Tradisi Marsirumpa Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Palipi: Kajian Tradisi Lisan

(1)

Lampiran 1

Daftar Pertanyaan

No Topik Deskripsi

jawaban

Interprestasi

1 Jenis-jenis marsirimpa (gotong-royong)

 Sebelum marsirimpa dilaksanakan

• Kegiatan apa sajakah yang sering dilakukan dengan marsirumpa? • Sebelum melakukan

marsirumpa adakah tahap-tahapan yang harus dilakukan terlebih

dahulu?

• Siapa sajakah yang boleh ikut dengan kegiatan marsirumpa?

• Sebelum malaksanakan kegiatan marsirumpa perluka h kita meminta ijin terlebih dahulu


(2)

kepada pemilik tanah atau pesta?

• Bagaimanakah cara kerja marsirumpa sebelum marsirumpa berlangsung, apakah ada istilah-istilah lain yang digunakan untuk itu?

• Apa sajakah contoh marsirumpa yang sering dilaksanakan didalam kehidupan sehari-hari? • Apa saja nama

marsirumpa yang ada pada masyarakat Batak toba?

• Bagaimanakah persiapan masyrakat sebelum marsirumpa

dilaksanakan? • Sebelum kegiatan

marsirumpa, apakah ada ritual dan diskusi yang dilakukan oleh


(3)

2

masyarakat?

• Mulai umur berapakah yang bisa melakukan kegiatan marsirumpa? Repreresentasi ( keberadaan , gambaran) kearifan lokal pada ungkapan yang berupa umpasa, umpama masyarakat Batak Toba

 Masa melakukan gotong-royong

• Bagaimanakah keberadaan umpasa dan umpama waktu marsirumpa pada masyarakat Batak Toba pada masa kini? • Nilai apakah yang dapat kita

petik dari ungkapan yang diucapkan masyarakat pada saat melakukan kegiatan marsirumpa?

• Ketika melaksanakan kegiatan marsirimpa adakah ungkapan yang berupa


(4)

3

umpasa atau umpama yang diuataran masyarakat? • Jenis umpasa apakah yang

sering digunakan untuk sistem gotong-royong yang akan dilakukan?

• Bagaimakah cara kita mengungkapkan umpasa tersebut?

• Pada saat kapan dan dimanakah kita bisa

mungungkapkan umpasa atau umpama tersebut?

• Dimana sajakah yang sering kita jumpai kegiatan

marsirumpa?

Performansi ( langkah-langkah, proses dan struktur)

• Bagaimanakah cara

masyarakat supaya terbentuk kegiatan marsirumpa?


(5)

• Bagaimanakah proses marsirumpa pada tiap-tiap jenis marsirumpa?

• Adakah perbedaan

marsirumpa zaman dahulu denga masa kini?

• Dalam hal apa sajakah masyarakat membutuhkan sistem gotong-royong? • Bagaimanakah

tahapan-tahapan penyusunan prosedur sitem gotong-royong?

• Apakah penetua kampung ikut serta dalam proses pelaksanaan pembentukan sistem gotong-royong?


(6)

Lampiran 2 Daftar Informan

1) Nama : Jamin Malau

Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 55 tahun

Pendidikan terakhir : SMP Pekerjaan : Bertani

Tempat tinggal : Silaban, Desa Simbolon purba

2) Nama : Ediamin Siringo-ringo Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 56 tahun

Pendidikan terakhir : SMP Pekerjaan : Bertani

Tempat tinggal : Hatoguan, Desa aek Nauli

3) Nama : Midsen Sinaga

Usia : 64 tahun

Pendidikan terakhir : SMP Pekerjaan : Bertani


(7)

4) Nama : Manson Sinaga

Usia : 64 tahun

Pendidikan terakhir : SMP Pekerjaan : Bertani

Tempat tinggal : Desa hatoguan

5) Nama : Hasudungan Simbolon

Usia : 67 tahun

Pekerjaan : Bertani (raja adat) Pendidikan Terakhir : SD


(8)

Lampiran 3

Lahan persawahan di Kecamatan palipi

Gambar kedua adalah marsialapari yakni gotong-royong yang dilakukan masyarakat dalam kegiatan mengerjakan ladang seperti menanam dan merawat tanaman dibidang sawah.


(9)

3) Ketiga merupakan gambar marsialapari dalam proses melakukan kegiatan mengerjakan ladang

4) Gambar marsirumpa dalam siklus upacara adat

Gambar gotong-royong dalam kegiatan marhobas dalam upacara adat . kegiatan marhobas dilakukan dalam upacara adat baik upacara adat kelahiran, perkawinan dan kematian pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi.


(10)

5) Merupakan Gambar gotong-royong jenis manumpahi dalam upacara adat. manumpahi dilakukan dalam upacara adat baik dalam adat kelahiran, perkawinan,dan kematian pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi

6) Merupakan gambar gotong-royong dalam jenis mangulosi yang dilakukan dalam upacara adat baik dalam adat perkawinan, kelahiran, dan kematian.


(11)

7) Merupakan gambar gotong-royong dalam jenis mamboan boaras sipir ni tondi yang dilakukan pada waktu acara adat.

8) Merupakan gambar gambar gotong-roynog dalam kegiatan martonggo raja dan acara pemberian ingot-ingot yang dilakukan untuk merencanakan upacara adat khusunya adat perkawinan pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi.


(12)

(13)

9) Merupakan gambar Marsirumpa yang dilakukan masyarakat dalam siklus pekerjaan umum untuk pauli dalan (perbaikan jalan) seperti memberihkan jalan


(14)

Gambar gotong-royong pauli dalan (perbaikan jalan)

10) Merupakan gambar gotong-royong dalam kegiatan perbaikan irigasi/ tali air (pauli bondar) yang dilakukan secara bersama-sama yang dimulai dari


(15)

(16)

(17)

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah,dkk. 1984.Sistem Gotong-royong Dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Istimewah Aceh. Banda Aceh: Departemen Pendidikan dan KebudayaanYogyakarta. PT.Bina Ilmu

Haryati, 1983. Sistem Gotong-Royong Dalam Masyarakat pedesaan Daerah sumatera Barat.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Makmur, Mariana dan Brutu, Lister. 2013. Sistem Gotong-royong Pada Masyarakat Pakpak Bharat di Sumatera Utara. Medan: Grasindo Monoratama

Manurung, Rolan. 2015. Tradisi Marnapuran Sirih Pada Masyarakat Batak Toba. Medan: Badan Perpustakaan, Arsip Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara.

Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal: Hakikat,Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Assosiasi Tradisi Lisan.

____________ 2014. Kearifan Lokal Gotong-Royong Pada Upacara Adat Etnik Batak Toba. Medan: Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara.

____________2015. Pembentukan Krakter: Langkah-Langkah Berbasis Kearifan Lokal. Jakarta: Assosiasi Tradisi Lisan

Sibarani, Robert, dkk.2014. Pola Gotong-Royong dan Model Revitalisasinya Pada Masyarakat Batak Toba. Medan: Lebaga penelitan Sumatera Utara Soebadio, 1982. Sistem Gotong-Royong Dalam Pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan proyek Inventaris dsn Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Suwondo, Bambang.1983. Sistem Gotong-Royong Dalam Masyarakat Sulawesi Tengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan dan Dokumentasi Universitas Sumatera Utara


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode berasal dari kata metode dan logos. Metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logos merupakan ilmu pengetahuan. Sudaryono (1982:2) mengungkapkan bahwa “metodeologi adalah cara atau teknik dan straegi untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.

Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis, sampai dengan menyusun laporan. Jadi metode penelitian adalah ilmu mengenai suatu cara yang dilakukan untuk mencapai suatu pembahasan.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriftif kualitatif yaitu salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan teknik dan menginterprestasi objek sesuai dengan apa adanya, sehingga memberikan penyelesaian yang ada pada sistem gotong-royong dengan cara penganalisisan berdasarkan data-data yang diperoleh dari informan.

Menurut Sibarani, dkk (2014:272) metode kualitatif berusaha menggali, menemukan, mengungkapkan dan menjelaskan “meaning” (makna) dan “patterns” (pola) objek peneliti yang diteliti secara holistik. Tujuan metode


(20)

kualitatif dapat dipahami sebagai makna menjelaskan bagaimana fungsi, nilai, norma, dan kearifan lokal, sedangkan pola dapat dipahami sebagai kaidah, struktur, formula yang pada gilirannya dapat menghasikan model.

Penelitian kualitatif ini mengikuti langkah-langkah Miles dan Huberman (Sibarani2014:24-27) yakni:

1) Data colection (pengumpulan data), yakni mengumpulkan data berupa kata-kata dengan cara wawancara, pengamatan, intisari dokumen, perekaman, dan pencatatan.

2) Data reduction(reduksi data) yakni merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan “menyisihkan” yang tidak perlu.

3) Datadisplay (penyajian data) yakni, memperlihatkan data, mengklasifikasikan data, menyajikannya dalam bentuk teks yang bersifat naratif atau bagan.

4) Conclusion drawing/ verification(penarikan kesimpulan/verifikasi), yakni penarikan kesimpulan dan verifikasi sehingga dapat merumuskan temuan-temuan peneliti.

Demikian halnya pada tradisi gotong-royong tersebut, bahkan sampai sekarang tradisi gotong-royong tersebut masih diterapkan di tempat tersebut.


(21)

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kecamatan Palipi yang memiliki jumlah 15 Desa. Namun disini penulis memilih lokasi penelitian empat Desa dari keseluruhan jumlah Desa yang ada di Kecamatan Palipi. Empat Desa tersebut ialah Desa Simbolon Purba, Desa Hatoguan, Desa pardomuan Nauli, Desa Saor Nauli Hatoguan, Alasan penulis untuk memilih lokasi penelitian ini adalah karena penduduknya asli etnis Batak Toba dan juga masih menerapkan kegiatan gotong-royong tersebut. Dari empat Desa di Kecamatan Palipi ini penulis dapat memperoleh keterangan bagaimana cara melestarikan kebiasaan atau warisan tersebut. Sumber data penelitian ini adalah data lapangan yang melalui wawancara dengan informan antara 5-6 orang dari beberapa desa yang ada di Kecaman Palipi tersebut.

3.3 Sumber Penelitian

Salah satu pertimbangan dalam memilih masalah penelitian adalah ketersediaan sumber dan yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh.

Sumber penelitian terbagi atas dua bagian, yaitu : 1) Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data-data mentah yang diperoleh dari lapangan dan belum pernah dianalisis.


(22)

Sumber data sekunder adalah sumber data yang sudah pernah diteliti dan dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya dari sudut pandang orang lain.Dalam penyusunanskripsi ini penulis,menggunakan sumber data primer yang berupa hal-hal yang merangkum keterangan tradisi lisan Marsirumpa di Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir.

3.4 Instrumen Penelitian .

Data mempunyai kedudukan penting dalam penelitian karena data merupakan gambaran variabel yang diteliti. Instrumen penelitian adalah keseluruhan alat yang dipakai untuk mengumpulkan, mengoreksi, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data-data secara sistematis dan objektif dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan ini, penulis menggunakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang diajukan ketika melakukan wawancara dengan informan. Dalam wawancara tersebut, penulis menggunakan alat bantu, yaitu: 1) Alat rekam (tape recorder).

2) Pulpen 3) Buku


(23)

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Metode Observasi

Pengumpulan data dengan observasi merupakan cara pengambilan data secara langsung dari lokasi penelitian untuk memperoleh imformasi data dari objek yang diteliti.

