PENGEMBANGAN STRATEGI INTERNALISASI NILAI KEBERSAMAAN PADA PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR INKLUSIF.

(1)

PENGEMBANGAN STRATEGI INTERNALISASI

NILAI KEBERSAMAAN PADA PESERTA DIDIK SEKOLAH

DASAR INKLUSIF

(Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Puteraco Indah Kota Bandung)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

dalam Bidang Pendidikan Umum

Oleh Hermanyah NIM : 0807961

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

==========================================================

PENGEMBANGAN STRATEGI INTERNALISASI NILAI KEBERSAMAAN PADA PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR INKLUSIF

(Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Puteraco Indah kota Bandung)

Oleh Hermansyah Drs. IKIP Jakarta, 1987 M.Pd SPs UPI Bandung, 2005

Sebuah disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Pendidikan Umum SPs UPI Bandung

© Hermansyah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

(4)

ABSTRAK

Disertasi ini merupakan hasil penelitian tentang pengembangan strategi internalisasi nilai kebersamaan pada peserta didik sekolah dasar inklusif : studi kasus di Sekolah dasar negeri Puteraco Indah kota Bandung.Penelitian ini melibatkan kepala sekolah, guru, dan peserta didik kelas tinggi di SDN Puteraco Indah sebagai subjek penelitian. Masalah utama dalam penelitian ini adalah pengembangan strategi internalisasi nilai kebersamaan pada peserta didik di SDN inklusif Puteraco Indah kota Bandung, yang dikaji melalui pertanyaan penelitan

“ bagaimana strategi sekolah, pelaksanaan strategi, dan rumusan pengembangan strategi

internalisasi nilai-nilai kebersamaan yang sesuai dengan kebutuhan SDN Inklusif Puteraco

Indah”. Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori-teori internalisasi nilai dalam prespektif proses pendidikan, perspektif psikologi, perspektif pendidikan afektif Krathwohl dan pendidikan karakter Thomas Lickona. Teori yang medasari nilai kebersamaan dalam seting pendidikan inklusif mengacu pada teori pendidikan inklusif dan komitmen pembangunan sekolah inklusif yang tertuang dalam L Giorcelli Building Inclusive Schools

Conference, Agustus 2002. Pengumpulan data berkenaan dengan strategi internalisasi

nilai-nilai kebersamaan pada peserta didik dan pelaksanaannya di SDN Puteraco Indah kota Bandung dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Proses analisis data hasil penelitian ini dilakukan dengan pendekakatan kualitatif model Mc Millan dan

Schumacher. Analisis SWOT model Pierce digunakan untuk menghasilkan rumusan

pengembangan strategi internalisai nili-nilai kebersamaan pada peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan yang dimiliki SDN Puteraco Indah merupakan penjabaran dari visi dan misi sekolah yang tertuang dalam dokumen RKJM (Rencana Kerja Jangka Menengah). Nilai kebersamaan terwadahi dalam salah satu makna visi sekolah yang menyatakan bahwa salah satu wujud dari kualitas kesalehan adalah tidak membedakan perlakuan kepada teman sebaya berdasarkan kondisi fisik, sosial,mental, kemampuan akademik, serta etnis dan agamanya, (2) Pelaksanaan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan di SDN Puteraco Indah memiliki keunikan karakteristik sehubungan dengan banyaknya jumlah peserta didik ABK dibandingkan dengan peserta didik regular. Pelaksanaan tutor sebaya merupakan strategi pengelolaan pembelajaran, dan kegiatan ektrakurikuler dijadikan wadah internalisasi nilai-nilai kebersamaan, (3) Pengembangan internalisasi nilai-nilai kebersamaan peserta didik yang dilakukan melalui analisis SWOT menghasilkan rumusan pengembangan strtategi internalisasi nilai kebersamaan sebagai nilai inti (core value) untuk tingkatan satuan pendidikan dan pembelajaran yang mengacu pada rambu-rambu, (1) terintegrasi dalam program sekolah, (2) internalisasi diarahkan agar peserta didik regular memiliki kemauan dan kemampuan untuk menerima, berinteraksi dan menjadi pelindung bagi ABK (3) mengembangkan pembelajaran yang berbasis joyful learning dan cooperative learning dalam rangka membangun nilai kebersamaan, (4) Berbasis pada pola kolaborasi multidilipliner. Penulis menyampaikan rekomendasi kepada semua pihak terkait bahwa dalam rangka mewujudkan komitmen education for all, dan pendidikan berbasis keadilan sosial sebagai bagian dari pengamalan nilai-nilai Pancasila, hendaknya dikembangkan sistem pendidikan inklusif yang mengusung nilai-nilai kebersamaan.

Kata Kunci : Strategi, internalisasi nilai kebersamaan, Peserta didik, sekolah inklusif, Analisis SWOT


(5)

ABSTRACT

This doctoral dissertation presents the results of study on developing a strategy for internalizing the value of togetherness among inclusive elementary school students: A case study in Puteraco Indah Public Elementary School the City of Bandung. The study involved the school principal, teachers, and students as research subjects. The main issue of the study is to develop a strategy of togetherness value internalization for Puteraco Indah Public Elementary School, by referring to research questions: “what is school strategy?; how is it applied, and how is the strategy of togetherness value internalization developed in accordance with the needs of Puteraco Indah Inclusive Elementary School?”. The study is based on internalization value theories in educational process, psychological, and affective education perspectives developed by Krathwohl and character education perspective by Thomas Lickona. Theory of togetherness value in inclusive education setting refers to inclusive education theory and commitment to inclusive school development presented in L. Giorcelli Building Inclusive Schools Conference, August 2002. Observation, interview, and documentary study were adopted to collect data on the strategy for internalizing togetherness value in school children and its application in Puteraco Indah Elementary School. Data were then analyzed by an analytical model of McMillan and Schumacher. A Pierce model SWOT analysis was carried out to formulate the togetherness values strategy in line with the school needs. The findings show that (1) togetherness values strategy applied in Puteraco Indah Elementary School is elaborated from school vision and mission as documented in school’s Mid-Term Work Plan. Togetherness values are described in a statement of the school vision stipulating that one of virtue qualities is not to discriminate school mates or peers against physical condition, social status, mental state, academic ability, ethnicity, and religion; (2) the implementation of togetherness value strategy in Puerco Indah Elementary School has a particular characteristic as special needs students outnumber normal students. Peer tutoring is a learning management strategy, and curricular activities constitute a medium to internalize togetherness values; (3) student togetherness values strategy developed on SWOT analysis has resulted in a formula of strategy development as core value for the school and instructional activities, that refers to the following rules: (1) integrated school programs, (2) internalization is intended for regular students to be willing and able to accept, interact, and protect special needs students, (3) development of joyful and cooperative learning to foster togetherness values, and (4) learning is based on multidisciplinary collaboration. All related parties are recommended that in order to realize the commitment to education for all and social justice-based education as a part of Pancasila principles execution, inclusive education system be developed to enhance togetherness values.

Keywords: strategy, togetherness values internalization, students, inclusive school, SWOT analysis


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan dan melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

Disertasi ini berjudul pengembangan strategi internalisasi nilai kebersamaan pada peserta didik Sekolah Dasar Inklusif (studi kasus di SDN Puteraco Indah Kota Bandung). Judul ini dipilih sebagai upaya sumbangsih pemikiran dan atas kepedulian penulis dalam masalah kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat dan dunia pendidikan. Pancasila sebagai landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan di Indonesia mengamanatkan agar sistem pendidikan berlandaskan pada nilai-nilai keuhanan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam kondisi kemajemukan , dan memberikan layanan kepada setiap peserta didik sesuai kebutuhan masing-masing yang merupakan cerminan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan inklusif yang dalam implementasinya diwujudkan melalui pelaksanaan kebijakan sekolah inklusif secara filosofis merupakan bagian dari perwujudan keadilan sosial dalam bidang pendidikan.

Ide penulisan disertasi ini dilatarbelakangi keprihatinan penulis dengan kerap masih terjadinya resistensi terhadap keberadaan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di sekolah inklusif. Pendidikan inklusif sebenarnya telah memiliki pijakan yuridis yang kuat, baik secara nasional maupun internalisonal.Masih terjadinya resistensi terhadap keberadaan ABK di sekolah inklusif salah satunya disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap ABK. Akibat rendahnya pemahaman tersebut, kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap keberadaan ABK juga rendah. Oleh karena itu perlu dicarikan upaya agar mayarakat dapat menerima keberadaan ABK dan berinteraksi secara wajar.

Dalam konteks pendidikan inklusif, seperti yang diwujudkan melalui praktik sekolah inklusif di SDN Puteraco Indah Kota Bandung, penulisan disertasi ini


(7)

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi terciptanya suasana kebersamaan dalam interaksi sosial diantara peserta didik satu sama lain. Sekolah memiliki peran strategis dalam upaya menciptakan suasana kebersamaan tersebut. Penulisan disertasi ini berangkat dari penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah inklusif. Secara umum, produk penelitian ini berupa rumusan konsep pengembangan strategi sekolah dalam menginternalisasikan nilai-nilai kebersamaan dan stratgi pembelajaran internalisasi nilai-nilai kebersamaan melalui kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler.

Semoga disertasi ini bermanfat bagi pengembangan pendidikan inklusif dan dapat menginspirasi lahirnya penelitian-penelitian lain, khususnya dalam setting pendidikan inklusif.

Bandung, Januari 2014

Penulis


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah sangat berjasa dalam penulisan disertasi ini, karena penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini dapat diselesaikan karena mendapatkan dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu izinkan penulis menyampaikan ucapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat bapak Prof. Dr. H. Sofyan Sauri. M.Pd, sebagai promotor dalam penulisan disertasi ini yang telah banyak membantu dengan penuh kesabaran, dengan sikap keterbukaan telah memberikan bimbingan dan arahan penuh keikhlasan kepada penulis, sehingga proses penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan lancar, yang terhormat bapak Prof. Dr. H. Nursid Sumaatmadja, selaku ko promotor yang telah bekerja keras untuk mendorong dan membimbing dalam penyelesaian disertasi ini, yang terhormat bapak Dr. H. Zaenal Alimin. M.Ed sebagai anggota, yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian disertasi ini.

