HUBUNGAN KUALIFIKASI PENDIDIKAN, PENGALAMAN DAN MOTIVASI DENGAN KINERJA WASIT TENIS.

(1)

i

Yayan Nurbaeni, 2010

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. v

KATA PENGANTAR………... vi

UCAPAN TERIMA KASIH………. vii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR GAMBAR………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah……… 6

C. Tujuan Penelitian………. 7

D. Manfaat Penelitian.………... 7

E. Anggapan Dasar ……….……… 8

F. Hipotesis………….………... 13

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kinerja……….……….. 14

1. Pengukuran Kinerja………. 18

2. Kinerja Wasit Tenis.………... 21

B. Kualifikasi Pendidikan..……… 24

C. Pengalaman……..………. 27

D. Motivasi………….………... 30

1. Definisi Motivasi………... 30

2. Motivasi kerja……… 33

3. Teori Motivasi……… 35

E. Keterkaitan Antar Variabel……….... 44

F. Hasil Penelitian Yang Relevan.……… 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian………. 47

B. Metode Penelitian……… 49

C. Populasi………... 51

D. Definisi Operasional..……….. 52

E. Instrumen Penelitian……….….……….. 54

1. Angket……….. 54

2. Studi Dokumentasi..……… 60

F. Pengembangan Alat Pengumpul Data………. 60

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data……… 65


(2)

ii

Yayan Nurbaeni, 2010

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian……… 67

1. Data Kualifikasi Pendidikan... 67

2. Data Pengalaman...………… 68

3. Data Motivasi...………. 69

4. Data Kinerja Wasit Tenis....…..……….. 70

a. Hubungan Kualifikasi Pendidikan dengan Kinerja Wasit Tenis... 71

b. Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Wasit Tenis... 72

c. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Wasit Tenis... 74

d. Hubungan Kualifikasi Pendidikan, Pengalaman dan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis... 76

B. Pembahasan………. 77

1. Hubungan Kualifikasi Pendidikan dengan Kinerja Wasit Tenis 77 2. Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Wasit Tenis..………… 78

3. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis..………. 79

4. Hubungan Kualifikasi Pendidikan, Pengalaman dan Motivasi dengan Kinerja wasit Tenis…..……….. 82

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan………... 89

B. Rekomendasi……..………... 89

DAFTAR PUSTAKA………...….. 91


(3)

iii

Yayan Nurbaeni, 2010

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian.………. 59

4.1 Data Kualifikasi Pendidikan……… 67

4.2 Uji Linieritas Hubungan Kualifikasi Pendidikan dengan Kinerja Wasit Tenis... 68

4.3 Data Pengalaman... 68

4.4 Uji Linieritas Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Wasit Tenis... 69

4.5 Uji Linieritas Hubugan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis... 70

4.6 Hubungan Hubungan Kualifikasi Pendidikan dengan Kinerja Wasit Tenis... 71

4.7 Koefisien Determinasi Hubungan Kualifikasi Pendidikan dengan Kinerja Wasit Tenis... 71

4.8 Koefisien Arah Regresi Hubungan Kualifikasi Pendidikan dengan Kinerja Wasit Tenis... 72

4.9 Uji Keberartian Hubungan Kualifikasi Pendidikan dengan Kinerja Wasit Tenis... 72

4.10 Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Wasit tenis... 72

4.11 Koefisien Determinasi Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Wasit tenis... 73

4.12 Koefisien Arah Regresi Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Wasit tenis... 73

4.13 Uji Keberartian Regresi Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Wasit tenis... 74

4.14 Hubungan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis... 74

4.15 Koefisien Determinasi Hubungan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis.. 74

4.16 Koefisien Arah Regresi Hubungan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis 75 4.17 Uji Keberartian Regresi Hubungan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis 75 4.18 Hubungan Kualifikasi Pendidikan, Pengalaman dan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis... 76

4.19 Koefisien Determinasi Hubungan Kualifikasi Pendidikan, Pengalaman dan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis... 76

4.20 Koefisien Arah Regresi Hubungan Kualifikasi Pendidikan, Pengalaman dan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis... ... 77

4.21 Uji Keberartian Regresi Hubungan Kualifikasi Pendidikan, Pengalaman dan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis... 77


(4)

iv

Yayan Nurbaeni, 2010

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Chair Umpire Evaluation Form………. 22

2.2 Level Kebutuhan………..……….. 36

2.3 Teori Herberg……… 42

2.4 Model Motivasi Vromm’s……….………... 43


(5)

v

Yayan Nurbaeni, 2010

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Angket Penelitian……….. 94

B. Rekapitulasi Uji Validitas Angket Motivasi...…..……… 100

C. Rekapitulasi Uji Validitas Angket Kinerja... 100

D. Rekapitulasi Uji Reliabilitas Angket Motivasi... 104

E. Rekapitulasi Uji Reliabilitas Variabel Kinerja... 105

F. Hasil Penelitian... 106

G. Hasil Penghitungan dengan Bantuan Program SPSS 17.00... 107

1. Hasil Uji Normalitas, Homogenitas dan Linieritas Hasil Penelitian Variabel Kualifikasi Pendidikan... 107

2. Hasil Uji Normalitas, Homogenitas dan Linieritas Hasil Penelitian Variabel Pengalaman... 108

3. Hasil Uji Normalitas, Homogenitas dan Linieritas Hasil Penelitian Variabel Motivasi... 109

4. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Hasil Penelitian Variabel Kinerja... 110

5. Hubungan Kualifikasi Pendidikan dengan Kinerja Wasit Tenis... 110

6. Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Wasit Tenis... 112

7. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis... 113

8. Hubungan Kualifikasi Pendidikan, Pengalaman dan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis... 115


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tenis merupakan salah satu olahraga permainan yang dapat dimainkan oleh dua orang (single) atau empat orang (double) di dalam lapangan yang berupa lantai yang dipisahkan dengan net. Seperti cabang olahraga permainan lainnya, pertandingan tenis membutuhkan seorang wasit yang bertugas memimpin pertandingan tersebut.

Wasit tenis merupakan pemimpin pertandingan yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap jalannya pertandingan. Parry (2008:3) mengungkapkan bahwa ”Two main duties of tennis chair umpire are to control the match and communicate what is going on in match to spectator”. Berdasarkan ungkapan tersebut maka tugas pokok wasit tenis adalah mengontrol jalannya pertandingan berdasarkan prosedur dan peraturan tenis serta mengkomunikasikan apa yang terjadi dalam pertandingan seperti bola masuk atau keluar kepada pemain dan penonton.

Pengurus Pusat Persatuan Lawn Tenis Indonesia (PP PELTI) mengkategorikan tingkatan wasit tenis berdasarkan sertifikat yaitu tingkat daerah (Pengcab), tingkat provinsi (Pengprov) dan tingkat nasional. Tingkatan tersebut membedakan kemampuan yang dimiliki oleh wasit yang bersangkutan dan sebagai syarat untuk dapat bertugas di level turnamen tertentu seperti untuk dapat bertugas di turnamen tingkat nasional maka seorang wasit harus memiliki sertifikat wasit tenis tingkat nasional. Tingkatan ini ditentukan berdasarkan


(7)

hasil penataran dan tes.

Sementara International Tennis Federation (ITF) membagi tingkatan sertifikat wasit tenis yaitu level 1, level II (white badge), level III (bronze badge), level IV (silver badge) dan level V (gold badge). Tingkatan tersebut menjadi syarat bagi seorang wasit tenis untuk dapat bertugas di turnamen Internasional. Selain itu keberadaan wasit bersertifikat tersebut di atas menjadi salah satu syarat untuk menyelenggarakan turnamen internasional. Sebagai contoh untuk menyelenggarakan turnamen internasional dengan kelas $ 25.000 maka panitia penyelenggara harus menyediakan wasit untuk kategori level II (white badge) minimal dua orang dan kategori level III (bronze badge) minimal satu orang.

Data Badan Wasit Tenis Indonesia (BWTI) tahun 2008, Indonesia saat ini memiliki 190 wasit yang terdiri dari 176 wasit yang bersertifikat nasional dan 14 wasit bersertifikat internasional level 2, sementara data terakhir menunjukan bahwa dari jumlah tersebut hanya 42 wasit yang aktif bertugas secara rutin setiap tahunnya.

