Penyelesaian Sengketa oleh Komisi Informasi atas Informasi yang Diberikan BPOM Terkait Keselamatan Konsumen dalam Mengkonsumsi Suatu Produk
PENYELESAIAN SENGKETA OLEH KOMISI INFORMASI ATAS INFORMASI YANG DIBERIKAN BPOM TERKAIT KESELAMATAN
KONSUMEN MENGKONSUMSI SUATU PRODUK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara
Oleh:
KARTIKA PUTRI RIANDA SIREGAR 110200007
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala berkah dan rahmatNya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “ Penyelesaian Sengketa Oleh Komisi Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan Konsumen dalam mengkonsumsi suatu Produk” judul ini diambil berdasarkan ketertarikan penulis untuk memahami lebih jelas mengenai penyelesaian sengketa oleh Komisi
Informasi terkait keselamatan masyarakat sebagai konsumen dalam
mengkonsumsi suatu produk.
Penulis banyak memperoleh arahan dan bimbingan selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara dari dosen-dosen dan berbagai pihak yang memberikan bantuan baik berupa materi,dorongan, maupun semangat.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum
USU
2. Ibu Windha, SH, M.hum, sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum USU dan sebagai dosen pembimbing II penulis.
3. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H, M.Hum sebagai dosen pembimbing I
penulis.
4. Orang tua Penulis Ayahanda Drs. H. Yusri Ramadhan Siregar yang telah
(3)
Harahap atas kesabaran dan kasih sayangnya dalam mendidik penulis dan senantiasa memberi motivasi agar penulis cepat tamat.
5. Abang dan kakak penulis Syahreza Rianda Siregar, S.sos dan Novia
Rezky Rianda Siregar, S.E atas bantuan dan motivasinya selama ini kepada penulis.
6. Saudara saya Ibu Wiwik S.H, tulang inen dek afra dan zizi yang telah
memabntu saya menyelesaikan skripsi ini
7. Teman kesayangan penulis Dandy, Khairul Muttaqin
8. Sahabat-sahabat saya, Dewi Karlina Sebayang, Putri Husna SM, Pocut
Meuthia Azhari, Dian Agustina, Sheila Nanda Karina, Andra
9. Teman-teman saya Hadis,Randa,Bagus,Mitha dan semua teman teman
Fakultas Hukum USU yang tidak bisa saya sebutkan satupersatu
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih
Medan, Juli 2015
(4)
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang... ... 1
B. Perumusan Masalah... 15
C. Keaslian Penulisan... 16
D. Tinjauan Pustaka... 17
E Metode Penelitian... 21
F. Sistematika Penulisan... ... 24
BAB II INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN BPOM BERDASARKAN UU NO. 14 TAHUN 2008 A. Pengertian dan Jenis Jenis Informasi Publik... 28
B. Keterbukaan Informasi Publik Menurut Hukum di Indonesia... 40
C. Standar Layanan Informasi Publik... 43
D. Peranan BPOM Dalam Pelayanan Informasi Publik ... 49
E. Informasi Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan BPOM Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008...57
BAB III KEWAJIBAN KOMISI INFORMASI SEBAGAI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA ATAS INFORMASI YANG DIBERIKAN BPOM A. Tugas dan Wewenang Komisi Informasi... 63
B. Mekanisme Pelayanan Komisi Informasi ... 66
C. Sengketa Informasi Publik ... 72
D. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik... 76
E. Kewajiban Komisi Informasi Publik sebagai Badan Penyelesaian Sengketa Atas Informasi yang Diberikan BPOM... 82
(5)
BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PENYELESAIAN SENGKETA OLEH KOMISI INFORMASI ATAS INFORMASI YANG DIBERIKAN BPOM TERKAIT KESELAMATAN KONSUMEN
A. Perlindungan Konsumen dalam Mengkonsumsi Suatu Produk.... 89 B. Hak Konsumen Atas Informasi... 92 C. Penyelesaian Sengketa Oleh Komisi Informasi... 99 D. Akibat Hukum Dari Penyelesaian Sengketa oleh Komisi Informasi atas Informasi yang Diberikan BPOM Terkait Keselamatan Konsumen. 103 BAB V PENUTUP
Kesimpulan... 113 Saran ... 114 DAFTAR PUSTAKA
(6)
ABSTRAK
PENYELESAIAN SENGKETA OLEH KOMISI INFORMASI ATAS INFORMASI YANG DIBERIKAN BPOM TERKAIT KESELAMATAN
KONSUMEN MENGKONSUMSI SUATU PRODUK
Kartika Putri Rianda Siregar*
Dr. Mahmul Siregar,S.H.M.Hum**
Windha,S.H.M.Hum***
Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang, baik dalam rangka mengembangkan kualitas pribadi maupun dalam rangka menjalani kehidupan sosialnya. Setiap orang dengan kualitas dan latar belakang apapun membutuhkan informasi sesuai kadarnya. Keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produkpun menjadi penting karena berdampak pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Indonesia mempunyai BPOM untuk menjamin keamanan dan kesehatan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk yang tunduk dengan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Komisi Informasi sebagai lembaga penyelesaian sengketa harus memberikan informasi yang terbuka walaupun ada informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan Undang-undang. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: Informasi bagaimana sajakah yang wajib disediakan dan diumumkan oleh BPOM berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008, Bagaimana kewajiban Komisi Informasi sebagai badan penyelesaian sengketa atas informasi yang diberikan BPOM, bagaimana akibat hukum dari penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi atas informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan konsumen.
Untuk menjawab permasalahan ini maka digunakan metode penelitian hukum normatif yaitu menguji, mengkaji, ketentuan-ketentuan mengenai Komisi Informasi dan BPOM yang ada. Dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dengan teknik
pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan).Melalui pendekatan
perundang-undangan, sedangkan bahan sekundernya adalah buku-buku, artikel dan pendapat para sarjana.
Informasi yang wajib disediakan oleh BPOM berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 adalah informasi publik Kewajiban Komisi Informasi sebagai badan penyelesaian sengketa atas informasi yang diberikan BPOM meliputi tugas dan wewenang Komisi Informasi, mekanisme pelayanan Komisi Informasi, sengketa informasi publik, penyelesaian sengketa informasi publik dan Komisi Informasi publik sebagai badan penyelesaian sengketa atas Informasi yang diberikan BPOM dan akibat hukum dari penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi atas informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan konsumen berkaitan dengan perlindungan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk dan penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi.
*
Mahasiswa
**
Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
(7)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang, baik dalam rangka mengembangkan kualitas pribadi maupun dalam rangka menjalani kehidupan sosialnya. Setiap orang dalam kualitas dan latar belakang apapun membutuhkan informasi sesuai kadarnya. Pada masyarakat tradisional sekalipun, kebutuhan atas informasi tetap ada dan harus dipenuhi. Informasi itu bisa diperoleh lewat tatap muka dengan orang lain, bisa juga melalui berbagai macam sarana yang tersedia.
Memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik adalah salah satu ciri negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Informasi merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Pada masyarakat modern, kebutuhan atas informasi semakin banyak dan semakin urgen. Informasi menjadi kebutuhan dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan personal dan sosial. Perkembangan teknologi komunikasi turut mendorong perkembangan informasi, setiap detik, informasi terus menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat akibat perkembangan teknologi komunikasi. Setiap hari kita disuguhi informasi dari belahan dunia yang berbeda nyaris pada saat bersamaan. Batas-batas antar negara seolah menjadi hilang (borderless world) akibat pesatnya perkembangan informasi. Tidak ada satu pun
(8)
negara yang bisa secara mutlak menghambat pesatnya laju arus informasi.1
Di era globalisasi sekarang ini suatu informasi merupakan hal yang penting dan praktis, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses segala macam bentuk informasi. Dengan keterbukaan informasi ini pemerintah Indonesia menyiapkan dan menyelenggarakan suatu aturan keterbukaan informasi publik yang menyediakan segala macam informasi tentang kepemerintahan agar masyarakat juga mengetahui transparansi dan tanggung jawab pemerintah kepada
publik juga terealisasikan dengan baik. 2
Menurut laporan Freedom Of Information Center yang berpusat di
London Inggris, sudah ada 50 negara yang telah mempunyai Undang-undang kebebasan atas informasi termasuk Indonesia, 30 negara lainnya sedang dalam
proses penyusunan. 3 Dari laporan ini dapat diambil kesimpulan bahwa
transparansi atas setiap informasi publik membuat masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil
oleh pemerintah sehingga penyelenggaraan negara demokrasi dapat
dipertanggungjawabkan kembali kepada masyarakat.4
Pada tanggal 3 April 2008, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan persetujuan terhadap Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dengan persetujuan tersebut maka Indonesia mempunyai peraturan setingkat Undang-undang yang mengatur mengenai jaminan akses publik terhadap informasi publik yang ada pada penyelenggara negara.