Dalam kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed., selaku Direktur Program Pascasarjana UPI, yang telah membantu dalam memperlancar penulisan diertasi ini melalui kebijakan yang diberikan.

2. Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah M.Si, selaku ketua prodi Pendidikan Umum dan penguji pada sidang tahap 1 yang telah memberikan bantuan teknis, masukan akademik dan memperlancar penulisan disertasi ini melalui kebijakan yang diberikan

3. Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman, selaku penguji pada sidang tahap 1 yang telah mengkritisi dan memberikan masukan akademik untuk perbaikan disertasi ini. 4. Ibu Eti Suzane Ernawati, S.Pd, selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri Putraco


(9)

5. Bapak/ Ibu Guru Sekolah Dasar Negeri Putraco Indah, yang telah banyak membantu dan memberikan masukan dan informasi dalam pengambilan data. 6. Dosen SPs UPI,khususnya prodi Pendidikan Umum yang telah mendidik dan

membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

7. Para Pegawai Administrasi SPs UPI yang senantiasa membantu segala keperluan administratif demi kelancara penulis dalam menyelesaikan studi ini

8. Istriku tercinta,Siti Saidah S.Pd yang selalu setia mendampingi, menyemangati, mendukung penulis. Berkat doa, kesabarannya, dan perhatiannya, sehingga peroses penulisan disertasi ini dapat terselesaikan.

9. Anaku tersayang, Muhammad Subkhi Fadillah yang senantiasa bersabar, dan selalu mendoa’kan demi kelancaran dalam proses penulisan disertasi ini.

10.Keluarga besar dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam kelancaran penyelesaian penulisan disertasi ini.

Atas segala kebaikan dari semua pihak, semoga Allah SWT, melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta membalas kebaikan semua pihak dengan balasan yang berlipat ganda, amin.

Bandung, Januari 2014 Penulis Hermansyah


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ……… i

LEMBAR PERNYATAAN ………... ii

ABASTRAK ………... iii

ABSTRACT ………... iv

KATA PENGANTAR ……… v

UCAPAN TERIMAKASIH ………... vii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1

A Latar Belakang Penelitian ……….. 1

B Identifikasi dan Rumusan Masalah ……… 12

C Tujuan Penelitian ………... 13

D Manfaat Penelitian ………. 15

E Pengorganisasian Disertasi ………... 16

BAB II KAJIAN KONSEP STRATEGI INTERNALISASI NILAI KEBERSAMAAN ……… 17

A Strategi Internalisasi Nilai Kebersamaan ………….. 17

B Konstruk Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Kebersamaan dalam Setting Sekolah Inklusif ... 61

C Konsep dan Implementasi Pendidikan Inklusif ... 70

D Anak Berkebutuhan Khusus Sebagai Bagian Integral dalam Penyelenggaraan Sekolah Inklusif ... 82

E Pendidikan Inklusif sebagai Perwujudan Keadilan Sosial di Bidang Pendidikan ... 90

F Kaitan Antara Pendidikan Berbasis Keadilan Sosial dengan Pendidikan Inklusif ... 94

G Spektrum Penelitian dalam Kaitannya dengan Pendidikan umum ... 95 H Kajian Penelitian dalam Setting Pendidikan Inklusif

Kaitannya dengan Internalisasi Nilai Kebersamaan ...


(11)

Halaman

BAB III METODE PENELITIAN ………. 108

A Lokasi dan Subjek Penelitian ………. 108

B Desain Penelitian ………... 110

C Metode Penelitian ………. 114

D Instrumen Penelitian ………. 115

E Teknik Pengumpulan Data ………. 116

F Analisis Data ………. 122

G Validasi Data .……….. 130

H Definisi Konseptual ………... 130

BAB IV DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ……….. 134

A Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……….... 135

B Deskripsi Data Penelitian ………... 140

C Rumusan Konsep Pengembangan Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Kebersamaan pada Peserta Didik yang Sesuai dengan Kebutuhan Sekolah Dasar Inklusif Puteraco Indah Kota Bandung ………. 206

D Pembahasan Hasil Penelitian ……… 246

E Temuan Penelitian ………. 399

F Keterbatasan Penelitian ……….. 316

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 318

A Kesimpulan ………... 318

B Rekomendasi ……… 322

DAFTAR PUSTAKA ………. 324


(12)

DAFTAR TABEL

Tebel Judul Tabel Halaman

2.1 Lima Kategori Afektif Menurut Krathwohl ………… 37 2.2 Jabaran Pendidikan Nilai untuk Perdamaian,

Hak-hak Asasi Manusia, Demokrasi, dan Pembangunan

Berkelanjutan ………... 75

3.1 Kisi-Kisi Alat Pengumpul Data Penelitian ... 121 3.2 Analisis Pembobotan Pentingnya Peluang dan

Ancaman ………. 125

3.3 Analisis Rating Peluang dan Ancaman ……….. 125 3.4 Analisis Penilaian Lingkungan Ekternal ……… 126 3.5 Analisis Pembobotan Pentingnya Kekuatan dan

Kelemahan ………... 126

3.6 Analisis Rating Kekuatan dan Kelemahan ………….. 127 3.7 Analisis Penilaian Lingkungan Internal ……….. 127 3.8 Perumusan Strategi Operasional ………. 129 3.9 Perumusan Tujuan Operasional ……….. 129 4.1 Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan di SDN

Puteraco Indah tahun 2010/2011 ... 135 4.2 Keadaan Peserta Didik di SDN Puteraco Indah Kota

Bandung ……….. 136

4.3 Perkembangan Jumlah peserta didik ABK untuk

Setiap Kelas ………. 137

4.4 Penyajian Data Strategi Internalisasi Nilai-Nilai

Kebersamaan Komponen Perencanaan Program ... 142 4.5 Penyajian Data Strategi Internalisasi Nilai-Nilai

Kebersamaan Komponen Ragam/Jenis Program

Kegiatan ………... 153

4.6 Penyajian Data tentang Pelaksanaan Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Kebersamaan Komponen

Sumber Daya Manusia 164

4.7 Penyajian Data tentang Pelaksanaan Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Kebersamaan Komponen

Peserta Didik ………. 171

4.8 Penyajian Data tentang Pelaksanaan Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Kebersamaan Komponen


(13)

Tebel Judul Tabel Halaman

4.9 Penyajian Data tentang Pelaksanaan Strategi Internalisai Nilai-Nilai Kebersamaan Komponen

Manajemen Program ………. 184

4.10 Penyajian Data tentang Pelaksanaan Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Kebersamaan Komponen

Metode/Pendekatan ……… 190

4.11 Pengajian Data tentang Internalisasi Nilai-Nilai

Kebersamaan Komponen Setting Pelaksanaan ………. 193 4.12 Penyajian Data tentang Pelaksanaan Strategi

Internalisasi Nilai-Nilai Kebersamaan Komponen

Sarana dan Prasarana ……….. 198 4.13 Penyajian Data tentang Pelaksanaan Strategi

Internalisasi Nilai-Nilai Kebersamaan Komponen

Pembiayaan ………... 202

4.14 Penyajian Data tentang Pelaksanaan Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Kebersamaan Komponen

Sistem Evaluasi ……... 204 4.15 Analisis Penilaian Lingkungan Ekternal Sekolah …... 206 4.16 Analisis Penilaian Lingkungan Internal Sekolah …… 208 4.17 Perumusan Strategi Operasional Sekolah ……… 213 4.18 Perumusan Tujuan Operasional Sekolah ………. 221 4.19 Analisis Penilaian Lingkungan Ekternal Pembelajaran 226 4.20 Analisis Penilaian Lingkungan Internal Pembelajaran . 228 4.21 Perumusan Strategi Operasional Pembelajaran ……... 232 4.22 Perumusan Tujuan Operasional Pembelajaran ……… 237 4.23 Tema-tema Pembelajaran Nilai Kebersamaan ……… 308 4.24 Impelemntasi Pembelajaran Nilai Kebersamaan


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar Halaman

2.1 Kategori Nilai Menurut Lickona ………. 25

2.2 Pembagian Nilai Moral ... 28

2.3 Taksanomi Afektif ………. 36

2.4 Irisan Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik dalam Pembelajaran Sikap ……….. 39

2.5 Components of Good Character ………. 40

2.6 Kerangka Teoritis Penelitian ... 69

2.7 Posisi Spektrum Penelitian dalam Kerangka Dasar Pendidikan Umum ………... 102

3.1 Langkah-Langkah Penelitian ………... 114

3.2 Diagram Manajemen Strategik Suatu Sistem ... 124

3.3 Penentuan Strategi Umum ……….. 128

4.1 Strategi Internalisasi Nilai Kebersamaan Peserta Didik Di SDN Puteraco Indah Kota Bandung ... 163

4.2 Penentuan Strategi Sekolah Dasar Puteraco Indah Kota Bandung ……….. 212

4.3 Penentuan Strategi Pembelajaran di Sekolah Dasar Puteraco Indah Kota Bandung ………. 230

4.4 Kerangka Kerja Pengembangan Strategi Internalisasi Nilai Kebersamaan Peserta Didik ………... 290


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran Halaman

A Instrumen Penelitian Untuk Strategi Sekolah ………. 336 B Instrumen Penelitian Untuk Strategi Pembelajaran …. 343 C Data dan Hasil Analisis SWOT Sekolah ………. 345 D Data dan Hasil Analisis SWOT Pembelajaran ……… 378 E Contoh Strategi Pembelajaran Hak dan Kewajiban

Anak ………... 395

F Contoh Strategi Pembelajaran K e r j a s a m a ………. 405 G Catatan Lapangan di Sekolah Dasar Puteraco Indah

Kota Bandung ……….. 411

H Photo Kegiatan Hasil Observasi di Sekolah Dasar

Negeri Putraco Indah ………... 435 I Permohonan Izin Melakukan Studi Lapangan/

Observasi ………. 442

J Perpanjangan Tugas Pembimbing Penulisan Disertasi sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan

Indonesia Angkatan 2008 Tahun 2011 ……….. 444 K Perpanjangan Tugas Pembimbing Penulisan Disertasi

sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan

Indonesia Angkatan 2008 Tahun 2012 ………. 446 L Perpanjangan Tugas Pembimbing Penulisan Disertasi

sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan

Indonesia Angkatan 2008 Tahun 2013 ………... 448 M Surat Keterangan Sudah Melakukan Studi

Lapangan/Observasi ……….. 450


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A Latar Belakang Penelitian

Secara umum pendidikan dimaknai sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu menuju kedewasaan dan kematangan (Sumaatmadja, 2002: 40). Kematangan atau kedewasaan dimaksud dalam konteks Pendidikan Nasional di Indonesia diarahkan pada terbentuknya sosok manusia yang utuh (Insan Kamil). Upaya untuk mewujudkan insan kamil tersebut bersifat universal dan menjadi hak asasi setiap individu, termasuk bagi anak berkebutuhan khusus, meskipun dalam bentuk dan derajat yang berbeda-beda. Dalam konteks ini, hakikat pendidikan pada dasarnya memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk mengembangkan segenap potensi dirinya, tanpa melihat sisi perbedaan fisik, mental, etnis, agama, sosial, dan ekonomi.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3 UU No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Tujuan pendidikan nasional tersebut di atas dijadikan acuan dalam perumusan visi pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Straregis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-1014 yaitu “Terselenggaranya layanan prima Pendidikan Nasional untuk membentuk Insan Indonesia Cerdas dan Komprehensif”. Visi Kementerian Pendidikan Nasional tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam Misi Pendidikan Nasional sebagai berikut: “(1) meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan; (2) memperluas keterjangkauan layanan pendidikan; (3) meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; (4) mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan; dan (5)


(17)

menjamin kepastian memperoleh layanan pendidikan” (Renstra Kementerian Pendidikan Nasional 2010- 2014). Ketercapaian tujuan, visi, dan misi pendidikan nasional salah satunya ditentukan oleh komitmen pemerintah dalam memberikan hak-hak yang sama kepada setiap anak usia sekolah untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu.

Ditinjau dari sisi hak-hak anak, setiap individu warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, termasuk di dalamnya warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan /atau sosial, berhak memperoleh pendidikian khusus (Pasal. 5 ayat 1 dan 2 UU No. 20 tahun 2003). Hal ini sejalan dengan pandangan filosofis pendidikan berbasis keadilan sosial. Secara konseptual pendidikan yang berkeadilan sosial dapat dirumuskan sebagai pendidikan yang menganut prinsip keseimbangan dan pemerataan hak dan kewajiban pendidikan berdasarkan pada kemajemukan, keyakinan beragama, gender, ekonomi, abilitas pribadi, dan akses informasi dari semua warga negara. Realita sosial yang pruralis dan heterogen dapat benar-benar dijadikan sebagai kekuatan akar rumput (grass root) dalam membangun model pendidikan yang berkeadilan sosial, kepentingan masyarakat benar-benar terayomi (Mulyana, dalam http://pmibandung.woedpress.com /2007/07).

Ditinjau dari ajaran agama Islam, keberadaan manusia dihadapan Allah SWT itu sama. Essensi perbedaan manusia satu dengan yang lainnya dihadapan Allah tidak dilihat dari hal-hal yang bersifat fisik-lahiriyah, tetapi dinilai dari tingkat ketaqwaannya kepada Allah. Pada dasarnya fitrah manusia itu dijadikan berbeda-beda (Plural-tidak homogen tetapi heterogen-majemuk). Kemajemukan tersebut bukan diperuntukkan untuk saling mendiskriminasikan, tetapi untuk saling mengenal, bekerja sama satu sama lain. Allah SWT sebagai Kholiq (Yang Maha Pencipta) tidak membeda-bedakan manusia dari rupa dan sisi lahiriyah ataupun status sosialnya di masyarakat, tetapi dihadapan Allah manusia yang paling beriman dan bertaqwalah yang membedakan manusia satu dengan lainnya (QS:Alhujurat:13, tafsir Shihab (2002:261). Allah SWT tidak memandang kepada bentuk tubuh dan rupa manusia, tetapi Dia memandang pada hati manusia” (HR.


(18)

Muslim dalam, Imam Nawawi, penterjemah Sunarto, Achmad, 1999:7). Maha suci Allah yang Maha Adil. Esensi ayat Al-Qur’an dan Hadist tersebut mengusung nilai-nilai inklusif dan kebersamaan.

Kenyataan dalam kehidupan menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai kebersamaan masih dihadapkan pada berbagai permasalahan. Kasus-kasus ketidakbersamaan dalam kehidupan di masyarakat terjadi dari persoalan umum sampai pada tataran praktek pendidikan. Fenomena tawuran menjadi masalah sosial yang mewarnai perilaku sebagian masyarakat, bahkan terjadi pada siswa sekolah dasar, seperti di Jakarta Timur (Tempo, 16 Mei 2010). Persoalan anak putus sekolah juga menggambarkan adanya masalah dalam hal implementasi nilai-nilai kebersamaan. Data Komnas Perlindungan Anak menyatakan bahwa kasus putus sekolah yang paling menonjol terjadi di tingkat SMP, yaitu 48 %, di tingkat SD tercatat 23 %, di tingkat SMA 29 %. Kalau digabungkan kelompok usia remaja, yaitu anak SMP dan SMA, jumlahnya mencapai 77%. (www.ayomerdeka, 22 Maret 2008).

Akses memperoleh layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yang dalam tulisan ini selanjutnya akan digunakan istilah ABK, menunjukkan persoalan serius. Masalah aksesibilitas ini terbentur dengan persoalan pemahaman, persepsi dan perlakuan terhadap layanan pendidikan ABK, misalnya kasus kesulitan mencari sekolah inklusif bagi ABK yang dialami oleh seorang ibu di daerah Tangerang Selatan (Republika, Rabu 24 Februari 2010), sulitnya akses pendidikan bagi masyarakat miskin (Komisi Hukum Nasional, Selasa, 04 September 2007), sulitnya aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat terpencil (Suryadi:2006:32), diskriminasi pendidikan yang dialami anak penyandang HIV karena terinfeksi dari orang tuanya (Intisari, Juni 2010). Fenomena buta huruf karena faktor kemiskinan masih kerap dijumpai yang dapat mengakibatkan negeri ini terpuruk karena kualitas sumber daya manusianya tidak mampu bersaing dengan negara -negara yang lain.

Dalam perspektif keadilan memperoleh layanan pendidikan, fenomena ketidakbersamaan masih menjadi bagian dari potret dunia pendidikan. Belum tersentuhnya anak-anak usia sekolah dari populasi masyarakat miskin,


(19)

mencerminkan persoalan keadilan dan ketidakbersamaan dalam praktik pendidikan (Shihab, Talkshow 13 November 2008). Masalah ketidakbersamaan di bidang pendidikan antara masyarakat kaya dan miskin juga terungkap dalam acara Talkshow III di Batu TV Malang yang menyatakan bahwa adanya persoalan kesenjangan antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dalam memperoleh layanan pendidikan.

Persoalan marginalitas dalam pendidikan masih merupakan permasalahan yang mewarnai nilai-nilai kebersamaan, misalnya kasus sebanyak 174 anak usia sekolah dasar di daerah Jonggol, tidak memperoleh kesempatan memperoleh layanan pendidikan ( Republika, 17 Februari 2010).

Dalam konteks layanan pendidikan ABK, kenyataannya masih dihadapkan pada persoalan aksesibilitas dan mutu layanan pendidikan. Data dari Direktorat Pendidikan Luar Biasa Kementerian Pendidikan Nasional menyebutkan ABK di Indonesia mencapai sebanyak 324.000 orang. Dari 324.000 ABK, baru 75.000 anak yang sudah tersentuh pendidikan, sedangkan sisanya sebanyak 249.000 belum tersentuh pendidikan. (www.google.com). Secara kuantitatif hingga saat ini baru sekitar 20 persen dari 346.800 anak lebih yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah khusus. (Kompas.com. 14 Desember 2009). ABK usia dini yang mengikuti pendidikan, baru terlayani sekitar 34% (jugaguru.com, 14 April 2007).

Dalam perspektif sosiologis, nilai-nilai kebersamaan salah satunya dapat dikembangkan dalam setting sekolah inklusif, nyatanya masih dihadapkan pada persoalan penolakan sosial (Republika, Rabu 24 Februari 2010). ABK yang sudah masuk sekolahpun, masih banyak yang mengalami putus sekolah. Data di Provinsi Jawa Barat menunjukkan terdapat 12.041 anak usia wajib pendidikan dasar yang tidak bersekolah (Pikiran Rakyat, 13 November, 2008). Khusus untuk ABK, dari 62.320 ABK, hanya 16.750 ABK yang bisa bersekolah (Republika, 4 Mei 2010).

Permasalahan lainnya yang menyangkut implementasi nilai-nilai kebersamaan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, adalah persepsi yang salah terhadap sosok ABK. Fakta ini menunjukkan bahwa belum semua orang tua


(20)

peserta didik memahami dan mau menerima keberadaan ABK untuk bersekolah di sekolah umum (Republika, 30 September 2009). Masalah persepsi ini tidak hanya ditunjukkan oleh orang tua pesera didik yang secara akademis awam tentang pendidikan, tetapi nyatanya dikalangan praktisi pendidikan juga, tidak jarang menunjukkan sikap dan persepsi yang kurang menguntungkan terhadap ABK. Dari hasil telaah kasus, ditemukan 3 alasan keengganan sekolah umum menerima ABK, yaitu: (1) guru-guru di sekolah umum belum memahami dan belum terbiasa mengajar ABK; (2) sekolah umum belum memiliki kurikulum, program pembelajaran dan metode khusus untuk belajar ABK; dan (3) adanya kekhawatiran dari sebagian orang tua pesrta didik reguler dengan kehadiran ABK di sekolah umum. Kondisi seperti ini memaksa orang tua ABK menyekolahkan anaknya di SLB yang jaraknya cukup jauh dari rumahnya. (Irawan, Agus, S. Laporan Konseling Keluarga, 2009:21). Aspek sosial ekonomi orang tua peserta didik juga merupakan faktor pemicu lainnya yang menyebabkan aksesibilitas ABK terhadap layanan pendidikan mengalami hambatan (Tim Pusat Layanan Informasi dan Konsultasi Anak Autis PPPPTK TK dan PLB, 2010).