Data di atas menunjukan bahwa sampai saat ini Indonesia belum pernah memiliki wasit tenis yang bersertifikat level III (bronze badge) sehingga tidak dapat mengirimkan wasit untuk bertugas di level Asia dan Dunia seperti Asian Games dan Olympic Games. Selain itu setiap penyelenggaraan turnamen tenis internasional harus mendatangkan wasit tenis yang memiliki sertifikat level III dari luar negeri.

Keadaan tersebut berdampak pada proses pembinaan tenis secara keseluruhan terutama dalam penyelenggaraan turnamen internasional. Karena


(8)

penyelenggara harus menanggung biaya transportasi dan akomodasi wasit tersebut sehingga menambah biaya operasional penyelenggaraan turnamen yang pada akhirnya berdampak pada jumlah turnamen internasional di Indonesia.

Untuk dapat memperoleh sertifikat wasit tenis level III (bronze badge) maka seorang wasit harus terlebih dahulu lulus penataran wasit tenis level II (white badge) kemudian yang bersangkutan harus diajukan oleh PP PELTI untuk mendapat rekomendasi dari Asian Tennis Federation (ATF). Syarat utama untuk dapat lulus level III (bronze badge) adalah harus dapat menampilkan kinerja sesuai standar pada saat bertugas. Sebelum seseorang dinyatakan lulus level III maka terlebih dahulu petugas ITF akan mengobservasi yang bersangkutan bagaimana kinerjanya dalam suatu turnamen. Berdasarkan uraian tersebut maka untuk mendapatkan sertifikat wasit tenis level III maka wasit tenis Indonesia harus meningkatkan kinerjanya pada saat bertugas dalam turnamen tenis.

Kinerja merupakan hasil yang ditunjukan oleh seseorang untuk melaksanakan tugasnya. Mangkunegara (2001:67) mengungkapkan bahwa

“Kinerja adalah hasil kualitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Berdasarkan pengertian tersebut bahwa kinerja mengacu pada hasil pekerjaan seseorang sesuai dengan beban kerja yang diberikan kepadanya.

Winardi (2001:2), mengungkapkan mengenai faktor-faktor yang membedakan kinerja seseorang yaitu sebagai berikut :

 Motivasi

 Upaya (kerja) yang dikerahkan


(9)

 Pengalaman (kerja) seelumnya  Naluri (insting)

 Tingkat aspirasi  Umur

 Pendidikan

 Latar belakang keluarga

Selanjutnya Tjiono dan Anastasia (1996:215) mengungkapkan bahwa : Kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor : (1) faktor individu yang meliputi kemampuan/keterampilan dan latar belakang demografi, (2) faktor organisasi yang meliputi: sumber daya kepemimpinan, imbalan struktur, desain pekerjaan, (3) faktor psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja seseorang merupakan hasil pekerjaan yang dicapai dan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor individu yang meliputi keterampilan atau kemampuan dan demografi, faktor organisasi dan faktor psikologis. Dalam kaitannya dengan kinerja wasit tenis berdasarkan pengamatan penulis di lapangan bahwa kinerja wasit tenis dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut.

Pertama, faktor individu yaitu latar belakang demografi yang berupa kualifikasi pendidikan. Aspek ini dapat dibuktikan dengan ijazah pendidikan formal terakhir yang dimiliki oleh wasit tenis baik itu pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi. Data BWTI menunjukan bahwa dari segi kualifikasi pendidikan wasit tenis Indonesia terdiri dari kualifikasi pendidikan S1 (21 orang), SMA (96 orang), SMP (41 orang), SD (32 orang). Jika dilihat dari tingkatan setifikat dari 14 orang wasit tenis yang bersertifikat internasional level 2. Dua orang berijazah SD, 1 orang berijazah SMP, 1 orang


(10)

berijazah SMA dan 10 orang berijazah S1 keolahragaan. Fakta tersebut menunjukan bahwa di lapangan kualifikasi pendidikan tidak selalu berbanding lurus dengan kinerja wasit tenis.

Kedua, faktor individu yaitu kemampuan atau keterampilan seseorang dalam bidang pekerjaannya. Mulyani (2000:83) mengungkapkan bahwa

“Pengalaman adalah perolehan pengetahuan dan keterampilan dengan mengerjakan dan mengalami sesuatu.” Berdasarkan ungkapan tersebut bahwa

kemampuan atau keterampilan akan diperoleh melalui suatu pengalaman atau setelah melalui masa kerja tertentu.

Fakta di lapangan yang berkaitan dengan wasit tenis menunjukan bahwa lamanya seseorang bertugas sebagai seorang wasit tidak berbanding lurus dengan kinerjanya. Hal tersebut dibuktikan dengan pelaksanaan ITF Level 2 School atau penataran wasit tenis internasional level 2 tahun 2005 di Jakarta menunjukan bahwa dari enam orang wasit tenis Indonesia yang mengikuti hanya empat orang yang berhasil lulus. Jika dilihat dari segi pengalaman atau lama bertugas sebagai wasit, empat orang yang lulus memiliki lama kerja antara 2-3 tahun sementara yang tidak lulus memiliki masa kerja sebagai wasit antara 5-7 tahun.

Ketiga, faktor psikologis yang berupa motivasi. Filmore H. Stanford (1969 :173) dalam buku anwar (2000:93) mengungkapkan bahwa : ‘Motivation as energizing condition of the organism that serves to direct that organism toward goal a certain class.’ Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa motivasi merupakan dorongan yang dimiliki seseorang untuk berperilaku merespon lingkungannya. Dalam kaitannya dengan kinerja motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang


(11)

dimiliki seseorang untuk menekuni pekerjaannya.

Fakta di lapangan berdasarkan pengamatan penulis, wasit tenis memiliki motivasi yang beraneka ragam diantaranya dorongan secara ekonomi dan mengisi waktu luang. Wasit yang mempunyai dorongan secara ekonomi yaitu wasit tenis yang menjadikan wasit tenis sebagai profesi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara wasit tenis yang memiliki motivasi mengisi waktu luang adalah wasit tenis yang menjadikan wasit tenis sebagai pekerjaan sampingan diluar pekerjaan pokoknya. Hal tersebut penulis sinyalir dapat mempengaruhi kinerja karena berkaitan dengan dorongan dalam diri wasit tenis yang akan berpengaruh terhadap kesungguhan pada saat bertugas.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis menyimpulkan bahwa wasit tenis di Indonesia saat ini masih menunjukan kinerja rendah yang dibuktikan dengan belum adanya wasit tenis yang berhasil memperoleh sertifikat internasional level III. Secara teori kinerja dapat dipengaruhi oleh faktor kualifikasi pendidikan, motivasi, dan pengalaman. Fakta di lapangan dalam kaitanya dengan wasit tenis menunjukan bahwa ketiga faktor tersebut yaitu kualifikasi pendidikan, motivasi dan pengalaman tidak secara otomatis mempengaruhi kinerja. Sehingga penulis berkeinginan mengkaji secara ilmiah melalui proses penelitian bagaimana Hubungan antara Kualifikasi Pendidikan, Motivasi dan Pengalaman dengan Kinerja Wasit Tenis.

B. Rumusan Masalah


(12)

dalam penelitian ini yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan antara kualifikasi pendidikan dengan kinerja wasit tenis ?

2. Bagaimana hubungan antara pengalaman dengan kinerja wasit tenis ? 3. Bagaimana hubungan antara motivasi dengan kinerja wasit tenis ?

4. Bagaimana hubungan antara kualifikasi pendidikan, pengalaman dan motivasi dengan kinerja wasit tenis ?

C. Tujuan Penelitian

Agar penelitian memiliki arah yang jelas maka perlu dirumuskan tujuan yang ingin diwujudkan melalui proses penelitian. Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh informasi dan fakta empiris mengenai hubungan antara kualifikasi pendidikan dengan kinerja wasit tenis.

2. Untuk memperoleh informasi dan fakta empiris mengenai hubungan antara pengalaman dengan kinerja wasit tenis.

3. Untuk memperoleh informasi dan fakta empiris mengenai hubungan antara motivasi dengan kinerja wasit tenis.

4. Untuk memperoleh informasi dan fakta empiris mengenai hubungan antara kualifikasi pendidikan, motivasi dan pengalaman dengan kinerja wasit tenis.

D. Manfaat Penelitian


(13)

khususnya bidang perwasitan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengungkap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang wasit sehingga akan meningkatkan kualitas kepemimpinan wasit tenis yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pertandingan dan berdampak pada proses pembinaan tenis secara keseluruhan.

1. Manfaat teoritis.

a. Memberikan sumbangan teori dalam hal pengembangan dan pembinaan wasit tenis baik bagi kalangan akademisi ataupun organisasi tenis seperti PP PELTI agar proses pengembangan dan pembinaan perwasitan tenis berjalan ilmiah.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar ilmiah untuk melakukan perekrutan dan penjenjangan wasit tenis.

2. Manfaat Praktis

a. Evaluasi kinerja wasit tenis Indonesia dalam rangka peningkatan kualitas perwasitan.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan dasar untuk membuat standar wasit tenis Indonesia

E. Anggapan Dasar

1. Hubungan antara kualifikasi pendidikan dengan kinerja wasit tenis

Kualifikasi pendidikan atau tingkat pendidikan seseorang sering dijadikan dasar atau syarat untuk memperoleh pekerjaan. Seperti yang diungkapkan Dessler (2000:128) mengungkapkan bahwa : ”...Formal education: the name of each postsecondary educational institution attened, the


(14)

field of study, degree granted and year granted...”. Hal ini didasarkan bahwa kemampuan atau kompetensi seseorang dapat dibentuk melalui proses pendidikan formal yang dilakukan secara berjenjang dari mulai pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan atas dan pendidikan tinggi. Standar kompetensi lulusan di Indonesia saat ini telah ditetapkan melalui PP no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menetapkan standar kompetensi lulusan adalah : “Kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup

sikap, pengetahuan dan keterampilan”.

Berdasarkan ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa hal utama yang membedakan antara tingkatan lulusan berdasarkan jenjang pendidikan adalah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Semakin tinggi jenjang pendidikan formalnya maka berbanding lurus dengan kemampuan sikap, pengetahuan dan keterampilannya.

Kualifikasi pendidikan dapat dijadikan dasar perekrutan karyawan atau pekerja baru seperti yang diungkapkan oleh Dessler (2000:126) bahwa :

A qualification inventory can facilitate forecasting the supply of internal candidate qualification inventory contain data on thing like

each employee’s performance record, educational background, and promotability.

Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa kualifikasi pendidikan dapat digunakan sebagai salah satu syarat untuk merekrut pegawai baru dengan asumsi latar belakang pendidikan yang relevan dengan jenis pekerjaan akan memudahkan perusahaan atau organisasi untuk memperoleh pegawai yang sesuai dengan pekerjaan.


(15)

Berkaitan dengan wasit tenis yang merupakan pekerjaan di bidang keolahragaan maka sangat relevan jika para wasit tenis memiliki kualifikasi pendidikan dalam bidang keolahragaan karena memiliki sikap, kemampuan dan keterampilan yang lebih dibandingkan dengan wasit yang berkualifikasi pendidikan bukan keolahragaan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis memiliki asumsi bahwa kualifikasi pendidikan yang relevan dengan jenis pekerjaannya memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja yang akan ditampilkanya. Wasit tenis yang memiliki kualifikasi pendidikan bidang keolahragaan akan menunjukan kinerja yang lebih baik dari pada wasit tenis yang memiliki kualifikasi pendidikan bukan keolahragaan.

2. Hubungan antara pengalaman dengan kinerja wasit tenis.

Pengalaman merupakan peristiwa yang telah dilalui oleh seseorang dalam hidupnya. Orang yang pernah mengalami maka memiliki pengetahuan yang lebih dari pada orang yang belum sama sekali merasakannya. Dalam kaitannya dengan pekerjaan orang yang memiliki pengalaman dapat diartikan bahwa orang tersebut telah merasakan dalam jangka waktu tertentu kondisi pekerjaan yang digelutinya. Lalompoh (1996:287) mengungkapkan bahwa

”Makin tinggi pengalaman kerja yang dibarengi mental positif serta

ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, makin turut menentukan

pencapaian prestasi tinggi pada bidang yang digelutinya.” Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa pengalaman berbanding lurus dengan meningkatnya keahlian dan keterampilan di bidang yang digelutinya.


(16)

Selanjutnya Dessler (2000:129) mengungkapkan bahwa :

As individuals change jobs more frequently, it is increasingly important to understand what they carry from their prior work experience that affects their performance in a new organizational context. So far, explanations about the imperfect portability of experience have primarily been about firm specificity of knowledge and skill. We draw on psychological theory to propose additional sociocognitive factors that interfere with the transferof knowledge and skill acquired from prior related work experience.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja berhubungan dengan segala aktivitas pekerjaan yang pernah dialaminya. Semakin lama melakukan aktivitas pekerjaan yang dialaminya. Semakin banyak pengalaman yang dimilikinya dan mendukung dalam pelaksanaan pekerjaannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerjanya. Konsep tersebut relevan dengan kinerja wasit tenis karena semakin lama seorang wasit bertugas maka semakin banyak pengalaman yang diperolehnya sehingga dapat meningkatkan kinerjanya pada saat bertugas memimpin pertandingan.

3. Hubungan antara motivasi dengan kinerja wasit tenis

Motivasi merupakan hal yang mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaan atau perilaku tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh Carron (1980 : 45) bahwa ”in a modern psichological context, motivation has been used to represent the energy or intensity underlying behaviour” . Motivasi mempunyai fungsi sebagai pendorong secara psikologi untuk melakukan atau menampilkan perilaku tertentu. Sardiman (1986:85), mengungkapkan tiga fungsi motivasi, yaitu :


(17)

a. Mendorong manusia untuk berbuat, sebagai penggerak yang melepaskan energy, sebagai motor penggerak setiap kegiatan yang akan dilakukan.

b. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang akan dicapai, sehingga motivasi dapat memberikan arah kegiatan yang harus dilakukan.

c. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan, yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat pada tujuan.

Berdasarkan ungkapan tersebut bahwa motivasi yang dimiliki seseorang sangat berperan dalam menentukan arah perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya Terry and Franklin (2003:298) mengungkapkan bahwa :

Work itself is an extremely important consideration motivation. Some revere it for its own sake, but the vast majority perform it essentially for what they believe they are getting from it, that is doing the work is in the ultimate, related to the personal goals of the individual. A person tends to work with zeal is the satisfaction from the work is high and in keeping with what the person wants. In essence, the reason one gives much of one self to work is that the work gives to that person much of what is sought.

Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa apa yang dapat diperoleh oleh seseorang dari pekerjaannya mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi orang tersebut. Sehingga kesesuaian apa yang didapatkan dari pekerjaannya dengan tujuan yang ingin dicapai menjadi sangat penting untuk menghasilkan kinerja maksimal. Selanjutnya Bowen dan Radhakrishna (1991:76) mengungkapkan bahwa :

Motivated employees are needed in our rapidly changing workplaces. Motivated employees help organizations survive. Motivated employees are more productive. To be effective, managers


(18)

need to understand what motivates employees within the context of the roles they perform. Of all the functions a manager performs, motivating employees is arguably the most complex. This is due, in part, to the fact that what motivates employees changes constantly. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa motivasi karyawan sangat diperlukan untuk membuat oraganisasi dapat terus berlangsung. Untuk mengefektifkannya maka seorang pimpinan atau pengurus organisasi harus mengetahui motivasi setiap anggota agar dapat menentukan peran yang tepat di organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut dalam kaitannya dengan kinerja khususnya kinerja wasit tenis, motivasi yang dimiliki akan berpengaruh terhadap sejauhmana usaha yang ditunjukan untuk melakukan pekerjaan sehingga akan memunculkan kinerja yang baik serta kualitas organisasi perwasitan secara keseluruhan.

F. Hipotesis

Berdasarkan pemaparan dalam anggapan dasar tersebut maka penulis mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Semakin tinggi kualifikasi pendidikan maka semakin tinggi kinerja wasit tenis.

2. Semakin tinggi pengalaman maka semakin tinggi kinerja wasit tenis. 3. Semakin tinggi motivasi maka semakin tinggi kinerja wasit tenis.

4. Semakin tinggi kualifikasi pendidikan, pengalaman dan motivasi maka semakin tinggi kinerja wasit tenis.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Untuk mempermudah arah penelitian maka penulis menggambarkan proses penelitian dalam bentuk desain variabel penelitian yang terdiri dari tiga variabel bebas yang dinyatakan dengan simbol X1, X2, X3 dan satu variabel terikat dengan simbol Y, berikut variabel tersebut :

1. Kualifikasi pendidikan (X1), yaitu aspek-aspek awal atau kualifikasi maksimal pendidikan yang diikuti dan diperoleh melalui pendidikan formal oleh wasit tenis.

2. Pengalaman (X2), yaitu lamanya seseorang menjadi wasit tenis yang dihitung dari pertama bertugas sebagai wasit setelah memperoleh sertifikat tingkat nasional sampai sampai sekarang.

3. Motivasi (X3), yaitu dorongan yang dimiliki oleh wasit tenis untuk bertugas memimpin pertandingan tenis.

4. Kinerja (Y), yaitu kinerja yang ditampilkan oleh wasit tenis pada saat bertugas memimpin pertandingan yang sesuai dengan stndar yang telah ditetapkan oleh International Tennis Federation (ITF).

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan maka penulis menyusun desain hubungan antar variabel penelitian tersebut yang dapat dilihat dalam gambar berikut ini :


(20)

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Keterangan

X1 : Kualifikasi Pendidikan

X2 : Pengalaman

X3 : Motivasi

Y : Kinerja

rX1Y : Hubungan Kualifikasi Pendidikan dengan Kinerja Wasit Tenis

rX2Y : Hubungan Pengalaman dengan Kinerja Wasit Tenis

rX3Y : Hubungan Motivasi dengan Kinerja Wasit Tenis

rX1X2X3Y : Hubungan Kualifikasi Pendidikan, Motivasi dan Pengalaman

dengan Kinerja Wasit Tenis Kualifikasi

Pendidikan (X1)

Pengalaman (X2)

Motivasi (X3)

rX1Y

rX2Y

rX3Y

Kinerja Wasit Tenis

(Y)


(21)

B. Metode Penelitian

Pada dasarnya metode diartikan sebagai suatu cara tentang bagaimana menyelidiki, mempelajari atau melaksanakan sesuatu secara sistematis dan teratur, sedangkan teknik merupakan cara yang lebih khusus dalam memecahkan masalah tertentu yang dijumpai dalam melaksanakan suatu metode tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif diharapkan tujuan penelitian yang dirumuskan dapat tercapai.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-korelasional, yang merupakan metode penyelidikan atau penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan (seseorang, lembaga atau masyarakat) tertentu pada saat sekarang ini berdasarkan pada faktor yang nampak di dalam situasi yang diselidikinya. Seperti dikemukakan oleh Moh Nazir (1999:63) :

Metode deskriftif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Selanjutnya Sumanto (1997:102) mengungkapkan bahwa ”metode

deskriptif korelasional yaitu metode untuk menggambarkan suatu peristiwa dengan cara menghubungkan antara satu variabel dengan variabel lainnya untuk menentukan tingkat atau derajat hubungan antar variabel tersebut”.


(22)

Sedangkan penelitian korelasional merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan atau kaitan antara variabel penelitian

yang diteliti. Seperti ungkapan Arikunto (1999:145) bahwa ”Penelitian korerasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan berapa eratnya (kadarnya) hubungnan serta berarti tidaknya hubungan itu.

Selanjutnya Sumanto (1997:97) mengungkapkan ”...adapun korelasional

berkaitan dengan pengumpulan data untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel atau lebih dan seberapakah tingkat hubungannya

(tingkat hubungan dinyatakan sebagai koefisien korelasi)”. Lebih lanjut Sudjana (2004:8), mengungkapkan bahwa ”Metode penelitian korelasional (Correlational Research) : Penelitian untuk mendeteksi tentang sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain

berdasarkan koefisien korelasi.”

Penggunaan metode deskriptif korelasional dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan penelitian yang berupa deskripsi atau gambaran dari masalah-masalah yang diteliti, yang didasarkan pada analisis terhadap hubungan antar variabel-variabel yang menjadi pusat penelitian. Hal ini sejalan dengan apa yang diugkapkan oleh John W. Best (1978:162) bahwa

”Penelitian deskriptif senantiasa akan menjawab pertanyaan melalui analisis terhadap hubungan antar variabel.”

Untuk mengetahui hubungan antara variabel penelitian seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam penelitian ini dipergunakan dua metode statistik yaitu


(23)

metode statistik deskriptif untuk mengukur nilai rata-rata dan simpangan baku, dan metode statistika inferensial yaitu dalam bentuk analisis regresi dan analisis korelasi.

Analisis regresi digunakan untuk mengungkapkan hubungan fungsional antara beberapa variabel penelitian, sedangkan analisis korelasi dipergunakan untuk menngungkapkan derajat keeratan atau kadar hubungan diantara beberapa variabel penelitian.

C. Populasi

Populasi menurut Sudjana (2002:6 ) adalah “Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung pengukuran kuantitatif dan kualitatif mengenai

karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang jelas dan lengkap”.

Selanjutnya Sukardi (2003:53) mengungkapkan bahwa “Populasi pada prinsipnya adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target

kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian”.

Berdasarkan ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah total atau keseluruhan subjek penelitian yang ditentukan oleh peneliti untuk mengambil kesimpulan sebagai hasil akhir suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wasit tenis yang bersertifikat Nasional yaitu sebanyak 42 orang yang memiliki kriteria yaitu wasit tenis tingkat nasional sebagai berikut :


(24)

terhitung mulai tahun 2006. Hal ini di dasarkan bahwa tiga tahun merupakan waktu seorang wasit tenis untuk dapat meningkat ke jenjang selanjutnya. Selain itu untuk menghindari faktor eksternal wasit tenis yang mungkin dapat mempengaruhi karakteristik sampel sehingga dengan ketentuan ini diharapkan homogenitas karakteristik sampel dapat dijaga.

2. Aktif bertugas sebagai wasit dalam satu tahun minimal 25 pertandingan. Hal ini berdasarkan ketentuan ITF, bahwa seorang wasit dinyatakan aktif jika bertugas minimal 25 pertandingan level nasional atau internasional dalam satu tahun.

Berdasarkan kriteria tersebut penulis mengambil total populasi untuk menjadi subjek penelitian sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi yaitu sebanyak 42 wasit tenis.

D. Definisi Operasional

Penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan terikat. Variabel bebas terdiri dari variabel kualifikasi pendidikan, variabel pengalaman dan variabel motivasi sementara variabel terikat yaitu variabel kinerja wasit tenis. Selanjutnya beberapa istilah yang menurut peneliti harus dijelaskan secara operasional untuk menghindari keanekaragaman penafsiran, berikut ini dikemukakan definisi operasional agar diperoleh kesatuan pemikiran.

1. Hubungan adalah keadaan keterkaitan yang berupa sebab akibat antara satu hal dengan hal lainnya. Yang dimaksud hubungan dalam penelitian ini adalah keterkaitan antara variabel bebas, variabel perantara dan variabel terikat.


(25)

2. Kualifikasi pendidikan adalah ijazah terakhir yang dimiliki seseorang setelah menempuh pendidikan formal baik itu pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi. Yang dimaksud kualifikasi pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan formal terakhir yang dimiliki oleh wasit tenis dan dibuktikan dengan ijazah.

3. Motivasi menurut Morgan, King, Weisz, & Schopler, (1986) yang dikutip oleh Satiadarma (2000:73) bahwa: “Motivasi secara umum artinya motivasi seseorang untuk melibatkan diri di dalam suatu aktivitas tertentu dalam upaya memperoleh hasil atau mencapai suatu sasaran tertentu. Yang dimaksud motivasi dalam penelitian ini adalah motivasi yang dimiliki oleh wasit tenis atau hal yang mendorongnya untuk bertugas sebagai wasit tenis.

4. Pengalaman adalah lamanya seseorang menekuni pekerjaannya. Yang dimaksud pengalaman dalam penelitian ini adalah lamanya wasit tenis bertugas yang dihitung sejak pertama kali bertugas sebagai wasit tenis setelah memperoleh sertifikat wasit tenis tingkat nasional sampai sekarang.

5. Mitchell dalam Dharma (1998:10) mengungkapkan bahwa: ”Kinerja adalah hasil yang dapat ditunjukan seseorang dalam pelaksanaan pekerjaannya.” Kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penampilan wasit tenis pada saat memimpin pertandingan.

6. Wasit adalah orang yang bertanggung jawab memimpin suatu pertandingan tenis. Yang dimaksud wasit dalam penelitian ini adalah wasit tenis yang bersertifikat nasional dan telah bertugas sebagai wasit minimal 3 tahun


(26)

terhitung sejak yang bersangkutan memperoleh sertifikat wasit tennis tingkat nasional.

7. Tenis adalah cabang olahraga permainan yang dimainkan di lapangan yang terbuat dari tembok, tanah liat atau rumput. Lapangan tersebut di bagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh net, dapat dimainkan oleh dua orang (single) atau empat orang (double) dengan menggunakan raket dan bola.

E. Instrumen Penelitian

Penentuan dan penyusunan instrumen pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan dalam perencanaan penelitian. Keberhasilan penelitian sangat ditentukan oleh baik tidaknya instrumen yang digunakan. Instrumen adalah alat yang digunakan untuk melakukan sesuatu, dalam penelitian instrumen berkenaan dengan proses pengumpulan data. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan Arikunto (2002:197) yang mengartikan bahwa : “Instrumen pengumpul data sebagai alat bantu yang dipilih dan digunakan peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut lebih sistematis dan dipermudah olehnya.”

Sesuai dengan rumusan masalah dan untuk menguji hipotesis maka diperlukan instrumen pengumpul data. Instrumen pengumpulan data digunakan untuk menggali keterangan dan memperoleh data mengenai variabel-variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kualifikasi pendidikan, motivasi dan pengalaman wasit tenis, maka disusun instrumen pengumpul data yang berupa kuesioner (angket) sebagai teknik utama dan dokumentasi.

1. Angket


(27)

Angket atau kuesioner adalah penyelidikan mengenai suatu masalah dengan jalan mengedarkan daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada sejumlah subjek untuk mendapatkan jawaban (tanggapan, respon) tertulis seperlunya.

Definisi tersebut menjelaskan bahwa angket merupakan salah satu alat pengumpul data yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden untuk dijawab atau ditanggapi mengenai suatu masalah yang sedang di kaji. Kemudian hasil atau jawaban dari responden tersebut dapat dijadikan sumber data untuk menyimpulkan masalah yang dikaji tersebut.

Selanjutnya Hadjar (1996:181) mengungkapkan bahwa :

Angket (quesioner) merupakan suatu daftar pertanyaan atau pernyataan tentang topik tertentu yang diberikan kepada subjek, baik secara individu maupun kelompok, untuk mendapatkan informasi tertentu seperti referensi, keyakinan, minat dan perilaku. Untuk mendapatkan informasi dengan angket ini peneliti tidak perlu bertemu langsung dengan subjek tetapi cukup dengan mengajukan pertanyaan tertulis untuk mendapatkan respon.

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini sangat cocok menggunakan angket sebagai alat untuk mengumpulkan data dari subjek penelitian untuk mengungkap kualifikasi pendidikan, motivasi dan pengalaman yang dimiliki oleh wasit tenis. Setiap variabel diungkap dengan menyusun item-item pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang dimiliki setiap variabel.

Selain itu, pertimbangan yang dijadikan dasar dalam penggunaan kuesioner atau angket, sebagaimana diungkapkan oleh Zainudin Arief (1982:70), bahwa :


(28)

dan diolah secara statistik.

b. Dengan alat pengumpul data tersebut memungkinkan dapat diperoleh data yang objektif.

c. Dengan alat pengumpul data itu, memungkinkan penelitian dilakukan dengan mudah serta lebih dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga. Uraian tersebut dijadikan landasan oleh penulis untuk mengungkapkan hubungan antara kualifikasi pendidikan, motivasi dan pengalaman dengan kinerja wasit tenis dengan menggunkan angket yang berupa skala untuk mengungkapkan data yang diperoleh dari responden dengan data nominal tak sebenarnya.

a. Instrumen Pengumpul Data Variabel Kualifikasi Pendidikan

Untuk mengungkapkan variabel kualifikasi pendidikan dapat disusun item-itemnya berdasarkan indikator jenjang pendidikan yang dilihat pendidikan terakhir yang dimiliki oleh wasit tenis dan dibuktikan dengan ijazah yang diperolehnya. Data yang diperoleh merupakan data demografi sehingga penulis menentukan kriteria penilaian untuk kualifikasi pendidikan berdasarkan jenjang pendidikan formal yang berlaku yaitu SD, SMP, SMA, Diploma dan Sarjana sebagai berikut :

1. 5 = Untuk kualifikasi pendidikan Sarjana (S1) . 2. 4 = Untuk kualifikasi pendidikan Diploma 3. 3 = Untuk kualifikasi pendidikan SMA 4. 2 = Untuk kualifikasi pendidikan SMP 5. 1 = Untuk kualifikasi pendidikan SD

b. Instrumen pengumpul data Variabel Pengalaman

Untuk mengungkapkan variabel pengalaman kerja dalam penelitian ini, disusun item berdasarkan masa kerja seorang wasit dihitung sejak


(29)

memperoleh sertifikat wasit nasional. Data yang diperoleh merupakan data demografi sehingga penulis menentukan kriteria penilaian untuk kualifikasi pendidikan yaitu dengan menggunakan pendekatan statistika mencari nilai rata-rata skor berkelompok, sebagaimana studi administrasi terhadap sampel penelitian dari data BWTI diperoleh data sebagai berikut : Dari 42 sampel, Wasit tenis yang memiliki pengalaman paling lama yaitu 15 tahun dan paling rendah 3 tahun. Dari data tersebut diperoleh rentang yaitu skor terbesar dikurangi skor terkecil yaitu 17 – 3 = 14. Selanjutnya dicari kelas interval dengan rumus kelas interval = 1 + (3,3) log n maka diperoleh

= 1 + (3,3) log 42 = 1 + (3,3) 0,965 = 1 + 3,185 = 4,185

Selanjutnya di cari kelas interval (p) dengan rumus : P =

elas banyaknyak

g n tan

Re

P = 185 , 4

14

P = 3,34 dibulatkan menjadi 3

Sehingga diperoleh kelas interval sebagai berikut : 1. 5 = 15 – 17 tahun

2. 4 = 12 – 14 tahun 3. 3 = 9 – 11 tahun


(30)

4. 2 = 6 – 8 tahun 5. 1 = 3 – 5 tahun

c. Instrumen Pengumpul Data Variabel Motivasi

Untuk melihat motivasi wasit tenis, dalam penelitian ini penyusunan item-itemnya dapat dikembangkan berdsarkn dimensi berikut ini :

1. Kebutuhan (Need) yang meliputi : psikologycal need, safety need, social need, esteem need dan self actualization need.

2. Haparan (expectacy) yang meliputi : effort performance dan effort outcomes

d. Kinerja

Untuk mengungkap Kinerja seorang wasit penulis menggunakan angket penelitian dengan menyususn item-item yang dapat dikembangkan item-itemnya berdasarkan inidikator Chair Umire Evaluation Form yang biasa digunakan oleh International Tennis Federation (ITF) yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap setelah pertandingan.

Pembuatan alat ukur untuk masing-masing variabel penelitian agar alat pengumpul data yang dipergunakan valid dan reliabel, maka peneliti mengembangkan berdasarkan batasan dari variabel penelitian, selanjutnya ditentukan ciri umum dan indikator dari setiap variabel tersebut. Masing-masing variabel penelitian dijabarkan sebagai berikut :


(31)

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Variabel Penelitian

Dimensi Indikator Jumlah

Item

No. Item

Motivasi (X2)

Terry dan Franklin (2003:300)

a. Motivasi Intrisik

b.Motivasi Ektrinsik

1. Kebutuhan Gaji 2. Kebutuhan Insentif 3. Lingkungan 4. Penugasan

5. Pengakuan Lingkungan 6. Pengakuan Organisasi 7. Penghargaan Lingkungan 8. Penghargaan Organisasi 9. Iklim Bekerja

10. Peningkatan Kualitas 1. Usaha Untuk bekerja 2. Perencanaan

3. Berorientasi pada hasil 4. Berrharap hasil

maksimum 5 2 5 2 5 2 4 3 4 3 6 2 5 2 1,2,3,4,5 6,7 8,9,10,11,12 13,14 15,16,17,18,19 20,21 22,23,24,25 26,27,28 29,30,31,32,33 34,35 36,37,38,39,40,41, 42,43 44,45,46,47,48 49,50 Kinerja (Y) Chair Umpire Evaluation Form dari International Tennis Federation (ITF) 1. Persiapan 2. Pelaksanaan

3. Sesudah pertandingan

1. Peralatan

2. Pengecekan Lapangan 3. Pre-Match Meeting 1. Teknik

2. Image dan penampilan 3. Pengumuman

pertandingan

4. Komunikasi dengan pemain

5. komunikasi dengan petugas lain

6. penguasaan peraturan

7. Pengambilan Keputusan 8. Kode etik

1. Komunikasi dengan referee

2. pengisian score card

2 2 2 3 3 3 3 3 15 5 5 2 2 1,2 3,4 5,6 7,8,9 10,11,12 13,14,15 16,17,18 19,20,21 22,23,24,25,26,27, 28,28,30,31,32,33, 34,35,36,37,38,39, 40,41, 42,43,44,45,46, 47,48 49, 50


(32)

2. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan salah satu cara untuk memperoleh informasi melalui penelusuran berkas yang dimiliki. Dalam penelitian studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data administrasi sampel penelitian seperti kualifikasi pendidikan yang ditunjukan dengan Ijazah dan penglaman kerja yang dibuktikan dengan perolehan sertifikat perwasitan tenis.

F. Pengembangan Alat Pengumpul Data

Pelaksanaan uji coba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui kesahihan (validitas) item dan keterandalan (reliabilitas) instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Instrumen dikatakan valid, apabila dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur, sedangkan instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Hal ini seperti dijelaskan oleh Sugiyono (1997:253), yaitu :

Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Kalau dalam obyek berwarna merah, amka data yang terkumpul juga memberikan data merah, apabila data yang terkumpul memberikan warna putih maka hasil penelitian tidak valid. Hasil penelitian reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Kalau dalam obyek kemarin berwarna merah maka sekarang dan besok pun tetap berwarna merah.

Pelaksanaan uji instrumen penelitian dilakukan penulis sebelum melaksanakan penelitian sesungguhnya. Kegiatan uji coba dilakukan terhadap 20


(33)

orang wasit tenis yang memiliki karakteristik yang sama dengan yang dijadikan sampel penelitian ini.

1. Uji Validitas Instrumen Penelitian

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 1998:160). Uji coba item dalam penelitian dimaksudkan agar item-item tes sesuai dengan indikator setiap variabel. Analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi antara setiap skor butir item dengan skor total. Seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (1997:67) bahwa ”koefisien korelasi product moment yang dikembangkan Pearson adalah prosedur yang umum digunakan untuk mengetahui validitas item”. Sesuai dengan ungkapan tersebut korelasi product moment (r) dengan taraf signifikasi 5%. Artinya butir pertanyaan dinyatakan sinifikan jika koefisien korelasi dari rhitung > kofisien korelasi ttabel .

Rumus untuk mengukur validitas digunakan rumus korelasi Pearson Product Moment

rxy=

 

2 2 2 2 ) ( ) ( ) ( y y N x Nx y x xy N         

 

(Arikunto, 1997 : 75) Keterangan :

N = banyak sampel X = skor item Y = skor total


(34)

Untuk menguji signifikansi hasil perhitungan di atas digunakan rumus t – student sebagai berikut :

t =

2 1

2

r n r

 

(Sudjana, 1988 : 380)

Suatu item dinyatakan signifikan apabila thitung > ttabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan derajat bebas (db) = n – 2.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas terhadap item-item pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 20 orang yang memiliki kemiripan karakteristik dengan sampel penelitian maka diperoleh data tentang instrumen variabel Motivasi (X3) berdasarkan uji validitas diperoleh: dari 50 item pertanyaan enam pertanyaan dinyatakan tidak valid yaitu nomor 6, 14, 19, 31, 36 dan 45 sementra 44 pertanyaan dinyatakan valid dan digunakan sebagai instrumen penelitian.

Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan item pertanyaan variabel kinerja (Y) dengan uji validitas diperoleh, dari 50 pertanyaan yang diajukan, tujuh pertanyaan dinyatakan tidak valid yaitu nomor 10, 19, 23, 26, 31, 42, dan 49 sementara 43 pertanyaan dinyatakan valid dan dapat dijadikan instrumen penelitian.

Berdasarkan hasil prhitungan tersebut maka item-item pertanyaan yang dinyatakan tidak valid tersebut tidak akan digunakan dalam pengambilan data penelitian.


(35)

2. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Mengukur reliabilitas instrumen penelitian ini digunakan metode split half (belah dua), dengan membelah instrumen berdasarkan item awal dan item-item akhir yang selanjutnya disebut belah dua awal dan akhir. Adapun yang dimaksud dengan belahan awal adalah skor butir nomor 1 dengan nomor ke ½ n, dan belahan akhir adalah skor-skor butir sebagian nomor terakhir. Setelah skor awal dikorelasikan dengan skor akhir lalu dihitung reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

r11 =

  

  1 2 1 1 2 1 2 1 2 r r

(Arikunto, 1997 : 90) Keterangan

r11 = Reliabilitas Instrument r

2 1 2 1

= r xy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen

Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi tersebut, digunakan rumus t – student t = 2 1 2 r n r  

(Sudjana, 1988 : 380)

Koefisien reliabilitas dinyatakan signifikan bila thitung > ttabel pada taraf nyata 0,05 dengan db = n – 2

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh keterangan bahwa koefisien korelasi antar belahan untuk variabel X1 sebesar 0,539 dan koefisien korelasi


(36)

product moment sebesar 0,69. Sedangkan harga thitung yang diperoleh sebesar 2,93. Harga ini berada di daerah penerimaan H0 atau dapat dikatakan bahwa thitung tersebut lebih besar dari harga r tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk (18) sebesar 1,734. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen untuk variabel X1adalah reliabel pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil uji reliabilitas untuk variabel X2 diperoleh keterangan bahwa koefisien korelasi antar belahan sebesae 0,67 dan koefisien korelasi product moment sebesar 0,80. Sedangkan harga thitung yang diperoleh sebesar 3,39. Harga ini berada di daerah penerimaan Ho atau harga t hitung tersebut lebih besar dari harga t tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk (18) sebesar 1,734 dengan demikian disimpulkan bahwa instrumen untuk variabel X2 adalah reliabel pada tingkat kepercayaan 95%.

Kemudian uji reliabilitas uji reliabilitas untuk variabel X3 diperoleh keterangan bahwa koefisien korelasi antar belahan sebesae 0,87 dan koefisien korelasi product moment sebesar 0,93. Sedangkan harga thitung yang diperoleh sebesar 3,94. Harga ini berada di daerah penerimaan Ho atau harga t hitung tersebut lebih besar dari harga t tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk (18) sebesar 1,734 dengan demikian disimpulkan bahwa instrumen untuk variabel X3 adalah reliabel pada tingkat kepercayaan 95%.

Sedangkan hasil uji reliabilitas untuk variabel Y diperoleh keterangan bahwa koefisien korelasi antar belahan sebesae 0,77 dan koefisien korelasi product moment sebesar 0,83. Sedangkan harga thitung yang diperoleh sebesar 3,94. Harga ini berada di daerah penerimaan Ho atau harga t hitung tersebut lebih besar


(37)

dari harga t tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk (18) sebesar 1,734 dengan demikian disimpulkan bahwa instrumen untuk variabel X2 adalah reliabel pada tingkat kepercayaan 95%.

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif-analitik. Pengunaan statistik deskriptif dimungkinkan untuk menghitung rata-rata (mean), varians, dan simpangan baku (standar deviasi) serta mendeskripsikan data dalam bentuk tabel. Selanjutnya hasil penelitian diolah dengan menggunakan analisis korelasi untuk mengetahui tingkat hubungan antar variabel dan analisis regresi untuk mengetahui bentuk hubungan antar variabel penelitia.

H. Langkah-langkah Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data yang baik dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Persiapan, yang meliputi pengumpulan informasi dengan cara :

a. Mempersiapkan rancangan desain proposal penelitian dengan studi pustaka dan informasi dari berbagai pihak.

b. Orientasi lapangan, yaitu menghubungi PP PELTI dan BWTI untuk menyampaikan maksud dan tujuan penelitian serta memperoleh izin penelitian.


(38)

c. Melakukan pengamatan dan wawancara untuk memperoleh data banyaknya responden yang akan dijadikan sampel penelitian dengan melihat jumlah dan karakteristik wasit tenis.

d. Mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan, berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti.

2. Menentukan Sampel Penelitian

Sampel penelitian merupakan wasit tenis tingkat nasional. 3. Menyusun instrumen penelitian

a. Menyusun kisi-kisi instrumen penelitian b. Menyusun butir-butir item

4. Uji coba Instrumen Penelitian

Dilaksanakan uji coba instrumen penelitian ini untuk melihat seberapa jauh tingkat validitas dan realibilitas masing-masing item pada instrumen uji coba serta mengukur daya pembeda item pada instrumen penelitian. 5. Melaksanakan pengumpulan data dan menyebarkan kuesioner/angket

penelitian kepada sampel penelitian.

6. Menganalisis dataa dengan menggunakan teknik analisis data yang tepat dan menguji hipotesis penelitiannya.

7. Mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian sebagai sebuah karya ilmiah.


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Semakin tinggi kualifikasi pendidikan maka semakin tinggi kinerja wasit tenis.

2. Semakin tinggi pengalaman maka semakin tinggi kinerja wasit tenis. 3. Semakin tinggi motivasi maka semakin tinggi kinerja wasit tenis.

4. Semakin tinggi kualifikasi pendidikan, pengalaman dan motivasi maka semakin tinggi kinerja wasit tenis.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa variabel kualifikasi pendidikan, pengalaman dan motivasi memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja wasit tenis. Diantara ketiga variabel bebas tersebut variabel motivasi memiliki hubungan yang paling tinggi dengan kinerja wasit tenis sehingga penulis memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja wasit tenis di Indonesia sebagai berikut :

1. Kepada organisasi perwasitan terkait seperti Badan Wasit Tenis Indonesia (BWTI), Pengurus Pusat Persatuan Lawn Tenis Indonesia (PP PELTI), Pengprov/Pengcab PELTI untuk bersinergi menyusun sistem perwasitan yang dapat mengakomodir semua pihak dan dapat memotivasi para wasit untuk


(40)

mengembangkan diri sehingga dapat meningkatkan kinerja pada saat bertugas. Sistem tersebut dapat meliputi proses perekrutan, penugasan, sertifikasi perwasitan, hak dan kewajiban penyelenggara turnamen serta hal-hal lain yang terkait dengan penyelenggaraan turnamen tenis.

2. Kepada penyelenggara turnamen tenis untuk dapat memotivasi wasit pada saat bertugas untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat meningkatkan kualitas turnamen secara keseluruhan. Peningkatan motivasi tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan pemenuhan berbagai kebutuhan dasar seperti makan, minum, honor dan lain-lain pada saat bertugas.

3. Kepada para wasit tenis untuk terus meningkatkan motivasinya baik secara internal maupun ekternal setiap bertugas sehingga dapat meningkatkan kinerja dengan demikian diharapkan dapat memperoleh sertifikat wasit tenis level III (bronze badge) agar dapat bertugas di turnamen berlevel Internasional, WTA Tour, ATP Tour dan lain-lain.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abduhak, I. (1995). Pembelajaran Pada Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Cipta Intelektual.

Arif, Z. (1982). Motif Berprestasi dan Tingkat Status Sosial Ekonomi Sebagai Faktor Determinatif Terhadap Minat Belajar Orang Dewasa dalam Program Kejar Paket A. Bandung : FPS UPI.

Arikunto, Suharsimi. (1987). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Anwar, (2000). Pendidikan Kecakapan Hidup. (life skill Education). Bandung: Alfabeta.

Anwar, Prabu. (1993). Manajemen Produktivitas Kerja. Yogyakarta: PT. Nila Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Azizeh Teimouri, (1990). Evaluation and Ranking of Knowledge Workers

Experience of Pakshoo. Iran: GIG Business Excellence Manager.

Badan Wasit Tenis Indonesia (BWTI). (2008). Daftar wasit tenis bersertifikat seluruh Indonesia. Jakarta: BWTI.

BPPT (1998). Performance Appraisal & Incentive/Reward System. United State : Battelle.

Brown, Philip. (2008). An Introduction of Tennis. Journal PloS ONE, PLoS ONE 3(6): e2380. doi:10.1371/journal.pone.0002380. Tersedia:

www.PlosOne.org

Bryar L, Llyod and Rue W, Leslie. (2008). Human Resources Management. Eight Edition. United States: McGraw Hill.

Bucher, A. Charles and Krotee, L. March. (2002). Management of Physical and Sport. Twelth Edition. United States: McGraw Hill.

Carron, V. Albert. (1980). Social Psychology of Sport. United State of America: Wilcox Press.


(42)

Dessler, Gary. (2000). Human Resources Management. Eight Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Dharma, Agus. (1998). Perencanaan Pelatihan Pusdiklat Pegawai Depdikbud. Jakarta: Depdikbud.

Dokko, et, all. (2008). Unpacking Prior Experience: How Career History Affects job Performance. Journal of Organization Science. Volume 20, 3. Tersedia: www. Organizationalscience.com

Dokko, Gina. (1995). Unpacking Prior Experience: How Career History Affects Job Performance. New York. Stern School of Business.

Flippo, E. B. (1987). Manajemen Personalia, Jakarta : Erlangga.

Hasibuan, Malayu. (1996). Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.

Kartono, Kartini. (1996). Pengantar Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju.

Lalompoh, C.T. (1996). Dimensi Kepemimpinan Penerima Kalpataru dalam Pembelajaran Masyarakat. Disertasi. PPS IKIP. Bandung: Tidak diterbitkan.

Lindner, R. James. (1998). Understanding Employee Motivation. Journal of Extension. Volume 36, 3. Tersedia: www.joe.com

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Martin H. Iswara. (1998). Studi Hubungan Antara Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman dan Motivasi dengan Produktivitas Kerja. Tesis, FISIP UI : Tidak Diterbitkan

Morford, et. All. (2006). Faktor Affecting Program Evaluation Behaviours of Natural Resource Extesion Practitioners-Motivation and Capacity Building.Journal of Extension. Volume 44, 3. Tersedia: www.joe.com. Mulyani, S. (2000). Pengaruh Intensitas Pelatihan, gaya kepemimpinan Kepala

SKB dan Masa Kerja terhadap Kinerja Pamong Belajar SKB di Provinsi Sumatera Utara, Tesis, Bandung : Tidak Diterbitkan

Nitisemito, A. S. (1982). Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia. Parry, John. (2008). Commonwealth Bank tennnis classic official refreshing. Bali:


(43)

Pengurus Pusat PELTI. (2004). Pedoman penyelenggaraan TDP. Jakarta: PP PELTI.

Riduwan dan Kuncoro. (2008). Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: Alfabeta.

Sardiman, AM. (1986). Psikologi Organisasi. Jakarta: PPM.

Silalahi, Ulbert. (1996). Azas-azas Manajemen. Bandung: Bandar Maju.

Satiadarma, P. Monty. (2000). Dasar-Dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Sudjana, D. (2002). Metoda Statistika. Bandung. Bandung: PT. Tarsito. Sudjana, D. (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: SPS UPI.