1
Henri Subagiyo dkk, Anotasi Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (Jakarta: Gajah Hidup Print, 2009), hal. 3 .
2
Luthfi Widagdo Eddyono , Implementasi UU KIP , Majalah Konstitusi, No.24, Agustus September 2008, hal 16
3
Freedom Of Information Center, Right to Know day, 2011
4 Ibid
4
(9)
UU KIP merupakan usul inisiatif DPR didukung oleh berbagai elemen masyarakat madani yang dimotori oleh Koalisi Masyarakat untuk Kebebasan Informasi, telah dibahas sejak Tahun 2000. Secara normatif keberadaan
Undang-undang ini mengakhiri “rejim ketertutupan” (secrecy government) yang dianut
oleh pemerintah Orde baru dan masih dirasakan dampaknya hingga saat ini. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 merupakan jaminan keterbukaan
informasi publik.5 Pasal 28F UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan kehidupan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis yang tersedia. Untuk itu
diperlukan jaminan bagi semua orang dalam memperoleh informasi.6
Undang-undang ini diharapkan merubah paradigma budaya pangreh praja
bergeser menjadi budaya pelayanan terhadap masyarakat sebagai pemegang kedaulatan negara. Para aparatur negara tidak dapat lagi berlindung dibalik jubah
kebesarannya selaku pamong praja. Slogan L’etat c’ moi yang mewarnai wajah
birokrasi Indonesia diharapkan terkikis habis karena masyarakat dapat memaksa
aparatur negara untuk mempertanggungjawabkan kebijakan yang diambilnya.7
Setiap badan publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas informasi publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-undang ini meliputi lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif serta penyelenggaraan negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN)/ Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi non
5
Undang-undang No. 14 Tahun 2008
6
UUD negara RI Tahun 1945, hasil amandemen kedua , Pasal 28F
7
(10)
pemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan serta organisasi lainnya yang mengelola dan menggunakan dana sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.
Informasi bisa disampaikan oleh banyak media baik media sosial maupun media cetak sehingga semakin banyak alternatif yang bisa dipillih oleh masyarakat . Kemampuan suatu negara mengelola informasi dan menghasilkan informasi publik yang berkualitas menjadi salah satu faktor keberhasilan negara. Tiga isu besar yang mendorong lahirnya kesadaran atas kebutuhan informasi adalah upaya pemberantasan korupsi, upaya penegakan hak asasi manusia, dan
tata kelola pemerintah yang baik (good governance). Salah satu kasus riil adalah
produk susu yang mengandung bakteri berkaitan dengan hak publik dalam
mengkonsumsi suatu produk.8
Berangkat dari diskusi-diskusi kecil, beberapa aktivis lembaga swadaya masyarakat pada masa awal awal reformasi membentuk Koalisi Masyarakat Sipil untuk memperoleh Kebebasan Informasi Publik. Gagasan akan kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi publik perlu dijamin karena bagian tidak terpisahkan dari penataan dan reformasi di berbagai sektor kehidupan, serta kebebasan mengakses informasi merupakan syarat bagi penyelenggara tata pemerintahan yang baik menjadi dasar gagasannya.
Negara yang melakukan tata kelola pemerintahan yang baik akan menghasilkan kebijakan publik yang baik. Kebijakan publik yang baik akan menghasilkan kesejahteraan terhadap masyarakat. Untuk dapat menghasilkan
8
(11)
kebijakan publik yang baik dibutuhkan partisipasi masyarakat. Untuk dapat mendorong partisipasi masyarakat dibutuhkan suatu keterbukaan informasi publik. Dengan demikian keberadaan UU KIP mempunyai korelasi yang erat dengan kesejahteraan masyarakat.
UU KIP itu sendiri mengatur tentang siapa yang diberi kewajiban untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi, yang selanjutnya disebut badan publik.
Definisi badan publik dalam UU KIP mencakup:9
1. Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif;
2. Badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; atau
3. Organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Pengundangan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pada Tahun 2008 telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang secara resmi mengadopsi prinsip-prinsip keterbukaan informasi. Pengundangan UU KIP secara riil juga merupakan sarana mendorong terwujudnya tata pemerintahan yang baik. Menurut UU KIP Badan Publik wajib membuka informasi publik.
9
Undang-undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 1 angka (3).
(12)
Asas pada UU KIP itu sendiri pada dasarnya terletak Pasal 2 UU KIP memuat beberapa asas atau prinsip. Ada yang relevan dengan prinsip yang berlaku secara universal yaitu :
1. Pada dasarnya setiap informasi bersifat terbuka dan dapat diakses kecuali
yang dibatasi oleh Undang-undang
2. Informasi bisa diperoleh dengan cepat, tepat waktu, murah dan prosedur
sederhana
3. Kerahasiaan informasi didasarkan pada aturan Undang-undang, kepatutan,
kepentingan umum setelah melalui uji konsekuensi. Kepentingan yang lebih besar didahulukan.
Tujuan dari UU KIP sendiri adalah :
1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan
kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan
publik.
3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dan pengambilan kebijakan publik
dan pengelolaan badan publik yang baik.
4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,
efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan
5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup
orang banyak.
6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa
(13)
7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan
publik yang menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.10
Mengenai Komisi Informasi, Komisi Informasi Publik adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disingkat UU KIP. Tepatnya pada Bab VII UU KIP menyatakan bahwa Komisi Informasi mempunyai fungsi untuk menjalankan UU KIP, tugas dan wewenang serta tanggung jawab Komisi Informasi, serta tata cara pembentukan , proses rekruitmen Komisi Informasi dari tingkat Pusat hingga Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Republik Indonesia, menetapkan standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi. Secara normatif UU KIP mengamanatkan Komisi Informasi untuk melakukan segala sesuatu yang menurut peraturan perundang-undangan boleh dilakukan untuk
mencapai tujuan UU KIP. Sebagai lembaga negara non struktural (auxiliary state
body) Komisi Informasi termasuk ranah campuran dari fungsi eksekutif, fungsi
quasi yudikatif dan fungsi quasi legislatif .11
Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi dan jika dibutuhkan Komisi Informasi Kabupaten/ Kota. Berdasarkan ketentuan UU KIP bahwa ketentuan pembentukan Komisi Informasi tingkat pusat harus sudah terbentuk satu tahun semenjak diundangkan UU KIP yaitu tahun 2009 sedangkan untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota paling lama sudah harus terbentuk 2 Tahun semenjak diundangkan UU KIP pada 30 April 2010.
10
Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi Publik Pasal 3
11
(14)
Masyarakat sebagai konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, harus mengetahui suatu produk itu aman dan mengandung apa saja juga komposisi apa yang dibuat dalam pembuatan suatu produk makanan. Disini dibutuhkan keterbukaan informasi terkait barang yang akan diproduksi dan akan dikonsumsi karena menyangkut kepentingan publik.
Perkembangan modernisasi mencakup dalam bidang kesehatan yang dapat menghasilkan kepuasan hidup serta kegairahan dalam meningkatkan produktivitas masyarakat. Dalam menghadapi tantangan bagi bangsa Indonesia pada jangka panjang kedua adalah meningkatkan kesejahteraan agar dapat mewujudkan keadilan, kemajuan, kemakmuran dan kemandirian bagi masyarakat. Selain itu masyarakat Indonesia mempunyai tujuan untuk membangun manusia seutuhnya, yakni terpenuhinya seluruh kebutuhan bangsa Indonesia, baik kebutuhan jasmani maupun rohani juga kesehatan. Untuk mencapai tujuan itu maka segala kegiatan pembangunan yang dilakukan di negara ini harus transparan. Transparansi itu akan memacu setiap orang untuk bersaing secara kuat dan sehat. Transparansi itu juga akan memberikan begitu banyak tantangan, tantangan bagi konsumen, produsen, pengusaha ataupun sebagai pemerintah.
Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu dengan yang lainnya mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah.
(15)
Menurut Undang-undang RI No. 8 Tahun 1999, yang dimaksud
perlindungan konsumen adalah “ segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen” sedangkan yang dimaksud dengan konsumen adalah “ setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan “.12
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang didirikan atau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan
usaha dalam berbagai bidang ekonomi.13
Menurut buku “Menggeser Neraca Kekuatan (panduan latihan pendidikan
konsumen terbitan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, YLKI) 1990 ada
empat hal yang harus diperhatikan konsumen, yaitu14
Pertama dari aspek ekonomi mikro. Disini ada beberapa pertanyaan seperti :
1. Berapa harga suatu produk ?
2. Apakah harga itu wajar jika dibandingkan dengan barang yang sama mutu
dan jumlahnya ?
3. Apakah ada barang pengganti sejenis yang lebih murah, lebih sehat, dan
dapat diperoleh di tempat yang sama?
12
Undang Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
13
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Pasal 1 ayat 3
14
(16)
Kedua, dari aspek lingkungan.
1. Apakah kemasan, baik berupa botol atau kaleng produk tercemar secara
kimia atau biologis atau tidak ?
2. Apakah kemasan produk tersebut menggunakan secara boros bahan baku
yang langka dan merusak hidup ?
Ketiga, dari aspek hukum. Ada sejumlah pertanyaan :
1. Soal legalitas produk tersebut. Artinya apakah produk tersebut sudah
terdaftar pada instansi terkait ?
2. Jika konsumen tidak puas dengan produk tersebut, dapatkah dikembalikan
kepada penjual/ produsen ?
3. Jika isinya kurang dari yang seharusnya, sudikah produsen/ penjual
membayar ganti rugi kepada konsumen ?
4. Apakah pelabelan dan iklan produk tersebut sudah sesuai dengan peraturan
yang berlaku ?
Keempat, dari aspek kesehatan dan keamanan
1. Seperti apakah produk tersebut ?
2. Mengandung bahan berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan
konsumen ?
Dari sisi kepentingan konsumen, keempat sudut pandang tersebut apabila dipraktekkan, sudah memberi proteksi yang memadai bagi konsumen. Namun, dalam perkembangan gerakan konsumen global, konsumen dituntut tidak hanya
(17)
secara mandiri dapat melindungi diri, tetapi secara internal peduli terhadap
masalah yang lebih luas. 15
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas.
Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang
makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan
distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.16
Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk
mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional.17
Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub
15
Sudaryatno, hukum dan advokasi konsumen, (Bandung : Citra Aditia Bakti, 1999) hal. 1
16
http:// www.POM.go.id/new/index.php/view (diakses pada tanggal 12 Maret 2015) 17
(18)
standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi
akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat.18
Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas
profesional yang tinggi.19
Sesuai Pasal 69 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Badan POM
memiliki kewenangan :20
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
2. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan
secara makro.
3. Penetapan sistem informasi di bidangnya.
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu
untuk makanan dan penetapan pedoman peredaran Obat dan Makanan.
5. Pemberi izin dan pengawasan peredaran Obat serta pengawasan industri
farmasi.
Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat.Banyaknya produk makanan yang berbahaya untuk dikonsumsi dalam jangka panjang seringkali ditemukan. Konsumen tidak
18 ibid 19
ibid 20
KEPPRES No. 103 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja lembaga pemerintah non departemen
(19)
memperhatikan komposisi yang terkandung di dalam produk makanan tersebut. Konsumen bahkan tidak mengetahui dengan jelas informasi suatu produk makanan dan apa saja yang terkandung didalamnya. Konsumen terkadang sering melalaikan hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Dalam hal ini pemenuhan hak terkait informasi masih sering diabaikan oleh konsumen itu sendiri tanpa memikirkan akibat apa yang akan ditimbulkan apabila ia tidak mengetahui komposisi suatu produk makanan yang dikonsumsinya. Konsumen berhak atas informasi yang terkandung didalamnya yang diumumkan oleh BPOM sehingga masyarakat tidak ragu dan merasa aman dalam mengkonsumsi suatu produk.
Kontrol masyarakat terhadap produsen makanan, obat-obatan maupun produk lainnya akan menjadi cambukan terhadap produsen nakal dalam membuat suatu produk makanan. Sehingga produsen harus lebih berhati-hati dalam membuat campuran makanan yaitu dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang tidak berbahaya dan tidak menimbulkan efek samping pada jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam perjalanan kasus-kasus yang ditemukan sekarang banyak produk makanan yang ternyata mengandung bahan yang tidak layak dikonsumsi yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan kita baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagai contoh, kasus susu formula untuk bayi yang mengandung bakteri berbahaya, kasus oreo yang didalamnya mengandung melamin, dan obat kumur Oral B yang ternyata mengandung bakteri Burkholderia anthina yang bisa menjangkiti pertahanan tubuh lemah. Maka, diperlukan peranan BPOM dalam membenahi sistem pengontrolan terhadap hal keterbukaan informasi suatu produk. Oleh karena itu, keterbukaan informasi publik mulai digulirkan tahun 2008 dalam
(20)
Undang-undang No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang bersamaan dengan itu pemerintah juga menggulirkan Komisi Informasi Publik sebagai pemegang penuh regulasi Undang-undang No. 14 Tahun 2008 sebagai bentuk penegasan dan pengawasan terhadap sirkulasi informasi kegiatan suatu produk.
Pengejawantahan daripada regulasi keterbukaan informasi publik, masih belum dapat dirasakan sampai dengan masyarakat bawah karna mengingat sistem birokrasi yang ada masih jauh dari sempurna. Pada tahun 2010 pemerintah menyadari siapa yang seharusnya bertanggung jawab sehingga menggulirkan regulasi, dan menetapkan di setiap badan publik perlu ada Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi.21 Yang menjadi sengketa informasi publik adalah
sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan
perundang-undangan. 22
Berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Standar Layanan Informasi Publik, Badan pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai salah satu badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2008 mempunyai kewajiban untuk memberikan layanan informasi yang dapat diakses oleh publik atau msyarakat khususnya pemangku kepentingan di bidang pengawasan obat dan makanan.
21
ibid 22
Undang-undang No. 14 Tahun 2008 trntang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 1 ayat (5)
(21)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Informasi bagaimanakah yang wajib disediakan dan diumumkan oleh
BPOM berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 ?
2. Bagaimana kewajiban Komisi Informasi sebagai badan penyelesaian
sengketa atas informasi yang diberikan BPOM ?
3. Bagaimana akibat hukum dari penyelesaian sengketa oleh Komisi
Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan konsumen ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan
Tujuan penulisan penelitian ini adalah:
a. Memberikan gambaran atas informasi-informasi yang wajib disediakan
dan diumumkan BPOM berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008
b. Memberikan gambaran terhadap kewajiban Komisi Informasi sebagai
badan penyelesaian sengketa atas informasi yang diberikan BPOM
c. Mengetahui akibat hukum dari penyelesaian sengketa oleh Komisi
Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan Konsumen
2. Manfaat
Secara teoritis skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap ilmu pengetahuan, khususnya mengenai Penyelesaian Sengketa oleh Komisi
(22)
Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk.
Secara praktis, skripsi ini juga ditujukan kepada lembaga Komisi Informasi dalam kewajibannya sebagai Badan Penyelesaian sengketa Atas Informasi yang diberikan BPOM dan memberikan informasi publik yang wajib disediakan maupun diumumkan dan juga memberikan tambahan maupun masukan kepada para pengajar akademis.
D. Keaslian Penulisan
Setelah dilakukan penelitian pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara penulis merasakan masih minimnya tulisan yang menyangkut mengenai Komisi Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan konsumen mengkonsumsi suatu produk. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan khusus antara lain bahwa judul skripsi ini masih asli, dan inspirasi penulis yang berpedoman dari buku-buku hukum serta pendapat para sarjana juga dari bahan-bahan dari media cetak yang bersifat ilmiah. Jika terdapat karya orang lain atau pihak lain maka dituliskan sumbernya dengan jelas.
Penulis bertanggungjawab sepenuhnya dan menerima akibat hukumnya apabila ternyata di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah plagiat atau duplikasi dari penelitian yang telah ada sebelumnya.
(23)
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Informasi Publik
Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional. Pengertian Informasi Publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 14 Tahun 2008, adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Undang-undang No. 14 Tahun 2008 mengatur jenis dan klasifikasi informasi publik. Berdasarkan klasifikasinya, informasi publik dibagi menjadi sebagai berikut :
a. Informasi yang wajib diumumkan secara berkala;
b. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta;
c. Informasi yang wajib disediakan setiap saat.
Kewajiban secara berkala sebagaimana yang ditentukan diatas adalah untuk paling lambat 6 (enam) bulan sekali dengan informasi yang meliputi :
a. Informasi yang berkaitan dengan badan publik;
b. Informasi yang mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait;
c. Informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. Informasi lain yang diatur dalam peraturan perUndang-undangan.
Kewajiban menyebarluaskan informasi publik semestinya dilakukan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang
(24)
mudah dipahami dan ditentukan/diberikan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di badan publik terkait.
2. Komisi Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya termasuk menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui mediasi dan ajudikasi nonlitigasi yang pertama kalinya bekerja mulai tanggal 1 Mei 2010 berkaitan dengan akan mulai diberlakukannya Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat yang berkedudukan di ibukota negara, Komisi Informasi Provinsi yang berkedudukan di ibukota provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi Kabupaten/Kota yang masing masing berkedudukan di ibukota Kabupaten dan Kota.
Susunan keanggotaan Komisi Informasi Pusat berjumlah tujuh orang Komisioner yang harus mencerminkan unsur dari pemerintah dan unsur masyarakat. Bagi keanggotaan Komisi Informasi pada tingkat daerah, Komisi Informasi Provinsi/ Kabupaten/ Kota, Komisionernya berjumlah lima orang yang juga harus mencerminkan unsur dari pemerintahan dan unsur dari masyarakat. Dalam memudahkan tugasnya, para komisioner harus menggelar rapat pleno untuk memilih seorang Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap sebagai anggota.
(25)
3. BPOM
BPOM atau Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah lembaga pemerintah yang bertugas melakukan regulasi, standardisasi, dan sertifikasi produk makanan dan obat yang mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan, penggunaan, dan keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik dan produk lainnya.
BPOM mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Pengaturan, regulasi dan standarisasi
b. Lisensi dan sertifikasi industri dibidang farmasi berdasarkan cara-cara
produksi yang baik
c. Evaluasi produk sebelum diijinkan beredar
d. Post marketing vigilance termasuk sampling, dan pengujian laboratorium, penyidikan dan penegakan hukum
e. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk
f. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan
g. Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik.
Tujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) adalah kepastian perlindungan pada konsumen masyarakat terhadap produksi, peredaran dan penggunaan sediaan farmasi dan makanan yang tidak memenuhi syarat, keamanan, mutu, khasiat, memperkokoh perekonomian nasional dengan meningkatkan daya saing dan membangun organisasi yang efektif dan efisien.
(26)
4. Keselamatan Konsumen
Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan.
Asas-asas konsumen seperti asas kemanfaatan, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen, asas kepastian hukum. Asas keselamatan konsumen berarti memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumendalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Oleh karena itu ada beberapa hak dalam perlindungan konsumen, seperti :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan mengkonsumsi barang,
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang
diperjanjikan,
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/atau jasa yang
digunakan,
e. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa secara patut,
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen,
g. Hak untuk mendapatkan kompensasi,
(27)
5. Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa itu bisa diselesaikan melalui litigasi dan nonlitigasi. Sengketa itu sendiri berarti perbedaan pendapat, pertengkaran dan perbantahan. Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengenyampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri. Alternatif penyelesaian sengketa berarti lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, arbitrasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain,
selain itu penyelesaian sengketa sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (
ultimum remedium ) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil.
F. METODE PENELITIAN
1. Spesifikasi penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka menggunakan metode penelitian normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode adalah metode atau cara yang dipergunakan dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka yang ada23. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian
yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian
23
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cetakan kesebelas (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2009), hal. 13-14
(28)
hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum
subjektif (hak dan kewajiban).24
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan perundang-undangan.
2. Data Penelitian
Sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh.25 Sumber data
dapat dari data primer dan data sekunder dimana data yang diperoleh secara tidak langsung.
a. Bahan Hukum Primer
Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik , Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Keppres No. 103 Tahun 2001 dan PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sedian Farmasi dan Alat Kesehatan, dan peraturan-peraturan lainnya.
b. Bahan Hukum Sekunder
24 Hardijan Rusli, “MetodePenelitian Hukum Normatif: Bagaimana?’, Law Review
Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006, hal 50. 25
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka cipta, 2010)hal 172.
(29)
Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi dan perlindungan konsumen seperti buku-buku, karya-karya ilmiah serta tulisan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diajukan dalam penulisan skripsi ini.
c. Badan Hukum Tertier
Yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skrispsi ini
adalah dengan studi dokumen dengan penelusuran pustaka (library research)
yaitu mengumpulkan data dari informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian.
Menurut M. Nazil dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian ,
dikemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literature-literture, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan.26
26
(30)
4. Analisis Data
Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut
dengan analisisnya.27 Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan metode
kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif .
Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan
berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.28
Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus ( sebagai hasil pengamatan ) dan berakhir pada kesimpulan ( pengetahuan baru ) berupa asas umum.
G. Sistematika Penulisan
Sitematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab, dimana pada masing-masing bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhan ke dalam 5 (lima) bab yang terperinci sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menggambarkan hal-hal yang bersifat umum, yang diikuti dengan alasan pemilihan judul, kemudian dilanjutkan dengan permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
27
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm.69
28
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007), hlm.11.
(31)
penulisan, tinjauan kepustakaan dan metode penulisan. Bab ini ditutup dengan memberikan sistematika dari penulisan skripsi.
BAB II INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN
DIUMUMKAN BPOM BERDASARKAN UU NO. 14 TAHUN 2008
Dalam bab ini penulis membahas mengenai jenis-jenis Informasi Publik dan pengaturan keterbukaan informasi publik berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
BAB III KEWAJIBAN KOMISI INFORMASI SEBAGAI BADAN
PENYELESAIAN SENGKETA ATAS INFORMASI YANG DIBERIKAN BPOM
Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai Transparansi Kinerja Komisi Informasi, mekanisme pelayanan Komisi Informasi, Sengketa Informasi, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik serta Komisi Informasi Publik sebagai Badan Penyelesaian Sengketa Atas Informasi yang diberikan BPOM
BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PENYELESAIAN SENGKETA OLEH
KOMISI INFORMASI ATAS INFORMASI YANG DIBERIKAN BPOM TERKAIT KESELAMATAN KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI SUATU PRODUK
Pada bab ini penulis ingin menulis mengenai perlindungan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, hak konsumen atas Informasi, penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi, serta
(32)
akibat hukum dari penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi atas Informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatn konsumen.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan mengenai rangkuman dari apa yang telah ditulis skripsi ini serta saran- saran yang akan penulis kemukakan atas masalah yang dibahas.
(33)
BAB II
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN BPOM BERDASARKAN UU NO. 14 TAHUN 2008
Badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.29
Badan publik tidak boleh menetapkan prosedur yang rumit, lama dan mahal bagi setiap orang yang ingin memperoleh informasi publik. Untuk itu, badan publik harus membuat sistem layanan informasi bagi publik, agar publik
dapat mengaksesnya secara cepat, murah, dan sederhana.30
Badan publik harus menyediakan informasi dasar, tanpa perlu menunggu ada permintaan. Penyediakan informasi ini bersifat wajib. Selain itu, ada informasi yang wajib disediakan secara serta-merta, yaitu informasi yang penting
diketahui publik segera dan kalau tidak akan membahayakan publik.31
Yang termasuk informasi jenis ini adalah informasi peringatan bencana, peringatan penyakit, dan sebagainya. Di samping informasi yang harus disediakan secara proaktif, ada informasi yang harus disediakan berdasarkan permintaan. Jika
29
Pasal 1 Angka 3 Undang-undangNo. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
30
http://informasipublik.net/read/panduan/35/prinsip-uu-keterbukaan-informasi-publik.html, (diakses tanggal 18 Februari 2015)
31 Ibid
(34)
ada permintaan, maka lembaga publik tersebut harus mampu menyediakan dalam
jangka waktu cepat.32
UU KIP mengelompokan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai badan publik salah satu badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang mempunyai kewajiban untuk memberikan layanan informasi yang dapat diakses oleh publik atau msyarakat khususnya pemangku kepentingan di bidang pengawasan obat dan makanan.
A. Pengertian dan Jenis Jenis Informasi Publik
Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-undang ini serta informasi lain yang
berkaitan dengan kepentingan publik.33
Dalam Peraturan Komisi Informasi , Informasi diartikan sebagai keterangan, pernyataan, gagasan dan kata-kata yang mengandung nilai,makna dan pesan baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non
elektronik.34
Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
32 Ibid 33
Pasal 1 angka (2) Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
34
Pasal 1 angka (1) Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik
(35)
penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-undang No.
14 Tahun 2008.35
Kelompok Informasi Publik yang diatur dalam UU KIP mencakup Informasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta, informasi publik yang wajib
tersedia setiap saat, dan informasi publik yang dikecualikan.36
Berdasarkan pada prinsip keterbukaan informasi dan pengecualian yang terbatas, ruang lingkup informasi yang dapat diakses oleh publik sangat luas
sehingga memungkinkan untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya.37
1. Informasi yang Terbuka
Informasi yang terbuka mencakup informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta
merta, dan informasi publik yang wajib tersedia setiap saat.
a. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara
berkalasekurang-kurangnya terdiri atas:38
1) Informasi tentang profil badan publik, yang meliputi:
a) Informasi tentang kedudukan atau domisili beserta alamat lengkap,
ruang lingkup kegiatan, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi badan publik serta unit-unit dibawahnya.
b) Struktur organisasi, gambaran umum tiap satuan kerja, profil
singkat pejabat.
35
Ibid 36
http://opengovindonesia.org/jenis-informasi-yang-terbuka-dan-dikecualikan, (diakses pada tanggal 4 Maret 2015)
37 Ibid. 38
(36)
2) Ringkasan informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkungan badan publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas:
a) Nama program/kegiatan;
b) Penanggungjawab, pelaksana program dan kegiatan serta No.
telepon dan/atau alamat yang dapat dihubungi
c) Target dan/atau capaian program dan kegiatan;
d) Jadwal pelaksanaan program dan kegiatan;
e) Anggaran program dan kegiatan yang meliputi sumber dan
jumahnya;
f) Agenda penting terkait pelaksanaan tugas badan publik;
g) Informasi khusus lain yang berkaitan langsung dengan hak-hak
masyarakat;
h) Informasi tentang penerimaan calon pegawai dan/atau pejabat
badan publik;
i) Informasi tentang penerimaan calon peserta didik pada badan
publik yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk umum.
3) Informasi tentang kinerja dalam lingkup badan publik berupa narasi
realisasi program dan kegiatan yang telah maupun sedang dijalankan;
4) Informasi tentang laporan keuangan yang sekurang-kurangnya
meliputi :
a) Rencana dan laporan realisasi anggaran.
(37)
c) Laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku.
d) Daftar aset dan investasi.
5) Ringkasan akses Informasi Publik sekurang-kurangnya terdiri atas:
a) Jumlah permohonan Informasi Publik yang diterima
b) Waktu yang diperlukan dalam memenuhi setiap permohonan
Informasi Publik
c) Jumlah permohonan Informasi Publik yang dikabulkan baik
sebagian atau seluruhnya dan permohonan Informasi Publik yang ditolak
d) Alasan penolakan permohonan Informasi Publik
6) Ringkasan tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan yang
mengikat dan/atau berdampak bagi publik yang dikeluarkan oleh Badan Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas:
a) Daftar rancangan dan tahap pembentukan Peraturan
PerUndang-undangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang sedang dalam proses pembuatan
b) Daftar Peraturan PerUndang-undangan, Keputusan, dan/atau
kebijakan yang telah disahkan atau ditetapkan.
7) Informasi tentang hak dan tata cara memperoleh Informasi Publik,
serta tata cara pengajuan keberatan serta proses penyelesaian sengketa Informasi Publik berikut pihak-pihak yang bertanggungjawab yang dapat dihubungi;
(38)
8) Informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran yang dilakukan baik oleh pejabat Badan Publik maupun pihak yang mendapatkan izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik yang bersangkutan;
9) Informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan jasa sesuai
dengan peraturan perUndang-undangan terkait;
10)Informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi
keadaan darurat di setiap kantor Badan Publik.
b. Informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta adalah
informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban
umum antara lain:39
1) Informasi tentang bencana alam seperti kekeringan, kebakaran hutan
karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemik, wabah, kejadian luar biasa, kejadian antariksa atau benda-benda angkasa;
2) Informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti kegagalan
industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan;
3) Bencana sosial seperti kerusuhan sosial, konflik sosial antar kelompok
atau antar komunitas masyarakat dan teror;
4) Informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber
penyakit yang berpotensi menular;
39
(39)
5) Informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat; atau
6) Informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik.
c. Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saatsekurang-kurangnya terdiri
atas :40
1) Daftar Informasi Publik yang sekurang-kurangnya memuat:
a) Nomor
b) Ringkasan isi informasi
c) Pejabat atau unit/satuan kerja yang menguasai informasi
d) Penanggungjawab pembuatan atau penerbitan informasi
e) Waktu dan tempat pembuatan informasi
f) Bentuk informasi yang tersedia
g) Jangka waktu penyimpanan atau retensi arsip;
2) Informasi tentang peraturan, keputusan dan/atau atau kebijakan Badan
Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas:
a) Dokumen pendukung seperti naskah akademis, kajian atau
pertimbangan yang mendasari terbitnya peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut
b) Masukan-masukan dari berbagai pihak atas peraturan, keputusan
atau kebijakan tersebut
c) Risalah rapat dari proses pembentukan peraturan, keputusan atau
kebijakan tersebut
40
(40)
d) Rancangan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut
e) Tahap perumusan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut
f) Peraturan, keputusan dan/atau kebijakan yang telah diterbitkan;
3) Seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan dan diumumkan
secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
4) Informasi tentang organisasi, administrasi, kepegawaian, dan keuangan,
antara lain:
a) Pedoman pengelolaan organisasi, administrasi, personil dan
keuangan
b) Profil lengkap pimpinan dan pegawai yang meliputi nama, sejarah
karir atau posisi, sejarah pendidikan, penghargaan dan sanksi berat yang pernah diterima
c) Anggaran Badan Publik secara umum maupun anggaran secara
khusus unit pelaksana teknis serta laporan keuangannya
d) Data statistik yang dibuat dan dikelola oleh Badan Publik;
e) Surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut dokumen
pendukungnya;
f) Surat-menyurat pimpinan atau pejabat Badan Publik dalam rangka
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya;
g) Syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau dikeluarkan
berikut dokumen pendukungnya, dan laporan penaatan izin yang diberikan;
h) Data perbendaharaan atau inventaris;
(41)
j) Agenda kerja pimpinan satuan kerja;
k) Informasi mengenai kegiatan pelayanan Informasi Publik yang
dilaksanakan, sarana dan prasarana layanan Informasi Publik yang dimiliki beserta kondisinya, sumber daya manusia yang menangani layanan Informasi Publik beserta kualifikasinya, anggaran layanan Informasi Publik serta laporan penggunaannya;
l) Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang ditemukan
dalam pengawasan internal serta laporan penindakannya;
m) Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang dilaporkan
oleh masyarakat serta laporan penindakannya;
n) Daftar serta hasil-hasil penelitian yang dilakukan;
o) Informasi Publik lain yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat
berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik
p) Informasi tentang standar pengumuman informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 bagi penerima izin dan/atau penerima perjanjian kerja;
q) Informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam
pertemuan yang terbuka untuk umum.
2. Informasi yang Dikecualikan
Informasi Publik yang dikecualikan sifatnya rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik sesuai dengan kriteria yang diatur dalam Pasal 17 UU KIP.
(42)
Informasi Publik dikecualikan secara limitatif berdasarkan pada Pasal 17
UU KIP, yaitu apabila dibuka dapat:41
a. Menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1) Menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
2) Mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban
yang mengetahui adanya tindak pidana;
3) Mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang
berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
4) Membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau
keluarganya; dan/atau
5) Membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana
penegak hukum.
b. Mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan
perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
c. Membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu :
1) Informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang
berkaitandengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputitahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitandengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
2) Dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan
taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan
41
http://opengovindonesia.org/jenis-informasi-yang-terbuka-dan-dikecualikan, (diakses pada tanggal 1 Maret 2015)
(43)
keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3) Jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasikekuatan dan kemampuan
dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
4) Gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau
instalasi militer;
5) Data PERKIraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain
terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6) Sistem persandian negara; dan/atau
7) Sistem intelijen negara.
d. Mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Merugikan ketahanan ekonomi nasional, yaitu:
1) Rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau
asing,saham dan aset vital milik negara;
2) Rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi
institusi keuangan;
3) Rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah,
perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;
(44)
5) Rencana awal investasi asing;
6) Proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga
keuangan lainnya; dan/atau
7) Hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
1) Posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh
Negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;
2) Korespondensi diplomatik antarnegara;
3) Sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam
menjalankan hubungan internasional; dan/atau
4) Perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar
negeri.
g. Mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan
terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Mengungkap rahasia pribadi seseorang menyangkut :
1) Riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2) Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan
psikis seseorang;
3) Kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
4) Hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas,
dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
5) Catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan
(45)
i. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik yang menurut sifatnya dirahasiakan, kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan.
j. Informasi Publik yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
Undang-undang.
Informasi yang tertutup bagi publik hanyalah sebatas informasi yang jika dibuka membahayakan publik. Untuk itu, penutupan informasi harus melalui uji
konsekuensi (consequential harm test) dan uji kepentingan
publik (balancing public interest test). Jika suatu informasi dibuka akan
mengakibatkan bahaya bagi publik yang lebih besar dibanding kepentingan publik yang terkandung di dalamnya, maka informasi tersebut sah dirahasiakan. Penutupan informasi tersebut hanya bersifat terbatas, tidak seluruh informasi atau dokumen, namun hanya pada bagian-bagian yang membahayakan keselamatan publik saja. Hal ini dapat dilakukan dengan misalnya, menghitamkan atau menghilangkan bagian-bagian tertentu, namun bagian lain informasi masih harus
tetap terbuka untuk publik.42
Penutupan informasi publik juga hanya bersifat sementara, yaitu hanya selama masa retensi tertentu. Undang-undang telah mengatur masa retensi tersebut, tergantung pada jenis informasinya. Tidak ada informasi yang dirahasiakan selamanya.
42
(46)
B. Keterbukaan Informasi Publik menurut Hukum di Indonesia
Undang-undang No. 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum di Indonesia yang dikeluarkan tahun 2008 dan diundangkan pada 30 April 2008 dan mulai berlaku setelah dua tahun diundangkan. Undang-undang yang terdiri dari 64 Pasal ini pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali
beberapa informasi tertentu.43
Terbitnya Undang-undang ini merupakan bentuk dorongan partisipasi aktif keterlibatan masyarakat dan pemerintah guna mewujudkan komitmen hak dasar publik atas kebutuhan layanan informasi. Dalam konteks keterbukaan Informasi Publik, maka kehadiran Undang-undang ini membuka akses publik untuk melakukan monitoring dan pengawasan.
Keterbukaan Informasi Publik dalam praktik penyelenggaraan negara secara terbuka kini juga digiatkan secara global. Salah satu inisiatif internasional
yang dibangun untuk mewujudkan keterbukaan informasi adalah Open
Governance Partnership (OGP) dimana Indonesia sebagai salah satu negara yang telah berkomitmen terhadap inisisatif OGP bertanggung jawab untuk menjalankan berbagai inisiatif guna mendorong keterbukaan informasi di dalam negeri.
Rencana strategi yang telah disusun di tingkat Open Governance Indonesia(OGI)
untuk optimalisasi implementasi UU KIP adalah mendorong percepatan penetapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di seluruh Pemerintah Daerah. Implementasi kebijakan mendorong prmbentukan PPID
43
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_keterbukaan_informasi_publik (diakses tanggal 4 April 2015)
(47)
Pemerintah Daerah ini dilaksanakan oleh Kementrian Dalam Negeri yang memiliki fungsi koordinasi,pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah. Agar Keterbukaan Informasi Publik tidak sekedar menjadi konsep, maka substansinya diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP, sedangkan untuk tataran yang lebih implementatif Kementrian Dalam Negri telah menerbitkan Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi.
UU KIP sendiri hadir untuk menjamin :
a. Hak setiap orang untuk memperoleh Informasi Publik termasuk hak untuk mengajukan banding bila menemui hambatan dalam mengakses informasi publik ;
b. Kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permohonan Informasi Publik secara cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana; c. Pengecualian Informasi Publik bersifat ketat dan terbatas;
d. Kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi Publik;
e. Sanksi apabila terdapat pelanggaran;
f. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa terkait dengan jaminan hak atas informasi.
Menjadi penting dari pemberlakuan UU KIP itu sendiri adalah berlakunya UU KIP bertujuan membawa perubahan paradigma Badan Publik dalam mengelola informasi. Sebelum UU KIP berlaku, pengelolaan informasi dilakukan adalah tertutup, kecuali yang diizinkan terbuka. Namun, setelah diundangkan,
(48)
paradigma pengelolaan informasi bergeser menjadi pengelolaan informasi secara publik, artinya seluruh informasi adalah terbuka (informasi publik), kecuali yang dikecualikan.
Dalam kaitannya dengan pengecualian informasi, arti penting dari pemberlakuan UU KIP adalah bahwa sebelum UU KIP berlaku, pengecualian informasi tidak memiliki parameter yang pasti. Pengecualian informasi memperluas parameter dengan alasan birokrasi maupun politis. Sedangkan setelah UU KIP berlaku, UU KIP memberikan parameter yang pasti mengenai pengecualian informasi, yaitu dengan mensyaratkan bahwa pengecualian harus didasarkan pada:
a. Konsekuensi berdasarkan Pasal 17 UU KIP, dan
b. Pengujian kepentingan publik, serta
c. Hanya berlaku sesuai dengan jangka waktu tertentu (masa retensi).
PPID merupakan pelaksasna utama pengelola informasi dan dokumentasi yang bertanggungjawab dan mewujudkan pelayanan informasi secara cepat, tepat dan sederhana. PPID ditunjuk dan ditetapkan oleh Badan Publik. PPID melekat pada pejabat struktural yang membidangi tugas dan fungsi pelayanan informasi
serta memiliki kompetensi dan mengelola informasi dan dokumentasi.44
Mengingat informasi publik yang bersifat terbuka dan dapat diakses setiap pengguna informasi publik, Maka badan Publik harus menyediakan akses dan sarana infrasruktur yang dapat dijangkau oleh masyarakat, seperti termaktub
44
(49)
dalam Pasal 21 UU KIP bahwa mekanisme untuk memperoleh informasi
didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu dan biaya ringan.45
C. Standar Layanan Informasi Publik
Standar Layanan Informasi Publik adalah tata kelola internal Badan Publik dalam rangka memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi, dengan cara melihat, mengetahui informasi serta mendapatkan salinan informasi. Pengaturan menyangkut sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi Publik
secara baik dan efisien serta penyampaiannya kepada Publik.46
Di Indonesia Standar Layanan Informasi Publik diatur dalam PERKI No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, yang mengatur hal-hal yang belum jelas diatur dalam UU KIP, khususnya tentang pengelolaan dan pelayanan informasi publik.
PERKI No. 1 Tahun 2010 ditetapkan dan mulai berlaku di Indonesia itu pada saat diundangkan pada 30 April 2010. Dalam menjadikan dasar kewenangan Komisi Informasi untuk menyusun peraturan berasal dari atribusi kewenangan yang diamanatkan dalam UU KIP Pasal 26 ayat (1) huruf a dan b, bahwa Komisi Informasi bertugas untuk menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik dan menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.Kewenangan penyusunan peraturan tersebut didasarkan secara khusus pada UU KIP Pasal 9 ayat (6), Pasal 11 ayat (3), dan Pasal 22 ayat (9), yang menyatakan bahwa Komisi Informasi wajib menyusun Petunjuk Teknis Komisi Informasi serta tata cara permintaan Informasi Publik kepada Badan Publik. Selain itu UU KIP juga
45 Ibid 46
http://www.ppid.kominfo.go.id/standar-layanan-informasi. ( diakses pada tgl 22 February 15)
(50)
memerintahkan Komisi Informasi untuk menjalankan UU KIP, dengan demikian dihubungkan dengan kewenangan membentuk petunjuk teknis, petunjuk pelaksana dan kebijakan umum pelaksanaan UU KIP maka Komisi Informasi perlu menetapkan berbagai peraturan agar UU KIP dapat dijalankan dengan baik.
Terdapat beberapa alasan kenapa Komisi Informasi menyusunnya sebagai Peraturan sesuai dengan UU KIP Pasal 9 ayat (6), Pasal 11 ayat (3), dan Pasal 22 ayat (9) yaitu :
1. Komisi Informasi memiliki kewenangan atribusi dari UU KIP untuk
menyusun peraturan.47
Seperti yang telah dijelaskan pada angka 10, Komisi Informasi memiliki kewenangan atribusi dari UU KIP untuk menyusun peraturan terkait dengan pelaksanaan pelayanan Informasi Publik. Selain itu, sebagai lembaga negara, peraturan yang dikeluarkan Komisi Informasi diakui dalam jenis dan hierarki peraturan perUndang-undangan. Pasal 7 ayat (4) Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-undangan menyatakan bahwa jenis peraturan perUndang-undangan diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dibentuk oleh lembaga yang berwenang dan diperintahkan pembentukkannya oleh peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.
Dengan demikian, pertama, Komisi Informasi adalah lembaga yang berwenang untuk membentuk peraturan, karena Komisi Informasi memiliki kewenangan atribusi untuk membentuk peraturan. Kedua, pembentukan peraturan tersebut diamanatkan oleh UU KIP untuk dibentuk oleh Komisi Informasi.
47
Josi Katarina dkk,Standar Layanan Informasi Publik (Jakarta: Komisi Informasi Pusat, 2010) hal 11 atribusi kewenangan sesuai dengan UU KIP bertugas untuk menetapkan kebijakan umum dan menetapkan petunjuk pelaksanaan
(51)
2. Tugas dan kewenangan yang disebutkan dalam UU KIP.
UU KIP menyebutkan beberapa tugas dan kewenangan Komisi Informasi terkait dengan pelayanan Informasi Publik:
a. Menyusun Petunjuk Teknis Komisi Informasi tentang tata cara
memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala (Pasal 9 ayat (6));
b. ndar menyediakan Informasi Publik yang tersedia setiap saat (Pasal 11
ayat (3));
c. Menyusun tata cara permintaan Informasi Publik kepada Badan Publik
(Pasal 22 ayat (9));
d. Menyusun kebijakan umum pelayanan Informasi Publik (Pasal 26 ayat (1)
huruf b); dan
e. Menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (Pasal 26 ayat (1)
huruf b)).
Kelima tugas dan kewenangan Komisi Informasi tersebut disatukan dalam bentuk peraturan Komisi Informasi, sehingga Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik, selain berisi mengenai pengaturan, juga berisi mengenai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Komisi Informasi.
Selain itu, dalam rangka efektifitas dan efisiensi pelayanan Informasi Publik, Komisi Informasi tidak bisa hanya menyusun petunjuk teknis, tetapi juga harus mengatur mengenai bagaimana agar petunjuk teknis tersebut bisa dilaksanakan. Dalam hal demikian, Komisi Informasi harus pula mengatur mengenai organisasi pengelolaan dan pelayanan Informasi Publik.
(52)
Lebih jauh, sebagai lembaga negara independen yang berfungsi melaksanakan UU KIP dan peraturan pelaksananya, dan dengan dibekali kewenangan untuk membuat kebijakan pelayanan Informasi Publik, maka secara tidak langsung Komisi Informasi berwenang untuk membuat peraturan yang dapat memperjelas hal-hal yang belum jelas diatur dalam UU KIP, sehingga diharapakan dengan adanya peraturan Komisi Informasi, ketentuan dalam UU KIP dapat dilaksanakan.
3. Alasan efektifitas pelaksanaan peraturan Komisi Informasi.
Yang diharapkan dari UU KIP adalah UU KIP ini dapat dilaksanakan dengan efektif. Oleh karena itu, diperlukan peraturan pelaksana, salah satunya adalah PERKI No. 1. UU KIP Pasal 9 ayat (6), Pasal 11 ayat (3), dan Pasal 22 ayat (9), mengamanatkan pembentukan Petunjuk Teknis Komisi Informasi dan tata cara permohonan Informasi Publik. Amanat pembentukan petunjuk teknis ini wajib dilaksanakan oleh Komisi Informasi sebagai lembaga independen yang diberi wewenang atribusi untuk melaksanakannya. Namun untuk efektifitas serta kemudahan bagi Badan Publik untuk melaksanakannya, maka petunjuk teknis tersebut dimuat dalam PERKI No. 1 Tahun 2010. Apabila dikemudian hari dirasa masih perlu untuk dikeluarkan pedoman lain yang bersifat melengkapi PERKI No. 1 Tahun 2010 , pedoman tersebut dapat dikeluarkan Komisi Informasi sesuai dengan perkembangan kebutuhan yang ada.PERKI No. 1 selain mengatur hal-hal yang belum jelas diatur dalam UU KIP, juga mengatur mengenai petunjuk teknis Komisi Informasi tentang tata cara menyampaikan dan menyediakan Informasi
(53)
Publik secara berkala dan setiap saat, tata cara permohonan Informasi Publik kepada Badan Publik, dan standar layanan informasi publik.
Selain itu, PERKI No. 1 sebagai peraturan pelaksana UU KIP, menegaskan kembali bahwa BUMN/BUMD, partai politik, dan organisasi nonpemerintah, sebagai Badan Publik yang dibebani kewajiban melaksanakan UU KIP. Dengan demikian, BUMN/BUMD, partai politik, dan organisasi non-pemerintah juga merupakan Badan Publik yang dibebani kewajiban melaksanakan
UU KIP.48
Sesuai dengan keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 117 Tahun 2010 tentang Organisasi Pengelola Informasi dan Dokumentasi dimana salah satu tugas PPID menyediakan akses informasi publik bagi pemohon Informasi. Terkait dengan tugas tersebut, PPID menetapkan standar layanan Informasi di lingkungan kementrian Komunikasi dan Informatika dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik dengan menyediakan sarana, prasarana, fasilitas berupa desk layanan informasi, fasilitas pendukung seperti layanan akses internet gratis, petugas pelaksana layanan informasi, instrumen transaksi, produk pelayanan serta menetapkan waktu layanan informasi.
PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik dan bertanggungjawab langsung kepada atasan PPID.
48
Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang standar Layanan Informasi Publik
(54)
Tugas dan tanggung jawab PPID adalah secara umum, PPID bertanggungjawab di bidang layanan Informasi Publik yang meliputi proses
penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan Informasi Publik.49
Tanggung jawab PPID meliputi :
a. Tanggung Jawab PPID dalam rangka penyimpanan dan
perdokumentasian Infotmasi Publik.50
b. Tanggungjawab PPID dalam rangka penyediaan, pengumuman,
dan pelayanan Informasi Publik:51
c. Tanggung jawab PPID dalam rangka pengelolaan keberatan dalam
hal terhadap keberatan atas penyediaan dan pelayanan Infomasi Publik. PPID bertugas mengkoordinasikan dan memastikan agar pengajuan keberatan diproses berdasarkan prosedur penyelesaian keberatan di internal Badan Publik.
Wewenang PPID Itu sendiri adalah PPID berwenang:
1. Mengkoordinasikan setiap unit/satuan kerja di Badan Publik dalam
melaksanakan pelayanan informasi publik;
2. Memutuskan suatu Informasi Publik dapat diakses publik atau tidak
melalui pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud Pasal 17 UU KIP dengan seksama dan penuh ketelitian;
3. Menolak permohonan Informasi Publik secara tertulis apabilainformasi
yang dimohon termasuk informasi yang dikecualikan/rahasia dengan disertai alasan serta pemberitahuan tentang hak dan tata cara bagi pemohon untuk mengajukan keberatan atas penolakan tersebut; dan
49
http://www.ppid.kominfo.go.id (diakses pada tanggal 12 februari 15)
50 ibid 51
(55)
4. Menugaskan pejabat fungsional dan/atau petugas informasi di bawah wewenang dan koordinasinya untuk membuat, memelihara, dan/atau
memutakhirkan Daftar Informasi Publik secara berkala
sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan (dalam hal Badan Publik memiliki pejabat fungsional dan/atau petugas informasi). PPID bertanggung jawab kepada atasan PPID dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya.
D. Peranan BPOM Dalam Pelayanan Informasi Publik
Dalam mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014, Badan POM memiliki peran strategis yaitu melindungi konsumen dari obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat/khasiat, serta meningkatkan daya saing produk obat dan makanan di pasar lokal maupun global.
Pengawasan obat dan makanan tahun 2013 difokuskan pada pencegahan peredaran obat dan makanan ilegal serta penegakan hukum, melalui pengawasan pre dan post market, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan jejaring
nasional dan internasional. Untuk pengawasan pre-market, selama Tahun 2013
Badan POM telah menerbitkan persetujuan izin edar obat sebanyak 7.866, obat tradisional sebanyak 2.367, suplemen makanan sebanyak 3.231, kosmetik
sebanyak 26.271, dan pangan sebanyak 13.980.52
Badan POM juga telah melakukan pengawasan obat ilegal termasuk palsu yang dipromosikan melalui internet, dalam operasi Pangea yang dikoordinir oleh International Criminal Police Organization. Pada Operasi Pangea VI Tahun
52
(1)
3. Akibat Hukum dari penyelesaian sengketa oleh Komisi Informasi atas informasi yang diberikan BPOM terkait keselamatan konsumen dalam hal ini adalah UU Kesehatan yang mengatur sanksi pidana yang termuat dalam Pasal 190 sampai dengan Pasal 201. Dilihat dari subjeknya ada tindak pidana yang subjeknya khusus untuk subjek tertentu dan ada yang subjeknya setiap orang. Tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh subjek tertentu/khusus diatur dalam Pasal 190 yaitu tindak pidana hanya dapat dilakukan khusus oleh pimpinan fasilitas kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan.Tindak pidana yang bisa dilakukan oleh setiap orang diatur dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 200, yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan dan korporasi. Tindak pidana dalam UU Kesehatan, ditinjau dari rumusannya dapat dibagi dua yaitu tindak pidana formil dan tindak pidana materiil.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, Penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Komisi Informasi sebagai badan publik harusnya tunduk terhadap UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan menjalankan kewajibannya untuk lebih transparan dalam menyediakan dan mengumumkan informasi publik yang dimohonkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat sebagai konsumen seharusnya lebih teliti dan mengetahui komposisi suatu produk sebelum membeli suatu produk karna
(2)
seringkali kelelaian pelaku usaha terhadap keadaan produk yang di tawarkannya dapat menimbulkan kerugian pada konsumen seperti mengganggu kesehatannya.
2. Nilai informasi bergantung pada waktu maka penyelesaian sengketa seharusnya menganut prinsip cepat, tepat waktu, murah dan sederhana dan harus dilakukan secara kompeten dan independen tanpa adanya intervensi. Pemohon informasi seharusnya mempunyai alasan yang kuat saat mengajukan permohonan informasi publik. Masyarakat sebagai Konsumen seharusnya dapat bersikap lebih partisipatif dalam mengawasi badan Pengelolaan Obat dan Makanan (BPOM) dalam menjalankan kewajibannya tersebut sehingga dapat mengurangi konsumsi obat-obatan dan makanan yang memiliki efek samping yang akan merugikan konsumen.
3. Pemerintah harus mencegah masuknya produk kecantikan ilegal tanpa izin edar ke Indonesia. Pengawasan di tiap pintu masuk Indonesia seperti pelabuhan dan bandara harus diperketat. Pihak Bea Cukai harus lebih ketat memeriksa dokumen kelengkapan barang impor tersebut. Salah satunya, barang tersebut harus sudah memiliki izin edar dari BPOM untuk memastikan keamanannya.
4. Masyarakat diharapkan cermat memperhatikan No. registrasi produk kecantikan ketika membeli. Hal ini penting untuk mengetahui ada atau tidaknya izin edar dari BPOM.
(3)
5. Masyarakat harus cepat tanggap bila menemukan obat dan kosmetik palsu untuk segera melaporkan ke pihak BPOM secepat mungkin agar masalah ini bisa cepat diselesaikan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003.
---.Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007.
Kristiyanti, Celina Tri Siwa. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika 2008.
Sastro, Dhoho A, dkk.Mengenal Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta : Pelitaraya Selaras,2010.
Subagiyo, Henri, dkk. Anotasi Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta: Gajah Hidup Print, 2009.
Nazril, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia,2010
---. Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Medan: Penerbit Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, 1990.
Soekanto, SoerjoNo. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cetakan ketiga belas. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Sudaryatno, Hukum dan Advokasi Konsumen. Bandung: PT. Citra Aditia Bakti 1999
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta 2010.
YLKI, Menggeser Neraca Kekuatan. YLKI 1990
B. Jurnal
(5)
Implementasi UU KIP (Lutfi Widagdo Eddyono) 2008 Koalisi untuk Kebebasan Informasi 2001
Koalisi Untuk Kebebasan Informasi 2008
C. Peraturan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Undang- Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
KEPPRES No. 103 Tahun 2001
PP 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik
Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
D. Putusan
Keputusan Kepala BPOM RI NO. HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik
E. Website
http://www.Informasipublik.net/panduan/35/prinsip/uu-keterbukaan-informasi-publik.html (diakses pada tanggal 18 Februari 2015)
http://www.id.m.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_keterbukaan_informasi_publik (diakses pada tanggal 4 April 2015)\
http://www.komisiinformasi.go.id ( diakses tanggal 12 Mei 2015)
(6)
http://www.opengovindoindonesia.org/jenis-informasi-yang-terbuka-dan-dikecualikan ( diakses tanggal 4 Maret 2015)
http://www.POM.go.id/ppid (diakses tanggal 12 Mei 2015)
http://www.POM.go.id/new/index/php/view (diakses tanggal 12 Maret 2015) http://www.POM.go.id.index.php/home.reformasi_birokrasi/area8 (diakses
tanggal 12 April 2015)
http://www.ppid.kominfo.go.id (diakses tanggal 22 Februari 2015)
http://www.Ppid.kominfo.go.id/standar-layanan-informasi (diakses tanggal 22 Februari 2015)
http://www.ppid.kominfo.go.id/standar-layanan-ip ( diakses tanggal 5 Maret 2015) http://www.ppid.kominfo.go.id.prosedur-layanan-informasipublik (diakses 12 April 2015)