Tinjauan Yuridis Tarian Tradisional dalam Rangka Ekspresi Budaya Tradisional yang Digunakan Warga Negara Asing Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

(1)

BUDAYA TRADISIONAL YANG DIGUNAKAN WARGA NEGARA ASING DITINJAU

DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA”

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara multi etnis yang memilik banyak ekspresi budaya tradisional. Ekspresi budaya tradisional lahir berkembang dan dilestarikan oleh suatu masyarakat tradisional yang dilakukan secara turun-temurun dari mulut ke mulut. Keberadaan ekspresi budaya tradisional sudah diakui baik secara nasional berupa undang-undang Hak Cipta yang mengatur tentang ekspresi budaya tradisional dan secara internasional berupa perjanjian internasional yang dilakukan oleh beberapa negara yakni perjanjian TRIPs. Walaupun ekspresi budaya tradisional sudah dilindungi secara nasional dan internasional tetapi peraturan-peraturan tersebut masih belum mampu mengakomodir perlindungan ekspresi budaya tradisional di Indonesia. Hal tersebut menjadikan ekspresi budaya tradisional rentan terhadap tindakan penggunaan secara melawan hukum oleh pihak asing.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang mengkaji suatu penelitian yang objeknya adalah norma, kaidah dan aturan hukum untuk dikaji kualitasnya. Dengan menggunakan pendekatan asas-asas hukum/ajaran/doktrin hukum yang mengacu pada pendapat para ahli. Data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa bahan baku primer berupa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, bahan kepustakaan,buku-buku dan sebagainya.

Ekspresi budaya tradisional diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Pada tahun 2009 terdapat penggunaan ekspresi budaya tradisional Indonesia secara melawan hukum yang dilakukan oleh pihak asing. Penggunaan ekspresi budaya tersebut dilakukan tanpa izin dari Indonesia demi keuntungan ekonomis. Akibatnya Indonesia mengalami kerugian baik secara moral maupun materil. Penggunaan tanpa izin tersebut melanggar ketentuan hukum dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Selain itu dalam hukum perdata perbuatan yang dilakukan dengan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, atas kerugian yang ditimbulkan pelaku harus mengganti kerugian disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum tersebut dikategorikan dalam pelanggaran hak cipta. Penyelesaian atas kasus penggunaan tanpa izin yang dilakukan oleh pihak asing sebaiknya menggunakan alternatif penyelesaian sengketa. Pihak yang berwenang adalah negara dimana kewenangannya didelegasikan kepada pemerintah daerah berdasarkan otonomi daerah.


(2)

CULTURAL EXPRESSIONS THAT USED BY FOREIGNERS ASSOCIATED IN TERM OF LAW NO. 19 OF 2002 ON COPYRIGHT

ABSTRACT

Indonesia is a multi-ethnic country which has many expressions of traditional culture. The expression of the traditional culture was born grown and preserved by a traditional society from generation to generation by word to mouth. The existence of the traditional cultural expression has been recognized by both nationally in form of the Copyright laws regulating the expression of the traditional culture and also internationally in form of international agreements by several countries which is TRIPs agreement. Even though the traditional cultural expression is protected nationally and internationally, those regulations are still not able to accommodate the protection of the traditional cultural expressions in Indonesia. This makes the expressions of the traditional cultures vulnerable to unlawful use by the foreigners.

This study uses a juridical normative study that examines a research which the subjects are the norm, the rules and the rule of law to be reviewed the quality of it. By using an approach of the general principles of law/teachings/doctrines of law which refers to the opinions of the experts. The writer uses secondary data from the primary raw material in the form of Law No. 19 of 2002 on Copyright, library materials, books and so on.

The traditional cultural expression is ruled and protected by the Law No. 19 of 2002 on Copyright. In 2009, there was an unlawful used of the traditional cultural expressions by a foreigner. The use of the cultural expressions was done without the consent of Indonesia for the sake of their economic benefits. As the consequences, Indonesia suffered losses in bot morally and materially. The use before permission violates legal provisions in Article 10 verse (3) of Law No. 19 of 2002 on Copyright. Moreover, in civil law, actions undertaken by resulting loss to the other party, for any loss arising offender shall indemnify referred to as tort. Tort are categorized under copyright infringement. The completion of unlicensed use cases by the foreign parties should use an alternative dispute resolution. The competent authority is the state where the authority delegated to local government based on the local autonomy.


(3)

HalamanJudul……… i

Halaman Pernyataan Keaslian………... ii

Halaman Persetujuan Skripsi………. iii

Halaman Pengesahan Pembimbing……… iv

Halaman Persetujuan Panitia Sidang………. v

Abstrak………... vi

Abstract……….. vii

Kata Pengantar………... viii

Daftar Isi……… xi

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Identifikasi Masalah………... 11

C. Tujuan Penelitian………... 11

D. Kegunaan Penelitian……….. 12


(4)

G. Sistematika Penulisan……… 26

BAB II EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL SEBAGAI HKI YANG MEMILIKI KEUNIKAN TERSENDIRI……….. 28 A. Tinjauan Tentang Hak Kekayaan Intelektual………. 28

1. Pengetian Hak Kekayaan Intelektual………. 28

2. Sifat Hak Kekayaan Intelektual………. 30

3. Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual………. 31

B. Tinjauan Tentang Hak Cipta……….. 33

1. Pengertian Hak Cipta………. 33

2. Objek Hak Cipta………. 38

3. Subjek Hak Cipta………... 42

C. Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai Hak Kekayaan Intelektual Yang Dilindungi Oleh Rezim Hak Cipta………... 47 1. Pengertian Ekspresi Budaya Tradisional………... 47

2. Jenis-jenis Ekspresi Budaya Tradisional……… 52


(5)

Undangan Di Indonesia………….……...……

57

5. Konsep Kepemilikan Ekspresi Budaya Tradisional……... 59

6. Konsep Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional…….. 61

7. Alasan dan Tujuan Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional………. 64 BAB III TINJAUAN TERHADAP PERLINDUNGAN HKI TARIAN TRADISIONAL DI INDONESIA……….. 66 A. Pengertian Tari……….. 66

B. Jenis-Jenis Tari……….. 68

C. Fungsi Tari………. 68

D. Tarian Tradisional sebagai Karya Cipta………. 77

E. Pengaturan Tarian Tradisional Di Indonesia……….. 80

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PENGGUNAAN TANPA IZIN ATAU PENGGUNAAN SECARA MELAWAN HUKUM EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL OLEH WARGA NEGARA


(6)

A. Penggunaan Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia oleh Warga

Negara Asing………..

82

B. Instansi Yang Berwenang Untuk Melakukan Penyelesaian Masalah

Terkait Penggunaan Ekspresi Budaya Tradisional………...…

105

BAB V PENUTUP……… 128

A. Kesimpulan………... 128

B. Saran……….. 129

DAFTAR PUSTAKA……….………. 131


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena manusia mempunyai kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia diberi akal dan pikiran sehingga manusia dapat mengatur dan memperoleh segala sesuatu yang diinginkannya, mampu berpikir, merencanakan dan memecahkan sesuatu masalah yang dihadapinya. Manusia tidak bisa melakukannya seorang diri hal-hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Manusia membutuh manusia lain untuk melakukannya sehingga manusia dikatakan mahluk sosial.

Oleh karena itu sebagai makhluk sosial dalam bertahan hidup manusia hidup berkelompok. Kehidupan manusia yang berkelompok tersebut manusia membuat kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oleh kelompok-kelompoknya sehingga melahirkan sebuah kebudayaan. Mengingat hal tersebut manusia tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan.

Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (buddi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere,


(8)

yaitu mengelolah atau mengerjakan. Kebudayaan dapat juga diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. 1

Kebudayaan menurut Edward Burnett Tylor diartikan sebagai keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapatkan seseorang sebagai anggota masyarakat. Disamping itu, Selo Soemardjan dan Soelaiman mengartikan kebudayaan sebagai sarana hasil karya, karsa, rasa, dan cipta masyarakat.

Kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sistem gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga kebudayaan itu bersifat abstrak. Wujud dari kebudayaan itu sendiri bermacam-macam seperti pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain. Kesemua ini diperuntukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang besar bagi manusia yakni sebagai sarana pedoman antar manusia atau kelompok, wadah untuk menyalurkan perasaan dalam kehidupan lainnya, pembimbing kehidupan manusia, pembeda antara manusia dan binatang dan sebagai sarana untuk melindungi diri dari alam.

1


(9)

Keadaan melindungi diri dari alam ini dapat diartikan sebagai keadaan dimana hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan di dalamnya. Perlindungan terhadap alam ini dilakukan karena hasil karya tersebut yaitu teknologi yang memberikan kemungkinan yang luas untuk memanfaatkan hasil alam bahkan menguasai alam.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah penduduk melebihi dari 200 juta dan keanekaragaman yang muncul dari Sabang sampai Merauke. Selain kebudayaan kelompok sukubangsa dan masyarakat, Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Salah satu contoh keragaman yang ada di Indonesia tersebut adalah munculnya berbagai macam kreasi intelektual yang berada dalam ruang lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Salah satu kreasi intelektual melalui lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tradisional (traditional knowledge).

Pengetahuan tradisional dapat diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat selama turun temurun yang meliputi pengetahuan mereka tentang pengelolaan kekayaan hayati, misal untuk makanan dan obat-obatan; lagu, cerita, legenda, serta kesenian dan kebudayaan masyarakat lainnya. Hal yang membedakan antara


(10)

pengetahuan tradisional dengan hasil karya intelektual yang lain, yaitu bahwa satu pengetahuan tradisional merupakan satu bentuk karya intelektual yang tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal yang kemudian dalam pelestariannya dilakukan secara turun

temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.2

Pengetahuan tradisional (traditional knowledge) mempunyai pengertian yang sangat luas, karena penggunaan istilah ini digunakan terhadap semua istilah yang masih termasuk dalam karya intelektual tradisional, seperti karya intelektual yang masuk dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan maupun karya intelektual yang termasuk dalam

bidang industri.3 Dalam kaitannya dengan pengetahuan tradisional yang

luas ini, ada istilah lain yang disebut sebagai ekspresi budaya tradisional.

Ekspresi budaya tradisional sebagai bagian dari pengetahuan tradisional merupakan juga suatu karya cipta yang melahirkan suatu hak yang disebut dengan hak cipta. Pencipta dari suatu ekspresi budaya tradisional sangat sulit untuk diketahui. Rezim Hak Cipta berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta (untuk selanjutnya disingkat menjadi UUHC) menyatakan bahwa ekspresi budaya tradisional sebagai ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Ekspresi budaya tradisional dilestarikan secara turun-temurun

2

Arif Lutviansory, 2010, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Yogyakarta,Graha Ilmu,hlm 2.

3


(11)

dari mulut ke mulut secara lisan sehingga suatu ekspresi budaya tradisional dianggap sebagai milik bersama.

Salah satu peran dari hukum untuk memberikan perlindungan. Hak cipta yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI). Hukum harus menjadi sarana perlindungan terhadap ciptaan yang berasal dari ide dan hasil kreasi pikiran manusia baik untuk ciptaan yang diketahui penciptanya maupun untuk ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Tujuan perlindungan hukum hak cipta atas ekspresi budaya tradisional adalah untuk perlindungan terhadap eksploitasi ekonomis oleh pihak asing dan juga untuk menghindari tindakan pihak asing yang menggunakan tanpa seizin negara pemilik ekspresi budaya tradisional.

Ekspresi budaya tradisional dilindungi oleh negara berdasarkan UUHC. Dalam undang-undang ini terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang ekspresi budaya tradisional, antara lain:

Pasal 10 ayat (2) UUHC yang menyebutkan bahwa : “Negara

memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni

lainnya”.

Pasal 10 ayat (3) UUHC menyebutkan bahwa : “Untuk


(12)

yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin

dari instansi terkait dalam masalah tersebut”.

Pasal 10 ayat (4) UUHC menyebutkan bahwa : “Ketentuan lebih

lanjut mengenai Hak cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Pasal 31 ayat (1) UUHC menyebutkan bahwa : “Hak Cipta atas

Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan huruf

(a) : Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu”.

Penulisan ini membahas salah satu jenis ekspresi budaya tradisional yaitu tarian tradisional. Tarian tradisional adalah ekspresi jiwa dalam bentuk gerak yang biasanya dipadu dengan alunan musik. Tarian tradisional terkait pula dengan suatu momen tertentu, dapat melukiskan tentang suatu peristiwa misalnya perang, suasana duka, dan penghormatan raja. Tarian tradisional mengandalkan ketepatan musik, keluwesan gerak, kekompakan gerakan, dan pengaturan komposisi.

Terdapat lebih dari 3000 tarian tradisional asli Indonesia. Contoh beberapa tarian yang lahir di Indonesia misalnya tari Pembumbung dari Jambi, tari Ngelajau dari Lampung, dan tari Gambyong dari Jawa Tengah serta tarian yang lain. Negara Indonesia banyak memiliki kesenian lain yang mencerminkan khazanah kebudayaan di Indonesia, misalnya kebudayaan Reog Ponorogo yang dalam beberapa waktu lalu sempat


(13)

menjadi sengketa antara Indonesia dengan Malaysia4 yakni penggunaan tanpa izin oleh Malaysia.

Meskipun teknologi semakin canggih seiring dengan

perkembangan zaman, kelompok masyarakat tertentu memang berusaha mempertahankan konsep yang ada di dalam ekspresi budaya tradisional itu sendiri. Masyarakat adat masih memegang teguh ekspresi budaya tradisonal yang sudah menjadi satu bentuk warisan budaya dari nenek

moyangnya.5 Tari Pendet misalnya, Tari tradisional yang berasal dari

daerah Bali. Tari Pendet merupakan tarian yang secara turun temurun diperagakan dan dilestarikan oleh masyarakat adat Bali. Penggunaan tanpa izin yang dilakukan oleh warga negara Malaysia terhadap tarian pendet pada beberapa waktu lalu membuat Negara Indonesia khususnya masyarakat Bali marah dan melakukan protes atas tindakan Malaysia tersebut.

Negara memiliki kewenangan atas ekspresi budaya tradisonal sesuai dengan Pasal 10 ayat (3) UUHC. Hanya warga negara Indonesia yang berhak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan ekspresi budaya tradisonal, berarti orang asing atau warga negara asing tidak boleh mengumumkan atau memperbanyak ekspresi budaya tradisional milik Indonesia, terkecuali sudah mendapat izin dari pemerintah Indonesia.

4

Ibid., hlm 1-2. 5


(14)

Pengaturan Ekspresi budaya tradisional diatur dalam dua (2) Pasal yakni di dalam Pasal 10 ayat (2),(3)&(4) dan Pasal 31 ayat (1) huruf a UUHC. Pengaturan dan ekspresi budaya tradisional berdasar dua pasal tersebut masih belum bisa mengakomodir perlindungan terkait ekspresi budaya tradisonal. Adanya kesenjangan antara kaidah normatif mengatur tentang perlindungan ekspresi budaya tradisional dengan fakta sosial.

Banyak ekspresi budaya tradisonal Indonesia yang terancam keberadaannya, ancaman itu bisa berasal dari pihak internal bangsa Indonesia sendiri maupun dari pihak eksternal yaitu bisa berupa penggunaan tanpa izin oleh warga negara asing. Terdapat kasus penggunaan tanpa izin pada tahun 2009 yang dilakukan oleh Malaysia. Kasus ini bermula dari penggunaan Tari Pendet dalam iklan promo pariwisata di televisi pada program Discovery Channel berjudul Enigmatic Malaysia tanpa seizin resmi pemerintah Indonesia. Contoh lain beberapa ekspresi budaya tradisonal Indonesia yang digunakan tanpa izin oleh Malaysia, antara lain : Batik, Wayang Kulit, Angklung, Reog Ponorogo, Kuda Lumping, Lagu Rasa Sayange, Keris, dan lain-lain. Kasus-kasus penggunaan tanpa izin yang sering dilakukan oleh warga negara asing terhadap Indonesia, membuktikan bahwa masalah perlindungan ekspresi budaya tradisional adalah masalah lintas negara.

Perlindungan ekspresi budaya tradisional tidak bisa hanya dikaitkan dengan peraturan-peraturan nasional saja namun juga harus dikaitkan dengan peraturan-peraturan internasional karena permasalahan


(15)

penggunaan tanpa izin ekspresi budaya tradisional bisa terjadi antar lintas

negara sehingga penyelesaian sengketa menggunakan alternatif

penyelesaian sengketa menjadi solusi yang tepat apabila peraturan-peraturan baik peraturan-peraturan nasional maupun internasional tidak bisa menyelesaikannya.

Perlindungan hak cipta atas ekpresi budaya tradisional sudah dimasukkan dalam UUHC. Undang- undang ini mengatur perlindungan hukum mengenai ekpresi budaya tradisional (menggunakan istilah folklore) yang ada di Indonesia. Tapi dalam undang-undang ini tidak mengatur perlindungan ekpresi budaya tradisional secara lebih rinci.

Pengaturan mengenai ekspresi budaya tradisional hanya diatur dalam pasal 10 ayat (2) UUHC yang berkaitan dengan penguasaan Negara atas ekspresi budaya tradisional yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat adat tertentu dan pasal 31 ayat (1) tentang perlindungannya. Disamping itu dalam pasal-pasal ini tidak menjabarkan definisi ekspresi budaya tradisonal secara konkret dan tidak dapat menjelaskan secara konkret prosedur perizinan oleh pihak asing jika ingin menggunakan ekspresi budaya tradisonal Indonesia. Sehingga pada dasarnya perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional yang ada di Indonesia belum terakomodir secara baik.

Munculnya banyak sengketa dalam bidang HKI terkait ekspresi budaya tradisional berupa pemanfaatan ekspresi budaya tradisional secara


(16)

tidak sah diakibatkan karena perlindungan ekspresi budaya tradisional atas suatu hak cipta belum dapat diakomodasi oleh peraturan nasional dan internasional sehingga perlu dikaji lebih lanjut.

Perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional harus diatur oleh pengaturan yang tegas, jelas, dan konkret sehingga dapat menjadi dasar hukum bagi pengaturan nasional maupun pengaturan internasional. Disamping perlu adanya kejelasan dari hukum HKI khususnya rezim hak cipta tentang kedudukan ekspresi budaya tradisional karena Indonesia memiliki kepentingan dalam perlindungan hukum terhadap hasil kreasi kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional khususnya ekspresi budaya tradisional. Upaya-upaya tersebut perlu dilakukan untuk menciptakan suatu bentuk kepastian hukum di bidang hukum kekayaan intelektual terkait ekspresi budaya tradisional.

Masalah terkait ekspresi budaya tradisional sudah pernah diteliti sebelum oleh Harapan, Mahasiswa Strata Satu Universitas Padjajaran

dengan judul “Perlindungan Hukum Seni Tari Pendet Yang Diklaim Oleh

Negara Malaysia Dikaitkan Dengan Perlindungan Folklor Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta”. Karya ilmiah

berupa skripsi tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai pemanfaatan ekspresi budaya tradisional oleh warga negara asing tanpa izin yang dapat diklasifikasikan sebagai pelanggaran terhadap ekspresi budaya tradisional dan hak cipta dan mengkaji instansi yang berwenang untuk menyelesaikan


(17)

pemanfaatan ekspresi budaya tradisional oleh warga negara asing secara melawan hukum.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, dimana penulis hendak meneliti tentang perlindugan hukum ekspresi budaya tradisional, maka penulis akan menyusun suatu penelitian skripsi dengan judul

“TINJAUAN YURIDIS TARIAN TRADISIONAL DALAM

RANGKA EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL YANG

DIGUNAKAN WARGA NEGARA ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA”

B. Identifikasi Masalah

Penulis mengangkat 2 (dua) permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penggunaan ekspresi budaya tradisional oleh

warga negara asing dapat dikatakan sebagai pelanggaran terhadap ekspresi budaya tradisional dan hak cipta?

2. Pihak manakah yang berwenang untuk melakukan penyelesaian

permasalahan terkait penggunaan ekpresi budaya tanpa izin yang dilakukan oleh warga negara asing?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, tujuan pembahasan yaitu untuk mengetahui apakah penggunaan ekspresi budaya tradisional tanpa izin oleh warga negara asing dapat dikatakan pelanggaran


(18)

terhadap ekspresi budaya tradisional dan hak cipta untuk mengetahui bagaimana penyelesaian permasalahan hak cipta terkait penggunaan ekpresi budaya tanpa izin oleh warga negara asing.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, kegunaan pembahasan yaitu:

1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan dan perbaikan ilmu hukum, terkait Hukum Hak Kekayaan Intelektual dalam rangka ekspresi budaya tradisional khususnya perlindungan trarian tradisional yang digunakan oleh warga Negara asing.

2. Secara praktis skripsi ini ditujukan untuk dapat memberikan

pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat mengenai ekspresi budaya tradisional.

E. Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan Negara hukum yang menempatkan hukum itu pada kedudukan yang paling tinggi. Sebagai Negara hukum, Indonesia juga mempunyai ciri-ciri sehingga bisa disebut sebagai Negara hukum. Salah satu ciri adalah adanya jaminan untuk memelihara dan mengembangkan budaya yang terdapat dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan Nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan


(19)

Keanekaragaman budaya di Indonesia menjadikan Indonesia memiliki beragam kekayaan intelektual yang berperan untuk menciptakan dan mengembangkan kebudayaan tersebut. Beragamnya kekayaan intelektual tersebut melahirkan berbagai macam kreasi intelektual yang berada dalam luang lingkup seni,sastra dan ilmu pengetahuan. Salah satu bentuk ciptaan ruang lingkup seni kreasi intektual dapat dimasukkan dalam kelompok Ekspresi Budaya Tradisional.

Ekspresi budaya tradisional menurut Michael Blackeney dalam tulisannya yang berjudul The proctection of Traditional Knowledge Under Intellectual Property Law:

“A group-oriented and tradition-based creation of groups or individuals reflecting the expectations of the community as an adequate expression of its cultural and social identify; its standards are transmitted orally, by imitation or by other means. Its forms include, among others, language, literature, music, dance, games, mythology, rituals, customs, handicrafts,

architecture and other arts.”6

Dalam definisi ini, Blackeney menjelaskan bahwa ekspresi budaya tradisional merupakan sebuah kreasi yang berorientasi pada kelompok dan berlandaskan tradisi sebagai suatu ekspresi dari budaya dan identitas sosialnya dan pada umumnya disampaikan atau ditularkan secara lisan melalui peniruan atau dengan cara lainnya. Bentuk ekspresi budaya tradisional meliputi antara lain bahasa, karya sastra, musik, tarian,

6

Agus dardjono, 2010, Hak Kekayaan Intelektual & Pengetahuan Tradisional, Bandung:Alumni, hlm 22.


(20)

permainan mitos, upacara ritual, kebiasaan, kerajinan tangan, karya arsitekur dan karya seni lainnya.

Pasal 10 ayat (2) UUHC mendefinisikan secara konkrit Ekspresi Budaya Tradisional meliputi: cerita rakyat, puisi rakyat, lagu rakyat dan instrument tradisional, tarian-tarian rakyat, permainan tradisional, hasil seni antara lain berupa lukisan, gambar, ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrument musik dan tenun tradisional.

