Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas.

(1)

Hal

Halaman Judul ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

A. Tinjauan Umum Kreativitas ... 14

B. Persepsi terhadap Kreativitas... 18

C. Dimensi Kreativitas ... 21

D. Berpikir Kreatif Matematis ... 26

E. Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 30

F. Pemecahan Masalah Matematis ... 32

G. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 42

H. Disposisi Matematis …………... 48

I. Strategi Mathematical Habit of Mind (MHM) ……… 54

J. Pembelajaran Berbasis Masalah ………. 66

K. Strategi Mathematical Habit of Mind (MHM) Berbasis Masalah ……… 75


(2)

BAB III METODE PENELITIAN ………. 79

A. Desain Penelitian ... 79

B. Subjek Penelitian ... 82

C. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 82

1. Tes Kemampuan Awal Matematis ... 84

2. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 86

3. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 87

4. Skala Disposisi Matematis ... 88

5. Skala Persepsi terhadap Kreativitas ... 90

6. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 92

D. Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 92

1. Lembar Kegiatan Siswa ... 92

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 94

E. Jadwal Penelitian ... 94

F. Teknik Analisis Data ... 95

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 97

A. Hasil Penelitian ... 97

1. Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 97

2. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. 104 3. Analisis Disposisi Matematis ... 108

4. Analisis Persepsi terhadap Kreativitas ... 113

5. Analisis Antarvariabel ... 117

B. Pembahasan ... 121

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 147

A. Simpulan ... 147

B. Implikasi ... 148

C. Rekomendasi ... 156


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam skala sempit maupun luas, sederhana maupun kompleks. Kesuksesan individu sangat ditentukan oleh kreativitasnya dalam menyelesaikan masalah. Individu kreatif memiliki karakteristik-karakteristik kreatif yang membedakannya dengan individu pada umumnya. Individu kreatif memandang masalah sebagai tantangan yang harus dihadapi, bukan dihindari. Individu kreatif juga memandang masalah dari berbagai perspektif sehingga memungkinkannya memperoleh alternatif-alternatif solusi.

Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu karakteristik yang dikehendaki dunia kerja (Career Center Maine Department of Labor USA, 2001). Karakteristik-karakteristik itu selengkapnya adalah: (1) memiliki kepercayaan diri; (2) memiliki motivasi berprestasi; (3) menguasai keterampilan-keterampilan dasar, seperti keterampilan membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, dan melek komputer; (4) menguasai keterampilan berpikir, seperti mengajukan pertanyaan, mengambil keputusan, berpikir analitis, dan berpikir kreatif; dan (5) menguasai keterampilan interpersonal, seperti kemampuan berkerja sama dan bernegosiasi.

Pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis,


(4)

2

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama (Depdiknas, 2004). Secara terperinci, pembelajaran matematika dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut.

1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik simpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan; eksplorasi; eksperimen; menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi, dan inkonsistensi.

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, keingintahuan, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, dan diagram.

Institusi pendidikan memiliki peran dan tanggung jawab untuk membekali peserta didik kemampuan-kemampuan yang berguna bagi kehidupan mereka kelak. Peran dan tanggung jawab demikian tampaknya belum dilakukan secara optimal. Hasil penelitian McGregor (2007) menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga orang di Amerika yang berusia 16 sampai 25 tahun menyatakan bahwa institusi pendidikan tidak membekali mereka kemampuan-kemampuan penting yang diperlukan untuk menghadapi tantangan kehidupan. Kemampuan-kemampuan tersebut diantaranya adalah Kemampuan-kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah.


(5)

Pengembangan kemampuan berpikir kreatif dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut adalah persepsi terhadap kreativitas. Secara umum terdapat dua pandangan berbeda mengenai kreativitas. Pandangan pertama menyatakan bahwa kreativitas hanya dimiliki oleh individu dengan karakteristik tertentu (Berg, 1999; Getzel & Jackson dalam Alexander, 2007; Briggs dan Davis, 2008). Menurut Berg (2009), kreativitas hanya dimiliki oleh individu jenius berkemampuan luar biasa pada bidang-bidang tertentu, seperti sains, sastra, atau seni. Kreativitas juga dipandang bersifat magis dan misterius yang melibatkan aktivitas bawah sadar. Sementara menurut Getzel dan Jackson (Alexander, 2007), kreativitas sering dikaitkan dengan sikap menganggu dan sikap membuat gaduh yang sulit dikendalikan. Sementara Briggs dan Davis (2008) melaporkan bahwa hanya sedikit mahasiswa yang memandang bahwa kreativitas berkaitan dengan cara berpikir

Pandangan kedua mengenai kreativitas menyatakan bahwa kreativitas dapat dimiliki oleh individu dengan kemampuan biasa (Dunbar dan Weisberg dalam Matlin, 2003 dan Treffinger dalam Alexander, 2007). Dunbar dan Weisberg (Matlin, 2003) menyatakan bahwa kreativitas merujuk pada penggunaan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah sehari-hari yang dapat dilakukan oleh individu berkemampuan biasa. Sementara Treffinger (Alexander, 2007) mengemukakan bahwa setiap individu pada dasarnya mempunyai potensi kreatif. Pandangan-pandangan tersebut menegaskan bahwa kreativitas dapat dimiliki oleh siapapun, tidak hanya oleh individu berkemampuan luar biasa.


(6)

4

Pengembangan kemampuan berpikir kreatif perlu dilakukan secara simultan dengan pengembangan persepsi yang tepat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mann (2005) yang menunjukkan bahwa persepsi terhadap kreativitas merupakan salah satu penduga bagi kreativitas. Siswa yang memiliki persepsi positif terhadap kreativitas lebih berpotensi menjadi kreatif. Sebaliknya, persepsi-persepsi yang tidak tepat menjadikan pengembangan kreativitas tidak mudah dilakukan. Hal ini dapat dipahami karena individu yang memiliki persepsi tidak tepat, seperti meyakini diri tidak kreatif dan di sisi lain ia juga meyakini bahwa kreativitas hanya dimiliki oleh individu jenius, tentu tidak akan melakukan upaya produktif untuk menjadikan diri kreatif.

Memang tidak tepat berpandangan bahwa kreativitas hanya dimiliki oleh individu cerdas. Meski demikian, bagaimanapun juga, individu cerdas memiliki potensi lebih untuk menjadi kreatif. Hasil penelitian Mann (2005) menunjukkan bahwa kecerdasan, yang ditunjukkan oleh prestasi belajar, merupakan salah satu penduga bagi kreativitas. Individu cerdas memiliki kemampuan lebih untuk mensintesis berbagai konsep dan melihat keterkaitan antarkonsep-konsep tersebut serta memanfaatkannya untuk menyelesaikan masalah. Hal demikian mendorong peneliti untuk mengkaji pengaruh faktor kecerdasan terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis. Dalam penelitian ini, faktor kecerdasan ditunjukkan oleh faktor kemampuan awal matematis.

Pembelajaran matematika tidak hanya dimaksudkan untuk mengembangkan aspek kognitif, melainkan juga aspek afektif, seperti disposisi matematis. Disposisi matematis berkaitan dengan bagaimana siswa memandang dan


(7)

menyelesaikan masalah; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir terbuka untuk mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah. Disposisi juga berkaitan dengan kecenderungan siswa untuk merefleksi pemikiran mereka sendiri (NCTM, 1991).

Disposisi matematis merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan belajar matematika siswa. Siswa memerlukan disposisi matematis untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik dalam belajar matematika. Oleh karena itu, pengembangan disposisi matematis menjadi keniscayaan. Kelak, siswa belum tentu memanfaatkan semua materi matematika yang mereka pelajari. Namun, dapat dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi positif untuk menghadapi situasi problematis dalam kehidupan mereka.

Kesuksesan individu sangat ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan. Kebiasaan-kebiasaan positif yang dilakukan secara konsisten berpotensi dapat membentuk kemampuan-kemampuan positif. Cara berpikir demikian dirujuk oleh Millman dan Jacobbe (2008) untuk mengembangkan strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematis melalui pembiasaan atau pembudayaan berpikir matematis. Mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dengan cara mengembangkan kebiasaan berpikir matematis sejalan dengan pendapat Sternberg (2006) yang memandang kreativitas sebagai kebiasaan.


(8)

6

Menurut Millman dan Jacobbe (2008), strategi MHM terdiri atas 6 kegiatan, yaitu (1) mengeksplorasi ide-ide matematis; (2) merefleksi kebenaran atau kesesuaian jawaban; (3) mengidentifikasi strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang lebih luas; (4) bertanya pada diri sendiri apakah terdapat “sesuatu yang lebih” dari aktivitas matematika yang dilakukan (generalisasi); (5) memformulasi pertanyaan; dan (6) mengkonstruksi contoh. Kegiatan-kegiatan ini dapat dipandang sebagai kebiasaan-kebiasaan berpikir matematis yang apabila dilakukan secara konsisten berpotensi dapat membentuk kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematis.

Kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah tidak tumbuh di ruang hampa, melainkan memerlukan daya dukung. Menurut Isaksen (Alexander, 2007), daya dukung tersebut dapat berupa konteks, situasi, atau faktor sosial. Konteks tersebut dapat berupa masalah yang menantang sebagai pemicu bagi proses belajar siswa. Dalam hal ini, masalah tidak lagi dipandang sebagai penerapan suatu konsep yang ditempatkan di tahap akhir pembelajaran, melainkan di tahap awal pembelajaran sebagai pemicu proses belajar siswa dalam membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan matematis. Pembelajaran yang memiliki karakteristik demikian disebut pembelajaran berbasis masalah (Fogarty, 1997; CIDR, 2004; dan Roh, 2003). Dengan demikian, pembelajaran berbasis masalah berpotensi sebagai sarana pendukung pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis.


(9)

Uraian di atas menunjukkan bahwa strategi MHM dan pembelajaran berbasis masalah memiliki potensi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal demikian mendorong peneliti untuk mengintegrasikan pembelajaran berbasis masalah dengan strategiMHM. Selanjutnya pembelajaran demikian disebut pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah. Melalui pembelajaran demikian, siswa melakukan kebiasaan-kebiasaan berpikir kreatif untuk mengeksplorasi masalah kontekstual. Masalah kontekstual tersebut diberikan di tahap awal pembelajaran sebagai pemicu bagi proses belajar siswa dalam membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematis.

Dengan melakukan kebiasaan mengeksplorasi ide-ide matematis dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah, siwa dapat mengembangkan kemampuan berpikir fleksibel. Demikian pula, kebiasaan memformulasi pertanyaan dapat menstimulasi keingintahuan siswa. Berpikir fleksibel dan keingintahuan merupakan aspek-aspek disposisi matematis. Selain itu, kebiasaan memeriksa kesesuaian solusi atau strategi penyelesaian masalah juga menumbuhkan aspek disposisi matematis lainnya, yaitu memonitor dan merefleksi pemikiran serta kinerja sendiri. Dengan demikian, pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah berpotensi untuk mengembangkan disposisi matematis. Pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah juga berpotensi sebagai sarana untuk mengembangkan persepsi yang tepat terhadap kreativitas. Misalnya, melalui pembelajaran demikian, siswa meyakini bahwa soal matematika dapat memiliki lebih dari satu solusi atau strategi penyelesaian.


(10)

8

Strategi MHM berbasis masalah perlu dipraktikkan dalam pembelajaran matematika untuk selanjutnya dikaji pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan persepsi terhadap kreativitas.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas. Secara terperinci, masalah-masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah memiliki kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional? 2. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor KAM

maupun dengan faktor kategori sekolah terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas?

3. Apakah terdapat asosiasi antara (a) kemampuan berpikir kreatif matematis masing-masing dengan kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas; (b) kemampuan pemecahan matematis dengan disposisi matematis; dan (c) disposisi matematis dengan persepsi terhadap kreativitas?


(11)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas. Secara terperinci, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan apakah siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah memiliki kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional.

2. Mendeskripsikan interaksi atau pengaruh bersama antara faktor pembelajaran dengan faktor KAM maupun dengan faktor kategori sekolah terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas.

3. Mendeskripsikan asosiasi antara (a) kemampuan berpikir kreatif matematis dengan kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas; (b) kemampuan pemecahan matematis dengan disposisi matematis; dan (c) disposisi matematis dengan persepsi terhadap kreativitas.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan mengenai strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta


(12)

10

presepsi terhadap kreativitas. Hal ini dapat menjadi acuan bagi peneliti dan praktisi pendidikan matematika seperti dosen, guru, maupun mahasiswa calon guru matematika dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan matematis, terutama kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematis.

Dalam penelitian ini dikaji interaksi atau pengaruh bersama antara faktor pembelajaran dengan faktor kategori KAM maupun dengan faktor kategori sekolah terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas. Dari hasil pengkajian ini akan diketahui apakah pengaruh faktor pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas masing-masing bergantung pada kategori-kategori KAM dan kategori sekolah. Hasil kajian ini dapat menjadi acuan untuk mengidentifikasi apakah strategi pembelajaran MHM berbasis masalah lebih sesuai untuk siswa sekolah kategori atas atau sekolah kategori sedang, serta apakah strategi tersebut lebih sesuai untuk siswa dengan kategori kemampuan awal matematis tinggi, sedang, atau rendah.

Bagi guru mitra, penelitian ini memberikan pengalaman nyata dan baru mengenai bagaimana merancang dan melaksanakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Pengalaman ini menjadi acuan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran pada topik-topik lainnya.


(13)

Penelitian ini juga memberikan pengalaman berharga bagi siswa mengenai bagaimana berinteraksi secara aktif dan produktif dalam kegiatan pembelajaran; seperti berdiskusi, bertanya, melakukan eksplorasi, mengajukan dugaan, mengemukakan pendapat, melakukan penyelidikan, menganalisis, mengajukan dugaan, mengkonstruksi contoh, mengidentifikasi kesesuaian solusi dan strategi penyelesaian masalah, dan menggeneralisasi. Pengalaman ini menjadi acuan bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran matematika pada topik-topik lainnya.

E. Definisi Operasional

Berikut didefinisikan istilah-istilah penting dalam penelitian ini.

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis meliputi aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan keterincian.

a. Kelancaran meliputi kemampuan (1) menyelesaikan masalah dan memberikan banyak jawaban terhadap masalah tersebut; atau (2) memberikan banyak contoh atau pernyataan terkait konsep atau situasi matematis tertentu.

b. Keluwesan meliputi kemampuan (1) menggunakan beragam strategi penyelesaian masalah; atau (2) memberikan beragam contoh atau pernyataan terkait konsep atau situasi matematis tertentu.

c. Kebaruan meliputi kemampuan (1) menggunakan strategi yang bersifat baru, unik, atau tidak biasa untuk menyelesaikan masalah; atau (2) memberikan contoh atau pernyataan yang bersifat baru, unik, atau tidak biasa.


(14)

12

d. Keterincian meliputi kemampuan menjelaskan secara terperinci, runtut, dan koheren terhadap prosedur matematis, jawaban, atau situasi matematis tertentu. Penjelasan ini menggunakan konsep, representasi, istilah, atau notasi matematis yang sesuai.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis meliputi aspek pemahaman, penggunaan strategi dan prosedur, dan komunikasi.

a. Pemahaman mencakup kemampuan (1) mengidentifikasi data atau informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah; dan (2) menyusun model matematis dari masalah yang akan diselesaikan.

b. Penggunaan strategi dan prosedur mencakup kemampuan (1) memilih dan menggunakan strategi pemecahan masalah; dan (2) melakukan prosedur matematis untuk menyelesaikan masalah.

c. Komunikasi mencakup kemampuan (1) memberikan penjelasan terhadap strategi, konsep-konsep terkait, dan prosedur matematis yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah; (2) menggunakan representasi, istilah, atau notasi matematis yang sesuai; dan (3) memaknai atau mengkomunikasikan solusi.

3. Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) adalah strategi pembelajaran matematika yang terdiri atas enam komponen pembelajaran sebagai berikut. a. Mengeksplorasi ide-ide matematis

b. Merefleksi kebenaran atau kesesuaian jawaban

c. Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam skala yang lebih luas


(15)

d. Bertanya pada diri sendiri apakah terdapat “sesuatu yang lebih” dari aktivitas matematika yang telah dilakukan (generalisasi)

e. Memformulasi pertanyaan f. Mengkonstruksi contoh

4. Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan konteks, situasi, pertanyaan, atau masalah sebagai pemicu proses belajar siswa dalam membangun pengetahuan dan kemampuan-kemampuan matematis, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematis.

5. Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) berbasis masalah adalah strategi MHM yang diintegrasikan dengan pembelajaran berbasis masalah. 6. Disposisi matematis adalah dorongan, kesadaran, atau kecenderungan yang

kuat untuk belajar matematika serta berperilaku positif dalam menyelesaikan

masalah matematis. Disposisi matematis meliputi aspek-aspek (1) kepercayaan diri, (2) kegigihan atau ketekunan, (3) fleksibilitas dan

keterbukaan berpikir, (4) minat dan keingintahuan, dan (5) kecenderungan untuk memonitor proses berpikir dan kinerja sendiri.

7. Persepsi terhadap kreativitas adalah cara pandang terhadap kreativitas dan pengembangannya. Cara pandang tersebut meliputi aspek-aspek (1) potensi kreatif, (2) lingkup kreativitas, (3) karakteristik ide kreatif, (4) karakteristik individu kreatif, dan (5) pengembangan kreativitas.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimen dengan desain perbandingan kelompok statis (Ruseffendi, 2005). Desain penelitian ini diilustrasikan sebagai berikut.

X

O

---

O

Penelitian ini melibatkan dua kategori kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas-kelas sampel tersebut tidak dibentuk dengan cara menempatkan secara acak subjek-subjek penelitian ke dalam kelas-kelas sampel tersebut, melainkan menggunakan kelas-kelas yang ada. Di kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut dilaksanakan pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah (X) dan pembelajaran secara konvensional. Pada akhir pembelajaran, siswa kedua kelas diberi tes akhir (O), yaitu tes kemampuan berpikir kreatif matematis dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Siswa kedua kelas juga diberi skala disposisi matematis dan skala persepsi terhadap kreativitas.

Siswa tidak diberi tes awal dengan pertimbangan bahwa tes yang digunakan, yaitu tes kemampuan berpikir kreatif dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis dikategorikan baru bagi siswa. Untuk mengerjakan tes ini diperlukan penguasaan materi dan strategi yang akan dipelajari siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pemberian tes awal dipandang kurang relevan. Pemberian tes awal juga dikhawatirkan akan mempengaruhi hasil tes akhir.


(17)

Penelitian ini mengkaji pengaruh faktor pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas. Pengkajian lebih komprehensif dilakukan dengan meninjau atau melibatkan faktor Kemampuan Awal Matematis (KAM) dan faktor kategori sekolah. Kemampuan Awal Matematis dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kategori tinggi, kategori sedang, dan kategori rendah. Demikian pula, sekolah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kategori atas, kategori sedang, dan kategori bawah.

Kategori KAM didasarkan pada hasil tes KAM dan kategori sekolah didasarkan pada nilai UAN Matematika SMP tahun pelajaran 2007/2008. Berikut disajikan kriteria pengkategorian tersebut.

Tabel 3.1 Kriteria Kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) Skor Kemampuan Awal Matematis (KAM) Kategori

KAM ≥ 75% skor ideal = 17 Tinggi

55% skor ideal = 12 < KAM < 75% skor ideal = 16 Sedang

KAM ≤ 55% skor ideal = 12 Rendah

Keterangan: Skor ideal adalah 22

Tabel 3.2 Kriteria Kategori Sekolah

Rata-rata nilai UAN Matematika Kategori Sekolah Banyak Sekolah

UAN ≥ 8,00 Atas 5

6,00 ≤ UAN < 8,00 Sedang 6


(18)

81

Penelitian ini hanya melibatkan sekolah kategori atas dan kategori sedang dengan pertimbangan bahwa kemampuan-kemampuan yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan kemampuan matematis tingkat tinggi yang memerlukan penguasaan kemampuan awal matematis yang memadai. Pelibatan sekolah kategori rendah dipandang tidak relevan karena siswa sekolah kategori ini secara umum diasumsikan memiliki kemampuan awal matematis kurang memadai.

Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas tersebut adalah pembelajaran, yaitu pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah dan pembelajaran secara konvensional. Variabel terikat tersebut adalah kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas. Sedangkan variabel kontrol tersebut adalah Kemampuan Awal Matematis (KAM) dan kategori sekolah. Berikut disajikan desain faktorial variabel penelitian ini.

Tabel 3.3 Desain Faktorial Variabel Penelitian

Kategori KAM

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis MHM Berbasis Masalah Konvensional Sekolah

Atas

Sekolah

Sedang Total

Sekolah Atas

Sekolah

Sedang Total Tinggi

Sedang Rendah Total

Keterangan: Desain faktorial untuk variabel lain, yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas, serupa dengan desain tersebut.


(19)

B. Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa dari dua SMP di Kota Yogyakarta dengan kategori berbeda, yaitu kategori atas dan sedang. Dari masing-masing sekolah dipilih dua kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pemilihan kelas-kelas ini tidak dilakukan secara acak, melainkan dipilih kelas-kelas yang memiliki jadwal tidak beririsan karena peneliti bertindak sebagai pengajar. Pada sekolah kategori atas, banyaknya siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 31 siswa, sedangkan pada sekolah kategori sedang, masing-masing adalah 32 siswa.

C. Pengembangan Instrumen Penelitian

Sebelum digunakan, instrumen penelitian yang disusun ditelaah atau dinilai oleh ahli, yaitu dosen pendidikan matematika yang bergelar doktor atau sedang menempuh pendidikan doktor pendidikan matematika, terkait validitas muka dan validitas isi instrumen ini. Validitas muka mencakup aspek-aspek (1) kejelasan dan kekomunikatifan bahasa yang digunakan dan (2) kemenarikan penampilan sajian instrumen. Sedangkan validitas isi mencakup kesesuaian butir-butir instrumen dengan aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas.

Selanjutnya dilakukan uji Q-Cochran untuk menguji apakah para penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas instrumen penelitian. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut. Hipotesis ini diuji dengan taraf signifikansi 0,05.

H0 : Para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam


(20)

83

Hasil penilaian ahli digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki instrumen penelitian. Instrumen penelitian yang telah diperbaiki selanjutnya diujicobakan untuk mengetahui keterbacaan butir-butir instrumen dan kesesuaian alokasi waktu. Uji coba juga dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik instrumen yang mencakup validitas butir dan reliabilitas instrumen. Uji coba tes kemampuan berpikir kreatif dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis juga dimaksudkan untuk mengetahui indeks kesukaran butir instrumen-instrumen ini.

Validitas butir instrumen dihitung dengan rumus korelasi Product Moment Pearson. Reliabilitas tes KAM dihitung dengan rumus KR-21, sedangkan reliabilitas tes kemampuan berpikir kreatif, tes kemampuan pemecahan masalah, skala disposisi matematis, dan skala persepsi terhadap kreativitas dihitung dengan rumus Cronbach Alpha (Ruseffendi, 2005).

Dalam penelitian ini, butir tes kemampuan awal matematis, tes kemampuan berpikir kreatif matematis, dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis masing-masing dikategorikan valid jika rhitung lebih dari rtabel = r0,05;35 = 0,287. Sementara butir skala disposisi matematis dan butir skala persepsi terhadap kreativitas dikategorikan valid jika rhitung lebih dari rtabel = r(0,05;28) = 0,306. Kriteria kategori koefisien reliabilitas instrumen disajikan sebagai berikut.

Tabel 3.4 Kategori Reliabilitas Instrumen Koefisien Reliabilitas (r) Kategori

r ≤ 0,2 Sangat Rendah 0,20 < r ≤ 0,40 Rendah 0,40 < r ≤ 0,70 Sedang 0,70 < r ≤ 0,90 Tinggi 0,90 ≤ r ≤ 1,00 Sangat Tinggi


(21)

Indeks Kesukaran (IK) butir tes kemampuan berpikir kreatif matematis dan butir tes kemampuan pemecahan masalah dihitung dengan membandingkan skor butir dengan skor ideal (Nurgiyantoro et al, 2000). Kategori indeks kesukaran butir tes disajikan sebagai berikut.

Tabel 3.5 Kategori Indeks Kesukaran Butir Tes Indeks Kesukaran (IK) Kategori

IK = 0 Sangat Sukar

0 < r ≤ 0,30 Sukar 0,30 < r ≤ 0,70 Sedang 0,70 < r ≤ 1,00 Mudah

IK = 1 Sangat Mudah

Berikut diuraikan masing-masing instrumen penelitian ini. 1. Tes Kemampuan Awal Matematis

Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan awal matematis siswa terkait materi-materi yang telah dipelajari. Tes ini mencakup aspek-aspek pemahaman, penerapan, dan pemecahan masalah terkait topik-topik Bilangan, Bentuk Aljabar, Persamaan Linier Satu Variabel, Perbandingan, Geometri, Fungsi, Statistika, dan Himpunan. Tes ini terdiri atas 30 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran atau 80 menit.

Hasil penilaian ahli terhadap validitas muka dan validitas isi tes ini disajikan pada Lampiran A.1.2. Semua ahli menilai bahwa tes ini telah memenuhi validitas isi. Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka tes ini.

Tabel 3.6 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Validitas Tes KAM

Banyak Butir Soal Q Sig


(22)

85

Dari Tabel 3.7 diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig) uji ini adalah 0,532; lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian yang seragam terhadap validitas muka tes isi. Semua penilai menyimpulkan bahwa tes ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para penilai juga memberikan saran perbaikan terkait dengan kejelasan gambar atau notasi matematis dan penggunaan istilah matematis yang lebih tepat.

Hasil analisis validitas dan indeks kesukaran butir serta reliabilitas tes KAM disajikan pada Lampiran A.1.4. Dari hasil analisis diketahui bahwa reliabilitas tes ini adalah 0,585; dikategorikan sedang. Terdapat 8 butir soal yang tidak valid, sehingga digugurkan atau tidak digunakan dalam penelitian ini.

Banyaknya butir soal yang valid dipandang masih memadai karena secara proporsional masih mewakili aspek-aspek yang diukur maupun materi-materi yang ditentukan. Selain itu, butir-butir soal yang valid ini juga masih proporsional ditinjau dari aspek tingkat kesukaran. Dari 22 butir soal yang valid, 10 butir soal dikategorikan mudah, 6 butir soal dikategorikan sedang, dan 6 butir soal dikategorikan sukar. Berikut disajikan deskripsi KAM siswa berdasarkan kategori pembelajaran dan kategori sekolah.

Tabel 3.7 Kemampuan Awal Matematis Siswa Berdasarkan Kategori Sekolah dan Kategori Pembelajaran Ukuran

Statistik

MHMBM Konvensional

Sekolah Atas

Sekolah

Sedang Total

Sekolah Atas

Sekolah

Sedang Total

Banyak Siswa 31 32 63 31 32 63

Rata-Rata 14,55 12,44 13,48 14,35 12,53 13,43 Simpangan Baku 3,38 2,65 3,19 3,08 2,08 2,76

Skor Minimum 9 6 6 9 8 8

Skor Maksimum 20 17 20 20 16 20


(23)

Berikut disajikan distribusi siswa berdasarkan kategori KAM, kategori pembelajaran, dan kategori sekolah.

Tabel 3.8 Distribusi Siswa Berdasarkan Kategori KAM, Kategori Pembelajaran, dan Kategori Sekolah Kategori

KAM

MHMBM Konvensional Total

Sekolah Atas

Sekolah

Sedang Total

Sekolah Atas

Sekolah

Sedang Total

Sekolah Atas

Sekolah Sedang

Tinggi 10 2 12 9 0 9 19 2

Sedang 11 11 22 12 19 31 23 30

Rendah 10 19 29 10 13 23 20 32

Total 31 32 63 31 32 63 62 64

2. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Tes ini untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis yang meliputi aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan keterincian terkait materi Persamaan Linier dan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV). Tes ini terdiri atas 6 butir soal uraian dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran atau 80 menit. Hasil penilaian ahli terhadap validitas tes ini disajikan pada Lampiran A.2.2. Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas muka dan validitas isi tes ini.

Tabel 3.9 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Validitas Muka Validitas Isi

Banyaknya butir soal (n) Q Sig n Q Sig

6 3,000 0,558 6 4,000 0,406

Dari Tabel 3.9 diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) uji tersebut berturut-turut adalah 0,558 dan 0,406; masing-masing lebih dari taraf signifikansi 0,05. Berarti penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas muka dan validitas isi tes ini. Jadi, tes ini memenuhi validitas muka dan validitas isi.


(24)

87

Semua penilai menyimpulkan bahwa tes ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para penilai memberikan komentar atau saran terkait kesesuaian alokasi waktu, penggunaan istilah, dan tata tulis. Para penilai juga menyarankan untuk menyederhanakan atau mengurangi banyaknya pertanyaan. Setelah diperbaiki, tes ini diujicobakan untuk mengetahui validitas dan indeks kesukaran butir soal serta reliabilitas tes ini.

Hasil analisis validitas dan indeks kesukaran butir serta reliabilitas tes ini disajikan pada Lampiran A.2.4. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa semua butir tes ini valid. Koefisien reliabilitas tes ini adalah 0,526; dikategorikan sedang. Ditinjau dari tingkat kesukaran, 4 butir soal dikategorikan sedang dan 2 butir soal dikategorikan sukar.

3. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Tes ini untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang meliputi aspek pemahaman; aspek strategi dan prosedur; dan aspek komunikasi terkait materi Persamaan Linier atau Persamaan Garis Lurus dan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV). Tes ini terdiri atas 6 butir soal uraian dengan alokasi waktu dua jam pelajaran atau 80 menit.

Hasil penilaian ahli terhadap validitas isi dan validitas muka tes ini disajikan pada Lampiran A.3.2. Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk menguji apakah penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas tes ini.

Tabel 3.10 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Validitas Muka Validitas Isi

Banyaknya butir soal (n) Q Sig n Q Sig


(25)

Dari Tabel 3.10 diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) uji tersebut berturut-turut adalah 0,736 dan 0,558; masing-masing lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas muka maupun validitas isi tes ini. Jadi, tes ini memenuhi validitas muka dan validitas isi.

Semua penilai memberikan simpulan bahwa tes ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para penilai juga memberikan saran terkait tata tulis dan penggunaan istilah, misalnya terkait konsistensi penggunaan istilah linier atau linear. Setelah diperbaiki, tes ini diujicobakan untuk mengetahui validitas dan indeks kesukaran butir serta reliabilitas tes ini.

Hasil analisis validitas dan indeks kesukaran tes serta reliabilitas tes ini disajikan pada Lampiran A.3.4. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa semua butir tes ini valid. Koefisien reliabilitas tes ini adalah 0,865; dikategorikan tinggi. Ditinjau dari tingkat kesukaran, 4 butir soal dikategorikan sedang dan 2 butir soal dikategorikan sukar.

4. Skala Disposisi Matematis

Skala disposisi matematis digunakan untuk mengukur disposisi matematis siswa yang mencakup aspek-aspek (1) kepercayaan diri; (2) kegigihan atau ketekunan; (3) fleksibilitas dan keterbukaan berpikir; (4) minat dan keingintahuan; dan (5) kecenderungan untuk memonitor proses berpikir dan kinerja sendiri. Skala disposisi matematis ini terdiri atas 35 pernyataan dengan 4 kategori respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).


(26)

89

Hasil penilaian ahli terhadap validitas isi dan validitas muka skala disposisi ini disajikan pada Lampiran A.4.2. Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk menguji apakah para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka maupun validitas isi skala disposisi matematis ini.

Tabel 3.11 Hasil Uji Q-Cochran

terhadap Hasil Penilaian Validitas Skala Disposisi Matematis

Validitas Muka Validitas Isi

Banyaknya butir instrumen (n) Q Sig n Q Sig

35 1,600 0,449 35 2,000 0,368

Dari Tabel 3.11 diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) uji tersebut berturut-turut adalah 0,449 dan 0,368; masing-masing lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas muka maupun validitas isi skala disposisi matematis ini. Jadi, skala disposisi matematis ini memenuhi validitas muka dan validitas isi. Semua penilai memberikan simpulan bahwa skala disposisi matematis ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para penilai juga memberikan saran perbaikan terkait tata tulis dan penggunaan istilah. Setelah diperbaiki, skala disposisi matematis ini diujicobakan untuk mengetahui validitas butir atau pernyataan dan reliabilitas skala disposisi matematis ini.

Hasil analisis terhadap validitas butir dan reliabilitas skala disposisi matematis ini disajikan pada Lampiran A.4.4. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa terdapat 7 pernyataan yang tidak valid, sehingga digugurkan. Dengan demikian, skala disposisi matematis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 28 pernyataan yang valid. Banyaknya pernyataan yang valid ini dipandang memadai karena secara proposional masih mewakili aspek-aspek yang diukur. Koefisien reliabilitas tes ini adalah 0,880; dikategorikan tinggi.


(27)

Hasil uji coba juga digunakan untuk melakukan penskalaan terhadap kategori-kategori respon (SS, S, TS, STS) skala disposisi matematis. Penskalaan adalah prosedur penempatan kategori-kategori respon pada titik tertentu di sepanjang suatu kontinum (Azwar, 2009). Dengan kata lain penskalaan adalah penentuan skor masing-masing kategori respon. Penskalaan ini dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi respon, yaitu penskalaan yang menggunakan data respon untuk menempatkan kategori-kategori respon pada suatu titik di sepanjang kontinum tersebut. Salah satu metode dari pendekatan yang berorientasi respon adalah metode penjumlahan rating (method of summated rating). Metode ini digunakan untuk menentukan jarak antarkategori respon. Apabila titik awal kontinum sebagai letak kategori respon pertama telah ditetapkan, maka letak kategori respon lainnya dapat pula ditentukan dengan memperhatikan jarak antarkategori yang telah diketahui tersebut.

Prosedur penskalaan dan skor masing-masing kategori respon untuk setiap pernyataan valid dari skala disposisi matematis ini disajikan pada Lampiran A.4.5. Skor kategori skala disposisi matematis ini bervariasi antara 0 sampai dengan 4,99. Skor ideal skala disposisi matematis ini adalah 120,57.

5. Skala Persepsi terhadap Kreativitas

Skala persepsi terhadap kreativitas digunakan untuk mengukur persepsi atau cara pandang siswa terhadap kreativitas yang meliputi aspek potensi kreatif, lingkup kreativitas, karakteristik ide kreatif, karakteristik individu kreatif, dan pengembangan kreativitas. Skala persepsi terhadap kreativitas ini terdiri atas 20 pernyataan dengan empat kategori respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).


(28)

91

Hasil penilaian ahli terhadap validitas isi dan validitas muka skala persepsi terhadap kreativitas ini disajikan pada Lampiran A.5.2. Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas muka maupun validitas isi skala persepsi terhadap kreativitas ini.

Tabel 3.12 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian Validitas Skala Persepsi terhadap Kreativitas

Validitas Muka Validitas Isi

Banyaknya butir instrumen (n) Q Sig n Q Sig

20 2,600 0,368 20 4,00 0,135

Dari Tabel 3.12 diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) uji tersebut berturut-turut adalah 0,368 dan 0,135; masing-masing lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas muka maupun validitas isi skala persepsi terhadap kreatvitas ini. Jadi, skala persepsi terhadap kreativitas ini memenuhi validitas muka dan validitas isi.

Semua penilai memberikan simpulan bahwa skala persepsi terhadap kreativitas ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para penilai juga memberikan saran terkait tata tulis dan penggunaan istilah. Setelah diperbaiki, skala persepsi terhadap kreativitas ini diujicobakan untuk mengetahui validitas butir dan reliabilitas instrumen ini.

Hasil analisis validitas butir dan reliabilitas instrumen ini disajikan pada Lampiran A.5.4. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa terdapat 5 pernyataan yang tidak valid, sehingga digugurkan. Banyaknya pernyataan yang valid, yaitu 15 butir, dipandang memadai karena secara proposional masih mewakili aspek-aspek yang diukur. Koefisien reliabilitas instrumen ini adalah 0,709; dikategorikan sedang.


(29)

Hasil uji coba terhadap instrumen ini juga digunakan untuk menentukan skor masing-masing kategori respon untuk setiap pernyataan. Prosedur penskoran dan skor masing-masing kategori respon untuk setiap pernyataan valid dari skala persepsi terhadap kreativitas ini disajikan pada Lampiran A.5.5. Skor kategori respon skala persepsi terhadap kreativitas ini bervariasi antara 0 sampai dengan 4,77. Skor ideal skala persepsi terhadap kreativitas ini adalah 58,23.

6. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran

Lembar observasi kegiatan pembelajaran digunakan untuk mengobservasi kesesuaian pelaksanaan pembelajaran dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan karakteristik strategi MHM berbasis masalah. Observasi juga difokuskan untuk mengamati perilaku-perilaku yang menunjukkan disposisi matematis siswa. Hasil observasi digunakan sebagai bahan diskusi dengan guru setelah pembelajaran berakhir (postclass discussion) terkait pelakasaan pembelajaran. Lembar obeservasi ini disajikan pada Lampiran B.6.

D. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Terdapat dua perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Berikut diuraikan masing-masing perangkat pembelajaran tersebut.

1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa. LKS ini memuat masalah kontekstual yang disertai pertanyaan-pertanyaan sebagai acuan bagi proses belajar siswa. LKS ini disajikan pada Lampiran B.7. LKS yang disusun selanjutnya divalidasi atau dinilai oleh ahli terkait validitas muka dan validitas isi


(30)

93

LKS ini. Penilai tersebut adalah dosen-dosen pendidikan matematika yang bergelar doktor pendidikan matematika atau yang sedang menempuh studi doktor pendidikan matematika. Penilaian terhadap validitas muka mencakup aspek-aspek (1) kejelasan dan kekomunikatifan bahasa yang digunakan; dan (2) kejelasan dan kemenarikan sajian yang terkait gambar, ilustrasi, atau tabel. Sedangkan penilaian terhadap validitas isi mencakup aspek-aspek (1) kesesuaian dengan standar kompetensi dan kompetesi dasar; (2) kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa; (3) kesesuaian dengan aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan disposisi matematis; dan (4) kesesuaian sajian materi dengan strategi Mathematical Habit of Mind (MHM) berbasis masalah. Hasil penilaian tersebut disajikan pada Lampiran A.6.2.

Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka maupun validitas LKS ini.

Tabel 3.13 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian Validitas LKS

Banyaknya Aspek Q Sig

6 6,200 0,112

Dari Tabel 3.13 diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig) uji tersebut adalah 0,112; lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka maupun validitas isi LKS ini. Dengan demikian, LKS ini memenuhi validitas muka dan validitas isi.

Semua penilai menyimpulkan bahwa LKS ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para penilai juga memberikan saran perbaikan terkait pemilihan konteks, tata tulis, penggunaan ejaan, dan kejelasan gambar atau ilustrasi. Hasil penilaian


(31)

beserta saran perbaikan tersebut dijadikan dasar untuk memperbaiki LKS ini. Selanjutnya LKS yang sudah diperbaiki diujicobakan untuk mengetahui keterbacaan, kesesuaian alokasi waktu, dan kemudahan penggunaan bahan ajar tersebut dalam kegiatan pembelajaran.

Hasil uji coba menunjukkan bahwa siswa secara umum memahami tugas-tugas atau pertanyaan yang disajikan di LKS. Meski begitu, mereka menyatakan tidak terbiasa dengan jenis LKS yang diberikan tersebut. Hal itu juga tampak dari beberapa komentar atau pertanyaan siswa di kelas seperti ”setelah ini diapakan Pak?”, ”cara ngerjakannya gimana Pak?”, atau ”kasih tahu aja Pak caranya, biar cepet”, dan sebagainya.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun sebagai panduan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran, khususnya terkait bagaimana mempraktikkan strategi MHM berbasis masalah dengan memanfaatkan LKS sebagai sumber belajar siswa. RPP ini disajikan pada Lampiran B.8.

E. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian secara umum disajikan sebagai berikut. Tabel 3.14 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu

1 Persiapan Maret – Juni 2009

2 Pelaksanaan penelitian Juli – Desember 2009

3 Analisis data dan pembahasan Desember 2009 – Maret 2010 4 Penyusunan laporan Maret – April 2010


(32)

95

F. Teknik Analisis Data

Data penelitian dianalisis dengan ANAVA dua jalur untuk mengetahui pengaruh faktor pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas dengan meninjau atau melibatkan faktor KAM maupun faktor kategori sekolah. Sebelum dilakukan uji ANAVA, terlebih dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas varians kelompok data; berturut-turut dengan uji Kolmogorov-Smirov dan uji Levene. Menurut Rogan dan Keselman (Minium et al (2000), untuk melakukan uji ANAVA, syarat homogenitas varians dapat diabaikan bila sampel-sampel pada kelompok data yang bersesuaian dalam uji homogenitas varians ini berukuran sama dan varians terbesar pada kelompok data tersebut tidak lebih dari 10 kali varians terkecil.

Selanjutnya dilakukan uji-t untuk menguji apakah pada masing-masing kategori pembelajaran, siswa sekolah kategori atas memiliki kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas yang lebih baik daripada siswa sekolah kategori sedang. Sebelum dilakukan uji-t, dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varians. Uji homogenitas diperlukan untuk menentukan jenis rumus uji-t yang digunakan.

Selanjutnya dilakukan uji asosiasi antara (1) kemampuan berpikir kreatif matematis masing-masing dengan kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas; (2) kemampuan pemecahan matematis dengan disposisi matematis; dan (3) disposisi matematis dengan


(33)

persepsi terhadap kreativitas. Analisis ini menggunakan uji Chi-Square (χ2). Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pengkategorian data dengan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.15 Kategori Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPMM), Disposisi Matematis,

dan Persepsi terhadap Kreativitas

KBKMM dan KPMM Disposisi Matematis dan Persepsi terhadap Kreativitas

Skor Kategori Skor Kategori

Skor < 55% Rendah Skor < 60% Sangat Rendah 55% ≤ Skor < 75% Sedang 60% ≤ Skor < 70% Rendah

Skor ≥ 75% Tinggi 70% ≤ Skor < 80% Sedang 80% ≤ Skor < 90% Tinggi


(34)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang disajikan pada bab sebelumnya disimpulkan sebagai berikut.

1. a. Siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional.

b. Pada sekolah kategori sedang, siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional. Sementara pada sekolah kategori atas maupun secara keseluruhan, tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antarkategori pembelajaran.

c. Pada sekolah kategori sedang dan secara keseluruhan, siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHMBM memiliki disposisi matematis dan persepsi terhadap kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional. Sementara pada sekolah kategori atas, tidak terdapat perbedaan disposisi matematis maupun persepsi siswa terhadap kreativitas antarkategori pembelajaran.

2. Pada sekolah kategori atas, terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor KAM terhadap persepsi terhadap kreativitas. Sementara pada sekolah kategori sedang tidak terdapat interaksi demikian. Tidak terdapat


(35)

interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor KAM terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, maupun disposisi matematis. Di sisi lain, terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor kategori sekolah terhadap disposisi matematis maupun persepsi terhadap kreativitas. Sebaliknya, tidak terdapat interaksi demikian terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis maupun kemampuan pemecahan masalah matematis.

3. Terdapat asosiasi antara persepsi terhadap kreativitas dengan kemampuan berpikir kreatif matematis maupun disposisi matematis. Sebaliknya, tidak terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kreatif matematis dengan kemampuan pemecahan masalah matematis maupun disposisi matematis. Juga, tidak terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan disposisi matematis.

B. Implikasi

Penelitian ini mengkaji pengaruh pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas. Melalui pembelajaran demikan, siswa melakukan kebiasaan-kebiasaan berpikir matematis untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan pengetahuan yang mereka miliki. Masalah kontekstual tersebut berfungsi sebagai pemicu bagi proses belajar siswa dalam membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas.


(36)

149

Kebiasaan-kebiasaan matematis dalam pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah itu adalah (1) mengeksplorasi ide-ide matematis; (2) merefleksi kebenaran atau kesesuaian jawaban; (3) mengidentifikasi strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam skala yang lebih luas; (4) bertanya pada diri sendiri apakah terdapat “sesuatu yang lebih” dari aktivitas matematika yang telah dilakukan (generalisasi); (5) memformulasi pertanyaan; dan (6) mengkonstruksi contoh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada sekolah kategori sedang, siswa yang mengikuti demikian memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa kebiasaan-kebiasaan berpikir matematis yang dilakukan secara bersinambung untuk mengeksplorasi masalah-masalah kontekstual melalui aktivitas diskusi kelompok berimplikasi pada terbentuknya kemampuan berpikir kreatif matematis. Kebiasaan-kebiasaan demikian juga berimplikasi pada terbentuknya kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas, terutama pada siswa sekolah kategori sedang.


(37)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kategori sekolah berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas. Hal ini berarti siswa sekolah kategori atas memiliki kemampuan pemecahan masalah, disposisi matematis, dan peprsepsi terhadap kreativitas yang secara signifikan lebih baik daripada siswa sekolah kategori sedang. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa faktor kognitif yang tercermin dari faktor kategori sekolah berpengaruh dalam pengembangan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor kognitif, yang ditunjukkan oleh kemampuan pemecahan masalah matematis, sejalan dengan faktor afektif, yang ditunjukkan oleh disposisi matematis dan persepsi terhadap kreativitas.

Signifikansi pengaruh faktor kategori sekolah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas sebagaimana diuraikan di atas sejalan dengan fakta di kelas. Berdasarkan pengamatan peneliti, siswa sekolah kategori atas telah menunjukkan budaya belajar yang cukup baik dan positif. Keingintahuan yang tinggi, hasrat untuk maju, kemauan untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, atau kemauan untuk memberikan respon positif terhadap pertanyaan guru maupun terhadap tugas, secara umum, telah tampak pada diri siswa sekolah kategeri ini. Budaya belajar demikian secara umum belum tumbuh pada diri siswa sekolah kategori sedang. Budaya belajar yang berbeda antara siswa sekolah kategori atas dengan siswa sekolah kategori sedang tersebut tercermin pada perbedaan skor disposisi matematis antara siswa dua kategori sekolah tersebut. Oleh karena


(38)

151

disposisi matematis berperan dalam mendukung tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif matematis maupun kemampuan pemecahan masalah matematis, maka pengembangan disposisi matematis yang secara operasional dilakukan dengan pengembangan budaya belajar yang positif juga penting dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor KAM maupun dengan faktor kategori sekolah terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini berarti pengaruh faktor pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis tidak bergantung pada faktor KAM maupun faktor kategori sekolah. Dengan kata lain, pengaruh pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis pada masing kategori KAM maupun pada masing-masing kategori sekolah adalah serupa. Hal ini berimplikasi bahwa pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah relatif sesuai untuk semua kategori KAM maupun kategori sekolah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pembelajaran berinteraksi dengan faktor kategori sekolah dan sebaliknya tidak berinteraksi dengan faktor kategori KAM terhadap disposisi matematis. Hal ini berarti, pengaruh faktor pembelajaran terhadap disposisi matematis bergantung pada kategori sekolah dan sebaliknya tidak bergantung pada kategori KAM. Dengan kata lain, pengaruh pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah terhadap disposisi matematis pada masing-masing kategori KAM adalah serupa, tetapi tidak serupa


(39)

pada masing-masing kategori sekolah. Dalam hal ini, pada sekolah kategori sedang, pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah berpengaruh secara signifikan terhadap disposisi matematis, sedangkan pada sekolah kategori atas tidak demikian. Hal ini berimplikasi bahwa pembelajaran demikian cenderung lebih sesuai untuk siswa sekolah kategori sedang untuk mengembangkan disposisi matematis siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis berasosiasi dengan persepsi terhadap kreativitas. Di sisi lain, kemampuan pemecahan masalah cenderung berasosiasi dengan disposisi matematis. Temuan-temuan ini berimplikasi bahwa pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah perlu dilakukan secara simultan dengan pengembangan persepsi terhadap kreativitas dan disposisi matematis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sekolah kategori sedang, siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional. Sedangkan pada sekolah kategori atas, tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas dari siswa antarkategori pembelajaran. Temuan lain menunjukkan bahwa siswa sekolah kategori atas yang mengikuti pembelajaran secara konvensional memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis yang lebih baik daripada siswa sekolah kategori sedang yang mengikuti pembelajaran demikian. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antarkategori sekolah dari siswa yang mengikuti pembelajaran dengan


(40)

153

strategi MHM berbasis masalah. Temuan demikian berimplikasi bahwa siswa sekolah kategori sedang memperoleh manfaat lebih dari praktik pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis.

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini berupa LKS yang memuat masalah-masalah kontekstual yang disertai langkah-langkah terstruktur atau sistematis yang memandu siswa dalam membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Diduga kuat karakteristik bahan ajar demikian sangat membantu siswa sekolah kategori sedang atau siswa dengan kemampuan awal matematis relatif rendah dalam membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal demikian dapat menjelaskan mengapa siswa sekolah kategori sedang memperoleh manfaat lebih dari pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis.

Temuan yang menunjukkan bahwa siswa sekolah kategori sedang memperoleh manfaat lebih dari praktik pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah dalam mengembanhkan kemampuan berpikir kreatif matematis berimplikasi bahwa penggunaan bahan ajar perlu memperhatikan kategori sekolah. Pada sekolah kategori sedang, bahan ajar yang menyajikan langkah-langkah terstruktur sangat diperlukan siswa dalam membangun pengetahuan dan kemampuan matematis mereka. Sementara pada sekolah kategori atas, langkah-langkah terstruktur tersebut perlu dikurangi guna memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi strategi mereka sendiri.


(41)

Faktor lain yang dapat menjelaskan mengapa siswa sekolah kategori sedang atau siswa berkemampuan matematis relatif rendah memperoleh manfaat lebih dari pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah adalah keterlibatan siswa dalam aktivitas diskusi kelompok. Dalam penelitian ini, kelompok diskusi dibentuk dengan mempertimbangkan keberagaman kemampuan siswa. Melalui diskusi kelompok, siswa saling berbagi manfaat dengan teman diskusi mereka. Siswa dengan kemampuan tinggi dapat memantapkan pemahaman mereka ketika menjelaskan ide-idenya. Demikian pula, siswa dengan kategori berkemampuan matematis rendah dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dari penjelasan teman mereka yang mungkin lebih mudah dipahami.

Menurut Vigotsky (1978), melalui aktivitas diskusi, siswa dapat mengembangkan kemampuan aktualnya. Perkembangan kemampuan kognitif siswa terbagi ke dalam dua tahap, yaitu perkembangan aktual dan perkembangan potensial. Perkembangan aktual diperoleh ketika siswa melakukan aktivitas matematis seperti menyelesaikan masalah matematis secara individual. Sedangkan perkembangan potensial dicapai ketika siswa berinteraksi dengan orang lain dengan kemampuan lebih tinggi. Dalam konteks pembelajaran, orang lain tersebut adalah guru atau teman diskusi kelompok yang memiliki kemampuan lebih. Jarak antara perkembangan aktual dan perkembangan potensial itu disebut Zone of Proximal Development (ZPD). Perkembangan potensial ini dipicu dengan masalah yang menantang.

Salah satu kebiasaan berpikir matematis yang dibangun melalui pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah adalah mengidentifikasi strategi pemecahan masalah yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah


(42)

155

dalam skala lebih luas dan bertanya pada diri sendiri apakah terdapat “sesuatu yang lebih” dari aktivitas matematika yang telah dilakukan. Kebiasaan-kebiasaan demikian memungkinkan siswa membangun pengetahuan atau konsep dan strategi mereka sendiri untuk menyelesaikan masalah. Kebiasaan demikian merupakan sejalan dengan filosofi konstruktivisme. Menurut Hein (1996), konstruktivisme mengasumsikan bahwa siswa harus mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Kebiasaan demikian memungkinkan siswa mengembangkan potensi kreatifnya. Konstruktivisme dan berpikir kreatif mempunyai ide atau kata kunci sama, yakni mengkonstruksi atau mencipta. Individu dikatakan kreatif apabila ia mampu mencipta atau mengkonstruksi. Sebaliknya dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan filosofi konstruktivisme sebagai proses kreatif.

Melalui pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah, faktor kebiasaan berpikir matematis, masalah kontekstual, bahan ajar, aktivitas diskusi saling bertalian dalam mempengaruhi pengembangan kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas. Keterkaitan tersebut diilustrasikan sebagai berikut.

Gambar 5.1 Pengembangan KBKM, KPMM, Disposisi Matematis, dan Persepsi terhadap Kreativitas

Perkembangan Potensial

Perkembangan Aktual Interaksi dg individu

bekemampuan lebih tinggi KBKM, KPMM, & Disposisi Matematis,

serta Persepsi terhadap Kreativitas

P em b ia sa an b er p ik ir m at em at is


(43)

C. Rekomendasi

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian, berikut ini disajikan beberapa rekomendasi yang bersesuaian.

1. Strategi MHM berbasis masalah perlu diterapkan dalam skala lebih luas sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis. Strategi ini juga dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas, terutama pada siswa dengan kemampuan matematis relatif rendah.

2. Penerapan strategi MHM berbasis masalah hendaknya memperhatikan faktor kategori sekolah. Di sekolah kategori sedang, bahan ajar yang memuat langkah-langkah terstruktur sangat diperlukan guna membantu proses belajar siswa, sedangkan pada sekolah kategori atas, langkah-langkah tersebut dapat disederhanakan guna memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi strategi mereka sendiri.

3. Pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis hendaknya dilakukan secara simultan dengan pengembangan persepsi terhadap kreativitas dan disposisi matematis.

4. Aktivitas diskusi kelompok hendaknya dipraktikkan dalam pembelajaran matematika. Melalui aktivitas diskusi kelompok, siswa berkemampuan matematis relatif tinggi dapat lebih memantapkan pemahamannya, sedangkan siswa berkemampuan matematis rendah dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dari penjelasan teman mereka yang mungkin lebih mudah dipahami.


(44)

157

5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meski pembelajaran dengan startegi MHM berbasis masalah berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis, tetapi rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa belum menggembirakan, yakni dikategorikan sedang. Atas dasar ini, praktik pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah dapat dikombinasikan dengan strategi pembelajaran lain untuk mengatasi hal tersebut.

6. Peneliti lain dapat menindaklanjuti hasil penelitian ini, misalnya dengan menerapkan pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah pada topik-topik lain. Penelitian lain juga dapat dilakukan untuk meneliti lanjut mengapa pada sekolah kategori atas, pembelajaran demikian tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas. Selain itu, perlu diselidiki lebih lanjut mengapa kemampuan berpikir kreatif matematis maupun kemampuan pemecahan masalah masing-masing tidak berasosiasi secara signifikan dengan disposisi matematis. Pula, penting untuk diteliti lebih lanjut, mengapa siswa sekolah kategori sedang memperoleh manfaat lebih dari praktik pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas.

7. Kepada pengambil kebijakan direkomendasikan untuk melakukan penataan ulang atau memilih serta memilah materi-materi pembelajaran sehingga lebih ramping, tidak terlalu padat. Hal demikian perlu dilakukan agar siswa maupun guru memiliki keleluasaan untuk melakukan inovasi pembelajaran yang dapat menumbuhkan kemampuan-kemampuan matematis penting dan tidak dikhawatirkan oleh sempitnya alokasi waktu pembelajaran.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, K. L. (2007). Effects Instruction in Creative Problem Solving on Cognition, Creativity, and Satisfaction among Ninth Grade Students in an Introduction to World Agricultural Science and Technology Course. Disertasi pada Faculty of Texas Tech University. [Online]. Tersedia: http://etd.lib.ttu.edu/theses/available/etd-01292007-44648/unrestricted/ Alexander_ Kim_Dissertation.pdf. [9 Mei 2008]

American Heritage Dictionary. (1994). The American Heritage Dictionary (Third Edition). USA: Soft Key International Inc.

Anku, S. A. (1996). Fostering Students Disposition towards Mathematics: a Case from a Canadian University. [Online]. Tersedia: http://www.questia.com /googleScholar.qst;jsessionid=M7fJRZQG20ZPfcTnl0LVcjrjlpGTWDwnv Qj9mdQmgPnrMbQ6hYfM!122306455!587632263?docId=5000397806. [7 Januari 2009]

Arends, R. I. (2004). Learning to Teach. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Awang, H. dan Ramly, I. (2008). Creative Thinking Skill Approach through Problem-Based Learning: Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom. Dalam International Journal of Social Sciencies. [Online]. Vol. 3(1), 18 – 23. Tersedia: http://www.waset.org/journals/ijss/v3/v3-1-3.pdf. [3 Maret 2009]

Azwar, S. (2009). Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berg, R. A. (1999). Social Constructions of Creativity in a Middle School Math Classroom. [Online]. Tersedia: http://www.jrrb.com/examples/SocialConst_ Creativity. pdf. [9 Mei 2008]

Briggs, M dan Davis, S. (2008). Creative Teaching Mathematics in the Early Years and Primary Classrooms. New York: Madison Ave.

Bryant, J. (2009). Problem Solving through Communication. [Online]. Tersedia: http://www.yale.edu/ynhti/curriculum/units/2004/5/04.05.06.x.html. [8 Maret 2009]

Canfield, J. dan Watkins, D. (2008). The Secret Law of Attraction. Panduan Sederhana untuk Menciptakan Kehidupan yang Anda Impikan agar Orang Lain Mau Membantu Hidup Anda. Bandung: Jabal

Career Center Maine Department of Labor (2001). Today’s Work Competence in Maine. [Online]. Tersedia: http://www.maine.gov/labor/lmis/pdf/Essential WorkCompetencies.pdf. [9 Mei 2008]

Chamberlin, S. A. (2008). What is Problem Solving in the Mathematics Classrooms? [Online]. Tersedia: http://people.exeter.ac.uk/PErnest/pome23/Chamberlin %20What%20is%20Math%20Prob%20Solving.doc. [8Maret 2009]


(1)

Center for Instructional Development & Research (CIDR). (2004). Problem-Based Learning. [Online]. Tersedia: http://depts.washington.edu /cidrweb/Bulletin/ PBL.html. [16 Maret 2009]

Center for Teaching, Learning, & Scholarship (CTLS). (2001). Problem-Based Learning. [Online]. Tersedia: http://www.samford.edu/ctls/archives.aspx? id=2147484112. [3 Januari 2009]

Chicago Public Schools Bureau of Student Assessment. (2000). Math Problem Solving. [Online]. Tersedia: http://placement.amatyc.org/MathRubrics.pdf. [6 Januari 2009]

Christou, C. (1999). An Empirical Taxonomy of Problem Posing Processes. Dalam Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM –The International Journal on Mathematics Education. [Online], Vol. 37(3), 149 – 158. Tersedia: http://subs.emis.de/ journals/ZDM/zdm053a4.pdf. [15 Januari 2007]

Costa, A. dan Kallick, B. (2008). Describing 16 Habits of Mind. [Online]. Tersedia: http://www.habits-of-mind.net/pdf/16HOM2.pdf. [7 Januari 2009] Depdiknas (2004). Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran

Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. [Online]. Tersedia: http://sunardi.blog.unej.ac.id/files/2009/03/ kbkmatemati kasmp2.pdf. [5 Januari 2010]

Dwijanto. (2006). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer terhadap Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematik Mahasiswa. Disertasi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tidak dipublikasikan

Exemplars. (2004). Classic Math Rubric. [Online] Tersedia: http://www .exemplars.com/resources/rubrics/classic.html. [24 Januari 2009]

Fogarty, R. (1997). Problem-Based Learning and other Curriculum Models for the Multiple Intelligences Classroom. Australia: Hawker Brownlow

Goetz, J. (2004). Top Ten Thoughts about Communication in Mathematics. [Online]. Tersedia: http://www.kent.k12.wa.us/KSD/IS/communication_ in_math.htm. [7 Januari 2009]

Grieshober, W. E. (2004). Continuing a Dictionary of Creativity Terms & Definition. [Online]. Tersedia: http://www.buffalostate.edu/orgs/cbir/ ReadingRoom/theses/Grieswep.pdf. [7 Juni 2008]

Griffith, S. (1999). Children Who Play Creatively Early Show Best Creativity and Problem Solving Later. [Online] Tersedia: http://www.eurekalert.org/ pub_releases/1999-08/CWRU-Cwpc-20899.php. [15 Januari 2008]

Harris, R. (1998). Introduction to Creative Thinking. [Online] Tersedia: http://www.virtualsalt.com/crebook1.htm. [7 Maret 2007]


(2)

___________ (2000). Criteria for Evaluating a Creative Solution. [Online]. Tersedia: http://www.virtualsalt.com/creative.htm. [20 Juni 2008]

Haylock, D. (1997). Recognising Mathematical Creativity in Schoolchildren. Dalam Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM)–The International Journal on Mathematics Education. [Online], Vol 97(3), 68 – 74. Tersedia: http://www.emis.de /journals/ZDM/zdm973a2.pdf. [ 7 September 2008] Hein, G. E. (1996). Constructivism Learning Theory. [Online]. Tersedia:

http://www.exploratorium.edu/ifi/resources/constructivistlearning.html. [5 Mei 2009]

Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tidak dipublikasikan.

Hwang, W. Y. et al. (2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System. Dalam Educational Technology & Society Journal. [Online]. Vol 10(2), 191–212. Tersedia:http://www.ifets.info/journals/10_2/17.pdf.[7 September 2007]

Jonassen, D. H. (2004). Learning to Solve Problem. An Intsructional Design Guide. San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc.

Katz, L. G. (2009). Dispositions as Educational Goals. [Online]. Tersedia: http://www.edpsycinteractive.org/files/edoutcomes.html. [16 Maret 2009] Kaur, B. dan Ban-Har, Y. (2009). Mathematical Problem Solving in Singapore

Schools. [Online] Tersedia: http://www.worldscibooks.com/etextbook/7335 /7335_chap01.pdf. [5 Mei 2009]

Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. [Online]. Tersedia: http://www.plato.com/downloads/papers/paper _04.pdf. [9 Mei 2008]

Lepinsky, C. (2005). Problem-Based Learning. A New Approach to Teaching, Training, & Developing Employees. [Online]. Tersedia: http://www. sacpd.org /RCPI/ProblemBasedLearing.pdf. [Juni 2009]

Leung, S. (1997). On the Role of Creative Thinking in Problem Posing. Dalam Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM)–The International Journal on Mathematics Education. [Online]. Vol 29(3), 28 – 35. Tersedia: http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm. [6 Agustus 2002]

Lim, K. (2009). Undesirable Habits of Mind of Pre-service Teachers: Strategies for Addressing Them. [Online]. Tersedia: http://www.math.utep. edu/Faculty/kienlim/HoM_2009_Lim.pdf. [5 April 2009]

Livne, N. L. (2008) Enhanching Mathematical Creativity through Multiple Solution to Open-Ended Problems. [Online] Tersedia: http://www.iste.org/Content/NavigationMenu/Research/NECC_Research_P


(3)

Liz, B et al. (2006). Exemplification in Mathematics Education. Dalam Proceeding of the 30th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. [Online]. Tersedia: http://mcs. open.ac.uk/jhm3/PME30RF/PME30RFPaper.pdf. 13 Januari 2009]

Mann, E. L. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students. Disertasi pada University of Connecticut. [Online]. Tersedia: http://www.gifted. uconn.edu/Siegle/Dissertations/Eric%20Mann.pdf. [15 November 2007] Marshal, S. P. (1989). “Assessing Problem Solving: A Short-Term Remedy and a

Long-Term Solution”, dalam Teaching and Assessing of Mathematical Problem Solving. Virginia: NCTM

Martin. (2009). Convergent and Divergent Thinking. [Online] Tersedia: http://www.eruptingmind.com/convergent-divergent-creative-thinking/ [20 Maret 2009]

Matlin, M. W. (2003). Cognition (Fifth Edition). New York: John Wiley & Sons, Inc.

Maxwell, K. (2001). Positive Learning Dispositions in Mathematics. [Online]. Tersedia: www.education.auckland.ac.nz/.../ACE_Paper_3_Issue_11.doc. [12 Januari 2008]

McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open University Press

McIntosh, R. (2000). Teaching Mathematical Problem Solving: Implementing the Visions. [Online]. Tersedia:http://www.cimm.ucr.ac.cr/ciaem/articulos /universitario/conocimiento/Teaching%20Mathematical%20Problem%20So lving:%20Implementing%20the%20Vision*McIntosh,%20Robert%20.* McIntosh.pdf. [9 Mei 2008]

Meissner, H. (2007). Creativity and Mathematics Education. [Online] Tersedia: http://www.math.ecnu.edu.cn/earcome3/sym1/sym104.pdf. [15 November 2007] Millman, R. S. dan Jacobbe, T. (2008). Fostering Creativity in Preservice

Teachers Through Mathematical Habits of Mind. Dalam Proceeding of the Discussing Group 9. The 11th International Congress on Mathematical Education. [Online]. Tersedia: http://dg.icme11.org /document/ get/272. [19 Desember 2008]

Minium, E. W, King, B. M, dan Bear, G. (2000). Statistical Reasoning in Psychology and Education. New York: John Willey & Sons, Inc.

Moulds, P. & Ragen, M. (2008). Habits of Mind. [Online]. Tersedia: http://www.ecta.org.au/_dbase_upl/07_EYC_Article_Moulds_Ragen.pdf. [15 Maret 2009]


(4)

Muneyoshi, H. (2004). Identifying How School Teacher Use Creative Problem Solving. Tesis pada Buffalo State College, State University of New York, International Center for Studies in Creativity. [Online]. Tersedia: http://www.buffalostate.edu/orgs/cbir/Readingroom/theses/Muneyht.pdf. [25 April 2008]

Nakin, J. B. N. (2003). Ceativity and Divergent Thinking in Geometry Education. Disertasi Pada University of South Africa. [Online]. Tersedia: http://etd.unisa.ac.za/ETD-db/theses/available/etd-04292005-151805/

unrestricted/00thesis.pdf. [7 Januari 2008]

Nanang. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik Pada Kelompok Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Pendekatan Kontekstual dan Metakognitif serta Konvensional. Disertasi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tidak dipublikasikan

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. [Online]. Tersedia: http://www.krellinst.org/AiS/textbook/manual/stand/ NCTME_stand.html. [5 Februari 2009]

_____ (1991). Evaluation of Teaching: Standard 6: Promoting Mathematical Disposition. [Online]. Tersedia: http://www.fayar.net/east/teacher.web/ math/Standards/previous/ ProfStds/EvTeachM6.htm. [5 November 2008] Nurgiyantoro, Gunawan, dan Marzuki. (2000). Statistik Terapan. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Park, H. (2004). The Effects of Divergent Production Activities with Math Inquiry and Think Aloud of Students With Math Difficulty. Disertasi Pada Texas A & M University. [Online] Tersedia: http://txspace.tamu.edu/bitstream/ handle/1969.1/2228/etd-tamu-2004;jsessionid=BE099D46D00F1A54FDB 51BF2E73CC609?sequence=1. [15 November 2007]

Pearson Education. (2000). Mathematical Disposition. [Online] Tersedia: http://www.teachervision.fen.com/math/teacher-training/55328.html?

for_printing=1 [24 Maret 2009]

Pehnoken, E. (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity. Dalam Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM)–The International Journal on Mathematics Education. [Online]. Vol 97(3), 63 – 67. Tersedia: http://www.emis.de/journals/ ZDM/zdm973a1. pdf. [13 Desember 2008] Polya, G. (1973). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. New

Jersey: Princenton University Press

Pomalato, S. W. D. J. (2005). Pengaruh Penerapan Model Treffinger Pada Pembelajaran Matematika dalam Mengembangkan Kemampuan Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Disertasi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tidak


(5)

Ratnaningsih. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tidak dipublikasikan

Ricles, S. dan Sparks, K. (2005). Educator and Learner in PBL. [Online]. Tersedia:http://scifiles.larc.nasa.gov/text/educators/start/pbl/pbl_roles.html. [19 Maret 2009]

Roh, K. H. (2003). Problem-Based Learning in Mathematics. [Online]. Tersedia: http://www.ericdigests.org/2004-3/math.html. [19 Maret 2009]

Ruseffendi, H. E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Silver, E. A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Problem Posing. Dalam Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM)–The International Journal on Mathematics Education. [Online]. Vol 97(3), 75 – 80. Tersedia: http://www.emis.de/ journals/ZDM/zdm973a3.pdf. [15 Januari 2008]

Smith, K. (2000). Problem-Based Learning. What is it? Why is it Important How do You Do it?. [Online]. Tersedia: http://www.ce.umn.edu/~smith/docs/ SAIT-Intro-PBL-1204. [16 Maret 2009]

Stanic, G. M. A. dan Kilpatrick. (1989). “Historical Perspective on Problem Solving in the Mathematical Curriculum” dalam Research Agenda for Mathematics Education. The Teaching and Assessing of Mathematical Problem Solving. Virginia USA: NCTM

Sternberg, R. (2006). Creativity as a Habit. [Online]. Tersedia: http://www. worldscibooks.com/etextbook/6211/6211_chap01.pdf. [11 Januari 2009] Stewart, P dan Davis, S. (2005). Developing Dispositions of Preservice Teachers

through Membership in Profesional Organizations. Dalam Journal of Authentic Learning. [Online]. Volume 2(1), 37 – 46. Tersedia: http://www.oswego.edu/academics/colleges_and_departments/ education/jal /vol2no1/v2n1%204th%20Stewart%20Davis%20Dispositions%20of%20Pre service%20Teachers.doc. [3 Juni 2008]

Takahashi, A. (2008). Communication as Process for Students to Learn Mathematical. [Online]. Tersedia: http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/apec /apec2008/papers/PDF/14.Akihiko_Takahashi_USA.pdf. [17 Oktober 2008] Vygotsky, L. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Mental

Processes. Cambridge: Harvard University Press.

Walsh, P. (2008). Problem-Based Learning in Engineering. [Online]. Tersedia: http://www.ndlr.ie/mecheng/symp/papers/PBL/Walsh_ISEE07.pdf. [3 Januari 2009]


(6)

Wards, J. D., Stephens, dan Lee, C. L. (2002). A Review of Problem-Based Learning. Dalam Journal of Family and Consumer Sciences Education, [Online], Vol. 20 (1), 16 – 26. Tersedia:http://www.bie.org/files /Ward%20 &%20Lee_A%20Review%20of%20Problem-Based%20Learning.pdf. [13 September 2009]

Wardani, S. (2009). Pembelajaran Inkuiri Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Tidak dipublikasikan

Watson, A. dan Mason, J. (2005). Mathematics as a Constructive Activity: Learners Generating Examples. Dalam Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM)–The International Journal on Mathematics Education, [Online], Vol 38(2). 209 – 211. Tersedia:http://Subs.emis.de/journals /ZDM/zdm062r1.pdf. [19 Januari 2009]

Wilson, J. W, Fernandez, M. L, dan Hadaway, N. (2009). Mathematical Problem Solving. [Online] Tersedia: http://jwilson.coe.uga.edu/emt725/PSsyn/Pssyn. html. [1 Februari 2009]

Worthington, M. (2006). Creativity Meets Mathematics. [Online]. Tersedia: http://www.childrens-mathematics.net/creativity_meets_mathematics.pdf. [15 Januari 2008]

Xiuping, Z. (2002). The Combination of Traditional Teaching Method and Problem Based Learning. [Online]. Tersedia: http://science.uniserve.edu.au /pubs/china/vol1/xiuping.pdf. [19 Maret 2009]