Sukardi, (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sumanto. (1997). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Aplikasi Metode Kuantitatif dan Statistika dalam Penelitian). Yogyakarta: Andi Offset. Terry R. Georde and Franklin G, Stephen. (2003). Principles of Mangement. Eight

Edition. India: A.I.T.B.S. KRISHAN NAGAR.

Thoha, M. (2000). Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Grafindo Perkasa.

Undang-undang RI No. 20. (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas


(1)

66

c. Melakukan pengamatan dan wawancara untuk memperoleh data banyaknya responden yang akan dijadikan sampel penelitian dengan melihat jumlah dan karakteristik wasit tenis.

d. Mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan, berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti.

2. Menentukan Sampel Penelitian

Sampel penelitian merupakan wasit tenis tingkat nasional. 3. Menyusun instrumen penelitian

a. Menyusun kisi-kisi instrumen penelitian b. Menyusun butir-butir item

4. Uji coba Instrumen Penelitian

Dilaksanakan uji coba instrumen penelitian ini untuk melihat seberapa jauh tingkat validitas dan realibilitas masing-masing item pada instrumen uji coba serta mengukur daya pembeda item pada instrumen penelitian. 5. Melaksanakan pengumpulan data dan menyebarkan kuesioner/angket

penelitian kepada sampel penelitian.

6. Menganalisis dataa dengan menggunakan teknik analisis data yang tepat dan menguji hipotesis penelitiannya.

7. Mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian sebagai sebuah karya ilmiah.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Semakin tinggi kualifikasi pendidikan maka semakin tinggi kinerja wasit tenis.

2. Semakin tinggi pengalaman maka semakin tinggi kinerja wasit tenis. 3. Semakin tinggi motivasi maka semakin tinggi kinerja wasit tenis.

4. Semakin tinggi kualifikasi pendidikan, pengalaman dan motivasi maka semakin tinggi kinerja wasit tenis.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa variabel kualifikasi pendidikan, pengalaman dan motivasi memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja wasit tenis. Diantara ketiga variabel bebas tersebut variabel motivasi memiliki hubungan yang paling tinggi dengan kinerja wasit tenis sehingga penulis memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja wasit tenis di Indonesia sebagai berikut :

1. Kepada organisasi perwasitan terkait seperti Badan Wasit Tenis Indonesia (BWTI), Pengurus Pusat Persatuan Lawn Tenis Indonesia (PP PELTI), Pengprov/Pengcab PELTI untuk bersinergi menyusun sistem perwasitan yang dapat mengakomodir semua pihak dan dapat memotivasi para wasit untuk


(3)

90

mengembangkan diri sehingga dapat meningkatkan kinerja pada saat bertugas. Sistem tersebut dapat meliputi proses perekrutan, penugasan, sertifikasi perwasitan, hak dan kewajiban penyelenggara turnamen serta hal-hal lain yang terkait dengan penyelenggaraan turnamen tenis.

2. Kepada penyelenggara turnamen tenis untuk dapat memotivasi wasit pada saat bertugas untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat meningkatkan kualitas turnamen secara keseluruhan. Peningkatan motivasi tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan pemenuhan berbagai kebutuhan dasar seperti makan, minum, honor dan lain-lain pada saat bertugas.

3. Kepada para wasit tenis untuk terus meningkatkan motivasinya baik secara internal maupun ekternal setiap bertugas sehingga dapat meningkatkan kinerja dengan demikian diharapkan dapat memperoleh sertifikat wasit tenis level III (bronze badge) agar dapat bertugas di turnamen berlevel Internasional, WTA Tour, ATP Tour dan lain-lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abduhak, I. (1995). Pembelajaran Pada Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Cipta Intelektual.

Arif, Z. (1982). Motif Berprestasi dan Tingkat Status Sosial Ekonomi Sebagai Faktor Determinatif Terhadap Minat Belajar Orang Dewasa dalam Program Kejar Paket A. Bandung : FPS UPI.

Arikunto, Suharsimi. (1987). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Anwar, (2000). Pendidikan Kecakapan Hidup. (life skill Education). Bandung: Alfabeta.

Anwar, Prabu. (1993). Manajemen Produktivitas Kerja. Yogyakarta: PT. Nila Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Azizeh Teimouri, (1990). Evaluation and Ranking of Knowledge Workers

Experience of Pakshoo. Iran: GIG Business Excellence Manager.

Badan Wasit Tenis Indonesia (BWTI). (2008). Daftar wasit tenis bersertifikat seluruh Indonesia. Jakarta: BWTI.

BPPT (1998). Performance Appraisal & Incentive/Reward System. United State : Battelle.

Brown, Philip. (2008). An Introduction of Tennis. Journal PloS ONE, PLoS ONE 3(6): e2380. doi:10.1371/journal.pone.0002380. Tersedia: www.PlosOne.org

Bryar L, Llyod and Rue W, Leslie. (2008). Human Resources Management. Eight Edition. United States: McGraw Hill.

Bucher, A. Charles and Krotee, L. March. (2002). Management of Physical and Sport. Twelth Edition. United States: McGraw Hill.

Carron, V. Albert. (1980). Social Psychology of Sport. United State of America: Wilcox Press.


(5)

92

Dessler, Gary. (2000). Human Resources Management. Eight Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Dharma, Agus. (1998). Perencanaan Pelatihan Pusdiklat Pegawai Depdikbud. Jakarta: Depdikbud.

Dokko, et, all. (2008). Unpacking Prior Experience: How Career History Affects job Performance. Journal of Organization Science. Volume 20, 3. Tersedia: www. Organizationalscience.com

Dokko, Gina. (1995). Unpacking Prior Experience: How Career History Affects Job Performance. New York. Stern School of Business.

Flippo, E. B. (1987). Manajemen Personalia, Jakarta : Erlangga.

Hasibuan, Malayu. (1996). Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.

Kartono, Kartini. (1996). Pengantar Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju.

Lalompoh, C.T. (1996). Dimensi Kepemimpinan Penerima Kalpataru dalam Pembelajaran Masyarakat. Disertasi. PPS IKIP. Bandung: Tidak diterbitkan.

Lindner, R. James. (1998). Understanding Employee Motivation. Journal of Extension. Volume 36, 3. Tersedia: www.joe.com

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Martin H. Iswara. (1998). Studi Hubungan Antara Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman dan Motivasi dengan Produktivitas Kerja. Tesis, FISIP UI : Tidak Diterbitkan

Morford, et. All. (2006). Faktor Affecting Program Evaluation Behaviours of Natural Resource Extesion Practitioners-Motivation and Capacity Building.Journal of Extension. Volume 44, 3. Tersedia: www.joe.com. Mulyani, S. (2000). Pengaruh Intensitas Pelatihan, gaya kepemimpinan Kepala

SKB dan Masa Kerja terhadap Kinerja Pamong Belajar SKB di Provinsi Sumatera Utara, Tesis, Bandung : Tidak Diterbitkan

Nitisemito, A. S. (1982). Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia. Parry, John. (2008). Commonwealth Bank tennnis classic official refreshing. Bali:


(6)

Pengurus Pusat PELTI. (2004). Pedoman penyelenggaraan TDP. Jakarta: PP PELTI.

Riduwan dan Kuncoro. (2008). Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: Alfabeta.

Sardiman, AM. (1986). Psikologi Organisasi. Jakarta: PPM.

Silalahi, Ulbert. (1996). Azas-azas Manajemen. Bandung: Bandar Maju.

Satiadarma, P. Monty. (2000). Dasar-Dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Sudjana, D. (2002). Metoda Statistika. Bandung. Bandung: PT. Tarsito. Sudjana, D. (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: SPS UPI.

Sukardi, (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sumanto. (1997). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Aplikasi Metode Kuantitatif dan Statistika dalam Penelitian). Yogyakarta: Andi Offset. Terry R. Georde and Franklin G, Stephen. (2003). Principles of Mangement. Eight

Edition. India: A.I.T.B.S. KRISHAN NAGAR.

Thoha, M. (2000). Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Grafindo Perkasa.

Undang-undang RI No. 20. (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas