TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT.

(1)

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT

MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

DISERTASI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam bidang Pendidikan Bahasa Indonesia

PROMOVENDUS E SULYATI NIM 0907937

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

E. Sulyati

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT


(3)

(4)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL

PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT E. Sulyati

NIM 0907937 ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi fakta bergesernya eksistensi tradisi lisan yang erat kaitannya dengan sistem nilai pengetahuan, sejarah, hukum, adat istiadat, kedudukan sosial, dan sistem kepercayaan di masyarakat. Tradisi lisan yang sarat nilai ini perlu untuk dipertahankan, dibangkitkan, bahkan dikembangkan kembali. Tradisi hajat lembur ampih pare (HLAP) merupakan salah satu wujud rasa syukur masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang kepada Sang Pencipta setelah panen padi dengan proses utama penyimpanan padi. Masalah dirumuskan dalam dua pertanyaan penelitian: (1) Bagaimanakah proses pelaksanaan tradisi lisan HLAP Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang? (2) Model seperti apakah yang dapat dikembangkan dari pelaksanaan tradisi lisan HLAP Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang untuk pelestarian tradisi lisan di masyarakat? Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan teknik observasi dan wawancara kepada para tokoh, pihak pemerintahan, praktisi pendidikan, generasi muda dan masyarakat umum di wilayah Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Data diolah secara tekstual dan kontekstual dengan metode etnografi dan fenomenologi. Dari hasil observasi dan wawancara ditemukan bahwa tradisi HLAPmerupakan sebuah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan satu hari satu malam dengan tahapan: (1) gontra sawala, (2) pawai obor, (3) pagelaran kesenian tradisional, (4) proses utama ampih pare, (5) makan bersama, (6)kesenian tradisional.Dari hasil analisis data ditemukan tujuh unsur kebudayaan: a) Peralatan kehidupan manusia dalam pawai obor, tampilan kesenian, ampih pare, makan bersama, dan seni tayub; b) Mata pencaharian dalam ampih pare; c) Sistem kemasyarakatan dalam semua kegiatan; d) Sistem bahasa, baik lisan maupun tulisan dalam semua tahapan kegiatan; e) Kesenian dengan berbagai jenisnya dalam tampilan dan pagelaran kesenian serta kegiatan ampih pare; f) Sistem pengetahuan; dan g) Sistem religi dalam semua tahapan hajat lembur ampih pare. Hasil kajian dimanfaatkan sebagai dasar untuk membuat model pelestarian tradisi lisan di masyarakat. Selama ini model pelestarian HLAP hanya dilaksanakan dalam bentuk rutinitas pelaksanaan, dalam bidang pendidikan belum dilaksanakan secara optimal. Model ini berupa model pelatihan dalam pendidikan nonformal dan pembelajaran dalam pendidikan formal dengan pendekatan teori pohon (mengembangkan budaya tanpa mengabaikan prinsip dasar kebudayaan asal). Model ini perlu ditindaklanjuti berbagai pihak seperti pemerintah, tokoh adat, masyarakat, generasi muda dan pihak terkait lainnya sehingga tujuan pelestarian dapat tercapai.


(5)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

THE TRADITION OF HAJAT LEMBUR AMPIH PARE IN KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG AND ITS USES FOR MAKING A CONSERVATIONAL MODEL OF ORAL TRADITION TOWARDS SOCIETY

E. Sulyati NIM 0907937

ABSTRACT

The study is based on the changing situation towards the existence of oral tradition which has closed relation with the system of knowledge, history and beliefs in society. This valuable oral tradition should be maintained, recovered and even reinvented. The tradition of hajat lembut ampih pare (HLAP) is one of grateful expression performed by people in Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang to their Creature after harvesting rice with restoring the rice as the main activity. The research questions were formulated as follows: (1). How oral tradition process of HLAP is performed in Kecamatan Situraja Kabupaten Sumeadng? (2). What kind of model can be developed from HLAP oral tradition performance in Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang in society? The study used a qualitative approach. The data were collected by using an observation and interview technique with public leaders, government, young people and people in Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. The data were deeply investigated with descriptive study and then contextually analyzed with ethnography and phenomenology method. From the observation and interview, it is found that the tradition of HLAP is a series of program which is performed one day and one night with the following sequences: (1). Gantra sawala, (2). Torch parade, (3). Traditional art performance, (4). Main activity ampih pare, (5). Eaten together (6)Traditional art performance. From the data analysis, it finds that there are cultural elements: a). Human life equipments in torch parade, art performance, ampih pare, eating together and tayub art performance; b). Human making life in Ampih Pare c). Social system in all activites; (d). Language system, both oral or written in all activities; (e). Art in various performances and in Ampih Pare ; (f). Knowledge system; and (g). Religious system in all step activities Hajat Lembur Ampih Pare. The study is used as a basis of oral tradition conservational model in society. Model for preservation of HLAP tradition is carried out in the form of routine execution. The

education sector hasn’t been involved optimally, which is training model in non-formal education and learning in formal education by using a tree model (developing a culture without abandoning basic principles of original culture). The model should be followed up by stakeholders, such as government, public leader, society, young generation in the sake of cultural conservation.


(6)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR FOTO ... xi

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 7

1.3Rumusan Masalah ... 8

1.4Tujuan Penelitian ... 8

1.5Manfaat Penelitian ... 9

1.6Batasan Istilah ... 10

1.7Paradigma Penelitian ... 11

1.8Struktur Organisasi Disertasi ... 12

BAB 2 LANDASAN TEORITIS ... 13

2.1 Tradisi, Folklor, dan Tradisi Lisan ... 13

2.1.1 Tradisi ... 13

2.1.2 Folklor ... 14

2.1.3 Tradisi Lisan ... 16

2.1.3.1 Pengertian Tradisi Lisan ... 16

2.1.3.2 Ciri Tradisi Lisan ... 18

2.1.3.3 Jenis Tradisi Lisan ... 21

2.1.3.4 Fungsi Tradisi Lisan di Masyarakat ... 22

2.2 Pelestarian Tradisi Lisan ... 24

2.2.1 Model Pelestarian ... 26

2.2.2 Strategi Pelestarian ... 31

2.3 PengkajianTradisi Lisan ... 34

2.3.1 Kajian Semiotik ... 34

2.3.2 Fenomenologi dan Etnografi sebagai Metode Penelitian ... 49

2.3.2.1 Fenomenologi ... 49

2.5.2.2 Etnografi ... 50

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 52

3.1 Pendekatan Penelitian ... 52

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 53


(7)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.4 Metode Penelitian ... 54

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.5.1 Observasi ... 56

3.5.2 Wawancara ... 59

3.6 Instrumen Penelitian ... 69

3.7 Teknik Analisis Data ... 70

3.8 Keabsahan Data... 71

BAB 4 ANALISIS DATA, TEMUAN, DAN PEMBAHASAN ... 73

4.1 Deskripsi Sumedang ... 73

4.1.1 Tipologi dan Batas Wilayah Kabupaten Sumedang ... 73

4.1.2 Potensi Budaya ... 77

4.2 Deskripsi Situraja ... 78

4.3 Hajat Lembur Ampih Pare ... 80

4.3.1. Gambaran Umum Tradisi ... 80

4.3.2. Urutan Kegiatan ... 83

4.4 Deskripsi dan Analisis Data ... 85

4.4.1 Gotra Sawala ... 85

4.4.2 Pawai Obor ... 95

4.4.3 Perunjukan Kesenian... 98

4.4.4 Prosesi Ampih Pare ... 106

4.4.5 Makan Bersama ... 132

4.4.6 Pementasan Kesenian Tayub Balandongan ... 136

4.5 Rangkuman Hasil Analisis ... 138

4.6 Pembahasan ... 142

4.6.1 Gotra Sawala ... 142

4.6.2 Pawai Obor ... 145

4.6.3 Kesenian ... 146

4.6.4 Prosesi Ampih Pare ... 149

4.6.5 Makan Bersama ... 152

4.6.6 Gelar Seni Tayub ... 153

4.6.7 Perlengkapan dan Matrial Pembuatan... 156

4.6.7.1 Perlengkapan Utama ... 156

4.6.7.2 Papaes/Hiasan ... 157

4.6.7.3Material Bambu ... 163

4.6.8 Tuturan Lisan dalam Prosesi Ampih Pare ... 169

4.7 Model Pelestarian Saat ini ... 176

4.7.1 Data Hasil Wawancara ... 176

4.7.1.1Perangkat Pemerintah ... 176

4.7.1.2Tokoh ... 178

4.7.1.3Masyarakat Umum ... 179

4.7.1.4Praktisi Pendidikan ... 180

4.7.1.5Generasi Muda ... 181


(8)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.7.2.1 Perangkat Pemerintah ... 181

4.7.2.2 Tokoh Adat/ Tokoh Masyarakat ... 182

4.7.2.3 Masyarakat Umum ... 183

4.7.2.4 Praktisi Pendidikan ... 185

4.7.2.5 Generasi Muda ... 185

4.8 Pemanfaatan Hasil Kajian untuk Perancangan Model ... 186

BAB V RANCANGAN MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT ... 194

5.1 Rasional dan Tujuan Model ... 194

5.1.1 Rasional ... 194

5.1.2 Tujuan ... 196

5.2 Asumsi Model PTL Sunda di Kabupaten Sumedang ... 197

5.3 Konsep Model PTL Sunda di Kabupaten Sumedang ... 198

5.3.1 Mendiagnosis Masalah dan Kebutuhan Pelatihan Pembelajaran ... 199

5.3.2 Merumuskan Tujuan Pelatihan dan Pembelajaran ... 200

5.3.3 Merancang Model Pengalaman Pelatihan dan Pembelajaran ... 200

5.3.4 Rancangan Model Pelestarian Hajat Lembur Ampih Pare ... 201

5.4 Pendekatan Penerapan Model ... 203

5.5 Implementasi Model Pelestarian ... 204

5.5.1 Pelestarian Peralatan Hidup Manusia ... 205

5.5.2 Pelestarian Sistem Mata Pencaharian ... 207

5.5.3 Pelestarian Kemasyarakatan ... 207

5.5.4 Pelestarian Bahasa ... 208

5.5.5 Pelestarian Kesenian ... 209

5.5.6 Pelestarian Pengetahuan ... 210

5.5.7 Pelestarian Sistem Religi ... 211

5.6 Contoh Penerapan Model ... 212

5.6.1 Penerapan Model dalam Bentuk Pelatihan ... 212

5.6.2 Penerapan Model dalam Bentuk Rencana Pembelajaran ... 215

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 224

6.1 Simpulan ... 224

6.2 Implikasi ... 226

6.3 Rekomendasi ... 226

DAFTAR PUSTAKA ... 228

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 232 GLOSARIUM


(9)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Observasi ... 56

Tabel 3.2 Instrumen Penelitian Observasi ... 57

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 59

Tabel 3.4 Pedoman Wawancara terhadap Pemerintah ... 62

Tabel 3.5 Pedoman Wawancara terhadap Tokoh ... 63

Tabel 3.6 Pedoman Wawancara terhadap Praktisi Pendidikan ... 65

Tabel 3.7 Pedoman Wawancara terhadap Masyarakat ... 67

Tabel 3.8 Pedoman Wawancara terhadap Generasi Muda... 68

Tabel 4.1 Kecamatan dan Jumlah Penduduk Sumedang ... 74

Tabel 4.2 Penjelasan Denah ... 89

Tabel 4.3 Rangkuman Analisis ... 142


(10)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Sumedang ... 75

Gambar 4.2 Peta Kecamatan Situraja... 80

Gambar 4.3 Denah catur laku hajat lembur... 88

Gambar 4.4 Kerangka saung adat ... 91

Gambar 4.5 Denah area sekitar alun-alun ... 110

Gambar 4.6 Undakan sesajen ... 120


(11)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR FOTO

Foto 4.1 Gotra sawala ... 86

Foto 4.2 Gotra sawala ... 86

Foto 4.3 Persiapan pembuatan saung adat ... 92

Foto 4.4 Persiapan pembuatan saung kuliner ... 92

Foto 4.5 Tanggungan pare geugeusan dan jampa pare Ibu ... 93

Foto 4.6 Pawai obor ... 96

Foto 4.7 Tampilan kesenian gemyung ... 101

Foto 4.8 Celempung ... 103

Foto 4.9 Tutunggulan ... 108

Foto 4.10 Arak-arakan pawai mengelilingi desa/batas kampung ... 109

Foto 4.11 Persiapan prosesi ampih pare ... 109

Foto 4.12 Tarian prosesi mengantar benih ... 119

Foto 4.13 Serah terima benih padi ... 121

Foto 4.14 Mengantar benih ... 122

Foto 4.15 Prosesi ampih pare... 124

Foto 4.16 Posisi duduk pengarak ... 124

Foto 4.17 Prosesi ampih pare II ... 127

Foto 4.18 Prosesi ampih pare III... 127

Foto 4.19 Makan bersama atau botram ... 132

Foto 4.20 Perbandingan produk ... 191

Foto 5.1 Singkong sebagai bahan dasar pembuatan makanan ... 213

Foto 5.2 Bahan pewarna alami untuk makanan ... 213

Foto 5.3 Penulis dan beberapa peserta pelatihan ... 214


(12)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Paradigma Penelitian ... 11

Bagan 2.1 Bagan tradisi lisan ... 17

Bagan 2.2 Segitiga makna ... 35


(13)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keputusan ... 232`

Lampiran 2 Instrumen Penelitian ... 233

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian ... 254


(14)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Tradisi bangsa dalam berbagai wujudnya mengandung banyak unsur yang erat kaitanya dengan tata kehidupan masyarakat pemiliknya seperti sistem nilai, pengetahuan, sejarah, hukum, adat istiadat, kedudukan sosial, dan sistem kepercayaan. Sebelum era tulisan, penurunan tradisi dari satu generasi ke generasi selanjutnya dilakukan secara lisan. Orang tua menyampaikan berbagai kisah, termasuk pengajaran dan karakter kepada anak cucunya melalui tuturan. Tradisi ini terwujud dalam kisah-kisah lisan di setiap daerah di nusantara. Dengan dasar sarat nilai inilah, tradisi lisan sangat diperlukan untuk tetap dipertahankan bahkan lebih jauh lagi dibangkitkan dan dikembangkan kembali.

Perkembangan pesat ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi dewasa ini, sedikit banyak berdampak terhadap penurunan pemakaian bahkan perhatian terhadap tradisi lisan sebagai kekuatan budaya bahkan sumber peradaban bangsa ini. Sebagaimana dikemukakan Sayuti (2010), “Cepatnya upaya-upaya manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak terhadap perubahan-perubahan nilai. Perubahan-perubahan tersebut terasa besar sekali pengaruhnya terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk perubahan yang tidak terhindar pada kehidupan berbahasa khususnya generasi muda.”

Kondisi sekarang cenderung memperlihatkan penggunaan teknologi menjadi pengganti peran orang tua sebagai pengasuh dan pendidik. Mereka cenderung membiarkan anak-anaknya menonton televisi sebagai alat untuk mengembangkan daya pikir anak dari pada menceritakan yang biasa diceritakan oleh nenek moyang. Perubahan pola pendidikan ini dapat menyebabkan bergesernya pola perilaku generasi muda.

Bila dicermati, banyak program televisi yang tidak lagi mencerminkan budaya Indonesia. Tayangan sinetron-sinetron berlatar anak sekolah metropolitan


(15)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang secara tradisi tidak lagi mencerminkan karakter masyarakat Indonesia secara umum turut mempengaruhi penampilan maupun gaya hidup masyarakat. Penggunaan perangkat teknologi berupa internet dan game dalam berbagai media turut mempercepat penetrasi budaya yang tidak semuanya sesuai bahkan mungkin bertolak belakang dengan budaya Indonesia.

Pergeseran dari tradisi menjadi globalisasi, menyebabkan kedudukan tradisi tidak stabil. Dalam perkembangan tradisi sebagai sebuah proses, globalisasi menyediakan ruang yang begitu luas bagi siapapun untuk melakukan konstruksi identitas. Dikatakan demikian karena proses pertukaran benda atau simbol, perpindahan dari tempat yang satu ke tempat lainnya menjadi amat mudah. Demikian pula pencanggihan teknologi komunikasi membuat fertilisasi silang antar budaya semakin mudah.

Pelestarian tradisi lisan yang pada dasarnya berkarakter bangsa dan karifan lokal sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dasar itu, sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.

Proses penyelenggaraan pendidikan tidak boleh mengabaikan aspek kebudayaan. Pertama dalam keseluruhan dan keutuhannya, kebudayaan merupakan lahan dan habitat utama bagi tumbuhnya identitas dan kepribadian. Bersamaan dengannya, pendidikan juga diperlukan dalam pelestarian budaya yang dapat memberikan pencerahan terhadap pentingnya nilai budaya, baik dalam sifat yang preservatif maupun progresif. Kedua, penyelenggaraan pendidikan tanpa wawasan budaya meniscayakan terasingya individu yang terlibat di dalamnya dari nilai-nilai. Sementara itu, tanpa para pendukung yang sadar dan terdidik, fungsi kebudayaan sebagai sumber nilai lama kelamaan akan hilang.

Pendidikan berbasis kebudayaan adalah seluruh usaha mengembangkan pengetahuan budaya, keterampilan budaya, dan karakter berbasis budaya warga


(16)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masyarakat terutama generasi muda. Pendidikan kebudayaan merupakan usaha sadar dan sistematis yang bertujuan untuk memanusiakan manusia dengan memberikan pengetahuan budaya dan keterampilan budaya sehingga akan tercipta manusia berbudaya atau beradab. Pendidikan berbasis kebudayaan berkenaan dengan segala kegiatan budaya yang berguna untuk menambah pengetahuan budaya baik itu pengetahuan seseorang maupun pengetahuan sekelompok orang. Tujuan akhir pendidikan kebudayaan adalah proses pembelajaran mengenai makna budaya, nilai budaya, dan kearifan lokal untuk menjadikan peserta didik menjadi orang yang memiliki kompetensi, kecintaan, dan perlakuan tentang kearifan lokal.

