARAKTERISTIK AUDITOR TERHADAP AUDIT DELAY LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH YEDIEL LASE

PENGARUH KARAKTERISTIK AUDITOR TERHADAP AUDIT DELAY
LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
YEDIEL LASE*
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
SUTARYO
Universitas Sebelas Maret
Abstract
Overdue financial statements reporting may cause loses in its capacity to
influence decisions. Audit delay is one of the factors that affects the
timeliness of financial statements. This study examines the effects of auditor
characteristics on local goverment’s audit delay in Indonesia. This study
uses 127 local governments as a selected sample with purposive sampling
method. The research data is secondary data obtained from the Audit Board
of the Republic of Indonesia (BPK-RI) and the website of the Directorate
General of Local Autonomy, Ministry of Home Affairs of the Republic of
Indonesia (Ditjen Otda Kemendagri). Data analysis using regression
models with univariate and multivariate testing.
The research proves that auditor's professional proficiency and auditor's
educational background affect the audit delay of local government financial
statements. The results also indicate that the interaction of auditor's
professional proficiency and auditor tenure and the interaction of auditor's

professional proficiency and auditor’s educational background affects the
audit delay of local government financial statements. Meanwhile, auditor
tenure does not affect the audit delay. Our findings further suggest that the
auditor's professional proficiency is the most important characteristic
needed to decrease audit delay.
Keywords: Audit delay, local governments, local government financial
statements, auditor charasteristics, auditor's professional
proficiency, auditor's educational background, auditor tenure

Abstrak
Laporan keuangan yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan laporan
tersebut kehilangan kapasitasnya dalam mempengaruhi keputusan. Audit
delay merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketepatwaktuan
laporan keuangan. Penelitian ini menguji pengaruh karaktersitik auditor
terhadap audit delay laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan 127 pemerintah daerah sebagai sampel
penelitan yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling.
Data penelitan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) dan dari situs Direktorat Jenderal
Otonomi Daerah, Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia (Ditjen

Otda Kemendagri). Analisis data menggunakan model regresi dengan uji
univariat dan multivariat.
Penelitan ini menyimpulkan bahwa kecakapan profesional auditor dan latar
belakang pendidikan auditor mempengaruhi audit delay laporan keuangan
                                                            
*

 Author can be contacted at: yediellase@gmail.com  

 

 

pemerintah daerah. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa interaksi
antara kecakapan profesional auditor dan penugasan berulang auditor dan
interaksi antara kecakapan profesional auditor dengan latar belakang
pendidikan auditor mempengaruhi audit delay. Penelitian ini selanjutnya
menunjukkan bahwa kecakapan profesional auditor adalah karakteristik
paling penting yang diperlukan untuk meminimalkan audit delay.
Kata Kunci: Audit delay, pemerintah daerah, laporan keuangan

pemerintah daerah, karakteristik auditor, kecakapan
profesional auditor, latar belakang pendidikan auditor,
auditor tenure

1. Pendahuluan
Laporan keuangan pemerintah harus memenuhi empat karakteristik kualitatif seperti
yang diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yaitu relevan, andal, dapat
dibandingkan dan dapat dipahami. Agar sebuah laporan keuangan relevan, informasi
yang dihasilkan harus memiliki manfaat umpan balik, memiliki manfaat prediktif,
lengkap, dan tepat waktu. Laporan keuangan dikatakan tepat waktu jika laporan tersebut
menyediakan informasi kepada pengambil keputusan sebelum informasi tersebut
kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan (Kieso et al, 2012).
Ketepatwaktuan penyerahan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan UU No. 15 Tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Berdasarkan kedua
peraturan tersebut, paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir, kepala
daerah wajib menyampaikan LKPD kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan dan
selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan tersebut diterima dari pemerintah
daerah, BPK wajib menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD

tersebut kepada DPRD sehingga waktu maksimum untuk menghasilkan LKPD audited
adalah lima bulan sejak tahun anggaran berakhir. Berdasarkan Ikhtisar Hasil
Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2012 BPK, diketahui bahwa 94 LHP LKPD
(18,08%) diselesaikan pada Semester II (Juni s.d Desember) yang berarti LKPD
tersebut telah mengalami keterlambatan/penundaan (delay).
Ketepatwaktuan laporan keuangan tergantung pada jangka waktu audit karena
laporan keuangan tidak dapat diterbitkan sebelum audit selesai dilaksanakan (Johnson,
1998). Oleh karena itu, auditor diharapkan untuk melakukan jasa assurance tanpa
penundaan (delay), dalam batasan yang diperbolehkan oleh kode profesional dan etika
(Carcello et al, 1992; DeAngelo, 1981).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang
pengaruh karakteristik auditor (latar belakang pendidikan, penugasan berulang, dan
kecakapan profesional) terhadap audit delay pada pemerintah daerah di Indonesia. Isu
penelitian ini berfokus pada pertanyaan apakah karakteristik auditor (latar belakang
pendidikan, penugasan berulang, dan kecakapan profesional) berpengaruh terhadap
audit delay.
Audit delay mengacu pada waktu dari akhir tahun keuangan sampai pada tanggal
pelaporan audit (Payne dan Jensen, 2002; Johnson et al, 2002). Di Indonesia, penelitian

terhadap audit delay umumnya dilakukan di sektor bisnis. Merdekawati dan Arsjah

(2011) melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi audit lag
(istilah yang sama dengan audit delay) dan reporting lag dan memperoleh hasil bahwa
corporate governance, opini auditor, dan ukuran perusahaan mempengaruhi audit
delay. Sementara itu, Rahmawati (2008) menyatakan bahwa ukuran perusahaan dan
ukuran kantor akuntan publik memiliki pengaruh terhadap audit delay.
Dalam domain pemerintah daerah, penelitian terhadap audit delay umumnya
dilakukan di luar negeri seperti di Eropa dan Amerika. Payne dan Jensen (2002)
melakukan penelitian terhadap audit delay di pemerintah daerah di Amerika bagian
tenggara untuk tahun fiskal 1992 dan menemukan bahwa insentif manajemen
berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan, keberadaan sistem pelaporan
berkualitas tinggi, keterikatan hutang, pengalaman dan reputasi auditor cenderung
mengurangi audit delay. Sementara itu, Cohen dan Leventis (2012) menguji audit delay
di pemerintah daerah di Yunani dan menemukan bahwa oposisi yang kuat, ukuran
pemerintah daerah, re-election, populasi, keberadaan tim akuntansi internal, remarks,
dan ukuran pemerintah daerah berpengaruh pada audit delay.
Penelitian dan hasil penelitian di atas dilakukan di sektor pemerintah daerah di luar
negeri. Penelitian serupa di Indonesia masih relatif terbatas, sementara audit delay
penting bagi pemakai informasi laporan keuangan pemerintah daerah. Ketepatwaktuan
penyampaian laporan keuangan pemerintah daerah bergantung pada audit delay.
Semakin lama audit delay semakin tertunda informasi tersampaikan pada pengguna

laporan keuangan. Kondisi tersebut yang memovitasi penelitian ini. Selain itu,
penelitian-penelitian sebelumnya berfokus pada atribut keuangan (Payne dan Jensen,
2002) dan auditee dan auditing (Cohen dan Leventis, 2012). Penelitian yang ada belum
mengkaji atribut auditor, sementara auditor merupakan pelaksana audit yang memegang
peranan penting dalam audit pemerintah. Dengan demikian pengujian pengaruh
karakteristik auditor terhadap audit delay menjadi penting dan juga menjadi motivasi
penelitian ini.