Uraian kasus-kasus sebagaimana dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai kebersamaan dalam praktek pendidikan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni: (1) masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman tentang konsep pendidikan untuk semua (education for All), tanpa membedakan kondisi sosial ekonomi, fisik, mental, akademik, ras, etnis, dan agama; (2) masih rendahnya komitmen sekolah umum untuk memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yang ditandai dengan belum memadainya kurikulum, program pembelajaran, dan guru-guru yang siap melayani pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Dari analisis kasus empirik tersebut, sampailah pada sebuah persoalan bahwa implementasi nilai-nilai kebersamaan sebagai salah satu nilai inti (core values) sistem pendidikan nasional, termasuk di dalamnya model layanan pendidikan di sekolah inklusif, masih membutuhkan sebuah upaya yang terus menerus dilakukan. Berbagai upaya dimaksud, dapat dilakukan melalui kajian literatur, penelitian dan pengembangan sampai pada implementasi regulasi yang mendukung terciptanya nilai-nilai kebersamaan dimaksud.


(21)

Selama ini pemerintah (Kementerian Pendidikan Nasional) bersama-sama dengan masyarakat telah berusaha melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan yang berbasis keadilan sosial melalui penyelenggaraan pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi. Bagi anak-anak yang memiliki kelainan, pemerintah menyelenggarakan Pendidikan Khusus untuk semua jenjang, yaitu TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMLB. Dalam perkembangannya pemerintah juga mengembangkan pendidikan inklusif. Secara operasional wujud pendidikan inklusif yaitu satuan pendidikan (Sekolah) yang mengakomodasi semua Anak Berkebutuhan Khusus. Secara normatif, sekolah Inklusif adalah sekolah yang terpilih melalui seleksi dan memiliki kesiapan, baik kepala sekolah, guru, orang tua, peserta didik, tenaga administrasi dan lingkungan sekolah/masyarakat).

Pengembangan sekolah inklusif bahkan telah mendapatkan dukungan dan pembenaran dari UNESCO.” ... sekolah harus mengakomodasi anak, terlepas dari kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, dan kondisi lainnya (UNESCO: The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education, Para 1994:3). Kebijakan pendidikan disemua tingkat harus secara jelas mencantumkan bahwa seorang anak yang menyandang kelainan seharusnya bersekolah di sekolah dekat tempat tinggalnya bersama-sama dengan anak-anak lainnya (UNESCO: Dakar Framework for Action, 2000).

Pendidikan inklusif menekankan perlunya anak-anak yang selama ini termarjinalkan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan berpartisipasi dalam pembelajarannya. Dalam konsep ini terkandung makna yang sangat mendasar tentang pendidikan inklusif yaitu bahwa pendidikan inklusif memberikan akses yang seluas-luasnya bagi semua anak tanpa membedakan kondisi fisik, mental, status sosial ekonomi, etnis, dan agama.

Pandangan di atas menjelaskan bahwa konsep pendidikan inklusif memberikan jaminan yang seluas-luasnya bagi terwujudnya “Pendidikan Untuk Semua” (PUS) atau Education for All (EFA). Manakala dikaitkan dengan konsep pendidikan umum (General Education), jelaslah bahwa konsep pendidikan inklusif merupakan sebuah model pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan secara utuh dalam konteks kebersamaan, baik dalam hak, layanan,


(22)

maupun cara pandang manusia yang menempatkan pada learning live together. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Dresser dan Lorimer (1960:570), Henry (1952:11), tentang pendidikan umum yang esensinya berupaya menyajikan pendidikan yang berorientasi pada praktek pendidikan yang humanistik, peduli pada ide-ide dan manusia, pengembangan seluruh pribadi dalam hubungannya dengan masyarakat, memperhatikan siswa sebagai human being, dan pengembangan individu dalam skala yang lebih luas, emosional, dan moral, juga intelektual secara integral. Dengan demikian, pendidikan umum peduli sekali terhadap pembinaan pribadi manusia dalam konteks kebersamaan.

Dalam perspektif pendidikan sebagai wahana pembelajaran (learning organization), pendidikan inklusif akan mendorong terjadinya interaksi yang sehat dan wajar antara anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak reguler bahkan dengan warga sekolah yang berbasis pada nilai-nilai kebersamaan. Hal tersebut dapat dipahami dari pandangan filosofis tentang pendidikan inklusif, sebagaimana dikemukakan oleh Sunanto dkk. (2004:4), bahwa “kehadiran pendidikan inklusif, bukan hanya sekedar menerima anak berkebutuhan khusus di sekolah umum, namun lebih pada upaya membaurkan kehadiran anak berkebutuhan khusus dalam dimensi psikologis, akademis, sosial, dan kultur serta institusional”.

Dari pandangan filosofis pendidikan inklusif tersebut di atas jelaslah bahwa model pendidikan inklusif memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi terjadinya internalisasi nilai-nilai kebersamaan antara anak berkebutuhan khusus dengan peserta didik lainnya. Nilai-nilai kebersamaan yang dapat dikembangkan dalam setting sekolah inklusif, akan memberikan jaminan terwujudnya interaksi sosial yang sehat dan wajar antara anak berkebutuhan khusus dengan peserta didik lainnya. Berdasarkan pada asumsi tersebut, jelaslah bahwa implementasi pendidikan inklusif memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi warga sekolah untuk mewujudkan nilai-nilai kebersamaan, antara anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak reguler.

Manakala nilai-nilai kebersamaan telah terwujud dalam setting sekolah inklusif, maka sesungguhnya kehadiran sekolah inklusif tidak hanya menampilkan model atau strategi pembelajaran dalam dimensi akademis, akan


(23)

tetapi jauh lebih bermakna untuk menghasilkan sebuah pengembangan model internalisasi nilai-nilai kebersamaan secara melembaga, bukan hanya kebersamaan dalam konteks interaksi pembelajaran di dalam kelas.

Internalisasi nilai-nilai dalam prakteknya akan terkait erat dengan pemahaman, persepsi, dan sistem nilai yang menyertai aktivitas suatu lembaga atau institusi. Misalnya, upaya internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif akan terkait dengan sejauhmana warga sekolah inklusif seperti kepala sekolah, guru, peserta didik reguler dan orang tuanya memahami filosofis dan konsep pendidikan inklusif? Pemahaman ini akan memberikan pertimbangan sikap terhadap persepsi dan juga pertimbangan moral dalam memperlakukan kehadiran anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.

Kenyataan menunjukkan, walaupun secara filosofis dan normatif pendidikan inklusif telah memperoleh pijakan yang kuat, tetapi dalam praktek penyelengaraannya masih dihadapkan kepada kendala-kendala, baik kendala yuridis, birokratis, maupun psikologis. Dari hasil studi pendahuluan dan diskusi ilmiah dalam forum pendidikan, mengemuka beberapa persoalan terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia, sebagai berikut:

1. Pendidikan inklusif sering kali sangat kompleks dan kontroversi, antara lain karena: (a) kompetisi dan orientasi pasar; (b) sikap negatif terhadap anak-anak yang selama ini termarjinalkan; dan (c) kurang adanya informasi tentang bagaimana sekolah dan birokrasi agar lebih inklusif.

2. Masih dijumpai adanya kebijakan yang bertolakbelakang dengan tujuan dan visi pendidikan nasional. Salah satu kebijakan yang paradok dijumpai dalam beberapa ketentuan hukum berikut: (a) setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus (Pasal 41 PP 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional); (b) Anak cacat yang mengikuti program pendidikan terpadu, adalah mereka yang memiliki kemampuan mengikuti pendidikan dengan anak normal di lembaga pendidikan berdasarkan pengamatan dan pemeriksaan oleh tenaga ahli yang relevan (Kepmendikbud 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu


(24)

untuk Anak-anak Cacat); dan (c) setelah lebih dari lima tahun proyek pendidikan inklusif, hanya sebagian kecil sekolah umum yang menjadi sekolah inklusif, misalnya: 1) di Provinsi DIY, dari lima ribu sekolah, hanya 123 sekolah inklusif; 2) di Provinsi Jateng, dari 25 ribu sekolah, hanya ada 117 sekolah inklusi. Di Jawa Barat, jumlah sekolah inklusif masih minim, yaitu 186 unit. Jumlah tersebut terdiri dari 139 sekolah dasar, 15 sekolah menengah pertama, 1 madrasah tsanawiah, 24 sekolah menengah atas, dan 3 madrasah aliyah. (Pikiran Rakyat, 13 november 2008). Walaupun di Jawa barat sampai tahun 2013 menunjukkan terdapat 462 sekolah, mulai SD hingga SMA yang sudah mendapat ijin menerapkan program inklusif (Pikiran Rakyat, 7 Oktober 2013), tetapi keberadaan sekolah inklusif yang benar-benar melakukan pengelolaan dan memberikan layanan pembelajaran sesuai dengan standar pengelolaan sekolah inklusif masih minim.

Dari interview awal dengan beberapa sekolah penyelenggara sekolah inklusif, nyatanya belum semua warga sekolah inklusif memahami filosofis, konsep, dan teknis operasional tentang penyelenggaraan sekolah inklusif. Hal ini memberikan dampak terhadap persepsi dan cara perlakuan warga sekolah terhadap kehadiran ABK di sekolah inklusif. Sebuah artikel dalam harian republika yang ditulis oleh Yuningsih (Republika, 30 September 2009), menunjukkan bahwa implementasi pendidikan inklusif dalam wujud sekolah inklusif masih menghadapi adanya resistensi terhadap kehadiran ABK di sekolah inklusif. Resistensi tersebut tidak saja datang dari pihak orang tua dan beberapa unsur pengelola sekolah, tetapi juga berimbas ke peserta didik reguler. Hal ini apabila tidak dicarikan solusinya dari sisi kebijakan akan menghambat program pengembangan pendidikan inklusif di Indonesia dan secara psikologis berdampak buruk bagi pengembangan kemampuan interaksi sosial anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.

Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini akan mengkaji data empiris yang dilakukan sekolah terkait dengan strategi sekolah dalam menginternalisasikan nilai-nilai kebersamaan kepada peserta didiknya di sekolah inklusif. Data empiris tersebut selanjutnya dijadikan bahan analisis untuk


(25)

mengembangkan strategi internalisasi nilai kebersamaan yang sesuai dengan kebutuhan di sekolah inklusif.

Implementasi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif, akan berinterelasi dengan faktor-faktor kontekstual sekolah. Masing-masing sekolah memiliki karakteristik yang berbeda dan dapat dimanfaatkan dalam mengimplementasikan internalisasi nilai-nilai kebersamaan dimaksud. Terkait dengan hal tersebut, dalam penelitian ini peneliti menggunakan unit sekolah sebagai fokus studi kasus dalam mengembangkan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif .

Analisis setting pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam penelitian ini akan digali dari analisis studi kasus terhadap sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Berdasarkan pada analisis studi awal, studi kasus dalam penelitian ini mengambil setting penelitian disalah satu sekolah dasar inklusif di Kota Bandung, yakni SD Negeri Puteraco Indah.

Penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD Negeri Puteraco Indah memiliki keunikan dari sisi jumlah dan jenis anak berkebutuhan khusus yang diterima di sekolah, dan periode penyelenggaraan pendidikan inklusif yang telah dirintis sejak tahun 2004 sebagai bagian dari proyek percontohan model sekolah inklusif dinas pendidikan provinsi Jawa Barat . Data tahun ajaran 2010- 2011 menunjukkan, jumlah keseluruhan peserta didik di SDN inklusif Puteraco Indah sebanyak 134 orang peserta didik, 79 (58,95%) diantaranya adalah ABK.

Dari hasil pengamatan awal dalam situasi pembelajaran dan di saat aktivitas di luar kelas di SDN Puteraco Indah, dan beberapa sekolah inklusif di kota Bandung nampak bahwa interaksi antara anak berkebutuhan khusus dengan peserta didik reguler secara umum cukup baik. Pada umumnya peserta didik reguler menunjukkan sikap yang wajar dalam bergaul dengan ABK. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara awal dengan pihak guru, terkadang muncul perilaku dari ABK (anak autis) yang menimbulkan pemahaman keliru dari peserta didik reguler. Misalnya ada anak autis yang tanpa permisi dulu langsung mengambil pensil temannya atau mendorong-dorong temannya. Kejadian ini nampak seperti dalam kegiatan bermain di waktu istirahat atau dalam kegiatan di


(26)

dalam kelas yang masih menimbulkan respon rasa kesal dari temannya. Dari hasil pengamatan dan diskusi dengan guru, mengemuka persoalan lain yang menyertai interaksi antara ABK dengan pesertadidik reguler, seperti kecenderungan untuk membiarkan ABK duduk di kelas ketika waktu istirahat, pertemanan yang khusus antara ABK dengan peserta didik reguler tertentu saja. Suasana seperti ini manakala didekati dalam perspektif pendidikan inklusif, akan menghambat terwujudnya nilai-nilai kebersamaan. Kondisi seperti ini merupakan modal alamiah yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif.

Sekolah Dasar Negeri Puteraco Indah menarik untuk ditelaah lebih mendalam sebagai setting penelitian dalam upaya merumuskan pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif. Permasalahan-permasalahan yang menjadi penghambat dalam penyelanggaraan pendidikan inklusif secara umum membutuhkan pemecahan yang komprehensif, tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Salah satu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana strategi internalisasi nilai moral yang dilakukan untuk mengatasi terhadap kenyataan masih adanya sikap-sikap negatif, terutama yang ditunjukkan oleh peserta didik reguler selama ia bergaul dalam proses pembelajaran terhadap ABK.

Atas dasar latar belakang di atas, penulis tergerak mengembangkan strategi internalisasi nilai moral kersamaan, yang secara bertahap diharapkan mampu mengubah sikap resistensi peserta didik reguler terhadap ABK ke arah tumbuhnya sikap-sikap yang positif, terutama mengenai sikap kebersamaan.

Dengan demikian fokus permasalahan yang dijadikan sebagai bahan penelitian ini yaitu: “Bagaimana mengembangkan strategi internalisasi nilai moral yang mampu dijadikan sebagai sarana pembentukkan sikap kebersamaan pada diri peserta didik reguler, agar mereka memiliki kemampuan dan kemauan untuk dapat menerima dan bergaul dengan ABK dalam setting sekolah inklusif?”. Peserta didik yang dijadikan sasaran internalisasi nilai kebersamaan diutamakan peserta didik kelas tinggi. Peserta didik kelas IV,V, dan VI berada pada rentang usia 81/2 s.d 14 tahun. Anak pada rentang usia tersebut, menurut pesrpektif


(27)

tahapan perkembangan moral anak berada pada fase memenuhi harapan lingkungan (Peer –Oriented Morality). Berdasarkan kajian Megawangi (133-144) terhadap teori-teori tahapan perkembangan moral anak, pada fase Peer-Oriented Morality anak sudah mengerti moral baik dan buruk (golden rule), sehingga akan lebih mudah dikondisikan dalam pelaksanaan internalisasi nilai-nilai kebersamaan ( Megawangi: 133-144)

B Identifikasi dan Rumusan Masalah

Penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD Negeri Puteraco Indah memiliki keunikan tersendiri dari sisi jumlah dan jenis anak berkebutuhan khusus yang diterima di sekolah, dan periode penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pada tahun 2004 SDN Puteraco Indah kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu proyek percontohan penyelenggaraan sekolah inklusif dibawah pembinaan sub. Dinas Pendidikan Luar Biasa Dinas Pendidikan provinsi Jawa Barat.Sampai saat ini SDN Puteraco Indah masih menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan kondisi keadaan karakteristik kondisi keadaan peserta didik ABK yang lebih banyak dari peserta didik reguler.

Interaksi antara anak berkebutuhan khusus dengan peserta didik reguler secara umum cukup baik, akan tetapi terkadang muncul perilaku dari ABK (anak autis) yang menimbulkan pemahaman keliru dari peserta didik reguler. Kegiatan bermain di waktu istirahat atau dalam kegiatan di dalam kelas yang masih menimbulkan respon rasa kesal dari temannya. Persoalan lain yang menyertai interaksi antara ABK dengan siswa reguler, seperti kecenderungan untuk membiarkan ABK duduk di kelas ketika waktu istirahat, pertemanan yang khusus antara ABK dengan siswa reguler tertentu saja. Suasana seperti ini manakala didekati dalam perspektif pendidikan inklusif, akan menghambat terwujudnya nilai-nilai kebersamaan.

Pihak sekolah telah melakukan berbagai upaya pengelolaan manajerial dan pengelolaan pembelajaran dalam seting inklusif, termasuk kearah implementasi nilai-nilai kebersamaan, namun belum dilakukan melalui analisis strategis yang mendalam. Kondisi seperti ini merupakan modal alamiah yang dapat


(28)

dimanfaatkan dalam mengembangkan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah inklusif SDN Puteraco Indah kota Bandung.

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yaitu Bagaimana mengembangkan strategi internalisasi nilai moral yang mampu dijadikan sebagai sarana pembentukkan sikap kebersamaan pada diri peserta didik, agar mereka memiliki kemampuan dan kemauan untuk dapat menerima dan bergaul dengan ABK dalam seting sekolah inklusif. Dari rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan:

1. Bagaimanakah strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan peserta didik di SDN Inklusif Puteraco Indah Kota Bandung?

2. Bagaimanakah pelaksanaan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan peserta didik di SDN Inklusif Puteraco Indah Kota Bandung?

3. Bagaimanakah rumusan konsep pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik di SDN Inklusif Puteraco Indah Kota Bandung?

C Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan menghasilkan rumusan konsep pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan peserta didik di sekolah inklusif, khususnya yang sesuai dengan kebutuhan SD Negeri Inklusif Puteraco Indah Kota Bandung. Pengembangan strategi yang dihasilkan dari penelitian ini berupa rumusan kosep strategi sekolah dalam rangka internalisasi nilai-nilai kebersamaan dan konsep strategi pembelajaran internalisasi nilai-nilai kebersamaan yang dikembangkan melalui analisis SWOT. Produk penelitian yang berupa rumuan konsep strategi pembelajaran internalisasi nilai-nilai kebersamaan ditulis tersendiri dalam bentuk panduan pelaksanaan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan pada peserta didik di SDN Inklusif Puteraco Indah Kota Bandung yang merupakan bagian tak terpisahkan dari disertasi ini. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk melakukan uji empiris terhadap produk penelitian. Rumusan konsep pengembangan strategi internalisasi nilai


(29)

kebersamaan pada peserta didik ini disesuaikan dengan kebutuhan sekolah inklusif latar penelitian, yaitu SDN inklusif Puteraco Indah.Penggunaannya untuk sekolah lain membutuhkan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan konteks kebutuhan sekolah bersangkutan.

Makna pengembangan strategi internalisasi nilai kebersamaan dalam penelitian ini, dipahami dalam dua dimensi. Pertama, bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan strategi internalisasi nilai yang telah ada dalam beberapa kajian literatur, dan dalam penelitian ini difokuskan pada pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan. Kedua, dari dimensi unit analisis dan implementasinya, bahwa pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan ini digali dalam setting sekolah inklusif, khususnya SD Negeri Putaraco Indah kota Bandung dan diproyeksikan sebagai salah satu strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif.

Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk menggali, menganalisis data lapangan dan mengembangkan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan peserta didik terkait dengan aspek-aspek sebagai berikut:

1. Strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan peserta didik di SDN inklusif Puteraco Indah Kota Bandung.

2. Pelaksanaan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan peserta didik di SDN inklusif Puteraco Indah Kota Bandung.

3. Rumusan konsep pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan yang sesuai dengan kebutuhan di SDN inklusif Puteraco Indah Kota Bandung dalam bentuk rumusan konsep strategi sekolah dan rumusan konsep pembelajaran dalam rangka internalisasi nilai-nilai kebersamaan. Khusus untuk rumusan konsep strategi pembelajaran dalam rangka internalisasi nilai-nilai kebersamaan secara lengkap disusun dalam bentuk panduan strategi pembelajaran nilai-nilai kebersamaan yang diperuntukkan sebagai suplemen dalam pelaksanaan pembelajaran, baik kurikuler maupun ekstrakurikuler.


(30)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya khasanah konsep dan teknis operasional dalam pengembangan stratgi internalisasi nilai, khususnya nilai-nilai kebersamaan dalam setting pendidikan inklusif. Internalisasi nilai, secara konseptual memang sudah banyak diteliti, namun kaitannya dengan pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif, masih perlu dirumuskan secara ilmiah.

Dengan demikian, pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam penelitian ini akan memperluas dimensi dari konsep internalisasi nilai yang telah ada.

2. Manfaat Praktis

Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi kepala sekolah inklusif, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merumuskan program pembinaan perilaku siswa, khususnya terkait dengan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam mendukung keberhasilan implementasi pendidikan inklusif.

2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menginternalisasikan nilai-nilai kebersamaan, khususnya antara ABK dengan peserta didik reguler, baik dalam pembelajaran di kelas, maupun kegiatan di luar kelas.

3. Bagi orang tua peserta didik, sebagai bahan masukan dalam membimbing perilaku anak, khususnya terkait dengan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif.

4. Bagi penelitian selanjutnya, sebagai bahan informasi ilmiah-empirik untuk mengkaji aspek-aspek lainnya terkait dengan pola pendidikan nilai dalam setting sekolah inklusif.


(31)

E. Pengorganisasian Disertasi

Bab 1 : Pendahuluan, memaparkan temtang orientasi atau spektrum

penelitian yang akan dilaksanakan, dengan menyajikan paparan mengenai, latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan manfaat penelitian.

Bab II : Kajian Pustaka, memaparkan analisis konseptual yang berkaitan

dengan strategi internalisasi nilai kebersamaan, konstruk strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif, konsep dan implementasi pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus sebagai bagian integral dalam penyelenggaraan sekolah inklusif, pendidikan inklusif sebagai perwujudan keadilan sosial di bidang pendidikan, kaitan antara pendidikan berbasis keadilan sosial dengan pendidikan inklusif, spektrum penelitian dalam kaitannya dengan pendidikan umum, dan hasil penelitian dalam seting pendidikan inklusif.

Bab III : Metode Penelitian, memaparkan langkah-langkah secara operasional penelitian kualitatif, meliputi uraian mengenai, lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, dan definisi konseptual.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, memaparkan temuan data lapangan sesuai dengan spektrum penelitian yang dilaksanakan, dan diakhiri dengan pembahasan hasil penelitian sebagai upaya pemaknaan atas data hasil penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan Rekomendasi, merupakan bab terakir dari laporan

penelitian ini yang merupakan intisari dan makna penelitian yang diperoleh dari kegiatan penelitian yang dilaksanakan.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Mengacu kepada pendapat Nasution (1992:43); “bahwa lokasi penelitian menggambarkan pada kondisi sosial yang ditandai oleh adanya tiga unsur, yaitu: tempat, pelaku dan kegiatan.Lokasi penelitian dalam penelitian ini yaitu di SDN inklusif Puteraco Indah, yang beralamat di Jalan Raja Mantri Kaler No. 25 Kelurahan Turangga, Kec. Lengkong Kota Bandung.

Alasan peneliti memilih SDN inklusif Puteraco Indah kota Bandung adalah sebagai berikut:

Pertama, SDN inklusif Puteraco indah memiliki sejarah yang cukup lama sebagai penyelenggaran pendidikan inklusif. Sekolah ini berdiri tahun 1978, memiliki NSS 101022114026 dan terakreditasi A. SDN Puteraco Indah kota Bandung menjadi salah satu proyek percontohan model sekolah inklusif dibawah pembinaan Sub.Dinas Pendidikan Luar Biasa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2004. Letaknya cukup kondusif untuk penyelenggaraan pendidikan, karena berada pada lingkungan komplek perumahan, sehingga jauh dari kebisingan. Kedua, dari sisi keberadaan peserta didik, SDN Puteraco indah memiliki karakteristik yang unik. Jumlah peserta didik ABKnya lebih banyak dari pada peserta didik regular. Ketiga, SDN Puteraco Indah memiliki kebijakan untuk menerima peserta didik dari keluarga pra sejahtera. Kebijakan ini mengkondisikan terjadinya interaksi antara ABK yang pada umumnya berasal dari keluarga mampu dengan peserta didik regular dari keluarga kurang mampu. Kondisi ini menurut hemat peneliti member peluang untuk berkembangnya hubungan yang bernuansa simbiosis mutualisme yang didasari nilai kebersamaan. Keempat, SDN Puteraco Indah memiliki kerjasama dengan PPPPTK TK PLB, khususnya dalam pengengbangan pengelolaan sekolah inklusif berdasarkan MOU antara PPPPTK TK dan PLB dengan Dinas Pendidikan provinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan kota Bandung. Dengan adanya kerjasama ini, guru-guru SDN Puteraco indah


(33)

memiliki peluang yang besar untuk dapat meningkatkan kompetensinya dalam pengelolaan sekolah dan pembelajaran dalam seting sekolah inklusif.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, penelitia memilih SDN Puteraco Indah Kota Bandung sebagai lokasi penelitian. Karaktersitik yang dimiliki SDN Puteraco Indah dipandang sesuai dengan kebutuhan peneliti terkait data pengembangan strategi internalisasi nilai kebersamaan pada peserta didik sekolah dasar inklusif.

2. Subjek Penelitian

Penelitan kualitatif mensyaratkan penentuan subjek penelitian secara tepat. Ketepatan dalam menentukan subjek penelitian ini sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas data dan informasi yang diperoleh.Penentuan subjek penelitian ini mengacu kepada beberapa kriteria yang harus menjadi perhatian peneliti, yaitu latar (setting), pelaku (actor), peristiwa-peristiwa (event), dn proses (process). (Miless dan Huberman, 2007:57, Alwasilah 2002: 145-146).

Kriteria pertama yang peneliti lakukan dalam menentukan subjek penelitian adalah latar. Lingkup dari latar yaitu situasi dan tempat berlangsungnya pengumpulan data dan informasi. Latar penelitian dalam penelitian ini adalah di dalam dan di luar kelas atau lingkungan sekolah, pelaksanaan pembelajaran, wawancara yang bersifat formal dan informal, pelaksanaan observasi. Kriteria kedua adalah pelaku, yaitu kepala sekolah, guru kelas, guru penjaskes, guru agma, dan para pembina kegiatan pengembangan diri ekstrakurikuler, serta peserta didik kelas tinggi. Kriteria ketiga, peristiwa, terutama yang terkait dengan forum-forum diskusi tentang strtategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan di sekolah inklusif dalam wadah forum kajian pendidikan inklusif.Kriteria keempat yaitu proses, dilakukan dalam bentuk wawancara peneliti dengan subjek penelitian mengenai pandangan dan pendapat subjek penelitian dalam lingkup fokus masalah yang diteliti.

Subjek penelitian dipilih secara purposive sampling. Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu kepala sekolah, guru kelas, guru penjaskes, guru agama, dan Pembina pengembangan diri kegiatan ektrakurikuler. Subjek penelitian terdiri dari 1 orang kepala sekolah, 3 orang guru kelas, 1 orang guru penjaskes, 1


(34)

orang guru agama, 1 orang Pembina kegiatan ekstrakurikuler, perwakilan komite sekolah, perwakilan orang tua peserta didik, dan peserta didik regular kelas IV, V, dan VI.

B. Desain Penelitian

Desain penelilitan dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan kualitatif dengan metoda studi kasus. Desain penelitian yang digunakan disesuakan dengan kebutuhan peneliti untuk memahami strategi dan pelaksanaan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan pada peserta didik di SDN Puteraco Indah kota Bandung dan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti untuk menyusun rumusan pengembangan strategi internalisasi nilai kebersamaan pada peserta didik yang didasarkan pada proses dan hasil SWOT Analysis model Pierce. Desain penelitian ini diuraikan dalam bentuk lima tahapan yang ditempuh peneliti dalam melaksanakan penelitian.

1. Tahap Orientasi

Tahap ini merupakan tahap pendahuluan (pra survey). Pada tahap ini peneliti mengadakan penjajagan dan mengatur strategi untuk tahap selanjutnya. Tahapan ini berfungsi untuk memahami situasi latar belakang penelitian. Peneliti melakukan pra survey terhadap sekolah, melalui dialog dengan subjek penelitian. Selanjutnya mengadakan wawancara mengenai proses pendidikan nilai kebersamaan. Dari hasil orientasi ini peneliti selanjutnya menentukan key informan yaitu kepala sekolah, guru, dan pembina ektrakurikuler. Dalam perjalanannya, seiring dengan proses penelitian yang dilakukan, maka key informan ditambah dengan guru pembimbing khusus, hal ini dilakukan sehubungan dengan adanya temuan pada observasi dan wawancara pertama bahwa pendidikan nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif dilakukan melalui kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler.

Tahapan di atas sesuai dengan kekhasan dari penelitian kualitatif yang lebih luwes dalam proses penelitian lapangan. Key informan terus berkembang seiring dengan berkembangnya data yang ditemukan di lapangan. Adapun batasannya


(35)

adalah ketika informasi sudah betul-betul utuh dan terjadi pengulangan informasi yang diperoleh dari key informan.

Setelah penentuan key informan, selanjutnya dilakukan observasi permulaan guna memperoleh data tentang proses pendidikan nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif. Pada tahap ini juga dilakukan pengurusan surat izin penelitian untuk keabsahan pelaksanaan penelitian.

2. Tahap Eksplorasi

Tahap ini merupakan tahapan tindak lanjut dari tahapan sebelumnya, jika tahapan orientasi lebih merupakan perencanaan, maka tahap eksplorasi lebih merupakan langkah implementasi dari yang sudah direncanakan. Tujuannya ialah “… to obtain information in depth about those elements determined to be solient” (Guba,1986:233). Artinya, peneliti terjun dalam kancah penelitian dan melakukan penelitian secara intensif.

Pada eksplorasi, peneliti melakukan kunjungan ke lokasi penelitian mengadakan pendekatan dengan key informan. Selanjutnya melakukan pengamatan awal terhadap proses pendidikan nilai di sekolah. Kegiatan eksplorasi selanjutnya ditingkatkan dengan berpartisipasi bersama warga sekolah dan mengadakan wawancara dengan key informan untuk mendukung kelengkapan data.

Proses pengamatan dilakukan dengan membuat janji terlebih dahulu dengan guru bersangkutan sehingga proses pengamatan diketahui oleh guru tersebut, adapun dalam menentukan peserta didik yang akan diwawancara juga atas masukan dari guru bersangkutan, selain didasari oleh hasil pengamatan di kelas.

3. Tahap Triangulasi dan Member Check Data

Pada tahap ini peneliti mengadakan triangulasi, artinya mengadakan bermacam-macam data yang telah dihimpun dari berbagai sumber sehingga dapat ditemukan kadar kebenaran dan kepastiannya. Selanjutnya apabila masih ada data yang kurang lengkap, mengandung bias, dan dipandang belum sampai memadai, maka diadakan member check. Ini sebenarnya berfungsi untuk analisis dan interpretasi yang meyakinkan. Tujuan member check ialah agar informasi yang


(36)

diperoleh peneliti dan digunakan dalam penelitian laporan penelitian sesuai dengan apa yang dimaksud oleh key informan.

4. Tahap Analisis dan Interpretasi Data

Tahapan analisis dan interpretasi data ini ada yang dilakukan di lokasi, dan ada yang penafsirannya di luar lokasi. Data yang langsung di analisa dan ditafsirkan di lokasi, yaitu terutama data yang direkam secara manual (non elektronik), baik melalui observasi, wawancara, maupun hasil dokumentasi, peneliti langsung mengadakan langkah-langkah seperti modifikasi, klasifikasi dan implikasi kasus perkasus terhadap data yang bersifat abstrak dan fenomenologis, sehingga mengandung pesan-pesan tersendiri dan kemudian akan dianalisis dan ditafsirkan kembali secara matang di luar lokasi.

Menurut Bogdan & Biklen (1982:145), analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan secara sistematis terhadap transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman tentang data serta menyajikan apa yang telah ditemukan kepada orang lain. Menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong (2007:248). Analisis data kualitatif adalah upaya yang peneliti lakukan untuk mengorganisasikan data, mengklasifikasikannya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Merujuk pada hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan kedalam catatan lapangan, berikutnya data diolah dan dianalisa. Kegiatan pengolahan dan analisis data melalui upaya menata informasi secara sistematis dalam rangka meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya. Langkah pertama dalam pengolahan data yang sudah dituangkan dalam catatan lapangan adalah membuat koding atas fenomena yang ditemukan, selanjutnya membuat kategorisasi dan pengembangan teori.

Dalam konteks penelitian ini, peneliti mengadaptasikan analisis data kualitatif sebagaimana disarankan oleh McMillan dan Schumacher (2001:466), yaitu:


(37)

a) Inductive analysis, yaitu proses analisis data yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah cyclical untuk mengembangkan topik, kategori, dan pola-pola data guna memunculkan sebuah sintesa deskriptif yang lebih abstrak.

b) Interim analysis, yaitu melakukan analisis yang sifatnya sementara selama pengumpulan data. hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat berbagai keputusan dalam pengumpulan data dan mengidentifikasi topik dan pola-pola yang muncul secara berulang. Dalam analisis ini, teknik yang peneliti gunakan mengadopsi strategi yang disarankan Mc Millan dan Schumacher yaitu: 1) Meninjau semua data yang telah dikumpulkan yang berkaitan dengan topik. Penekanan yang diberikan disini bukanlah pada makna topik, tetapi pada upaya memperoleh sebuah perspektif global mengenai jajaran topik-topik data. 2) Mencermati makna-makna yang berulang dan bisa dijadikan sebagai tema atau pola-pola utama. Tema-tema bisa didapatkan dari bahasan dan percakapan dalam latar sosial, aktivitas yang berulang, perasaan, dan apa-apa yang dikatan orang. Untuk membuat tema, peneliti memberi komentar terhadap temuan dalam catatan pengamatan, mengelaborasi hasil wawancara, dan mereflesikan rekaman rekaman data. 3) Berfokus kepada masalah utama yang menjadi fokus penelitian. Karena kebanyakan data kualitatif bersifat terlalu luas dan bisa memunculkan beberapa studi, maka penelitian harus mempersempit fokus untuk analisis datanya secara intensif.

Langkah terakhir setelah data dianalisis dan diinterpretasikan adalah memadukan data dengan teori-teori yang relevan dalam penelitian dan konsepsi peneliti tentang permasalahan yang menjadi fokus penelitian.

5. Analisis SWOT Pengembangan Strategi Internaslisasi Nilai Kebersamaan

Langkah terakhir penelitian diarahkan kepada proses pengembangan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan dalam setting sekolah inklusif. Model ini didasarkan pada analisis empirik-kontekstual pembelajaran setting sekolah inklusif dan analisis konseptual pendidikan inklusif.

Desain penelitian yang telah diuraikan di atas, digambarkan melalui alur sebagai berikut.


(38)

STUDI PENDAHULUAN

ORIENTASI-PRASURVEY (pemahaman situasi)

OBSERVASI AWAL DAN PENGURUSAN IJIN PENELITIAN

EKSPLORASI

•Observasi kelas dan luar kelas

•Observasi kegiatan kurikuler dan ektra kurikurer

•Interview, dan studi dokumen

TRIANGULASI DATA MEMBERCHECK DATA

Analisis kualitatif

Model Mc Millan dam Schumacher (inductive analysis dan interim analysis) –interpretasi data

Strategi sekolah dan pengembangan strategi internalisasi nilai kebersamaan di sekolah inklusif

•Dasar teori pengembangan:

•Prinsip-prinsip pendidikan inklusif

•Internalisasi nilai Krathwohl

•Sistem ranah nilai Thomas Lickona

•Teori perkembangan moral (Lickona, Kohlberg, William Damon, Robert Salon

•Pendekatan pendidikan nilai (penanaman nilai, pembelajaran berbuat, Cooperative learning, pengkondisian (Conditional theory)

SWOT ANALYSIS ANALISIS DAN INTREPRETASI DATA PENGOLAHAN DATA DATA

•Coding

•kategorisasi

•Rumusan rambu-rambu strategi internalisasi nilai kebersamaan peserta didik di sekolah

•Strategi pembelajaran internalisasi nilai-nilai kebersamaan

Gambar 3.1 . Langkah-Langkah Penelitian

C. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif seperti yang disarankan oleh Strauss dan Corbin (1998:10). Penekatan kualitatif adalah penekatan yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik. Penekatan yang


(39)

digunkan dalam penelitian ini lebih menekankan pada kajian interpretatif untuk analisis data. Penelitian kualitatif seringkali disebut naturalistik, sebab peneliti tertarik menyelidiki peristiwa-peristiwa sebagaimana yang terjadi secara natural atau alamiah (Bogdan, 1982:3).

Sesuai dengan fokus masalah yang diteliti,yaitu pengembangan starategi internalisi nilai kebersamaan pada peserta didik sekolahdasar inklusif, pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan untuk kebutuhan melalukan pengembangan strategi internalisasi nilai kebersamaan pada peserta didik digunakan analisis SWOT.

2. Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan metoda studi kasus. Penggunan metode studi kasus ini penelitia gunakan untuk mendeskripsikan berbagai temuan lapangan yang terkait dengan rumusan masalah penelitian, yaitu pengembangan strategi internalisasi nilai kebersamaan pada peserta didik sekolah dasar inklusif. Studi kasus adalah “ … a detail examination of one setting or one single subject, or esingle depository of document, or one particular event” (Bogdan dan Biklen, 1982:58). Metoda studi kasus pada dasarnya sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci (Surachmad, 1982: 140).

Penggunakaan metoda studis kasus dalam penelitian ini didasarkan pada alasan keinginan peneliti untuk memahami lebih mendalam terhadap suatu kasus yang unik di SDN Puteraco Indah kota Bandung sebagai latar penelitian. Peneliti perlu menggali bagaimana strategi dan pelaksanaan strategi internalisasi nilai-nilai kebersamaan yang dilakukan sekolah secara apa adanya. Data-data yang terkumpul digunakan untuk menyusun rumusan pengembangan internalisasi nilai kebersamaan pada peserta didik dengan menggunakan analisis SWOT.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2011:305) dapat berupa: “Test, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan kuesioner”. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti


(40)

itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.

Dalam hal instrumen penelitian kualitatif menurut Lincoln and Guba (1986) yang dikutif Sugiyono (2011:306):

The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human, we shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product.

Peneliti pada penelitian kualitatif berkedudukan sebagi human instrument. Oleh karena itu peneliti berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih key informan sebagi sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisi data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya yang telah didapat dari hasil penlitian. Peneliti langsung terjun ke SDN Puteraco Indah Kota Bandung dalam rangka mengumpulkan sejumlah data dan informasi yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan yang menjadi fokus penelelitian ini sesuai konteks.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif-naturalistik menempatkan peneliti sebagai instrumen utama. Oleh karena itu, alat pengumpul data utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, melalui kegiatan observasi langsung di sekolah inklusif wawancara, dan telaah dokumentasi pada kepala sekolah dan guru-guru di SDN Puteraco Indah Kota Bandung.

Sebelum peneliti terjun ke lokasi penelitian, dirumuskan dahulu pedoman observasi, wawancara dan telaah dokumentasi. Terkait dengan judul penelitian, maka fokus dari kegiatan pengumpulan data dimaksud, dijelaskan sebagai berikut:

1. Teknik Observasi

Teknik observasi yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang sedang diteliti yakni pelaksanaan pembelajaran di sekolah inklusif


(1)

Hermansyah,2014

PENGEMBANGAN STRATEGI INTERNALISASI NILAIKEBERSAMAAN PADA PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR INKLUSIF

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

329

Stainback, W. & Sianback, S., (1990). Support Networks for Inclusive Schooling: Independent Integrated Education. Baltimore: Paul H.Brooks.

Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: ALfabeta.

--- (2011), Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: CV. Alfabeta

Sumaatmadja, N., (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta

Sunardi, ( 2002). Pendidikan Inklusif: Pra Kondisi dan Implikasi manajerialnya. Bandung.

Surahmad, W (2003). Mengurangi Benang Kusut Pendidikan, Jakarta: Transformasi

Sudjana, D. (2000). Strategi Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : Nusantara Press

Salusu (1996), Pengambilan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit, Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana INdonesia

Strauss and Corbin (1998). Basic of Qualitative Research, Techniques and Procedures for Developing Grounded Theory. Secon Edition, Sage Publication Inc.

Sumantri, E., (1993) Harmoni Budaya Hidup Berpancasila dalam Masyarakat yang Religius: Suatu analisis Fenomenologis Pidato Pengukuhan Guru Besar FPIPS IKIP Bandung.

Superka, D.P. (1976). A Typology of Valuing Theories And Values Education Approaches. Doctor of Education Dissertation. University of California, Berkeley.

Sunanto Dj. et al. (2004). Pendidikan yang Terbuka Bagi Semua. Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan UNESCO Jakarta Office.

Tafsir, A, (1990) Filsafat Umum: Akar dan Hati Sejak Teles sampai James. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tim Pusat Layanan Informasi dan Konsultasi Anak Autis PPPPTK TK dan PLB, 2010

Travers, M.W. R., (1987), An Introduction to Educational Research. (edisi ke-4) New York: MacMillan Publishing Co., Inc


(2)

Hermansyah,2014

PENGEMBANGAN STRATEGI INTERNALISASI NILAIKEBERSAMAAN PADA PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR INKLUSIF

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

330

Yogi, MS, dkk (2003) Manajemen Startejik Pendekatan Analisis Praktis, Bandung: Jaya Perkasa UtamaPres.

Vaughn, Bos, Schumm, J. S. (2000). Teaching Exceptional, Diverse and At Risk Students in the General Education Classroom. Needham Heights, MA. Allyn and Bacon

Wiles, J., & Bondi, J. (1998). Curriculum Development: A Guide To Practice (5th ed.). New Jersey: Merril Publishing

Wilson (2002), Fundamentals of Periodentics, Second Edition. Hong Kong: Quintesence Publishing Co Inc.

Yusuf, P., M. (1995). Pedoman Praktis Mencari Informasi. Bandung: Remaja Rosda Karya

2. Jurnal/ Makalah/ Thesis/ Disertasi

Abdussalam, A. (1994). Studi Analisis Konsep Pendidikan Umum dalam Surat al-Fatihah. Tesis Master pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Hamdan dan Mansoer (1983), Fungsionlisasi MKDU dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Indonesia, Makalah, Bandung

Hunt, P., & Goetz, L. (1997). Research on Inclusive Educational Programs, Practices, And Out-Comes For Students With Severe Disabilities. Journal of Special Education, 31, 3-29

Johnsen, A.P.dan Skojen, (2001). Maternal Self-Efficacy and Children’s Influence on Stress and Parenting Among Single Black Mothers in Poverty. Journal. Sage Publication

Kauffman, J. dan Shevin, MS. (1995). “ The Inclusion School, Can Inclusion

Work? “. Journal Inclusive School,52 (4), 7-11

Mansoer, H. (1960). Fungsionalisasi MKDU dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Indonesia, Makalah. Bandung:FPIPS IKIP

Meiyani, N. (2000). Layanan Dasar Bimbingan untuk Pengembangan Kemampuan Anak Tunanetra dalam Bergaul dan Bekerjasama dengan Kelompok Sebaya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Disertasi, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Mintzberg, H. and Waters, J., 1992. “Tracking Strategy in An Entrepreneurial


(3)

Hermansyah,2014

PENGEMBANGAN STRATEGI INTERNALISASI NILAIKEBERSAMAAN PADA PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR INKLUSIF

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

331

Neumann,E. (2010). Theorist of The Great Mother [online]. Tersedia :

http://www.edu/arion/files/2010/03/paglia-great mother [16 September

2013]

Raharja, D. (2011), Penerapan Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah Inklusi, Disertasi, Bandung Bandung, Sekolah Pasca Sarjana UPI. Ryan, R., M. et al (1983), Internalization and Motivation: Some Preliminary

Research and Theoritical Speculation, Paper Presented at the Biennial Meeting of the Society for Research in Child Development (50th, Detroit, MI, April 21-24, 1983).

Stevens, R.j., Slavin, R.E., & Farnish, A.M., (1991), The Effect of Cooperative Learning and Direct Instruction in Reading Comprehension Strategies on Main Idea Identification, Journal of Personality & Social Psychology, Mar 83 ( 1), 8-16

3. Peraturan dan Perundang-undangan

Kepmendikbud 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu untuk Anak-anak Cacat . Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal. 5 ayat 1 dan 2 UU No. 20 tahun 2003, tentang …….

Pasal 41 PP 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 19 tahun 2005 tentang Badan

Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 22 tahun 2005 tentang Standar Isi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 23 tahun 2005 tentang Standar Kelulusan dan beberapa peraturan lainnya yang dilahirkan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 70 tahun 2009), tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa

Rencana Straregis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-1014 yaitu Terselenggaranya layanan prima


(4)

Hermansyah,2014

PENGEMBANGAN STRATEGI INTERNALISASI NILAIKEBERSAMAAN PADA PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR INKLUSIF

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

332

4. Majalah dan Koran

Intisari, Juni 2010, diskriminasi pendidikan yang dialami anak penyandang HIV karena terinfeksi dari orang tuanya

Kompas.com. 14 Desember 2009, Secara kuantitatif hingga saat ini baru sekitar 20 persen dari 346.800 anak lebih yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah khusus.

Pikiran Rakyat, 13 November, 2008, Data di Provinsi Jawa Barat menunjukkan terdapat 12.041 anak usia wajib pendidikan dasar yang tidak bersekolah Pikiran Rakyat, 7 Oktober 2013, Pendidikan Inklusi yang masih ilusi

Republika, Rabu 24 Februari 2010, kesulitan mencari sekolah inklusif bagi ABK yang dialami oleh seorang ibu di daerah Tangerang Selatan

Republika, 17 Februari 2010, kasus sebanyak 174 anak usia sekolah dasar di daerah Jonggol, tidak memperoleh kesempatan memperoleh layanan pendidikan.

Republika, Rabu 24 Februari 2010). ABK yang sudah masuk sekolahpun, masih banyak yang mengalami putus sekolah

Republika, 4 Mei 2010, Khusus untuk ABK, dari 62.320 ABK, hanya 16.750 ABK yang bisa bersekolah

Republika, 30 September 2009, persepsi yang salah terhadap sosok ABK

Republika, 30 September 2009, Yuningsih: Pendidikan Nasional untuk membentuk Insan Indonesia Cerdas dan Komprehensif

Tempo, 16 Mei 2010, Fenomena tawuran menjadi masalah sosial yang mewarnai perilaku sebagian masyarakat, bahkan terjadi pada siswa sekolah dasar, seperti di Jakarta Timur

5. Internet

ABK usia dini yang mengikuti pendidikan.jugaguru.com, 14 April 2007. Data Komnas Perlindungan Anak. www.ayomerdeka, 22 Maret 2008.

Data dari Direktorat Pendidikan Luar Biasa Kementerian Pendidikan Nasional.www.google.com).


(5)

Hermansyah,2014

PENGEMBANGAN STRATEGI INTERNALISASI NILAIKEBERSAMAAN PADA PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR INKLUSIF

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

333

http://www. education,ucsb/webdata/instruction/hsj valus clarification/valiclarif Method out/incpdf diunduh tanggal 16 Juli 2013 Pk 14.00 wib

http://faculty.plts.edu/gpence/html/kohberf,htm (diunduh tanggal 18 Juli 2013, pk

11.00 wib

http://www.joyfull learning network.com/what-is-joyfull-learning.html. (diunduh 19 Juni 2013 pk 12.40 wib

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2175756-pengertian-internalisasi- nilai/ Diunduh tanggal 16 Juli 2013, pk 12.00 WIB

http://faculty.plts.edu/gpence/html/kohlberg.htm - diunduh tanggal 18 juli 2013,

pk 11.00 WIB)

http://www.education.ucsb.edu/webdata/instruction/hss/values

Clarification/ValuClarif Method Outline.pdf). Diunduh tanggal 16 Juli

2013, pk.14.00).

Immanuel kant (1724-1804) dalam membangun-konstruktivisme. http://

cahyaroma.blogspot.com/2013/01/ html.

Mulyana, dalam http://pmibandung.woedpress.com /2007/07).

Sarbini dalam http://www.docstoc.com/docs/140609793/PEMBINAAN-KEPATUHAN

Mahendra, T., dkk dalam http://djangka.com/2012/06/26/kritisisme-immanuel-kant-1724-1804/

National Resource Center for Value Education (NRCVE:2003:3) dalam

http://nrcvee.iitd.ac.in/about/index.html

6. Lain-lain

Gaffar, M., F., (2010), Pendidikan Karakter Berbasisi Islam. (disampaikan pada workshop Pendidikan Karakter Berbasis Agama, 08-10 April 2010 di Yogyakarta).

HR. Muslim dalam, Imam Nawawi, penterjemah Sunarto, Achmad, 1999. Irawan, A., S. (2009) Laporan Konseling Keluarga

Komisi Hukum Nasional, Selasa, 04 September 2007, sulitnya akses pendidikan bagi masyarakat miskin


(6)

Hermansyah,2014

PENGEMBANGAN STRATEGI INTERNALISASI NILAIKEBERSAMAAN PADA PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR INKLUSIF

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

334

Shihab. Quraish.M, Talkshow 13 November 2008, Belum tersentuhnya anak-anak usia sekolah dari populasi masyarakat miskin, mencerminkan persoalan keadilan dan ketidakbersamaan dalam praktik pendidikan.

Shihab. Q., M, Talkshow III di Batu TV Malang, adanya persoalan kesenjangan antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dalam memperoleh layanan pendidikan

Sumaatmadja, N., (1993) Konsep dan Eksistensi pendidikan Umum (Diktat Kuliah) Bandung : FPS IKIP

UNESCO, 1994, The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education.

UNESCO, 2000, Dakar Framework for Action, Kebijakan pendidikan disemua tingkat.

UNESCO (1991: 27) UNESCO. 1991. Hydrology and Water Resources of Small Islands: A Practical Guide. Studies and Report on Hydrology No. 49. Prepared by A. Falkland (ed.) and E. Custodio with contribution from A. Diaz Arenas and L. Similar. Paris, France. 435pp.

Unesco, 1998: 23). UNESCO, (1998). Community Learning Center Management, (A Hand Book)