Warisan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia begitu melimpah, benteng,

dan sekaligus sebagai “paspor utama” karena dengan budaya, kita dikenal dan

memperkenalkan diri kepada bangsa-bangsa lain. Modal budaya merupakan modal dalam berelasi dan berinteraksi dengan yang lain. Di sini menunjukan sangat pentingnya nilai-nilai warisan budaya untuk dipertahankan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kekayaan budaya yang melimpah di seluruh pelosok nusantara ini menjadi ladang luas untuk menggali potensi materi bagi pengembangan pendidikan berkarakter budaya bangsa tak terkecuali di daerah-daerah termasuk di provinsi Jawa Barat.

Sumedang merupakan sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Barat dengan potensi budaya yang sangat beragam. Selama ini Sumedang dikenal dengan kesenian khasnya yakni seni tarawangsa dari daerah Rancakalong, kuda renggong yang berasal dari daerah Buahdua, dan mungkin segelintir orang telah mengenal poyok Ungkal sebagai kekhasan perilaku berbahasa orang Ungkal kecamatan Conggeang. Sebenarnya, terdapat kekayaan lain yang relatif belum tersentuh dan belum banyak dikenal atau tidak dikenal lagi oleh masyarakat bahkan oleh masyarakat Sumedang sendiri yakni kekayaan tradisi lisan.

Tradisi yang terdapat pada masyarakat Kabupaten Sumedang antara lain ngalamar, ngabujang, seserahan, nyawer, ngikis, rayagungan, ngembang kuburan, kaliwonan, natus, muharaman, muludan, khitanan, rajaban, ngayun


(17)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orok, ngaruat anak nunggal, owar, hajat tujuh bulanan, ngarot, upacara pajang jimat, ngalaksa, hajat lembur, numbal bumi, pamali, sisindiran, jangjawokan, tatarucingan, cerita rakyat, dan cerita asal mula nama tempat di Kabupaten Sumedang seperti sasakala nama Gunung Tampomas, Gunung Geulis, Situraja, dan tempat lainnya. (Disbudpar Sumedang )

Dari pengamatan sederhana penulis di Kabupaten Sumedang terdapat beberapa tradisi lisan yang keberadaanya sulit dikenali atau bahkan tidak dikenal lagi oleh masyarakat terutama para generasi muda. Tradisi lisan tersebut antara lain Sasakala „legenda‟ gunung tampomas, sasakala; legenda ‟Marongge, sasakala „legenda‟ Citengah, tabu mengucapkan kata “ucing”, cerita rakyat tentang penamaan berbagai daerah, dan upacara-upacara adat.

Demikian pula ada beberapa daerah di Kabupaten Sumedang yang masyarakatnya tabu mengucapkan kata tertentu, namun di daerah lain tidak. Pada saat ditanyakan kepada penduduk setempat mengapa kata tersebut tabu diucapkan, banyak yang tidak mengetahuinya. Ketidaktahuan banyak penduduk mengenai alasan ketabuan pengucapan kata-kata tertentu memperlihatkan terjadinya misslink pelestarian tradisi yang memang dalam kurun waktu yang lama dilakukan secara turun temurun melalui media lisan.

Upaya pelestarian budaya sudah dilakukan baik oleh masyarakat secara mandiri maupun pemerintah. Upaya yang dilakukan masyarakat tampak pada kegiatan-kegiatan yang bersuasana adat di beberapa kecamatan seperti upacara ngalaksa, hajat lembur, owar, ngikis. Keseriusan pemerintah daerah Kabupaten Sumedang dalam pelestarian budaya tampak pada kebijakan pemerintah dengan dikeluarkannya peraturan bupati nomor 113 tahun 2009 tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS).

Substansi Kebijakan SPBS mencakup (1) definisi SPBS adalah sebuah kebijakan inovatif untuk memfasilitasi pelestarian budaya Sunda di Kabupaten Sumedang guna memperkokoh kebudayaan Jawa Barat dan Nasional; (2) maksud SPBS untuk memfasilitasi pelestarian budaya Sunda di Kabupaten Sumedang guna memperkokoh kebudayaan Jawa Barat dan nasional; (3) tujuan SPBS untuk


(18)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memperkokoh jati diri aparatur pemerintah daerah dan masyarakat serta menguatkan daya saing daerah; (4) nilai filosofis SPBS Insun Medal Insun Madangan artinya aku lahir untuk memberi penerangan; (5) nilai manajerial (rawayan jati Sunda).

Namun demikian, upaya pelestarian budaya yang dilakukan tersebut dalam perkembangannya lebih terarah pada pelestarian kesenian daerah. Pelestarian yang terfokus pada tradisi lisan hampir tak tersentuh. Ini tampak pada sedikitnya kegiatan tradisi lisan Sumedang yang secara rutin diprogramkan dan didanai pemerintah. Proses pelestarian tradisi lisan di Sumedang yang tampak mengkhawatirkan ini menarik untuk dicari solusinya melalui penelitian yang mendalam.

Penelitian yang berkait dengan tradisi di Kabupaten Sumedang sudah banyak dilakukan, namun lebih banyak mengupas sastra yang berbentuk naskah-naskah dalam kaitannya dengan penelusuran sejarah. Dua penelitian yang dilakukan berkait dengan tradisi lisan di Kabupaten Sumedang antara lain (Ampera, dkk.: 2006) yang melakukan penelitian dengan judul Kepemimpinan Leluhur Sumedang dalam Tradisi Lisan: Deskripsi dan Persepsi. Penelitian ini berisi deskripsi dan interpretasi menyangkut kepemimpinan leluhur Sumedang dalam cerita-cerita legenda.

Penelitian lain dilakukan Tim Independen Batu Nangtung Silareuma-Sumedang (Sringendyanti dkk: 2009). Penelitian ini mencoba membuktikan benar tidaknya sebuah lahan yang terletak di daerah Selareuma Pasir Reungit, Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang sebagai situs arkeologi atau benda cagar budaya (BCB) dengan pengkajian sudut pandang arkeolgi. Penelitian ini melibatkan bidang keilmuan secara interdisipliner yakni bidang geografi, geologi, filologi, antropologi. Dalam penelitian ini sedikit banyak tradisi lisan turut menjadi salah satu sumber pembuktian.

Dari kedua penelitian yang telah dilakukan di atas, terlihat penelitian tradisi lisan di Kabupaten Sumedang terfokus pada pengkajian tradisi lisan


(19)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sebagai alat bukti kesejarahan atau nilai budaya masa lalu. Proses pelestarian serta cara melestarikannya belum terkaji secara mendalam.

Penelitian lain yang erat kaitannya dengan penelitian tradisi hajat lembur ampih pare dilakukan oleh Isnendes (2013) yang mengupas struktur dan fungsi upacara ngalaksa di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang dalam perspektif pendidikan karakter. Walaupun penelitian tersebut mempunyai persamaan kajian yakni meneliti tradisi lisan padi dan kedekatan tempat pelaksanaan, namun fokus, proses, dan tujuan utamanya berbeda. Bila penelitian di atas berfokus pada upacara pengolahan beras menjadi bentuk makanan yang disebut laksa sehingga upacaranya pun disebut ngalaksa. Penelitian hajat lembur ampih pare mengkaji tradisi proses penyimpanan padi ke lumbung.

Tujuan utama penelitian ini adalah terciptanya model hipotetik pelestraian tradisi lisan. Oleh karena itu, sesuai dengan pentingnya pendidikan sebagai pelestari budaya, penelitian ini yang dilakukan penulis, akan berfokus pada penyusunan model pelestarian nilai-nilai tradisi lisan Kabupaten Sumedang.

Mengingat beragamnya tradisi di Kabupaten Sumedang, bentuk tradisi yang dijadikan fokus penelitian ini adalah tradisi hajat lembur ampih pare yang dilaksanakan di Kecamatan Situraja. Pengambilan tradisi ini dengan alasan dilaksanakan pada hampir setiap daerah di Kabupaten Sumedang walaupun dengan beragam variasi bentuk dan nama seperti, hajat bumi di Kecamatan Ujungjaya hajat lembur di Desa Citengah Kabupaten Sumedang. Selain itu, prosesi hajat lembur ampih pare dianggap dapat mewakili budaya yang ada di Sumedang secara umum. Dikatakan demikian, karena tradisi hajat lembur ampih pare di Kecamatan Situraja merupakan serangkaian prosesi yang kompleks terdiri berbagai unsur budaya seperti bahasa, teknologi, mata pencaharian, organisasi sosial, pengetahuan, seni, dan sistem religi.

Tradisi hajat lembur ampih pare dilaksanakan pada setiap pascapanen di beberapa kecamatan di Kabupaten Sumedang terutama kecamatan Situraja berupa rangkaian kegiatan yang dilaksanakan .sehari semalam dengan kegiatan utama proses penyimpanan padi ke lumbung. Tradisi ini pada prinsipnya merupakan


(20)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

wujud ekspresi syukur masyarakat kepada Tuhan. Hal ini dapat dilihat dari nilai, makna simbolis serta filosofi yang terkandung di dalam prosesi tradisi ini yang pada dasarnya bukanlah semata-mata acara ritual, melainkan keterkaitan antara sistem kepercayaan, sistem pengetahuan dan praktik-praktik nilai kehidupan masyarakat dalam memaknai dan menghargai arti lingkungan bagi kelangsungan hidupnya.

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32 (2008. Hlm, 7) menyatakan bahwa pemerintah memajukan kebudayaan nasional dan dalam penjelasannya disebutkan bahwa kebudayaan daerah merupakan cerminan budaya suku bangsa yang ada di Indonesia. Bahasa merupakan salah satu dimensi tradisi lisan sebagaimana yang dikemukakan Darson dalam Sukatman (2009. hlm, 4) bahwa tradisi lisan secara utuh terdiri atas dimensi kelisanan, kebahasaan, kesastraan, dan nilai budaya. Dari pernyataan tersebut tampak bahwa pelestarian tradisi lisan pada dasarnya merupakan pelestarian bahasa. Dapat diartikan pula bahwa pelestarian tradisi lisan Sunda pada dasarnya merupakan pelestarian kebudayaan dan bahasa nasional.

Tradisi hajat lembur ampih pare pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang menarik untuk diteliti sehingga struktur dan nilai yang terkandung di dalamnya dapat diungkap dan dimaknai dengan baik. Hasil pengkajian ini dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan model konservasi kebudayaan lokal.

Sebagai bagian dari kebudayaan Sunda, hajat lembur ampih pare merupakan bagain integral dari khasanah budaya nusantara. Dengan demikian, upaya pemeliharaan dan pelestarian tradisi tersebut pada dasarnya merupakan upaya pemeliharaan dan pelestarian budaya nusantara sebagai penyokong budaya dan atau bahasa nasional Indonesia.

1.2Identifikasi Masalah

Dari uraian pada latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi persoalan-persoalan berikut.


(21)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1) Bergesernya eksistensi tradisi lisan yang sarat nilai-nilai luhur budaya bangsa karena pengaruh perkembangan teknologi informasi yang semakin marak dalam berbagai aspek kehidupan

2) Peran orang tua sebagai mediator pewarisan tradisi lisan kepada anak-anaknya di lingkungan keluarga, karena perubahan pola asuh, tidak lagi efektif. Misalnya, orang tua cenderung membiarkan anak-anaknya menonton televisi dibanding mendongeng seperti yang biasa dilakukan orang tua dahulu. Diperlukan media dan cara lain yang dapat dijadikan sarana pelestarian tradisi lisan.

3) Pelaksanaan tradisi lisan hajat lembur ampih pare di Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang oleh sebagian masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam bidang kebudayaan belum optimal menjadi media pelestarian tradisi lisan.

Berdasarkan identifikasi masalah penelitian, maka aspek yang dikaji adalah sebagai berikut.

1) Proses pelaksanaan tradisi lisan hajat lembur ampih pare yang dilaksanakan masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang.

2) Berdasarkan pengkajian terhadap hal-hal tersebut dilakukan interpretasi dan analisis secara tekstual dan kontekstual yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membuat model pelestarian tradisi lisan di masyarakat.

3) Pada akhir penelitian dilakukan penyusunan teori model pelestarian tradisi lisan di Kab. Sumedang. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan konsep penyusunan keilmuan menuju suatu teori dengan menempuh jalur “Konstruksi-interpretasi-transformasi-rekonstruksi dan teori” (Sanusi, 1998).

1.3Rumusan Masalah

Penelitian ini relevan dengan upaya melestarikan kebudayaan daerah yang pada dasarnya melestarikan bahasa daerah sebagai penyokong bahasa Indonesia. Berdasarkan latar belakang dan deskripsi masalah yang telah diuraikan di atas,


(22)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

rumusan masalah penelitian ini disusun dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1) Bagaimanakah proses pelaksanaan tradisi hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang?

2) Model seperti apakah yang dapat dikembangkan dari pelaksanaan tradisi hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang untuk pelestarian tradisi lisan di masyarakat?

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara umum adalah terciptanya model pelestarian tradisi lisan yang efektif pada masyarakat Kabupaten Sumedang. Secara khusus penelitian ini bertujuan mendeskripsikan hal berikut: 1) tahapan pelaksanaan tradisi hajat lembur ampih pare efektif pada masyarakat

Kabupaten Sumedang;

2) makna setiap tahapan tradisi hajat lembur ampih pare efektif pada masyarakat Kabupaten Sumedang;

3) model hipotetik yang dapat dikembangkan untuk melaksanakan pelestarian tradisi lisan di masyarakat.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menciptakan model pelestarian tradisi lisan di Kabupaten Sumedang. Model tersebut diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat dalam memunculkan kembali, mempertahankan, atau bahkan mengembangkan nilai-nilai lokal yang terkandung dalam tradisi lisan yang selama ini banyak terabaikan.

Dengan demikian, hasil penelitian ini akan bermanfaat dalam mengangkat kembali dan mengembangkan kekayaan kebudayaan daerah sebagai penyokong kekayaan budaya nusantara. Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bentuk alternatif model pelestarian tradisi lisan pada masyarakat di Kabupaten Sumedang dengan tidak menutup kemungkinan dapat


(23)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

digunakan untuk melestarikan tradisi lisan lainnya di wilayah Jawa Barat atau bahkan di Indonesia.

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan keilmuan kajian pelestarian nilai-nilai tradisi lisan sebagai sumber pengembangan pelestarian budaya pada generasi muda di Kabupaten Sumedang, khususnya tradisi hajat lembur ampih pare.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut.

1) Manfaat bagi Penulis

(1) Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis dalam bidang pelestarian tradisi lisan hajat lembur ampih pare di Kabupaten Sumedang.

(2) Kajian penelitian ini dapat melatih kepekaan dan kekritisan berpikir penulis dalam bidang pelestarian tradisi lisan pada masyarakat di Kabupaten Sumedang.

2) Manfaat bagi Lembaga (UPI)

(1) Penelitian ini dapat menjadi pemerkaya khazanah keilmuan di lingkungan sekolah pascasarjana dalam bidang budaya dan bahasa.

(2) Hasil penelitian ini pun dapat dimanfaatkan sebagai sumber kajian bagi mahasiswa lain di lingkungan UPI Bandung.

3) Manfaat bagi Pemerintah Kabupaten Sumedang

(1) Penelitian ini dapat menjadi sumber analisis kebijakan politik bahasa nasional dalam pelestarian tradisi lisan di Kabupaten Sumedang.

(2) Penelitian ini memberikan masukan bagi kebijakan strategis budaya di Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah raga (Disbudparpora) dan Dinas Pendidikan (Disdik) dalam rangka meningkatkan kepedulian dalam pelestarian tradisi lisan di Kabupaten Sumedang melalui model yang akan dikembangkan.


(24)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk menghindari ketaksaan penafsiran terhadap judul penelitian ini, peneliti memandang perlu menjelaskan istilah-istilah kunci yang digunakan. 1) Tradisi

Tradisi dalam penelitian adalah kebiasaan yang turun-temurun dalam suatu masyarakat dan menjadi bagian dari kehidupan mereka.

2) Hajat lembur ampih pare

Hajat lembur ampih pare dalam penelitian ini adalah prosesi budaya yang dilaksanakan masyarakat sebagai wujud rasa syukur pada Sang Pencipta setelah panen.

3) Model

Model merupakan gambaran pola/cara yang dilakukan untuk melaksanakan sesuatu hal.

4) Pelestarian

Pelestarian dalam penelitian ini adalah cara menurunkan atau meninggalkan sesuatu yang berharga dari satu generasi ke generasi berikutnya.

5) Tradisi lisan

Tradisi lisan dalam penelitian ini adalah pesan verbal berupa pernyataan yang disampaikan dari masa silam ke generasi masa berikutnya secara turun-temurun.

6) Masyarakat

Masyarakat dalam penelitian ini adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu identitas bersama

1.7Paradigma Penelitian

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah mengkaji proses pelestarian tradisi lisan hajat lembur ampih pare di Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang dengan mendeskripsikannya secara tekstual dan menganalisisnya secara kontekstual. Pengkajian menggunakan pendekatan


(25)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

semiotik dengan metode fenomenologi dan etnografi. Data dikumpulkan melalui observasi terhadap proses pelaksanaan hajat lembur ampih pare dan wawancara kepada narasumber yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh pemerintahan, budayawan, dan generasi muda kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Data diperoleh tersebut kemudian digabungkan yang dapat dimanfaatkan untuk membuat model pelestarian tradisi lisan pada masyarakat di Kabupaten Sumedang.

Kerangka berpikir di atas dapat digambarkan dalam bagan berikut.

1.8Struktur Organisasi Disertasi

Berikut dipaparkan struktur organisasi penulisan disertasi ini.

Bab 1 berupa pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, paradigma penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 berupa landasan teoretis. Adapun teori yang mendasari penelitian ini yaitu (1) tradisi (2) folklor, (3) tradisi lisan, (4) jenis tradisi lisan, (5) fungsi tradisi lisan di

Bagan 1.1 Paradigma Penelitian

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE KECAMATAN SITURAJA

PENGKAJIAN

Tekstual & Kontekstual

Pendekatan:

Kualitatif, deskriptif Semiotik Metode;

Fenomenologi Etnografi Pengumpulan Data;

Observasi Wawancara

HASIL / TEMUAN

MODEL HIPOTETIK PELESTARIAN TRADISI LISAN KABUPATEN SUMEDANG Model

pelestaraian yang sedang dilaksanakan


(26)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masyarakat, (5) pelestarian tradisi lisan, dan (6) pengkajian tradisi lisan. Selanjutnya bab 3 berisi metodologi penelitian yang didalamnya membahas pendekatan penelian, tempat dan waktu penelitian, informan, metode penelitian, teknik pengumpulan dan analisis dara penelitian, serta mengenai keabsahan data.

Selanjutnya bab 4 berisi analisis data, temuan dan pembahasan. Pada bab ini dipaparkan hasil kajian dan penelitian tentang deskripsi Kabupaten Sumedang serta Situraja mengenai tipologi, batas wilayah, dan potensi budaya dan sejarah singkatnya. Kemudian dijelaskan data hasil observasi terkait acara hajat lembur ampih pare mulai dari konsep, perencanaan, denah, serta pelaksanaan HLAP. Selanjutnya kegiatan dibahas satu-persatu dengan menggunakan instrument dan teori yang dijelaskan pada bab sebelumnya, yang mencakup dontrasawala, kegiatan pawai obor, pementasan atau pagelaran kesenian, pelaksanaan upacara HLAP, peralatan yang digunakan, tuturan lisan, serta makna papaes hajat lembur. Dibahas pula data hasil wawancara yang kemudian dianalisis, dari Perangkat Pemerintah, tokoh masyarakat, masyarakat umum, dan generasi muda. Terakhir dibahas pemanfaatan hasil kajian untuk perancangan model.

Bab 5 mengemukakan rancangan model pelestarian tradisi lisan pada masyarakat. Adapun rincian poin yang dibahas di antaranya rasional dan tujuan model, asumsi dan konsep model PTL di Kabupaten Sumedang yang mencakup kegiatan diagnosis, merumuskan tujuan, dan merancang model. Selain itu dijelaskan pula pendekatan penerapan model, implementasi model, serta penerapan model dalam bentuk pelatihan dan bahan ajar. Bab 6 sebagai bab penutup menjelaskan mengenai simpulan, implementasi, dan rekomendasi.


(27)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Pendekatan Penelitian

Pelaksanaan tradisi hajat lembur ampih pare di Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang memiliki tujuan ganda. Pertama, tradisi ini mengekspresikan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Mahakuasa yang telah memberikan karunia berupa hasil pertanian yang melimpah. Kedua, sebagai ekspresi kolektif masyarakat karena tradisi hajat lembur ampih pare dipercayai mengandung nilai-nilai positif, seperti nilai moral, nilai sosial, nilai praktis, nilai kultural, dan juga mampu menghibur. Penelitian tradisi hajat lembur ampih pare ini dilakukan untuk mendeskripsikan keberadaan tradisi tersebut pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang.

Dalam rangka memenuhi kepentingan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mengkaji data yang terkumpul dan dinyatakan dengan kata-kata dan gambar. Kata-kata tersebut disusun dalam bentuk kalimat dari hasil wawancara antara penelitian dengan narasumber atau informan. penelitian ini berusaha mendapatkan informasi yang lengkap mengenai upacara tradisi lisan hajat lembur ampih pare di Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Informasi yang dikumpulkan dilakukan melalui kegiatan wawancara secara mendalam terhadap informan, seperti tokoh adat, tokoh pemerintahan, tokoh pendidik dan masyarakat umumnya. Dari data dan informasi yang terkumpul, peneliti membuat simpulan dan rumusan tentang hajat lembur ampih pare. Jadi berbeda dengan penelitian deskriptif yang hanya menggambarkan atau melukiskan peristiwa yang ada.

Pada penelitian ini digunakan sebuah pendekatan yang berusaha memperoleh segala bentuk hal atau fenomena yang terjadi ketika sebuah prosesi upacara tradisi hajat lembur ampih pare serta menggali makna yang berada dibalik sebuah kegiatan tersebut. untuk kepentingan itu, penelitian ini


(28)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menggunakan pendekatan semiotika yang memandang adanya hubungan tekstual antara teks, ko-teks, dan konteks.

Semiotika memfokuskan kajian pada segala sesuatu tentang tanda. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Santosa yang mengemukakan pengertian,

semiotika, “… sebagai ilmu tentang tanda.…berasal dari bahasa Yunani: semeion

yang berarti tanda.” Suatu jaringan sistem makna dalam sebuah budaya masyarakat mempunyai sumber makna semiotik yang kaya dan beragam. Santoso (2009, hlm. 9) mengatakan suatu kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai dan norma-norma kultural yang diperoleh melalui warisan nenek moyang mereka dan juga bisa melalui kontak-kontak sosio-kultural dengan masyarakat lainnya. Nilai-nilai dan norma-norma dari masyarakat lain tersebut baik langsung maupun tidak langsung memengaruhi nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki oleh suatu masyarakat.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sebuah wilayah yang berada di Kabupaten Sumedang yaitu di Kecamatan Situraja. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan. Pengambilan data lapangan dilakukan secara bertahap, mulai dengan mengunjungi lokasi untuk tahap persiapan (prasurvei) dengan bertanya-tanya tentang penyelenggaraan tradisi hajat lembur tersebut. Setelah mendapat sumber pasti dari pupuhu adat (tokoh budaya setempat) tentang penyelenggaraannya peneliti mengikuti secara intensif dari proses awal hingga akhir prosesi upacara tersebut.

Tradisi hajat lembur ampih pare tersebut berlangsung selama satu hari satu malam dengan kegiatan yang cukup kompleks. Segala bentuk kegiatan pada tanggal 12-13 September 2014 yang berhasil disaksikan dan direkam kemudian dikonfirmasi kembali kepada setiap tokoh dan masyarakat sekitar tentang makna dan alas an mengapa hal-hal tersebut dilakukan. Hal tersebut membutuhkan waktu selama satu bulan.


(29)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Informan atau sumber data penelitian adalah tokoh adat, tokoh pemerintahan, tokoh masyarakat, generasi muda, serta masyarakat secara umum. Sumber data lainnya, berupa rekaman video dan foto-foto pelaksanaan tradisi hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Hal ini didasarkan pada pilihan peneliti tentang aspek yang dijadikan fokus pada saat situasi sepanjang penelitian berlangsung.

Dalam proses penentuan informan, peneliti menentukan dan memilih informan sesuai dengan tujuan penelitian yakni informan yang mengetahui dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Peneliti akan menemui informan, yaitu orang yang mengetahui hal-hal yang akan diteliti dan dari mereka akan diperoleh data yang berhubungan dengan penelitian. Berdasarkan penuturan mereka, peneliti segera meneruskan pengumpulan data dari subyek yang lain. Sebelum memulai penelitian ini, peneliti telah mengadakan kontak dengan masyarakat Kecamatan Situraja. Dengan demikian, peneliti dapat menentukan informan secara purposive, baik informan kunci maupun informan biasa.

Untuk memulai pemilihan informan, peneliti dengan hati-hati memilih informan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Menurut Sudikan (2001, hlm. 91), penentuan informasi kunci didasarkan pada beberapa pertimbangan: (1) orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan permasalahan yang diteliti; (2) orang yang bersangkutan bersifat netral, tidak memiliki kepentingan pribadi; (3) orang yang bersangkutan tokoh masyarakat; (4) orang yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang luas mengenai permasalahan yang diteliti.

Perbedaan antara informan kunci dan informan biasa adalah informan kunci merupakan orang yang dapat memberikan informasi secara detail dan komprehensif serta mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang luas tentang tradisi hajat lembur ampih pare, sedangkan informasi biasa adalah orang yang dapat memberi informasi secara mendalam mengenai hal tersebut. Daftar Informan dapat dilihat dalam lampiran.


(30)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.4Metode Penelitian

Data juga peneliti menggunakan metode Fenomenologi. Metode ini bermaksud untuk mendapatkan dan memaparkan segala hal yang diperoleh dari lapangan terkait fenomena-fenomena yang terjadi tentang tradisi upacara hajat lembur ampih pare pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Data tersebut dipaparkan sebagaimana adanya sesuai pengamatan dan hasil observasi tanpa adanya prasangka atau rekaan dari peneliti.

Penelitian ini menerapkan metode etnografi. Sukmadinata (2006 hlm, 62) mengemukakan bahwa metode etnografi, yaitu metode yang mendeskripsikan dan menginterpretasikan budaya, kelompok sosial atau sistem. Walaupun makna budaya sangat luas, tetapi studi etnografi biasanya dipusatkan pada pola-pola kegiatan, bahasa, kepercayaan, ritual dan cara-cara hidup.

Etnografi merupakan metode empiris dan teoretis yang bertujuan menggambarkan dan menganalisis kebudayaan secara intensif, berdasarkan penelitian lapangan. Etnografer bertugas menggambarkan kehidupan lokal secara ranci dan menghubungkannya dengan proses sosial yang lebih luas.

Kajian budaya etnografis tradisi upacara hajat lembur ampih pare pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang, memusatkan diri pada penelitian kualitatif tentang konteks tradisi masyarakat. Etnografi menjadi bagian dari pendekatan kualitatif, termasuk pengamatan, pelibatan, wawancara mendalam, dan kelompok diskusi terarah.