2. Studi Pustaka dan Hipotesis
2.1. Agency Theory (Teori Keagenan)
Hubungan keagenan merupakan kontrak antara satu orang atau lebih (prinsipal)
dengan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa pelayanan atas nama prinsipal
yang melibatkan pendelegasian beberapa kewenangan pengambilan keputusan

kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam sebuah organisasi hubungan
tersebut berbentuk vertikal, yaitu pihak atasan sebagai prinsipal dan pihak bawahan
sebagai agen (Halim dan Abdullah, 2006). Teori tentang hubungan keagenan
tersebut dikenal populer dengan sebutan teori keagenan.
Teori keagenan menekankan adanya pemisahan fungsi kepemilikan (prinsipal)
dengan fungsi manajemen/agen (Jensen dan Meckling, 1976). Pemisahan fungsi

tersebut dapat menimbulkan munculnya konflik antara prinsipal dan agen yang
disebut agency problem. Konflik muncul karena manajer dapat mengejar
kepentingan mereka sendiri dan mengorbankan kepentingan prinsipal. (Ugurlu,
2000; Jensen dan Meckling, 1976).
Asumsi dalam teori keagenan yaitu agen memiliki informasi lebih dibandingkan
prinsipal

dan

kesenjangan

informasi

(information

assymmetry)

tersebut

mempengaruhi secara negatif kemampuan prinsipal untuk mengawasi secara efektif

apakah kepentingan mereka dilayani dengan baik oleh agen. Asumsi lain yaitu
prinsipal dan agen bertindak secara rasional sehingga mereka akan memanfaatkan
hubungan keagenan tersebut untuk memaksimalkan kekayaan mereka. Hal itu
berarti bahwa agen memiliki kepentingan sehingga mereka mungkin mengambil
kesempatan untuk bertindak bertentangan dengan pemilik perusahaan. (Adams,
1994; Mustapha dan Ahmad, 2011). Masalah tersebut dikenal sebagai moral hazard
problem. Masalah ketiga yang mungkin muncul adalah adverse selection yaitu
ketika prinsipal tidak dapat memastikan bahwa dia memilih agen yang memiliki
keahlian atau kecenderungan yang tepat (Gilardi, 2001).
Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk meminimalisir terjadinya
agency problem disebut agency cost. Salah satu bentuk agency cost yang dilakukan
oleh prinsipal adalah biaya monitoring, sebagai contoh biaya untuk mengaudit
laporan keuangan oleh auditor eksternal (Adams, 1994). Audit adalah salah satu
bentuk dari monitoring yang dilakukan oleh pemilik untuk meminimalisir terjadinya
agency problem (Primadita dan Fitriany, 2012).
2.2. Agency Theory pada Pemerintah Daerah
Halim dan Abdullah (2006) menyatakan bahwa teori keagenan dapat diterapkan
dalam organisasi publik. Hubungan keagenan dalam pemerintahan demokrasi adalah
hubungan pendelegasian kewenangan dari masyarakat kepada wakilnya di
parlemen, dari parlemen ke pemerintah, dari pemerintah kepada para menteri, dan

dari pemerintah kepada birokrasi (Gilardi, 2001).

Di Indonesia, berdasarkan PP No 6 tahun 2005, kepala daerah dipilih langsung
oleh rakyat melalui proses pemilukada. Melalui mekanisme pemilihan langsung,
rakyat mendelegasikan wewenang pemerintahan kepada kepala daerah. Fakta
pendelegasian wewenang dan pemberian otoritas eksekutif kepada kepala daerah
menunjukkan bahwa para kepala daerah berperan sebagai agen dan rakyat
merupakan prinsipal dalam konteks hubungan keagenan pada pemerintah daerah
(Sutaryo dan Jakawinarna, 2013).
2.3. Pemeriksaan Keuangan Daerah Sebagai Bentuk Monitoring
Adams (1994) menjelaskan bahwa audit (pemeriksaan) terhadap laporan
keuangan yang dilaksanakan oleh auditor eksternal adalah salah satu bentuk
monitoring yang dilakukan prinsipal untuk memastikan agen dapat meningkatkan
kekayaannya tanpa mengorbankan kepentingan prinsipal. Dalam konteks Indonesia,
untuk memastikan pemerintah daerah sebagai agen telah bekerja secara akuntabel
dan transparan, sejak tahun 2006, LKPD diwajibkan untuk diaudit (diperiksa) setiap
tahunnya.
UU No 15 Tahun 2004 mendefinisikan pemeriksaan (audit) sebagai:
“proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara
independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk

menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.”

Pemeriksaan terhadap LKPD dilakukan oleh BPK yaitu sebuah lembaga negara
independen yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang
Dasar Tahun 1945. BPK memiliki kewenangan untuk melakukan tiga jenis
pemeriksaan yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu. Petunjuk pelaksanaan pemeriksaan keuangan pada BPK
mendefinisikan pemeriksaan keuangan sebagai pemeriksaan yang bertujuan untuk
memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi
komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK menghasilkan opini yaitu sebuah

pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Peraturan perundang-undangan juga mengatur jangka waktu pelaksanaan
pelaporan keuangan dan pemeriksaan terhadap pelaporan tersebut. Permendagri No.

13 Tahun 2006 mewajibkan kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) untuk
menyampaikan LKPD kepada BPK dalam waktu tiga bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Sementara itu, UU No. 15 Tahun 2004 memberikan waktu (paling lambat)
dua bulan kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan terhadap LKPD untuk
kemudian BPK menyerahkan LHP atas LKPD tersebut kepada DPRD.
2.4. Audit Delay
Beberapa literatur mengukur audit delay sebagai waktu dari akhir tahun
keuangan perusahaan sampai pada tanggal pelaporan audit (Payne dan Jensen, 2002;
Johnson et al, 2002; McLelland dan Giroux, 2000; Carslaw dan Kaplan 1991). Audit
delay yang semakin panjang menyebabkan ketepatwaktuan (timeliness) laporan
keuangan semakin berkurang. Pengaruh dari ketepatwaktuan yang semakin
berkurang

mengakibatkan

informasi

dalam

laporan

keuangan

kehilangan

kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan (Kieso et al., 2012).
Namun pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengukuran audit delay
berdasarkan waktu sejak tanggal LKPD diterima oleh BPK sampai kepada tanggal
LHP atas LKPD tersebut diserahkan kepada DPRD. Pengukuran tersebut lebih tepat
karena di Indonesia, Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan UU No. 15 Tahun 2004
telah memisahkan dengan tegas antara jangka waktu penyampaian laporan keuangan
dari pemerintah daerah kepada BPK dan jangka waktu pemeriksaan oleh BPK.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, berdasarkan kedua peraturan di tersebut
di atas, jangka waktu penyampaian laporan keuangan dari pemerintah daerah kepada
BPK adalah tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir dan jangka waktu
pemeriksaan LKPD oleh BPK adalah dua bulan sejak LKPD tersebut diterima.
Kondisi tersebut berbeda pada sektor swasta. Pada sektor swasta, Keputusan
Ketua Bapepam nomor Kep-346/BL/2011 hanya mengatur jangka waktu
penyampaian laporan keuangan audited dari perusahaan kepada Bapepam yaitu
selama tiga bulan setelah tanggal laporan keuangan namun peraturan tersebut tidak
memisahkan jangka waktu penyampaian laporan dari perusahaan kepada auditor
dengan jangka waktu pemeriksaan oleh auditor. Begitu juga dalam konteks
pemerintahan Yunani dalam penelitian Cohen dan Leventis (2012), peraturan di

Yunani tidak memisahkan jangka waktu review laporan keuangan oleh mayoral
comittee dengan jangka waktu pemeriksaan oleh auditor eksternal.
2.5. Karakteristik Auditor
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan karakteristik sebagai sifat khas
sesuai dengan perwatakan tertentu. Dengan kata lain, karakteristik menunjukkan
kekhasan suatu hal dibandingkan hal lainnya. Karakteristik yang diuji pengaruhnya
pada audit delay pada penelitian ini adalah karakteristik auditor. Dalam penugasan
pemeriksaan, auditor berperan melaksanakan program pemeriksaan dan menyusun
laporan hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, pelaksanaan pemeriksaan tidak dapat
dipisahkan dari pengaruh karakteristik auditor.
Karakteristik auditor umumnya diidentifikasi berdasarkan karakteristik intitusi
audit seperti kantor akuntan publik (KAP). Cohen dan Leventis (2012) dan Carslaw
dan Kaplan (1991) membedakan karakteristik auditor berdasarkan kategori KAP
internasional atau KAP lokal. Lowensohn et al (2007) membedakan karakteristik
auditor berdasarkan kategori KAP big five atau KAP yang bukan big five. Primadita
dan Fitriany (2012) dalam penelitian mereka tentang pengaruh tenure audit dan
auditor spesialis tehadap informasi asimetri juga mengukur variabel tenure dan
spesialisasi pada tingkatan KAP.
Dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi karakteristik auditor sampai pada
tingkatan individu auditor dalam sebuah tim pemeriksaan. Sebuah tim pemeriksaan
pada BPK terdiri dari pengendali mutu (penanggung jawab), pengendali teknis,
ketua tim dan anggota tim. Penelitian ini menggunakan latar belakang pendidikan
auditor, penugasan berulang (tenure) auditor pada pemerintah daerah yang sama,
dan kecakapan profesional auditor sebagai proksi karakteristik auditor.
Latar belakang pendidikan auditor diidentifikasi berdasarkan ilmu pengetahuan
yang diperoleh auditor di perguruan tinggi yaitu auditor dengan latar belakang
pendidikan akuntansi dan auditor berlatar belakang pendidikan non-akuntasi.
Variabel latar belakang pendidikan auditor digunakan oleh Setyaningrum (2012)
pada penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit.
Menurut Setyaningrum (2012) latar belakang pendidikan akuntansi menjadi sebuah
keharusan bagi pemeriksa laporan keuangan, dan semakin tinggi jenjang pendidikan
maka pengetahuan akuntansi akan semakin komprehensif. Selanjutnya ia
menjelaskan bahwa kualitas pemeriksa dituntut untuk lebih tinggi daripada
pelaksana, sehingga pemeriksa dapat melakukan penilaian atas ketaatan pelaksana

terhadap standar yang berlaku, dan hal itu dapat tercapai jika auditor memiliki latar
belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang yang diperiksa. Setiawan dan
Fitriany (2011) menjelaskan bahwa:
“keahlian dalam bidang akuntansi sangat diperlukan bagi seorang auditor dalam
melakukan audit terhadap laporan keuangan agar informasi yang dihasilkan
akurat dan tepat serta mengurangi terjadinya fraud yang mungkin terjadi dalam
proses pelaporan keuangan. Latar belakang akuntansi dinilai berdasarkan latar
belakang pendidikan di bidang akuntansi...”

Tenure auditor mengacu pada jumlah penugasan berulang yang dilakukan
auditor pada pemerintah daerah yang sama. Almutairi et al (2009) menjelaskan
bahwa semakin panjang tenure dapat menyebabkan semakin berkurangnya
independensi auditor, meningkatkan kepuasan dan mengurangi objektivitas auditor.
Namun, di sisi lain ada yang berpendapat bahwa kualitas audit akan meningkat
dengan semakin panjangnya tenure karena dengan pengalaman yang semakin
panjang, auditor menjadi lebih akrab dengan operasi bisnis klien dan dengan
masalah pelaporan. Pada penelitian tersebut, Almutairi et al

(2009) mengukur

tenure sebagai jumlah tahun berturut-turut dari hubungan auditor dengan klien.
Payne dan Jensen (2002) dalam penelitian mereka mengenai efek karakteristik audit
pada audit delay pada pemerintah kota menyatakan bahwa sebagaimana tenure
auditor meningkat dengan klien, kemampuan untuk memfasilitasi penyusunan
laporan keuangan yang cepat seharusnya meningkat.
Kecakapan profesional auditor mengacu pada keahlian auditor yang ditunjukkan
melalui sertifikasi keahlian dalam bidang akuntansi sebagai pengakuan akan
kemampuan profesional seorang auditor. Pernyataan standar umum pertama pada
SPKN mempersyaratkan pemeriksa harus secara kolektif memiliki kecakapan
profesional yang memadai untuk melaksanakan audit. Selanjutnya, paragraf 12 dari
pernyataan standar tersebut mewajibkan pemeriksa secara kolektif memiliki
sertifikasi keahlian. Hutchison dan Fleischman (2003) menjelaskan bahwa
sertifikasi keahlian akuntan mengindikasikan kompetensi yang menyatakan secara
tidak langsung pengetahuan akuntansi yang diperlukan atau pengetahuan khusus
ditambah kepatuhan terhadap standar profesional. Dalam jurnal mereka, Hutchison
dan Fleischman (2003) menjelaskan berbagai sertifikasi keahlian yang tersedia bagi
akuntan/auditor diantaranya Certified Public Accountant (CPA), Certified Fraud

Examiner (CFE), Certified Government Auditing Professional (CGAP), Certified
Information Systems Auditor (CISA), Certified Internal Auditor (CIA) dan lain-lain.
2.6. Pengembangan Hipotesis
LKPD disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi sebagaimana diatur dalam
Standar Akuntansi Pemerintah (PP 71 Tahun 2011). Untuk dapat memeriksa LKPD,
SPKN mengatur bahwa pemeriksa harus memiliki keahlian dalam bidang auditing
dan akuntansi serta memahami prinsip akuntansi berlaku umum yang berlaku bagi
pemerintah daerah.
Pada umumnya auditor BPK memiliki latar belakang pendidikan akuntansi.
Namun, kompleksitas pemeriksaan keuangan yang juga memerlukan keahlian lain
selain keahlian dalam bidang akuntansi (misalnya: keahlian dalam bidang hukum,
teknologi informasi, teknik) membuat BPK juga merekrut auditor dengan latar
belakang non-akuntansi. Para auditor berlatar belakang pendidikan non-akuntansi
tersebut diberikan pendidikan dan pelatihan akuntansi dan audit oleh BPK sebelum
mereka melaksanakan audit.
Karena pada dasarnya LKPD disusun berdasarkan ilmu akuntansi maka
diharapkan auditor dengan latar belakang pendidikan akuntasi dapat melakukan
pemeriksaan dengan lebih tepat waktu. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Setiawan dan Fitriany (2011). Pada salah satu model penelitian yang mereka
gunakan, mereka menemukan bahwa kualitas komite audit berhubungan positif
dengan kualitas audit. Dalam penelitan tersebut, mereka menggunakan jumlah
anggota komite audit yang memiliki latar belakang akuntansi sebagai salah satu
unsur penilaian kualitas komite audit. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian seperti berikut.
H1: Latar belakang pendidikan auditor berpengaruh terhadap audit delay
Pemeriksa yang melakukan audit berulang (tenure yang panjang) di pemerintah
daerah yang sama diharapkan semakin berpengalaman untuk menghadapi kondisi
pemeriksaan yang sama sehingga mampu mengerjakan tugas pemeriksaan lebih baik
dan lebih cepat dibanding auditor yang tidak berulang. Namun ada penyebab lain
yang dapat menyebabkan penugasan berulang (tenure) mempengaruhi audit delay.
Seperti dijelaskan pada penelitan Li (2007), ia menemukan bahwa auditor tenure
memiliki hubungan negatif dengan audit conservatism disebabkan auditor yang
melakukan pemeriksaan berulang telah akrab dengan auditee sehingga auditor
memiliki sikap over trust. Sikap tersebut dapat membuat auditor mengurangi sampel

audit dan mengabaikan beberapa prosedur audit sehingga waktu pemeriksaan lebih
cepat.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian seperti
berikut.
H2: Penugasan berulang auditor berpengaruh terhadap audit delay
Terkait dengan audit, dikenal berbagai gelar sertifikasi profesi antara lain
Akuntan (Ak), Certified Public Accountant (CPA), Certified Information System
Auditor (CISA), Certified Fraud Examiners (CFE) dan lain-lain. Sertifikasi
profesional tersebut adalah bentuk pengakuan atas keprofesionalan seseorang
akuntan terhadap bidang yang digelutinya yang diberikan oleh lembaga profesional
pada bidang tersebut.
Seseorang yang memiliki gelar sertifikasi profesi dalam bidang audit diharapkan
memiliki kecakapan yang lebih baik. Kecakapan audit yang lebih baik tersebut
memungkinkan audit dapat dilaksanakan tepat waktu. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Schelker (2010) dalam penelitiannya mengenai hubungan keahlian
auditor dengan kinerja keuangan negara bagian di Amerika Serikat. Ia menemukan
bahwa negara bagian yang mempersyaratkan auditornya harus memiliki setidaktidaknya sertifikasi CPA, memiliki pengeluaran dan utang yang lebih sedikit serta
memiliki peringkat utang yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara bagian
yang tidak mempersyaratkan sertifikasi tersebut bagi auditornya. Oleh karena itu,
rumusan hipotesis adalah sebagai berikut.
H3: Kecakapan profesional auditor berpengaruh terhadap audit delay

3. Metodologi Penelitian
3.1. Model Penelitian
Model yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah
model regresi berganda (multiple regression). Persamaan model regresi berganda
untuk pengujian hipotesis dituliskan sebagai berikut.
AUDTIME = β0 + β1 EDU + β2 TENR + β3 PROF + β4 REMARKS + β5 AUDOP
+ β6SCHED + β7 TYPE + β8 ACCETY + β9 REELC + ε

Keterangan persamaan regresi berganda :
AUDTIME

: audit delay

EDU

: latar belakang pendidikan auditor

TENR

: penugasan berulang auditor

PROF

: kecakapan profesional auditor

REMARKS

: jumlah pengecualian/pembatasan pada audit

AUDOP

: opini audit

SCHED

: jadwal audit

TYPE

: tipe pemerintah daerah

ACCETY

: entitas akuntansi

REELC

: pemilihan ulang (re-election) kepala daerah

β1, β2, β3,…, β9

: koefisien regresi
: tingkat kesalahan

3.2. Data dan Sampel
Data yang digunakan pada penelitan ini adalah data sekunder (secondary data).
Jenis data dan sumber data pada penelitian ini ditunjukkan pada TABEL 1.

