HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KINERJA WASIT BULUTANGKIS DALAM MEMIMPIN SUATU PERTANDINGAN.

(1)

ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ...

i ii iii iv v

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A.Latar Belakang ...

B.Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... C.Maksud dan Tujuan Penelitian ... D.Manfaat Penelitian ... E. Anggapan Dasar ... F. Hipotesis ... G.Metode Penelitian ... H.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... I. Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian ...

1 9 9 10 11 12 13 15 20

BAB II KAJIAN TEORITIS 21

A.Hakikat Olahraga Bulutangkis ... 1. Karakteristik permainan bulutangkis ... 2. Perkembangan bulutangkis di Indonesia ... 3. Olahraga Bulutangkis ... 4. Hakikat Wasit Bulu tangkis ... B. Hakikat Kecemasan (anxiety) ... 1. Definisi Kecemasan ... 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ... 3. Macam-macam kecemasan ... C. Hakikat Kepercayaan Diri (self confidence)... 1. Definisi Kepercayaan Diri ... 2. Urgensi kepercayaan diri ... 3. Karakteristik individu ... 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepercayaan Diri ... 5. Komponen Kepercayaan Diri ... D. Hakikat Kinerja ... 1. Pengertian Kinerja ... 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ... 3. Kinerja wasit bulutangkis ... 4. Standar kinerja wasit bulutangkis ... E. Hubungan Kecemasan dan Kepercayaan diri dengan Kinerja wasit

waktu Memimpin Pertandingan ... 1. Hubungan Kecemasan dan Kinerja wasit bulutangkis ... 2. Hubungan Kepercayaan diri dengan Kinerja wasit bulutangkis ... F. Penelitian-penelitian yang relevan ...

21 21 21 23 26 26 26 29 34 38 38 43 44 48 51 52 52 54 57 58 60 60 63 66 Halaman


(2)

1. Desain Penelitian ... 2. Langkah-langkah Penelitian ... C.Variabel dan Definisi Operasional ... 1. Variabel Penelitian ... 2. Definisi Operasional ... D.Populasi dan Sampel Penelitian ...

1. Populasi Penelitian ... 2. Sampel Penelitian ... E. Instrumen Penelitian ... F. Teknik Pengumpulan Data ... G.Analisis dan Teknik Pengolahan Data ...

73 74 79 79 81 83 83 84 85 87 88

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 93

A. Hasil Penelitian ... 1. Deskripsi Data ... 2. Hasil Uji Normalitas Data ... 3. Hasil Uji Hipotesi ... B. Pembahasan... 93 94 97 98 106

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 121

A.Kesimpulan ... B.Rekomendasi ...

121 122

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN SURAT-SURAT ... RIWAYAT HIDUP ...

125 128 167


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dari berbagai macam cabang olahraga di Indonesia, bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup mendapat perhatian dan prioritas, baik dari masyarakat maupun dari pamerintah. Hal ini terbukti dengan banyaknya orang melakukan aktivitas olahraga bulutangkis, baik di kota maupun di desa, laki-laki atau wanita, tua muda dan anak-anak. Kecenderungan orang menyukai permainan ini salah satunya didasari alasan bahwa permainan ini mudah dilaksanakan, alat pemukulnya ringan, bola mudah dipukul, dapat dimainkan di luar maupun di dalam ruangan dan tidak membutuhkan lapangan yang luas serta dapat dimainkan oleh dua orang saja.

Untuk menghasilkan atlet yang berprestasi, baik secara kualitas ataupun kuantitas PB PBSI (Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) telah melakukan berbagai upaya untuk pembinaan, salah satunya dengan mengeluarkan buku pedoman tentang sistem kejuaraan PBSI. Dengan adanya buku tersebut diharapkan para atlet akan bersaing secara sehat dan sportif dengan harapan lahirnya atlet-atlet yang potensial.

Penyusunan buku tersebut dilakukan sebagai upaya untuk membuat sistem kejuaraan yang baku dan dapat dilaksanakan dengan seragam di seluruh pelosok tanah air, dengan berjalannya kejuaraan yang lancar dan baik memungkinkan dapat lebih mudah memantau bibit potensial. Karena melalui kejuaraan yang baik dapat melahirkan pemain yang baik juga.


(4)

Dalam setiap kejuaraan bulutangkis, para atlet akan bersaing untuk menjadi yang terbaik, tentu saja dengan cara yang sportif, hal ini berarti setiap atlet memperhatikan norma atau kaidah yang berlaku dalam bulutangkis baik peraturan pertandingan maupun peraturan permainan.

Di lapangan itu sendiri untuk menjalankan peraturan permainan, peranan wasit menjadi faktor yang menentukan. Wasit yang profesional dapat bersikap netral dan menjalankan peraturan permainan yang berlaku, disamping itu juga kriteria lain yang juga disyaratkan seoarang wasit bulutangkis harus sehat jasmani dan rohani. Untuk menjadi wasit bulutangkis tidaklah mudah, ada kriteria-kriteria yang harus ditempuh jika ingin menjadi wasit bulutangkis, adapun kriteria itu adalah:

1. Minimal lulusan SLTA atau yang sederajat 2. Sehat jasmani dan rohani

3. a. Untuk wasit daerah usia maksimal 30 tahun

b. Untuk wasit nasional usiamaksimal 35 tahun

Meskipun kriteria wasit yang diperlukan kelihatannya sederhana, namun dalam kenyataannya belum banyak wasit yang dimiliki PBSI. Menurut ketua bidang turnamen dan perwasitan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Mimi Irawan, yang dikutip oleh (Antara News) menyatakan bahwa Indonesia sangat kekurangan wasit profesional untuk memimpin pertandingan berskala internasional.

Walaupun wasit bulutangkis harus professional dalam menjalankan tugas, namun disisi lain wasit bulutangkis di Indonesia belum menjadi profesi yang


(5)

menjanjikan, dengan kata lain profesi wasit belum menjadi suatu pekerjaan yang bisa menafkahi keluarga. Pada umumnya wasit bulutangkis Indonesia didominasi oleh kalangan pendidik. Keberadaan wasit dalam suatu pertandingan atau kejuaraan sangat penting, wasit merupakan ujung tombak untuk mensukseskan kejuaraan tersebut. Untuk itu wasit harus dibekali pengetahuan tentang peraturan permainan yang berlaku, mempunyai suara yang jelas, sikap duduk yang baik, dan penampilan (perfomance) yang berwibawa.

Kenyataan di lapangan seringkali berbeda, walaupun wasit sudah memiliki kriteria-kriteria di atas ternyata pada saat memimpin seringkali mengalami beberapa kendala antara lain terlihat pucat, suara tidak jelas, dan atau tangan gemetar. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kelancaran tugas seorang wasit dalam memimpin sebuah pertandingan. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh faktor psikologis dalam diri wasit, selain itu faktor dari prilaku atlet yang sedang dipimpinnya dalam suatu pertandingan (banyak atlet yang berkelakuan buruk di lapangan), serta pengaruh penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut, dapat mempengaruhi juga kinerja seorang wasit.

Faktor psikologis yang membebani wasit pada saat memimpin pertandingan diantaranya adalah faktor kecemasan dan kepercayaan diri. Kecemasan, stress, takut, dan perasaan tegang (tension) meski merupakan istilah dengan pengertian yang berbeda satu dengan yang lainnya, tetapi semuanya itu menggambarkan kondisi kejiwaan manusia di jaman seperti sekarang ini, yang penuh dengan berbagai ketidak-pastian. Di antara sekian bentuk persoalan kejiwaan yang terjadi, para pakar kejiwaan sependapat bahwa kecemasan merupakan salah satu problematika manusia terbesar pada jaman ini.


(6)

Kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti: jantung berdebar-debar, keringat dingin.

Harsono ( 1998 : 265 ) menjelaskan tentang definisi anxiety sebagai berikut : “ perasaan takut,cemas,atau khawatir akan terancam sekuriti kepribadiannya “.

Lebih lanjut dikatakan oleh Jones (1995) dalam Mellalieu, Hanton, Fletcher (2009: 1) mengatakan bahwa;

The experience of competitive anxiety has, particularly in the North American sport psychology literatur, been viewed as negative and to have debilitative consequences for performance. This view is, however, at odds with a body literature which has emanated from other areas of psychology

Dari pernyataan diatas Jones mengatakan bahwa : pengalaman kecemasan kompetitif, terutama pada literatur North American sport psychology, dipandang sebagai konsekuensi negatif terhadap kinerja.

Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap "bahaya" baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil dari imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan "free-floating anxiety" (kecemasan yang terus mengambang tanpa diketahui penyebabnya).

Kecemasan adalah suatu kondisi yang menandakan suatu keadaan yang mengancam keutuhan serta keberadaan dirinya dan dimanifestasikan dalam bentuk prilaku seperti rasa tak berdaya, rasa tidak mampu, rasa takut, phobia tertentu (Hamid dkk,1997).

Kecemasan muncul bila ada ancaman ketidakberdayaan, kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi-fungsi dan harga diri, kegagalan pertahanan, perasaan terisolasi. Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan


(7)

kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat wasit menjadi tegang, sehingga bila terjun ke dalam pertandingan maka dapat dipastikan kinerjanya tidak akan optimal. Untuk itu, telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan yang penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.

Selain kecemasan, faktor kepercayaan diri atau keyakinan juga dapat mempengaruhi kinerja wasit dalam memimpin suatu pertandingan. Kepercayaan diri ini dapat diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki setiap individu dalam kehidupannya, serta bagaimana individu tersebut memandang dirinya secara utuh.

Lauster, (1978:12) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas per-buatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat mene-rima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya.

Lebih lanjut Rakhmat (2000:12) mengatakan bahwa, kepercayaan diri atau keyakinan diri diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki setiap individu dalam kehidupannya, serta bagaimana individu terebut memandang dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep diri.

Menurut Lauster (1978 : 14), terdapat beberapa karakteristik untuk menilai kepercayaan diri individu, diantaranya: (a) Percaya kepada kemampuan sendiri,


(8)

yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut, (b) Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk meyakini tindakan yang diambilnya tersebut, (c) Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam din sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menim-bulkan rasa positif terhadap diri sendiri, (d). Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan perasaan tersebut.

Dalam olahraga, kecemasan dan kepercayaan diri seringkali menjadi faktor penentu suksesnya seorang wasit bulutangkis pada saat memimpin pertandingan. Masalah munculnya kecemasan dan kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan wasit tampil di bawah kemampuannya. Karena itu sesungguhnya wasit tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang memahami peraturan permainan dan memiliki pengalaman memimpin pertandingan yang memadai.

Dampak dari buruknya kinerja wasit dalam memimpin suatu pertandingan antara lain sebagai berikut :


(9)

1. Bagi Atlet

Atlet merasa kurang percaya kepada wasit yang akan memipin pertandingan, hal ini akan mengakibatkan atlet kurang maksimal mengeluarkan seluruh kemampuannya dan prestasinya pun merosot.

2. Bagi Pelatih

Tugas pelatih yang paling utama adalah menciptakan atlet-atlet yang berprestasi, mereka menyusun program-program latihan yang sesuai dengan usia dan karakteristik atlet itu sendiri. Salah satu uji coba berhasil tidaknya program yang dilaksanakan adalah melalui pertandingan. Namun ketika yang meminpin pertandingan adalah wasit yang kurang baik maka dalam diri pelatih timbul rasa tidak percaya, akibatnya ketika atlet sedang bertanding pelatih itu sendiri akan merasa cemas bahwa atletnya akan tampil tidak sesuai dengan kemampuannya.

3. Bagi Orang tua / Masyarakat

Untuk mengikuti pertandingan bulutangkis, para peserta diwajibkan membayar uang pendaptaran. Besarnya uang pendaptaran disesuaikan dengan jenis/kelompok yang akan diikutinya. Baik tunggal, ganda atau pun ganda campuran. Tentu saja uang pendaptaran ini akan dibayar oleh orangtua atlet masing-masing. Ketika mengetahui wasit yang akan memimpin kurang baik, besar kemungkinan para orang tua akan urung/batal mendaptarkan anaknya untuk mengikuti pertandingan, hal ini sangat merugikan khususnya bagi panitia pelaksana kejuaraan karena sumber dana dari pendaptaran sangat besar.


(10)

4. Bagi Organisasi Bulutangkis

Wasit merupakan ujung tombak dilapangan untuk memimpin pertandingan yang bermutu, untuk itu hendaknya ada program tersendiri untuk mendidik seluruh wasit agar ketika memimpin suatu pertandingan bisa tampil maksimal.

Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya, sehingga bila terjun kelapangan menjadi wasit, maka dapat dipastikan kinerjanya tidak akan optimal.

Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri akan yakin atas kemampuannya serta memiliki pengharapan yang realistis, rasa percaya diri sangat membantu bagi seorang wasit bulutangkis ketika terjun ke lapangan, dan diharapkan kinerja yang dilakukan sesuai dengan langka-langkah kinerja wasit yang baik.

Kinerja bisa juga disebut prestasi kerja atau hasil kerja seseorang baik kualitas maupun kuantitas dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Kinerja seorang wasit bulutangkis akan tampak dengan jelas ketika memimpin pertandingan.

Dari penjelasan di atas penulis tertarik untuk meneliti hubungan kecemasan dan kepercayaan diri terhadap kinerja wasit bulutangkis, bisa dikatakan bahwa kinerjawasit bulutangkis masih rendah, hal ini bisa dibuktikan pada saat memimpin pertandingan. Secara psikologis begitu besar hubungan kecemasan dan


(11)

kepercayaan diri terhadap kinerja wasit. Apabila hal ini tidak diteliti atau terus dibiarkan maka akan terja diefek-efek yang kurang baik bagi perkembangan bulutangkis secara umum.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang dianggap penting untuk diteliti lebih lanjut sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan kinerja

wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan?

2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kinerja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan?

3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dan kepercayan diri dengan kinerja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah yang diajukan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan kinerja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kinerja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan.


(12)

3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dan kepercayan diri dengan kinerja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan.

D. Manfaat Penelitian

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi bahan masukkan serta pertimbangan bagi pengurus bulutangkis tentang pentingnya wasit bulutangkis yang baik.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang perwasitan bulu tangkis di Indonesia. Selain itu, secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi lanjutan yang relevan dan bahan kajian ke arah pengembangan konsep-konsep pengembangan wasit yang mendekati pertimbangan-pertimbangan konstekstual dan konseptual, serta kultur yang berkembang pada dunia bulu tangkis dewasa ini.

Pembahasan tentang kecemasan dan kepercayaan diri wasit terhadap kinerjanya dalam memimpin pertandingan akan menjadi suplemen bahasan dalam meningkatkan kemampuan wasit yang tengah dibina pada saat ini. Dengan adanya pembahasan secara konseptual bisa dijadikan standar bagi para wasit bulutangkis yang akan memimpin suatu kejuaraan.


(13)

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan sebagai berikut ini.

a. Masukan bagi PBSI untuk dijadikan pertimbangan secara kontekstual dan konseptual operasional dalam merumuskan pola pengembangan kemampuan dan kinerja wasit dalam memimpin pertandingan.

b. Masukan bagi dunia perwasitan dalam pengembangan diri untuk mengatasi kecemasan dan pengembangan kepercayaan diri dalam kemampuan memimpin suatu pertandingan.

c. Bahan perbandingan bagi pembinaan perwasitan untuk meningkatkan kualitas wasit dalam mengatur suatu pertandingan.

d. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai temuan awal untuk melakukan penelitian lanjutan tentang model pengembangan kemampuan wasit bulu tangkis dalam memimpin suatu pertandingan.

E. Anggapan Dasar

Berdasarkan paparan di atas, dalam hal ini penulis mencoba memberikan anggapan dasar, yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Adapun anggapan dasar itu sebagai berikut:

1. Keberhasilan suatu kejuaraan atau suatu pertandingan olah raga bulu tangkis kadang-kadang dipengaruhi oleh kinerja wasit dalam memimpin pertandingan. Banyak hasil penelitian yang menegaskan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi wasit dalam memimpin pertandingan, salah satunya adalah faktor kecemasan.Kecemasan dapat diartikan sebagai perasaan


(14)

kuatir, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti: jantung berdebar-debar, keringat dingin. Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap “bahaya” baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil dari imajinasi saja).

2. Profil psikologis wasit biasanya berupa gambaran kepribadian secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikirnya yang dihubungkan dengan kemampuan memimpin pertandingan. Salah satu faktor psikologis wasit dalam memimpin pertandingan adalah faktor kepercayaan dirinya. Rasa percaya diri berawal dari keyakinan pada diri sendiri untuk melakukan segala sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan, dengan kata lain individu yang percaya diri adalah individu yang merasa puas terhadap dirinya.

3. Tolok ukur suksesnya suatu kejuaraan bulutangkis adalah lahirnya para juara dan pertandingan tersebut berjalan dengan lancar. Dari kedua hal di atas tentu saja kinerja wasit merupakan hal yang urgen. Kinerja merupakan keberhasilan secara keseluruhan selama kejuaraan berlangsung. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu yang menjadi standar kinerja.

F. Hipotesis

Suatu hipotesis memegang peranan penting dalam suatu penelitian untuk menjelaskan permasalahan yang harus dicapai pemecahannya. Arikunto (2002:64) menyebutkan bahwa “Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang


(15)

bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.

Sesuai dengan permasalahan yang penulis teliti, maka penelitian ini memiliki tiga hipotesis, hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan kinerja wasit dalam memimpin suatu pertandingan.

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dan kinerja wasit dalam memimpin suatu pertandingan.

3. Terdapat hubungan bersama antara kecemasan dan kepercayaan diri dengan kinerja wasit dalam memimpin suatu pertandingan.

G. Metode Penelitian

Keberhasilan suatu penelitian ilmiah tidak terlepas dari metode apa yang digunakan dalam penelitian tersebut. Dengan demikian, seorang peneliti dituntut untuk terampil menemukan metode apa yang tepat dan sesuai dengan permasalahan yang sedang ditelitinya. Metode penelitian merupakan hal yang esensial di dalam suatu penelitian ilmiah. Agar hasil penelitian yang ditemukan dapat menjadi pengetahuan yang teruji maka setiap penelitian harus mengikuti prosedur yang berlaku.

Ketepatan dalam menggunakan metode dalam suatu penelitian yang disesuaikan dengan objek penelitian dan tujuan yang ingin dicapai dapat memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu, dengan penguasaan metodelogi secara tepat diharapkan penelitian dapat berjalan dengan baik, terarah dan sistematis.


(16)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode survey dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian korelasional yang dimaksud adalah bersifat menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Studi yang dikembangkan dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket dan observasi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen atau alat pengumpul data yang berupa angket atau kuesioner untuk alat ukur tingkat kecemasan dan kepercayaan diri wasit, sedangkan kinerja wasit akan menggunakan alat ukur standar yang biasa digunakan oleh PBSI.

Karena itu, untuk tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri wasit, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: metode skala.

Adapun bentuk desain dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1.1 Desain Penelitian

Korelasi Ganda ( Riduwan, 2010 : 139)

Keterangan :

X1 = Tingkat Kecemasan X2 = Tingkat Kepercayaan Diri Y = Kinerja Wasit

( X1)

( X2)

( Y)

r

x1.y

r

x2.y

r

x1x2.y

r

x1x2


(17)

H. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2007:38) variabel penelitian adalah “Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian disimpulkan”.

Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu, variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel). Agar tidak terjadi salah penafsiran, maka penulis menetapkan variabel-variabel yang akan diteliti dan diberi batasan-batasan suatu istilah dari para ahli. Karena bila hal ini tidak dilakukan, dikhawatirkan akan menyebabkan kekeliruan dan dapat mengaburkan atau menjadi bias definisi yang sesungguhnya.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas ada dua yaitu tingkat kecemasan wasit (X1) dan tingkat kepercayaan diri wasit (X2). Sedangkan yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini adalah kinerja wasit waktu memimpin pertandingan (Y)

Secara rinci dapat diidentifikasikan variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah tingkat kecemasan wasit (X1) dan kepercayaan diri wasit (X2) dalam hal ini penulis beranggapan bahwa kecemasan dan kepercayaan diri merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi dan berhubungan dengan kinerja wasit dalam memimpin pertandingan.


(18)

a. Tingkat Kecemasan (X1)

Pengertian kecemasan (anxiety) menurut Priest (1994) yang dikutip oleh Safaria dan Saputra (2009:49) adalah “suatu keadaan yang dialami ketika berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi.” Lebih lanjut Calhoun dan Acocella (1995) yang dikutip oleh Safaria dan Saputra (2009:50) bahwa “kecemasan adalah perasaan ketakutan (baik realistis maupun tidak realistis) yang disertai dengan keadaan peningkatan reaksi kejiwaan.” Maka segala bentuk situasi yang bisa mengancam kenyamanan manusia dapat menimbulkan kecemasan. Adanya konflik adalah merupakan salah satu sumber munculnya kecemasan. Ancaman fisik dan perasaan tertekan hal itu juga dapat menimbulkan kecemasan, akibat dari ketidakmampuan individu dalam menghadapi suatu masalah.

Kecemasan, Bostrom (1995) mengemukakan stressor sebagai faktor presipitasi kecemasan adalah bagaimana individu berhadapan dengan kehilangan dan bahaya yang mengancam. Bagaimana mereka menerimanya tergantung dari kebutuhan, keinginan, konsep diri, dukungan keluarga, pengetahuan, kepribadian dan kedewasaan. Kecemasan ini biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya.

Sementara Harsono (1998:265) menjelaskan tentang definisi anxiety sebagai berikut: “perasaan takut, cemas, atau khawatir akan terancam sekuriti kepribadiannya.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa maksud kecemasan dalam penelitian ini adalah perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul


(19)

secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin, sakit kepala, perut, ganguan pernapasan, dan adanya halusinasi yang menggangu ketenangannya.

b. Tingkat Kepercayaan Diri (X2)

Kepercayan diri, faktor ini merupakan salah satu faktor penting bagi wasit dalam memimpin pertandingan. Kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu suksesnya seorang wasit. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan wasit tampil di bawah kemampuannya. Karena itu sesungguhnya wasit tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang terus menerus melatih mental untuk mengatur jalannya pertandingan. Semakin baik tingkat kepercayaan diri wasit maka semakin baik kemampuan dan kinerja wasit apabila memimpin suatu pertandingan.

Pengertian kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dimiliki individu untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapi serta menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sehingga dapat mengaktualisasikan diri terhadap ling-kungan yang dihadapinya, yang meliputi percaya pada kemampuan diri sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki konsep diri yang positif dan berani mengungkapkan pendapat.

Kepercayaan diri atau keyakinan diri diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki setiap individu dalam kehidupannya, serta ba-gaimana individu tersebut memandang dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep diri (Rakhmat, 2000). Lauster (dalam Fasikhah, 1994), menyatakan bahwa


(20)

kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi de-ngan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorode-ngan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya.

Menurut Lauster (dalam Fasikhah, 1994), terdapat beberapa karakteristik untuk menilai kepercayaan diri individu, diantaranya: (a) Percaya kepada ke-mampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut, (b) Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk meyakini tindakan yang diambilnya tersebut, (c) Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam din sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri, (d). Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan perasaan tersebut.


(21)

2. Varibel terikat

Pada penelitian ini, yang menjadi variabel terikatnya adalah kinerja atau kinerja wasit waktu memimpin pertandingan (Y). Kompetensi memimpin pertandingan adalah suatu kemampuan untuk memahami situasi-situasi pertandingan yang dihadapi, sekaligus menentukan perilaku yang tepat untuk terlibat dalam situasi itu dengan memuaskan. Kompetensi memimpin pertandingan akan menggunakan standar yang digunakan PB PBSI dalam menguji kinerja wasit.

Dari literatur atau peraturan PBSI dan BWF diperoleh bahwa standar penampilan wasit bulu tangkis ketika memimpin pertandingan adalah sebagai berikut ini.

a. Perkenalan pertandingan, meliputi: memperkenalkan pemain baik perorangan maupun beregu.

b. Managemen lapangan, meliputi; cek posisi hakim garis, ketinggian net, posisi bill board, kaos pemain, dan kursi untuk pelatih.

c. Kelengkapan pertandingan, meliputi; membawa alat tulis, stop wacth, skor sheet, kartu merah dan kartu kuning, dan koin untuk undian.

d. Penampilan, meliputi; sikap duduk, suara, menangani kasus, dan cara berpakaian.

e. Hakim Servis, meliputi; pandangan ketika servis, suara ketika terjadi servis salah, tanda yang digunakan, pergantian shuttle cock dan j ika terjadi interval.


(22)

I. Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh hasil dari sebuah penelitian tentunya diperlukan sumber data untuk dijadikan objek dari penelitian yang dilakukan. Sumber dari penelitian tersebut bisa dari orang, binatang atau pun benda sesuai dari tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut.

Adapun mengenai objek yang hendak diteliti adalah dinamakan dengan populasi dan sample penelitian. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto 1997:115). Sedangkan sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto 199 7:117).

Dalam penelitian ini penulis mengambil populasi yaitu wasit bulutangkis yang memimpin pertandingan pada kejuaraan Indonesia Open Grand Prix Gold di Samarinda Kalimantan Timur tahun 2011 sebanyak 14 orang yaitu terdiri dari 13 orang wasit Indonesia dan 1 orang wasit Malaysia.Sampel penelitian diambil dari seluruh jumlah populasi atau Total Sampling.

Dalam rangka uji coba instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mengambil 27 orang wasit yang memiliki sertifikat Jawa Barat (Pengprov), dijadikan sampel uji coba instrumen penelitian.


(23)

(24)

METODE PENELITIAN

A.Metodologi Penelitian

Metode merupakan cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Penggunaan metode dalam pelaksanaan penelitian adalah hal yang sangat penting, karena dengan menggunakan metode penelitian yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sugiyono (2009:3) mengatakan : “Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu.”

Mengenai bentuk dan jenis metode penelitian yang digunakan dalam sebuah penelitian biasanya disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah penelitian tersebut. Disamping itu, penggunaan metode tergantung kepada permasalahan yang akan dibahas. Dengan kata lain, penggunaan metode harus dilihat dari efektivitas, efisiensi dan relevansinya metode tersebut.

Suatu metode dapat dikatakan efektif jika selama pelaksanaannya dapat terlihat adanya perubahan positif menuju tujuan yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan. Sedangkan suatu metode dikatakan efisien apabila penggunaan waktu, fasilitas, biaya dan tenaga dapat dilaksanakan seminimal mungkin, namun dapat mencapai hasil yang maksimal. Metode dikatakan relevan apabila waktu penggunaan hasil pengolahan dengan tujuan yang hendak dicapai tidak terjadi penyimpangan.

Jenis dari metode penelitian pada dasarnya bermacam-macam, seperti penelitian deskriptif, asosiatif, ex-post facto dan eksperimen. Sesuai dengan


(25)

tepatnya adalah metode korelasional.

Metode penelitian yang digunakan penulis untuk mengungkap permasalahan dalam penelitian adalah menggunakan metode penelitian deskriptif dengan analisis correlational research. Adapun Fraenkel & Wallen (1993:286)

menjelaskan bahwa “correlational research attempts to investigate possible

relationships among variable without trying to influence those variable.” Dari

pernyataan tersebut dikatakan bahwa penelitian korelasi atau korelasional adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya. Adapun pada setiap variabel tidak dilakukan manipulasi atau mencoba mempengaruhi variabel tersebut.

Gay dalam Sukardi (2004:166) yang dipublikasikan dalam

Bintangkecilungu’s Blog mengatakan bahwa :

”Penelitian korelasi merupakan salah satu bagian penelitian ex postfacto karena biasanya peneliti tidak memanipulasi keadaan variabel yang ada dan langsung mencari keberadaan hubungan dan tingkat hubungan variabel yang direfleksikan dalam koefisien korelasi”.

Lebih lanjut Fraenkel & Wallen (1993:287) menyebutkan “correlation research is also sometimes referred to as a form of descriptive research because it describes an existing relationship between variable”. Dari pernyataan tersebut dikatakan bahwa penelitian korelasi terkadang termasuk ke dalam penelitian deskripsi karena penelitian tersebut merupakan usaha menggambarkan kondisi yang sudah terjadi.

Lebih lanjut Fraenkel & Wallen (1993:287) mengatakan bahwa, “In their simple form, correlational studies investigate the possibility of relationships


(26)

are common.” Dari penyataan tersebut dikatakan bahwa penelitian korelasional mencoba mengungkap atau menyelidiki kemungkinan pengaruh antara dua variabel, meskipun penyelidikan dilakukan pada lebih dari dua variabel secara umum.

Emzir (2009:38) yang dipublikasikan dalam bintangkecilungu.blog mengatakan Penelitian korelasional dilakukan dalam berbagai bidang diantaranya pendidikan, sosial, maupun ekonomi. Penelitian ini hanya terbatas pada penafsiran hubungan antarvariabel saja tidak sampai pada hubungan kausalitas, tetapi penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk dijadikan penelitian selanjutnya seperti penelitian eksperimen.

Menurut Sukardi (2004:166) yang dipublikasi dalam bintangkecilungu.blog mengatakan penelitian korelasi mempunyai tiga karakteristik penting untuk para peneliti yang hendak menggunakannya. Tiga karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penelitian korelasi tepat jika variabel kompleks dan peneliti tidak mungkin melakukan manipulasi dan mengontrol variabel seperti dalam penelitian eksperimen.

2. Memungkinkan variabel diukur secara intensif dalam setting (lingkungan) nyata.

3. Memungkinkan peneliti mendapatkan derajat asosiasi yang signifikan.

Tujuan penelitian korelasional menurut Suryabrata (dalam Abidin, 2010) yang dipublikasikan dalam bintangkecilungu.blog adalah untuk mendeteksi sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada


(27)

menurut Gay dalam Emzir (2009:38) Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan hubungan antara variabel, atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi. Studi hubungan biasanya menyelidiki sejumlah variabel yang dipercaya berhubungan dengan suatu variabel mayor.

Ciri-ciri penelitian korelasional

1. Penelitian ini cocok dilakukan bila variabel-variabel yang diteliti rumit dan tidak dapat diteliti dengan metode eksperimental atau tidak dapat dimanipulasi.

2. Studi ini memungkinkan pengukuran beberapa variabel dan saling hubungannya secara serentak dalam keadaan realistiknya.

3. Output dari penelitian ini adalah taraf atau tinggi rendahnya saling hubungan dan bukan ada atau tidak adanya saling hubungan tersebut.

4. Dapat digunakan untuk meramalkan variabel tertentu berdasarkan variabel bebas.

Penulis mencoba mengungkap mengenai hubungan antara tingkat kecemasan dan kepercayaan diri dengan kinerja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan. Oleh karena itu penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan analisis korelasional karena sesuai dengan permasalahan yang akan diungkap.


(28)

1. Desain Penelitian

Desain penelitian digunakan berdasarkan situasi dan kondisi dari pelaksanaan penelitian. Menurut Fraenkel dan Wallen bahwa desain penelitian korelasional pada dasarnya sama dengan desain eksperimen yaitu menggunakan simbol-simbol. Lebih lanjut Fraenkel dan Wallen (1993:295) menjelaskan,

…two (or more) scores are obtained from each individual in the sample, one scores for each variable of interest. The pairs of scores are then correlated, and resulting correlation coefficient indicates the degree of relationship between the variables.

Dari pernyatan di atas dikatakan bahwa, dua atau lebih dari data yang diperoleh dari masing-masing individu dalam kelompok sampel adalah data yang dihitung. Pasangan skor data selanjutnya dikorelasikan dan hasil dari koefisien korelasi mengindikasikan derajat hubungan antar variabel tersebut.

Lebih khusus desain penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi ganda. Dalam desain ini terdapat dua variabel independen dan satu dependen yang dikembangkan oleh Riduwan (2010 : 139) seperti pada gambar 3.1 berikut :

Gambar 1.1

Desain penelitian korelasi ganda (Riduwan, 2010 : 139) ( X1)

( X2)

( Y)

.y .y

Keterangan :

X1 = Tingkat Kecemasan X2 = Tingkat Kepercayaan diri


(29)

kepercayaan diri dan kinerja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan. Selanjutnya penulis mencari nilai korelasi antara variabel tingkat kecemasan, tingkat kepercayaan diri dengan kineja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan (korelasi ganda). Selain itu juga mencari nilai korelasi untuk masing-masing variabel.

2. Langkah-langkah Penelitian

Langkah penelitian dibuat sebagai rencana atau rancangan kerja dalam penelitian. Dengan dibuatnya langkah penelitian maka diharapkan dapat mempermudah dalam pelaksanaan sebuah penelitian. Oleh sebab itu, penulis membuat rancangan yang diharapkan dapat membantu dalam penelitian ini. Adapun langkah penelitian didahului dengan observasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, analisis, dan menyimpulkan hasil penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut:

1. Prosedur penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan penentuan populasi yang akan digunakan sebagai objek dalam penelitian.

2. Proses validasi Instrumen

Berkenaan dengan validitas menurut Sugiyono (2008, 173) adalah instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan adalah uji validitas konstruk dan validitas isi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket Tingkat Kecemasan Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS) yang dikembangkan


(30)

pernyataan. Instrumen lainnya yang digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan diri dalam penelitian ini adalah angket yang diadopsi dari The Inner Coach (2009). Instrumen ini pun terdiri dari 20 pertanyaan/pernyataan.

Pengujian validitas mengacu pada validitas konstruk (Construct Validity), dapat digunakan pendapat dari ahli (Judgment experts). Dalam hal ini setelah instrumen disesuaikan dengan kebutuhan penelitian tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori yang sesuai, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Selanjutnya item tes yang valid tersebut diuji tingkat reliabilitasnya. Setelah diuji validitas setiap item selanjutnya alat pengumpul data tersebut diuji tingkat reliabilitasnya.

Realibilitas berhubungan dengan masalah ketetapan atau konsistensi tes. Reliabilitas tes berarti bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapakalipun diambil, tetap akan sama.

Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik belah dua (split half), yaitu membagi item soal yang valid dalam dua kelompok ganjil dan genap. Selanjutnya skor total kelompok ganjil dan genap dicari korelasinya. Adapun hasil uji reliabilitas pada uji coba kecemasan diperoleh reliabilitas dengan cronbach Alpha 0,965 yang terdiri dari 20 item soal. Sedangkan hasil uji coba instrumen kepercayaan


(31)

item soal. Berdasarkan kriteria keputusan bahwa apabila Cronbach Alpha > 0,6 maka instrumen dinyatakan reliabel. Berikut adalah tabel 3.4 hasil uji reliabilitas dengan analisis data SPSS serie 17.

Tabel 3.4

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen 1

Tabel 3.2

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen 2

Jika reliabilitas nilai Cronbach Alpha semakin mendekati angka 1, maka instrumen tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak digunakan untuk mengukur apa yang akan diukur.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.965 20

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(32)

instrumen yang valid dan reliabel yang layak bagi sebuah penggunaan instrumen penelitian. Pengambilan data penelitian dilakukan pada tiga aspek, yaitu:

a. Tingkat kecemasan (anxiety). mengambil data tingkat kecemasan pada sampel dengan menggunakan instrumen Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS).

b. Tingkat kepercayaan diri (self confidence), mengambil data tingkat kepercayaan diri pada sampel dengan menggunakan instrumen Self Confidence Questionnaire.

c. Kinerja Wasit. mengambil data kinerja wasit dalam memimpin suatu pertandingan pada sampel dengan menggunakan instrumen penelitian kinerja wasit.

4. Pengambilan Kesimpulan, pada tahap ini berisikan pengolahan data hasil penelitian dari tes yang dilakukan terhadap sampel yang terdiri dari tingkat kecemasan, tingkat kepercayaan diri, dan kinerja wasit untuk selanjutnya di analisis untuk mendapatkan sebuah kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Untuk lebih memperjelas mengenai langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini. Secara keseluruhan alur yang ditempuh peneliti mulai dari tahap awal sampai pada kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut:


(33)

Gambar 3.1 Langkah Penelitian

Diadaptasi dari sumber;LR Gay, Educational Research;

Competencies for analysis and Application; New Jersey, dalam Disertasi Nina Sutresna, Pembelajaran Bola Basket bagi siswa kelas unggulan ,

(2001: 125)

Penelusuran permasalahan real dilapangan, sehingga memunculkan beragam masalah

penelitian (selection and definition of a problem)

Penelusuran beragam data empirik dan teoritik sebagai landasan kerangka berpikir berkaitan dengan masalah penelitian (Review of related literature)

Perumusan hipotesis dengan mengacu pada kerangka berpikir dan kajian empirik serta teoretik

Penentuan metode penelitian berkenaan dengan sampel, instrumen, desain dan prosedure penelitian

Analisis dan interpretasi data (data analysis)

Penarikan kesimpulan implikasi dan saran berdasarkan hasil penelitian


(34)

1. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2008, 61) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sementara Fraenkel dan Wallen (1993:46) menyebutkan bahwa

varible is a concept – a noun that stands for variation within a class of object,

such as chair, gender, eye color, achievement, motivation, or running speed”.

Variabel disebut juga konstrak (constructs) atau sifat yang dipelajari (Kerlinger, 1973: Sugiyono, 2010:61). Dengan kata lain, variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian variabel itu merupakan suatu yang bervariasi. Selanjutnya Kidder (1981) dalam Sugiyono (2010:61) menyatakan bahwa, “variabel adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya”.

Pada penelitian ini penulis menetapkan variabel-variabel yang akan dikaji dan diberi batasan-batasan terhadap kemungkinan terjadinya penafsiran suatu istilah yang menyebabkan kekeliruan pendapat dan dapat mengaburkan (menjadi bias) akan pengertian yang sebenarnya.

Variabel menurut hubungan antara variabel dengan variabel yang lain dalam penelitian dibedakan menjadi, variabel independen, variabel dependen, variabel moderator, variabel intervening, dan variabel kontrol. Pada penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu, variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).


(35)

Menurut Sugiyono (2010:61) bahwa, “Variab

variabel stimulus, prediktor, antecedent. Sementara Fraenkel dan Wallen (1993:50) menyebutkan bahwa “ an inndependent variable is presumed to have an effect on, to influence somehow, another variable”. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya

atau timbulnya variabel dependen (terikat).” Pada penelitian ini yang menjadi

variabel bebas adalah tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri.

Sedangkan variabel dependen (terikat) sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen seperti yang diungkapkan Fraenkel dan Wallen (1993:50) yang menyatakan “the variable that the independent variable is

presumed to affect is called the dependent (or outcome) variable”. Sugiyono

(2010:61) menyatakan bahwa, “Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kinerja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan.

Secara rinci dapat diidentifikasikan variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Variabel Bebas (Independent)

Pada penelitian ini, yang menjadi variabel bebasnya adalah tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri. Kecemasaan dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin. Harsono (1998:265) menjelaskan tentang definisi anxiety


(36)

sebagai berikut: “ kepribadiannya.”

Sedangkan kepercayaan diri diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki setiap individu dalam kehidupannya, serta bagaimana individu tersebut memandang dirinya secara utuh. Rakhmat (2000:12) mengatakan bahwa, kepercayaan diri atau keyakinan diri diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki setiap individu dalam kehidupannya, serta bagaimana individu tersebut memandang dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep diri.

b. Variabel Terikat (Dependent)

Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat (dependent) adalah kinerja wasit bulutangkis dalam memimpin suatu pertandingan. Kompetensi memimpin pertandingan adalah suatu kemampuan untuk memahami situasi-situasi pertandingan yang dihadapi, sekaligus menentukan perilaku yang tepat untuk terlibat dalam situasi itu dengan memuaskan. Kompetensi memimpin pertandingan akan menggunakan standar yang digunakan PB PBSI dalam menguji kemampuan wasit.

2. Definisi Operasional

a. Tingkat kecemasan, didefinisikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah,

dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh. Lebih lanjut Lazarus dalam Burton and Naylor

(1997) mengatakan “ anxiety is the result of a complex cognitive evaluation in which primary appraisal focuses on the threat of the situation an coping


(37)

tersebut dikatakan bahwa anxiety atau kecemasan merupakan hasil dari evaluasi kognitif yang komplek dimana penilaian primer berfokus pada ancaman situasi yang tampaknya tidak cukup untuk mengatasi secara efektif menangani permintaan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa maksud kecemasan dalam penelitian ini adalah perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin, sakit kepala, perut, ganguan pernapasan, dan adanya halusinasi yang menggangu ketenangannya.

b. Tingkat kepercayaan diri, diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri

sendiri yang dimiliki setiap individu dalam kehidupannya, serta bagaimana individu tersebut memandang dirinya secara utuh. Lebih lanjut McClelland (dalam Luxori, 2005) mengatakan bahwa kepercayaan diri merupakan kontrol internal, perasaan akan adanya sumber kekuatan dalam diri, sadar akan kemampuan-kemampuan dan bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang telah ditetapkannya.

Untuk penelitian ini seperti diungkapkan Lauster (dalam Fasikhah, 1994), terdapat beberapa karakteristik untuk menilai kepercayaan diri individu, diantaranya: (a) Percaya kepada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut, (b) Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak


(38)

adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk me-yakini tindakan yang diambilnya tersebut, (c) Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam din sendiri, baik dari pan-dangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri, (d). Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan perasaan tersebut.

c. Kinerja, kompetensi memimpin pertandingan adalah suatu kemampuan untuk

memahami situasi-situasi pertandingan yang dihadapi, sekaligus menentukan perilaku yang tepat untuk terlibat dalam situasi itu dengan memuaskan. Kompetensi memimpin pertandingan akan menggunakan standar yang digunakan PB PBSI dalam menguji kemampuan wasit, yaitu sebagai berikut: (1) Perkenalan pertandingan, meliputi: memperkenalkan pemain baik perorangan maupun beregu. (2) Managemen lapangan, meliputi; cek posisi hakim garis, ketinggian net, posisi bill board, kaos pemain, dan kursi untuk pelatih. (3) Kelengkapan pertandingan, meliputi; membawa alat tulis, stop wacth, skor sheet, kartu merah dan kartu kuning, dan koin untuk undian. (4) Penampilan, meliputi; sikap duduk, suara, menangani kasus, dan cara berpakaian. (5) Hakim Servis, meliputi; pandangan ketika servis, suara ketika terjadi servis salah, tanda yang digunakan, pergantian shuttle cock dan j ika terjadi interval.


(39)

1. Populasi Penelitian

Mengenai populasi Fraenkel dan Wallen (1993:80) menyatakan bahwa “in educational research, the population of interest usually a group of person

(students, teachers, or other individuals) who posses certain characteristics”.

Sementara Sugiyono (2010:117) menyebutkan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa populasi penelitian mencakup segala sesuatu yang akan dijadikan subjek/objek penelitian yang akan diteliti, dan yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu wasit bulutangkis yang telah memiliki sertifikat Internasional yang berjumlah 14 orang.

2. Sampel Penelitian

Sugiyono (2010:118) mengatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Jadi sampel merupakan bagian dari populasi yang mewakili semua karakteristik dan sifat yang ada pada populasi tersebut.

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wasit Internasional yang telah tersertifikasi.


(40)

menggunakan Sampling Jenuh. Surakhmad (1994) yang dikutip oleh Riduwan

(2010) sebagai berikut: “Sampling jenuh ialah teknik pengambilan sampel apabila

semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus. Sampling Jenuh dilakukan bila populasinya kurang dari 30 orang”.

Lebih lanjut Sugiyono (2010:124) mengatakan bahwa sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.

Berdasarkan pada pendapat tersebut, karena jumlah populasi kurang dari 30 maka penulis menggunakan semua populasi yaitu 14 orang.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian memiliki peranan penting dalam penelitian. Sebuah instrumen yang digunakan harus tepat kegunaannya dalam mengukur apa yang akan diukur.

Sugiyono (2010:173) mengatakan bahwa “Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.”

Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket Tingkat Kecemasan Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS) yang


(41)

pertanyaan/pernyataan.

Penggunaan instrument ini pun melalui beberapa tahap penentuan instrument termasuk melakukan uji coba sebelum intrument ini digunakan sebagai alat penelitian pengumpulan data. Hasil uji coba terhadap instrumen tersebut diperoleh tingkat reliabilitas dengan cronbach Alpha 0,96 yang berarti tingkat ketepatanya sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa validitas instrument ini dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

Instrumen lainnya yang digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan diri dalam penelitian ini adalah angket yang diadopsi dari The Inner Coach (2009). Instrumen terdiri atas 20 pertanyaan/pernyataan. Angket ini pun dilihat dari beberapa pertanyaan atau pernyataannya banyak yang sesuai dengan indikator dari kepercayaan diri yang diharapkan dalam penelitian ini. Selain itu, uji coba instrumen kepercayaan diri diperoleh reliabilitas dengan cronbach Alpha 0,932 yang berarti tingkat validitasnya baik. Hal ini berati angket kepercayaan diri pun dapat digunakan sebagai alat pengumpul data untuk mengukur kepercayaan diri wasit waktu meminpin pertandingan.

Pengujian validitas ini pun mengacu pada validitas konstruk (construct validity) yaitu validitas berdasarkan pendapat dari ahli (Judgment experts). Maksudnya adalah setelah instrumen yang dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli yang memiliki kompetensi atau keahlian dalam bidang yang sesuai dengan materi yang akan diuji.


(42)

pengujian validitas ini dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan teori yang membahas mengenai isi instrumen yang digunakan untuk penelitian. Secara teknis pengujian validitas konstrak dan validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen, atau matrik pengembangan instrumen.

Beberapa tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengadopsi instrumen Tingkat kecemasan dari Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS) yang dikembangkan oleh William W.K Zung (1971)

2. Mengadopsi instrumen tingkat kepercayaan diri dari The Inner Coach (2009) 3. Menterjemahkan kedua instrumen ke dalam bahasa Indonesia oleh ahli bahasa

inggris dan Indonesia

4. Hasil terjemahan dan draft asli dari instrumen dikonsultasikan dengan pembimbing untuk memperoleh koreksi dan persetujuan.

5. Langkah selanjutnya adalah justifikasi instrumen oleh pembimbing.

Instrumen tingkat kepercayaan diri divalidasi dengan menggunakan teknik yang sama dengan instrumen tingkat kecemasan. Langkah-langkah pengujian dilakukan dengan mengacu pada teknik backtranslate seperti pada instrumen tingkat kecemasan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Seperti telah dijelaskan pada bagian metode dan pendekatan penelitian. Penulis menggunakan metode penelitian korelasional dengan desain penelitian Paradigma ganda dengan dua variabel independen. Langkah awal pelaksanaan


(43)

Sampling jenuh yang merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

Pada pelaksanaan pengumpulan data, penulis memberikan tes tingkat kecemasan, tingkat kepercayaan diri, kinerja wasit selama kejuaraan berlangsung untuk selanjutnya di analisis untuk mendapatkan sebuah kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dibuat sebelumnya.

Data tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri diperoleh dengan memberikan instrumen berupa angket yang diberikan sebelum wasit memimpin pertandingan.

G.Analisis dan Teknik Pengolahan Data

Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui makna dari data yang diperoleh dalam rangka memecahkan masalah penelitian. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Menyeleksi angket yang terkumpul. Proses ini dilakukan untuk melihat apabila ada sebagian butir pertanyaan dalam angket yang tidak diisi oleh responden.

2. Memberikan skor pada tiap-tiap butir pernyataan (penskoran) dalam angket sesuai dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan.

3. Memasukkan atau menginput data dari skor tersebut pada program Microsoft Excel.


(44)

menggunakan analisis korelasi dan regresi. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) serie 17.

a. Deskripsi data

Deskripsi data dalam hal ini mengungkap mengenai gambaran data hasil penelitian. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan menu analyze description explore data pada program SPSS. Data yang dihasilkan adalah rata-rata, median, standar deviasi, varians, skor terendah, skor tertinggi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilaksanakan dengan tujuan agar dapat memperoleh informasi mengenai distribusi kenormalan data. Selain itu, uji normalitas data juga akan menentukan langkah yang harus ditempuh selanjutnya, yaitu analisis statistik apa yang harus digunakan, apakah statistik parametrik atau non-parametrik. Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas pada penelitian ini adalah dengan menggunakan SPSS 17 dengan Uji Kolmogorov atau uji Shapiro Wilk atau Uji Q-Q Plot.

Uji normalitas mengacu pada analisis Shapiro Wilk. Asumsi penggunaan analisis shapiro wilk, untuk sampel kurang dari, maka pengujian dengan shapiro wilk memiliki tingkat relevansi lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya. Dalam hal ini penulis tidak melakukan uji homogenitas data, dengan asumsi bahwa sampel hanya satu kelompok. Apabila berdasarkan hasil uji normalitas data berada pada taraf distribusi normal, maka data tersebut juga dinyatakan homogen karena hanya terdiri dari satu kelompok.


(45)

keputusan yang dibuat. Kriteria yang digunakan dalam menentukan hasil uji normalitas data adalah sebagai berikut:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, Distribusi adalah tidak normal (simetris)

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, Distribusi adalah normal (simetris)

Nilai probabilitas (Sig) adalah output dari hasil pengolahan data statistik, sedangkan 0,05 adalah derajat kebebasan (dk) yang digunakan dalam penelitian atau tingkat kepercayaan penelitian 95%.

b. Uji hipotesis

Uji hipotesis data dilakukan guna mendapat kesimpulan dari data yang diperoleh. Jenis analisis statistik yang digunakan untuk melakukan uji hipotesis dalam rangka mencari kesimpulan ditentukan oleh hasil uji normalitas dan homogenitas data. Dalam uji hipotesis ini penulis melakukan pengolahan dengan uji korelasi secara sederhana dan ganda.

Untuk mencari hubungan antara hasil tes tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri dilakukan dengan korelasi, sedangkan untuk mencari hubungan atau dampak dari masing-masing variabel tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri terhadap kinerja wasit bulutangkis pada saat memimpin suatu pertandingan dilakukan pengolahan dengan uji korelasi sederhana atau korelasi tunggal dengan pearson correlation. Sementara untuk mencari hubungan atau dampak dari tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri terhadap kinerja


(46)

mengunakan korelasi parsial (Partiall Correlation)

Korelasi sederhana dalam hal ini digunakan untuk menguji hipotesis penelitian sebagai berikut:

1) Hipotesis 1

H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan terhadap kinerja wasit bulutangkis.

H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan terhadap kinerja wasit bulutangkis.

2) Hipotesis 2

H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kepercayaan diri terhadap kinerja wasit bulutangkis.

H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kepercayaan diri terhadap kinerja wasit bulutangkis.

Adapun korelasi ganda dalam hal ini digunakan untuk menguji hipotesis penelitian sebagai berikut:

3) Hipotesis

H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri wasit secara bersama-sama terhadap kinerja wasit bulutangkis.

H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dan tingkat kepercayaan diri secara bersama-sama terhadap kinerja wasit bulutangkis.


(47)

berikut :

1) Jika probabilitas (Sig.) > 0,05 maka H0 diterima. 2) Jika probabilitas (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak.

c. Analisis dan deskripsi data

Dalam analisis dan deskripsi data yang dilakukan adalah menganalisis serta mendeskripsikan angka-angka yang merupakan hasil penghitungan statistik. Angka atau nilai yang dihasilkan bisa dibandingkan dengan angka tabel atau dideskripsikan secara langsung dengan berbagai pertimbangan dan ketentuan statistik. Analisis didasarkan pada hipotesis yang digunakan untuk memaknai nilai dan angka yang dihasilkan dari penghitungan. Selain itu juga dibahas berbagai temuan dalam pelaksanaan penelitian di lapangan, kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian yang ada yang telah dilakukan peneliti lain.

Teknik yang digunakan untuk menganalisis data ada dua, yaitu analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif. Analisis data kuantitatif digunakan untuk membandingkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan mengunakan statistik. Sedangkan untuk analisis data kualitatif menggunakan analisis non-statistik (berupa kata-kata), yaitu dengan mendeskripsikan data dan memberikan makna terhadap isi data tersebut.


(48)

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil pengolahan dan analisis data yang dibahas pada bab IV, penulis dapat menjabarkan kesimpulan dari hasil penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan negatif antara tingkat kecemasan terhadap kinerja wasit

dalam memimpin suatu pertandingan. Artinya semakin tinggi kecemasan wasit ketika memimpin pertandingan maka kinerjanya kurang baik, namun semakin menurun tingkat kecemasannya maka akan semakin baik kinerja dan kinerja wasit.

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kepercayaan diri dengan kinerja wasit dalam memimpin pertandingan. Dalam hal ini semakin baik tingkat percaya diri wasit, maka akan semakin baik wasit itu dalam memimpin pertandingan namun sebaliknya apabila rasa percaya dirinya menurun atau kurang, maka kinerja dan kinerja wasit pun akan berkurang. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dan kepercaya

diri wasit terhadap kinerja wasit dalam memimpin pertandingan. Kedua faktor ini saling menunjang secara terbalik dalam mempengaruhi kinerja wasit dalam memimpin pertandingan. Artinya dapat dijelas dengan sebab akibat sebagai berikut ini; apabila tingkat kecemasan wasit meningkat, kepercaya diri menurun, maka kinerja dan kinerja wasit dalam memimpin pertandingan menurun. Namun jika tingkat kecemasan wasit menurun,


(50)

kepercayaan diri akan meningkat, dan kinerja serta kinerja wasit pun akan meningkat dengan baik.

B. Rekomendasi

Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi PBSI

PBSI merupakan organisasi bulutasngkis yang memiliki peran penting dalam perkembangan dan kemajuan dunia bulu tangkis di Indonesia. Permainan bulu tangkis yang menarik dan kepemimpinan wasit yang baik, merupakan faktor yang mendukung bulu tangkis diminati generasi muda. Oleh karenanya perlu pembinaan kepada para wasit, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan yang diakibatkan karena kecemasan dan kurang percaya diri wasit waktu memimpin pertandingan.

2. Pelatihan dan Pembinaan Wasit

Pelatihan dan pembinaan wasit dalam bulu tangkis memiliki peran penting dalam mendukung adanya wasit-wasit yang profesional. Kualitas dan kemampuan para wasit yang semakin baik akan mendukung proses permainan bulu tangkis itu sendiri. Oleh karena itu, ketika memberikan pembinaan dan pelatihan perlu juga ada upaya untuk menanggulangi kecemasan yang mungkin timbul kepada wasit dan juga upaya untuk memunculkan rasa percaya diri bahwa dirinya mampu untuk memimpin pertandingan dengan baik.


(51)

Mengurangi tingkat kecemasan baik ketika akan memimpin pertandingan maupun ketika sedang memimpin pertandingan perlu diupayakan dan dipersiapkan sehingga para wasit memiliki kemampuan untuk mengatasi kecemasan yang mungkin muncul. Selain itu upaya untuk memunculkan dan menumbuhkan rasa percaya yang baik pun perlu mendapat perhatian dalam pembinaan dan pelatihan sebab upaya memunculkan rasa percaya diri akan mengurangi pula tingkat kecemasannya.

3. Bagi Wasit

Ketatnya suatu pertandingan dan banyaknya pertandingan yang dapat menguras emosi dan pikiran akan semakin menambah kecemasan dan berkurangnya rasa percaya. Selain itu, tingkat kejuaraan yang semakin meningkatpun baik nasional dan internasional akan memberikan pengaruh pada tingkat kecemasan dan rasa percaya diri wasit. Oleh karena itu, upaya atau strategi untuk mengurangi tingkat kecemasan serta upaya untuk menumbuhkan rasa percaya diri perlu terus dikembangkan secara pribadi. Hal ini supaya usaha untuk memimpin pertandingan tidak terganggu karena adanya tingkat kecemasan yang tinggi dan rasa percaya diri yang rendah.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Pada penelitian ini penulis masih banyak memiliki kekurangan, baik dari sisi sampel maupun dalam tingkat kejuaraan pengujian kepemimpinan wasit itu sendiri. Oleh karena itu penulis merekomendasikan untuk penelitian lebih lanjut terutama yang berkaitan dengan penggunaan sampel dari sisi kuantitasnya dapat


(52)

ditambah, serta untuk mengungkap tingkat kecemasan yang biasanya akan lebih menegangkan tingkat atau level kejuaraaanya pun perlu ditingkatkan alangkah baiknya jika kejuaraannya bertarap internasional rasa ketegangan lebih dapat tereksplorasi yang dirasakan oleh para wasit yang akan memimpin pertandingan.


(53)

(54)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada BAB IV di muka, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian yaitu seagai berikut ini. 1. Perilaku agresif siswa SMPN 1 Paseh secara umum berada pada kategori

rendah. Bila dikaji berdasarkan aspek dapat diketahui pula bahwa perilaku agresif para siswa tersebut adalah sebagai berikut ini; (a) Perilaku seperti; perkelahian dengan teman, menyerang orang lain secara fisik, dan marah kepada orang lain ternyata berada dalam kategori rendah (b) Perilaku seperti melawan perintah dan tidak disliplin, berada dalam katgori rendah (c) Perilaku seperti membuat keonaran; merusak barang orang lain, merusak barang sendiri, dan merusak situasi; juga berada dalam kategori rendah; Sementara (d) Peerilaku seperti daya saing yang ekstrim, menaruh rasa dendam, dan keinginan untuk menonjolkan diri sendiri; berada dalam kategori rendah dan sedang. Hasil-hasil ini menunjukan bahwa perilaku agresif para siswa SMPN 1 Paseh berada dalam kategori rendah. Namun, biasanya perilaku negatif yang dilakukan oleh sebagaian kecil siswa, apalagi kalau perilaku yang dilakukan itu ekstrim, maka akan berdampak luas bahkan menjadi citra yang buruk bagi sekolah. Oleh karena itu, program bimbingan diharapkan mampu mepertahankan kondisi siswa yang


(55)

Dadan Heryana, 2012

agresif yang akan muncul. Hal ini karena perilaku agresif yang kecil apabila dibiarkan akan semakin berkembang dan mempengaruhi kepada kehidupan sosial yang ada di lingkungan sekolah.

2. Keterampilan sosial yang dimiliki para siswa SMP Negeri 1 Paseh Kabupaten Bandung hasil penelitian dari angket siswa menunjukkan bahwa para siswa memiliki keterampilan sosial pada kategori sedang atau cukup. Dilihat dari setiap aspeknya dapat diketahui bhawa; (a) Kemampuan menjalin persahabatan berada dalam kategori sedang atau cukup,; (b) Kemampuan mengatur diri sendiri berada dalam kategori sedang atau cukup; (c) Kemampuan mengembangkan prestasi berada dalam kategori sedangatau cukup; (d) Kemampuan menerima berada dalam kategori sedang atau cukup; dan (e) Keterampilan komunikasi siswa, juga berada dalam kategori sedang atau cukup. Kondisi seperti dapat dikatakan cukup baik, yang berrati para siswa telah cukup mampu untuk bersosialisasi dengan orang lain, namun untuk lebih meningkatkan ketahanan terhadap perilaku agresif yangdapat muncul kapan saja dan kepada siapa saja, lebih baiknya kemampuan untuk menguasai keterampilan sosial terus dikembangkan dan ditingkatkan. Program bimbingan penguasaan keterampilan sosial seyogyanya terus menerus secara erkelanjutan diberikan kepada siswa agar keterampilan tersebut melekat pada diri setiap siswa.


(56)

Dadan Heryana, 2012

memberikan perhatian yang khusus untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perilaku agresif siswa. Program bimbingan masih bersifat umum. Adapun program pencegahan perilaku agresif dan pengembangan keterampilan sosial siswa, diprogramkan dalam kurikulum sekolah yang terintegrasi dalam berbagai mata pelajaran yang mengajarkan budi pekerti dan akhlak mulia. Keadaan ini cukup baik, namun kadang-kadang untuk menilai hasil yang diinginkan akan kesulitan karena program sifatnya suplemen, sehingga kurang teramati secara baik. Oleh karena itu, penyusunan program secara jelas dan tersendiri seyogyanya dibuat agar dapat memberikan pelayanan yang jelas kepada para siswa serta dapat mengevaluasinya apakah program tersebut berhasil atau tidak.

4. Berdasarkan hasil pengkajian terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan, maka program yang tepat yang dapat diberikan dalam bimbingan sosial untuk mencegah perilaku agresif siswa si SMPN 1 Paseh Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut ini; (1) Pengembangan dan peningkatan; kemampuan menjalin hubungan persahabatan, kemampuan mengatur diri sendiri, kemampuan mengembangkan prestasi, kemampuan untuk menerima, dan kemampuan untuk trampil dalam berkomunikasi; (2) Kemampuan pengendalian diri untuk tidak; menyerang orang lain; melanggar pelaturan yang disepakati bersama;


(57)

Dadan Heryana, 2012

pendendam kepada orang lain.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, penulis memandang perlu menyampaikan rekomundasi. Rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada para guru, pihak sekolah, dan peneliti selanjutnya.

1. Bagi Guru Pembimbing (BK)

Dalam upaya mengantisifasi perilaku agresif siswa dikalangan para siswa tingkat SMP terutama ketika para siswa mengikuti pembelajaran disekolah, hasil penelitian yang dibuat dalam bentuk program pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang mudah-mudahan dapat dilaksanakan, hal ini menuntut upaya guru BK yang optimal dalam hal berikut ini.

a. Guru BK perlu mendalami berbagai perilaku agresif yang dapat muncul dikalangan remaja khususnya para siswa SMP. Selain itu yang paling penting adalah guru mampu memahami pelaksanaan layanan bimbingan dalam upaya mencegah erbagai perilaku agresif yang mungkin terjadi. Untuk menambah wawasan para guru disarankan untuk mengikuti seminar, lokakarya, dan pelatihan yang berkenaan dengan perilaku remaja baik yang berkenaan dengan perilaku agresif maupun yang erkenaan dengan pengembangan keterampilan sosial bagi remaja.

b. Guru BK perlu proaktif dalam memberikan layanan preventif untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perilaku agresif dikalangan siswa. Penguasaan


(58)

Dadan Heryana, 2012

dikembangkan agar dapat menarik keinginan siswa untuk turut aktif dan mendukung berbagai kegiatan layanan yang diberikan guru.

c. Guru BK perlu mengupayakan pembuatan program pencegahan perilaku agresif dengan mengembangkan berbagai keterampilan sosial. Dengan menyesuaikan dengan kondisi dan lingkungan agar program tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.

d. Program Bimbingan yang telah dikembangkan seyogyanya disosialisasikan kepada para guru yang lain sehingga program tersebut mendapat dukungan dan bantuan dari semua pihak. Sehingga pada akhinya perilaku agrseif dikalangan para siswa dapat dicegah dengan baik melalui program yang tertata dengan baik.

e. Bagi guru BK atau pihak=pihak terkait yang akan mencoba menerapkan prgram yang telah disusun sebaiknya dterlebih dahulu dilakukn penyesuaian dengan kondisi sekolah masing-masing. Adaptasi program yang telah tersusun perlu dilakukan mengingat materi program belum terstandarisasi dan output program pun belum signifikan untuk dijadikan acuan.

2. Bagi Pihak Sekolah

Dalam rangka pengembangan program sekolah terutama bidang kesiswaan untuk mewujudkan sekolah yang aman, tertib, tentram, damai, dan nyaman dapat memberdayakan berbagai fasilitas yang ada sebaik mungkin, pemberdayaan guru BK, pembina kesiswaan/OSIS; pembina ekstra kurikuler, dan kegiatan-kegiatan lain yang bersentuhan dengan para siswa, diharapkan dapat


(59)

Dadan Heryana, 2012

perilaku agresif dikalangan para siswa. Hal ini karena para siswa ketika belajar berada di sekolah dan menjadi tangung jawab sekolah. Sehingga anak diharapkan dapat berperilaku yang baik seperti yang diharapkan sekolah. Pihak sekolah dapat memanfaatkan program bimbingan sosial untuk mencegah perilaku agresif ini dengan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang dilamai para siswa.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat merumuskan dan menyusun suatu program bimbingan sosial untuk mencegah perilaku agresif siswa di sekolah menengah pertama. Namun, program yang disusun masih berifat hipotetik sehingga belum diketahui efektivitasnya dalam mencegah perilaku agresif siswa. Dengan demikian bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian pada area kajian yang sama, dapat melanjutkannya dengan mengkaji bagaimana efektifitas program ini digunakan.

Selain itu, penyusunan program bimbingan sosial untuk mencegah perilaku agresif siswa ini, masih terbatas dalam ruang lingkup keterampilan sosial siswa. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya dapat menegembangkan pada area yang lebih luas, sehingga diperoleh bentuk program yang lebih komprehensif yang benar-benar dapat mencegah berbagai bentuk agresif yang dapat mucul dikaralangan para siswa atau remaja.


(60)

(61)

(1)

memberikan dukungan untuk melaksankan program bimbingan untuk mencegah perilaku agresif dikalangan para siswa. Hal ini karena para siswa ketika belajar berada di sekolah dan menjadi tangung jawab sekolah. Sehingga anak diharapkan dapat berperilaku yang baik seperti yang diharapkan sekolah. Pihak sekolah dapat memanfaatkan program bimbingan sosial untuk mencegah perilaku agresif ini dengan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang dilamai para siswa.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat merumuskan dan menyusun suatu program bimbingan sosial untuk mencegah perilaku agresif siswa di sekolah menengah pertama. Namun, program yang disusun masih berifat hipotetik sehingga belum diketahui efektivitasnya dalam mencegah perilaku agresif siswa. Dengan demikian bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian pada area kajian yang sama, dapat melanjutkannya dengan mengkaji bagaimana efektifitas program ini digunakan.

Selain itu, penyusunan program bimbingan sosial untuk mencegah perilaku agresif siswa ini, masih terbatas dalam ruang lingkup keterampilan sosial siswa. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya dapat menegembangkan pada area yang lebih luas, sehingga diperoleh bentuk program yang lebih komprehensif yang benar-benar dapat mencegah berbagai bentuk agresif yang dapat mucul dikaralangan para siswa atau remaja.


(2)

(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mohammad (1992). Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung. Agus Mahendra (1998). Teori Belajar Dan Pembelajaran Motorik. IKIP

Bandung Press. Bandung.

Arikunto Suharsimi (1997). Prosedur Penelitian, suatu pendekatan praktek. Rineka Cipta. Yogyakarta.

Azwar, S. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Bird, A. M (1986): Psikologi and Sport Behavior. Times Mirror/Mosby. St Louis.

USA

Coletta, V.P., Phillips, J.A., & Steinert, J.J. (2007). ―Interpreting force concept inventory scores: Normalized gain and SAT scores.‖ The American Physical Society 3, 010106, 1-5.

Cox, Richard H. (1993). Sport Psychology , Concepts and Aplications. USA. Wm.C.Brown Publishers.

Cowlin, Cecil M. (1992). Swimming, Into the 21 st Century. USA: Leisure Press. Faisal , Sanafiah. (1982). Metedologi penelitian pendidikan. Surabaya: Usaha

Nasional.

Fasikhah, S.S. (1994). Peranan Kompetensi Sosial Pada T.L Koping Remaja

Akhir. Tesis. Yogyakarta. Program P.S UGM Yogyakarta.

Fraenkel, J.R. and Wallen, N. E. (1993) How to design and evaluate research. M. Graw-Hill international Edition.

Furqon. (1997). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Gerungan. (2004) psikologi social. Bandung: PT Refika Aditama.

Guilford, J.P and Fruchter, B. (1978). Fundamental Statistica in Psychology and

Education. Tokyo. Mcgraw – Hill Kogasukha Ltd.

Gunarasa S. D. (1997). Dasar Dan Teori Perkermbangan Anak. Jakarta: gunung Mulia.


(5)

Hagerman, Gene R. (1987). Efficiency Swimming. USA: Simultawously. Kerlinger, Fred N. (1992). Asas-asa Penelitian Behavioral. Yogyakarta. Gajah Mada University Press

Humara, M. (1999). The Relationship Between Anxiety and Performance: ACognitive-Behavioral Perspective. www.athleticinsight.com/vol.2/ issue

.2/1999. retrieved 2008

Hurlock, EB. (2000). Development Psychology: A Life Span Approach. 5th Edition. New York: Mcgraw – Hill Kogakusha Ltd.

Kirkendal, Dopn R. et al. (1987). Measurenmnet and evaluation for psysical Educaiors . USA. W.m.C.Brown.

Maglischo, Ernest. (1982). Swimming Faster. California: Mayfield Publishing Company.

Nasution. (2000). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Askara. Satriadarma, Monty P. (2000). Dasar-dasar Psikologi Olahraga. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

Rahmat, J. (2000). Psikologi Agama. Jakarta. Raja Grafindo Persada. --- (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Riduwan (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung.

Safaria dan Saputra (2009). Manajemen EMOSI. Sinar Grafika Offset. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Singgih Santoso. (2001). Buku Latihan Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo

Sugiyono. (1999). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta Sudjana. (1996 ). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sukardi (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Yogyakarta. Trochim, William M.K. (2000). Social Research, The Research Methode

Knowledge Base. The Departement of Policy Analysis and Management at Cornel University Atomic Dog Publishing.


(6)

Weinberg & Gould. (1995) Foundations of sport and Exercise Psychology.USA. Human Kinetics.

Yukelson, D., (—). Teaching Athletes Visualization and Mental Imagery

Skills. Unknown.

Youth First Magazine. (—). Dealing with Over Arousal; Three Techniques to


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KOGNITIF DENGAN TINGKAT KECEMASAN WASIT SAAT MEMIMPIN PERTANDINGAN DI KEJUARAAN PIALA SURATIN U-18 TINGKAT PROVINSI LAMPUNG

6 28 49

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI WASIT DENGAN KEBERHASILAN MEMIMPIN PERTANDINGAN FUTSAL: studi deskriptif pada wasit futsal pengcab kota bandung.

19 57 30

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEPUTUSAN WASIT DALAM MEMIMPIN PERTANDINGAN FUTSAL: Studi Deskriptif Pada Wasit Wanita Sebelum Memmimpin Pertandingan Futsal.

0 2 12

HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN (INTERPRETASI) PERATURAN PERMAINAN DAN TINGKAT KECEMASAN (ANXIETY) SEBELUM MEMIMPIN PERTANDINGAN DENGAN RASA PERCAYA DIRI WASIT BOLA VOLI : Studi Deskriptif Terhadap Wasit Bola Voli Jawa Barat.

0 5 59

TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI WASIT SEBELUM, SELAMA DAN SESUDAH MEMIMPIN PERTANDINGAN : Studi Deskriptif di Kejuaraan Nasional Futsal KIT.

3 8 32

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KINERJA KEPEMIMPINAN WASIT BOLA VOLI INDOOR JAWA BARAT.

1 4 31

TINGKAT KECEMASAN WASIT SEBELUM, SELAMA DAN SESUDAH MEMIMPIN PERTANDINGAN : Studi Deskriptif di Kejuaraan Nasional Futsal.

2 7 38

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI WASIT DENGAN KEBERHASILAN MEMIMPIN PERTANDINGAN FUTSAL: studi deskriptif pada wasit futsal pengcab kota bandung - repository UPI S PKO 0900156 Title

0 1 3

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEPUTUSAN WASIT DALAM MEMIMPIN PERTANDINGAN FUTSAL | Hena | Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan 8061 16168 2 PB

0 0 10

HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN PERATURAN PERTANDINGAN PENCAK SILAT DENGAN KINERJA WASIT-JURI DALAM MEMIMPIN PERTANDINGAN - repository UPI S JKR 1203741 Title

0 0 2