Hasil akhir penelitian etnografi, adalah terwujudnya hasil penelitian yang tersaji secara naratif deskriptif yang bersifat komprehensif, disertai penafsiran seluruh aspek-aspek kehidupan dan kompleksitas kehidupan sesuai dengan konteks tradisi hajat lembur ampih pare tersebut.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikembangkan oleh Husserl (1859 – 1938), bahwa fenomenologi merupakan metoda untuk menjelaskan fenomena dalam kemurniannya. Fenomena adalah segala sesuatu yang dengan suatu cara tertentu tampil dalam kesadaran manusia. Baik berupa sesuatu sebagai hasil


(31)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

rekaan maupun berupa sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun berupa kenyataan (Husserl dalam Delfgaauw, 1988, hlm, 105).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. Merujuk pada pendekatan penelitian kualitatif dan sumber data yang digunakan. Jenis data yang dikumpulkan dari hasil pengamatan berupa fakta-fakta tentang tradisi lisan upacara hajat lembur ampih pare pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, dan wawancara.

3.5.1 Observasi

Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dengan pengamatan berperan-serta. Peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian serta berpartisipasi secara aktif pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka hajat lembur ampih pare pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang.

Observasi dilakukan untuk mengamati tahapan kegiatan hajat lembur ampih pare beserta kelengkapannya, personal yang terlibat, dan interaksi di antara mereka.

Dengan teknik pengamatan berperan serta ini peneliti dapat merasakan secara langsung kendala-kendala maupun perasaan bangga dan kepuasan dari para pendukung pertunjukan. Di samping itu, peneliti dapat memperoleh data primer yang langsung diambil dari tempat pelaksanaan tradisi hajat lembur ampih pare pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Hasil pengamatan tersebut dijadikan dasar untuk wawancara dan observasi selanjutnya.

Berikut adalah kisi-kisi dan instrumen observasi yang digunakan.

Tabel 3.1


(32)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Masalah

penelitian Tujuan penelitian Indikator

No. Komponen yang diobservasi Seperti apakah proses pelaksanaan tradisi lisan upacara hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang? Mendokumentasi dan memaknai setiap tahap dalam proses pelaksanaan hajat lembur

ampih pare

Nama kegiatan 1, 2 Tahapan Kegiatan 3,4,5,6,7 Pelaku yang terlibat

dalam hajat lembur

8,9,10,11 Benda-benda yang digunakan dalam hajat lembur 12, 13 Bahan-bahan yang digunakan dalam hajat lembur ampih pare 14, 15 Makanan yang dihidangkan dalam hajat lembur 16, 17 Tuturan yang diucapkan dalam hajat lembur

18, 19, 20, 21

Kesenian yang mengiringi hajat lembur

22, 23, 24, 25

Tempat

penyelenggaraan hajat lembur

26, 27, 28

Waktu

penyelenggaraan hajat lembur

29, 30, 31

Tabel 3.2

INSTRUMEN PENELITIAN OBSERVASI

No. Indikator Hal yang diobservasi Terobservasi/tidak

1. Nama kegiatan 1. Nama kegiatan


(33)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No. Indikator Hal yang diobservasi Terobservasi/tidak

kegiatan

2. Tahapan kegiatan 3. Tahapan kegiatan hajat lembur

4. Tahapan ampih pare 5. Durasi kegiatan 6. Tempat kegiatan

7. Rentang waktu pelaksanaan dari persiapan hingga akhir 3. Pelaku yang terlibat

dalam hajat lembur

8. Siapa saja pelaku yang terlibat dalam hajat lembur?

9. Pemimpin hajat lembur. 10.Istilah/nama panggilan

untuk setiap pelaku dalam hajat lembur.

11.Bagaimana pembagain tugas di antara pemimpin hajt lembur.

4. Benda-benda yang digunakan dalam hajat lembur

12.Benda-benda yang digunakan dalam hajat lembur.

13.Benda yang dianggap istimewa dalam hajat lembur.

5. Bahan yang

digunakan dalam hajat lembur

14.Bahan yang digunakan dalam setiap prosesi hajat lembur.

15.Sumber bahan yang digunakan.

6. Makanan yang

dihidangkan dalam hajat lembur

16.bahan makanan yang digunakan dalam hajat lembur.

17.Jenis makanan yang dihidangkan.

7. Tuturan yang

diucapkan dalam hajat lembur

18.Bahasa yang digunakan selama hajat lembur. 19.Jenis tuturan yang

digunakan dalam hajat lembur.

20.Makna tuturan yang disampaikan penutur. 21.Pelaku tuturan.


(34)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No. Indikator Hal yang diobservasi Terobservasi/tidak

8. Kesenian yang

mengiringi hajat lembur

22.Jenis kesenian yang ditampilkan dalam rangkaian acara hajat lembur.

23.Bentuk kesenian yang ditampilkan

24.Waditra yang digunakan dalam pertunjukan tersebut 25.Pemain waditra dan cara

memainkan waditra. 9. Tempat pelaksanaan

hajat lembur

26.Lokasi pelaksanaan kegiatan

27.Denah lokasi kegiatan 28. Pergerakan pelaku pada

lokasi tersebut.

10. Waktu 29.Waktu pelaksanaan

30.Lama pelaksanaan

31.Durasi waktu pelaksanaan setiap tahapan kegiatan

3.5.2 Wawancara

Wawancara dengan para informan dilakukan selama dan setelah observasi berlangsung. Hal ini dimaksudkan sebagai proses pencarian data dengan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang berupa deskripsi/penjelasan tentang hasil yang diobservasi.

Wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan peneliti kepada para tokoh masyarakat, pemerintahan, pemuda, dan masyarakat umum. Kepada tokoh adat dan tokoh masyarakat, wawancara dilakukan untuk menggali data proses pelaksanaan hajat lembur ampih pare. Kepada pihak pemerintahan desa, kecamatan, disbudparpora, dan praktisi pendidikan wawancara dilakukan untuk menggali data tentang respons dan keberadaan program pelestarian tradisi hajat lembur ampih pare di Situraja Sumedang. kepada pemuda dan masyarakat umun wawancara dilakukan untuk mengetahui pengetahuan, respons mereka terhadap


(35)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tradisi hajat lembur ampih pare, dan harapan mereka tentang pelestraian tradisi tersebut sebagai dasar untuk penyusunan model pelestarainnya

Hasil observasi ditindaklanjuti dengan wawancara sampai didapat data sesuai dengan masalah penelitian. Di dalam wawancara mendalam akan diperoleh penjelasan dari para pelaku budaya mengenai makna upacara tradisi hajat lembur ampih pare pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Adapun kisi-kisi dan pedoman wawancaranya sebagai berikut.

Tabel 3.3

KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

No. Masalah

penelitian Tujuan Indikator No. soal

1 Seperti apakah proses pelaksanaan tradisi lisan upacara hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang? Mengetahui dan memaknai setiap tahap dalam proses pelaksanaan hajat lembur ampih pare

Nama kegiatan dan sumber pengetahuan

1,2,3

Sejarah tradisi 4,5,6 Tahapan-tahapan

kegiatan tradisi

7,8

Lokasi, waktu, dan tempat

9,10

Perlengkapan tradisi 11.12.13

Pemerintah

1. Model seperti apakah yang dapat

dikembangkan dari pelaksanaan tradisi lisan hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang untuk pelestarian tradisi lisan di masyarakat? Mengetahui peran, respons, harapan, dan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan hajat Lembur Ampih Pare di Situraja

Arti penting hajat lembur

14, 15

Program pemerintah 16,17, 18 Keterlibatan dan

partisipasi

19,20,21

Dukungan 22,23,24, 25

Harapan 26, 27

Bentuk pelestarian 28,29,30 Dampak pelestarian 31,32,33


(36)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No. Masalah

penelitian Tujuan Indikator No. soal

2 Model seperti apakah yang dapat

dikembangkan dari pelaksanaan tradisi lisan hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang untuk pelestarian tradisi lisan di masyarakat? Mengetahui peran, respons, harapan, dan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan hajat Lembur Ampih Pare di Situraja

Arti penting hajat lembur

14, 15

Program pemerintah 16,17, 18 Keterlibatan dan

partisipasi

19,20,21

Dukungan 22,23,24, 25

Harapan 26, 27

Bentuk pelestarian 28,29,30 Dampak pelestarian 31,32,33

Masyarakat umum

2. Model seperti apakah yang dapat dikembangkan dari pelaksanaan tradisi lisan hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang untuk pelestarian tradisi lisan di masyarakat? Mengetahui peran, respons, harapan, dan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan hajat Lembur Ampih Pare di Situraja.

Pengetahuan 14,15,16

Keterlibatan 17,18

Dampak 19,20,21

Harapan 22,23,24

Bentuk 25,26

Generasi muda

2. Model seperti apakah yang dapat

dikembangkan dari pelaksanaan tradisi lisan hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang untuk pelestarian Mengetahui peran, respons, harapan, dan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan hajat Lembur Ampih Pare di Situraja.

Pengetahuan 14,15,16

Keterlibatan 17,18

Dampak 19,20,21

Harapan 22,23,24


(37)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No. Masalah

penelitian Tujuan Indikator No. soal

tradisi lisan di masyarakat? Praktisi Pendidikan 2 Model seperti

apakah yang dapat dikembangkan dari pelaksanaan tradisi lisan hajat lembur ampih pare Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang untuk pelestarian tradisi lisan di masyarakat?

