Studi Deskriptif Mengenai Konsep Diri Siswa SMA Yang Menjadi Anggota Geng Motor XTC di Kota "X".

(1)

i Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsep diri siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian ini maka rancangan penelitian yang digunakan metode deskriptif, dengan menggunakan teknik survei. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 30 siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”. Konsep diri adalah sebagai keseluruhan kesadaran atau persepsi tentang diri yang diobservasi, dialami, dan dinilai oleh individu itu sendiri. (Fitts, 1971). Dimensi-dimensi didalam konsep diri yaitu dimensi internal dan eksternal. Alat ukur yang digunakan untuk melihat konsep diri siswa SMA yang menjadi anggota motor XTC di kota “X” adalah alat ukur yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori Fitts (1971) dan terdiri dari 42 item. Uji validitas yang digunakan adalah construct validity. Analisis item dengan menggunakan uji korelasi terhadap 30 siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”, diperoleh nilai validitas antara 0.303 sampai 0.717, dan nilai reliabilitas adalah 0.764.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, sebanyak 7 oramg dengan persentase 23,33% siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X” memiliki konsep diri positif, sedangkan sebanyak 23 orang dengan persentase 76,7% siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X” lainnya memiliki konsep diri negatif.

Saran yang dapat diberikan bagi siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”, Memberikan informasi kepada siswa mengenai konsep diri negatif dengan cara melakukan penyuluhan, sehingga dapat menjadi masukan dan diharapkan para siswa dapat mengurangi perilaku negatif. Saran yang dapat peneliti berikan pada peneliti selanjutnya adalah disarankan untuk melibatkan lebih banyak responden, mengingat penelitian ini hanya melibatkan 30 responden serta perlu diteliti lagi korelasi antara aktualisasi, pengalaman, dan kompetensi.


(2)

ii Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This research was conducted with the objective of identifying self-concept of high school students who are members of XTC motorcycle gangs in the city "X". In accordance with the purposes and objectives of this research study designs that used the descriptive method, using survey techniques. The number of respondents in this study were 30 high school students who are members of XTC motorcycle gangs in the city "X". The concept of self is as a whole perception of self-consciousness or observed, experienced, and valued by the individuals themselves. (Fitts, 1971). The dimensions in the concept itself that is internal and external dimensions

A measuring tool used to view self-concept of high school students who are members of XTC motorcycle gangs in the city "X" is a measuring tool developed by researchers based on the theory of Fitts (1971) and consists of 42 items. Validity test used is construct validity. Item analysis using the correlation test of 30 high school students who are members of XTC motorcycle gangs in the city "X", the validity of values obtained between 0.303 to 0.717, and the reliability value is 0.764.

Based on the results obtained, as much as 7 people with a percentage 23.33% of high school students who are members of XTC motorcycle gangs in the city "X" has a positive self-concept, while as many as 23 people with a percentage of 76.7% of high school students who are members of XTC motorcycle gangs in the city "X" others have a negative self concept.

The advice can be given for high school students who are members of XTC motorcycle gangs in the city "X", Inform students about the negative self-concept by doing outreach, so that it can be input and the students are expected to reduce the negative behaviors. Researchers who can give advice on further research is suggested to involve more respondents, since this study involved only 30 respondents and need to be examined again the correlation between actualization, experience and competence.


(3)

vi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR BAGAN...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...10

1.3 Maksud dan Tujuan...10

1.3.1 Maksud Penelitian...10

1.3.2 Tujuan Penelitian...10

1.4 Kegunaan Penelitian...10

1.4.1 Kegunaan Teoritis...10

1.4.2 Kegunaan Praktis...11

1.5 Kerangka Pikir...11


(4)

vii Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diri…...20

2.1.1 Pengertian Konsep Diri...20

2.1.2 Dimensi-dimensi Konsep Diri...21

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri...24

2.1.4 Perkembangan Konsep Diri...25

2.1.4.1 Teori mengenai Perkembangan Konsep Diri...25

2.2 Perkembangan Masa Remaja...27

2.2.1 Tahap Perkembangan Remaja...27

2.2.2 Ciri-ciri Masa Remaja...27

2.2.3 Perubahan Sosial Masa Remaja...31

2.2.3.1 Kuatnya Pengaruh Kelompok Sebaya...32

2.3 Group (Kelompok)...32

2.3.1 Pengelompokan Sosial Remaja...32

2.4 Konformitas...32

2.4.1 Definisi Konformitas...32

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konformitas...33

2.4.3 Alasan Remaja melakukan Konformitas...34

2.5 Kenakalan Remaja...35

2.5.1 Definisi Kenakalan Remaja...35

2.5.2 Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja...36


(5)

viii Universitas Kristen Maranatha BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian...42

3.2 Bagan Rancangan Penelitian...42

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...42

3.3.1 Variabel Penelitian ...42

3.3.2 Definisi Operasional...43

3.4 Alat Ukur...44

3.4.1 Kuesioner…...44

3.4.2 Prosedur Pengisian...47

3.4.3 Sistem Penilaian...47

3.4.4 Data Penunjang...48

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas...48

3.4.5.1 Validitas...48

3.4.5.2 Reliabilitas...49

3.5 Populasi sasaran dan teknik penarikan sampel...50

3.5.1 Populasi Sasaran...50

3.5.2 Karakteristik Populasi...50

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel...51

3.6 Teknik Analisis Data...51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden...52


(6)

ix Universitas Kristen Maranatha

4.3 Pembahasan...55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...63

5.2 Saran...64

5.2.1 Saran teoretis...64

5.2.2 Saran Praktis...64

DAFTAR PUSTAKA...66

DAFTAR RUJUKAN...67 LAMPIRAN


(7)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.4 Distribusi item kuesioner konsep diri...45

Tabel 3.4.3 Skor item positif dan negatif...48

Tabel 4.1.1 Gambaran responden...52

Tabel 4.2.1 Pengukuran Konsep Diri...53


(8)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran...18 Bagan 3.2 Rancangan Penelitian...42


(9)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pernyataan

Lampiran 2 Data Penunjang dan Kuesioner Lampiran 3 Data mentah, validitas dan reliabilitas


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan sebuah masa transisi yang dilalui oleh manusia sebelum akhirnya memasuki fase dewasa. Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu dihadapkan pada berbagai macam pilihan. Pilihan apapun yang diambil dapat menjadi bekal bagi kehidupannya kelak, dimana hal ini pun dapat mempengaruhi kualitas dirinya. Kini yang menjadi sebuah dilema klise bagi masyarakat adalah hadirnya sosok remaja yang kurang peka terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang kini sedang marak.

Fenomena-fenomena sosial yang menonjol salah satunya adalah sebuah pembentukan kelompok-kelompok sosial non-formal sebagai sebuah mata rantai kehidupan bebas remaja yang lazim disebut geng. Adanya geng seperti sebuah kelompok sosial yang masih dapat dikatakan tidak jelas, karena suatu geng tersebut kebanyakan diikuti oleh para remaja yang masih labil, seperti labil dalam berpikir, mengambil keputusan yang terkadang masih tidak konsisten. Namun, adanya fenomena geng tersebut tak urung seperti perbedaan dua keping mata uang yang berbeda. Satu sisi mata uang menunjukkan hal positif yaitu pembentukan mental dan ajang solidaritas dari seorang remaja, sedangkan sisi lainnya adalah sebuah bentuk pemberontakan jiwa yang terkadang diaplikasikan dalam bentuk anarkisme.


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha Remaja yang ikut-ikutan mengambil bagian dalam aksi perkelahian antar geng, yang seringkali secara tidak sadar melakukan tindak kriminal dan antisosial itu pada umumnya adalah anak-anak yang berasal dari keluarga baik-baik. Anak-anak ini biasanya ingin mendapat perhatian lebih, khususnya untuk mendapatkan pengakuan lebih terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian yang pantas dari orang tua sendiri maupun dari masyarakat luas. Perilaku mereka terkadang juga didorong oleh kompensasi pembalasan terhadap perasaan inferior, untuk kemudian ditebus dengan bentuk

tingkah laku “melambung dan ngejago” guna mendapatkan pengakuan lebih

terhadap aku-nya. Jadi, keinginan untuk bergabung dalam geng adalah dorongan untuk mendapatkan pengakuan lebih yang sangat kuat, guna meminta perhatian yang lebih banyak dari dunia luar. Karena perasaan senasib sepenanggungan, anak-anak remaja yang merasa tidak mendapat kasih sayang dan perhatian yang cukup dari luar, dan kemudian merasa tersisih dari masyarakat orang dewasa, sekarang merasa berarti ditengah gengnya. (Kartono, kartini 2008)

Di dalam gengnya remaja mencari segala sesuatu yang tidak mungkin mereka peroleh dari keluarga maupun dari masyarakat di sekitarnya. Remaja yang merasa senasib sepenanggungan karena ditolak oleh masyarakat secara otomatis lalu membentuk kelompok, mencari dukungan moril guna memainkan peranan sosial yang berarti, dan melakukan perbuatan spektakuler bersama-sama, seperti berkelahi antar sesama, karena itulah remaja yang membentuk kelompok ini senang berkelahi, atau melakukan perang antar kelompok supaya lebih nampak untuk menonjolkan egonya. Pada umumnya geng kriminal pada masa awalnya


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha merupakan kelompok bermain yang dinamis. Permainan yang mula-mula bersifat netral, baik dan menyenangkan, kemudian disalurkan dalam aksi yang berbahaya dan sering mengganggu atau merugikan orang lain. Pada akhirnya kegiatan tersebut ditingkatkan menjadi perbuatan kriminal. Remaja yang merasa kesepian, marah, bingung serta tertekan itu karena dirinya merasa selalu dihambat dan dihalang-halangi keinginannya untuk memainkan peranan sosial tertentu, secara spontan saling tarik menarik dan saling membutuhkan.

Penyebab remaja membentuk suatu geng, yaitu dengan adanya rasa ingin tenar atau mencari identitas diri, adanya rasa ketakutan yang menyebabkan

frustasi, sehingga membentuk „geng‟ seakan-akan memiliki kesalahan

beramai-ramai, adanya sisi negatif dari minat-minat sosial remaja, adanya sikap agresif yang tidak terbendung. (http://tafany.wordpress.com/2008/11/11/fenomena-premanisme-pada-remaja/)

Geng adalah sebuah kumpulan masyarakat yang bergabung dalam organisasi, formasi, dan pembentukannya ditujukan untuk menunjukkan identitasnya. Dahulu istilah geng ditujukan untuk sebuah kumpulan pekerja laki-laki. Di Inggris kata-kata geng sering digunakan tapi tidak diinginkan karena mempunyai konotasi yang tidak baik dan dimaksudkan dengan tindakan yang merendahkan. Biasanya dalam suatu geng ditemukan adanya penegasan akan dirinya sendiri dalam perlawanan atau tantangan terhadap norma-norma. Aktivitas geng tidak melarang atau membatasi untuk suatu tipikal organisasi kejahatan dalam kelompok, tapi mungkin saja dalam kaitannya dengan asosiasi yang bersifat umum mengenai sikap yang didalamnya tindakan kolektif dan dorongan


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha ketertarikan yang umum dan tujuan untuk memberikan prestasi sosial atau solidaritas. (http://madiasbutterfly.blogspot.com).

Terdapat beberapa pelajar yang membentuk sebuah geng, apalagi kejadian yang menghebohkan di dunia pendidikan yang sampai sekarang ini kejadian tersebut belum sempat hilang dari telinga kita mengenai geng NERO. Geng Nero ini merupakan sekumpulan remaja putri yang suka berkelahi untuk menyelesaikan permasalahan. Selain itu juga ada bermacam-macam geng motor (sekumpulan anak laki-laki). Beberapa nama geng motor yang sudah menjadi catatan dalam pihak kepolisian merupakan geng motor yang terkenal antara lain Exalt To Coitus (XTC), Grab On Road (GRB), Berigadir Seven (Briges) dan Moonraker.

Berdasarkan data yang telah diperoleh telah diketahui bahwa peneliti telah mewawancarai wakil ketua geng motor XTC di kota “X”. Geng motor XTC memiliki visi untuk menguasai daerah kekuasaan di kota “X”, agar dianggap oleh masyarakat dan memiliki misi menghancurkan geng motor selain XTC. XTC berdiri pada tahun 1982 tepatnya di kota “B”. Pada tahun 1987 sampai 1988 XTC vacum, karena tidak memiliki generasi penerus tetapi pada tahun 2000 aktif kembali. Tidak ada prasyarat dan kriteria-kriteria tertentu dalam perekrutannya, siapa saja yang ingin menjadi anggota XTC baik anak SD, SMP, SMA, sudah kuliah, kerja, sekalipun yang tidak bersekolah dapat menjadi anggota geng motor XTC, namun sebagai anggota baru mereka harus mengikuti opspek yang diadakan oleh para seniornya. Tujuan dilakukan opspek tersebut adalah untuk melatih fisik dan mental para anggota baru agar dapat bertahan ketika menghadapi geng motor lain, sehingga visi dan misi dapat tercapai. Geng motor XTC memiliki ciri khas


(14)

5

Universitas Kristen Maranatha seperti dalam menjalankan aksinya setiap motor harus diisi oleh 2 orang anggota dan selalu menggunakan atribut geng motor lain, seperti bendera untuk mengkambing hitamkan para geng motor selain XTC. Selain itu geng motor XTC tidak hanya menonjol dari sisi negatifnya saja, tetapi juga sisi positif seperti pada setiap bulan Ramadhan XTC mengadakan bakti sosial pada orang-orang yang tidak mampu (anak jalanan, fakir miskin, dan lain-lain). Bentuk bantuan yang diberikan bermacam-macam, berupa pembagian beras, mie instan, baju bekas, uang tunai, dll. Selain itu geng motor ini juga pernah mengadakan event seperti bilyard cup, futsal cup diantara sesama anggota geng motor XTC.

Remaja yang menjadi anggota geng motor ini akan membentuk konsep diri. Konsep diri bukanlah merupakan aspek yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan aspek yang dibentuk melalui interaksi individu dalam berbagai lingkungan, baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan lain yang lebih luas. Pada dasarnya konsep diri seseorang terbentuk dari lingkungan pertama yang paling dekat dengan individu, yaitu lingkungan keluarga, tetapi lama-kelamaan konsep diri individu akan berkembang melalui hubungan dengan lingkungan yang lebih luas, seperti teman sebaya, lingkungan masyarakat dan sebagainya. Pada usia remaja diharapkan dapat membentuk penyesuaian sosial yang baik dengan teman sebayanya, mendapatkan prestasi di sekolah, mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, yang terjadi salah satunya adalah ketidaksinkronan antara diri remaja dengan tugas perkembangannya, banyak remaja yang perilakunya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat sekitarnya. Pada masa remaja pengaruh kelompok sangatlah kuat, mereka cenderung untuk berkumpul


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha dan berinteraksi dalam kelompok sebayanya dengan adanya dinamika dan pengaruh dalam kelompok, remaja dapat merumuskan, memperbaiki konsep dirinya melalui kelompok yang dimilikinya, sehingga dengan adanya interaksi dan dinamika yang berkembang dalam kelompok (peer group) itulah yang pada akhirnya akan membentuk konsep diri pada remaja.

Salah satu hal yang dapat mempengaruhi tingkah laku manusia adalah konsep diri. Begitu pula dengan remaja yang membentuk suatu geng dipengaruhi oleh konsep dirinya. Melalui geng motor, siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X” akan terbentuk konsep diri positif atau negatif pada setiap individunya.

Pembentukan konsep diri individu juga dapat berkembang dan bisa juga berubah ketika individu bergaul pada lingkungan yang lebih luas, yaitu dalam lingkungan kelompok teman-teman sebayanya (peer group) dan masyarakat, sehingga hal itu juga akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan pengembangan konsep diri individu, tidak semua individu mempunyai konsep diri yang positif dalam kehidupannya. Hal itu bisa saja terjadi karena faktor yang dibawa individu dari lingkungan dan keadaan keluarga yang kurang harmonis dalam menginternalisasikan nilai-nilai kehidupan untuk membentuk sifat, karakter dan konsep dirinya, dan bisa juga karena faktor penyesuaian diri individu yang belum berkembang dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas yang dapat mempengaruhi konsep diri individu tersebut.


(16)

7

Universitas Kristen Maranatha Menurut Fitts (1971) konsep diri juga dapat didefinisikan keseluruhan kesadaran atau persepsi mengenai diri sebagai yang diobservasi, dialami dan dinilai oleh dirinya sendiri. Remaja yang membentuk suatu geng yang memiliki konsep diri positif akan memiliki kerja sama, tanggung jawab, memiliki kesenangan bersama orang-orang lain, sedangkan yang memiliki konsep diri negatif akan menonjolkan dirinya, mengganggu dan menggertak orang lain, senang memerintah, tidak dapat bekerja sama dengan kelompoknya. Dalam geng, remaja yang memiliki konsep diri positif akan memandang dan menilai dirinya sebagai remaja yang diterima, disayang oleh keluarga, berarti bagi lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial, menghayati dirinya memiliki kelebihan dari remaja lain. Sedangkan remaja yang memiliki konsep diri yang negatif, merasa dirinya tidak berarti baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial, tidak mendapat perhatian, memiliki kekurangan-kekurangan dibandingkan dengan remaja lainnya.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada 10 orang siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”, yaitu: 50% mengatakan bahwa geng motor itu adalah suatu perkumpulan anak-anak yang selalu keluar pada malam hari, memperebutkan wilayah kekuasaan, selalu meresahkan masyarakat, penuh kekerasan dijalan raya dan 50% mengatakan suatu perkumpulan organisasi yang bertujuan mencari nama dan mencari persahabatan dalam kehidupannya. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X” merasa percaya diri, merasa berkuasa.


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha Terdapat 60% yang mengatakan bahwa tujuan mengikuti geng motor yaitu untuk memperbanyak teman, memperluas relasi, mencari pengalaman dan 40% mengatakan ingin mencari musuh. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor

XTC di kota “X” merasa mudah bergaul, merasa mampu memulai pertemanan,

bisa juga sebaliknya siswa merasa tidak mau memulai pertemanan.

Sedangkan 70% yang dihayati dalam geng motor adalah hidup menjadi lebih bebas dan pergaulan menjadi lebih luas dan 30% mengatakan selalu ada pertikaian dan membuat onar. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor

XTC di kota “X” merasa mudah bersosialisasi, sebaliknya jika konsep diri negatif

mereka merasa menjadi tidak berguna.

Selain itu juga terdapat 70% yang mengatakan dalam menilai diri setelah mengikuti geng motor yaitu menjadi kacau, brutal serta menjadi lebih anarkis dan 30% mengatakan bisa membedakan mana club motor dan geng motor, merasa lebih jantan. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC merasa dirinya hebat, merasa mampu menonjolkan dirinya, merasa berkuasa.

Terdapat pula 80% yang mengatakan bahwa faktor yang mendorong untuk masuk dalam geng motor yaitu teman-teman yang masuk geng motor dan 20% mengatakan adanya kesatuan dan kebersamaan. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC merasa mampu mengikuti aturan yang berlaku, merasa mampu menjalin kebersamaan dengan teman sebayanya.

Lalu 100% responden mengatakan bahwa pengaruh yang didapat dari geng motor adalah sulit mengontrol emosi, berani melawan orang tua, menjadi


(18)

9

Universitas Kristen Maranatha pemberontak. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC merasa sulit untuk mengendalikan emosinya.

Selain itu juga terdapat 60% yang mengatakan bahwa relasi terhadap keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar tidak terlalu akrab, suka bertengkar dan 40% hubungannya menjadi lebih terbuka. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC merasa sulit untuk memulai pertemanan dengan orang baru, merasa dicintai oleh keluarga.

Sebanyak 60% responden mengatakan bahwa mereka tidak bisa bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuatnya dan 40% mengatakan mampu bertanggung jawab. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC merasa dirinya tidak bisa bertanggung jawab, merasa mampu menangani masalahnya.

Sebanyak 90% mengatakan lebih fokus pada sekolah dibandingkan geng motor, karena geng motor keluar dimalam hari dan 10% lebih fokus pada geng motor. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC merasa mampu membagi waktu, merasa disiplin.

Berdasarkan survey awal pada siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang dirinya, maka peneliti ingin meneliti bagaimana sesungguhnya konsep diri siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”.


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha

1.2 Identifikasi Masalah

Ingin mengetahui gambaran konsep diri pada siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran konsep diri pada siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai konsep diri pada siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X” melalui dimensi internal dan eksternal.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

- Memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep diri sehingga dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti konsep diri dikaitkan dengan aspek lain.

- Memberikan sumbangan informasi pada fakultas psikologi yang berminat menangani kasus klinis mengenai gambaran konsep diri pada siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”.


(20)

11

Universitas Kristen Maranatha - Untuk memberikan sumbangan informasi pada ilmu psikologi,

khususnya pada bidang terapan psikologi klinis dan sosial terhadap konsep diri pada siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”

.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi mengenai konsep diri pada siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”.

- Sebagai informasi bagi para orang tua dalam membimbing anaknya yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X”.

- Sebagai masukan bagi para orang tua agar lebih memahami konsep diri anaknya yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X” dan membantu mengembangkan konsep diri positif.

- Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai konsep diri siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X” agar dapat

membantu mengembangkan konsep diri positif.

1.5Kerangka Pemikiran

Siswa SMA pada umumnya berada pada tahap perkembangan remaja, masa remaja merupakan masa unik dimana pada masa ini remaja mengalami masa transisi dimasa kanak-kanak menuju dewasa. Berbagai perubahan dan perkembangan dialami remaja. Pemahaman remaja semakin meningkat, memiliki persepsi dan beragai sudut pandang, berusaha mandiri dalam memecahkan


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha masalah dan mengambil keputusan, dan sebagainya. Perubahan fisik dan biologis dari remaja mengalami masa pubertas yang turut mempengaruhi perubahan fisik serta perkembangan peran sosial dimana remaja berupaya menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Menurut Fitts 1971, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri pada siswa SMA yang menjadi anggota geng motor antara lain yaitu, pengalaman, aktualisasi dan kompetensi. Pengalaman merupakan bagaimana lingkungan mempersepsi individu terutama pengalaman interpersonal yang dapat meningkatkan dan menghasilkan perasaan-perasaan positif, dan sebuah rasa bernilai dan berharga. Penerimaan dan dukungan dari lingkungan membuat siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC akan semakin merasa diterima. Sebaliknya, siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC yang kurang mendapat dukungan akan merasa ditolak oleh lingkungannya, mereka akan menarik diri dari pergaulan di lingkungannya.

Aktualisasi diri yang merupakan pelaksanaan dan realisasi potensi-potensi yang sebenarnya dimiliki oleh individu. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC akan menampilkan potensi diri yang dimilikinya, sedangkan yang memiliki pengaruh buruk terhadap konsep dirinya memandang dirinya tidak mampu, menjadi kurang percaya diri, kurang termotivasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan.

Kompetensi adalah kemampuan yang dinilai individu atau orang lain dalam bidang-bidang tertentu yang ditampilkan sehingga mendapat penghargaan atau pengakuan dari orang lain. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor


(22)

13

Universitas Kristen Maranatha XTC akan mampu berinteraksi dengan lingkungannya, yakin akan kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, ia akan memandang dirinya tidak memiliki kemampuan atau prestasi seperti yang dimiliki teman sebayanya.

Konsep diri terbentuk sejak individu mengenal lingkungan. Lingkungan yang pertama dan utama dalam membentuk konsep diri adalah orang tua/ keluarga. Perkataan, perlakuan, sikap, serta pola asuh orang tua dijadikan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Anak-anak yang dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau lingkungan yang tidak kondusif, memungkinkan memiliki konsep diri yang negatif (Kartono, 2008).

Merujuk kepada konsep diri dari Fitts (1971) yang mengatakan konsep diri sebagai keseluruhan kesadaran atau persepsi tentang diri yang diobservasi, dialami, dan dinilai oleh individu itu sendiri. Menurutnya, konsep diri tidak dibawa sejak lahir melainkan merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya terutama dengan keluarga. Menurut Taylor (Fitts 1971:28), konsep diri awalnya muncul dari persepsi diri individu, pada usia 6-7 bulan dan akan berkembang seiring dengan bertambahnya nilai-nilai yang diperoleh individu melalui interaksinya dengan lingkungan.

Terdapat dua dimensi yang mempengaruhi konsep diri yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal maksudnya bagaimana penilaian siswa SMA yang menjadi anggota geng motor terhadap dirinya sendiri. Dimensi internal terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, identity self, merupakan jawaban

terhadap pertanyaan “Siapakah saya?”, mencakup label-label atau simbol-simbol


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha membangun identitas. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC akan mampu menerima dirinya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada serta mampu membangun identitas diri yang positif, bernilai bagi orang lain maka akan membentuk konsep diri positif. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC, ia akan mencari identitas dirinya dengan bersosialisasi dengan teman-teman satu gengnya, maka seseorang akan mengetahui bahwa siapa dirinya yang sebenarnya. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC menyalahkan dirinya karena kekurangan-kekurangan yang dimiliki, hanya melihat sisi negatif dari dirinya sehingga merusak citra dirinya baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain maka akan membentuk konsep diri negatif.

Bagian kedua yaitu, behavioural self, merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya serta kesadaran “apa yang diri lakukan?” sehingga dapat mengenali dan menerima diri juga serta hal-hal yang ingin dilakukan atau cara- cara melakukan sesuatu hal. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC mampu menjalankan fungsinya dengan baik karena kesadaran akan peran dirinya maka akan membentuk konsep diri positif, jika siswa SMA yang akan menghindar dari lingkungan karena merasa apa yang dilakukannya sebagai sesuatu yang negatif akan bertingkah laku menghindar dari lingkungannya, misalnya dengan membatasi pergaulannya karena merasa kurang nyaman apabila harus berada di lingkungan yang bukan komunitasnya akibat penghayatan diri yang berbeda dengan orang-orang lainnya maka akan membentuk konsep diri negatif.

Interaksi dan integrasi identity self dengan behavioral self melibatkan judging self sebagai bagian ketiga dari dimensi internal yang memberikan


(24)

15

Universitas Kristen Maranatha penilaian terhadap apa yang dipersepsikan, sebagai pengamat, penetap standar, pembanding, mediator antara identity self dan behavioural self, memberikan penilaian baik dan buruk serta menentukan kepuasan akan dirinya dan seberapa jauh ia menerima dirinya. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC melihat dirinya secara objektif, menerima dirinya dan lebih percaya diri maka akan membentuk konsep diri positif, jika siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC yang kurang dapat menerima diri dan kekurangannya, tidak percaya diri jika berhadapan dengan lingkungannya maka akan membentuk konsep diri yang negatif.

Dimensi eksternal merupakan persepsi yang timbul dalam interaksi individu dengan dunia luar khususnya dalam hubungan interpersonal. Dimensi eksternal ini terdiri atas beberapa bagian yaitu bagian pertama physical self, merupakan persepsi dan perasaan tentang keadaan diri secara fisik, keadaan kesehatan, penampilan diri, dan gerakan motorik. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC yang merasa dirinya percaya diri dengan penampilannya sehari-hari akan membentuk konsep diri positif, jika siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC yang merasa dirinya kurang bisa menerima keadaan fisiknya akan membentuk konsep diri negatif.

Bagian kedua dari dimensi eksternal yaitu moral ethical self, merupakan persepsi mengenai hubungan dengan Tuhan, mempertimbangkan standar nilai moral dan etika terutama agama. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC mampu mengambil hikmah dari setiap peristiwa hidup yang dialaminya serta tidak menjadi tenggelam dalam masalah yang dialaminya maka akan


(25)

16

Universitas Kristen Maranatha membentuk konsep diri positif. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC yang larut dalam masalahnya dan menyalahkan otoritas yang dalam hal ini adalah Tuhan akan membentuk konsep diri negatif.

Bagian ketiga yaitu personal self, merupakan persepsi atau perasaan tentang keadaan diri pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan hubungannya dengan orang lain. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC puas dengan dirinya sehingga membantu dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungan maka akan membentuk konsep diri positif. Sebaliknya siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC memandang dirinya secara negatif sehingga menghambat penyesuaian dirinya dengan lingkungannya maka akan membentuk konsep diri negatif.

Bagian keempat yaitu family self, merupakan persepsi atau perasaan sebagai anggota keluarga dalam peranan serta fungsinya serta hubungannya dengan anggota keluarga. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC menyadari dirinya sebagai bagian dari sebuah keluarga, merasa diakui dalam keluarganya maka akan membentuk konsep diri positif. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC merasa bahwa dirinya tidak terlalu akrab dengan keluarga dan merasa kurang mendapat perhatian atau afeksi, memandang diri secara negatif, tidak bernilai maka akan membentuk konsep diri negatif.

Bagian kelima yaitu social self, merupakan penilaian terhadap diri dalam interaksinya dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas, remaja menghayati dirinya termasuk yang suka bergaul. Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC memiliki pergaulan yang lebih luas dan tidak terhambat.


(26)

17

Universitas Kristen Maranatha Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC memandang diri secara positif, memandang dirinya berharga, disukai dan diterima oleh lingkungan, yakin akan kemampuannya menyelesaikan masalah, serta optimis dalam memandang masa depannya, maka akan membentuk konsep diri positif. Siswa SMA memandang dirinya secara negatif, merasa dirinya tidak berarti dan ditolak oleh lingkungan, merasa gagal dalam menghadapi masalahnya serta pesimis memandang masa depannya, maka akan membentuk konsep diri negatif.

Dalam dimensi internal, siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC menerima dirinya secara fisik, mulai dari kekurangan dan kelebihan, maka akan membentuk konsep diri positif. Sedangkan siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC yang tidak percaya diri dan menghindar dari lingkungan akan membentuk konsep diri negatif.

Dalam dimensi eksternal, siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC mudah bergaul dengan teman sebayanya, memandang dirinya ditrerima oleh lingkungan, maka akan membentuk konsep diri positif. Sedangkan siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC yang merasa ditolak oleh lingkungan, merasa kurang adanya perhatian dari orang-orang sekitar akan membentuk konsep diri negatif.


(27)

18

Universitas Kristen Maranatha Untuk lebih memudahkan pemahaman uraian tersebut diatas, disajikan dalam bentuk bagan skema seperti dibawah ini

Positif

Negatif

1.5Bagan skema kerangka pemikiran Siswa SMA yang menjadi

anggota geng motor XTC di kota „X‟

Konsep Diri -pengalaman

- aktualisasi - Kompetensi

Dimensi Internal - Identity self - Behaviour self - Judging self Dimensi Eksternal

- Physical self - Moral ethical - Personal self - Family self - Social self


(28)

19

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

Dari kerangka pikir diatas, maka dapat dirumuskan beberapa asumsi sebagai berikut:

 Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC dapat diketahui konsep dirinya melalui pengukuran dari dimensi internal dan eksternal.

 Pembentukan konsep diri positif dan negatif dari siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu pengalaman, aktualisasi diri, kompetensi.


(29)

63 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kebanyakan siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X” memiliki konsep diri negatif baik pada dimensi internal maupun dimensi eksternal.

2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan konsep diri yang negatif adalah kemampuan balap motor, pengalaman membuat ricuh.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan konsep diri positif adalah kemampuan modifikasi, pengalaman banyak teman.


(30)

64

Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dan dengan menyadari adanya berbagai keterbatasan dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sehubungan dengan penelitian ini yaitu:

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk melibatkan lebih banyak responden, mengingat penelitian ini hanya melibatkan 30 responden relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota geng motor yang sebenarnya. 2. Berhubungan dengan kesimpulan mengenai keterkaitan antara konsep diri dan faktor-faktor, perlu diteliti lagi korelasi antara aktualisasi, pengalaman, dan kompetensi.

5.2.2 Saran Praktis

1. Memberikan informasi kepada siswa mengenai konsep diri dengan cara melakukan penyuluhan, sehingga dapat menjadi masukan dan diharapkan para siswa dapat mengurangi konsep diri negatif.

2. Bagi para orang tua siswa yang anaknya memiliki konsep diri negatif diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membantu untuk membentuk konsep diri positif dengan cara konseling yang dilakukan oleh guru bimbingan konseling.


(31)

65

Universitas Kristen Maranatha 3. Bagi masyarakat dan orang tua, diharapkan dapat membentuk interaksi

lingkungan yang kondusif berupa pemberian dukungan bagi siswa SMA yang menjadi anggota geng motor, agar anak tersebut mengurangi konsep diri negatif.


(32)

66 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A and Byrne, D. 1977. Social Psychology, Understanding Human Interaction, ed 2. Boston: Allyn & Bacon.

Fitts, W. H. 1971. The Self Concept and Self Actualization. Western Psychological Services Californ

Hurlock, E. 1994. Psikologi Perkembangan (Terjemahan). Edisi ke 5. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kartono, K. 2008. Patologi Sosial I: Kenakalan Remaja. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.

Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development, ed 5. Jakarta: Penerbit Erlangga. Siegel, S. 1977. Statistika Non Parametrik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia


(33)

67 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Esterina Ria, Tjong. 2004. Suatu studi deskriptif mengenai Konsep diri pada remaja panti asuhan putra “X” Kota Bandung. Bandung: Universitas Kristen Maranatha

http://tafany.wordpress.com/2008/11/11/fenomena-premanisme-pada-remaja/, diakses 13 Mei 2009

http://madiasbutterfly.blogspot.com/, diakses 13 Mei 2009

Rahmadhan, Fuji. 2003. Studi deskriptif mengenai konsep diri remaja di yayasan panti asuhan yatim piatu “X” Lembang. Skripsi Fakultas Psikologi, Universitas Kriten Maranatha Bandung


(1)

19

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

Dari kerangka pikir diatas, maka dapat dirumuskan beberapa asumsi sebagai berikut:

 Siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC dapat diketahui konsep dirinya melalui pengukuran dari dimensi internal dan eksternal.

 Pembentukan konsep diri positif dan negatif dari siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu pengalaman, aktualisasi diri, kompetensi.


(2)

63 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kebanyakan siswa SMA yang menjadi anggota geng motor XTC di kota “X” memiliki konsep diri negatif baik pada dimensi internal maupun dimensi eksternal.

2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan konsep diri yang negatif adalah kemampuan balap motor, pengalaman membuat ricuh.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan konsep diri positif adalah kemampuan modifikasi, pengalaman banyak teman.


(3)

64

Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dan dengan menyadari adanya berbagai keterbatasan dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sehubungan dengan penelitian ini yaitu:

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk melibatkan lebih banyak responden, mengingat penelitian ini hanya melibatkan 30 responden relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota geng motor yang sebenarnya. 2. Berhubungan dengan kesimpulan mengenai keterkaitan antara konsep diri dan faktor-faktor, perlu diteliti lagi korelasi antara aktualisasi, pengalaman, dan kompetensi.

5.2.2 Saran Praktis

1. Memberikan informasi kepada siswa mengenai konsep diri dengan cara melakukan penyuluhan, sehingga dapat menjadi masukan dan diharapkan para siswa dapat mengurangi konsep diri negatif.

2. Bagi para orang tua siswa yang anaknya memiliki konsep diri negatif diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membantu untuk membentuk konsep diri positif dengan cara konseling yang dilakukan oleh guru bimbingan konseling.


(4)

65

Universitas Kristen Maranatha

3. Bagi masyarakat dan orang tua, diharapkan dapat membentuk interaksi lingkungan yang kondusif berupa pemberian dukungan bagi siswa SMA yang menjadi anggota geng motor, agar anak tersebut mengurangi konsep diri negatif.


(5)

66 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A and Byrne, D. 1977. Social Psychology, Understanding Human Interaction, ed 2. Boston: Allyn & Bacon.

Fitts, W. H. 1971. The Self Concept and Self Actualization. Western Psychological Services Californ

Hurlock, E. 1994. Psikologi Perkembangan (Terjemahan). Edisi ke 5. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kartono, K. 2008. Patologi Sosial I: Kenakalan Remaja. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.

Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development, ed 5. Jakarta: Penerbit Erlangga. Siegel, S. 1977. Statistika Non Parametrik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia


(6)

67 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Esterina Ria, Tjong. 2004. Suatu studi deskriptif mengenai Konsep diri pada remaja panti asuhan putra “X” Kota Bandung. Bandung: Universitas Kristen Maranatha

http://tafany.wordpress.com/2008/11/11/fenomena-premanisme-pada-remaja/, diakses 13 Mei 2009

http://madiasbutterfly.blogspot.com/, diakses 13 Mei 2009

Rahmadhan, Fuji. 2003. Studi deskriptif mengenai konsep diri remaja di yayasan panti asuhan yatim piatu “X” Lembang. Skripsi Fakultas Psikologi, Universitas Kriten Maranatha Bandung