Nawawi (1991) mengatakan observasi adalah pengamatan dan pencataan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak pada suatu gejala atau masalah yang didalam objek.

3.5.2 Metode Wawancara Mendalam dan Terbuka

Metode ini dilakukan secara purporsive sampling kepada para informan terpilih untuk menjawab pertanyaan pertama, kedua, dan ketiga. Wawancara mendalam dan terbuka ini dilakukan kepada masyarakat yang sering terlibat dalam gotong-royong. Hasil wawancara ini direkam dan dicatat sehingga tidak ada informasi yang tertinggal. Sesuai dengan kriteria pendekatan kualitatif, jumlah informan ditentukan berdasarkan keadaan, kecukupan, dan keakuratan data sehingga jika tidak terdapat lagi informan baru (redundant) pada informasi tertentu, maka pencarian informasi dari informan dicukupkan sampai disitu. Panduan wawancara yang mencantumkan pertanyaan-pertanyaan mengenai rumusan masalah dipersiapkan pada waktu pengumpulan data wawancara mendalam, dan terbuka, sebagai contoh :

1) Apa dan bagaimanakah jenis dan wujud marsirumpa (gotong-royong)padamasyarakat Batak Toba?


(24)

2) Apakah ada ungkapan-ungkapan untuk melakukan gotong-royong itu danseperti apa ungkapan-ungkapan tersebut?

3) Bagaimana peran performansi marsirumpa pada kehidupan sosial masyarakat?

Metode ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lengkap tentang royong sebagai objek yang diteliti, sehingga didapatkan data gotong-royong secara sepenuhnya.

3.5.3 Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan adalah mengumpulkan data dengan membaca buku-buku yang relevan untuk membantu dalam menyelesaikan dan melengkapi data yang berhubungan dengan penulisan skripsi.

3.6Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah satu cara yang dilakukan peneliti dalam mengolah data mentah yang diperoleh dari infoman sehingga menjadi data akurat dengan ilmiah. Pada dasarnya dalam menganalisis data diperlukan imajinasi dengan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu. Untuk menganalisis data penelitian ini, penulis menggunakan metode gotong-royong dan teori tradisi lisan.

Dalam metode gotong-royong dan teori tradisi lisan penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Mengumpulkan data dan menulis data yang diperloleh dari lapangan 2) Menerjemahkan data yang diperoleh kedalam bahasa indonesia


(25)

3) Mencari atau mencocokkan ungkapan ungkapan (umpasa) pada tiap-tiap kegiatan yang berhubungan dengan kebersamaan (gotong-royong).


(26)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Jenis Istilah Marsirumpa pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Palipi

Setelah dilakukan penelitian, ditemukan semua istilah yang digunakan untuk jenis gotong-royong yang terdapat pada masyarakat Batak Toba iyaitu marsirumpa. Marsirumpa (gotong-royong) merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan beberapa orang untuk menyelesaikannya, Sebelum melakukan marsirumpa (gotong-royong) mereka terlebih dahulu membuat kesepakatan untuk menentukan waktu kapan dilakukan marsirumpa (gotong-royong) tersebut. Secara etimologis makna marsirumpa yaitu mengajak untuk bekerja bersama-sama dan bersama-sama untuk memperjuangkan sehingga tercapai suatu hasil yang menguntungkan, baik secara individu maupun secara bersama-sama. Pekerjaan yang diselasaikan dengan cara bersama-sama pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan palipi secara umum disebut dengan istilah marsirumpa yang artinya upaya kebersamaan untuk meneyelesaikan sesuatu. Secara termomiologis masyarakat Batak Toba memiliki jenis-jenis gotong-royong untuk menyelesaikan suatu kegiatan, akan tetepi dari semua istilah tersebut menyangkut dengan bekerja bersama-bersama yang sama maknanya dengan marsirumpa dan secara khusus terdiri dari:


(27)

(1) marsialapari atau marsiadapari iyaitu gotong-royong yang dilakukan secara bergiliran atau bergantian dalam mengerjakan sawah dan ladang. Istilah marsialapari lebih sering dikenal untuk mengerjakan sawah dan ladang, makna marsialapariadalah mengambil atau menjemput hari dari orang lain sehingga masyarakat itu dapat sekaligus bekerja bersama-sama di sawah atau di ladang.

(2) marhobas yaitugotong-royong yang dilaksanakan secara tolong-menolong dan biasanya digunakan dalam Upacara adat. Istilah marhobas adalah bekerja secara bersama-sama menyiapkan makanan dan keperluan pada waktu acara adat.

(3) marsiurupan yaitu gotong-royong yang dilakukan secara tolong-menolong dalam membatu warga yang kesusahan. Istilah marsiurupan memiliki makna saling bekerja sama untuk memberi bantuan kepada orang yang berkekurangan.

(4) martarikan, marjula-jula ialah gotong-royong yang dilakukan orangtua baik laik-laki sebegai alternatif menabung untuk keperluan acara adat. Para orangtua akan terlebih dahulu menentukan siapa pemegang uang tarikan dan menentukan berapa jumlah uang yang dikumpulkan perbulan. Jika semua sudah ditentukan mereka akan membuat pencabutan nomor. Secara etimologis makna martarikan,marjula-jula yaitu saling bergantian. Sehingga makna martarikan adalah semua anggota berhak mendapatkan uang secara begantian pada waktu anggota melaksanakan acara adat.

5) pauli dalan, pauli mual, pauli bondar ialah gotong-royong yang dilakukan secara bersama-sama untuk menyelesaikan kegiatan yang berbentuk umum. sebelum melakukan pekerjaan umum mesyarakat terlebih dahulu berkumpul dan


(28)

bermusywarah untuk menentukan hari, waktu melakukan gotong-royong pauli dalan, pauli mual, dan pauli bondar. Namun seiring berkembangnya zaman gotong-royong pauli dalan, pauli mual, pauli bondar masyarakat menyebut sebagai kerja bakti.

6) Manumpahi ialah gotong-royong yang dilakukan masyarakat untuk memberi sumbangan berupa sejumlah uang kepada orang yang mengundang dalam upara adat. Secara etimologis makna manumpahi yaitu menyumbang atau memberikan. Untuk melaksanakan upacara adat tentunya masyarakat sangat membutuhkan materi yang cukup banyak. Dalam hal inilah setiap masyarakat yang hadir dalam upacara adat memberi sumbangan secara suka rela kepada pihak yang melaksanakan upacara adat.

7) Maranggap ialah gotong royong yang dilakukan masyarakat secara bergantian untuk menjagai perempuan yang baru melahirkan. sebelum melakukan kegiatan maranggap pihak teman sekampung yang pergi mengajak temannya untuk melakukan maranggap. Sesudah mengarahkan temannya maka mereka akan bersama-sama datang menemui keluarga yang melahirkan untuk menemani perempuan yang melahirkan tanpa mengharapkan imbalan atau upah berbentuk apapun. Biasanya masyarakat yang dikecamatan palipi kegiatan maranggap sering disebut acara melek-melekan atau sisoli-soli antara teman sekampung.

8) mangulosi ialah gotong-royong yang dilakukan untuk memberikan ulos (kain tradisonal) pada waktu upacara adat baik dalam upacara adat kelahiran, perkawinan, dan kematian. Secara etimologis makna mangulosi yaitu memberikan ulos (kain trasdisional) sehingga yang mendapatkan memperoleh berkat dan doa


(29)

dari pihak yang memberikan. Sebelum melakukan kegiatan Mangulosi dalam upacara adat pihak yang memberikan ulos terlebih dahulu mengajak rombongannya untuk melakukan kegiatan mangulosi. Pada umumnya yang melakukan kegiatan mangulos ini pihak hula-hula yang membawa rombongannya untuk memberikan ulos kepada pihak borunya pada waktu upacara adat, baik dalam upacara adat kelahiran, perkawinan, dan acara adat kematian.

Semua jenis gotong-royang yang menyangkut dengan bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan suatu kegiatan pada umumnya disebut sebagai istilah marsirumpa. istilah marsirumpa lebih sering digunakan dalam mengerjakan pekerjaan umum. Namum semua jenis gotong-royong yang terdapat pada masyarakat Batak Toba maknanya hampir sama dengan istilah marsirumpa yang tujuannya untuk melesaikan suatu kegiatan secara bekerja sama. Dan dapat dilihat dalam bagan dibawah ini.

Mata Pencaharian

GOTONG ROYONG


(30)

4.2 Jenis-Jenis Marsirumpa pada Siklus Mata Pecaharian, Upacara Adat, dan Pekerjaan Umum yang Terdapat pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi

Marsirumpa

No Klasifikasi SiklusMata Pencaharian Upacara Adat PekerjaanUmum 1 Secara

tolong menolong • Marhobas • Manumpahi • Mangulosi • Mamboan

boras sipir ni tondi

• Marria raja • Martonggo

raja 2 Secara

Bergantian

• Menanam • Memenen

• Mengerjakan ladang

• Marjula-jula (arisan) • Maranggap

3 Secara Bekerja bersama-sama

• Pauli dalan •Pauli mual •Pauli bondar

Jenis-jenis marsirumpa khususnya dalam siklus sistem mata pencaharian, upacara adat, dan pekerjaan umum pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi yang dilakukan secara tolong-menolong, bergantian, dan bekerja bersama-sama dengan kompak. Di Kecamatan Palipi kebiasaan marsirumpa masih tetap dilakukan.


(31)

4.3 Performansi Marsirumpa pada Siklus Mata Pencaharian, Upacara Adat, dan Pekerjaan umum pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi

4.3.1 Marsirumpa dalam Siklus Mata Pencaharian

Jenis-jenis marsirumpa yang ada di Kecamatan Palipi adalah marsirumpa yang dilakukan secara bergantian dalam bidang sawah dan ladang yakni, proses menanam, proses memanen dan proses mengerjakan ladang merupakan marsirumpa yang dilakukan secara bersama-sama. Akan tetapi istilah marsirumpa yang digunakan untuk mengerjakan ladang atau sawah sering disebut sebagai marsialapari. kegiatan marsialapari untuk mengerjakan ladang sudah mulai pudar di Kecamatan Palipi.

4.3.1.1 Performasi marsialapari yang Dilakukan Secara Bergantian dalam Kegiatan Menanam

Di kecamatan palipi marsialapari dalam kegiatan menanam yang pertama dilakukan mangombak. Untuk melakukan marsialapari masyarakat yang di Kecamatan Palipi membutuhkan tenaga sehingga memerlukan teman untuk mencangkaul (mangombak). Pada umumnya masyarakat yang di Kecamatan Palipi mencari teman sebanyak 6 orang untuk mengerjakan lahannya, untuk mencari teman ini, pihak masyarakat pergi kerumah pihak warga untuk mengajak masyarakat marsialapari. Kemudian setelah bertemu dengan orang-orang yang ingin ikut melakukan marsialapari, mereka akan berkumpul untuk bemusywarah hal-hal yang perlu disepakati bersama bersama para marsialapari, seperti menentukan hari mulai bekerja, ladang siapa yang pertama dikerjakan, dan makanan.


(32)

untuk menentukan lahan siapa terlebih dahulu dikerjakan mereka akan membuat dengan cara cabut nomor sehingga tidak terjadi kesalah pahaman diantara pekerja marsialapari, kemudian untuk menentukan makanan masyarakat membicarakan dengan kesepakatan bersama.

Misalnya: jika lebih banyak menjawab makanannya disedikan oleh pemilik lahan yang akan dikerjakan maka mereka akan sepakat bahwa makanan disediakan oleh pemilik lahan begitu juga dengan sebaliknya. Proses marsialapari dilakukan dengan cara Masyarakat terlebih dahulu membagi waktu dalam lima hari, karena hari senin adalah waktu masyarakat untuk belanja keperluan rumah tangga, maka masyarakat bekerja mulai hari selasa sampai hari sabtu. Dengan waktu lima hari, masing-masing mendapat satu hari untuk seminggu marsialapari. Peralatan yang digunakan untuk mencangkul adalah cangkul (hudali). Sebelum mereka mencangkul terlebih dahulu membersihkan atau memotong (mambabat) rumput-rumput yang ada pada lahan dan dikumpulkan dipinggiran lahan yang suatu waktu rumput tersebut akan dibakar dan dijadikan pupuk tananman kemudian mencangkul dengan kedalaman 6 cm dan membuang rumput yang sulit untuk dimatikan.

Setelah itu mereka akan membuat pembatas (sibatangi) supaya air yang didalam tidak ada yang terbuang dan meratakan tanah (mangaresres) hingga hasilnya layak untuk ditanam.

Akan tetapi, performansi marsialapari untuk mencangkul sudah mulai jarang ditemukan karena sebagian Desa mengolah tanah dibidang sawah masyarakat sudah menggunakan mesin traktot (jetor) dan untuk Desa yang belum dimasuki mesin traktor masyarakat sudah menggunakan hewan (sapi dan kerbau)


(33)

untuk mengoloha sawahnya. Sehingga masyarakat tidak ada lagi berkeinginan untuk marsialapari. Namum untuk menanam padi masi tetap dilakukan dengan cara marsialapari. Untuk kegiatan menanam (marsuan) dilakukan setelah bibit tanaman disedikan oleh pemilik lahan.

Marsialapari untuk menanam dapat melibatkan banyak orang. Di Kecamatan Palipi proses menaman dilakukan dengan marsialapari terutama bagi kaum perempuan yang melibatkan delapan orang untuk memarsialapari. untuk mengumpulkan yang delapan orang, perempuan atau para istri pemilik lahan mencari teman yang dapat ikut marsialapari dilahannya.Pada umumnya pemilik lahan akan menyediakan makan siang para anggota marsialapari sehingga tidak buang-buang waktu untuk pulang karena biasanya kegiatan marsuan dapat memakan waktu yang banyak.

Strukutur pekerja marsialapari dalam proses menanam dilakukan dengan cara, jika si A telah menerima hari kerja marsialapari dari si B,C dan D maka sia A harus ikut marsialapari untuk membayar hari terhadap si B, C, dan si D dengan waktu yang sama, begitu juga dengan yang lainnya. Meraka akan akan tetap bersama-sama untuk menyelesaikan lahan sawahnya.

Nilai gotong-royong Marsialpari ini sangat bermanfaat bagi mayarakat Batak Toba khusunya di Kecamatan Palipi untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan cepat, karena adanya dorongan atau motivasi bersama-sama untuk menuntaskan sebuah pekerjaan. Marsialapari untuk menanam masih tetap dilakukan hingga pada saat ini di Kecamatan Palipi dan dapat dilihat pada saat masyarakat melakukan kegiatan menanam yang menunjukkan kerja sama yang baik dan bersama-sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.


(34)

4.3.1.2Performansi Marsialapari yang Dilakukan Secara Bergantian dalam Kegiatan Memanen di Kecamatan Palipi

Marsialapari memanen padi di Kecamatan Palipi dimulai dari menyabit padi (manabi eme) ini masih dilakukan, akan tetapi sudah berbeda caranya dengan zaman dahulu. Pada zaman dahulu masyarakat melakukan kegiatan marsirumpa untuk menyabit padi dilakukan oleh kaum perempuan dan kaum laki-laki. untuk memanen masyarakat membutuhkan tenaga yang cukup banyak sehingga memerlukan teman untuk melakukannya. Selain membutuhkan tenaga kegiatan memanen juga memilik langkah-langkah seperti menyabit padi, mengumpulkan disuatu tempat kemudian membanting (mamampas) bilur-bilur padi.

Di Kecamatan Palipi biasanya membutuhkan 5 orang untuk melakukan kegiatan marsialapari dalam menyelesaikan lahannya. untuk mengumpulkan yang 5 orang pemilik lahan pergi mencari dan mengajak temannya melakukan marsialapari. Setelah yang 5 orang sudah ditemukan maka mereka terlebih dahulu bermusiwarah atah membuat kesepakan dari lahan siapa yang terlebih dahulu dekerjakan. Untuk menyediakan makanan dan perelatan biasnya pemilik lahan, dan menyediakan makanan mulai serapan pagi samap makan siang sebagai ucapan terimakasih atas panenya.

Proses memanen dilakukan dengan cara menyabit padi, mengumpulkan disuatu tempat kemudian membanting (mamampas). Untuk membanting (mamampas) yang 5 orang akan membagi-bagi pekerjaannya, satu orang untuk membagi padi, dua orang dibantingan pertama dan satu orang dibantingan kedua dan satu orang


(35)

bagian pembuang. Untuk orang yang diposisikan dibagian pembuangan harus lebih teliti dan memisahkan bilur-bilur padi yang sudah kosong dan untuk tiga orang yang diposisikan didalam bantingan akan memukulkan bilur padi sesuai dengan hitungan yang telah disepakati bersama. Setelah selesai dibanting kemudian dikipas (mamurpur) dengan menggunakan tampi (anduri) pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh pihak perempuan. Setelah itu dimasukkan kedalam karung atau goni dan kemudian ditutup dengan tikar atau bisa juga ditutup dengan batang pading yang sudah kosong (durame) untuk dijemurkan dihari esoknya.

Struktur pembuatan pekerja marsialapari pada proses memanen disusun dengan secara apa bila si A sudah menerima marsialapari beberapa hari dari si B, C, dan D maka si B juga akan menerima bebera hari dari si A, C, dan D demikianlah seterusnya sampai semuan pekerja marsialapari dalam proses memanen mendapatkan jumlah hari dan waktu yang sama. Performansi pekerja marsialapari dalam proses memanen dapat dilakukan oleh pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Nilai gotong royong marsialaparipada saat memanen ini terlihat adanya kebersamaan, saling mendukung, dan kompak ketika masyarakat bekerja sama untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan cara bergantian.

4.3.1.3Performansi Marsialapari dalam Kegiatan Mengerjakan Ladang Seperti Menanam Kopi pada Masyarakat di Kecamatan Palipi

Dikecamatan Palipi marsialapari dalam proses mengerjakan ladang, masyarakat sering menggunakannya untuk mengerjakan ladang dalam kegiatan


(36)

menanam kopi. Hal ini dilakukan karena mengerjakan ladang pada saat menanam kopi sangat membutuhkan tenaga yang lebih sehingga masyarakat memerlukan teman untuk menyelesaikan ladangnya. Untuk mengerjakan ladang dimulai dari mencangkul (mangobak/mangalubang). Masyarakat yang di Kecamatan Palipi untuk melakukan marsialapari mereka memerluka teman sebanyak 4 orang untuk mengerjakan ladangnya. Untuk mengumpulkan 4 orang pemilik lahan pergi mengajak temannya untuk melakukan marsialapari. Setelah yang 4 orang sudah ditemukan mereka terlebih dahulu membuat kesepakatan bersama dari lahan siapa yang terlebih dahulu dikerjakan kemudian menentukan kapan dimulai kegiatan tersebut. Masyarakat akan mebagi-bagi waktu dalam lima hari karena hari senin biasanya masyrakat pergi kepajak sehingga masyarakat melakukan pekerjaan marsialaparimulai hari selasa. Masing-masing anggota marsialapari akan mendapatkan satu hari dalam satu minggu. Peralatan yang digunakan untuk mencangkul adalah cangkul (hudali) yang biasanya dibawa masing-masing para pekerja marsialapari.

Proses menanam kopi dimulai dari mencangkul (mangalubang). Untuk membersihkan lahan dilakukan dengan cara memotong rumput-rumput yang berada dalam ladang kemudian mengumpulkan dipinggiran lahan untuk dikemudian hari rumput tersebut akan dibakar dan dijadikan pupuk tanaman kopi dan dilakukan mencangkul (magalubang). Mangalubang dilakukan dengan cara mencangkul dengan kedalaman 15 cm yang beberbentuk empat persegi kemudian meratakan tanah hingga berukuran kecil samapai tanah tersebut layak untuk ditanami kopi. Untuk menanam kopi dilakukan dengan cara memasukkan bibit kopi berdasarkan aturan lobang yang sudah ditentukan. Pada zaman dahulu


(37)

Mengolah ladang dikerjakan dengan cara marsialapari terutama bagi kaum laki-laki namun sudah berbeda dengan zaman sekarang, untuk mengerjakan ladang masyarakat sudah menerima upah sehingga masyarakat tidak ada lagi berkeinginan marsialapari untuk menyelesaikan pekerjaan ladang.

Struktur pembuatan pekerja marsialapari pada proses menanam kopi disusun dengan cara kesepakatan bersama, apa bila si A sudah menerima satu hari dari si B, C, dan D maka si B juga akan menerima satu hari dari si A, C, dan D demikianlah seterusnya sampai semuan pekerja marsirumpa dalam proses menanam kopi mendapatkan mendapatkan giliran dengan jumlah hari dan waktu yang sama. Performansi pekerja marsialaparidalam proses menanam kopi biasanya dilakukan oleh pihak laki-laki tetapi pihak perempuan ada juga yang ikut marsialapari.

Nilai gotong-royong marsialapari untuk mengerjakan ladang sangat bermanfaat bagai masyarakat karena adanya kebersamaan, dorongan, dan saling mendukung sehingga suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat.

4.3.2 Marsirumpa dalam Siklus Upacara Adat

jenis marsirumpa yang terdapat secara umum dalam upacara adat di kecamatan palipi adalah yang dilakukan secara bergantian, yakni marjula-jula, maranggap, marsirumpa yang dilakukan dengan cara tolong-menolong


(38)

(marsiurupan) marhobas, marnumpahi,mambon boras sipir ni tondi, mangulosi, marria raja, marttonggo raja, merupakan marsirumpa yang dilakukan secara bersama-sama. Tradisi marsirumpa yang dilakukan dalam upacara adat masih tetap berjalan langsung hingga pada saat ini.

4.3.2.1Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menolong dalam Kegiatan Marhobas (Mempersiapkan Makanan dan Peralatan) pada Waktu Upacara Adat

Di Kecamatan Palipidalam acara adat biasanya masyarakat memiliki banyak persiapan, selain mempersiapkan materi untuk kebutuhan upacara adat masyarakat yang melaksanakan upacara adat juga membutuhkan tenaga yang lebih sehingga memerlukan teman untuk mempersiapkan (marhobas). Masyarakat yang di Kecamatan Palipi memrlukan marhobas/parhobas biasanya dari seluruh dongan sahuta (teman sekampung) baik kaum laki-laki maupun kaum perempuan untuk mempersiapkan makanan dan perlengkapan lain pada waktu upacara adat.

Untuk mengumpulkan seluruh teman sekampung tersebut pihak istri atau suami yang mengarahkan untuk marhobas pada waktu upacara adatnya. Mereka akan membagi-bagi pekerjaan tersebut denga cara, untuk kaum laki-laki akan memotong ternak (pinahan) kemudian dimasak dan untuk kaum perempuan akan memasak nasi, menyuci piring. Kemudian setelah selesai dipersiapkan maka mereka akan kerja sama untuk memberikan makanan tersebut kepada seluruh tamu atau undangan. Kegiatan marhobas akan terus dilakukan hingga upacara adat selesai.


(39)

Proses marhobas biasanya dimulai sebelum upacara adat dilaksanakan esok harinya, mereka akan bekerja sama untuk memepersiapkan segala keperluan dalam proses upacara adat yang mulai dari, memotong ternak, memasak nasi, menyiapkan tikar untuk tempat dududk para tamu atau undangan dan mempersiapkan peralatan lainnya yang disedikan oleh orang yang melaksanakan upacara adat. Biasanya pembagian kerja sering dilakukan oleh pekerja marhobas tersebut, untuk kaum laki-laki akan mengerjakan seperti memotong terngak kemudian memasak dangin ternak dan memilah-milah bagian-bagian ternak yang dianggap penting dalam proses acara adat (jambar), untuk kaum perempuan akan memasak nasi, air minum, dan mencuci piring. Kemudian setelah semuanya sudah dipersiapkan, maka mereka akan bersama-sama untuk memberikan makanan yang mereka masak kepada seluruh tamu atau undangan yang hadir pada upacara adat. Proses kegiatan marhobas akan terus dilakukan sebelum hingga sampai upcara adat selesai. Pada umumnya pada saat proses marhobas pihak yang melaksanakan acara adat akan memberi rokok untuk laki-laki dan untuk perempuan akan diberi minuman sehingga mereka tetap semangat untuk melekukan kegiatan marhobas.

Struktur marhobas dalamupacara adat akan disusun oleh orang yang melaksanakan acara adat dengan cara memilih salah satu warga yang dianggap mampu mengarahkan dan mengkordinir semua pekerjaan dalam proses marhobas yang disebut sebagai ketua marhobas. Kemudian ketua marhobas memilih orang-orang yang dipercayainya untuk menangani setiap pekerjaan, seperti memilih seksi peralatan (orang yang bertanggung jawab untuk mengawasi seluruh peralatan yang digunakan pada waktu upacara adat, kemudian mengumpulakan


(40)

dan melaporkan apabila ada barang yang digunakan pada waktu marhobas hilang atau rusak), kemudian memilih satu orang untuk bertanggung jawab di seksi komsumsi ( orang yang dipilih untuk bertanggung jawab dibidang makanan, apabila beras habis atau kurang maka seksi komsumsilah yang meminta kepada orang yang melasakana upacara adat agar beras ditambahkan.

komsumsi ( orang yang dipilih untuk bertanggung jawab dibidang makanan, apabila beras habis atau kurang maka seksi komsumsilah yang meminta kepada orang yang melasakana upacara adat agar beras ditambahkan.

Contoh struktur marhobas: Ketua

marhobas

Seksi peralatan

Seksi komsumsi


(41)

4.3.2.2 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menolong dalam Kegiatan manumpahi / Memberi Sumbangan dalam Acara Adat

Di Kecamatan Palipi manumpahi dilakukan dalam upacara adat dimulai dari mengumpulkan sejumlah uang. Manumpahi dalam proses upacara adat pada masyarakat di Kecamatan Palipi yang pertama dilakukan ialah dimana pihak keluarga laki-laki terlebih dahulu mengumpulkan dongan tubu, boru, bere, dan ibebere untuk melakukan kegiatan manumpahi kepada keluarga yang melaksanakan acara adat. setelah semua pihak tersebut sudah dikumpulkan maka mereka akan bersama-sama untuk manumpahi dengan memberi sejumlah uang yang dimasukakan kedalam tempat yang sudah disediakan. Biasanya manumpahi untuk saudara kandung sering disebut sebagai acara manggohi gajut sehingga uang di berikan oleh pihak-pihak tersebut dimasukkan kedalam bakul (gajut) sehingga sumbangan atau uang yang diberikan keluarga dekat pihak laki-laki dimasukkan kedalam bakul (gajut).

Proses manumpahi untuk keluarga dekat pihak laki-laki biasanya terlebih dahulu dilakukan pada malam hari, kemudian untuk seluruh undangan atau tamu manumpahi dilakukan pada waktu upacara adat setelah selesai makan dengan cara memasukkan uang kedalam amplop dan disalamkan kepada orang yang melaksanakan acara adat atau bisa juga diserahkan salah satu dari anggota keluarga yang ditunjuk untuk mengumpulkan uang dari orang yang manumpahi pada proses upcara adat tersebut.


(42)

Struktur manumpahi pada upacara adat di Kecamatan palipi yang merupakan keluaga dari pihak laiki-laki. Seperti dongan tubu, boru, bere, ibebere dan seluruh undangan pihak keluarga laki-laki akan masuk dalam kegiatan manumpahi.

Contoh struktur manumpahi pada masyarakat di kecamatan palipi.

Nilai gotong-royong dalam kegiatan Manumpahi sangat bermanfaat bagi masyarakat ketika melaksanakan upacara adat sehingga dapat mengurangi beban yang ditanggung oleh pihak yang melaksanakan upacara adat selain itu manumpahi dapat juga mencerminkan kerja sama yang baik antar seluruh pihak keluarga agar acara tersebut dapat berjalan dengan lacar.

4.3.2.3 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menolong pada Acara Adat dalam Kegiatan Mangulosi Memberikan Ulos atau Kain Tradisional Batak

Di Kecamatan Palipi Mangulosi dalam upacara adat yang pertama dilakukan ialah memberikan ulos dalam upacara adat. Kegiatan mangulosi tersebut

pelaku acara

adat

Dongan tubu

Undangan

Bere ,ibebere Boru


(43)

masyarakat membutuhkan teman untuk memberikan ulos. Pada umumnya yang melakukan kegiatan mangulosi, pihak hula-hula yang membawa rombongannya untuk memberikan ulos kepada pihak boru pada waktu upacara adat, baik acara adat kelahiran perkawinan dan acara adat kematian. Sebelum melakukan kegiatan mangulosi pihak hula-hula terlebih dahulu memberitahukan (manggokhon) kepada seluruh pihak keluarganya bahwa saudara perempuannya akan melaksanakan acara adat. kemudian setelah semua keluarga diberitahukan baik dongan tubu dan borunya, maka pada waktu acara adat seluruh keluarga yang dari pihak hula-hula akan bersama-sama mangulosi pihak yang melaksanakan acara adat (boru).

Proses mangulosi dilakukan oleh pihak laki-laki maupun pihak perempuan yang merupakan undangan dari pihak saudara perempuan dengan cara membawa ulos (kain tradisional Batak Toba) kemudian diserahkan kepada pihak boru. Biasanya mangulosi dilakukan denga cara membukakan kain ulos kemudian diletakkan di atas punggung yang menerima (boru), kecuali pada proses acara adat perkawinan. proses mangulosi pada proses acara perkawinan biasanya pihak yang memberikan ulos terlebih dahulu menari sambil membukakan ulos, kemudian diserahkan dengan cara meletakkan ulos diatas punggung orang yang melaksanakan acara adat ( pihak boru). kegiatan mangulosi dilakukan agar pihak boru mendapatkan doa dan memperoleh banyak berkat karena pada umumnya masyarakat Batak Toba bahwa hula-hul di sebut sebagai Debata na ni ida (orang yang mampu meberi berkat kepihak boru). Selain itu memberi berkat kepihak boru, kegiatan mangulosi dapat membantu pihak boru untuk mengurangi beban yang ditanggung kerena pada umumnya hula-hula memberikan ulos cukup


(44)

banyak sehingga pihak borupun dapat mempergunakan ulos tersebut untuk keperluan-keperluan lain. Biasanya sebagian ulos yang diberikan pihak hula-hula akan dijual untuk menutupi biaya-biaya yang belum di lunasi setelah acara adat selesai.

Struktur mangulosi dalam proses acara adat terdapat pada seluruh keluarga yang dari pihak perempuan akan bekerja sama untuk melakukan kegiatan mangulosi dalam proses acara adat tersebut baik dongan tubu, boru, dan seluruh undangan dari pihak boru termasuk dalam struktur mangulosi. Kegiatan mangulosi ini masih tetap dijalan di Kecamatan Palipi.

4.3.2.4 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menong pada Acara adat dalam Kegiatan Mamboan Boras Sipir Ni Tondi (Kegiatan Membawa Beras)

Kegiatan mamboan boras sipir ni tondi adalah kegiatan menerima beras dari tamu yang hadir terutama dari pihak hula-hula (keluarga istri) teman semarga, dan juga ale-ale atau kerabat dekat. Pada saat membawa beras (boras) pihak hula-hula mengajak rombongannya untuk mamboan boras sipir ni tondi kepada pihak boru pada waktu upacara adat. Mamboan boras sipir ni tondi pada waktu upacara adat dilakukan agar pihak boru yang melaksanakan upacara adat memiliki jiwa yang kuat. Sebelum hula-hula melakukan kegiatan mamboan boras sipir ni tondi kepihak boru, hula-hula terlebih dahulu menemui dongan tubu dan keluargga lainnya untuk memberitahukan bahwa saudara perempuannya akan melakukan acara adat pada hari yang sudah ditentukan. Sesudah diberitahukan kepada dongan tubu dan borunya. Maka,


(45)

pada hari yang sudah ditetapkan mereka akan bersama-sama mamboan boras yang diserahkan secara kepada orang yang melakukan acara adat.

Misalnya: jika saya menikah maka keluarga dara pihak saya, yang disebut dengan hula-hula akan secara keseluruhan membawa beras sipiri ni tondi baik dongan tubu dan keluarga lainnya yang merupakan undangan dari pihak pihak hula-hula.

Peroses mamboan boras sipir ni tondi dilakukan pada waktu acara adat dengan membawa beras didalam bakul (tandok). Untuk memberikan boras sipir ni tondi dilakukan hula-hula dengan cara mengambil sedikit beras dari dalam bakul kemudian diletakkan diatas kepala boru untuk memberi berkat sehingga pihak boru memilik jiwa yang kuat seperti beras untuk menjalani kehidupannya. Kemudian untuk beras yang tersisa didalam bakul (tandok) dimasukkan kedalam karung untuk diserahkan kepihak boru. sehingga beras yang meraka berikan dapat digunakan untuk keperluan lain. Biasanya untuk mamboan boras sipir ni tondi dilakukan oleh pihak perempuan atau istri dari hula-hula karena pada masyarakat Batak Toba bahwa laki-laki adalah raja sehingga tidak pantas untuk membawa-bawa tandok pada waktu acara adat, akan tetapi untuk mamboan boras sipir ni tondi dilakukan dengan cara berbaris secara bersama-sama . Untuk melakukan kegiatan proses mamboan boras sipir ni tondi pihak hula-hula tidak membatasi jumlah orang yang ikut dalam membawa beras tersebut, tetapi beras yang mereka berikan biasanya sebanyak 2-3 liter dari masing-masing hula-hula. Selain untuk memberi berkat kepada pihak boru, pihak hula-hula juga ingin membantu pihak boru sehingga beras yang mereka berikan dapat mengurangi dana untuk melaksanakan upacara adat.


(46)

Struktur mamboan boras sipir ni tondi pada waktu acara adat disusun secara, bahwa seluruh pihak keluarga dari pihak perempuan seperti saudara laki-laki perempuan (hula-hula), dongan tubu (hula-hula), dari hula-hula dan seluruh undangan dari pihak hula-hula akan masuk dalam struktur mamboan beras sipir ni tondi pada waktu acara adat.

Nilai gotong-royong mamboan boras sipir ni tondi sangat penting bagi mayarakat terutama pihak hula-hula yang bekerja sama untuk membantu mengurangi beban yang ditanggung oleh pihak boru. selain itu mamboan boras sipir ni tondi juga dapat memupuk kerja sama dalam hubungang kekeluargaan yang lebih baik. gotong-royong dalam kegiatan mamboan boras sipir ni tondi masih tetep dilakukan hingga pada saat ini di Kecamatan Palipi dan dilihat pada waktu masyarakat melakukan upacara adat.

4.3.2.5 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menolong dalam kegiatan Marria Raja atau Kegiatan Merencanakan Upacara Adat Kematian (Saur Sari Matua)

Kegiata marria raja adalah kegiatan untuk merencanakan upacara adat kematian khususnya upacara adat kematian saur sari matua. Untuk merencanakan upacara adat ini tentunya masyarakat memerlukan teman atau berbagai pihak didalamnya sehingga masyarakat dapat bertukar pikiran antara yang satu dengan yang lain sehingga upacara adat dapat berjalan sesuai dengan keinganan yang diharapkan. Untuk mengumpulkan berbagai pihak tersebut pihak boru yang mengupulkan pihak hula-hula, dongan tubu, dongan sahuta, raja adat


(47)

untu mengajak melakukan marria raja. setelah seluruh pihak yang terlibat sudah berkumpal maka kegiatan marria raja akan dilakukan untuk merencanakan acara adat kematian saur sari matua.

Setelah seluruh pihak tersebut sudah berkumpul maka mereka membicarakan atau merencanakan tentang upacara adat orang yang meninggal seperi, tata upacara adatnya, (apakah akan dibuat acar besar atau cuman acara berdoa), kemudian menentukan berapa hari datahan dirumah, dan membicarakan kapan upacara adatnya (maralaman).

Proses marria raja dilakukan dengan cara bermusywarah untuk merencanakan proses acara adat kemtian saur sari matua. untuk merencanakan proses acara adat mereka akan bersama-sama membicarakan tentang acara adat, apakah acara adat besar atau acara adat kecil, kemudian menetukan kapan acara adatnya dilaksanakan (andigan maralaman), kemudian menetukan juhut atau menentukan hewan apa yang akan disembelih. Proses marria raja dilakukan pada malam hari 1-2 hari sebelum pelaksanaan acara adat orang meninggal, yang dilakukan oleh pihak laki-laki dan perempuan.

Struktur marria raja raja pada waktu acara adat dilakukan oleh seluruh pihak keluarga dari pihak saudara laki-laki maupun saudara dari perempuan, yang termasuk pihak dalihan natolu, donga sahuta, dan raja adat akan akan bekerja bersma-sama untuk menyelesaikan kegiatan marria raja. kegiatan ini masih tetap dilaksanakan di Kecamatan palipi khususnya pada proses upacara adat kematian saur sari matua.


(48)

4.3.2.6 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menolong dalam Upacara Adat dalam Kegiatan Tonggo Raja pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi.

Kegiatan Martonggo raja adalah kegiatan merencanakan upacara adat biasanya dilakukan khususnya upacara adat perkawinan. Di Kecamatan Palipi untuk melakukan kegiatan martonggo raja dapat melibatkan berbagai pihak yang terlibat didalamnya seperti, pihak dalihan natolu, dongan sahuta, boru, bere, ibebere untuk merencanakan acara adat. Untuk mengumpulkan berbagai pihak pihak orang yang akan melakukan acara adat yang terlebih dahulu mengunjungi pihak-pihak warga untuk mengarakan melaksanakan martonggo raja. Pada umumnya kegiatan martonggo raja dilakukan oleh pihak laki-laki dan pihak perempuan sebanyak 150 orang. Martonggo raja dilakukan suhut (pihak yang melaksanakan acara adat) untuk mengambil hati para dongan tubu, dongan sahuta, boru, bere, ibebere sehingga mereka dapat bekerja sama untuk melakukan kegiatan acara adat yang akan dilakukan.

Proses martonggo raja dilakukan dilakukan dengan oleh pihak laki-laki dan pihak perempuan yang dilakukan dengan cara berkumpul dirumah pihak yang melaksanakan acara adat untuk membicarakan kapan acara adat dilakukan, menentukan tempat, jumlah sinamot, kemudian menentukan kordinator marhobas. Proses martonggo raja pada umumnya dilakukan siang hari sekitar jam 12-16 sore dimana sebelum melakukan tongg raja masyarakat yang di Kecamatan Palipi terlebih dahulu memberi makan para tamu yang ikut dalam kegiatan martonggo raja. Kegiatan martonggo raja yang dilakukan setelah pihak yang melaksanakan


(49)

acara adat memberi makan orang-orang yang datang dalam kegiatan martonggo raja yang dilaksanakan sekitar jam 11- 16 sore. Dalam kegiatan martonggo raja masyarakat akan membicarakan bagaimana proses acara adat, menetukan tempat, tanggal, menentukan koordinator marhobas.

Kemudian setelah selesai dibicarakan secara keseluruhan dan sudah disepakati bersama maka pihak yang melaksanakan acara adat mengucapkan banyak terimakasi sambil memberikan uang Rp 2000 sebagai pesan agar mereka yang terlibat dalam kegiatan martonggo raja tidak lupa hadir untuk melaksanakan proses acara adat yang sudah mereka sepekati bersama yang disebut dengan ingot-ingot.

Struktur martonggo raja dibuat sesuai dengan unsur dalihan natolu yang ada pada masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Palipi. Selain unsur dalihan natolu masyarakat juga akan menghadirkan dongan sahuta dan pihak ale-ale untuk melakukankegiatan martonggo raja. sehingga dapat kita lihat struktur martonggo raja pada masyarakat batak toba di kecamatan palipi sebagai berikut.

1. Suhut 4. boru

2. Hula-hula 5. Dongan sahuta 3. Dongan tubu 6. Dan ale-ale

Nilai gotong-royong dalam kegiatan Martonggo raja dapat dilihat untuk menjalin kerja sama secara tolong-menolong sehingga masyarakat bekerja sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Martonggo raja untuk merencanakan acara adat perkawinan masih tetap dilakukan pada masyarakat Batak Toba di


(50)

Kecamatan Palipi untuk sehingga pelaksanaan upacara adat tersebut dapat berjalan dengan baik.

4.3.2.7 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bergantian pada Upacara Adat dalam Kegiatan merjula-jula (Memberi dan Menerima)

Di Kecamatan Palipi marjula-julaatau arisan dimulai dengan mengumpulkan sejumlah uang. Untuk melakukan marjula-julatersebut masyarakat membutuhkan materi sehingga memerlukan teman untuk melakukan kegiatan tersebut. Masyarakat di Kecamatan Palipi melaksanakan marjula-jula dilakukan dengan satu kumpulan marga yang berasal dari beberapa daerah. Untuk mengumpulkan satu marga ini pihak borumengajak teman 30 orang untuk ikut melakukan marjula-jula (arisan). Mengumpulkan uang dalam kegiatan marjula-jula(arisan) dilakukakan sesuai dengan anggapan dasar yang telah disepakati bersama. Kemudian diserahkan ketika salah satu dari anggota marjula-jula malaksanakan upacara adat.

Proses marjula-jula mengumpulkan uang tersebut masyrakat melakukanya dengan cara beriyuran atau dilakukan pertemuan sekali dalam satu bulan di rumah setiap anggota yang telah disepakati bersama, persekutuan marga tersebut lebih cenderung memilih hari minggu, karena mereka yakin bahwa pada hari minggu adalah hari libur sehingga pekerja kantor, guru dan petani dapat menyediakan banyak waktu luang untuk bisa bertatap muka dengan anggota lainnya. Kegiatan marjula-jula (arisan) dilakukan dengan mengumpulkan uang sekali dalam satu bulan dengan jumlah telah disepekati bersama yang biasanya jumlah uang yang


(51)

mereka kumpulkan setiap melakukan pertemuan berkisar Rp 10.000 dan disimpan oleh seorang yang mereka percayai.

Kemudian setelah ada salah satu dari persekutuan yang melakukan upacara adat, maka mereka akan bersama-sama datang untuk memberikan uang atau beras terhadap orang yang melaksanakan acara adat tersebut. jumlah uang yang mereka berikan telah disepakati bersama biasanya Rp 300.000 atau beras 40 kg. Disamping itu, sebelum uang diserahkan kepada pihak anggota yang melaksanakan acara adat mereka juga akan memberi ijin kepada setiap anggota untuk meminjamkan uang jika angota mengalami kesusahan dan memberi batas waktu 1 bulan untuk dikembalikan.

Struktur kegiatan marjula-jula pada proses acara adat dimulai dari memilih orang-orang yang dipercayai mampu membina, membing-bidang dan bertanggung jawab terhadap bidang yang ditangani. Struktur marjula-jula (arisan) pada masyarakat Batak Toba di Kecamata Palipi.

Pembina

Ketua dan Wakil Ketua

Sekretaris Bendahara


(52)

4.3.2.8 Performansi Marsirumpa yang Dilkaukan Secara Bergantian pada Adat Kelahiran dalam Kegiatan Maranggap (Kegiatan Menjagai Perempuan yang Baru Melahirkan)

Kegiatan aranggap adalah kegiatan untuk menjagai perempuan yang baru melahirkan. Untuk melakukan kegiatan maranggap pihak keluarga teman sekampung yang terlebih dahulu datang menemui pihak perempuan yang melahirkan. Untuk itu yang pertama dilakukan untuk marranggap dimulai dari teman sekampung (dongan sahuta) yang mengajak temanya untuk maranggap. Kemudian setelah sesama teman sekampung saling mengajak maka mereka akan bersama-sama menjagain perempuan yang melahirkan yang disebut sebagai maranggap.

Proses maranggap pada masyarakat Batak Toba khususnya di kecamatan Palipi, dilakukan dengan cara menjagai perempuan yang baru melahirkan karena perempuan yang baru melahirkan dianggap lemah dan masyarakat juga percaya akan roh-roh jahat yang ingin mengangu perempuan yang baru melahirkan sehingga perempuan yang baru melahirkan perlu ditemani dan juga membantu menyiapkan keperluan perempuan dan bayi yang baru lahir. Kegiatan maranggap dilakukan selama satu minggu yang dilaksanakan pada malam hari dimana setiap warga kampung akan datang secara bergantian kerumah perempuan yang melahirkan sambil membawa keperluan masing-masing, karena orang-orang yang melakukan kegiatan maranggap biasanya akan tidur dirumah perempuan yang baru melahirkan oleh karena itu masyarakat tidak ingin membebani pihak warga tersebut. Untuk melakukan kegiatan maranggap dilakukan oleh kaum laki-laki


(53)

maupun kaum perempuan yang sudah menikah ataupun yang belum menikah tanpa ada batas dengan cara bergantian.

Selain untuk menjaga perempuan yang melahirkan pihak warga yang datang dalam kegiatan maranggap memiliki banyak waktu untuk bertatap muka satu sama lain sehingga sering kita jumpai warga yang ikut dalam kegiatan maranggap melakukan kegiatan lain untuk menghidupkan suasana agar tetap ramai seperti, main gitar, main catur dan main kartu. Pada umumnya warga yang melahirkan akan menyodorkan kopi dan gula untuk diminum para warga yang datang dalam kegiatan maranggap sehingga mereka tidak mudah mengantuk.

Kemudian Setelah terhitung tujuh hari tujuh malam maka pihak warga yang melahirkan akan membuat acara makan bersama sebagai ucapan terimakasih kepada semua pihak yang rela memberi waktu selama tujuh malam untuk menjaga istrinya yang baru melahirkan sekalian menutup kegiatan maranggap. Kegiatan maranggap dilakukan oleh kaum perempuan dan kaum laki-laki dengan berjumlah 14 -20 orang yang berasal dari satu kampung.

Strukur maranggap pada masyarakat di Kecamatan Palipi, jika si A dan B tidur duluan maka si C dan D yang menemani perempuan yang melahirkan atau jika kaum perempuan sudah tidur makan kaum laki-laki yang menemani perempuan yang melahirkan sambil main kartu,dan catur.


(54)

4.4.3 Marsirumpa dalam Siklus Pekerjaan Umum

Jenis marsirumpa yang terdapat dalam siklus pekerjaan umum di KecamatanPalipi adalah yang dilakukan secara kerja sama seperti pauli dalan, pauli bondar, dan pauli mual merupakan marsirumpa atau kerja baktiyang dilakukan secara bersama-sama. Akan tetapi, marsirumpa atau kerja bakti tersebut sudah mulai pudar pada masyarakat di Kecamatan Palipi.

4.4.3.1 Prformansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bersama-Sama dalam Kegiatan Pauli Dalan (Perbaikan Jalan) pada Masyarakat di Kecamatan Palipi

Di Kecamatan Palipi performansi kerja bakti dimulai dari pihak keluarga atau pemuka kampung yang mengarahkan temannya atau warga satu kampung untuk melakukan gotong-royong pauli dalan. Kemudian setelah pihak pemuka kampung sudah mengajak warga, mereka akan terlebih dahulu bermusywarah untuk menentukan dari mana yang terlebih dahulu dikerjakan, menetukan peralatan apa saja yeng diperlukan, setelah disepakati bersama maka mereka akan bersama-sama untuk pauli dalan. Kegiatan pauli dalan dilakukan oleh pihak laki-laki dan juga pihak perempuan dengan jumlah 20 orang yang berasal dari kempung yang berbeda. Untuk melaksanakan kegiatan marsirumpa dalam perbaikan jalan (pauli dalan) pada masyrakat Batak Toba yang ada dikecamatan Palipi, biasanya ada satu orang sebagai penggerak untuk memberi arahan yang bisa dipercayai masyarakat sehingga kegiatan dapat terlaksana.


(55)

Proses pauli dalan dilakukan oleh pihak laki-laki maupun pihak perempuan dengan cara membawa peralatan masing-masing baik cangkul maupun piasu (golok). Untuk kaum laki-laki mencangkul bagian jalan yang sudah mulai rusak dan meratakan tanah yang dicangkul itu dengan jalan yang semula. Untuk kaum perempuan akan memotong rumput-rumput disekitar jalan dan hasil pemotongan rumput dilkumpulkan sehingga tidak mengganggu aktivitas warga yang lewat. Biasanya proses pauli dalan (perbaikan jalan) dilakukan sekali seminggu pada hari jumat sehingga setiap hari jumat pihak warga akan bersiap-siap untuk bergotong-royong perbaikan jalan.

Struktur pauli dalan dibuat dengan cara setiap warga harus hadir untuk melakukan kegiatan pauli dalan apa bila dia tidak datang lebih dari dua kali berturut-turut akan dikenakan teguran berupa sepatah kata dari pihak pemuka kampung agar dihari selanjutnya dia bisa datang karena perbaikan jalan bukan untuk pribadi melainkan untuk seluruh warga yanga melakukan aktivitasnya melewati jalan tersebut.

4.3.3.2 Performansi Marsirumpayang Dilakukan secara Bekerja Bersama-Sama dalam Kegiatan Pauli Bondar (Irigasi) pada Masyarakat di Kecamatan Palipi

Perbaikan tali air (pauli bondar) ialah upaya yang dilakukan masyarakat secara bersama-sama untuk meperbiki tali air sehingga tidak terjadi hambatan pada air yang akan mengalir dan masyarakat pun dapat menggunakannya sesuai dengan kepentingan masing-masing. Dahulu Kerja bakti dalam proses perbaikan tali air (pauili bondar) masyarakat akan membetuk kelompok sebanyak 20 orang, dimana yang 10 orang akan membuat kesepakan untuk menetukan kapan


(56)

pelaksanaan perbaikan tali air (pauli bondar) dilakukan, setelah disepakati bersama maka mereka akan datang secara bersamaan dengan membawa peralatan masing-masing berupa cangkul (hudali), pisau (parang) untuk digunakan pada saat perbaikan tali air (pauli bondar). Akan tetapi tahapan pauli bondar (irigasi) berbeda halnya untuk saat ini di Kecamatan Palipi, karena pauli bondar (irigasi) sudah diambil alih oleh pemerintah sehingga pada saat masyarakat melakukan pauli bondar sudah dibiayai oleh pemerintah dan orang yang melakukan pauli bondar berdasarkan hasil pilihan kepala desa berkisar 15 orang dari setiap desa. Kemudian untuk yang 15 orang ini akan bekumpul sebelum melaukan kegiatan pauli bondar untuk menentukan orang yang bertanggung jawab disetiap bidang karena setelah mereka menyelesaikan kegiatan pauli bondar mereka akan membuat laporan kepada Lurah.

Proses pauli bondar dilakukan mulai dari mengukur luas dan panjang aliran air (bondar) yang akan dikerjakan, kemudian memotong rumput-rumput yang dari sekeliling bondar kemudian rumput-rumput akan dikumpulkan disuatu tempat sehingga tidak mengganggu para pekerja bondar. Setelah itu dilakukan mengkorek tanah dengan kedalaman 50 cm sehingga air yang mengalir tidak melompat dari saluran air, setelah tanah selesai dikorek kemudian sekeling bondar (tali air) akan dilapisi dengan batu dan semen untuk memperkokoh saluran air agar tidak mudah longsor. Kemudian selesai pemasangan batu dan semen terhadap sekeling bondar maka bondar (tali air) akan didiamkan sampai mengering sudah itu air sudah bisa dijalankan untuk mengaliri tiap-tiap wilah yang membutuhkan aliran air baik digunakan untuk tanaman maupun untuk


(57)

keperluan-keperluan lain. Proses pauli bondar biasanya dilakukan oleh laki-laki yang merupakan hasil pilihan dari Kepala Desa.

Struktur pauli bondar dibuat dengan cara, satu orang sebagai ketua yang bertanggung jawab untuk memberi laporan terhadap lurah dan mengkordinir setiap pekerjaan yang mereka lakukan. Kemudian anggota, orang yang bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan setiap pekerjaan yang diberikan oleh ketua 4.3.3.3 Performansi Marsirumpa yang dilakukan secara besama-sama dalam

Kegiatan Pauli Mual atau Perbaikan Sumur padaMasyarakat di Kecamatan Palipi

Kegiatan pauli mual (perbaikan sumur) dimana masyarakat yang ada di kecamatan palipi membentuk kelompok sejumlah 50 orang, yakni 48 sebagai pauli mual dan dua orang lagi sebagai penggerak (partogi) orang yang selalu memerhatikan atau memberitahukan apa yang terjadi pada sumur tersebut. Sebelum melaksanakan perbaikan sumur ke-50 orang ini akan membuat kesepakatan terlebih dahulu untuk menetukan apakah sumurnya dibuat dari semen sebagai penampungan air atau terbuat dari tanah, apabila sumurnya terbuat dari semen maka yang 50 orang ini akan terlebih dahulu mengumpulkan dana sebanyak Rp 100.00 perorang yang akan dipergunakan dalam perbaikan sumur. setelah dana yang dibutuhkan sudah terkumpul maka mereka akan sepakat untuk memulai proses pelaksanaan kegiatan perbaikan sumur akan dilakukan. Setelah disepakati bersama hari esoknya mereka akan datang dan membawa peralatan masing-masing dan kemudian akan dimulai perbaikan sumur (pauli mual). Untuk pauli mual masyarakat melakukan langkah-langkah yang dimulai dari


(58)

mempersiapkan peralatan berupa pasir, batu dan semen, mengkur kedalaman sumur.

Proses pauli mual dilakukan dengan membawa peralatan masing-masing berupa cangkul dan perelatan. Untuk pauli mual dilakukan dengan cara mengkorek tanah dengan kedalaman 2 meter berbentuk empat persegi. Setelah selesai dilakukan mengokrek tanah, kemudian mereka memasang batu dan dilapisi dengan semen ditiap-tiap sisi penampungan air hingga sampai satu setengah meter tingginya sehingga sumur yang dibuat untuk penampungan air dapat menampung banyak air. Kemudian setelah selesai pemasangan batu disetiap sisi mual (sumur) maka sumur akan didiamkam hingga batu yang dilapisi semen mengering. Untuk mengeringkan bahan-bahan yang dipasangkan disetiap sisi sumur dilakukan sekitar 1 hari kemudihan hari esoknya air sudah dimasukkan kedalam sumur dan untuk masyarakat yang masuk dalam kelompok tersebut akan memasang pipa ketiap-tiap rumah untuk menjalankan aliran air dari sumur untuk menjadi kebutuhan rumah tangga.

Struktur pauli mual dilakukan dengan cara memilih dua orang menjadi pengarah, yakni orang yang bertanggung jawab untuk memerhatikan sumur bila terjadi kebocoran atau kerusakan. Apabila masih masih bisa ditangani oleh dua orang pengarah maka merka akan mengerjakannya hingga selesai, tetapi bila yang dua orang tidak mampu untuk mengerjakannya maka mereka akan menemui yang 48 orang untuk meyelesaikan pekerjaan dengan cara bekerja bersama-sama.

Nilai gotong-royong pauli mual dilihat pada saat masyarakat bekerja secara bersama-sama, kompak, dan saling mendukung untuk menuntaskan suatu


(59)

pekerjaan khususnya dalam kegiatan pauli mual. Sampai sekarang ini kegiatan pauli mual masi dilaksanakan oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi. 4.4 Ungkapan-ungkapan Perumpamaan ( Umpasa dan Umpama) Kearifan

Lokal Gotong Royong Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi Pada dasarnya, tradisi marsirumpa di masyarakat Batak Toba khususnya masyrakat Batak Toba di Kecamatan Palipi yang beraneka ragam versinya tidak dicantumkan dalam buku sebagai pedoman yang dapat dicontoh, akan tetapi selalu ada di ingatan masyarakat yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi marsirumpa ini merupakan suatu kegiatan tradisional yang perlu diwariskan dalam menata kehidupan sosial terutama menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Masyarakat Batak Toba terutama masyarakat Batak Toba yang berada di Kecamata Palipi memiliki memori kolektif mengenai marsirumpa (gotong-royong) yang terkandung dalam ungkapan –ungkapan berupa (umpasa dan umpama) sebagai berikut: Perumpamaan dalam bahasa Batak Toba terbagi dua, yaitu umpasa yang mirip dengan pantun dan umpama yang mirip dengan pribahasa. Umpasa terdiri dari empat baris sebait, dua baris pertama berupa sampiran dan dua baris berikutnya berupa isi, setiap umpasa mempunyai pola sajak, irama, dan pilihan kata dan umpama biasanya terdiri dari dua baris sebait yang keduanya baris tersebut saling berhubungan sebab akibat, baris perata sebagai syarat dan baris kedua sebagai jawabannya. Pada umumnya umpasa dan umpama mengandung nasihat, pendidikan, berkat, dan doa.


(60)

Dalam tradisi berpantun (marumpasa) dalam setiap kegiatan adanya terdengar intonasi pengucapan yang biasa dilakukan untuk mengungkapkannya, diawal kalimat untuk berpantun (marumpasa) intonasinya biasa saja namun diakhir kalimat dari umpasa adanya durasi atau penghentian lebih lama, hal ini dilakukan supaya inti dari umpasa dapat didengar lebih jelas.

Umpasa selalu digunakan masyarakat Batak Toba dalam tradisi adat-istiadat dan syukuran. Tradsi adat-istiadat di mulai dari upacara siklus kelahiran, perkawinan, kematian, dan untuk syukuran biasanya dalam hal syukuran panen, memasuki rumah, syukuran karena dapat pekerjaan atau jabatan, syukuran lulus sekolah dan lain sebagainya. Sedangkan umpama selalu digunakan dalam bahasa sehari sebagai bahasa khiasan yang dapat menghubungkang topik atau pokok pembicaraan. Umpasa dan umpama selalu diyakini masyarakat Batak Toba yang memiliki pengaruh yang bersipat positif dalam meberi dan menerima berkat, nasihat, dan petuah pada saat dilakukan pembicaraan. Barikut ini beberapa umpasa yang mengandung nilai gotog-royong dalam masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Palipi.

1) Mangogo pe parluga Hashatna ikkon do tu topi Molo na mardongan sahuta Humajuna molo mardos ni tahi

Artinya: Semakin kuat pendayung sampan Tetap juga ketepian kesampaiannya Untuk orang yang tingga satu kampung


(61)

Umpasa tersebut bermakna bahwa masyarakat akan sejahtera apa bila salaing kerja sama dan saling mendukung . Nilai gotong royong pada umpasa terseut adalah saling kerja sama, seia sekata, dan kompak, kearifan lokal yang terdapat pada umpasa itu iaalah saling kerja sama untuk memperbaiki jalan tersebut agar transportasi dapat melintasi daerah yang hendak mereka lewati.

Sebagai konteks penggunaannya, umpasa ini di ungkapkan pada saat musywarah di rumah (manjabui) sepetri acara pertukaran pendapat yang dilakukan sebelum perbaikan jalan. Umpasa ini di sampaikan oleh petuah kampung agar setiap orang membukakan hati dan memberikan pikiran supaya kegiatan gotong royong tersebut dapat terlaksana sesuai dengan harapan-harapan yang telah disepakati bersama.

2) Tabo do boras ni pinasa Molo malamun i bonana

Marlasni roha do hita saluhutna Ai molo saroha rap pajojo

Artinya: Lebih enak buah nangka

Ketika ia bisa matang dipokoknya Berbahagialah kita semua

Ketika kita sehati membangun kampung

Umpasa tersebut memiliki makna bahwa masyarakat harus saling membantu apabila saling mendukung akan mendapat kedamaian dan memperoleh hasil yang memuaskan. Nilai gotong-royong pada umpasa tersebut adalah saling membantu, kerja sama, sehati, seia sekata dan kompak. Kearifan lokal tedapat dalam umpasa itu adalah sama-sama bekerja saling memberi tenaga dan pikiran karena itu


(62)

merupakan kepentingan bersama, oleh karena itu kita harus serempak untuk mengerjakan perbaikan jalan tersebut agar memperoleh hasil yang memuaskan kendaraan kita bisa bebas berjalan. Sebagai konteks penggunaanya, umpasa ini juga disampaikan dirumah yang dipilih untuk musywarah (marpungu). Umpasa ini disampaikan petuah dan bisa juga sala satu yang terpilih jadi ketua (parhara) terhadap semua orang yang hadir pada saat musywarah untuk melakukan kegiatan pauli dalan.

3) Baris-baris ni gaja Di dura ni pangaloan Molo namardonagan sahuta Denggan marsiurupan

Artinya: Bekas jejak kaki gaja

Di perkampungan pangaloan

Apa bila serumpun dalam satu kampung Ada baiknya saling tolong-menolong

Umpasa diatas mimiliki makna bahwa orang-orang yang tinggal satu kampung harus saling membantu. Apabila saling tolong-menolong masyarakat akan meperoleh kedamaian, kebahagian yang sejahtera dan akan semakin mudah untuk melewati masalah-masalah yang akan dihadapi. Nilai gotong-royong pada umpasa tersebut adalah saling membentu atau tolong-menolong, kompak, kearifan lokal yang terdapat dalam umpasa itu ialah untuk saling bekerja sama menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Umpasa


(63)

diatas digunakan sebelum melakukan acara adat waktu upacara adat untuk memberi nasihat agar tercipta kerja sama dalam setiap warga. Umpasa ini pada umumnya disampaikan oleh teman sekampung (dongan sahuta) kepada tuan rumah yang akan mengadakan upacara adat tersebut.

4) Bona ni aek na ummuli Sian dolok haroroan

Ingkon saut ma hita dapot nauli Molo satahi rap maripaolooloan Artinya: Asal mula air yang jernih

Berasal dari pegunungan

Kita akan mendapatkan kebahagiaan

Bila sama-sama merencanakan dan saling menghargai

Umpasa diatas memiliki makna bahwa masyarakat harus saling kerja sama apa bila saling kerja sama masyarakat akan mendapatkan kehidupan yang bahagia damai dan sejahtera. Nilai gotong royong pada umpasa diatas tersebut adalah saling kerja sama, saling menghargai untuk merencanakan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat. Umpasa ini disampaikan penetua kampung pada waktu musywarah untuk memberikan nasihat agar tercipta rasa kebersamaan dalam setiap keluarga untuk melakukan gotong-royong dalam bentuk kerja bakti. Sebagaimana diacarakan pihak pemuka kampung yang lebih dominan memberikan nasihat karena nasihat pada masa waktu musywarah (marrapot) pada umumnya untuk semua orang yang datang dalam acara tersebut.


(64)

5) Molo adong bonana Adong ma rattingna Molo ulaon di hahana Anggina ma parhatana

Artinya: Jika ada pohonnya Ada jugalah rantingnya

Jika seorang kakak mengadakan pesta Adiknyalah jadi juru bicaranya

6) Mandurung di parjalaan Gabe dapot pora-pora Sai marujung do nanihataan

Molo adong dos ni roha hahana dohot anggina Artinya: Mengambil ikan ditempat perairan

Yang dapat ikan pora-pora

Berhasillalah semua yang kita rencanakan Apabila kita yang bersaudara saling mendukung

Kedua umpasa diatas memiliki makna bahwa orang yang bersauda harus kerja sama. Apabila saling kerja sama mereka akan mendapatkan kedamaian dan kehidupan yang sejahteh. Umpasa (5) bermakna bahwa ada pembagian kerja yang harus dilakukan secara bergiliran untuk orang yang bersauda denagan ketentuan ketika si bungsu yang menjadi tuan rumah sisuluunglah yang menjadi juru bicaranya dan ketika si sulung yang menjadi tuan rumah sibungsulah yang menjadi juru bicara. Umpasa (6) bermakna bahwa orang yang bersauda harus saling kerja sama supaya apa yang mereka rencanakan dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Nilai gotong-royong pada umpasa tersebut ialah saling bekerja


(65)

sama, kearifan lokal yang terdapat dalam umpasa diatas adalah saling kerja sama untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat agar tercipta kekeluargaan yang hidup rukun. Umpasa ini biasanya disampaikan di acara-acara pernikahan (ulaon adat perbogason). Umpasa ini pada umumnya disampaikan oleh teman semarga (dongan tubu) sesuai dengan sistem kehidupan sosial masyarakat.

Umpasa (5) pada umunya sering digunakan pada saat menetukan juru bicara pada waktu bermusywarah pada waktu upacara adat. Semua pihak semarga (dongan tubu) dalam interaksi soasial dalihan natolu akan menetukan siapa diantara mereka yang menjadi juru bicara. Umpasa (6) biasanya digunakan pada waktu ulaon adat dijabu (adat rumah) untuk memberikan nasihat agar dibangun rasa saling membantu dan sepaham diantara yang bersaudara. Umpasa ini biasanya disampaikan pihak hula-hula yang ditujukan kepada tuan rumah yang akan melaksanakan upacara adat tersebut.

Sebagai memori kolektif m mengenai gotong-royong masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Palipi juga mengenal umpamaatau bisa disebut dengan pribahasa dalam bahasa indonesia.

7 ) Marsiamin-aminan songon lampak ni gaol Marsitungkol-tungkolan songon suhat irobenan. Artinya: Saling memahami satu sama lain

Saling menopang saat terjadi masalah

Umpama diatas mimiliki makna bahwa orang-orang yang ada dalam satu kampung tersebut harus saling mengayomi dan saling membantu. Nilai


(66)

gotong-royong yang terdapat dalam umpama adalah saling menganyomi dan saling membantu ini dapat dilaksanakan sebagai kearifan lokal untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Umpama ini sering digunakan pada waktu memberikan nasihat kepada generasi muda terutama bagi orang yang bersaudara, berfamili, tetangga, dan berkelompok dalam bentuk suatu kegiatan.


(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian tentang marsirimpa (gotong-royong) yang terdapat pada perumpamaan dan pada pada mata pencaharian, siklus kehidupan, dan pekerjaan umum pada masyarakat Batak Toba yang berada di Kecamatan Palipi, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1) Dalam bahasa Batak Toba istilah gotong-royong yang mengandung nilai gotong-royong yaitu marsirumpa yang yang makna konseptualnya kompak dan bersama-sama, saling mendukung (mersipasangapan), seia sekata, saling menyetujui (mardosniroha), sama-sama bekerja. Dengan kata lain, marsirumpa pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi adalah untuk melaksanakan suatu kegiatan masyarakat harus saling mendukung (marsipasangapan) yang artinya harus saling menghormati, sependapat untuk menyelesaikan kegiatan atau permasalahan yang ada dalam masyarakat, harus seia sekata dan secara bersama-sama bekerja. Atas dasar yang mendasari jenis, dan klasifikasi marsirumpa dalam masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Palipi.


(68)

2) Jenis-Jenis Marsirumpa pada Siklus Mata Pecaharian, Upacara Adat, dan Pekerjaan Umum yang Terdapat pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi

Marsirumpa

No Klasifikasi SiklusMata Pencaharian Upacara Adat PekerjaanUmum 1 Secara

tolong menolong • Marhobas • Manumpahi • Mangulosi • Mamboan

boras sipir ni tondi

• Marria raja • Martonggo

raja 2 Secara

Bergantian

• Menanam • Memenen

• Mengerjakan ladang

• Marjula-jula (arisan) • Maranggap

3 Secara Bekerja bersama-sama

• Pauli dalan •Pauli mual •Pauli bondar


(69)

3)Performansi marsirumpa yang ada pada masyarakat batak toba dalam siklus mata pencaharian, siklus upacara adat, dan siklus pekerjaan umum masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi dibentuk dari kelompok kerja, pembagian kerja yang biasanya dilakukan pada saat bermusywarah.

4. Tradisi marsirumpa yang terdapat pada masyarakat Batak Toba memiliki ungkapan-ungkapan (umpasa dan umpama) pada upacara adat dalam siklu kehidupan, siklus mata pencaharian dan siklus pekerjaan umum Batak Toba di Keacamatan Palipi yakni, memiliki arti adanya kerja sama saling menopang antara satu sama lain sebagai petujuk langkah untuk mencapai kehidupan masyarakat yang sejahtera.

5.2 Saran

Hampir semua kehidupan sosial masyrakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Palipi dilakukan dengan royong, namun saat ini gotong-royong sudah mulai pudar terutama dalam siklus mata pencaharian. Berbeda dengan gotong-royong dalam siklus kehidupan dan pekerjaan umum. Marsirumpa dalam siklus kehidupan dan pekerjaan umum merupakan modal utama masyarakat untuk menyelesaikan setiap persoalan-persoalan yang dihadipi masyarakat. Oleh karena itu diharapkan agar generasi muda sekarang ini dapat melestaraikan marsirumpa dalam tiap-tiap kegiatan supaya terjalin gotong-royong yang baik dan dapat membangun kehidupan masyarakat yang sejahtera.


(70)

Disarankan supaya hasil penelitian ini nantinya dapat diterapkan pada masyarakat terutama dalam melakukan masyarakat Batak Toba yang tidak melakukan marsirumpa tersebut. Untuk generasi muda sekarang ini diharapkan agar mampu melestarikan tradisi-tradisi yang sudah mulai memudar dari kalangan masyarakat, karena kalau bukan kita generasi muda ini yang melakukannya, tidak ada lagi yang akan mengarahkan tempat kita untuk sejahterah dan kaya akan tradisi nenek moyang yang diwariskan pada zaman dahulu, karena tradisi tersebut dapat mengubah hidup masyarakat supaya lebih kompak untuk menyelasaikan setiap permasalahan yang terjadi didalam kehidupan masyarakat.

Oleh karena gotong-royong merupakan konsep sosial yang terdapat di berbagai etnik di Indonesia, kuhususnya pada masyarakat Batak Toba yang masih tinggal di samosir, maka penelitian ini juga diperlukan oleh masyarat lain agar dapat diterapkan sebagai cerminan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(71)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kepustakan Yang Relevan

Kajian pustaka ialah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian. Paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman penelitian), dokumentasi, dan data penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang, “Kearifan Lokal (hakikat, peran, dan metode tradisi lisan),” (Sibarani 2014). Buku ini menjelaskan tentang tradisi lisan yang ada pada masyarakat indonesia yang memiliki nilai dan norma budaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi setiap persoalan yang ada pada masyarakat. Dengan ini, tradisi lisan manjadi pedoman kearifan lokal untuk menata dan mensejahterakan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal adalah nilai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan berbudi luhur yang dimiliki, dipedomani, dan dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Kearifan lokal harus saling beriringan dengan potensi masyarakat untuk menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki.


(72)

Kearifan lokal dapat digunakan sebagai pedoman hidup untuk membina krakter bangsa. Oleh karena itu rakyat mengharapkan krakter atau tindakan yang bersumber dari kearifan lokal dan nilai budaya yang masih dapat diterapkan dan digunakan secara arif pada masa kini untuk menciptakan kedamaian ataupun nilai budaya untuk meningkatkan hidup masyarakat yang lebih baik.

Buku sumber lainnya yaitu, “Kearifan Lokal Gotong-Royong Pada Upacara Adat Etnik Batak Toba,” (Sibarani 2014). Buku ini menjelaskan konsep gotong-royong yang terdapat dalam perumpamaan Batak Toba sebagai memori Kolektif, bahkan sebagai penyimpanan kegotong- royongan dalam masyarakat Batak Toba. Melalui ingatan yang kolektif tersebut, struktur kegotong-royongan mencakup nilai gotong-royong, namun harus saling mendukung, saling menyetujui, saling mengiakan, saling bekerja sama, dan saling memahami.

Almaysah (1984) dalam bukunya, “Sistem Gotong-Royong Dalam Masyarakat Pedesaan Propinsi Daerah Istimewah Aceh,” buku ini menjelaskan bahwa gotong-royong sangat dominan dalam struktur sosial dan sistem kepercayaan yang dianut oleh penduduknya.

Sibarani (2014) dalam bukunya, “Sistem Gotong-Royong Pada Masyarakat Batak Toba di Kawasan Danau Toba,” buku ini menjelaskan bahwa gotong-royong harus dilakukan secara kompak, serempak, dan bersama-sama bekerja untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahterah.

Soebadio (1983)dalam bukunya, “Sistem Gotong-Royong Dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Sumatera Barat,” juga menjadi bagian dari sumber penulis untuk melengkapi data-data yang penulis butuhkan, buku ini menyatakan bahwa sistem


(73)

gotong-ronyong pada masyarakat pedesaan Sumatera Barat ini, lebih memperhatikan dalam faktor yang ada di Sumatera Barat dengan melakukan gotong-royong dengan asas timbal balik yang mengujudkan adanya keteraturan sosial didalam masyarakat, yang artinya ketika melakukan Sitem gotong-royong dengan asas timbal balik ini bukan untuk hanya kepentingan perseorangan melainkan setiap orang ingin menerima balasan dari pemberian tersebut. Jadi sikap memberi, menerima dan kerja sama itulah yang terlihat dalam masyarakat tersebut.Sibarami (2015) dalam bukunya pembentukan krakter: Langkah-langkah berbasis keariarfan lokal,” buku ini menjelalaskan bahwa gotong-royong harus dilakukan secara kerja sama atau bekerja bermitra dengan melakukan hubungan antara dua belah pihak untuk melakukan pekerjaan yang saling menguntungkan. Selain saling menguntungkan, gotong-royang juga harus bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan seperti suatu tim yang terdiri atas beberapa orang untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan tertentu.

Soebadio (1983) dalam bukunya,“Sistem Gotong-Royong Dalam Masyarakat Pedesaan Derah Istimewa Yogyakarta,”menjelaskan bahwa gotong-royong terjadi pada masayarakat Daerah IstimewahYogyakarta, lebih mengutamakan pada struktur sosial, yang artinya terbentuknya sistem gotong-royong pada masyarakat tersebut, dapat kita lihat ketika warga sekitarnya mendirikan rumah, dan mengelolah tanah.

Kemudian Makmur dan Brutu (2013) dalam bukunya, “Sistem Gotong-Royong Pada Masyarakat Pakpak Bharat di Sumatera Utara,” buku ini memaparkan didalam kehidupan masyarakat Pakpak Bharat banyak bentuk gotong -royong yang dilakukan oleh masyarakat, baik dalam tolong-menolong


(1)

dapat selesai tersusun. Pada kesempatan ini penulis akan selalu berdoa dan memohon kepada Tuhan yang maha kuasa agar senantiasa diberkati kehidupan mereka yang telah membarikan pertongan.

Penulis,

Roni Simbolon Nim. 120703002


(2)

Roni Simbolon, 2016. Judul Skripsi: Trdisi Marsirumpa Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Palipi : terdiri dari 5 BAB

Dalam penelitian ini penulis mambahas tentang Tradisi marsirumpapada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi Samosir. Masalah dalam penelitian ini adalah tahapan-tahapan marsirumpa, prosedur marsirumpa, nilai, dan ungkapan-ungkapan perumpamaan (umpama dan umpasa). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tahap-tahap marsirumpa, prosedur marsirimpa dan ungkapan-ungkapan perumpamaan (umpaman dan umpasa) yang ada di kecamatan Palipi Samosir tersebut.

Metode yang dipergunakan dalam menganalis masalah penelitian ini ialah metode kualitatif dengan tehnik lapangan. Penelitian ini menggunakan teori tradisi lisan. Adapun tradisi marsirumpa pada masyarakat Batak Toba pada bidang sistem pencaharian, siklus kehidupan dan pekerjaan umum harus didasari dengan kesepakan untuk melaksanakan marsirumpa, kekompakan yang harus di tanamkan dalam masyarakat sehingga terjalin kekeluargaan yang saling kerja sama dalam suatu kegiatan dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Membinan tanggung jawab dalam melakukan suatu kegiatan sehigga tidak terjadi kesalah pahaman antara sesama masyarakat.


(3)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 6

1.4.1 Manfaat Praktis ... 6

1.4.2 Manfaat Teoritis ... 7

1.5 Anggapan Dasar ... 8

1.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 8

1.6.1 Letak Geografis Kabupaten Samosir ... 10

1.6.2 Keadaan Penduduk ... 11

1.6.3 Budaya Adat Istiadat Masyarakat ... 12

BAB II TINJAUN PUSTAKA ... 12

2.1 Kepustakaan Yang Relepan ... 12

2.1.1 Pengetian Tradisi Lisan ... 15

2.1.2 Pengertian Kearifan Lokal ... 17

2.1.3 Pengertian Marsirumpa... 18

2.2 Teori Yang Digunakan ... 24

2.2.1 Teory Tradisi Lisan ... 24

2.2.2 Performansi ... 24


(4)

3.1Metode Dasar ... 26

3.2 Lokasi Penelitian ... 28

3.3 Sumber Penelitian ... 28

3.4 Instrumen Penelitian ... 29

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5.1 Metode Observasi ... 30

3.5.2 Metode Wawancara Mendalam dan Terbuka ... 3O 3.5.3 Metode Kepustakaan ... 31

3.6 Metode Analisis Data ... 31

BAB IV PEMBAHASAN ... 31

4.1 Jenis Istilah Marsirumpa pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi ... 33

4.2 Jenis-Jenis Marsirumpa (Gotong-royong) yang ada pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi ... 37

4.3 Performansi Marsirumpa yang Terdapat pada Siklus Mata Pencaharian, Siklus Upacara Adat, dan Pekerjaan Umum pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Palipi ... 38

4.3.1 Marsirumpa dalam Siklus Mata Pencaharian 4.3.1.1 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bergantian dalam Kegiatan Menananm ... 38

4.3.1.2 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bergantian dalam Kegiatan Memanen ... 41

4.3.1.3 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bergantian dalam Kegiatan Mengejakan ladang ... 43


(5)

4.3.2 Marsirumpa dalam Siklus Upacara Adat

4.3.2.1 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menolong pada

Upacara Adat Dalam Kegiatan Marhobas ... 45 4.3.2.2Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menolong pada

Upacara Adat Dalam Kegiatan Manumpahi ... 48 4.3.2.3 Performansi Marsirumpayang Dilakukan Secara Tolong-Menolong pada

Upacara Adat Dalam Kegiatan Mangulosi ... 49 4.3.2.4 Performansi Marsirumpayang Dilakukan Secara Tolong-Menolong pada

Upacara Adat Dalam Kegiatan Mamboan Boras Sipir Ni Tondi ... 51 4.3.2.5 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menolong pada

Upacara Adat Dalam Kegiatan Marria Raja ... 53 4.3.2.6 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Tolong-Menolong pada

Upacara Adat Dalam Kegiatan Tonggo Raja ... 55 4.3.2.7 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bergantian pada Upacara

Adat Dalam Kegiatan Marjula-jula ... 57 4.3.2.8 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bergantian pada

Upacara Adat Dalam Kegiatan maranggap ... 58 4.4.3 Marsirumpa dalam Siklus Pekerjaan Umum ... 61 4.3.3.1 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bersama-Sama pada

Pekerjaan Umum dalam Kegiatan Pauli Dalan ... 61 4.3.3.2 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bersama-Sama pada

Pekerjaan Umum dalam Kegiatan Pauli Bondar ... 62 4.3.3.1 Performansi Marsirumpa yang Dilakukan Secara Bersama-Sama pada


(6)

4.4 Ungkapan-Ungkapan Perumpamaan (Umpasa dan Umpama) Kearifan

Lokal Gotong-royong Masyarakat Batak Toba ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN ... 79

Lampiran 1 Daftar Pertanyaan ... 79

Lampiran 2 Daftar Informan ... 84

Lampiran 3 Gambar Marsirumpa ... 84