Mengetahui peran, respons, harapan, dan keterlibatan sekolah dalam kegiatan hajat Lembur Ampih Pare di Situraja

Arti penting hajat lembur

14, 15

Program Sekolah 16,17, 18 Keterlibatan dan

partisipasi

19,20,21

Dukungan 22,23,24, 25

Harapan 26, 27

Bentuk pelestarian 28,29,30 Dampak pelestarian 31,32,33

Tabel 3.4

PEDOMAN WAWANCARA TERHADAP PEMERINTAH

No. Indikator Pertanyaan penelitian

1. Nama kegiatan dan sumber pengetahuan

1. Apakah nama tradisi yang dilaksanakan di Kecamatan Situraja? 2. Mengapa namanya demikian? 3. Apa artinya nama tersebut?

2. Sejarah tradisi 4. Sejak kapan tradisi hajat lembur ampih pare dilaksanakan?

5. Bagaimana sejarah tradisi hajat lembur ampih pare yang Saudara ketahui?

3. Tahapan-tahapan kegiatan tradisi

6. Bagaimanakah tahapan tradisi hajat lembur ampih pare?

7. Adakah tahapan yang dianggap paling penting?


(38)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No. Indikator Pertanyaan penelitian

tahapan tradisi hajat lembur ampih pare tersebut?

4. Waktu, dan tempat 9. Kapan kegiatan tradisi hajat lembur ampih pare biasanya dilaksanakan? 10.Dimana kegiatan tradisi hajat lembur

ampih pare biasanya dilaksanakan? 5. Perlengkapan tradisi 11.Perlengkapan apa saja yang dibutuhkan

dalam persiapan dan pelaksanaan hajat lembur ampih pare?

12.Apakah bahan yang digunakan untuk membuat perlengkapan tersebut? 13.Adakah makna simbolik dari

perlengkapan tersebut? 6. Arti penting hajat

lembur

14.Seberapa penting kegiatan hajat lembur ampih pare untuk dilaksanakan?

15.Mengapa kegiatan ini perlu dilaksanakan?

7. Program pemerintah 15.Adakah program pemerintah yang berhubungan dengan pelestaraian budaya?

16.Bila ada, program apakah yang dimaksud?

17. Apakah yang berkaitan langsung dengan hajat lembur ampih pare? 8 Keterlibatan dan

partisipasi

19.Pernahkah Saudara terlibat di dalamnya?

20.Bila bapak/ibu berpartisipasi apa peran dan tugas yang diemban dalam kegiatan tersebut?

21.Sejauhmana keterlibatan perangkat pemerintah dalam kegiatan hajat lembur ampih pare?

9 Dukungan 22.Adakah dukungan pemerintah terhadap

pelaksanaan kegiatan ini? 23.Adakah dukungan dana dari

Pemerintah dalam kegiatan ini?

24.Bila ada, berapa persen dari total biaya penyelenggaraan kegiatan?

25.Alokasi dana tersebut dianggarkan secara khusus setiap tahunnya?


(39)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No. Indikator Pertanyaan penelitian

10. Harapan 26.Apakah keuntungan diharapkan

pemerintah dari pelaksanaan kegiatan ini?

27.Bagaimana harapan pemerintah terhadap pelaksanaan kegiatan seperti ini?

11. Bentuk pelestarian 28.Hal positif apakah yang patut diambil dari kegiata tersebut?

29.Perlukah kegiatan semacam ini dilaksanakan secara periodik? 30.Bagaimana cara pelestarian kegiatan

ini pada generasi muda?

12. Dampak pelestarian 31.Adakah keterkaitan pelaksanaan hajat lembur ampih pare dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat?

32.Bagaimana dampak sosisal ekonomi yang dirasakan masyarakat dari kegiatan tersebut?

33.Bagaimana peningkatan ekonomi yang dirasakan masyarakat melalui kegiata hajat lembur ampih pare?

Tabel 3.5

PEDOMAN WAWANCARA TERHADAP TOKOH

No Indikator Pertanyaan penelitian

1. Nama kegiatan dan sumber pengetahuan

1. Apakah nama tradisi yang dilaksanakan di Kecamatan Situraja?

2. Mengapa namanya demikian? 3. Apa artinya nama tersebut?

2. Sejarah tradisi

4. Sejak kapan tradisi hajat lembur ampih pare dilaksanakan?

5. Bagaimana sejarah tradisi hajat lembur ampih pare yang Saudara ketahui?

3. Tahapan-tahapan kegiatan tradisi

6. Bagaimanakah tahapan tradisi hajat lembur ampih pare?

7. Adakah tahapan yang dianggap paling penting?

8. Apakah makna dan tujuan setiap tahapan tradisi hajat lembur ampih pare tersebut?


(40)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Indikator Pertanyaan penelitian

4. Waktu, dan tempat

9. Kapan kegiatan tradisi hajat lembur ampih pare biasanya dilaksanakan? 10.Dimana kegiatan tradisi hajat lembur

ampih pare biasanya dilaksanakan?

5. Perlengkapan tradisi

11.Perlengkapan apa saja yang dibutuhkan dalam persiapan dan pelaksanaan hajat lembur ampih pare?

12.Apakah bahan yang digunakan untuk membuat perlengkapan tersebut?

13.Adakah makna simbolik dari perlengkapan tersebut?

6. Arti penting hajat lembur

14.Seberapa penting kegiatan hajat lembur ampih pare untuk dilaksanakan?

15.Mengapa kegiatan ini perlu dilaksanakan?

7. Program pemerintah

16.Adakah program pemerintah yang berhubungan dengan pelestaraian budaya?

17.Bila ada, program apakah yang dimaksud?

18. Apakah yang berkaitan langsung dengan hajat lembur ampih pare?

8. Keterlibatan dan partisipasi

19.Pernahkah Saudara terlibat di dalamnya? 20.Bila bapak/ibu berpartisipasi apa peran

dan tugas yang diemban dalam kegiatan tersebut?

21.Sejauhmana keterlibatan perangkat pemerintah dalam kegiatan hajat lembur ampih pare?

9. Dukungan

22.Adakah dukungan pemerintah terhadap pelaksanaan kegiatan ini?

23.Adakah dukungan dana dari Pemerintah dalam kegiatan ini?

24.Bila ada, berapa persen dari total biaya penyelenggaraan kegiatan?

25.Alokasi dana tersebut dianggarkan secara khusus setiap tahunnya?

10. Harapan

26.Apakah keuntungan diharapkan pemerintah dari pelaksanaan kegiatan ini?

27.Bagaimana harapan pemerintah terhadap pelaksanaan kegiatan seperti ini?


(41)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Indikator Pertanyaan penelitian

11. Bentuk pelestarian

28.Hal positif apakah yang patut diambil dari kegiata tersebut?

29.Perlukah kegiatan semacam ini dilaksanakan secara periodik?

30.Bagaimana cara pelestarian kegiatan ini pada generasi muda?

12. Dampak pelestarian

31.Adakah keterkaitan pelaksanaan hajat lembur ampih pare dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat?

32.Bagaimana dampak sosisal ekonomi yang dirasakan masyarakat dari kegiatan tersebut?

33.Bagaimana peningkatan ekonomi yang dirasakan masyarakat melalui kegiatan hajat lembur ampih pare?

Tabel 3.6

PEDOMAN WAWANCARA TERHADAP PRAKTISI PENDIDIKAN

No Indikator Pertanyaan Penelitian

1 Nama kegiatan dan sumber pengetahuan

1. Apakah nama tradisi yang

dilaksanakan di Kecamatan Situraja? 2. Mengapa namanya demikian? 3. Apa artinya nama tersebut?

2 Sejarah tradisi 4. Sejak kapan tradisi hajat lembur ampih pare dilaksanakan?

5. Bagaimana sejarah tradisi hajat lembur ampih pare yang Saudara ketahui? 3 Tahapan-tahapan kegiatan

tradisi

6. Bagaimanakah tahapan tradisi hajat lembur ampih pare?

7. Adakah tahapan yang dianggap paling penting?

8. Apakah makna dan tujuan setiap

tahapan tradisi hajat lembur ampih pare tersebut?

4 Waktu, dan tempat 9. Kapan kegiatan tradisi hajat lembur ampih pare biasanya dilaksanakan? 10.Dimana kegiatan tradisi hajat lembur

ampih pare biasanya dilaksanakan? 5 Perlengkapan tradisi 14.Perlengkapan apa saja yang dibutuhkan

dalam persiapan dan pelaksanaan hajat lembur ampih pare?


(42)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Indikator Pertanyaan Penelitian

15.Apakah bahan yang digunakan untuk membuat perlengkapan tersebut? 16.Adakah makna simbolik dari

perlengkapan tersebut?

6 Arti penting hajat lembur 16.Seberapa penting kegiatan hajat lembur ampih pare untuk dilaksanakan?

17.Mengapa kegiatan ini perlu dilaksanakan?

7 Program sekolah 18.Adakah program sekolah yang berhubungan dengan pelestaraian budaya?

19.Bila ada, program apakah yang dimaksud?

20. Adakah yang berkaitan langsung dengan hajat lembur ampih pare dalam mata pelajaran?

8 Keterlibatan dan partisipasi

22.Pernahkah Saudara atau sekolah terlibat di dalamnya?

23.Bila bapak/ibu dan sekolah

berpartisipasi apa peran dan tugas yang diemban dalam kegiatan tersebut? 24.Sejauhmana keterlibatan perangkat

sekolah dalam kegiatan hajat lembur ampih pare?

9 Dukungan 31.Adakah dukungan sekolah terhadap

pelaksanaan kegiatan ini?

32.Bentuk dukungan seperti apa dari sekolah dalam kegiatan ini?

33.Bila ada, adakah keuntungan yang dirasakan sekolah?

10 Harapan 34.Apakah keuntungan diharapkan sekolah

dari pelaksanaan kegiatan ini?

35.Bagaimana harapan sekolah/pendidikan terhadap pelaksanaan kegiatan seperti ini?

11 Bentuk pelestarian 36.Hal positif apakah yang patut diambil dari kegiata tersebut?

37.Perlukah kegiatan semacam ini dilaksanakan secara periodik?

38.Bagaimana cara pelestarian kegiatan ini pada generasi muda?


(43)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Indikator Pertanyaan Penelitian

12 Dampak pelestarian 34.Adakah keterkaitan pelaksanaan hajat lembur ampih pare dengan kondisi siswa di masyarakat?

35.Bagaimana dampak yang dirasakan masyarakat sekolah dari kegiatan tersebut?

Tabel 3.7

PEDOMAN WAWANCARA TERHADAP MASYARAKAT UMUM

No Indikator Pertanyaan penelitian

1. Nama kegiatan

1. Apakah nama tradisi yang dilaksanakan di Kecamatan Situraja?

2. Mengapa namanya demikian? 3. Apa artinya nama tersebut?

2. Sejarah tradisi

4. Sejak kapan tradisi hajat lembur ampih pare dilaksanakan?

5. Bagaimana sejarah tradisi hajat lembur ampih pare yang Saudara ketahui?

3. Tahapan-tahapan kegiatan tradisi

6. Bagaimanakah tahapan tradisi hajat lembur ampih pare?

7. Adakah tahapan yang dianggap paling penting?

8. Apakah makna dan tujuan setiap tahapan tradisi hajat lembur ampih pare tersebut?

4. Lokasi, waktu, dan tempat

9. Kapan kegiatan tradisi hajat lembur ampih pare biasanya dilaksanakan? 10.Dimana kegiatan tradisi hajat lembur

ampih pare biasanya dilaksanakan?

5. Perlengkapan tradisi

11.Perlengkapan apa saja yang dibutuhkan dalam persiapan dan pelaksanaan hajat lembur ampih pare? 12.Apakah bahan yang digunakan untuk


(44)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Indikator Pertanyaan penelitian

membuat perlengkapan tersebut? 13.Apakah saudara dapat membuat dan

menggunakan alat-alat tersebut?

6. Pengetahuan

`14. Bagaimana cara saudara mengetahui adanya kegiatan hajat lembur?

15.Siapakah yang memberi tahu seluk beluk kegiatan ini?

16.Perlukah saudara mengetahui hal ihwal pelaksanaan kegiatan hajat lembur?

7. Keterlibatan

17.Apakah ada pembagian tugas yang untuk setiap lapisan masyarakat dalam pelaksanaan hajat lembur ampih pare? 18.Apakah peran Bapak/Ibu dalam

kegiatan tersebut?

8. Dampak

19.Adakah keterkaitan pelaksanaan hajat lembur ampih pare dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat?

20.Bagaimana dampak sosisal ekonomi yang dirasakan masyarakat dari kegiatan tersebut?

21.Bagaimana peningkatan ekonomi yang dirasakan masyarakat melalui kegiatan hajat lembur ampih pare?

9. Harapan

22.Apa yang harapkan saudara dari pelaksanaan hajat lembur?

23.Apa bagian dari hajat lembur yang patut dilestarikan?

24.Bagaimana harapan saudara terhadap pelestarian budaya melalui tradisi hajat lembur?

10. Bentuk

25.Bagaimana seharusnya hajat lembur ini dilestarikan?

26.Bagaimana menarik minat untuk melestarikan tradisi hajat lembur?

Tabel 3.8

PEDOMAN WAWANCARA TERHADAP GENERASI MUDA


(45)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Indikator Pertanyaan penelitian

1. Nama kegiatan

1. Apakah nama tradisi yang dilaksanakan di Kecamatan Situraja?

2. Mengapa namanya demikian? 3. Apa artinya nama tersebut?

2. Sejarah tradisi

4. Sejak kapan tradisi hajat lembur ampih pare dilaksanakan?

5. Bagaimana sejarah tradisi hajat lembur ampih pare yang Saudara ketahui?

3. Tahapan-tahapan kegiatan

tradisi

6. Bagaimanakah tahapan tradisi hajat lembur ampih pare?

7. Adakah tahapan yang dianggap paling penting?

8. Apakah makna dan tujuan setiap tahapan tradisi hajat lembur ampih pare tersebut?

4. Lokasi, waktu, dan tempat

9. Kapan kegiatan tradisi hajat lembur ampih pare biasanya dilaksanakan? 10.Dimana kegiatan tradisi hajat lembur

ampih pare biasanya dilaksanakan?

5. Perlengkapan tradisi

14.Perlengkapan apa saja yang dibutuhkan dalam persiapan dan pelaksanaan hajat lembur ampih pare?

15.Apakah bahan yang digunakan untuk membuat perlengkapan tersebut? 16.Apakah saudara dapat membuat dan

menggunakan alat-alat tersebut?

6. Pengetahuan

`15. Bagaimana cara saudara mengetahui adanya kegiatan hajat lembur?

17.Siapakah yang memberi tahu seluk beluk kegiatan ini?

18.Perlukah saudara mengetahui hal ihwal pelaksanaan kegiatan hajat lembur?

7. Keterlibatan

19.Apakah ada pembagian tugas yang untuk setiap lapisan masyarakat dalam pelaksanaan hajat lembur ampih pare? 20.Apakah peran pemuda dalam kegiatan

tersebut?

8. Dampak

22.Adakah keterkaitan pelaksanaan hajat lembur ampih pare dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat?

23.Bagaimana dampak sosisal ekonomi yang dirasakan masyarakat dari


(46)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No Indikator Pertanyaan penelitian

kegiatan tersebut?

24.Bagaimana peningkatan ekonomi yang dirasakan masyarakat melalui kegiatan hajat lembur ampih pare?

9. Harapan

27.Apa yang harapkan saudara dari pelaksanaan hajat lembur?

28.Apa bagian dari hajat lembur yang patut dilestarikan?

29.Bagaimana harapan saudara terhadap pelestarian budaya melalui tradisi hajat lembur?

10. Bentuk

30.Bagaimana seharusnya hajat lembur ini dilestarikan?

31.Bagaimana menarik minat untuk melestarikan tradisi hajat lembur?

3.6Instrumen Penelitian

Data di dalam penelitian kualitatif berupa deskripsi/penjelasan yang digali melalui wawancara mendalam dengan para informan. Penjelasan-penjelasan tersebut bisa berkembang berdasarkan kemampuan, ide, atau buah pikiran dari para informan. Dengan demikian setiap saat peneliti harus merumuskan pertanyaan baru sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan oleh para informan tersebut. Nasution (1988, hlm. 54) mengemukakan bahwa, “Manusia memiliki adaptibilitas yang tinggi sehingga dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah-ubah di dalam setting penelitiaannya.” Oleh karena itu, instrumen penelitian yang paling tepat adalah peneliti sendiri.

Karena alasan tersebut, peneliti melibatkan diri secara langsung sejak awal persiapan hajat lembur ampih pare pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Di samping itu, peneliti juga terlibat dalam interaksi secara langsung dengan para pelaku tradisi upacara hajat lembur ampih pare pada masyarakat Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Untuk pencatatan data digunakan alat bantu berupa: catatan harian untuk mencatat segala peristiwa /hal-hal yang khusus, unik, penting, selama pengamatan dan observasi


(1)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Saung kesenian

Saung adat dan sawen ajir

Arena prosesi

Sesajen

Benih pare segon

Lisung dan perkakas


(2)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tampilan kesenian gemyung

Kesenian celempung

Pembacaan Al-quran

Prosesi jajap pare

Arak-arakan keliling kampung

Arak-arakan keliling kampung


(3)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Serah terima bibit padi

Prosesi ngeyong

Penyerahan sesajen

Prosesi ampih pare

Prosesi ampih pare

Prosesi ampih pare

Kegiatan Pelatihan


(4)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kegiatan pelatihan

Sebagian bahan

Bahan pewarna

Proses pelatihan

Memasak

Pembuatan tumpeng singkong


(5)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pembuatan tahu isi

Lemper singkong

Nasi ulam singkong

Perkedel singkong

Kelpon (dari ubi)

Bronis ubi dan putri noong

dengan pewarna alami


(6)

E. Sulyati, 2015

TRADISI HAJAT LEMBUR AMPIH PARE DI KECAMATAN SITURAJA KABUPATEN SUMEDANG DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MEMBUAT MODEL PELESTARIAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu