PENDIDIKAN ADAT KAMBIK: KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA DAN MODEL PELESTARIANNYA PADA MASYARAKAT SUKU MOI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ……….... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………....

1.2 Identifikasi Masalah ...

1.3 Rumusan Masalah ………...

1.4 Tujuan Penelitian ………..

1.5 Manfaat Penelitian ………

1.6 Definisi Operasional ...………..

1.7 Anggapan Dasar ...………

1 9 10 10 11 12 14 BAB II KEBUDAYAAN, FOLKLOR, PENDIDIKAN DAN

PELESTARAIAN BUDAYA

2.1 Pengertian Kebudayaan ... 2.1.1 Unsur-unsur Kebudayaan... 2.1.2 Nilai-nilai Budaya... 2.2 Pengertian Folklor... 2.2.1 Ciri-ciri Folklor... 2.2.2 Jenis-jenis Folklor... 2.2.3 Fungsi Folklor dalam Masyarakat... 2.3 Pengertian Pendidikan ... 2.3.1 Jenis-jenis Pendidikan... 2.3.2 Sistem Pendidikan Nasional ... 2.3.3 Sistem Pendidikan Taman Siswa ... 2.3.4 Komponen dalam Pendidikan... 2.4 Pelestarian Budaya ... 2.4.1 Dasar Pemikirian ... ... 2.4.2 Latar Belakang Filosofi ... 2.4.3 Latar Belakang Estetika ... 2.4.4 Latar Belakang Budaya ...

15 17 24 26 28 31 35 36 38 39 41 43 49 51 53 54 56


(2)

2.4.5 Model Pelestarian ... 2.4.6 Dampak yang Diharapkan ...

57 63 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ………...………... 3.2 Teknik Pengumpulan Data ………...………... 3.3 Instrumen Penelitian ...……...………... 3.4 Sumber Data Penelitian ...………... 3.5 Teknik Analisis Data ...………...

65 67 69 69 70 BAB IV PENDIDIKAN ADAT KAMBIK DAN NILAI-NILAI

BUDAYANYA

4.1 Deskripsi data ... 4.1.1 Letak Kabupaten Sorong ... 4.1.2 Lingkungan Sosial Budaya ... 4.1.3 Unsur-unsur Budaya ... 4.1.4 Perihal Pendidikan Adat Kambik ... 4.2. Analisis Data ... 4.2.1 Sejarah Kambik ... 4.2.2 Rumah Kambik ... 4.2.3 Laga glak yang Digunakan dalam Pendidikan Adat Kambik ... 4.2.4 Orang-orang yang Berperan dalam Pendidikan Adat Kambik . 4.2.5 Pakaian yang Digunakan dalam Pendidikan Adat Kambik ... 4.2.6 Makanan dalam Pendidikan Adat Kambik ... 4.2.7 Materi Pelajaran dalam Pendidikan Adat Kambik ... 4.2.8 Pelaksanaan Pendidikan Adat Kambik ... 4.2.9 Alumni Pendidikan Adat Kambik ... 4.3 Pembahasan Hasil Analisis Data ... 4.3.1 Pendidikan Adat Kambik ... 4.3.2 Komponen Pendidikan Adat Kambik ... 4.3.3 Pelaksanaan Pendidikan Adat Kambik ... 4.3.4 Peranan Pendidikan Adat Kambik... 4.3.5 Nilai-nilai yang Terkandung dalam Pendidikan Adat Kambik .

72 74 75 82 94 101 101 110 116 118 119 121 126 128 147 149 150 159 164 167 169 BAB V MODEL PELESTARIAN ...

5.1 Dasar Pemikiran ... 5.2 Latar Belakang Filosofi ... 5.3 Latar Belakang Estetika ... 5.4 Latar Belakang Budaya ... 5.5 Model Pelestarian Budaya Pendidikan Adat Kambik ...

177 178 182 183 185 186


(3)

5.5.1 Model Pelestarian Pendokumentasian dalam Bentuk Buku... 5.5.2 Model Pelestarian dalam Bentuk Pendidikan ...

5.5.3 Model Pelestarian dalam Bentuk Pembuatan Hutan Lindung

5.5.4 Model Pelestarian dalam Bentuk Lomba ...

5.5.5 Model Pelestarian dalam Bentuk Pengajaran Melalui

Sekolah ... 187 189 206 209 213 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ... 6.2 Saran ...

216 227 DAFTAR PUSTAKA ………... 230 LAMPIRAN ... 233


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Bagan Model Interaktif ... 70

Gambar 4.2 Ibu-ibu suku Moi sedang memperagakan tarian dan nyanyian A’len ... 90

Gambar 4.3 Alat Musik Kaleng Kla (Gong) ... 91

Gambar 4.4 Gaba-gaba dan noken ... 92

Gambar 4.5 Denah Lokasi Kegiatan Pendidikan Adat Kambik …... 96

Gambar 4.6 Tongkat Kiwim Tiliwi ... 103

Gambar 4.7 Kayu Foon ... 112

Gambar 4.8 Kiduluk atau Kisomuk (tali empat) ... 113

Gambar 4.9 Denah Posisi Laga Glak dalam Rumah Kambik Besar untuk menari dan menyanyi ... 117

Gambar 4.10 Noken dan Isinya, Gaba-Gaba, Manik-Manik., Kain Timor . 120 Gambar 4.11 Gaba-gaba, Manik-manik, Bulu Burung Kaswari, dan Kain Timor Suku Moi ... 120

Gambar 4.12 Pakaian Adat dalam Pendidikan Adat Kambik bagi Laki-laki ... 135

Gambar 4.13 Pakaian Adat dalam Pendidikan Adat Kambik bagi Perempuan ... 136

Gambar 4.14 Kalung adat dan alumni pendidikan adat kambik dengan Kalung Adatnya ... 144

Gambar 4.15 Jalan di tempat terlarang sebelah kanan jalan tempat undangan dan sebelah kanan jalan tempat pendidikan adat ... 146

Gambar 4.16 Hutan sagu, dahulu sebagai persedian bahan makanan peserta pendidikan adat kambik dan hutan dahulu tempat berdiri rumah undangan pendidikan adat kambik ... 146

Gambar 4.17 Hutan terlarang dahulu digunakan sebagai tempat pendidikan adat kambik dan garis batas hutan terlarang ... 147


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kerangka Kluckhohn Mengenai Lima Masalah Dasar dalam

Hidup yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia ... 25 Tabel 4.2 Daftar Nama-nama Informan dalam Penelitian Pendidikan Adat

Kambik Suku Moi ... 73 Tabel 5.3 Tinjauan Aspek-Aspek dalam Pendidikan Adat Kambik ...


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Pendidikan Adat Kambik ... 234

Lampiran 2 Pedoman Wawancara untuk Dewan Adat Suku Moi ... 243

Lampiran 3 Pedoman Wawancara untuk Lembaga Masyarakat Adat Suku Moi ... 245

Lampiran 4 Pedoman Wawancara untuk Alumni Pendidikan Adat Kambik . 247 Lampiran 5 Pedoman Wawancara untuk Alumni Pelatihan Pendidikan Adat Kambik ... 249 Lampiran 6 Pedoman Wawancara untuk Tokoh Masyarakat Suku Moi ... 251

Lampiran 7 Pedoman Wawancara untuk Tokoh Pemuda Suku Moi ... 252

Lampiran 8 Foto Hasil Penelitian ... 253

Lampiran 9 Peta Kabupaten Sorong ... 262


(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Keragaman suku dan budaya masyarakat Indonesia menunjukkan karakteristik masing-masing. Karakteristik suku dan budaya tersebut memiliki kekhasan dan nilai-nilai kearifan luhur yang membentuk karakter masyarakatnya sesuai dengan lingkungan hidup dan tempat tinggal mereka. Lebih dari itu, masing-masing suku dan budaya memiliki keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitari mereka.

Kearifan lokal dalam budaya tidak muncul dengan sendirinya, tetapi melalui proses panjang sejak masyarakat suku bangsa pemilik budaya tersebut mulai ada. Kayam (1998:4) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah hasil upaya yang terus-menerus dari manusia dalam ikatan masyarakat untuk menciptakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menjawab tantangan kehidupannya. Dari segi kognitif, kebudayaan tidak hanya mencakup hal-hal yang telah dan sedang dilakukan atau diciptakan manusia, melainkan juga hal-hal yang masih merupakan cita-cita atau yang masih harus diwujudkan, termasuk norma, pandangan hidup atau sistem nilai. Cita-cita tersebut dapat diwujudkan melalui proses demokratisasi kebudayaan dan proses selektif terkontrol, yaitu suatu proses yang memiliki substansi kebebasan yang otonom dan terkontrol dengan nilai-nilai rujukan fundamental yang teruji dalam perjalanan zaman.

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa kearifan budaya menjadi energi yang potensial dari sistem pengetahuan masyarakat yang mengandung nilai-nilai


(8)

dan norma-norma. Nilai-nilai dan norma-norma merupakan suatu kebutuhan untuk kelangsungan hidup yang berperadaban, hidup damai, hidup rukun, hidup bermoral, hidup saling asih, asah, dan asuh, hidup dalam keragaman, hidup saling memaafkan dan saling pengertian, hidup toleransi, hidup harmonis dengan lingkungan, hidup dengan orientasi nilai-nilai yang membawa pada pencerahan, hidup untuk menyelesaikan persoalan-persoalan berdasarkan nalar kolektif. Kearifan kultur lokal seperti itu tumbuh dari dalam lubuk hati bagian terdalam masyarakat sendiri.

Kearifan kultur lokal dalam budaya mentradisi, melekat kuat dalam kehidupan masyarakat. Artinya, sampai batas tertentu terdapat nilai-nilai yang berakar kuat pada setiap sendi kehidupan manusia. Semua terlepas dari perbedaan intensitasnya, terkandung visi, terciptanya kehidupan bermartabat, sejahtera dan damai, bereksistensi, dan berhubungan satu dengan yang lain dalam bingkai kearifan lokal.

Demikian halnya dengan Papua yang memiliki kekayaan budaya bernilai kearifan lokal yang luhur. Papua berdasarkan letak geografisnya dapat dibedakan menjadikan dua wilayah atau kawasan yaitu:

a. wilayah pesisir pantai yang didiami oleh masyarakat pantai, di antaranya adalah Suku Biak, Suku Serui, Suku Asmat, Suku Sarmi, Suku Moi pantai, dan lain-lain,

b. wilayah daratan yang didiami oleh masyarakat pegunungan, di antaranya adalah Suku Moni, Suku Dani, Suku Ekari, Suku Nduga, Suku Holani, Suku Moi daratan, dan lain-lain.


(9)

Kedua wilayah tersebut memiliki budaya yang berbeda. Beberapa hal yang menyebabkan budaya mereka berbeda adalah:

a. Faktor alam seperti orang pantai hidup di daerah yang suhunya tidak terlalu dingin sedangkan orang daratan hidup di daerah pegunungan yang suhunya sangat dingin.

b. Faktor kebutuhan hidup, seperti orang pantai dengan makanan pokok sagu dan ikan sedangkan orang daratan dengan makanan pokok ubi, keladi, dan pisang.

Walaupun terdapat berbagai perbedaan tetapi tetap membuat mereka bersatu. Keragaman budaya Papua sebagai warisan leluhur memiliki nilai-nilai dasar yang mengatur kehidupan manusia untuk berinteraksi dengan alam gaib (dengan roh-roh nenek moyang), alam semesta (seluruh ekosistem alam), sesama etnis (hubungan kekerabatan), antaretnis, dan dunia luar (hubungan kerja sama).

Spirit dan orientasi kebudayaan Papua yang secara umum memandang alam dan sesama manusia adalah sebagai:

a. Konsepsi terhadap hakikat hidup, arti hidup, apa tujuannya, dan bagaimana menjalaninya. Memandang dan menanggapi hidup sebagai kesengsaraan yang harus diterima dan tidak dapat dihindari, bergembira, dan menerima sebagaimana adanya,

b. Konsepsi terhadap manusia hidup untuk menghargai orang lain.

c. Konsepsi terhadap alam sebagai sesuatu yang potensial untuk kehidupan manusia dengan mengolah dan memelihara keseimbangannya berdasarkan hukum alam yang dipercayainya.


(10)

d. Konsepsi terhadap waktu yaitu masa lalu memberikan pedoman kebijaksanaan dalam hidup yang sangat penting.

e. Konsepsi terhadap sesama manusia yaitu hubungan manusia dengan

sesamanya amat penting untuk hidup bersosialisasi dan saling membutuhkan.. Secara keseluruhan kebudayaan Papua menunjukkan dua macam persepsi tentang hubungan manusia dengan manusia yaitu:

a. Kebudayan yang berorientasi secara vertikal terutama pada kebudayaan yang

mengenal sistem kepemimpinan berbentuk kerajaan dan sistem

kepemimpinan kepala klen atau kepemimpinan Ondoafi. Kebudayaan yang mengenal sistem kepemimpinan berbentuk kerajaan meliputi kebudayaan yang terdapat di Semenanjung Onim, daerah Kowiai, dan kepulauan Raja Ampat. Kebudayaan yang mengenal sistem kepemimpinan kepala klen atau kepemimpinan Ondoafi meliputi suku-suku yang berdiam di bagian timur laut Papua Barat seperti daerah Tabla, Skouw, Nimboran, Sentani, dan penduduk Teluk Yos Sudarso (Teluk Humboldt).

b. Kebudayaan yang berorientasi horizontal, misalnya orang Biak hubungan antar warga dalam kelompok kekerabatan sangat kuat dan perasaan solidaritas yang amat tinggi yang didasarkan pada pandangan pars-prototo sebagian berarti keseluruhan menyebabkan kepentingan kelompok kekerabatan lebih diutamakan dari pada kepentingan individu.

Dari sekian banyak budaya yang ada, dua di antaranya yaitu menari dan menyanyi (yospan) pada umumnya berkembang pesat di masyarakat Papua.


(11)

Namun banyak budaya Papua mulai menghilang dan bahkan tenggelam tidak dikenali lagi. Apalagi oleh masyarakat di luar suku tersebut.

Salah satu budaya Papua yang hilang dan tenggelam adalah pendidikan adat Kambik. Kambik merupakan rumah adat yang dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan adat suku Moi. Pendidikan adat tersebut merupakan pendidikan yang diselenggarakan sebelum masuknya agama-agama besar masuk ke tanah Malamoi yang mendidik pemuda Moi untuk menjadi dewan adat atau pemimpin adat.

Hal ini menunjukkan bahwa suku Moi merupakan suku yang memiliki keberadaban tinggi sejak zaman dahulu, seperti yang dikemukakan Malak (2011:139) sebagai berikut:

“...sebelum masuknya sekolah formal, suku Moi pada zaman dulu sudah mengenal pendidikan adat yakni sekolah Kambik yang mengajarkan banyak hal dengan melihat dan mempelajari gejala alam walaupun belum mengenal tulisan. Belajar dengan alam adalah kebiasaan yang telah diberikan secara turun-temurun”

Pendidikan adat kambik yang dimaksudkan adalah pendidikan adat yang dilaksanakan secara turun-temurun di rumah adat oleh suku Moi yang ada di Kabupaten Sorong sebelum datangnya pengaruh agama besar dari luar Papua. Pada masa itu masyarakat masih menganut animisme. Semua kegiatan kemasyarakatan selalu dihubungkan dengan roh dan arwah leluhur. Setelah mendapat pengaruh agama Islam dan Kristen maka pendidikan adat sudah tidak lagi memasukkan unsur animisme.

Pendidikan adat kambik mengajarkan pengetahuan unsur-unsur alam berdasarkan gejala alam yang terdapat di sekitar kehidupannya. Bidang


(12)

pengetahuan yang diajarkan dalam pendidikan adat adalah mengenai segala hal yang menyangkut kehidupan yaitu: sistem perkawinan, sistem pembagian harta, sistem adat dalam mengatur perempuan suku Moi, sistem adat dalam hak ulayat tanah, sistem pembayaran adat bagi yang meninggal, sistem pendidikan, sistem bercocok tanam, sistem pengobatan, dan sistem marga dengan daerah-daerah keramat.

Keberadaan pendidikan adat tersebut membentuk peradaban yang lebih maju. Para alumni dari pendidikan adat telah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang tahu segala hal mengenai adat. Mereka menyusun aturan-aturan yang harus dijalankan dan dipatuhi oleh masyarakatnya seperti, yang diungkapkan oleh Malak (2011:139) sebagai berikut:

“Mereka sejak dahulu mempunyai aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang digunakan secara selektif sesuai lingkungan alam yang dihadapi. Pemikiran ini merupakan sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, dan sesuatu yang menyelamatkan atau bahkan mencelakakan”.

Kutipan tersebut tersirat bahwa masyarakat Moi sejak zaman dahulu sudah menyadari tentang hukum dan aturan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mereka juga menyadari pentingnya keseimbangan lingkungan alam yang berdampak terhadap kehidupan manusia antara baik dan buruk.

Namun dalam berjalannya dari waktu ke waktu, nilai-nilai luhur kearifan lokal dalam budaya Kambik tersebut mulai meredup, memudar, hilang, dan tenggelam. Lalu yang tertinggal hanya nama dan kenangan semata yang menjadi simbol tanpa arti. Bahkan akhir-akhir ini budaya masyarakat hampir secara keseluruhan mengalami reduksi, hanya menampakkan diri secara formalitas.


(13)

Padahal keberadaan pendidikan adat tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat suku Moi karena para alumni pendidikan adat yang disebut untelen tersebut dipersiapkan menjadi pemimpin adat dan dewan adat yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan adat di tanah Malamoi.

Berdasarkan penelusuran peneliti terdahulu, belum diketahui kapan pendidikan adat tersebut pertama kali dilaksanakan, tetapi akhir pelaksanaan pendidikan yang dapat diketahui. Hal itupun tidak diketahui secara pasti tanggal dan bulan berapa terakhir dilaksanakan pendidikan adat tersebut. Sejak perang dunia kedua yaitu di akhir tahun 1943 pendidikan adat sudah tidak dilaksanakan lagi di kampung Klaben masih dalam wilayah Malamoi, sedangkan di kampung Sayosa dan Klayili di wilayah Malamoi tahun 1970-an sudah tidak menyelenggarakan pendidikan adat lagi. Tokoh-tokoh adat yang menjadi dewan adat sekarang adalah para untelen (alumni pendidikan adat kambik) lulusan sebelum tahun 1970-an. Dan hingga kini belum ada regenerasi keanggotaan dewan adat karena pendidikan adat telah ditutup dan belum diselenggarakan lagi.

Selain itu, penelitian budaya suku Moi masih pada pendataan dan pemetaan wilayah adat suku yang ada di Papua yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Papua. H.J.T. Bijlmer (1923) mengungkapkan tentang ciri-ciri masyarakat Papua berdasarkan bentuk tubuhnya. Kemudian seorang ahli ragawi Belanda J.P. Kleiweg de Zwaam (Neuhauss, 1911) mengemukakan tentang ras yang ada di Papua. Dan referensi lain mengenai pendidikan adat suku Moi telah dibahas secara sepintas oleh Malak dalam Etnografi Suku Moi. Padahal suku Moi merupakan suku bangsa asli yang mendiami sebagian besar wilayah Malamoi di


(14)

kota dan Kabupaten Sorong yang memiliki kekayaan nilai-nilai luhur budaya. Salah satu gerakan yang bisa dilakukan untuk membangkitkan budaya lokal yang mengandung nilai-nilai luhur tersebut adalah dengan membumikan local wisdom sebagai kekuatan untuk menghadapi ancaman dan ketakutan terhadap meluasnya pengaruh globalisasi.

Gerakan local wisdom memang bukan merupakan sebuah teori praktis dalam membendung setiap persoalan yang muncul. Namun, melalui gerakan local wisdom ini bisa membangun semangat dan kepercayaan diri untuk tetap mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa yang tergerus zaman akibat globalisasi. Local wisdom sebagai sebuah gerakan yang banyak mengandung warisan budaya lokal diharapkan mampu menjaga, melindungi dan melestarikan warisan kekayaan budaya agar tidak mengalami kepunahan keberadaannya di daerah.

Gerakan local wisdom bukan hanya bertujuan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya lokal, tetapi juga untuk mengapresiasi nilai-nilai budaya (kambik) yang selama ini sudah menjadi kebanggaan bagi suku Moi.

Gerakan local wisdom dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya yaitu.

a. Menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam memperkokoh semangat

nasionalisme dan patriotisme terhadap warisan budaya lokal yang banyak menghasilkan nilai-nilai luhur bagi integritas bangsa.

b. Membangun kelembagaan berlandaskan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka menanamkan kepercayaan


(15)

mendalam terhadap nilai-nilai budaya bangsa.

c. Pembinaan integritas nasionalisme kepemimpinan yang arif dan bijaksana sebagai pewaris budaya untuk membangun daerah sesuai dengan karakter budaya setempat.

Berdasarkan uraian tersebut tergambar perlunya kajian terhadap budaya suku Moi. Hasilnya dapat menggambarkan simbul dan kekuatan budaya setempat dan kartakteristik untuk menentukan program pembangunan di segala sektor sesuai dengan jati diri masyarakat Moi sebagai pemilik budaya setempat.

Oleh karena itu, penelitian mengenai pendidikan adat kambik dalam masyarakat adat suku Moi sangat penting dilakukan. Pengungkapan pendidikan adat kambik suku Moi. diperlukan analisis yang mendalam. Penelitian ini berusaha mengungkap budaya lisan pendidikan adat dengan judul “Pendidikan Adat Kambik: Kajian Nilai-Nilai Budaya dan Model Pelestariannya pada Masyarakat Suku Moi Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat”

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian

Penelitian ini mengambil objek penelitian pendidikan adat kambik suku Moi di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat. Pada dasarnya pendidikan adat kambik sebagai bagian budaya tradisi lisan yang dapat diteliti dari berbagai segi. Berpijak pada latar belakang di atas, penelitian ini berfokus pada pokok masalah “Bagaimanakah nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan adat kambik suku Moi di masyarakat Kabupaten Sorong”.