TABEL 1
Data dan Sumber Data
Data
Sumber Data
Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
(LHP) tahun 2011 dan 2012.
Ikhtisar
Hasil
Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Semester I dan II Tahun 2012
dan 2013
Laporan ringkasan bezzeting Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
pegawai BPK
Laporan progress pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
LKPD
Data masa jabatan kepala daerah

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen
Otda) Kementerian Dalam Negeri Republik
Indonesia (Kemendagri) melalui website
resminya yaitu www.otda.kemendagri.go.id

 
Populasi penelitian ini adalah seluruh pemerintah kota dan kabupaten di
Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan purposive sampling, berdasarkan kriteria: pemerintah daerah

menyusun LKPD Tahun 2012 dan telah diaudit oleh BPK dan data karakteristik
auditornya dapat diperoleh. Atas dasar kriteria tersebut, diperoleh 127 pemerintah
daerah sebagai sampel penelitian. Proses pemilihan sampel disajikan dalam TABEL
2.
TABEL 2
Hasil Pengambilan Sampel
No
Kriteria Sampel
Jumlah
1 Pemerintah kabupaten/kota yang terdaftar pada Tahun 2012
495*
2 Pemerintah kabupaten/kota yang belum menyusun LKPD
Tahun 2012 dan belum diaudit BPK
( 6)
3 Pemerintah kabupaten/kota yang data karakteristik auditornya
Tahun 2012 tidak tersedia
(362)
Jumlah sampel penelitian
127
*Sumber:http://otda.kemendagri.go.id/images/file/data2014/file_konten/jumlah_daer
ah_otonom_ri.pdf

3.3. Pengukuran Variabel
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah audit delay
(AUDTIME). Audit delay diukur sebagai logaritma natural dari jumlah hari antara
tanggal LKPD diterima oleh BPK dengan tanggal LHP atas LKPD tersebut
diserahkan oleh BPK kepada DPRD. Variabel independen pada penelitian ini terdiri
dari tiga variabel yaitu latar belakang pendidikan auditor (EDU), penugasan
berulang auditor (TENR), dan kecakapan profesional auditor (PROF). Latar
belakang pendidikan auditor diukur sebagai persentase jumlah auditor berlatar
belakang pendidikan akuntansi terhadap total auditor dalam satu tim pemeriksaan.
Variabel penugasan berulang auditor diukur sebagai persentase jumlah auditor yang
melakukan pemeriksaan dalam dua tahun berturut-turut pada entitas yang sama
terhadap total auditor dalam satu tim pemeriksaan. Dua tahun yang dimaksud adalah
tahun yang diteliti (t) dan satu tahun sebelumnya (t-1). Variabel kecakapan
profesional auditor diukur sebagai persentase jumlah auditor yang memiliki
sertifikasi profesi terhadap total auditor dalam satu tim pemeriksaan.
Karena penelitian ini berfokus untuk menguji pengaruh karakteristik auditor
terhadap audit delay, variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap audit delay
digunakan sebagai variabel kontrol. Penelitian ini menggunakan enam variabel
kontrol. Jumlah remarks audit (REMARKS) diukur sebagai jumlah item
pengecualian ditambah jumlah item pembatasan dalam opini audit. Opini audit
sebelumnya (AUDOP) diukur sebagai variabel dummy, 1 untuk opini audit wajar

tanpa pengecualian dan opini wajar dengan pengecualian, 0 untuk opini audit tidak
wajar dan tidak memberi pendapat. Jadwal audit (SCHED) diukur sebagai variabel
dummy, 1 untuk audit yang dilaksanakan pada semester I, 0 untuk audit yang
dilaksanakan pada semester II. Tipe pemerintah daerah (TIPE) diukur sebagai
variabel dummy, 1 untuk pemerintah kota, 0 untuk pemerintah kabupaten. Jumlah
entitas akuntansi (ACCETY) diukur sebagai jumlah satuan kerja perangkat daerah.
Re-election kepala daerah (REELC) diukur sebagai variabel dummy, 1 untuk kepala
daerah yang terpilih kembali untuk kedua kalinya, 0 untuk kepala daerah yang baru
terpilih pertama kali.
Secara ringkas variabel dan pengukuran variabel dalam penelitian ini dapat
disajikan dalam TABEL 3.

TABEL 3
Variabel dan Pengukuran Variabel
Nama
Variabel Dependen
Audit delay

Variabel
Independen
Latar belakang
pendidikan auditor

Akronim

Pengukuran

AUDTIME

Logaritma natural dari jumlah hari
antara tanggal LKPD diterima oleh
BPK dengan tanggal LHP atas
LKPD tersebut diserahkan oleh
BPK kepada DPRD

EDU

Persentase jumlah auditor berlatar
belakang pendidikan akuntansi
dalam satu tim pemeriksaan
Persentase jumlah auditor yang
melakukan pemeriksaan dalam dua
tahun berturut-turut pada entitas
yang sama dalam satu tim
pemeriksaan
Persentase jumlah auditor yang
memiliki
sertifikasi
profesi
terhadap total auditor dalam satu
tim pemeriksaan

Penugasan berulang
auditor (tenure)

TENR

Kecakapan
profesional auditor

PROF

Variabel Kontrol
Jumlah remarks
audit
Opini audit
sebelumnya

REMARKS

AUDOP

Jumlah
item
pengecualian
ditambah jumlah item pembatasan
dalam opini audit
Dummy, 1= opini unqualified atau
qualified, 0= opini adverse atau
disclaimer

Jadwal audit

SCHED

Tipe pemerintah
daerah
Jumlah entitas
akuntansi
Re-election kepala
daerah

TIPE
ACCETY
SENIOR

Dummy, 1= audit pada semester I,
0= audit pada semester II
Dummy, 1= pemerintah kota, 0=
pemerintah kabupaten
Jumlah satuan kerja perangkat
daerah
Dummy, 1= kepala daerah yang
terpilih kembali, 0= kepala daerah
yang baru terpilih pertama kali

4. Analisis Data dan Pembahasan
4.1. Statistik Deskriptif dan Korelasi antar Variabel
Analisis data pertama adalah statistik deskriptif dan korelasi antar variabel
penelitian dengan hasil dapat ditunjukkan pada TABEL 4.
Berdasarkan TABEL 4, diketahui bahwa rata-rata variabel AUDTIME adalah
4,26 yang berarti bahwa rata-rata audit delay pada LKPD adalah 70,80 hari. Hal
tersebut menunjukkan bahwa rata-rata audit delay pada LKPD melebihi jangka
waktu yang diatur peraturan perundang-undangan yaitu 60 hari (dua bulan).

TABEL 4
Hasil Uji Statistik Deskriptif dan Korelasi antar Variabel
N

Min

Max

Mean

Std. Deviation

AUDTIME

127

3,81

5,03

4,26

0,28

EDU

127

0,33

1,00

0,70

0,14

TENR

127

0,00

0,50

0,14

0,13

PROF

127

0,13

0,83

0,46

0,15

REMARKS

127

0

12

3,76

2,89

AUDOP

127

0

1

0,65

0,48

SCHED

127

0

1

0,69

0,46

TIPE

127

0

1

0,15

0,35

ACCETY

127

15

96

41,61

16,22

REELC

127

0

1

0,17

0,37

Valid N (listwise)

127
AUDTIME TENR PROF EDU REMARKS AUDOP SCHED ACCETY TIPE REELC

AUDTIME

Pearson
Correlation

1

Sig. (2-tailed)
TENR

Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)

PROF

Pearson

-.095

1

.345
-.326a

.096

1

Correlation
Sig. (2-tailed)
EDU

Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)

REMARKS Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
AUDOP

Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)

SCHED

Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)

ACCETY

Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)

TIPE

Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)

REELC

Pearson
Correlation

.001

.341

.143

.050

.311a

.152

.617

.002

.008

.462a

.938

.000

.030

-.410a

.768

.000

.855

.779

.000

-.380a

-.329a

.061

.027

-.466a

.722a

.000

.001

.547

.787

.000

.000

.100

-.383a

.069 -.012

-.490a

.510a

.433a

.319

.000

.493

.908

.000

.000

.000

.276a

-.064

.013

.150

-.103

.179

.104

-.057

.005

.527

.900

.133

.306

.073

.301

.572

.019

.008

-.112

-.124

-.035

.119

.075

1

-.090 -.047
.372

1

.639

.018 -.028

.235

-.581a

1

1

1

1

-.123

1

b

Sig. (2-tailed)

.853

.935

.267

.018

.216

.729

.237

.453

.222

Keterangan: AUDTIME = audit delay; TENR = penugasan berulang; PROF = kemahiran profesional; EDU = latar belakang
pendidikan; REMARKS = jumlah remarks; AUDOP = opini audit; SCHED = jadwal audit; ACCETY = entitas akuntansi; TIPE = tipe
pemerintah daerah; REELC = re-election
a
b

. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Sumber: hasil pengolahan data

 

Rata-rata variabel EDU sebesar 0,70 menunjukkan bahwa pada tim audit LKPD, ratarata proporsi auditor berlatar belakang pendidikan akuntansi terhadap total auditor adalah
70%. Hal tersebut menunjukkan bahwa auditor berlatar belakang akuntansi mendominasi
dalam tim audit LKPD. Rata-rata proporsi auditor yang memiliki sertifikat profesi
(PROF) pada bidang akuntansi/audit terhadap total auditor dalam tim LKPD adalah
sebesar 46%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tim LKPD telah didukung oleh auditor
yang memiliki kecakapan profesional seperti dipersyaratkan dalam standar umum
pertama pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Rata-rata variabel TENR
sebesar 14% menunjukan bahwa rotasi auditor pada tim LKPD telah dilakukan untuk
menjaga independensi auditor.
Selain itu, TABEL 4 di atas menunjukkan bahwa PROF, SCHED, dan TIPE
berhubungan dengan AUDTIME. Hal tersebut diketahui dari tingkat signifikansi pearson
correlation untuk variabel PROF sebesar 0,001, variabel SCHED sebesar 0,000, dan
variabel TIPE sebesar 0,005. Sementara itu, variabel TENR, EDU, REMARKS, AUDOP,
ACCETY, dan REELC tidak berhubungan dengan AUDTIME ditunjukkan dengan
tingkat signifikansi melebihi 0,05. Jadi dapat dikatakan bahwa kecakapan profesional,
jadwal audit dan tipe pemerintah daerah memiliki hubungan dengan audit delay
sementara variabel lain tidak berhubungan.
4.2. Pengujian Hipotesis
Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik pada data. Setelah 26 data yang
terdeteksi outlier dengan menggunakan casewise list dikeluarkan maka diperoleh data
yang telah terbebas dari gejala asumsi klasik baik normalitas, autokorelasi,
heterokedastisitas, maupun multikolinearitas.
Analisis data berikutnya dengan menggunakan model regresi berganda. Uji
multivariate dilakukan dengan regresi baik untuk masing-masing variabel independen
maupun interaksi di antara variabel independen terhadap audit delay LKPD. Hasil
pengujian pada TABEL 5 menunjukkan bahwa seluruh model regresi tersebut
mempunyai nilai signifikansi F yang lebih kecil dari tingkat keyakinan 1% sehingga
mengindikasikan bahwa seluruh model regresi tersebut layak (fit) untuk digunakan dalam
pengujian.

 

 

TABEL 5
Uji Multivariate
Karakteristik Auditor dan Audit Delay LKPD
CONSTANT
TENR
PROF

EDU

BETA
t-value
BETA
t-value
BETA
t-value
BETA
t-value
BETA
t-value
BETA
t-value
BETA

1
4.122
54.340
-0.196
-1.403

2
3
4.291 3.857
51.374 34.999

-0.425
4.068a

4
4.014
40.225
-0.134
-1.112
-0.533
-5.331a
0.467
4.572a
0.008
1.288
0.257
5.220a
-0.427

0.303
2.684a
REMARKS
0.009
0.004 0.009
1.242
0.565 1.227
AUDOP
0.245
0.228 0.277
a
4.269
4.262a 4.916a
SCHED
-0.423
-0.404 -0.437
t-value
-8.194a
8.384a 8.643a
-9.682a
ACCETY
BETA
0.003
0.004 0.003
0.003
b
a
a
t-value
2.571
3.208 2.862
3.315a
TIPE
BETA
0.185
0.186 0.170
0.161
a
a
a
t-value
4.088
4.420 3.811
4.161a
REELC
BETA
0.104
0.075 0.131
0.120
t-value
2.336b
1.795c 2.932a
3.052a
R2
0.486
0.555 0.513
0.640
ADJ R2
0.447
0.521 0.476
0.605
F-VALUE
12.568
16.538 13.993
18.002
SIG
0.000a
0.000a 0.000a
0.000a
N
101
101
101
101
Keterangan: TENR = penugasan berulang; PROF = kemahiran
profesional; EDU = latar belakang pendidikan; REMARKS = jumlah
remarks; AUDOP = opini audit; SCHED = jadwal audit; ACCETY =
entitas akuntansi; TIPE = tipe pemerintah daerah; REELC = re-election
a
. Signifikan pada level 0.01.
b
Signifikan pada level 0.05.
c
. Signifikan pada level 0.1.
Sumber: hasil pengolahan data

Berdasarkan TABEL 5 diketahui bahwa variabel PROF memiliki t-value sebesar 4,068 (signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 1%) dan variabel EDU memiliki t-value
2.684, (signifikansi sebesar 0,009 lebih kecil dari 1%). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa variabel PROF dan EDU berpengaruh terhadap AUDTIME sehingga hipotesis 1
dan hipotesis 3 diterima. Koefisien regresi variabel PROF bertanda negatif menunjukkan
bahwa semakin banyaknya auditor yang memiliki sertifikasi profesional dalam sebuah
tim audit maka audit delay akan cenderung lebih singkat. Hasil pengujian tersebut
menunjukkan bahwa auditor yang memiliki sertifikasi profesi dalam bidang audit
memiliki kemampuan untuk mengerjakan prosedur audit yang lebih baik sehingga audit
dapat dilaksanakan lebih tepat waktu.
Koefisien regresi variabel EDU bertanda positif menunjukkan bahwa semakin besar
persentase auditor berlatar belakang pendidikan akuntansi dalam sebuah tim maka audit
delay memiliki kecenderungan semakin bertambah. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
audit LKPD adalah audit yang membutuhkan keahlian dari berbagai bidang ilmu
pendidikan dan tidak hanya bergantung pada keahlian akuntansi auditornya. Oleh karena
itu, tim audit yang didukung oleh auditor dari berbagai latar belakang ilmu pendidikan
yang relevan memiliki kecenderungan untuk menyelesaikan audit lebih tepat waktu
dibandingkan tim audit yang hanya didukung oleh auditor yang hanya berlatar belakang
akuntansi saja. Hasil ini juga menunjukkan bahwa kebijakan BPK untuk menggunakan
auditor dari berbagai latar belakang pendidikan lain yang relevan selain akuntansi
(misalnya: hukum, teknologi informasi, teknik) adalah kebijakan yang mendukung
ketepatwaktuan audit.
Sementara itu hipotesis 2 ditolak karena variabel TENR dengan t-value sebesar -1,403
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,164 melebihi 10% sehingga variabel tersebut tidak
berpengaruh signifikan pada audit delay. Selain itu, dalam semua model regresi yang
dilakukan, variabel AUDOP, SCHED, ACCETY, TIPE, dan REELC sebagai variabel
kontrol juga menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat signifikansi 1%, sehingga
variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap audit delay LKPD.
Hasil uji multivariate pada TABEL 6 menunjukkan bahwa seluruh model regresi yang
menggunakan interaksi antar variabel independen (model 1 sampai dengan model 6)
layak (fit) terbukti dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 1%. Dalam pengujian ini
variabel PROF berpengaruh terhadap audit delay sebagaimana hasil pengujian model 1.
Interaksi PROF dengan TENR dan interaksi PROF dengan EDU menunjukkan hasil yang
sama yaitu keduanya berpengaruh pada audit delay. Hasil ini mengindikasikan bahwa

kecakapan profesional yang diinteraksikan dengan tenure auditor dan latar belakang
pendidikan auditor dapat menggambarkan
TABEL 6
Uji Multivariate
Interaksi Karakteristik Auditor dan Audit Delay LKPD
1
2
3
4
5
6
CONSTANT BETA
4.318
4.141
3.940
4.102
4.021
4.158
t-value
42.271
56.322 28.233
53.715
14.381
50.542
TENR
BETA
-0.207
-0.649
t-value
-0.507
-0.974
PROF
BETA
-0.592
-0.443
a
t-value
-1.024
-2.653
EDU
BETA
0.243
0.437
t-value
1.478
1.214
TENRxPROF BETA
0.210
-0.600
t-value
0.256
2.468b
TENRxEDU BETA
0.584
-0.120
t-value
0.640
-0.646
PROFxEDU BETA
0.056
-0.200
t-value
0.073
-1.731c
REMARKS
BETA
0.005
0.010
0.012
0.008
0.006
0.005
t-value
0.757
1.396
1.660
1.021
1.002
0.701
AUDOP
BETA
0.222
0.243
0.272
0.247
0.260
0.238
a
a
a
a
a
t-value
4.054
4.350
4.846
4.254
5.196
4.143a
SCHED
BETA
-0.403
-0.428
-0.443
-0.421
-0.424
-0.413
t-value
-8.095a
8.461a -8.787a -8.083a -9.358a -8.006a
ACCETY
BETA
0.003
0.003
0.003
0.003
0.004
0.004
a
b
b
a
a
t-value
3.025
2.516
2.576
2.678
3.430
2.939a
TIPE
BETA
0.185
0.188
0.170
0.186
0.161
0.192
a
a
a
a
a
t-value
4.341
4.233
3.836
4.072
4.087
4.257a
REELC
BETA
0.077
0.104
0.140
0.100
0.115
0.083
c
b
a
b
a
t-value
1.805
2.386
3.123
2.227
2.910
1.841c
R2
0.558
0.508
0.530
0.478
0.635
0.492
ADJ R2
0.514
0.470
0.484
0.438
0.599
0.453
F-VALUE
12.768
13.691 11.408
12.146
17.626
12.848
SIG
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
N
101
101
101
101
101
101
Keterangan: TENR = penugasan berulang; PROF = kemahiran profesional; EDU =
latar belakang pendidikan; REMARKS = jumlah remarks; AUDOP = opini audit;
SCHED = jadwal audit; ACCETY = entitas akuntansi; TIPE = tipe pemerintah daerah;
REELC = re-election
a
. Signifikan pada level 0.01.
b
Signifikan pada level 0.05.
c
. Signifikan pada level 0.1.
Sumber: hasil pengolahan data 

kompetensi auditor dalam melaksanakan audit. Auditor bersertifikasi profesi yang
diperkuat dengan pengalaman penugasan berulang dapat mengerjakan audit lebih tepat
waktu dan mengurangi audit delay. Begitu juga dengan kecakapan profesional yang
diinteraksikan dengan latar belakang pendidikan auditor menunjukkan bahwa auditor
berlatar belakang pendidikan akuntansi dan memiliki sertifikasi profesi mampu
menyelesaikan audit lebih tepat waktu sehingga mengurangi audit delay. Tanda koefisien
regresi negatif untuk variabel PROF, interaksi PROF dengan TENR, dan interaksi PROF
dengan EDU menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah auditor yang bersertifikasi
profesi dalam sebuah tim audit maka audit delay akan cenderung semakin berkurang.
TABEL 6 juga menunjukkan bahwa variabel TENR dan EDU hanya berpengaruh
pada audit delay ketika diinteraksikan dengan PROF. Hasil ini menjelaskan bahwa
pengalaman auditor yang diperoleh dari penugasan berulang pada pemerintah daerah
yang sama dan latar belakang pendidikan auditor tidak mampu mempengaruhi
ketepatwaktuan audit jika tidak didukung oleh kecakapan profesional.

5. Penutup
5.1. Simpulan
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh karakteristik auditor yang terdiri dari latar
belakang pendidikan, penugasan berulang, dan kecakapan profesional auditor terhadap
audit delay pada pemerintah daerah di Indonesia. Penelitian ini berhasil menyimpulkan
bahwa kecakapan profesional auditor berpengaruh terhadap audit delay LKPD baik
secara individual maupun ketika diinteraksikan dengan variabel lain.
Namun demikian, penelitian ini tidak berhasil menyimpulkan pengaruh penugasan
berulang auditor pada audit delay. Dengan demikian simpulan yang dapat dinyatakan
bahwa kecakapan profesional auditor merupakan karakteristik penting untuk mendukung
ketepatwaktuan

audit. Pentingnya

kecakapan

profesional

auditor

menyebabkan

karakteristik ini diatur tersendiri dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
pada BPK
5.2. Keterbatasan
Penelitian ini menggunakan data karakteristik auditor BPK yang terbatas akses
perolehannya karena tidak dipublikasikan. Data pada penelitian ini yang hanya diperoleh
dari enam kantor perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan mengakibatkan sampel yang
bisa digunakan hanya sebesar 127 pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, dengan data

yang terbatas tersebut, penelitian ini menggunakan ukuran-ukuran yang masih
memungkinkan untuk dikembangkan, seperti masa kerja auditor dan pendidikan
berkelanjutan auditor.

REFERENSI
Adams, M. B. 1994. Agency theory and the internal audit. Managerial Auditing Journal,
9(8): 8-12.
Almutairi, A. R., K. A. Dunn, dan T. Skantz. 2009. Auditor tenure, auditor specialization, and
information asymmetry. Managerial Auditing Journal, 24(7): 600-623.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester IHPS II Tahun
2012. Jakarta.
Carcello, J., R. Hermanson, dan N. McGrath. 1992. Audit quality attributes: The perceptions
of audit partners, preparers, and financial statements users. Auditing: A Journal of
Practice and Theory: 1-15.
Carslaw, C. A. dan S. E Kaplan. 1991. An examination of audit delay: Further evidence from
New Zealand. Accounting and Business Research, 22(85): 21-32.
Cohen, S. dan S. Leventis. 2012. Effects of municipal, auditing and political factors on audit
delay. Accounting Forum, 37: 40– 53.
DeAngelo, L. E. 1981. Auditor size and audit quality. Journal of Accounting and Economics,
3(3): 113–127.
Gilardi, F. 2001. Principal-agent models go to Europe: Independent regulatory agencies as
ultimate step of delegation. In ECPR General Conference, Canterbury (UK), :6-8.
Halim, A. dan S. Abdullah. 2006. Hubungan dan masalah keagenan di pemerintah daerah:
Sebuah peluang penelitian anggaran dan akuntansi. Jurnal Akuntansi Pemerintah,
2(1):53-64.
Hutchison, P. D., dan G. M. Fleischman. 2003. Professional certification opportunities for
accountants. The CPA Journal, 73(3): 48-51.
Jensen, M. and W. Meckling. 1976. Theory of the firm: managerial behavior, agency cost and
ownership structure. Journal of Financial Economics, 3:305-360.
Johnson, L. E., 1998. Further evidence on the determinants of local government audit delay.
Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management, 103: 375–397.
Johnson, L. E., S. P. Davies, dan R. J. Freeman. 2002. The effect of seasonal variations in
auditor workload on local government audit fees and audit delay. Journal of
Accounting and Public Policy, 21(4): 395-422.
Kieso, D.E., J.J. Weygandt, dan T.D. Warfield. 2012. Intermediate Accounting, 14e. New
Jersey: John Wiley dan Sons.
Li, D. 2007. Auditor tenure and accounting conservatism. (Order No. 3271548, Georgia
Institute of Technology). ProQuest Dissertations and Theses, , 138-n/a. Diunduh dari
http://search.proquest.com/docview/304871423? accountid=86413. Diakses 11 April
2014, 21.10 WIB.

Lowenssohn, S., L.E.
L
Johnsonn, R.J. Eldder, dan S.P
P. Davies. 2007. Audditor speciaalization,
perceived audit
a
qualityy, and auditt fees in thee local goveernment auddit market. Journal
of Accountiing and Pubblic Policy 26:
2 705–732
2.
McLelland, A. J. dan G. Girroux. 2000. An empiriical analysiis of auditoor report tim
ming by
large municcipalities. Journal
Jo
of Accounting and
a Public Policy,
P
19(33): 263-281.
Merdekkawati I., R.J.
R Arsjah. 2001. Timeliness of financial
f
repporting anaalysis: an em
mpirical
study in inndonesia stoock exchangge. Simposiium Nasional Akuntanssi (SNA) XIV
XI Aceh
2011.
mad. 2011. Agency theeory and managerial ow
wnership: evidence
e
Mustappha, M., dann A. C. Ahm
from Malayysia. Managgerial Auditting Journal, 26(5): 419-436.
Payne, J. L., dan K.
K L. Jenseen. 2002. An
A examinattion of munnicipal audiit delay. Journal of
A
Accounting
g and Publicc Policy, 21: 1–29.
Primadiita, I., Fitriaany. 2012. Pengaruh tenure
t
auditt dan auditoor spesialis terhadap in
nformasi
asimetri. Siimposium Nasional
N
Akuuntansi XV.
Rachmaawati, S. 20008. Pengaruuh faktor innternal dan eksternal
e
peerusahaan teerhadap aud
dit delay
dan timelinness. Jurnal Akuntansi dan
d Keuang
gan, 10: 1-110.
E
frrom the puublic sector.. Rochesterr: Social
Schelkeer, M. 20100. Auditor expertise: Evidence
Science
Reesearch
Netw
work.
Diundduh
dari
http://paperrs.ssrn.com//sol3/paperss.cfm?abstract_id= 14227172 Diakkses 25 Meei 2014,
22.05 WIB.
t
Setiawaan, L., dann Fitriany. 2011. Penngaruh worrkload dan spesialisassi auditor terhadap
kualitas auddit dengan komite auddit sebagai variabel
v
pem
moderasi. SSimposium Nasional
N
A
Akuntansi
X Aceh 20011.
XIV
ng mempenggaruhi kuallitas audit BPK-RI.
B
Setyaniingrum, D. 2012. Anaalisis faktor--faktor yan
Simposium Nasional Akuntansi
A
X
XV.
d R.R. Yulianingtya
Y
as. 2011. Pengaruh kaarakteristik pemerintah
h daerah
Suhardjjanto, D., dan
terhadap keepatuhan peengungkapaan wajib dallam laporann keuangan pemerintah
h daerah
(Studi emppiris pada kabupaten/k
k
kota di Indo
onesia). Jurnal Akunttansi dan Auditing,
A
8(1): 30-422.
Sutaryoo dan Jakkawinarna. 2013. Kaarakteristik DPRD dan
d
kinerjaa penyelen
nggaraan
pemerintahh daerah: Dukungan
D
e
empiris
darri perspektiif teori keaagenan. Sim
mposium
Nasional Akuntansi XV
VI.
A
cossts and corpporate contrrol devices in the Turkkish manuffacturing
Ugurlu,, M. 2000 Agency
industry. Joournal of Ecconomic Stuudies, 27(6) :566-599.
_____ Keputusann Badan Pemeriksa
P
Keuangan
n Republikk Indonesiaa Nomor 04/K/IIII.2/5/20088 Tentang Petunjuk
P
Pelaksanaan Pemeriksaan
P
n Keuangann.

_____ Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep346/Bl/2011 Tentang Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau
Perusahaan Publik.
_____ Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 1 Tahun 2007 Tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.
_____ Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
_____ PP No. 71 Tahun 2011 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
_____ PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
_____ UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
http://kbbi.web.id/ Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Diakses 15 Mei 2014, 10.05 WIB