Renungan 16 Guru Pemula
Guru Pemula
Sang guru pemula memulai mengajar dengan menggunakan
metode tanya jawab di kelas III sebuah SD. Suara dia
terdengar keras dan lantang, sehingga mengesankan bahwa
dia sedang marah. Dia bolak balik berjalan sambil
memperhatikan murid yang tengah duduk tertib, kecuali
seorang murid bernama Otong yang kelihatan gelisah.
Sang guru: Anak-anak, Bapak mau bertanya, siapa yang
menandatangani teks proklamasi ?! Kamu, Otong !
Otong terkejut dan tak berani menatap Sang guru. Sambil
menundukkan kepala, Otong menjawab: “Tidak, Pak !
Sungguh bukan saya, Pak …..!”
Sang guru: Bukan begitu maksud Bapak, tapi siapa yang
menandatangani teks proklamasi ? Jawab, kamu
Otong !
Otong menjawab dengan tangisan yang meraung, karena dirinya
merasa dituduh menantangani teks proklamasi. Tidak tahan
dengan perasaan begitu, Otong berlari pulang ke rumahnya yang
tidak jauh dari sekolah. Usai mengajar, Sang guru pemula ditanya
rekan-rekan guru lainnya, mengapa Otong menangis dan berlari
pelang. Setelah menjawab alasannya, Sang guru pemula
dianjurkan untuk mengujungi orangtua Otong yang dikenal
sebagai mantan preman agar tidak terjadi salah faham.
Sang guru
Ayah Otong
Sang guru
Ayah Otong
Sang guru
: Selamat siang, Pak.
: Hmmm… siang! Ada apa ?
: Saya gurunya putra Bapak.
: O, yang bikin si Otong nangis, ya !
: Betul, tapi putra Bapak tidak saya apa-apakan.
Saya bertanya, siapa yang menandatangani
proklamasi ? Begitu Pak !
Sambil mengelus kumis dan jenggotnya, ayah Otong
memanggil putranya yang masih menagis.
Ayah otong
: Otong …. Kemari ! Jangan membuat malu
Bapak, kamu harus ngaku ! Kamu yang tandatangan teks
proklamasi ?! Ngaku !!
Otong sangat takut kepada ayahnya dan malu sama gurunya.
Dan walau hatinya menolak perbuatan yang dituduhkan itu,
Otong akhirnya mengaku, bahwa dirinya yang menandatangani
teks proklamasi itu.
Sang guru pun pulang ke rumah, sambil dalam hatinya
berkata: “Kok jadi begitu ya”.
Sang guru pemula memulai mengajar dengan menggunakan
metode tanya jawab di kelas III sebuah SD. Suara dia
terdengar keras dan lantang, sehingga mengesankan bahwa
dia sedang marah. Dia bolak balik berjalan sambil
memperhatikan murid yang tengah duduk tertib, kecuali
seorang murid bernama Otong yang kelihatan gelisah.
Sang guru: Anak-anak, Bapak mau bertanya, siapa yang
menandatangani teks proklamasi ?! Kamu, Otong !
Otong terkejut dan tak berani menatap Sang guru. Sambil
menundukkan kepala, Otong menjawab: “Tidak, Pak !
Sungguh bukan saya, Pak …..!”
Sang guru: Bukan begitu maksud Bapak, tapi siapa yang
menandatangani teks proklamasi ? Jawab, kamu
Otong !
Otong menjawab dengan tangisan yang meraung, karena dirinya
merasa dituduh menantangani teks proklamasi. Tidak tahan
dengan perasaan begitu, Otong berlari pulang ke rumahnya yang
tidak jauh dari sekolah. Usai mengajar, Sang guru pemula ditanya
rekan-rekan guru lainnya, mengapa Otong menangis dan berlari
pelang. Setelah menjawab alasannya, Sang guru pemula
dianjurkan untuk mengujungi orangtua Otong yang dikenal
sebagai mantan preman agar tidak terjadi salah faham.
Sang guru
Ayah Otong
Sang guru
Ayah Otong
Sang guru
: Selamat siang, Pak.
: Hmmm… siang! Ada apa ?
: Saya gurunya putra Bapak.
: O, yang bikin si Otong nangis, ya !
: Betul, tapi putra Bapak tidak saya apa-apakan.
Saya bertanya, siapa yang menandatangani
proklamasi ? Begitu Pak !
Sambil mengelus kumis dan jenggotnya, ayah Otong
memanggil putranya yang masih menagis.
Ayah otong
: Otong …. Kemari ! Jangan membuat malu
Bapak, kamu harus ngaku ! Kamu yang tandatangan teks
proklamasi ?! Ngaku !!
Otong sangat takut kepada ayahnya dan malu sama gurunya.
Dan walau hatinya menolak perbuatan yang dituduhkan itu,
Otong akhirnya mengaku, bahwa dirinya yang menandatangani
teks proklamasi itu.
Sang guru pun pulang ke rumah, sambil dalam hatinya
berkata: “Kok jadi begitu ya”.