Namun dengan segala keterbatasan, maka peneliti hanya membatasi pada mendeskrepsikan, mengamati dan menganalisis, memaknai pedidikan adat, dan


(16)

merumuskan model pelestarian pendidikan adat kambik sebagai bahan pelajaran muatan lokal dalam lembaga pendidikan sebagai aset budaya dalam mengembangkan pelestarian budaya untuk pembangunan di berbagai sektor sesuai dengan karakteristik adat setempat.

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan menjadi beberapa submasalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pelaksanaan pendidikan adat kambik suku Moi di Kabupaten Sorong?

b. Bagaimanakah peranan pendidikan adat kambik suku Moi terhadap

masyarakat di Kabupaten Sorong?

c. Bagaimanakah nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pendidikan adat kambik suku Moi di Kabupaten Sorong?

d. Bagaimanakah model pelestarian pendidikan adat kambik suku Moi di Kabupaten Sorong?

1.4 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk melestarikan tradisi pendidikan adat kambik di Kabupaten Sorong, dan mengungkap makna sebagian budaya lisan masyarakat suku Moi di Kabupaten Sorong yang belum diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, tujuan penelitian secara terperinci adalah untuk:


(17)

a. Mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan adat kambik suku Moi di Kabupaten Sorong.

b. Mendeskripsikan peranan pendidikan adat kambik suku Moi terhadap

masyarakat di Kabupaten Sorong.

c. Mendeskripsikan nilai-nilai luhur budaya yang terkandung dalam pendidikan adat kambik suku Moi.

d. Mendeskripsikan nilai-nilai luhur pendidikan yang terkandung dalam

pendidikan adat kambik suku Moi.

e. Merumuskan model pelestarian pendidikan adat kambik suku Moi di

Kabupaten Sorong.

f. Mendokumentasikan kearifan budaya pendidikan adat kambik suku Moi di Kabupaten Sorong.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini terdiri dari manfaat teoretis dan menfaat praktis.

1.5.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya kajian budaya yang dapat dijadikan sebagai referensi penelitian budaya atau penelitian tradisi lisan.

1.5.2 Manfaat Praktis


(18)

a. menumbuhkan wawasan kebangsaan bagi generasi muda sebagai pewaris budaya,

b. membangkitkan minat untuk memelihara dan melestarikan budaya lokal yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang luhur,

c. merangsang para peneliti lain untuk melakukan penelitian sejenis, baik pendidikan adat kambik, maupun yang lainnya dalam budaya suku Moi sebagai bagian dari budaya nasional yang perlu dilestarikan,

d. membantu guru muatan lokal dalam merumuskan bahan ajar dalam

pembelajaran budaya setempat,

e. membantu pemerintah Kabupaten Sorong dalam menerapkan kebijakan

pembangunan yang menyeluruh di segala bidang sesuai karakteristik budaya setempat.

1.6 Definisi Operasional

Pembatasan definisi operasional bertujuan untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah kajian, budaya, nilai-nilai budaya, pendidikan adat kambik, masyarakat suku Moi, dan model pelestariannya.

a. Kajian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah analisis secara mendalam tentang pendidikan adat dan semua yang berkaitan dengan objek penelitian. b. Budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil kegiatan dan cipta

batin (akal budi) manusia tentang pendidikan adat kambik yang diwariskan secara lisan dan turun-temurun kepada generasi berikutnya berupa


(19)

adat-istiadat dan pola-pola kehidupan yang menjadi pedoman masyarakat pemiliknya.

c. Nilai budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sistem nilai yang berupa konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat yang meliputi nilai kekeluargaan, nilai keagamaan, nilai keindahan, nilai ekonomi, nilai politik, nilai kegotongroyongan, dan nilai kearifan yang terkandung dalam pendidikan adat kambik suku Moi.

d. Pendidikan adat kambik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pendidikan yang diselenggarakan berdasarkan tata cara adat di rumah adat yang dinamakan kambik, guna mempersiapkan orang-orang menjadi untelen untuk menjadi dewan adat dan pemimpin adat suku Moi di Kabupaten Sorong.

e. Masyarakat suku Moi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat

asli yang memahami, mengetahui, dan menguasai seluk beluk adat-istiadat suku Moi, terutama dalam hal pendidikan adat kambik yang mendiami Provinsi Papua Barat di wilayah kepala burung Kabupaten Sorong. Konsentrasi wilayah dalam penelitian ini adalah distrik Makbon, distrik Moraid, distrik Sayosa, distrik Salawati, distrik Aimas, dan distrik Mariat. Wilayah tersebut dipilih karena berdasarkan peneliti Voorhoeve (1975) asal-muasal suku Moi berasal dari Makbon dan latar belakang pendidikan adat kambik.


(20)

f. Model pelestarian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu upaya atau cara-cara untuk mempertahankan tradisi pendidikan adat kambik suku Moi di masyarakat agar tidak mengalami kepunahan.

1.7 Anggapan Dasar Penelitian

Anggapan dasar yang dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Masyarakat suku Moi memiliki budaya yang positif yang perlu dilestarikan dan diangkat sebagai ilmu pengetahuan.

b. Nilai-nilai Budaya yang terdapat pada masyarakat suku Moi dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran muatan lokal di sekolah.

c. Pada dasarnya pendidikan adat kambik sebagai bagian budaya tradisi lisan dapat diteliti dari berbagai segi.

d. Pendidikan adat kambik suku Moi dapat membantu memecahkan masalah adat yang terjadi di wilayah Sorong


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi merupakan prosedur ilmiah dalam penelitian. Ratna (2010:41) mengemukakan bahwa metodologi merupakan prosedur ilmiah, di dalamnya termasuk pembentukan konsep, proposisi, model, hipotesis, dan teori termasuk metode itu sendiri. Lebih lanjut dijelaskan bahwa metodologi adalah analisis untuk memahami berbagai aturan, prosedur dalam metode penelitian. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa metodologi memuat tentang konsep, teori, model, hipotesis, prosedur dengan berbagai aturan dalam metode penelitian.

Metode adalah cara yang digunakan seseorang untuk mencapai tujuan. Senn (Ratna, 2010:41) mengemukakan bahwa metode merupakan cara-cara strategis untuk memahami realitas dan langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat berikutnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk mendeskripsikan pendidikan adat kambik.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode penelitian etnografi dengan maksud mengungkap konteks sosiobudaya pendidikan adat kambik suku Moi. Penelitian ini juga memanfaatkan metode lapangan karena data yang dikumpulkan adalah data yang diperoleh dari lapangan tempat penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang mendeskripsikan sasaran penelitian secara


(22)

faktual tanpa mengisolasikan fenomena dalam pendidikan adat kambik suku Moi yang ditemui di lapangan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kebudayaan, teori folklor, dan teori pendidikan. Ketiga teori yang digunakan secara multidisipliner dalam penelitian ini diharapkan dapat berimplikasi terhadap metodologi penelitian pada desain penelitian, sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan pemeriksaan keabsahan data.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian etnografi dengan maksud mengungkap konteks sosiobudaya pendidikan adat kambik suku Moi, wawancara secara langsung oleh peneliti terhadap subjek penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam penelitian ini mengacu pada prosedur yang dikemukakan oleh Spradley. Spradley (1997:56) mengmukakan bahwa beberapa aktivitas penelitian etnografi dengan langkah-langkah alur maju bertahap yang lebih luas (developmental research process) dapat menghasilkan suatu deskripsi etnografi yang orisinal. Langkah-langkah tersebut meliputi:

a. Menetapkan informan.

b. Melakukan wawancara dengan informan.

c. Membuat catatan etnografi. d. Mengajukan pertanyaan deskripsi.

e. Melakukan analisis wawancara.

f. Membuat analisis domain.

g. Mengajukan pertanyaan struktural.


(23)

i. Mengajukan pertanyaan kontras.

j. Membuat analisis komponen.

k. Menemukaan tema-tema budaya.

l. Menulis sebuah etnografi.

Langkah selanjutnya adalah melakukan pendeskripsian, penganalisisan, dan penginterpretasian data dengan cara menunjukkan fakta-fakta yang berhubungan dengan pendidikan adat kambik. Untuk melengkapi data yang diperoleh di lapangan, peneliti juga melakukan penelitian pustaka yang berkaitan dengan subjek penelitian dan latar budaya pendidikan adat kambik.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan metode yang digunakan yaitu metode lapangan, maka data penelitian ini diperoleh dari catatan lapangan. Ratna (2010:188) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode lapangan adalah teknik observasi, wawancara mendalam, diskusi kelompok, triangulasi, dan dokumen. Proses pemerolehan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan perekaman. Sumber data dalam penelitian ini adalah pendidikan adat kambik suku Moi.

a. Observasi Partisipan

Observasi sebagai partisipan merupakan bagian yang integral dari stuasi yang diteliti sehingga keterlibatan peneliti dapat melihat langsung aspek-aspek yang diteliti. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh data penelitian. Kegiatan observasi ini dilakukan pula untuk mencatat atau merekam semua peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain.


(24)

Maryaeni (2008:69) menjelaskan bahwa dalam observasi partisipan adalah mencatat segala suatu gejala yang ada dan mungkin hal-hal yang diduga berpengaruh terhadap data dan analisis data penelitian. Dalam observasi harus ada peluang untuk rekoreksi, cek ulang, dan cross check antara observer yang satu dengan observer yang lain. Oleh karena itu dengan melakukan observasi secara langsung diharapkan akan bisa diungkapkan fakta-fakta secara lebih mendalam mendekati objektivitas dalam upaya mendapatkan rekaman secara lengkap, utuh, mendalam, dan leluasa tentang pendidikan adat kambik.

b. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi verbal atau percakapan lisan yang memerlukan kemampuan responden untuk merumuskan buah pikiran serta perasaannya dengan tepat. Ratna (2010:222) menjelaskan bahwa wawancara adalah cara-cara memperoleh data dengan berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Fontana dan James Frey (Denzin, 2009:495) mengemukakan bahwa wawancara merupakan perangkat untuk memproduksi pemahaman situasional (situated understandings) yang bersumber dari episode-episode interaksional khusus. Lebih lanjut dijelaskan bahwa wawancara dalam penelitian dapat dilakukan dengan beberapa cara terstruktur, tidak terstruktur, dan terbuka. Sedangkan Maryaeni (2008:69) menyamakan istilah wawancara dengan interviu yang membaginya menjadi tiga, yaitu bentuk struktur, semi struktur, dan tidak terstruktur.


(25)

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan secara tidak terstruktur sesuai dengan pedoman wawancara. Proses wawancara dilakukan dalam situasi dan suasana yang wajar (natural setting). Dalam wawancara dengan informan, peneliti memberikan keleluasaan kepada informan untuk menjawab segala pertanyaan sehingga memperkuat data-data melalui pengamatan.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap para alumni pendidikan adat atau untelen, lembaga adat, dan masyarakat yang mengetahui dan memahami pendidikan adat kambik suku Moi.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti dalam melakukan penelitian dibantu oleh beberapa asisten secara aktif merekam dan mengobservasi pendidikan adat kambik dengan aspek sosiokulturnya yang terjadi di lapangan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan berbagai alat perekam berupa kamera/handycam, alat perekam audio, catatan lapangan, dan kelengkapan berupa lembar observasi.

3.4 Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah para alumni atau orang suku bangsa Moi yang pernah mengikuti pendidikan adat kambik dan masyarakat suku Moi yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) dewan adat, (2) lembaga adat, dan (3) mayarakat suku Moi yang mengetahui dan memahami pendidikan adat kambik. Data dalam penelitian ini adalah nilai-nilai budaya dalam pendidikan adat kambik suku Moi di Kabupaten Sorong.


(26)

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi empat tahap berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh Miles dan Hubermen (1992:20), yaitu (1) tahap penjaringan data (tahap ini berupa hasil observasi, hasil perekaman, dan catatan lapangan), (2) tahap reduksi (pelaksanaan tahap ini terdiri dari pengorganisasian, pemilahan, dan pengkodean), (3) tahap penafsiran (pelaksanaan tahap ini terdiri dari interpretasi dan analisis), dan (4) tahap penyimpulan dan verifikasi data.

Tahapan analisis data tersebut digambar dalam gambar bagan Model Interaktif berikut.

Gambar 3.1 Bagan Model Interaktif

Sumber: dikutip dari Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992:20) Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini mengacu kepada

pendapat Miles dan Michael Huberman (Maryaeni, 2005:28) yang

mengemukakan bahwa keabsahan data dapat dilakukan dengan teknik ketekunan pengamatan, triangulasi, kecakupan referansial. Teknik ketekunan pengamatan

Pengumpulan data

Reduksi data

Kesimpulan: Penarikan/verifikasi

Penyajian data Pengumnulan data

Penyajian data Reduksi data

Kesimnulan: nenarikan/verifikasi


(27)

mendalam meliputi pengamatan secara teliti, rinci, dan berkesinambungan terkait pokok masalah penelitian.

Teknik triangulasi dalam penelitian ini meliputi triangulasi metode dan pengumpulan data, triangulasi sumber data penelitian, dan triangulasi hasil analisis data sementara. Kehadiran peneliti dan pengamat lain selain peneliti akan dimanfaatkan sebagai kepentingan triangulasi data. Selain itu juga dilakukan pengecekan kesejawatan dengan cara mendiskusikan data penelitian dengan orang-orang tertentu yang diasumsikan memahami masalah yang berkaitan dengan pendidikan adat kambik. Sedangkan kecukupan referensial meliputi kecukupan referensi yang diperlukan untuk menguji hasil analisis dan penafsiran data penelitian dilakukan dengan cara teknik refleksi kritis dan introspeksi terhadap data penelitian.


(28)

BAB V

MODEL PELESTARIAN

Model pelestarian adalah suatu bentuk, desain, pola untuk melestarikan suatu benda, kejadian atau peristiwa yang menggambarkan dunia sesungguhnya. Model pelestarian tersebut merupakan suatu perencanaan dalam bentuk pola atau desain yang digunakan sebagai pedoman melestarikan nilai-nilai budaya agar mampu bertahan, tidak mengalami penyimpangan, dan tidak hilang oleh kemajuan dan perkembangan kebudayaan sekarang, untuk diwariskan kepada generasi penerusnya.

Pelestarian pendidikan adat kambik suku Moi merupakan usaha unttuk mempertahankan keberadaan pendidikan adat kambik di masyarakat suku Moi Kabupaten Sorong. Pelestarian tersebut diharapkan mampu menyelamatkan budaya yang hampir hilang. Hal ini disebabkan pendidikan adat kambik sudah tidak dilaksanakan seperti sedia kala lagi sejak pendidikan adat kambik terakhir diadakan di kampung Maladofok. Sedangkan pelaksanaan setelahnya sudah tidak seperti pelaksanaan sebelumnya. Seperti dalam pelaksanaan pendidikan adat pada tahun 1982 yang diadakan di kampung Maladofok. Pelaksanaan pendidikan adat tersebut hanya membicarakan pembayaran harta dan kekayaan adat suku Moi.

Berdasarkan penjelasan di atas, penting melestarikan pendidikan adat kambik seperti sedia kala. Pelestarian pendidikan adat kambik harus dirumuskan dan direncanakan sebaik mungkin agar masyarakat memahami makna dan tujuan pelestarian tersebut. Model pelestarian yang ditawarkan diharapkan mampu mengakomodir keinginan masyarakat untuk mempertahankan keberadaan


(29)

pendidikan adat kambik. Karena pendidikan adat kambik sangat berperan dan sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Dalam merumuskan model pelestarian pendidikan adat kambik harus didasari landasan yang kuat. Oleh karena itu, merumuskan model dalam upaya pelestarian pendidikan adat kambik berlandaskan pada dasar pemikiran, latar belakang filosofis, latar belakang estetika, dan latar belakang budaya.

5.1 Dasar Pemikiran

Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem, gagasan, rasa, tindakan, dan karya yang dihasilkan manusia yang dijadikan pedoman hidup dalam bermasyarakat menjadi milik bersama. Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan cara dan pola pikir manusia sesuai zamannya. Akibat perkembangan kebudayaan tersebut adalah terjadinya pergeseran kebudayaan dan nilai-nilai yang dikandungnya.

Pendidikan adat kambik adalah pendidikan adat yang hanya diselenggarakan oleh masyarakat adat suku Moi. Pelaksanaan pendidikan adat kambik direncanakan, diputuskan, dan disampaikan secara lisan. Selain itu, pendidikan adat kambik diwariskan turun-temurun secara lisan kepada generasi berikutnya. Namun sayang, budaya pendidikan adat kambik suku Moi tersebut dilaksanakan secara utuh terakhir pada tahun 1962 dan hingga kini belum dilaksanakan lagi.

Pendidikan adat kambik menjadi alat pencerminan angan-angan suatu kolektif berupa harapan dan cita-cita masyarakat memiliki pemimpin yang dapat membawa harapan baru yang lebih baik. Pendidikan adat kambik tergolong


(30)

kepada kebudayaan yang mengajarkan tradisi secara lisan tentang norma-norma, hukum-hukum, adat-istiadat, dan pranata dalam kehidupan masyarakat suku Moi yang ditaati dan dilaksanakan dalam masyarakat suku Moi.

Selain itu, Pendidikan adat kambik juga mengandung nilai-nilai budaya dan nilai-nilai kearifan yang menjadi pedoman hidup masyarakat suku Moi. Pedoman hidup tersebut menyangkut hakikat manusia dalam hubungannya antara manusia dengan diri sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan penciptanya. Nilai-nilai kearifan dalam pendidikan adat kambik tersebut di antaranya adalah nilai kekeluargaan, religi, kemasyarakatan, keindahan, ekonomi, politik, kegotongroyongan, kearifan, dan pendidikan

Dari segi peran, pendidikan adat kambik sangat berperan dalam kehidupan masyarakat suku Moi, baik dari pendidikan adat maupun para untelennya. Peranan pendidikan adat dalam masyarakat adalah menciptakan pemimpin dalam masyarakat suku Moi. Selain menciptakan pemimpin, pendidikan adat kambik juga menciptakan para ahli yang dibutuhkan oleh masyarakat. Keahlian yang dimaksudkan adalah keahlian di bidang ekonomi, pertanian, pebangunan, hukum, kesehatan, pertahanan dan keamanan, dan kehutanan.

Masyarakat yang merasa memiliki dan menghargai budaya pendidikan adat kambik akan berusaha melestarikan, sedangkan masyarakat yang tidak merasa memiliki budaya kambik maka mereka tidak mau mempelajari, tidak menggali nilai-nilai yang terkandung, meninggalkannya, dan beralih ke kebudayan dari daerah lain. Pemahaman terhadap kedua masyarakat yang berbeda cara memperlakukan budaya tersebut memunculkan nasib perbedaan budaya


(31)

kambik di tengah-tengah masyarakat. Apabila keadaan ini berlangsung terus, maka budaya pendidikan adat kambik akan hilang tenggelam di tengah-tengah lajunya perkembangan kebudayaan dan arus globalisasi dengan adanya migrasi masyarakat ke wilayah Malamoi yang memiliki budaya berbeda. Arus migrasi tersebut menyebabkan masyarakat semakin majemuk dan heterogen dengan latar budaya yang berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan terjadinya kontak budaya yang memunculkan budaya baru di masyarakat. Terjadinya kontak budaya tersebut mengakibatkan keberadaannya akan diam, membeku, mati, dan menjadi cerita masa lalu berupa kepingan dongeng bagi anak-anak menjelang tidur.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, pendidikan adat kambik telah lama tidak dilaksanakan lagi, maka para alumni yang kini masih ada, jumlahnya sudah sangat terbatas. Ditinjau dari segi umur, rata-rata sudah berumur enam puluh tahun ke atas. Hingga kini belum ada regenerasi jabatan dan keanggotaan dewan adat yang sudah mengenyam pendidikan adat kambik. Selain itu, orang-orang yang mampu membuka dan memasuki daerah keramat menurut adat adalah orang suku Moi yang pernah mengenyam pendidikan adat. Padahal di wilayah yang dikeramatkan menurut orang suku Moi terdapat penyimpanan harta kekayaan adat yang hanya diketahui oleh orang-orang yang bisa memasuki wilayah tersebut. Sedangkan semua keturunan dan istrinya sekalipun dilarang memasuki daerah keramat apabila belum mengikuti pendidikan adat kambik.

Oleh karena itu, harapan masyarakat adat, pemuda, dan masyarakat suku Moi pada umumnya, sesuai dengan data yang terhimpun di lapangan adalah:


(32)

a. Melestarikan pendidikan adat kambik karena pendidikan adat merupakan warisan bagi suku Moi yang dijadikan sebagai kekayaan budaya suku Moi khususnya dan warisan budaya Indonesia pada umumnya.

b. Pendidikan adat kambik perlu dilaksanakan kembali pada masa yang akan datang agar tidak punah dan hilang, sehingga generasi penerus mendapat warisan pendidikan adat yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang luhur. c. Harta kekayaan masyarakat suku Moi yang tersimpan di wilayah keramat

dapat diwariskan pada generasi penerusnya.

d. Pendidikan adat kambik yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang luhur dan sakral perlu dihormati bahkan dijunjung tinggi oleh masyarakat pada umumnya.

e. Pendidikan adat kambik yang akan datang diharapkan dilaksanakan kembali dengan perubahan sesuai dengan agama dan zaman sekarang.

Berdasarkan penjelasan di atas, sangat disayangkan apabila budaya pendidikan adat kambik yang mengandung nilai-nilai luhur dalam kehidupan masyarakat ditinggalkan dan tidak diwariskan ke generasi berikut, karena pada akhirnya terdiam dan mati, dan generasi muda sebagai pewaris budaya kehilangan hak waris budaya yang menjadi identitas bangsanya. Dan menyikapi harapan masyarakat adat, pemuda, dan masyarakat suku Moi pada umumnya, sesuai dengan data yang terhimpun di lapangan, maka satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan budaya yang mengandung nilai-nilai luhur tersebut adalah melalui pewarisan dan pelestarian budaya itu sendiri.


(33)

5.2 Latar Belakang Filosofi

Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia. Kegiatan berpikir tersebut bertujuan untuk mencapai kebijakan dalam hidup dan mencapai kearifan nilai-nilai kehidupan melalui perenungan terhadap peristiwa dan masalah yang terjadi berdasarkan pengalaman manusia.

Budaya pendidikan adat kambik mengandung nilai budaya dan nilai-nilai kearifan yang menjadi pedoman hidup untuk memecahkan masalah yang terjadi dan yang akan terjadi di masyarakat. Nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman hidup tersebut menyangkut hakikat hubungan manusia dengan diri sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan penciptanya. Pedoman tersebut mengajarkan manusia untuk menghargai diri sendiri, mengahargai, menghormati, dan mencintai sesamanya, menghargai dan memanfaatkan alam untuk keperluan hidup manusia, dan mencintai dan menghormati sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan pencipta alam semesta dengan isinya.

Nilai-nilai kearifan dalam pendidikan adat kambik tersebut di antaranya adalah nilai kekeluargaan, religi, kemasyarakatan, keindahan, ekonomi, politik, kegotongroyongan, kearifan, dan pendidikan. Nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam pendidikan adat kambik tersebut mengajarkan manusia dalam membentuk kekeluargaan dan kekerabatan untuk saling menghormati dan menyayangi sehingga tercipta keluarga yang harmonis, damai, sejahtera, dan hidup berkecukupan lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan, mengajarkan manusia untuk saling berbagi, bekerja sama, dan saling menghormati dalam kehidupan


(34)

bermasyarakat, mengajarkan manusia untuk hidup dengan keteraturan berdasarkan pranata-pranata, norma-norma, dan adat-istiadat yang dikontrol oleh seperangkat hukum dan aturan adat.

Berdasarkan penjelasan di atas, budaya pendidikan adat kambik yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang mengandung kebijakan dan kearifan sangat bermanfaat dalam kehidupan sebagai perenungan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, pentingnya pelestarian terhadap nilai-nilai kebijakan dan nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam pendidikan adat kambik tersebut, diteruskan dan diwariskan kepada generasi penerus sebagai pewaris budaya.

5.3 Latar Belakang Estetika

Estetika merupakan suatu pengetahuan tentang keindahan alam dan seni dengan kelengkapan panca indera yang diberikan Sang Pencipta, sehingga manusia mampu menerjemahkan alam dan seni menjadi penuh keindahan. Definisi tersebut menekankan keindahan terhadap alam dan seni melalui pengideraan. Alat indera yang dimiliki manusia berfungsi untuk menerjemahkan alam dan seni hasil karya manusia yang dapat membangkitkan rasa suka, senang karena keindahannya.

Seni merupakan suatu karya kreatif dari imajinasi manusia dalam menerangkan, memhami, dan menikmati suatu kehidupan. Pendidikan adat kambik mengandung nilai-nilai keindahan dalam kehidupan, alam yang digunakan, dan keindahan seni. Nilai-nilai keindahan dalam kehidupan terlihat dari jalinan hubungan kekeluargaan pada berkumpulnya semua orang suku Moi


(35)

dalam kegiatan pendidikan adat kambik. Semua peserta diajarkan untuk saling menghormati, saling menghargai, hidup rukun, dan saling membantu sehingga terbentuk hubungan kekeluargaan yang harmonis. Kehidupan yang rukun, damai, dan saling mengormati tersebut menciptakan keindahan dalam kehidupan bermasyarakat.

Nilai-nilai keindahan alam yang digunakan tergambar dari terciptanya lingkungan yang alami dan belum tercemar oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terlihat dari pemilihan tempat kegiatan yang jauh dari keramaian, yang masih asri, dan masih asli di tengah hutan yang alami dan dipenuhi oleh tumbuh-tumbuhan hijau dan subur, air mengalir yang jernih, suasana alam yang damai. Pada akhirnya tempat tersebut dikeramatkan oleh masyarakat suku Moi dan menjadi sumber kehidupan yang alami sebagai penyerapan dan cadangan air dan sumber pembibitan flora dan fauna serta bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Nilai-nilai keindahan seni terlihat dengan tersalurnya hasrat menikmati hidup dalam bentuk kesenian. Nilai keindahan dalam pendidikan adat kambik terlihat pada tarian dan nyanyian yang dilakukan sepanjang siang dan malam selama pelaksanaan pendidikan adat. Hingga kini kegiatan menari dan menyanyi selalu mengiringi semua kegiatan adat pada suku Moi. Nyanyian selalu dilantunkan dengan suara mendayu setiap saat, sebagai ucapan syukur kepada Tuhan. Sedangkan nilai keindahan melalui ukiran dan anyaman tergambar pada hasil kerajinan bermotif dan bercorak yang indah yang harus dikuasai oleh para ulibi dan ulibisegon selama berada dalam pendidikan adat.


(36)

Eksistensi keindahan yang diajarkan dalam pendidikan adat kambik menjadi hidup dan penting bagi masyarakat suku karena mengandung budaya sebagai hasil karya masyarakat suku Moi yang mengandung nilai-nilai keindahan sebagai identitas pemiliknya. Keindahan yang terkandung dalam kesenian suku Moi tersebut memiliki asas keindahan dan asas manfaat bagi kehidupan dalam masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas, di dalam budaya pendidikan adat kambik yang terkandung nilai-nilai estetika, terdapat asas keindahan dan asas bermanfaat dalam kehidupan sebagai hasrat untuk menikmati kehidupan bagi masyarakat suku Moi. Oleh karena itu, pentingnya pelestarian terhadap nilai-nilai estetika yang terkandung dalam pendidikan adat kambik tersebut, diteruskan dan diwariskan kepada generasi penerus sebagai pewaris budaya.

5.4 Latar Belakang Budaya

Budaya merupakan semua hasil karya, rasa, dan cipta manusia. kebudayaan sebagai seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik bersama. Budaya pendidikan adat kambik merupakan budaya yang direncanakan, dibuat, dilaksanakan, dan menjadi milik masyarakat suku Moi.

Budaya pendidikan adat kambik mengandung unsur-unsur kebudayaan sebagai pokok dari setiap kebudayaan yang dikemukakan Koentjaraningrat (2005:4) yaitu: 1) bahasa, 2) sistem pengetahuan, 3) organisasi, 4) sistem peralatan hidup dan teknologi. 5) sistem mata pencarian hidup, 6) sistem religi, dan 7) kesenian. Budaya pendidikan adat kambik juga mengandung aktivitas


(37)

adat-istiadat, pranata-pranata sosial, dan benda-benda adat yang menjadi kekayaan adat suku Moi.

Nilai budaya dalam pendidikan adat kambik mengajarkan hakekat manusia seperti dijelaskan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kluckhohn (Ranjabar, 2006:30), yang mengemukakan bahwa sistem nilai budaya sebenarnya mencakup lima masalah pokok dalam kehidupan manusia yaitu 1) mengenai hakikat hidup manusia, 2) hakikat karya manusia, 3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, 4) hakikat hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan 5) hakikat hubungan manusia dengan sesamanya.

Berdasarkan penjelasan di atas, budaya pendidikan adat kambik terkandung nilai-nilai budaya tentang hakekat manusia yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sebagai pencerminan, nilai, dan kebanggaan masyarakat suku Moi. Oleh karena itu, pentingnya pelestarian terhadap nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pendidikan adat kambik tersebut, diteruskan dan diwariskan kepada generasi penerus sebagai pewaris budaya.

5.5. Model Pelestarian Pendidikan Adat Kambik

Model pelestarian merupakan suatu perencanaan dalam bentuk pola atau desain yang digunakan sebagai pedoman melestarikan nilai-nilai budaya agar mampu bertahan, tidak mengalami penyimpangan, dan tidak hilang oleh kemajuan dan perkembangan kebudayaan sekarang untuk diwariskan kepada generasi penerusnya.

Berdasarkan penjelasan pada dasar pemikiran, latar belakang filosofis, latar belakang estetika, dan latar belakang budaya, upaya pelestarian dapat dirumuskan


(38)

dalam berbagai model pelestarian. Model yang ditawarkan untuk melestarikan pendidikan adat kambik adalah model pelestarian pendokumentasian dalam bentuk buku, model pelestarian dalam bentuk pendidikan, model pelestarian dalam bentuk pembuatan hutan lindung, model pelestarian dalam bentuk lomba, dan model pelestarian dalam bentuk pengajaran melalui sekolah.

5.5.1 Model Pelestarian Pendokumentasian dalam Bentuk Buku

Pendokumentasian merupakan proses, cara, perbuatan mendokumentasi-kan semua bukti dan keterangan mengenai ilmu pengetahuan dalam bentuk tulisan. Keterangan, dokumen, dan semua bukti tentang pendidikan adat kambik dihimpun, diolah, dan dikaji mendalam secara multidisipliner ilmu pengetahuan. Tulisan yang berisi bukti dan keterangan pendidikan adat kambik, disimpan dalam bentuk buku.

Upaya pelestarian pendidikan adat kambik model pendokumentasian adalah dengan mengumpulkan, mengolah, dan menulis dalam bentuk buku. Oleh karena itu, perlu kerjasama yang baik, antara masyarakat sebagai pelaku dalam pendidikan adat kambik memberikan informasi pendidikan adat kambik agar keterangan dan bukti yang didokumentasikan memiliki bobot variabel yang tepat dan sebenarnya sesuai kenyataan yang ada dengan penulis buku. Kerja sama dengan pemerintah khususnya pemerintah setempat, sebagai penyedia sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan kebutuhan, dan memfasilitasi segala kegiatan penelitian tentang pendidikan adat kambik.

Upaya pelestarian budaya pedididkan adat kambik dalam bentuk pendokumentasian yang ditawarkan, adalah pendokumentasian dalam bentuk


(39)

buku. Pendokumentasian dalam bentuk buku tersebut memuat pembahasan lingkup Kabupaten Sorong, sejarah kambik, sarana dan prasarana pendidikan adat kambik, komponen pendidikan adat kambik, dan budaya pendidikan adat kambik. Sebelum buku dipublikasikan, dilakukan diskusi mendalam semua pakar dengan tokoh adat sebagai pemilik dan pelaku dalam pendidikan adat kambik, agar tidak terjadi kesalahan pembahasan informasi dalam buku. Langkah selanjutnya adalah mengadakan seminar terbuka tentang pendidikan adat kambik sesuai dengan isi dan pembahasan dalam buku. Setelah mencapai kesepakatan dan kebenaran isi, maka buku diperbanyak dan dipublikasikan kepada masyarakat. Publikasi buku pendidikan adat kambik dapat dilakukan melalui sekolah, kampus, dan penjualan di toko-toko terutama toko buku.

Buku tersebut menjadi dokumen sejarah perjalanan pendidikan adat kambik kebanggaan masyarakat suku Moi sebagai pemilik budaya. Buku tersebut dijadikan bacaan masyarakat agar mengetahui dan memahami hikmah dari nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pendidikan adat kambik. Selain itu, pemerintah dapat memanfaatkan buku pendididkan adat kambik, sebagai acuan pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat. Manfaat lain dari pendokentasian budaya pendidikan adat kambik, adalah sebagai referensi dalam pelajaran muatan lokal di wilayah Papua, khususnya Kabupaten Sorong.

Dampak yang diharapkan dari model pelestarian pendokumentasian dalam bentuk buku adalah:

a. Buku-buku yang tersusun dapat dipulikasikan dan dibaca oleh masyarakat luas.


(40)

b. Setelah membaca buku masyarakat akan memperoleh ilmu pengetahuan tentang budaya suku Moi terutama pendidikan adat kambik.

c. Setelah membaca buku masyarakat akan memperoleh pembelajaran tentang nilai-nilai luhur kehidupan yang terkandung dalam pendidikan adat kambik. d. Buku bacaan tentang budaya suku Moi terutama tentang pendidikan adat

kambik akan mampu menghilangkan anggapan negatif terhadap keberadaan pendidikan adat kambik.

e. Setelah membaca buku tersebut masyarakat akan lebih menghargai budaya daerah terutama budaya pendidikan adat kambik.

f. Buku bacaan tersebut diharapkan mampu menggerakkan masyarakat untuk melestarikan dan mewariskan kepada generasi penerus sebagai langkah pemertahanan budaya kambik.

g. Buku bacaan tersebut dapat dijadikan sebagai referensi buku pelajaran di sekolah terutama pelajaran Muatan Lokal.

5.5.2 Model Pelestarian dalam Bentuk Pendidikan

Model pelestarian pendidikan adat kambik dalam bentuk pendidikan adalah model pelestarian dengan cara mengadakan pendidikan adat kembali seperti pelaksanaan pada waktu dahulu. Namun pendidikan adat tidak dapat dilakukan seperti pelaksanaan pendidikan adat kambik sebelum tahun 1960-an, karena perubahan cara hidup masyarakat, kemajuan kebudayaan, dan perkembangan teknologi.

Model pelestarian pendidikan adat yang ditawarkan adalah mengadakan pendidikan adat, dengan mengemasnya menjadi model pendidikan adat yang


(41)

sesuai dengan perubahan zamannya. Bentuk lain dari model pelestarian pendidikan adat kambik adalah mengadakan pelatihan kepada masyarakat, terutama generasi penerus yang akan menjabat dewan adat.

a. Pendidikan Adat Kambik

Model pelestarian pendidikan adat kambik melalui pendidikan adat merupakan pendidikan adat yang dilaksanakan seperti pelaksanaan pendidikan adat kambik. Namun, pendidikan adat sudah tidak mungkin dilaksanakan seperti tahun 1960-an ke bawah karena beberapa hal berkaitan masa kekinian yaitu:

1) Waktu pelaksanaan dalam pendidikan adat selama enam bulan tidak mungkin

dapat dilakukan karena keterikatan masyarakat terhadap pekerjaan, sehingga terikat dengan waktu yang ditentukan oleh pekerjaan, terutama bagi masyarakat yang bekerja sebagai pegawai negeri dan perusahaan-perusahaan negara maupun swasta. Anak-anak dan pemuda yang sekolah baik negeri maupun swasta dilaksanakan dengan sistem semester dan hanya libur selama tiga minggu per semesternya.

2) Tempat yang digunakan harus jauh dari pengaruh alat-alat modern dan kini di wilayah Malamoi sudah tidak terdapat hutan yang memenuhi syarat berdasarkan adat untuk dilaksanakan pendidikan adat. Hal ini diakibatkan karena perluasan perkebunan, pemanfaat hasil hutan melalui HPH, perambahan hutan, pencarian dan pemanfaatan hasil bumi yang ada di wilayah kabupaten Sorong terhadap sumber-sumber mineral, minyak, dan gas bumi. Selain itu, pembangunan infrastruktur terutama pembangunan jalan untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal. Sehingga sudah tidak ada


(42)

hutan luas yang jauhnya kurang lebih lima kilo meter dari pemukiman dan jalan berdasarkan persyaratan adat.

3) Perubahan cara hidup masyarakat suku Moi karena pengaruh dari kemajuan zaman dan teknologi yang digunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidup, berdampak pada perubahan cara hidup dan berpikir masyarakat dan beralihnya kepercayaan masyarakat ke agama.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pelaksanaan pendidikan adat kambik dikemas sedemikian rupa, disesuaikan dengan perubahan-perubahan cara hidup dan cara memperlakukan alam tersebut. Model yang ditawarkan adalah dengan mengemas beberapa komponen pendidikan adat kambik yaitu:

1) Waktu yang digunakan pendidikan yang dulu sampai enam bulan

dipersingkat menjadi tiga minggu sesuai dengan waktu yang dibutuhkan penyelesaian pendidikan setiap blok atau kelas. Pelaksanaan dilakukan pada waktu liburan sekolah formal di lingkungan lembaga pemerintah dan swasta. 2) Tempat yang digunakan rumah para dewan adat, atau di tengah hutan yang

disakralkan masyarakat suku Moi yang masih ada, atau di kampung masing-masing berdasarkan kesepakatan. Pemilihan tempat pelaksanaan diusahakan di wilayah adat yang masih ada hubungan peninggalan harta kekayaan adat masing-masing keret. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat waktu dan biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan adat kambik.

3) Pakaian yang digunakan adalah pakaian baju batik papua, celana panjang yang dibalut dengan kain timor atau kain cita, dan hiasan manik-manik khas suku Moi. Sehingga dengan pakaian tersebut dapat mengurai tanggapan


(43)

negatif bagi orang yang belum memahaminya, selain itu nilai kesakralannya masih terjaga.

4) Budaya menari dan menyanyi hanya digunakan untuk mengisi waktu dan mengatasi kejenuhan selama pelaksanaan pendidikan adat kambik atau dijadikan sebagai ajang lomba antar kelompok.

5) Materi atau bahan pelajaran dimasukkan bahan pelajaran keagamaan sesuai dengan agama yang dipeluk para peserta didik dan pelajaran cinta tanah air.

6) Penerangan yang digunakan menggunakan penerangan yang mampu

mambantu dan menunjang belajar peserta didik, misalnya menggunakan lenterna, pelita, listrik, lampu senter, dan sejenisnya.

7) Makanan dimasak secara tradisional atau modern dengan aneka rasa dan bentuk makanan berbahan sagu dan umbi-umbian, artinya makanan dimasak dengan berbagai jenis makanan dengan bahan sagu dan umbi-umbian.

8) Proses pembelajaran dilaksanakan siang hari. Di saat-saat tertentu dilakukan pembelajaran malam hari sebagai perenungan dan penyatuan dengan alam untuk membangkitkan suasana sakral sesuai dengan adat dan budaya suku Moi.

9) Media yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan adat adalah alam sekitar dan media elektronik. Materi pelajaran disampaikan secara lisan, sedangkan pelajaran pokok yang menyangkut hayat hidup orang banyak disampaikan secara tertulis.

10)Pelajaran keterampilan dikembangkan dari segi kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas menyangkut banyaknya jenis keterampilan sesuai dengan


(44)

kebutuhan di masyarakat saat ini. Dari segi kualitas, memperbaiki bahan, dan memperkaya motif yang masih mencerminkan ciri khas suku Moi. Hal ini dimaksudkan agar semua hasil keterampilan bisa menarik wisata asing, dan meningkatkan kesejahteraan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat suku Moi.

11)Pelajaran tumbuhan obat dipadu dengan pengolahan secara modern untuk mengetahui kandungan dan kegunaan obat herbal yang dapat dipertanggung jawabkan berlabel POM. Herbal tersebut di pasarkan secara nasional dan internasional.

Penjelasan di atas, digambarkan dalam tabel tinjauan pelaksanaan pendidikan adat berikut.

Tabel 5.3

Tinjauan Aspek-Aspek dalam Pendidikan Adat Kambik

NO ASPEK PENDIDIKAN ADAT

KAMBIK

ASPEK YANG DIPERLUKAN

1 2 3 4

1 Komponen

SDM

1.Pelindung gelebe

2.Penanggung jawab

gelebe 3.Perencana

gelebe, fince, usmas, kmakbe, dan tukan 4.Pengawas pelaksanaan

pendidikan adalah usmas

5.Pendidik

Fince, usmas, dan kmakbe

1. Pelindung adalah Bupati. POLRES, DANRAMIL

2. Penanggung jawab

Dewan Adat 3. Perencana

Dewan Adat dan Lembaga Masyarakat Adat

4. Pengawas pelaksanaan

pendidikan adalah ketua Dewan Adat

5. Pendidik


(45)

1 2 3 4

6.Peserta didik

Masyarakat suku Moi dari umur tiga tahun ke atas

7.Konsumsi

Sagu, umbi-umbian, ikan kecil, sayuran, dan madu yang dimasak secara tradisional dan disiapkan oleh yang mengundang dan dikelola oleh istri-istri para gelebe, fince, usmas, kmakbe, dan tukan.

berkompeten, dan instansi terkait

6. Peserta didik

Pemuda suku Moi dari umur 15 tahun hingga 35 tahun yang memenuhi syarat adat, anggota Dewan Adat, dan anggota LMA Malamoi

7. Konsumsi

Sagu, umbi-umbian, ikan, sayuran, madu, dan minuman teh/kopi, yang dimasak secara modern dengan aneka bentuk dan rasa, disiapkan oleh panitia, sponsor, dan bantuan pemerintah.

2 Komponen

proses

1. Tujuan pendidikan

Membentuk calon pemimpin yang tangguh dan ahli dibidang pertanian,

pembangunan, kesehatan dan penyembuhan, pertahanan dan keamanan, dan pendidikan. 2. Bahan pelajaran

Ketuahanan Fun Abalyut, keterampilan, bahasa Moi,

1. Tujuan pendidikan Membentuk calon pemimpin yang tangguh, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, memiliki kecakapan, jujur, bijaksana, keterampilan, dan ahli pengobatan tradisional. 2. Bahan pelajaran adalah

Ketuahanan sesuai dengan agama yang dipeluk,


(46)

1 2 3 4

2 Komponen

proses

hukum adat, pengenalan alam, penyembuhan, sejarah Moi, berburu, berkebun.

3. Metode Ceramah dan

demonstrasi.

4. Media yang digunakan

Alam sekitar

5. Sarana dan prasarana Rumah kambik,

penerangan tradisional, alam sekitar

6. Pelaksanaan pendidikan pada waktu malam

bertempat di tengah hutan selama enam bulan

keterampilan, pengobatan tradisional, makanan, bahasa Moi, hukum adat, kewiraan dan cinta tanah air, dan sejarah Moi.

3. Metode

Ceramah, demonstrasi, unjuk kerja.

4. Media yang digunakan alam

sekitar dan alat modern yang relefan.

5. Sarana dan prasarana

Gedung atau rumah kambik, papan tulis, ATK,

penerangan modern, proyektor

6. Pelaksanaan pendidikan pada waktu siang hari, di hutan larangan atau di rumah Dewan Adat/ LMA selama satu hingga tiga minggu

3 ujian

1. Ujian tahap I

tentang bahasa Moi dan semua keterampilan yang dipelajari

2. Ujian tahap II

praktek kesehatan dan penyembuhan

1. Ujian tahap I Bahasa Moi dan

keterampilan budaya Moi

2. Ujian tahap II

Penyembuhan dan obat tradisional


(47)

1 2 3 4 3. Ujian tahap III

tentang adat istiadat, hukum, hak ulayat, sejarah keret atau marga suku Moi, sejarah suku Moi, dan cara membaca alam

3. Ujian tahap III

Hukum adat, hak ulayat yang berkaitan dengan peninggalan adat,

kewiraan, dan sejarah Moi

Berdasarkan penjelasan pada tabel di atas, maka Model revitalisasi pendidikan adat kambik yang ditawarkan adalah sebagai berikut.

PENDIDIKAN ADAT KAMBIK

Pendidikan adat kambik adalah pendidikan adat yang diselenggarakan masyarakat suku Moi untuk membentuk pemimpin dan keahlian berdasarkan budaya Moi. Komponen penyelenggaraan pendidikan adat kambik terdiri dari:

1. Pelindung : Bupati, POLRES, DANRAMIL

2. Penanggung jawab : Dewan Adat Malamoi

3. Pelaksana : Dewan Adat dan Lembaga Masyarakat Adat

Malamoi

4. Biaya : Dewan Adat, LMA, Sponsor, Peserta, dan

bantuan Pemerintah

5. Pengawas : Ketua Dewan Adat Malamoi

6. Pendidik : Dewan Adat, Lembaga Masyarakat Adat

Malamoi yang berkompeten, dan instansi terkait


(48)

tahun hingga 35 tahun yang memenuhi persyaratan adat, anggota Dewan Adat, dan anggota Lembaga Masyarakat Adat Malamoi

8. Tempat pelaksanaan : Hutan larangan atau di rumah Dewan Adat

kantor/rumah LMA Malamoi

9. Waktu pelaksanaan : Pada waktu liburan sekolah selama satu hingga

tiga minggu yaitu: Pukul 08.00-12.00 Pukul 13.00-15.30 Pukul 16.00-18.00

10. Tujuan pendidikan : Membentuk calon pemimpin yang tangguh,

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, memiliki kecakapan, jujur, bijaksana,

keterampilan, dan ahli pengobatan tradisional

11. Bahan pelajaran : Ketuhanan sesuai dengan agama yang dipeluk,

keterampilan meliputi membuat noken, gaba-gaba, hiasan dinding, anyaman khas Moi (pilih yang relefan dengan tema kegiatan), pengobat-an tradisional, makpengobat-anpengobat-an dengpengobat-an berbagai bentuk dan rasa dari bahan sagu dan umbi-umbian (pilih yang relefan dengan tema

kegiatan), bahasa Moi, hukum adat (tanah adat, kemasyarakatan, perkawinan), kewiraan dan


(49)

cinta tanah air, dan sejarah Moi

12. Metode : Ceramah, demonstrasi, unjuk kerja

13. Media : Alam sekitar dan alat modern yang relefan

14. Sarana dan prasarana : Gedung atau rumah kambik, papan tulis,

ATK, penerangan modern, proyektor 15. Pelaksanaan pendidikan : a.Pembukaan diisi dengan menari dan

menyanyi khas pendidikan adat kambik dan demonstrasi pengobatan tradisional

b.Pelaksanaan inti yaitu proses pembelajaran c.Ujian

d.Penutup 16. Ujian:

a. Ujian tahap I b. Ujian tahap II c. Ujian tahap III

: : :

Bahasa Moi dan keterampilan budaya Moi Penyembuhan dan obat tradisional

Hukum adat, kewiraan, dan sejarah Moi

17. Penutupan Wisuda, penganugerahan gelar dan piagam,

atraksi menari dan menyanyi, atraksi pengobatan, dan penutupan.

18. Konsumsi : Sagu, umbi-umbian, ikan, nasi, sayuran,

madu, dan minuman teh/kopi, yang dimasak secara modern dengan aneka bentuk dan rasa, disiapkan oleh panitia, sponsor, dan


(50)

Keterangan.

1) Pelindung adalah

a. Bupati merupakan penguasa tunggal tertinggi di wilayah Kabupaten Sorong yang mempunyai kewenangan membina dan melindungi semua kegiatan warganya yang turut serta berperan dalam menggerakkan pembangunan Kabupaten Sorong.

b. POLRES sebagai pelindung dalam pelaksanaan keamanan dan ketertiban

dalam kemasyarakat di wilayah Kabupaten Sorong. POLRES mempunyai kewenangan menjaga keamanan, ketentraman, dan ketertiban warga dalam kehidupan bermasyarakat.

c. DANRAMIL sebagai pelindung dalam menjaga persatuan, kesatuan, dan

keutuhan Negara Republik Indonesia.

2) Penanggung jawab adalah lembaga masyarakat yang berkompeten dan

berkaitan langsung dengan penddikan adat yaitu Dewan Adat. Dewan Adat merupakan lembaga masyarakat yang memiliki keanggotaan dari pendidikan adat atau semua anggotanya adalah lulusan atau alumni pendidikan adat. 3) Pelaksana adalah dewan adat dan Lembaga Masyarakat Adat Malamoi yang

berkepentingan dalam reorganisasi kepemimpinan dan keanggotaan lembaganya.

4) Biaya berasal dari Dewan Adat, Lembaga Masyarakat Adat, sponsor, peserta, dan bantuan pemerintah.

5) Pengawas dalam pelaksanaan pendidikan adat adalah ketua-ketua Dewan Adat dari wilayahnya masing-masing agar pelaksanaan pendidikan adat


(51)

sesuai sasaran dan tujuan pendidikan yang telah direncanakan karena berkaitan dengan sejarah dan peninggalan harta kekayaan adat masing-masing keret atau marga di wilayahnya masing-masing-masing-masing.

6) Pendidik dalam pendidikan adat adalah:

a. Dewan Adat yang berkompeten artinya anggota yang menjadi pendidik adalah anggota yang pernah mengikuti pendidikan adat sesuai dengan bidang yang pernah dipelajari pada waktu menjadi ulibi dalam pendidikan adat kambik.

b. Lembaga Masyarakat Adat yang berkompeten artinya anggota yang

menjadi pendidik mempunyai kemampuan mengajar dan memiliki ilmu pengetahuan yang cukup tentang budaya suku Moi yang diajarkan dalam pendidikan adat melalui seleksi dan tes yang disepakati oleh Dewan Adat dan Lembaga Masyarakat Adat Malamoi.

c. Instansi terkait yang memiliki kepentingan dalam pemerintahan untuk menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap kesatuan Republik Indonesia melalui materi kewiraan dan cinta tanah air, hukum positif sebagai hukum negara, Wawasan Nusantara, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indopnesia.

7) Peserta didik adalah orang suku Moi yang berumur 15 sampai 35 tahun dimaksudkan pengkaderan kepemimpinan dewan adat dan Lembaga Masyarakat Adat Malamoi atau untuk memberi bekal yang cukup kepada pemuda suku Moi untuk menjadi calon pemimpin dan calon pewaris kekayaan adat dan budaya suku Moi. Karena secara psikologis anak umur 15


(52)

tahun ke atas telah matang untuk menerima ilmu pengetahuan dan tanggung jawab pada diri sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan bagi pengurus dewan adat dan Lembaga Masyarakat Adat Malamoi penting untuk ikut serta dalam kegiatan, agar mampu melaksanakan tugasnya sebagai pengurus lembaga sesuai dengan bidangnya.

8) Tempat yang digunakan pendidikan adat adalah di rumah para Dewan Adat, atau di tengah hutan yang disakralkan masyarakat suku Moi yang masih ada, atau di kampung masing-masing berdasarkan kesepakatan. Pemilihan tempat pelaksanaan diusahakan di wilayah adat yang masih ada hubungan peninggalan harta kekayaan adat masing-masing keret. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat waktu dan biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan adat kambik.

9) Waktu yang digunakan pendidikan yang dulu sampai enam bulan

dipersingkat menjadi tiga minggu sesuai dengan waktu yang dibutuhkan penyelesaian pendidikan setiap blok atau kelas. Pelaksanaan dilakukan pada waktu liburan sekolah formal di lingkungan lembaga pemerintah dan swasta. Proses pembelajaran dilaksanakan siang hari dengan jumlah jam diatur dan disepakati bersama. Di saat-saat tertentu dilakukan pembelajaran malam hari sebagai perenungan dan penyatuan dengan alam untuk membangkitkan suasana sakral sesuai dengan adat dan budaya suku Moi.

10)Tujuan Membentuk calon pemimpin yang tangguh, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, memiliki kecakapan, jujur, bijaksana, keterampilan, dan ahli pengobatan tradisional.


(53)

11)Materi atau bahan pelajaran dimasukkan bahan pelajaran keagamaan sesuai dengan agama yang dipeluk para peserta didik dan pelajaran kewiraan dan cinta tanah air. Budaya menari dan menyanyi hanya digunakan untuk mengisi waktu dan mengatasi kejenuhan selama pelaksanaan pendidikan adat atau dijadikan sebagai ajang lomba antar kelompok. Pelajaran keterampilan dikembangkan dari segi kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas menyangkut banyaknya jenis keterampilan sesuai dengan kebutuhan di masyarakat saat ini. Dari segi kualitas, memperbaiki bahan, dan memperkaya motif yang masih mencerminkan ciri khas suku Moi. Hal ini dimaksudkan agar semua hasil keterampilan bisa menarik baik wisata domistik maupun asing, dan meningkatkan kesejahteraan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat suku Moi. Pelajaran tumbuhan obat dipadu dengan pengolahan secara modern untuk mengetahui kandungan dan kegunaan obat herbal yang dapat dipertanggung jawabkan berlabel POM. Herbal tersebut di pasarkan secara nasional dan internasional.

12)Metode yang digunakan dalam pembelajaran adalah metode ceramah,

demonstrasi, dan unjuk kerja. Metode ceramah digunakan untuk menjelaskan materi pelajaran, metode demonstrasi digunakan untuk memperjelas materi pelajaran dengan mempraktekkan materi agar lebih mudah diserap ulibi, dan metode unjuk kerja digunakan untuk mendalami materi pelajaran yang sudah dipelajari ulibi.

13)Media yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan adat adalah alam sekitar dan media elektronik. Materi pelajaran disampaikan secara lisan,


(54)

sedangkan pelajaran pokok yang menyangkut hayat hidup orang banyak disampaikan secara tertulis. Pelajaran pokok yang tertulis tersebut dimaksudkan agar masalah yang menyangkut hayat hidup orang banyak tidak disalahgunakan orang yang tidak bertanggung jawab dan masih menggunakan asas keadilan sesuai dengan ajaran yolom yefai.

14)Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pendidikan adat kambik adalah gedung atau rumah kambik, papan tulis, ATK, penerangan modern, proyektor.

15)Ujian dilaksanakan dengan materi ujian dari tingkatan yang mudah ke materi yang lebih sulit atau tinggi. Ujian dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu tahap pertama ujian Bahasa Moi dan keterampilan budaya Moi, tahap kedua ujian penyembuhan dan obat tradisional, dan tahap ketiga ujian hukum adat, kewiraan, dan sejarah Moi.

16)Penutup dilakukan dengan agenda acara wisuda, penganugerahan gelar dan piagam, atraksi menari dan menyanyi, atraksi pengobatan, dan penutupan. 17)Pakaian yang digunakan adalah pakaian baju batik papua, celana panjang

yang dibalut dengan kain timor atau kain cita, dan hiasan manik-manik khas suku Moi. Sehingga dengan pakaian tersebut dapat mengurai tanggapan negatif bagi orang yang belum memahaminya, selain itu nilai kesakralannya masih terjaga.

18) Makanan dimasak secara tradisional atau modern dengan aneka rasa dan bentuk makanan berbahan sagu dan umbi-umbian, artinya makanan dimasak dengan berbagai jenis makanan dengan bahan sagu dan umbi-umbian.


(55)

19)Penerangan yang digunakan menggunakan penerangan yang mampu mambantu dan menunjang belajar peserta didik, misalnya menggunakan lenterna, pelita, listrik, lampu senter, dan sejenisnya.

b. Pelatihan Pendidikan Adat Kambik

Pelatihan pendidikan adat kambik adalah pelatihan yang diadakan masyarakat suku Moi untuk memberi bekal pengetahuan dan tanggung jawab kepada generasi muda sebagai calon pejabat dewan adat dan lembaga masyarakat adat agar tidak keluar dari norma-norma, pranata-pranata, aturan-aturan, adat-istiadat, dan hukum adat suku Moi.

Peserta pelatihan pendidikan adat adalah:

1) Masyarakat yang menuhi persyaratan adat yang ditentukan oleh dewan adat.

2) Pengurus dewan adat yang belum mengikuti pendidikan.

3) Masyarakat yang akan menjadi calon pengurus dewan adat dan lembaga masyarakat adat sesuai dengan bidangnya masing-masing.

4) Diharapkan bisa diikuti oleh masyarakat di luar suku Moi yang berdiam dan bertempat tinggal di wilayah Malamoi, atas persetujuan dewan adat dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi, dengan tujuan agar semua aturan, norma, pranata, adat-istiadat, hukum adat dan hukum normal dapat dipahami dan dipatuhi oleh masyarakat.

Bahan atau materi pelajaran pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan, artinya pelatihan dilaksanakan per bidang keahlian atau pengetahuan. Misalnya pelatihan hukum adat, hak ulayat, keterampilan, penyembuhan dan pengobatan


(56)

tradisional budaya suku Moi, rumah kambik, pengembangan budaya tari dan nyanyian rakyat suku Moi, dan lain lain.

Tempat pelatihan dilaksanakan berdasarkan kesepakatan para dewan adat dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi yang difasilitasi oleh pemerintah. Dana pelaksanaan pelatihan berasal dari bantuan pemerintah atau sponsor yang peduli terhadap budaya daerah. Pelatihan pendidikan adat bertujuan menggali, memahami, membentuk kepemimpinan suku Moi, dan menyosialisasi-kan budaya Moi. Pemahaman masyarakat terhadap budaya Moi sangat berguna dalam menentukan pembangunan masa depan di wilayah Malamoi. Pelaksanaan model pelestarian pendidikan adat kambik dalam bentuk pendidikan dan pelatihan tersebut bekerja sama dengan masyarakat, lembaga masyarakat, dan pemerintah khususnya pemerintah daerah.

Dampak yang diharapkan dari model pelestarian dalam bentuk pendidikan adalah:

a. Setelah mengikuti pendidikan adat diharapkan masyarakat lebih mencintai dan menghargai budayanya sendiri.

b. Setelah mengikuti pendidikan masyarakat memperoleh ilmu pengetahuan yang bermanfaat dalam memahami dan menerapkan budaya di masyarakat. c. Setelah mengikuti pendidikan masyarakat akan mengetahui perilaku yang

baik dan perilaku yang tidak baik dalam bermasyarakat.

d. Pendidikan adat mampu menciptakan keahlian seseorang berdasarkan minat dan bakatnya.


(1)

d. Membangkitkan minat generasi muda untuk mencintai dan mengembangkan budaya sendiri, yang tidak kalah luhur dan indah dibandingkan dengan budaya dari daerah bahkan dari negara lain.

e. Membangkitkan pandangan positif masyarakat terhadap budaya pendidikan adat kambik.

5.5.5 Model Pelestarian dalam Bentuk Pengajaran melalui Sekolah

Model pelestarian dalam bentuk pengajaran di sekolah yang ditawarkan, adalah model pelestarian mengajarkan bahan pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan adat di sekolah formal. Namun, model pelestarian pendidikan adat melalui pendidikan di sekolah sangat berkaitan dengan pengelolaan pendidikan secara nasional, maka perlu adanya perencanaan yang sangat matang.

Peluang dimasukkan bahan pelajaran dalam pendidikan adat ditunjang oleh kurikulum nasional, yang mengembangkan materi atau bahan pelajaran pendidikan berdasarkan kompetensi dan potensi yang dimiliki setiap daerah tempat pelaksanaan pendidikan, dan masuknya pelajaran muatan lokal dalam kurikulum. Kompetensi dan potensi yang dimiliki masyarakat suku Moi sebagai penduduk asli kabupaten Sorong adalah budaya Moi. Budaya suku Moi yang dimaksudkan dalam bentuk model pelestarian ini adalah budaya yang diajarkan dalam pendidikan adat kambik, yang masih relevan dengan situasi dan kondisi masyarakat ilmiah di lembaga pendidikan.

Model pelestarian pendidikan adat yang ditawarkan adalah mengajarkan budaya yang berkaitan dengan sejarah budaya suku Moi, bahasa Moi,


(2)

keterampilan khas suku Moi, cerita rakyat suku Moi, dan tarian dan nyanyian suku Moi. Sejarah budaya suku Moi, bahasa Moi, dan keterampilan suku Moi dapat diajarkan dalam mata pelajaran muatan lokal. Cerita rakya suku Moi diajarkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan tarian dan nyanyian yang biasa dibawakan dalam kegiatan-kegiatan adat suku Moi diajarkan dalam pelajaran kesenian.

Langkah-langkah yang dilakukan pada model pelestarian melalui sekolah adalah menyiapkan perangkat dan komponen pendidikan. Mendidik guru muatan lokal dalam menguasai pengetahuan budaya dan bahasa daerah Moi. menyiapkan silabus muatan lokal, menyiapkan sarana dan prasarana. Selain itu, mengadakan pelatihan guru kesenian dan guru Bahasa Indonesia berkaitan dengan materi yang berhubungan dengan tarian, nyanyian, dan cerita rakyat Moi. Pemerintah, khususnya pemerintah daerah mempunyai andil besar menyediakan sarana dan prasarana, pengadaan bahan pelajaran, dan menyediakan tenaga pendidik. Dewan adat dan Lembaga Masyarakat Adat Malamoi diharapkan berperan aktif untuk membantu pelaksanaan pembelajaran budaya suku Moi, baik dalam hal tenaga kependidikan maupun bahan pelajaran.

Dampak yang diharapkan dari model pelestarian dalam bentuk pengajaran melalui sekolah:

a. Menanamkan rasa cinta terhadap budaya daerah sejak dini.

b. Menghargai dan mencintai bahasa daerah sebagai kekayaan budaya


(3)

c. Dapat menentukan arah pembangunan bidang pendidikan di masa yang akan datang.

d. Membangkitkan rasa bangga terhadap budaya daerah dari anak didik setelah mempelajari budaya daerah di sekolah.

e. Menciptakan lapangan pekerjaan terutama dalam pengadaan guru budaya daerah, peneliti budaya daerah, dan penyusunan dan pengadaan buku referensi pelajaran budaya daerah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Nazali Shaleh. 2011. Pendidikan dan Masyarakat. Terjemahan “al Tarbiyyah wal Mujtama’ alih Bahasa Syamsudin Asyrofi. Yogyakarta: Sabda Media.

BAPPEDA. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sorong. Sorong. Brain, Asian. 2010. Pengertian Pendidikan. (online).

Tersedia:http://www.anneahira.com/artikel pendidikan/pengertian pendidikan. Htm. (22 Oktober 20110)

Danandjaja, James. 2007 Folklor Indonesia; Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.

Denzin, Norman K. dkk. 2009. Handbook Of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Medpress.

Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor; Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Medpress.

Fraenkel, Jack R. and Norman E. Wallen. 2007. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: Logman.

Hartoto. 2010. Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan. (online)

Tersedia:http://alixwijaya.com/2020.12 definisi pendidikan.html#xzz1brx3 CgFA. Wordpress.com. (22 Oktober 2011)

Kayam, Umar. 1988. Memahami Roman Indonesia Modern sebagai Pencerminan dan Ekspresi Masyarakat dan Budaya Indonesia: Suatu Refleksi. Bandung: Penerbit Angkasa

Koenjaraningrat, 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Koenjaraningrat, 1993. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru Koenjaraningrat, 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta.


(5)

Koenjaraningrat, 2005. Pengantar Antropologi II. Jakarta: Rineka Cipta.

Liliweri, Alo. 2009. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKiS

Malak, Stepanus dan Likewati, Wa Ode. 2011. Etnografi Suku Moi. Bogor: Sarana Komunikasi Utama

Malak, Stepanus dan Likewati, Wa Ode. 2011. Kamus Indonesia - Moi. Bogor: Sarana Komunikasi Utama

Maryaeni. 2008. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan dari “qualitative Data Analysis”. Alih Bahasa: Tjejep Rohendi Rosidi. Jakarta: UI-Press.

Rahmat, Abdul. 2010. Pengantar Pendidikan, Teori, Konsep, dan Aplikasinya. Bandung: MQS.

Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian, Kajian Budaya Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama.

Rusyana, Yus. 2006. Peranan Tradisi Lisan dalam Ketahanan Budaya (makalah). Bandung

Sadulloh, Uyoh. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan dalam Budaya 2. Jakarta: Wedatama Widya sastra

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung; Alfabeta. Soemardjo. 2000. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni


(6)

Sudjana, N. 1990. Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukatman, 2009. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia; Pengantar Teori dan Pembelajarannya. Yogyakarta: Laksbang Pressindo.

Suryobroto, B. 2005. Tata Laksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.

Tirtarahadja, Umar dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta