ANALISIS PATUNG SIGALE-GALE VERSI HENRIZAL BATUBARA DI TAMAN BUDAYA SUMATERA UTARA.

(1)

ANALISIS PATUNG SIGALE-GALE

VERSI HENRIZAL BATUBARA DI TAMAN BUDAYA

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

DWI ESTI UTAMI

NIM 209151006

JURUSAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang telah diberikan-Nya bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang harus diselesaikan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Bahasa dan Seni Unimed.

Penulis menyadari sepenuhnya Skripsi ini belum mencapai hasil yang maksimal, untuk itu sangat diharapkan saran dan masukan yang membangun dari pembaca. Semoga Skripsi ini bisa memberi kontribusi terhadap pengetahuan. Penulis juga menyadari bahwa banyak hambatan dan kesulitan yang dialami dalam menyelesaikan Skripsi ini, tetapi keberhasilan penulis dalam menyelesaikan sebuah karya ilmiah tidaklah terwujud tanpa bantuan dari semua pihak, baik dukungan moral, materi, fasilitas dari lembaga berperan dalam kelancaran penyusunan Skripsi ini.

Pada kesempatan yang berbahagia ini dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si. selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

3. Drs. Anam Ibrahim, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa. 4. Dr. Wahyu Tri Atmojo, M.Hum. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Seni Rupa.

5. Drs. Heri Soeprayogi, M.Si selaku Pembimbing Skripsi.

6. Drs. Sri Wiratma, M. Si. selaku Pembimbing Akademik dan Penguji. 7. Drs. Sumarsono, M. Sn. selaku Penguji.


(3)

iii

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Seni Rupa serta administrasi dan perlengkapan di lingkungan FBS Universitas Negeri Medan.

10.Kedua Orang Tua penulis, atas bantuan doa, materi, moral dan motivasinya.

11.Kepala UPT. Taman Budaya Sumatera Utara.

12.Henrizal Batubara dan Winarto Kartupat selaku narasumber dalam penelitian ini.

13.Seluruh pihak keluarga yang turut mendoakan dan memberi dukungan dalam penyusunan Skripsi penulis.

14.Teman-teman stambuk 2009 atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan doanya selama penulis menyusun skripsi ini.

15.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Seni Rupa.

Medan, Agustus 2014 Penulis,

Dwi Esti Utami NIM. 209151006


(4)

i

ABSTRAK

DWI ESTI UTAMI, NIM: 209151006, “ANALISIS PATUNG

SIGALE-GALE VERSI HENRIZAL BATUBARA DI TAMAN BUDAYA

SUMATERA UTARA”, Skripsi Jurusan Seni Rupa Program Studi S-1 Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan fungsi patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara serta terdapat penjelasan mengenai patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara ditinjau dari konteks seni rupa mencakup bagaimana bentuk patung, proses pembuatannya, atribut yang digunakan, bahan dan alat yang digunakan untuk membuat patung Sigale-gale.

Populasi dalam penelitian ini adalah lima buah patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara dengan lima karakter wajah yang berbeda-beda. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling, yaitu sampel yang diambil merupakan jumlah populasi. Metode penelitian yang digunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penggumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, interview dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian, bentuk patung merupakan bentuk abstraktif (bentuk figuratif yang digayakan atau diubah bentuknya) dan memiliki corak imitatif (tiruan dari bentuk alam : manusia), bentuk manusia dari bentuk patung Sigale-gale yang asli berbahan kayu yang mengalami perubahan bentuk dengan cara simplifikasi (penyederhanaan), distorsi (pembiasan), dan stilisasi (penggayaan) dan berlaku pada bagian-bagian wajah patung. Henrizal Batubara menyesuaikan tehnik dan metode yang digunakan dalam membuat patung berdasarkan berbagai bahan yang dipakai yaitu tehnik curving (memahat) dan assembling (merakit). Henrizal menerapkan metode subtraktif (mengurangi bahan dengan cara memotong, menatah). Untuk membuat patung Sigale-gale versinya, Henrizal Batubara menggunakan berbagai macam jenis bahan dalam membuat patung. Pembentukan patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara tidak terlepas dari fungsi patung. Patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara berfungsi sebagai properti pada pertunjukkan tari. Selain fungsinya sebagai properti tari terdapat beberapa fungsi lainnya yaitu (1) fungsi simbolik, (2) fungsi kreativitas dan, (3) fungsi tontonan.


(5)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bentuk-Bentuk Geometri... 12

Gambar 2.2 Bentuk Abstraktif Tiga Dimensi ... 12

Gambar 2.3 Patung Loro Blonyo ... 18

Gambar 2.4 Patung Porselen ... 19

Gambar 2.5 Patung Sang Kuda karya Syahrizal ... 20

Gambar 2.6 Patung Sigale-gale ... 36

Gambar 4.1 Patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara ... 56

Gambar 4.2 Patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara ... 56

Gambar 4.3 Patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara ... 57

Gambar 4.4 Patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara ... 57

Gambar 4.5 Patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara ... 58

Gambar 4.6 Patung lengkap dengan baju khas Batak ... 58

Gambar 4.7 Henrizal Batubara ... 59

Gambar 4.8 Patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara Sebagai Properti Tari 61 Gambar 4.9 Pertunjukkan Patung Sigale-gale garapan baru ... 61

Gambar 4.10 Bagian Wajah Patung Sigale-gale ... 82

Gambar 4.11 Bentuk Wajah Patung setelah Proses Curving ... 86


(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tradisi pertunjukan patung Sigale-gale pada masyarakat Batak Toba merupakan sebuah tradisi yang unik dalam seni patung yang dikenal dengan nama Sigale-gale. Di masa lampau, Sigale-gale muncul dalam acara penguburan yang berwujud sebagai anak laki-laki, orang yang dikuburkan yaitu orang yang tidak pernah memiliki anak dalam hidupnya atau orang yang memiliki keturunan namun kesemuanya meninggal tanpa mewariskan keturunan. Biasanya pada upacara kematian bagi orang yang mati tanpa keturunan, diadakan tortor (tari) Sigale-gale.

Masa sekarang, yakni setelah agama Kristen semakin banyak pemeluknya dalam kehidupan masyarakat Batak di Tapanuli utara, upacara-upacara Sigale-gale mulai ditinggalkan. Menurut pandangan masyarakat Batak yang sudah memeluk agama Kristen, upacara Sigale-gale ini dianggap sebagai upacara keagamaan parbegu, suatu upacara yang didasarkan pada kepercayaan terhadap begu (roh dari orang yang sudah meninggal). Dalam pandangan mereka, kepercayaan demikian bertentangan sekali dengan kepercayaan dalam agama Kristen. Upacara-upacara ritual yang didasarkan pada suatu kepercayaan kemudian berkembang menjadi kegiatan tradisi yang dilakukan oleh setiap generasi masyarakat yang melakukannya namun fungsinya sudah mengalami perubahan. Hal ini dapat kita lihat pada masyarakat di pulau Jawa, upacara-upacara yang bersifat ritual tidak lagi dilakukan untuk memanggil roh melainkan


(7)

2 dapat dilakukan pada acara-acara lainnya dalam bentuk seni pertunjukan tradisional seperti upacara ruwatan dan turun tanah, upacara pernikahan, upacara pengangkatan penghulu baru (Minangkabau) dan upacara-upacara ritual yang dilakukan masyarakat Bali pada setiap kegiatan ibadahnya. Seni pertunjukan tradisional merupakan bentuk-bentuk karya seni yang lahir dari sejarah. Kesenian patung Sigale-gale mengandung unsur budaya masyarakat Batak Toba yang mengungkapkan sistem kekerabatan patrilineal, anak laki-laki memiliki arti penting di dalam kehidupan keluarga. Cerita Sigale-gale sudah ada sebelum masuknya agama Islam dan Kristen dan bertujuan untuk memuliakan atau menghargai roh.

Patung Sigale-gale menurut sejarahnya merupakan patung perwujudan dari putra Raja Rahat bernama Si Manggale. Sigale-gale berasal dari kata “gale” artinya lemah, lesu, lunglai. Sehingga dapat diartikan Sigale-gale yaitu si lemah lunglai. Banyak versi sejarah mengenai latar belakang diciptakannya patung Sigale-gale. Patung tersebut dibuat menyerupai wajah Manggale yang digunakan sebagai wadah roh Manggale yang diundang masuk ke dalamnya dalam sebuah ritual khusus. Ada kepercayaan di masyarakat Batak bahwa pembuat boneka Sigale-gale harus menyerahkan jiwanya pada boneka kayu buatannya itu agar si boneka bisa bergerak seperti hidup. Seiring dengan perkembangan zaman, kini patung Sigale-gale telah dihadirkan pada seni pertunjukan wisata seperti di Tomok. Seni pertunjukan yang dimaksud di sini adalah seni pertunjukan yang mempunyai tema dan tujuan tertentu, baik untuk kepentingan orang banyak, maupun bagi seni itu sendiri. Sampai hari ini patung Sigale-gale belum punah


(8)

3 sama sekali. Kesenian patung Sigale-gale masih bisa disaksikan pertunjukannya di Tanah Batak, Samosir.

Selanjutnya Thompson HS (2005) menyatakan bahwa pada tahun 1930-an, Sigale-gale pernah dimainkan oleh dalang legendaris bernama Raja Gayus Rumahorbo dari Kampung Garoga Tomok. Beliau pernah tampil pada festival Sigale-gale di Pematang Siantar (Simalungun). Sigale-gale yang dimainkannya waktu itu adalah hasil buatannya sendiri. Raja Gayus dikenal mampu membuat patung Sigale-gale mengeluarkan air mata dan punya kemampuan mengusapkan ulos (kain tenunan Batak) yang disandangkan sebelumnya di bahu sang boneka kayu. Selain memiliki unsur magis patung Sigale-gale juga memiliki unsur manipulatif. Airmata yang keluar adalah air yang mengalir dari bagian kepala patung Sigale-gale yang dilubangi. Namun bagaimana teknis mengeluarkannya biasanya diisi dengan kain lap basah atau wadah kecil yang muat di bagian yang berlubang itu.

Winarto Kartupat (wawancara: Senin, 21 Oktober 2013) menyatakan bahwa kemudian pada tahun 1998 seorang seniman kota Medan bernama Ben Pasaribu, menggagas sebuah ide untuk membuat patung Sigale-gale yang mudah dibawa dan dapat digerakkan oleh orang lain dari dalam patung. Sehingga dapat dikatakan bahwa patung Sigale-gale garapan baru ini cara menggunakannya seperti boneka Ondel-ondel pada kesenian rakyat Betawi. Meskipun patung Sigale-gale versi baru dapat bergerak dan menari layaknya boneka Ondel-ondel, patung Sigale-gale versi baru tetap dikenal dan dikatakan sebagai patung bukan disebutkan sebagai boneka Sigale-gale. Penyebutan boneka Sigale-gale


(9)

4 merupakan istilah yang masih asing dan tidak dikenal oleh masyarakat Batak. Hal ini dikarenakan secara etimologi Sigale-gale dalam masyarakat Batak selalu disebut sebagai patung. Maka dari itu, kata patung tetap melekat untuk menyebutkan patung Sigale-gale versi baru. Ben Pasaribu menggagas ide tersebut dalam rangka mengembangkan patung Sigale-gale. menjadi sebuah karya patung garapan baru (patung Sigale-gale versi baru), yang bermula dari dasar pemikiran Ben Pasaribu bahwa kesenian rakyat patung Sigale-gale bukan hanya milik orang Batak saja dan hanya bisa dinikmati di daerah wisata Tomok melainkan dapat dinikmati oleh siapa saja dan dimana saja.

Selanjutnya Winarto Kartupat menyatakan tahun 1998, di tahun yang sama ide ini pertama kali direalisasikan pada seni pertunjukan sendratasik pada acara Pameran Pergelaran Seni Se-Sumatera I dengan judul “Sigale-gale, Sigala-gala, Sigolo-golo” di Bengkulu. Patung Sigale-gale ini kemudian diperkenalkan di Medan oleh Anton Sitepu dari Group Cindai Kota Medan dalam sebuah seni pertunjukan tari. Sejak diperkenalkan di Medan, patung Sigale-gale garapan baru ini mendapat perhatian yang besar dari seniman-seniman di kota Medan. Sanggar-sanggar tari yang ada di Taman Budaya Sumatera Utara seperti Patria, LPS Semenda, Nusindo dan lain sebagainya juga sangat berperan penting dalam memperkenalkan patung Sigale-gale (garapan baru) hingga sampai ke mancanegara dan sampai sekarang khususnya di kota Medan patung Sigale-gale ini lebih banyak kita lihat dimainkan pada seni pertunjukan tari. Banyaknya permintaan akan pertunjukan tari Sigale-gale membuat patung Sigale-gale ini terus mengalami perkembangan sehingga muncul berbagai versi patung Sigale-gale.


(10)

5 Adanya perbedaan versi dikarenakan terus berkembangnya patung gale yang digarap oleh lebih dari 1 orang pembuatnya karenanya patung Sigale- Sigale-gale (garapan baru) yang dimainkan dalam seni pertunjukan tari sudah berbeda pula bentuk dan fungsinya dari patung Sigale-gale yang asli berbahan kayu. Seiring dengan perkembangannya, terdapat dua versi patung Sigale-gale yaitu yang pertama versi Hapis Taadi dari Komunitas Lak Lak (berbahan busa) dan yang kedua versi Winarto Kartupat (berbahan styrofoam).

Selain mereka, Henrizal Batubara perupa asal Tapanuli Selatan kemudian membuat patung Sigale-gale (berbahan styrofoam) dan terus mengembangkan disain baru pada patung Sigale-gale yang dibuatnya. Hal ini yang membuat patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara memiliki perbedaan antara patung Sigale-gale yang berbahan kayu dan patung Sigale-gale versi lain. Perbedaan yang sangat jelas yaitu terdapat pada bentuk wajah patung Sigale-gale dan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya. Henrizal Batubara selalu memunculkan ekspresi yang berbeda-beda pada patung Sigale-gale versinya. Henrizal Batubara pertama kali mempelajari teknik membuat patung Sigale-gale berbahan styrofoam dari Winarto Kartupat dan sampai sekarang masih aktif membuat patung Sigale-gale di Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU).

Patung Sigale-gale merupakan aset kebudayaan yang harus dipertahankan sebagai salah satu benda budaya yang dapat memperkuat identitas bangsa Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak corak kesenian daerah. Saat ini, di kota Medan belum banyak masyarakat yang mengetahui tentang patung Sigale-gale baik bentuk maupun fungsinya. Dari sebagian mereka yang telah mengetahui tentang patung Sigale-gale adalah orang-orang yang sebelumnya pernah


(11)

6 menyaksikan langsung kesenian tradisional patung Sigale-gale di Tomok, dan yang lainnya adalah mereka yang mendapatkan pengetahuan tentang patung Sigale-gale melalui penelitian, pendidikan, media cetak maupun elektronik. Hal yang sama juga ditemukan ketika ditanyakan tentang patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara sebagai patung Sigale-gale garapan baru yang digagas oleh Ben Pasaribu, ternyata tidak banyak masyarakat yang mengetahui mengenai latar belakang digagasnya ide tersebut, dan beberapa versi bentuk patung Sigale-gale yang ada, bentuk patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara itu sendiri dan fungsi yang terdapat pada patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara selain fungsinya sebagai properti tari, meskipun keberadaan patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara sekarang sudah sangat mudah ditemukan pada suatu pertunjukan baik yang bertema tradisi kebudayaan maupun yang di luar dari itu.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara dengan judul penelitian “Analisis Patung Sigale-gale Versi Henrizal Batubara di Taman Budaya Sumatera Utara Medan .

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan hal – hal yang menjadi pertanyaan bagi para peneliti untuk dicari jawabannya. Identifikasi diperlukan untuk melihat apa – apa saja yang ada di latar belakang. Munculnya identifikasi masalah berarti upaya untuk mendekatkan permasalahan sehingga masalah yang dibahas tidak meluas dan melebar.


(12)

7 Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Pertunjukan patung Sigale-gale bukan hanya milik orang Batak, tetapi bisa dinikmati siapa saja.

2. Patung Sigale-gale memiliki bentuk konstruksi yang tidak mudah dibawa ke berbagai tempat untuk melakukan pertunjukan tarian Sigale-gale.

3. Adanya perubahan bentuk patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara terkait dengan fungsinya sebagai properti tari.

4. Adanya perubahan fungsi patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara selain sebagai properti pada seni pertunjukan tari.

C. Pembatasan Masalah

Seperti yang telah dikemukakan dalam identifikasi masalah, banyak faktor yang dapat digali dalam penelitian ini maka arah penelitian harus dibatasi. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah bentuk dan fungsi patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara di Taman Budaya Sumatera Utara sebagai properti tari.

D. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah dan batasan masalah seperti yang sudah dikemukakan di atas, maka dapat dijelaskan tentang rumusan masalah di dalam penelitian ini.


(13)

8 1. Bagaimanakah bentuk patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara sebagai

properti tari ?

2. Apakah fungsi patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara selain sebagai properti tari ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian selalu dirumuskan untuk mendapatkan catatan yang jelas tentang hasil yang akan dicapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto

(1978:69) yang menyatakan “ Penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya hasil yang diperoleh setelah penelitian ini selesai “. Berhasil

atau tidaknya suatu penelitian yang dilakukan terlihat dari tercapai tidaknya tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini penulis bertujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui bentuk patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara.

2. Mengetahui fungsi patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara selain sebagai properti tari.

F. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilakukan, maka diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :


(14)

9 a. Sebagai acuan dalam menciptakan versi lain patung Sigale-gale

dengan pengembangan disain yang berbeda.

b. Sebagai sumber inspirasi dalam membangun kreativitas di bidang seni patung.

2. Manfaat teoritis

a. Bagi peneliti dan peneliti lain, sebagai sumber kajian ilmiah guna memperluas wawasan mengenai patung Sigale-gale garapan baru dalam seni pertunjukan tari.

b. Bagi masyarakat, diharapkan dengan tulisan ini masyarakat mengetahui awal mula diciptakan patung Sigale-gale garapan baru dan memberikan apresiasi pada karya tersebut.

c. Bagi lembaga, dengan terlaksananya penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi yang positif khususnya dalam mengembangkan keahlian kesenirupaan (seni patung).


(15)

91

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitan, serta sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berukut :

1. Bentuk patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara merupakan bentuk abstraktif (bentuk figuratif yang digayakan atau diubah bentuknya) dan memiliki corak imitatif (tiruan dari bentuk alam : manusia), bentuk manusia dari bentuk patung Sigale-gale yang asli berbahan kayu yang mengalami perubahan bentuk dengan cara simplifikasi (penyederhanaan), distorsi (pembiasan), dan stilisasi (penggayaan) dan berlaku pada bagian-bagian wajah patung. Henrizal Batubara menyesuaikan tehnik dan metode yang digunakan dalam membuat patung berdasarkan berbagai bahan yang dipakai yaitu tehnik curving (memahat) dan assembling (merakit). Henrizal menerapkan metode subtraktif (mengurangi bahan dengan cara memotong, menatah).

2. Pembentukan patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara tidak terlepas dari fungsi patung. Patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara berfungsi sebagai properti pada pertunjukkan tari. Selain fungsinya sebagai properti tari terdapat beberapa fungsi lainnya yaitu (1) fungsi simbolik, (2) fungsi kreativitas dan, (3) fungsi tontonan. Fungsi simbolis patung Sigale-gale


(16)

92

versi Henrizal Batubara terlihat pada pakaian patung yang menggunakan warna-warna yang menjadi simbol identitas suku Batak Toba meskipun terdapat pergeseran fungsi dari patung Sigale-gale berbahan kayu. Merah simbol kehidupan, putih simbol debata (Mula Jadi Nabolon) dan hitam simbol orang yang sudah mati. Fungsi kreativitas dalam hal ini, kreativitas Henrizal untuk membuat patung Sigale-gale didapat dari pendidikan non formal dibawah bimbingan Winarto Kartupat. Kemudian kreativitas yang ada pada Henrizal terus dieksplornya pada patung Sigale-gale versinya. Fungsi tontonan atau pamer memiliki tujuan agar banyak masyarakat yang melihat dan menyampaikan pesan dari sebuah pertunjukkan. Fungsi tontonan pada sebuah pertunjukkan tari gale dengan patung Sigale-gale (garapan baru) sebagai properti tari dapat menjadi sarana untuk menyampaikan pesan Ben Pasaribu selaku penggagas terciptanya patung Sigale-gale (garapan baru).


(17)

93

1. Kepada Henrizal Batubara, agar memberikan orang lain kesempatan belajar dan mendapatkan pengalaman dalam membuat patung Sigale-gale garapan baru dari dirinya sehingga keberadaan patung SiSigale-gale-Sigale-gale garapan baru ini dalam seni pertunjukan khususnya seni tari, masih dapat dinikmati oleh masyarakat sampai kapanpun.

2. Untuk selanjutnya, diharapkan kepada mahasiswa seni rupa agar ikut terlibat dalam penyampaian pesan yang melatarbelakangi terciptanya patung Sigale-gale garapan baru dengan membuat patung Sigale-gale versinya sendiri.

3. Masyarakat seharusnya lebih peka dan menunjukkan apresiasi yang tinggi pada kesenian patung Sigale-gale ini baik yang asli berbahan kayu maupun garapan baru, dengan memiliki minat yang tinggi untuk menonton pertunjukan tari Sigale-gale dan mengajak anggota keluarga terutama anak-anak sampai remaja agar mereka mengetahui tentang kesenian daerahnya sendiri

4. Pemerintah setempat harusnya menjadi penggerak utama yang mampu mengajak masyarakat, para seniman pembuat patung Sigale-gale garapan baru dan pekerja seni yang terlibat untuk gencar mengenalkan patung Sigale-gale (garapan baru) sampai ke luar negeri dalam sebuah pertunjukan dan menjadikannya sebagai salah satu seni wisata yang menarik untuk dilihat wisatawan domestik maupun luar negeri.


(18)

94

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bineka Cipta.

A.A.M. Djelantik. 2001. Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia.Bandung.

Chodiyah dan Wisri A. Mamdy. 1982. Disain Busana. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendasmen Jakarta.

Dani W. 2010. Kamus saku ilmiah populer edisi lengkap. Jakarta : Gama Press 1989. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta : PT. Delta Pamungkas. Eliade , Mircea. 1991. The Myth of the Eternal Return or, Cosmos and History.

Princeton University Press, Princeton. New Jersey.

Gie, The Liang, 1976. Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan).Yogyakarta: Penerbit Karya.

Iskandar. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: GP. Press.

Meuraxa, Dada. 1973. Sejarah Kebudayaan Suku-suku di Sumatera Utara. Medan: Pemda

Moleong, Lexy. J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurelide. 2007. Meretas Budaya Masyarakat Batak Toba Dalam Cerita Sigale-gale . Disertasi Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.

Parmian, Esra. 2008. Peranan Lembaga Pendidikan Seni dalam Mengembangkan Seni Tradisi. Jurnal Seni Rupa FBS Unimed. Vol. 5 No. 2. FBS Unimed. Medan.

Read, Herbert, Seni : Arti dan Problematiknya, terjemahan, Soedarso SP., Duta Wacana University Press, Yogyakarta, 2000

Sachari, Agus. 2002. Metode Penelitian Budaya Rupa. Fakultas Seni Rupa dan Disain ITB. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sahman, Humar. 1993. Mengenal Dunia Seni Rupa.Semarang: IKIP Semarang Press.

Saleh, M. 1980. Seni Patung Batak dan Nias. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayan.

Salim dan Syahrun. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Ciptapustaka Media.


(19)

95

Saragi, Daulat. 2007. Dimensi Simbolis Patung Primitif Batak Menurut Estetika Knauth Langer. Jurnal Seni Rupa FBS Unimed. Volume IV Nomor 1. FBS Unimed. Medan.

Sembiring, Dermawan Drs,M.Hum dan Daulat Saragi Dr,M.Hum. 2009. Estetika. Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS Unimed. Medan.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suharso, dan Ana Retnoningsih. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bandung. Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa: Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa.

Yogyakarta: Dicti Art Laboratorium dan Djagad Art House.

Soegijo, G. Sidharta. 1987. Dasar-dasar Mematung. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Taufiq, Riza. 2013. Patung Sangkalon Sipangan Anak Sipangan Boru Pada Rumah Adat Huta Godang Kecamatan Ulupungkut Kabupaten Mandailing Natal. Universitas Negeri Medan.

Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Pustaka.

Tiominar, dkk. 1990. Topeng Batak. Medan: Depdikbud Museum Negeri Sumatera Utara.

Van Hoave.1989. Esiklopedi Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka. Vergouwen J.C. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: GP. Press. Wahyunto, Y. 1979. Seni Patung Pasir. Jakarta Timur : Fa. Aries Lima.

__________. Bentuk dan Metode dalam Penciptaan Karya Seni Rupa ” Artikel dalam Ritme Jurnal Seni Rupa dan Pengajarannya”. Volume 1 April 2009. FPBS UPI.

__________, 1973. Feeling and Form. Charles Scribner Sons. New York.

Thompson, HS. 2005. Menyingkap Sejarah dan Keajaiban Sigale-gale.Jumat 1 November 2013. http://www. Insidesumatera.com/?open=view&newsid= 862&go= Menyingkap-Sejarah-dan-Keajaiban-Sigale-gale.

http://alphardfireveloz1.blogspot.com/2012/01/patung.html (diunduh: Jumat, 1 November 2013).

http://www.saatini.com/view/30292/Patung-patung+porselen http://kbbi.web.id/warna


(1)

9 a. Sebagai acuan dalam menciptakan versi lain patung Sigale-gale

dengan pengembangan disain yang berbeda.

b. Sebagai sumber inspirasi dalam membangun kreativitas di bidang seni patung.

2. Manfaat teoritis

a. Bagi peneliti dan peneliti lain, sebagai sumber kajian ilmiah guna memperluas wawasan mengenai patung Sigale-gale garapan baru dalam seni pertunjukan tari.

b. Bagi masyarakat, diharapkan dengan tulisan ini masyarakat mengetahui awal mula diciptakan patung Sigale-gale garapan baru dan memberikan apresiasi pada karya tersebut.

c. Bagi lembaga, dengan terlaksananya penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi yang positif khususnya dalam mengembangkan keahlian kesenirupaan (seni patung).


(2)

91

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitan, serta sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berukut :

1. Bentuk patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara merupakan bentuk abstraktif (bentuk figuratif yang digayakan atau diubah bentuknya) dan memiliki corak imitatif (tiruan dari bentuk alam : manusia), bentuk manusia dari bentuk patung Sigale-gale yang asli berbahan kayu yang mengalami perubahan bentuk dengan cara simplifikasi (penyederhanaan), distorsi (pembiasan), dan stilisasi (penggayaan) dan berlaku pada bagian-bagian wajah patung. Henrizal Batubara menyesuaikan tehnik dan metode yang digunakan dalam membuat patung berdasarkan berbagai bahan yang dipakai yaitu tehnik curving (memahat) dan assembling (merakit). Henrizal menerapkan metode subtraktif (mengurangi bahan dengan cara memotong, menatah).

2. Pembentukan patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara tidak terlepas dari fungsi patung. Patung Sigale-gale versi Henrizal Batubara berfungsi sebagai properti pada pertunjukkan tari. Selain fungsinya sebagai properti tari terdapat beberapa fungsi lainnya yaitu (1) fungsi simbolik, (2) fungsi kreativitas dan, (3) fungsi tontonan. Fungsi simbolis patung Sigale-gale


(3)

92

versi Henrizal Batubara terlihat pada pakaian patung yang menggunakan warna-warna yang menjadi simbol identitas suku Batak Toba meskipun terdapat pergeseran fungsi dari patung Sigale-gale berbahan kayu. Merah simbol kehidupan, putih simbol debata (Mula Jadi Nabolon) dan hitam simbol orang yang sudah mati. Fungsi kreativitas dalam hal ini, kreativitas Henrizal untuk membuat patung Sigale-gale didapat dari pendidikan non formal dibawah bimbingan Winarto Kartupat. Kemudian kreativitas yang ada pada Henrizal terus dieksplornya pada patung Sigale-gale versinya. Fungsi tontonan atau pamer memiliki tujuan agar banyak masyarakat yang melihat dan menyampaikan pesan dari sebuah pertunjukkan. Fungsi tontonan pada sebuah pertunjukkan tari gale dengan patung Sigale-gale (garapan baru) sebagai properti tari dapat menjadi sarana untuk menyampaikan pesan Ben Pasaribu selaku penggagas terciptanya patung Sigale-gale (garapan baru).


(4)

1. Kepada Henrizal Batubara, agar memberikan orang lain kesempatan belajar dan mendapatkan pengalaman dalam membuat patung Sigale-gale garapan baru dari dirinya sehingga keberadaan patung SiSigale-gale-Sigale-gale garapan baru ini dalam seni pertunjukan khususnya seni tari, masih dapat dinikmati oleh masyarakat sampai kapanpun.

2. Untuk selanjutnya, diharapkan kepada mahasiswa seni rupa agar ikut terlibat dalam penyampaian pesan yang melatarbelakangi terciptanya patung Sigale-gale garapan baru dengan membuat patung Sigale-gale versinya sendiri.

3. Masyarakat seharusnya lebih peka dan menunjukkan apresiasi yang tinggi pada kesenian patung Sigale-gale ini baik yang asli berbahan kayu maupun garapan baru, dengan memiliki minat yang tinggi untuk menonton pertunjukan tari Sigale-gale dan mengajak anggota keluarga terutama anak-anak sampai remaja agar mereka mengetahui tentang kesenian daerahnya sendiri

4. Pemerintah setempat harusnya menjadi penggerak utama yang mampu mengajak masyarakat, para seniman pembuat patung Sigale-gale garapan baru dan pekerja seni yang terlibat untuk gencar mengenalkan patung Sigale-gale (garapan baru) sampai ke luar negeri dalam sebuah pertunjukan dan menjadikannya sebagai salah satu seni wisata yang menarik untuk dilihat wisatawan domestik maupun luar negeri.


(5)

94

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bineka Cipta.

A.A.M. Djelantik. 2001. Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia.Bandung.

Chodiyah dan Wisri A. Mamdy. 1982. Disain Busana. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendasmen Jakarta.

Dani W. 2010. Kamus saku ilmiah populer edisi lengkap. Jakarta : Gama Press 1989. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta : PT. Delta Pamungkas. Eliade , Mircea. 1991. The Myth of the Eternal Return or, Cosmos and History.

Princeton University Press, Princeton. New Jersey.

Gie, The Liang, 1976. Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan).Yogyakarta: Penerbit Karya.

Iskandar. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: GP. Press.

Meuraxa, Dada. 1973. Sejarah Kebudayaan Suku-suku di Sumatera Utara. Medan: Pemda

Moleong, Lexy. J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurelide. 2007. Meretas Budaya Masyarakat Batak Toba Dalam Cerita Sigale-gale . Disertasi Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.

Parmian, Esra. 2008. Peranan Lembaga Pendidikan Seni dalam Mengembangkan Seni Tradisi. Jurnal Seni Rupa FBS Unimed. Vol. 5 No. 2. FBS Unimed. Medan.

Read, Herbert, Seni : Arti dan Problematiknya, terjemahan, Soedarso SP., Duta Wacana University Press, Yogyakarta, 2000

Sachari, Agus. 2002. Metode Penelitian Budaya Rupa. Fakultas Seni Rupa dan Disain ITB. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sahman, Humar. 1993. Mengenal Dunia Seni Rupa.Semarang: IKIP Semarang Press.

Saleh, M. 1980. Seni Patung Batak dan Nias. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayan.

Salim dan Syahrun. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Ciptapustaka Media.


(6)

Saragi, Daulat. 2007. Dimensi Simbolis Patung Primitif Batak Menurut Estetika Knauth Langer. Jurnal Seni Rupa FBS Unimed. Volume IV Nomor 1. FBS Unimed. Medan.

Sembiring, Dermawan Drs,M.Hum dan Daulat Saragi Dr,M.Hum. 2009. Estetika. Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS Unimed. Medan.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suharso, dan Ana Retnoningsih. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bandung. Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa: Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa.

Yogyakarta: Dicti Art Laboratorium dan Djagad Art House.

Soegijo, G. Sidharta. 1987. Dasar-dasar Mematung. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Taufiq, Riza. 2013. Patung Sangkalon Sipangan Anak Sipangan Boru Pada Rumah Adat Huta Godang Kecamatan Ulupungkut Kabupaten Mandailing Natal. Universitas Negeri Medan.

Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Pustaka.

Tiominar, dkk. 1990. Topeng Batak. Medan: Depdikbud Museum Negeri Sumatera Utara.

Van Hoave.1989. Esiklopedi Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka. Vergouwen J.C. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: GP. Press. Wahyunto, Y. 1979. Seni Patung Pasir. Jakarta Timur : Fa. Aries Lima.

__________. Bentuk dan Metode dalam Penciptaan Karya Seni Rupa ” Artikel dalam Ritme Jurnal Seni Rupa dan Pengajarannya”. Volume 1 April 2009. FPBS UPI.

__________, 1973. Feeling and Form. Charles Scribner Sons. New York.

Thompson, HS. 2005. Menyingkap Sejarah dan Keajaiban Sigale-gale.Jumat 1 November 2013. http://www. Insidesumatera.com/?open=view&newsid= 862&go= Menyingkap-Sejarah-dan-Keajaiban-Sigale-gale.

http://alphardfireveloz1.blogspot.com/2012/01/patung.html (diunduh: Jumat, 1 November 2013).

http://www.saatini.com/view/30292/Patung-patung+porselen http://kbbi.web.id/warna