Ekspresi budaya tradisional merupakan tradisi yang dipelihara, di pertahankan dan di kembangkan secara turun temurun dari generasi ke generasi kehidupan komunitas adat atau komunitas budaya lokal seluruh kepulauan Indonesia untuk kesejahteraan hidupnya pada akhirnya menjadi identitas budaya nasional. Dengan demikian ekpresi budaya tradisional Indonesia dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem yang merupakan ungkapan ide, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia sebagai

ungkapan tradisi turun temurun dalam masyarakat.7

Dasar hukum perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional sebagai mana terlihat dalam Pasal 32 dan penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sekaligus menjadi landasan konstitusional perlindungan Ekspresi budaya tradisional. Landasan operasional hukum perlindungan tehadap ekspresi budaya tradisional terdapat di dalam Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002.

7

Dikutip dari Kholis Roisah dalam makalah Prinsip perlindungan dan Pemanfaatan Ekspresi


(21)

Berdasarkan Pasal 10 ayat (2) UUHC menyatakan bahwa negara sebagai pemilik yang sah atas ekspresi budaya tradisional yang ada di seluruh Indonesia. Pasal 10 ayat (3) UUHC mengatur lebih tegas bahwa hanya warga negara Indonesia yang berhak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan ekspresi budaya tradisional, berarti orang asing atau warga negara asing tidak boleh mengumumkan atau memperbanyak karya ekspresi budaya tradisional Indonesia, terkecuali sudah mendapat izin dari pemerintah Indonesia.

Minimnya pengaturan terkait ekspresi budaya tradisional membawa dampak bagi perlindungan ekspresi budaya tradisional berupa ancaman. Ancaman itu bisa berasal dari pihak internal bangsa Indonesia sendiri maupun dari pihak eksternal yaitu bisa berupa tindakan misapprooriation8. Tindakan tersebut lebih banyak dilatarbelakangi oleh motif ekonomi.

UNESCO (United Nation Educational, Scientific and Cultural Orgaization) dan WIPO (World Intellectual Property Organization) telah melaksanakan berbagai usaha untuk memberikan perlindungan terhadapat ekspresi budaya tradisional. Berdasarkan prakarsa kedua organisasi internasional ini, pada tahun 1976 pengaturan ekspresi budaya tradisional telah dimuat dalam Tunis Model Law on Copyright for Developing Countries. Tunis Model Law, mengemukakan beberapa hal yakni:

8

Misappropriation diartikan sebagaipenggunaan oleh pipihak asing dengan mengabaikan hak-hak masyarakat local atas pengetahuan tradisional dan sumberdaya hayati yang terkait, yang menjadi milik masyarakat yang bersangkutan. Black’s Law Dictionary 6th ed, 1990, hlm 988


(22)

1. Negara-negara berkembang dianjurkan untuk mengatur secara terpisah perlindungan ekpresi budaya tradisional dengan ketentuan-ketentuan antara lain jangka waktu perlindungan tanpa batas waktu

2. Pengecualian terhadap karya-karya tradisional dari keharusan

adanya bentuk yang berwujud (fixation)

3. Adanya hak-hak moral tertentu untuk melindungi dari

pengrusakan dan pelecehan karya-karya tradisional

4. Pelarangan penggunaan tanpa izin, penyajian secara salah,

penggunaan ekpresi budaya tradisional secara sembarangan, pengaturan perlindungan internasional secara timbal balik antara negara-negara pengguna ekspresi budaya tradisional

5. Dibentuknya Badan Berwenang disetiap negara yang mewakili

kepentingan komunitas-komunitas tradisional dalam

melindungi ekpresi budaya tradisional yang dimilikinya.

Melalui pengaturan tersebut, definisi expression of folklore tersebut

meliputi secara khusus perlindungan : “verbal expression” seperti

dongeng, hikayat, “musical expression” seperti lagu-lagu rakyat,

“expression of action” seperti tari-tarian rakyat dan ritual, “tangible expression” seperti kerajinan tangan dan perhiasan kuno9.

Upaya harmonisasi dalam bidang HKI terjadi pada tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan

9

Suyud Margono, 2003, Hukum & Perlindungan Hak Cipta, Novindo Pustaka Mandiri:Jakarta, hlm 61-62.


(23)

design. Kemudian Bern Convention pada tahun 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi , pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapartkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama The United Bureau For The Protection Of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organization (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administrative khusus di bawah PBB yang menangani masalah HKI anggota PBB.

Pada kesempatan yang berlainan tahun 1994 diselenggarakan perundigan di Uruguay (Uruguay Round) yang membahas tarif dan perdagangan dunia yang kemudian melahirkan kesepakatan mengenai tariff dan perdagangan GATT dan kemudian melahirkan World Trade Organization (WTO). Selanjutnya terjadi kesepakatan antara WIPO dan WTO, dimana WTO mengadopsi peraturan mengenai HKI dari WIPO yang kemudian dikaitkan dengan masalah perdagangan dan tariff perjanjian Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIPs)

untuk diterapkan pada anggotanya. 10 Indonesia sebagai anggota WTO dan

telah meratifikasi perjanjian tersebut pada tahun 1995 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establising The World Trade Organization (WTO).

10

http://www.lppm.itb.ac.id/bp/april/Suplemen/Suplemen-April2000.htlm diakses pada 3 Juni 2014 pukul 02.03 WIB.


(24)

Perjanjian TRIPs hanya mengatur tentang perlindungan hukum bidang-bidang HKI secara umum yakni Merek, Hak Cipta, Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan sebagainya. Pengaturan dan perrlindungan ekspresi budaya tradisional tidak secara eksplisit dijabarkan dalam perjanjian tersebut sehingga permasalah yang timbul terkait ekpresi budaya tradisional sampai sekarang tidak bisa diselesaikan secara tuntas.

Perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional perlu dilakukan karena ekspresi budaya tradisional merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi suatu masyarakat juga bagi negara karena ekspresi budaya merupakan identitias suatu bangsa. Robert M.Sherwood mengemukakan beberapa teori yang melatarbelaki perlunya perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional sebagai berikut:

1. Teori Penghargaan (Reward Theory)

Teori ini digunakan sebagai dasar untuk memberikan penghargaan kepaada seorang pencipta atau creator dan inventor atas usahanya dalam menghasilkan suatu ciptaan dan temuan. Penghargaan ini diberikan kepada creator tertentu atau inventor tertentu dengan landasan filosofi bahwa dalam menciptakan karyanya membutuhkan pengorbanan dan biaya-biaya dan lain-lain sehingga wajar kalau pengorbanan itu dimunculkan dalam sebuah bentuk penghargaan yang diberikan kepada mereka sebagai creator atau inventor tersebut. Atas


(25)

dasar inilah perlindungan hukum perlu diberikan kepada creator dan inventor tersebut. Teori ini juga tidak berbeda dengan teori hukum alam (natural rights) yang digunakan sebagai landasan moral dan filosofis atas tuntutan untuk melindungi kekayaan intelektual. Teori ini mempumyai fungsi dan tujuan sebagai sarana untuk melestarikan dan menjaga eksistensi pengetahuan tradisional agar berjalan sebagaimana mestinya disamping juga untuk menciptakan satu kepastian hukum terhadap pengetahuan tradisional.

2. Teori Insentif (Incentive Theory)

Teori ini didasarkan pada keberlanjutan sebuah karya cipta. Karena dalam sebuah keberlanjutan karya cipta diperlukan adanya sebuah insentif, tanpa adanya insentif pengembangan satu karya cipta tidak bisa dilakukan secara maksimal dan optimal. Oleh karenanya agar satu karya cipta bisa berkembang maka pencipta diberikan satu insentif baik berupa penghargaan secara ekonomis atau moral dalam hasil ciptaannya. Dengan kata lain teori ini muncul dengan satu tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk merangsang upaya atau kreativitas menemukan dan mencipta lebih lanjut.

3. Teori Public Benefit

Teori ini dalam tulisan lain juga sering disebut dengan teori Economic Growth Stimulus atau juga disebut dengan teori


(26)

More Things Will Happen. Meski terjadi perbedaan dalam penyebutan nama, namun kesemuanya ini mempunyai konsep yang sama yaitu karya intelektual manusia merupakan suatu alat untuk meraih dan mengembangkan nilai-nilai ekonomi. Teori ini menunjuk bahwa hasil kreasi manusiapun diibaratkan menjadi benda sehingga hal ini bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan nilai-nilai ekonomi.

4. Teori Penguasaan Negara

Mohammad Hatta merumuskan bahwa sesuatu yang dikuasai negara itu kuasai oleh negara tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ordernemer. Kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula, penghisap orang yang lemah oleh orang yang bermodal.

Muhammad Yamin merumuskan pengertian negara dikuasai oleh negara termasuk mengatur dan/atau menyelenggarakan produksi dengan mengutamakan koperasi.

Bagir Manan merumuskan cakupan pengertian negara dikuasai oleh negara atau hak penguasaa negara, sebagai berikut:

a) Penguasaan semacam pemilikan oleh negara, artinya

negara melalu pemerintah adalah satu-satunya


(27)

atasnya, termasuk bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya

b) Mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan

c) Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara

untuk usaha-usaha tertentu11

Selain itu menurut Kholis Roisah terdapat prinsip-prinsip perlindungan dan pemanfaatan ekspresi budaya tradisional sebagai berikut:

1. Prinsip Pendekatan Perlindungan Sui Generis

2. Prinsip Perlindungan Terpadu

3. Prinsip Kompensasi (Compensatory Liability Principle)12

Ketiga prinsip tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada bab II penulisan skripsi ini.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi.13

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pembahasan isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang

11

Arif Lutviansory, Op.Cit., hlm 14 12

Kholis Roisah, Op.Cit., hlm 3. 13


(28)

dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan

masalah yang dihadapi.14

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah, penelitian yang dilakukan termasuk dalam ketegori penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normative memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan

mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder.15

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, artinya sebagai ilmu yang bersifat prespektif ilmu hukum, mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.

3. Pendekatan Penelitian

Menurut Johny Ibrahim, dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan Undang-Undang (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan perbandingan (comparative

14

Ibid., hlm 41. 15

Johny Ibrahim, Teori dan Penelitian Hukum Normatif, Malang Bayu Media Publishing, 2006, hlm 44.


(29)

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan filsafat (phisophical approach) dan pendekatan kasus (case approach). Dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah pendektan perundang-undangan, pendekatan analitis dan pendekatan konseptual.

a. Pendekatan Perundang-undangan

Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Untuk itu penulis harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat sebagai berikut:

1) Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait antara satu dengan yang lain secara logis. 2) All-inclusive artinya bahwa kumpulan norma hukum tersebut

cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak kekurangan hukum.

3) Systematic artinya bahwa disamping bertautan antara satu dengan yang lain, norma-norma hukum tersebut juga

tersusun secara hierarkis.16

b. Pendekatan Analitis

Maksud dari analitis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam

aturan perundang-undangan secara konsepsional sekaligus

16

Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media, 2005 hlm 249.


(30)

mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum. Hal ini dilakukan melalui dua pemeriksaan:

1) Penulis berusaha memperoleh makna baru yang terkandung

dalam aturan hukum yang bersangkutan.

2) Menguji istilah-istilah hukum tersebut dalam praktik

melalui analitis terhadap putusan-putusan hukum.

c. Pendekatan Konseptual

Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalaui generalisasi dan berpikir abstrak.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud Marzuki, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum dalam hal ini bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam


(31)

pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.17 Bahan hukum

sekunder sebagai pendukung dari data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan, maupun literarur-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan data sekunder. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang dalam penelitian ini.

Pengelolaan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu masalah yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi.18

17

Ibid., hlm 141. 18


(32)

6. Teknik Analisis Data

Analisis data proses pengorganisasiannya dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditentukan tema dan dapat ditemukan hipotesis kerja yang disarankan oleh bahan hukum. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan bahan, mengkualifikasi kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan menarik kesimpulan untuk menentukan hasil

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan metode observasi melalui metode penggumpulan data yuridis normatif serta metode analisis data kualitatif.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan skripsi ini secara garis besar dibagi dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, yang terdiri dari Sifat Penelitian, Pendekatan Penelitian, Jenis Data, serta Teknik Penggumpulan Data dan Sistematika Penelitian.

BAB II: EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL SEBAGAI HKI YANG MEMILIKI KEUNIKAN TERSENDIRI

Berisi mengenai tinjauan terhadap Ekspresi Budaya Tradisional di Indonesia.


(33)

BAB III: TINJAUAN PERLINDUNGAN HKI TERHADAP TARIAN TRADISIONAL DI INDONESIA

Berisi mengenai objek penelitian yang akan di teliti yakni tarian tradisional yang merupakan salah satu ekspresi budaya tradisional.

BAB IV: TINJAUAN TERHADAP PENGGUNAAN TANPA IZIN TANPA IZIN ATAU PENGGUNAAN SECARA MELAWAN HUKUM EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL OLEH WARGA NEGARA ASING

Berisi mengenai jawaban-jawaban atas permasalahan yang ada dalam penulisan hukum mengenai ekspresi budaya tradisional yang digunakan oleh pihak asing di lihat dari prespektif Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002.

BAB V: PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan penulis menarik beberapa simpulan yang merupakan jawaban atas identifikasi masalah setelah melalui proses analisis. Penulis pun memberikan beberapa rekomendasi atau saran yang bersifat kongkrit, dapat terukur dan dapat diterapkan.


(34)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ekspresi budaya tradisional diatur dan dilindungi oleh

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Penggunaan ekspresi budaya tradisional harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari negara sebagai pemegang ekspresi budaya tradisional karena negara yang secara sah ditentukan hukum sebagai pemegang ekspresi budaya tradisional.. penggunaa tanpa izin oleh warga negara asing melanggar ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Dalam pasal tersebut menentukan bahwa pihak asing yang ingin menggunakan ekspresi budaya tradisional harus mendapat izin dari Negara. Pihak asing yang telah menggunakan, menyiarkan, memamerkan kepada umum ekspresi budaya tradisional Indonesia tanpa izin dengan tujuan

komersialisasi yang mengakibatkan kerugian yang besar

berkewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita. Dalam hukum perdata perbuatan tersebut dikatakan sebagai perbuatan


(35)

tersebut dikategorikan dalam pelanggaran hak cipta dapat diklasikasikan dalam beberapa kategori yakni penggunaan tanpa izin, penggunaan dengan izin yang terlambat dan penggunaa demi komesialisasi semata. Penyelesaian pelanggaran hak cipta lebih tepat diselesaikan dengan jalur alternatif penyelesaian sengketa. Hal ini sesuai dengan filosofi bangsa Indonesia dalam sila ke 4 dan 5 dimana adanya musyafarah untuk mendapatkan mufakat demi mendapatkan keadilan.

2. Kasus pelanggaran hak cipta ekspresi budaya tradisional berhak

diselesaikan oleh Negara yang mendelegasikan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan tujuan otonomi daerah yakni penghormatan

terhadap budaya lokal dan meperhatikan potensi dan

keanekaragaman daerah dan tugas pemerintah daerah yakni melestarikan kebudayaan maka pemerintah daerah berhak atas kepemilikan kekayaan daerah dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak cipta. Pemeritah daerah dapat menyelesaikan kasus pelanggaran hak cipta dengan memilih salah salah satu alternatif penyelesaian sengketa.

B. Saran

1. Perlu dilakukannya pembaharuan peraturan dengan pembentukan

undang-undang baru yang secara lebih rinci mengakomodir kebutuhan perlindungan ekspresi budaya tradisional.


(36)

2. Pemerintah daerah harus memberikan perhatian lebih terhadap kekayaan daerah diwilayah Indonesia dalam bentuk pendaftaran ekspresi budaya tradisional daerah yang dilakukan oleh Pemerintah daerah itu sendiri sehingga ekspresi budaya tradisional dapat terhindar dari tindakan penggunaan secara melawan hukum oleh warga negara asing.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Agus Sarjono, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT Alumni: Bandung, 2006

Arif Lutviansory, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Budi Santosa, Pengantar HKI, Semarang: Pustaka Magister, 2008.

Cita Citrwinda Prianpanja, Hak Kekayaan Intelektual Tantangan Masa Depan, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.

Eddy Damian dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Asian Law Group Pty Ltd bekerjasama dengan alumni, Bandung, 2002

James Danandjaya, Perlindungan Hukum tehadap Folklor di Indonesia, Jakarta: Pustaka Gramedia, 2002

Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media, 2005.

Johny Ibrahim, Teori dan Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media Publishing, 2006.

M.E. Suhendar, Pien Supinah, Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Pionir Jaya. 1993


(38)

Muhamad Djumhana, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003.

M. Hutahuruk, Peraturan Hak Cipta Nasional, Jakarta: Erlangga, 2000.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: alumni, 2003.

Soedarso Sp, Trilogi Seni: Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: Badan Penerbit Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2006.

Seodarso Sp, Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern, Jakarta: CV Delapan puluh Enterprise bekerjasama dengan Badan Penerbit ISI Yogyakarta, 2000.

Suyud Margono, Hukum & Perlindungan Hak Cipta, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2003

Trisno Rahardjo, Kebijakan Legislatif Dalam Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual Dengan Sarana Penal, Yogyakarta: Pensil Komunika, 2006. Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual; Suatu Pengantar, Bandung:

Alumni, 2006.

Y.Sumardiyono Hadi, Sosiologi Tari, Sebuah Telaah Kritis yang Mengulas Tari dari Zaman ke Zaman: Primitif, Tradisional, Modern hingga Konteporer, Yogyakarta: Pustaka, 2005.


(39)

Zainal Daulay, Pengetahuan Tradisional (Konsep, Dasar Hukum, dan Prakteknya), Jakarta: Citra Persada, 2011.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

C. JURNAL, MAKALAH DAN KARYA ILMIAH LAINNYA

Djulaeka. Makalah: Konsep Benefit Sharing sebagai Upaya Perlindungan dan Pemanfaatan Traditional Knowledge di Indonesia. Universitas Udayana. Bali. 2013.

Faza Novrizal, Tesis, Perlindungan Karya Cipta Seni Tari: Studi Terhadap Konsep dan Upaya Perlindungan Hak Cipta Seni Tari di Kalanganan Seniman Tari Yogya, Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.

Kholis Roisah. Makalah: Prinsip perlindungan dan Pemanfaatan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Indonesia. Universitas Udayana, Bali. 2013 Nahor, Rafles Junarto Poltak Manondang Banjar. Tesis: Perlindungan Hukum

Hak Cipta Folklor atas Tari-Tarian Rakyat Indonesia. Universitas Admajaya . Yogyakarta. 2013.


(40)

D. BAHAN INTERNET

Muhammad Sudrajat “ Sengketa Tari Pendet” 2012,

(http://muhamadsudrajat.blogspot.com/2012/07/sengketa-tari-pendet.html) 03 Juli 2012 pukul 06.38.

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Karya_Agung_Warisan_Budaya_Lisan_dan_Nonbendawi _Manusia. diakses pada 8 Mei 2012 pukul 06.04 WIB


(1)

tersebut dikategorikan dalam pelanggaran hak cipta dapat diklasikasikan dalam beberapa kategori yakni penggunaan tanpa izin, penggunaan dengan izin yang terlambat dan penggunaa demi komesialisasi semata. Penyelesaian pelanggaran hak cipta lebih tepat diselesaikan dengan jalur alternatif penyelesaian sengketa. Hal ini sesuai dengan filosofi bangsa Indonesia dalam sila ke 4 dan 5 dimana adanya musyafarah untuk mendapatkan mufakat demi mendapatkan keadilan.

2. Kasus pelanggaran hak cipta ekspresi budaya tradisional berhak diselesaikan oleh Negara yang mendelegasikan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan tujuan otonomi daerah yakni penghormatan terhadap budaya lokal dan meperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dan tugas pemerintah daerah yakni melestarikan kebudayaan maka pemerintah daerah berhak atas kepemilikan kekayaan daerah dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak cipta. Pemeritah daerah dapat menyelesaikan kasus pelanggaran hak cipta dengan memilih salah salah satu alternatif penyelesaian sengketa.

B. Saran

1. Perlu dilakukannya pembaharuan peraturan dengan pembentukan undang-undang baru yang secara lebih rinci mengakomodir kebutuhan perlindungan ekspresi budaya tradisional.


(2)

2. Pemerintah daerah harus memberikan perhatian lebih terhadap kekayaan daerah diwilayah Indonesia dalam bentuk pendaftaran ekspresi budaya tradisional daerah yang dilakukan oleh Pemerintah daerah itu sendiri sehingga ekspresi budaya tradisional dapat terhindar dari tindakan penggunaan secara melawan hukum oleh warga negara asing.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Agus Sarjono, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT Alumni: Bandung, 2006

Arif Lutviansory, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Budi Santosa, Pengantar HKI, Semarang: Pustaka Magister, 2008.

Cita Citrwinda Prianpanja, Hak Kekayaan Intelektual Tantangan Masa Depan, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.

Eddy Damian dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Asian Law Group Pty Ltd bekerjasama dengan alumni, Bandung, 2002

James Danandjaya, Perlindungan Hukum tehadap Folklor di Indonesia, Jakarta: Pustaka Gramedia, 2002

Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media, 2005.

Johny Ibrahim, Teori dan Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media Publishing, 2006.

M.E. Suhendar, Pien Supinah, Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Pionir Jaya. 1993


(4)

Muhamad Djumhana, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003.

M. Hutahuruk, Peraturan Hak Cipta Nasional, Jakarta: Erlangga, 2000.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: alumni, 2003.

Soedarso Sp, Trilogi Seni: Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: Badan Penerbit Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2006.

Seodarso Sp, Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern, Jakarta: CV Delapan puluh Enterprise bekerjasama dengan Badan Penerbit ISI Yogyakarta, 2000.

Suyud Margono, Hukum & Perlindungan Hak Cipta, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2003

Trisno Rahardjo, Kebijakan Legislatif Dalam Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual Dengan Sarana Penal, Yogyakarta: Pensil Komunika, 2006. Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual; Suatu Pengantar, Bandung:

Alumni, 2006.

Y.Sumardiyono Hadi, Sosiologi Tari, Sebuah Telaah Kritis yang Mengulas Tari dari Zaman ke Zaman: Primitif, Tradisional, Modern hingga Konteporer, Yogyakarta: Pustaka, 2005.


(5)

Zainal Daulay, Pengetahuan Tradisional (Konsep, Dasar Hukum, dan Prakteknya), Jakarta: Citra Persada, 2011.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

C. JURNAL, MAKALAH DAN KARYA ILMIAH LAINNYA

Djulaeka. Makalah: Konsep Benefit Sharing sebagai Upaya Perlindungan dan Pemanfaatan Traditional Knowledge di Indonesia. Universitas Udayana. Bali. 2013.

Faza Novrizal, Tesis, Perlindungan Karya Cipta Seni Tari: Studi Terhadap Konsep dan Upaya Perlindungan Hak Cipta Seni Tari di Kalanganan Seniman Tari Yogya, Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.

Kholis Roisah. Makalah: Prinsip perlindungan dan Pemanfaatan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Indonesia. Universitas Udayana, Bali. 2013 Nahor, Rafles Junarto Poltak Manondang Banjar. Tesis: Perlindungan Hukum

Hak Cipta Folklor atas Tari-Tarian Rakyat Indonesia. Universitas Admajaya . Yogyakarta. 2013.


(6)

D. BAHAN INTERNET

Muhammad Sudrajat “ Sengketa Tari Pendet” 2012,

(http://muhamadsudrajat.blogspot.com/2012/07/sengketa-tari-pendet.html) 03 Juli 2012 pukul 06.38.

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Karya_Agung_Warisan_Budaya_Lisan_dan_Nonbendawi _Manusia. diakses pada 8 Mei 2012 pukul 06.04 WIB