PENYELESAIAN SENGKETA PENGUASAAN TANAH ANTARA WARGA YANG MENGUASAI TANAH DI JALAN SALENDRO DENGAN PT. KERETA API INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UUPA.
ABSTRAK
PENYELESAIAN SENGKETA PENGUASAAN TANAH ANTARA
WARGA YANG MENGUASAI TANAH DI JALAN SALENDRO DENGAN
PT. KERETA API INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANGUNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR
POKOK-POKOK AGRARIA
IHSAN ABDURRAHMAN ASSIDIEQ
110111060571
Diantara masalah-masalah agraria yang sering timbul, salah satunya
adalah masalah mengenai ketimpangan struktur kepemilikan dan
penguasaan tanah. Banyak aset tanah PT. KAI yang sudah tidak
difungsikan lagi secara optimal, salah satunya di kawasan jalan Salendro,
Kota Bandung. Penutupan jalur ini menyebabkan banyaknya warga sekitar
yang memanfaatkan tanah bekas rel kereta ini untuk dijadikan tempat
tinggal dan tempat usaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status
hukum mengenai penguasaan tanah PT. KAI oleh warga dan juga upaya
penyelesaian sengketa tanah yang dapat ditempuh oleh para pihak.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu
mengumpulkan fakta-fakta yang dapat menunjang penelitian dan
menghubungkannya dengan hukum positif di Indonesia. Spesifikasinya
bersifat deskriptif analitis, yaitu untuk memperoleh gambaran yang
meyeluruh dan sistematis mengenai norma hukum, asas hukum dan
pengertian hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan penguasaan tanah aset PT. Kereta Api Indonesia.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan
wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa Tanah
bekas rel kereta api di jalan Salendro, Kelurahan Turangga, Kota Bandung
merupakan tanah Negara yang dikuasai oleh PT. KAI (tanah pemerintah).
Pembuktian kepemilikan asetnya berupa grondkaart (peta tanah) pada
zaman Kolonial Belanda. Grondkaart sebenarnya tidak bisa menjadi bukti
yang kuat, PT. KAI tidak melakukan konversi dan pendaftaran tanah
sehingga kepastian hukumnya tidak terjamin. Pada saat ini, tanah tersebut
sebagian besar dikuasai oleh warga secara ilegal. Penyelesaian sengketa
tanah yang dapat ditempuh oleh para pihak bisa dilakukan dengan cara
mediasi/ musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Jika tidak berhasil, PT.
KAI dapat melakukan penggusuran terhadap warga sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
iv
PENYELESAIAN SENGKETA PENGUASAAN TANAH ANTARA
WARGA YANG MENGUASAI TANAH DI JALAN SALENDRO DENGAN
PT. KERETA API INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANGUNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR
POKOK-POKOK AGRARIA
IHSAN ABDURRAHMAN ASSIDIEQ
110111060571
Diantara masalah-masalah agraria yang sering timbul, salah satunya
adalah masalah mengenai ketimpangan struktur kepemilikan dan
penguasaan tanah. Banyak aset tanah PT. KAI yang sudah tidak
difungsikan lagi secara optimal, salah satunya di kawasan jalan Salendro,
Kota Bandung. Penutupan jalur ini menyebabkan banyaknya warga sekitar
yang memanfaatkan tanah bekas rel kereta ini untuk dijadikan tempat
tinggal dan tempat usaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status
hukum mengenai penguasaan tanah PT. KAI oleh warga dan juga upaya
penyelesaian sengketa tanah yang dapat ditempuh oleh para pihak.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu
mengumpulkan fakta-fakta yang dapat menunjang penelitian dan
menghubungkannya dengan hukum positif di Indonesia. Spesifikasinya
bersifat deskriptif analitis, yaitu untuk memperoleh gambaran yang
meyeluruh dan sistematis mengenai norma hukum, asas hukum dan
pengertian hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan penguasaan tanah aset PT. Kereta Api Indonesia.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan
wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa Tanah
bekas rel kereta api di jalan Salendro, Kelurahan Turangga, Kota Bandung
merupakan tanah Negara yang dikuasai oleh PT. KAI (tanah pemerintah).
Pembuktian kepemilikan asetnya berupa grondkaart (peta tanah) pada
zaman Kolonial Belanda. Grondkaart sebenarnya tidak bisa menjadi bukti
yang kuat, PT. KAI tidak melakukan konversi dan pendaftaran tanah
sehingga kepastian hukumnya tidak terjamin. Pada saat ini, tanah tersebut
sebagian besar dikuasai oleh warga secara ilegal. Penyelesaian sengketa
tanah yang dapat ditempuh oleh para pihak bisa dilakukan dengan cara
mediasi/ musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Jika tidak berhasil, PT.
KAI dapat melakukan penggusuran terhadap warga sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
iv