PERAN PERSATUAN ISLAM (PERSIS) DALAM MELAKUKAN PENDIDIKAN POLITIK WARGANEGARA. TESIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

(1)

PERAN PERSATUAN ISLAM ( PERSIS) DALAM

MELAKUKAN PENDIDIKAN POLITIK WARGA NEGARA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh:

Marwan Gupron

NIM. 1103348

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

PERAN PERSATUAN ISLAM (PERSIS)

DALAM MELAKUKAN PENDIDIKAN

POLITIK WARGA NEGARA

Oleh Marwan Gupron S.H UIN. Bandung, 2006

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program studi Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn)

© Marwan Gupron 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

ABSTRAK

Marwan Gupron, 2013. Peran Persatuan Islam (Persis) dalam melakukan Pendidikan Politik Warganegara. Tesis Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Penelitian ini dilatarbelakangi dari keresahan peneliti tentang kecenderungan pada kalangan Ormas Keagamaan (Islam), persoalan yang berkenaan dengan pembinaan pendidikan politik masih menjadi suatu tantangan, seperti respon terhadap kondisi politik dewasa ini, partisipatoris, unjuk rasa, demonstrasi, perbedaan pendapat, menghargai pendapat orang lain, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan. Maka masalah pokok yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini berkaitan dengan bagaimana peran Pimpinan Pusat Persatuan Islam dalam melakukan pendidikan politik bagi warganegara.

Penelitian ini diarahkan untuk menjawab sejumlah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: (1) Bagaimana landasan filosofis dan ideologis Persatuan Islam (Persis) dalam pendidikan politik warga negara?, (2) Bagaimana materi, media dan metode kegiatan pendidikan politik Persis?, (3) Apa yang menjadi hambatan Persis dalam melakukan pendidikan politik ?.,(4)Bagaimana strategi Persis dalam menghadapi hambatan pendidikan politik warga negara?

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pendidikan politik di lingkungan Persatuan Islam Bandung dalam upaya membangun warganegara melek politik.

Penelitian dilandasi teori ‘Citizenship Education’ (Cogan), yang didukung oleh teori ‘Civil Society’ (Welzer), ‘Political Education’ (Brownhill & Smart), dalam konteks peranan organisasi Islam ‘PERSIS’ Bandung.

Proses penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Informan penelitian adalah Pimpinan, kader, PP Pemuda Persis, PP Persistri dan simpatisan Persis. Data diperoleh melalui pengamatan dan wawancara berstruktur tentang peran Persis dalam melakukan pendidikan politik warganegara.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Landasan filosofis dan ideologis Persis memandang politik menjadi bagian integral dalam seluruh aktivitasnya termasuk pendidikan politik, (2) materi, media dan metode pendidikan politik yang dilakukan Persis belum terlalu maksimal penggunaannya (3) menunjukan bahwa hambatan yang ada dalam pemenuhan pendidikan politik di Persis lebih kepada belum terrealisasinya madrasah siyasah (sekolah politik), belum siapnya para mubaligh Persis untuk memberikan materi pendidikan politik secara maksimal (4) bahwa langkah strategis yang harus dilakukan Persis dalam pemenuhan pendidikan politik yang maksimal adalah dengan memberikan dukungan secara ideologis kepada kader-kader terbaiknya untuk terjun langsung dalam politik praktis, merealisasikan kurikulum siyasah dan madrasah siyasah, untuk mengambangkan dan mewujudkan warga negara yang mampu berpolitik secara cerdas dan religius.


(5)

ABSTRACT

Marwan Gupron, 2013, The role of Islamic Union (Persis) in performing

Political Citizenship Education. Thesis of Civic Education Program Study, Graduate School of Indonesia University of Education.

This research is motivated from concerns among researchers about the tendency of the Religious Society Organizations (Islam), issues concerning the development of political education is still a challenge, as a response to the current political conditions, participatory, rallies, demonstrations, dissent, respect other people's opinions , and upholding the values of humanity and justice. So the main problem is to be disclosed in the study relates to how central leadership role in the Islamic Union political education for citizens

This study aimed to answer a number of questions as follows: (1) How does the philosophical and ideological foundation of the Islamic Union (Persis) in the political education of citizens?, (2) how the materials, media and methods of political education activities of the Islamic Union (Persis)?, (3) what are the obstacles of the Islamic Union (Persis) in conducting political education?., (4) How strategy of Persis in the face of obstacles political education of citizens? This study aimed to obtain information about political education in Bandung Islamic Unity environment in an attempt build a national political literacy.

The research is based on the theory of 'Citizenship Education' (Cogan), which is supported by the theory of 'Civil Society' (Welzer), 'Political Education' (Brownhill & Smart), in the context of the role of Islamic organizations 'PERSIS' Bandung.

Research process using a qualitative approach with descriptive methods. Informant research is Chairman, a cadre, leadership center Youth OF PERSIS , leadership center OF Persistri and sympathizers. Data were obtained through structured interviews and observations of the role of Persis in the political education of citizens.

The results showed that: (1) philosophical and ideological foundation of Persis view politics become an integral part in all activities, including political education, (2) materials, media and methods of political education that do not PERSIS overly maximum use (3) shows that the barriers that in the fulfillment of political education in Persis rather not terrealisasinya siyasah madrasah (school policy), PERSIS the preachers are unprepared to provide educational materials to the maximum political (4) that the strategic steps that must be done PERSIS in the fulfillment of political education is is to provide ideological support to the best cadres to work directly in politics, to realize the maximum ”Curriculum siyasah and madrasah siyasah”, to float and realize that citizens are capable of intelligent and religious politics.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ………... . iv

DAFTAR ISI ……….. v

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ………... 9

C. Tujuan Penelitian ……….. 10

D. Manfaat Penelitian ……… 10

BAB II KAJIAN TEORITIS ……… 12

A. KONSEP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN …………... 12

1. Pendidikan kewarganegaraan di Masyarakat ………... 12

2. Masyarakat Sipil dalam Politik ……….. 16

B. PERAN ORMAS BAGI PENDIDIKAN POLITIK………. 21

C. MAKNA DAN ESENSI PENDIDIKAN POLITIK ……… 28

1. Pengertian Pendidikan Politik ……… 28

2. Perkembangan Pendidikan Politik di Indonesia………... 36

3. Inti dan Tujuan Pendidikan Politik ……… 39

4. Urgensi Pendidikan Politik ……….... 49

5. Peranan Pendidikan Politik ……… 51

6. Materi Pendidikan Politik ……….. 52

D. PROFIL DAN ANALISIS PERSATUAN ISLAM ………. 55

1. Sejarah Persis ………... 55

2. Visi dan Misi Persis ………... 59

3. Kekuatan jamiyyah Persis ……….. 59

E. PENELITIAN SEBELUMNYA YANG RELEVAN ………. 61

1. Idrus Affandi (1996) mengenai kepeloporan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda dalam Pendidikan Politik ……… 61

2. Iyep Candra Hermawan (1998) mengenai Implikasi Pendidikan Politik pada prilaku politik Pimpinan Mahasiswa ……… 62

3. R. Komarudin Saleh (1995) implikasi Pendidikan Politik di pondok Pesantren terhadap prilaku Politik Santri ……….. 64


(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 66

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ………... 66

1. Lokasi Penelitian ……… 66

2. Subjek Penelitian ……… 66

B. Prosedur Penelitian ………... 66

1. Tahap Pra Lapangan ………... 67

2. Tahap Perizinan Penelitian ………. 67

3. Tahap Pekerjaan lapangan ………..… 68

C. Definisi Operasional ……… 70

1. Peran ……….. 70

2. Ormas ………. 70

3. Persatuan Islam ………...… 70

4. Pendidikan Politik ………..… 70

5. Warga negara ………. 71

D. Metodologi Penelitian ………... 71

1. Pendekatan Penelitian ……… 71

2. Metode Penelitian ………... 72

E. Teknik Pengumpulan Data ………... 73

1. Wawancara Mendalam ……….. 74

2. Studi Dokumentasi ………. 76

3. Studi Literatur ……… 77

4. Observasi ……… 77

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ………. 78

1. Reduksi Data ………... 79

2. Display Data ……… 80

3. Kesimpulan dan Verifikasi ………. 80

G. Keabsahan Data Penelitian ……… 80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 83

A. Gambaran umum Lokasi Penelitian ………. 83

1. Profil Singkat Persis ………... 83

2. Gambaran Perjalanan Kepemimpinan Persis dari Masa ke Masa …. 84 3. Visi dan Misi Persis ……… 87

4. Kekuatan Jam”iyyah Persis ……… 88

B. Deskripsi Hasil Penelitian ………... 90


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 134

A. Kesimpulan ………... 134

B. Saran ……….. 136

DAFTAR PUSTAKA ………... 139


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan politik merupakan agenda yang sangat penting, apalagi di sebuah bangsa yang bebas dari penjajahan, karena demokrasi atau proses demokratisasi memerlukan syarat mutlak keterdidikan rakyat secara politik. Rakyat yang terdidik secara politik adalah warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, sehingga ia bisa secara otonom ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam semua pengambilan keputusan, memantau proses keputusan publik dan melakukan advokasi terhadap akses kebijakan publik di lapangan.

Pendidikan politik merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana guna meningkatkan kesadaran politik rakyat sehingga ia dapat berperan sebagai pelaku dan partisipan dalam kehidupan politik kenegaraan yang sesuai dengan, nilai-nilai politik yang berlaku serta dapat menjalankan peranannya secara aktif, sadar dan bertanggung jawab yang dilandasi oleh nilai-nilai politik yang berdasarkan Pancasila. Dengan demikian, pada akhirnya diharapkan akan mampu tercapainya stabilitas nasional yang semakin mantap dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai perwujudan cita-cita proklamasi kemerdekaan.

Oleh karena itu pendidikan politik merupakan wahana pembinaan dan pembentukan kesadaran warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan politik menanamkan nilai-nilai dan ideologi yang dianut oleh suatu bangsa, dan pembentukan kesadaran itu akan dicerminkan oleh nilai-nilai, sikap dan ideologi yang dianut dan ditanamkannya.

Pemahaman terhadap konsep pendidikan politik bagi semua warga negara, terutama bagi kader dan pimpinan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam banyak memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan politik. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa di dalam proses


(10)

Indonesia memperoleh kemerdekaan, peranan Ormas Islam yang memiliki kesadaran politik bangsa merupakan aset strategis dalam perjuangannya melalui gerakan politis dan dakwahnya tersebut. Tiada lain, dalam rangka mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia yaitu untuk memperoleh kemerdekaan. Pada masa pasca kemerdekaan, perubahan itu membawa pengaruh pada kesadaran politik bangsa Indonesia yang ingin mewujudkan cita-cita nasional, sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945. Tentu saja cita-cita yang mulia itu tidak akan pernah terwujud tanpa melalui pemahaman pendidikan politik secara konsisten yang ditanamkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Menurut Iyep Hermawan (2004:4) Pemahaman pendidikan politik adalah menjadikan warga negara yang melek politik. Tegasnya adalah bahwa, warga negara yang melek politik adalah warga negara yang berkepribadian Pancasila, melek hukum dan konstitusi (1945), melek kehidupan berbangsa dan bernegara, melek masalah dan mau serta mampu berkontribusi memecahkan masalah sesuai dengan fungsi dan peran harapannya

Pendidikan Politik bertujuan untuk membentuk warga negara yang berprilaku baik dan demoktratik. Diharapkan warga negara memiliki gagasan, pemikiran, ide serta pemahaman tentang pendidikan politik, sehingga dapat menjadi generasi harapan bangsa untuk tidak kehilangan karsa, cita-cita dan arah untuk menghadapi masa depan serta siap menghadapi tantangan dan rintangan berat yang menghadang.

Rusadi Kantaprawira (1999:55) memandang “Pendidikan politik sebagai salah satu fungsi struktur politik”. Dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Menurut penegasan A. Kosasih Djahiri (1996:19) dan Abdul Azis Wahab (1996:6) agar warga negara “melek politik”, sehingga dengan berbekalkan pengetahuan dan pemahaman pendidikan politik, mereka akan memiliki kematangan dalam bersikap dan berprilaku politik.


(11)

Hal senada sebagaimana ditegaskan lagi oleh Abdul Azis Wahab (1996: 10) bahwa:

Pendidikan politik adalah salah satu bentuk Pendidikan Kewarganegaraan yang tujuannya adalah membentuk warga negara yang baik yaitu warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara. memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial, mampu memecahkan masalah-masalahnya sendiri dan juga masalah-masalah kemasyarakatan secara cerdas sesuai dengan fungsi dan perannya (socially sensitive,

socially responsible dan socially intelligence). selain itu sebagai

warganegara Indonesia yang baik ia juga diharapkan memiliki sikap disiplin pribadi, mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif, agar dicapai kualitas pribadi dan prilaku warganegara dan warga masyarakat yang baik ( socio civic behavior dan desirable personal qualities).

Jelas bahwa Dari dua pandangan tersebut, menunjukan urgensi pendidikan politik sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

warga negara Indonesia termasuk pemberian kebebasan untuk

menyelenggarakannya berada pada posisi yang strategis dalam rangka membentuk kepribadian bangsa yang sesuai dengan nilai-nilai dan amanat Pancasila serta Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), menumbuhkan sikap peka, perduli dan responsif positif terhadap persoalan-persoalan sosial dan politik yang ada dalam kerangka pemberdayaan warga negara yang cerdas dan baik.

Dengan demikian Pendidikan kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan bagian dari pendidikan politik untuk membina dan meningkatkan kesadaran politik warga negara yang tidak saja berlaku pada pendidikan formal melalui persekolahan tapi lebih luas dari itu melalui jalur institusi yang ada dalam masyarakat. Dalam konteks kontemporer Pendidikan Kewarganegaraan harus ditempatkan pada posisi yang profesional dalam suatu kerangka pendidikan politik terutama pada model sosialisasi politik bagi warga Negara. Dengan demikian akan terwujud suatu model pendidikan dengan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk (pluralistic). Oleh karena

itu, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) harus melihat sebagai


(12)

tanggung jawabnya dalam kerangka sistem politik berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

Sorotan lain yaitu, kedudukan dan peranan Ormas, terutama ormas Islam dalam percaturan politik sepanjang sejarah memegang peranan penting, baik pada masa Orde Lama, Orde Baru maupun Orde Reformasi. Oleh karena itu apabila Pimpinan & Kader Ormas Islam itu tidak dipupuk dan diasah melalui pendidikan politik secara demokratik, dikhawatirkan akan melahirkan gerakan atau aksi sosial yang bersifat radikal dan anarkis.

Organisasi kemasyarakatan keagamaan sendiri berfungsi juga sebagai kekuatan politik dan moral, dalam konteks sejarah politik kemerdekaan Indonesia tercatat beberapa ormas Islam seperti NU, Muhammadiyyah, Al-Irsyad, Persatuan Islam (Persis), dan lain-lain menjadi bagian dari proses perjuangan perlawanan secara politis melawan penjajah dalam rangka mempertahankan keberadaan Indonesia, yang tentu saja disesuaikan dengan karakteristik pergerakan dari ormas itu sendiri. Dalam konteks Indonesia hari ini eksistensi Ormas keagamaan tersebut dalam fungsi nya sebagai media partner pemerintah, memainkan peranan yang sangat signifikan dalam memandu perjalanan bangsa ini, terutama dalam merespon perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan masyarakatnya.

Sikap dan prilaku Ormas keagamaan hari ini, terutama ormas Islam tentu saja tidak hanya dilihat dari satu sisi, yang masih bergelut dalam persoalan-persoalan, tugas-tugas dan garis kebijakan internal ormas nya sendiri, tetapi di sisi lain yang harus dicermati tentang pemikirannya yang kreatif dan inovatif, suka memperjuangkan nasib manusia, memikirkan masalah-masalah tertentu yang menyangkut masyarakat luas baik itu melalui gerakan dakwahnya ataupun melalui gerakan sosialnya. Namun demikian memang patut disesalkan bahwa berbagai pengalaman peristiwa gerakan sosialnya yang dilakukan beberapa Ormas Islam terlihat kecenderungan dan berkesan menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan secara konstitusional, seperti lahirnya gerakan Ormas Islam yang bersifat ekstrem dan radikal yang


(13)

tidak jarang menunjukan prilaku-prilaku yang tidak seharusnya dilakukan, seperti pengrusakan, main hakim sendiri atau tindakan kriminal lainnya yang bukan hanya merugikan seseorang tetapi juga meresahkan masyarakat luas. Peristiwa semacam itu mungkin juga disebabkan pola gerakan dakwah di dalam masing-masing tubuh Ormas itu sendiri yang dalam proses menginterpretasi informasi-informasi yang bersumber dari agamanya cenderung serabutan, tidak dipahami secara benar dalam konteks implementasi tataran praktis di lapangan.

Dalam pandangan Shiddiq Amien (2005:63) Keberadaan Persatuan Islam sebagai salah satu Ormas Islam di Indonesia, sebagaimana Ormas Islam yang lainnya telah memainkan peranan penting dalam percaturan politik di Indonesia. Selain itu, perjalanan panjang sebagai sebuah organisasi dari awal berdirinya hingga keberadaannya sekarang ini, tidak terlepas dari dinamika sosio-kultural dan situasi-kondisi masyarakat, serta perilaku aktivitas politik yang di dalamnya organisasi itu tumbuh-berkembang

Sebagai organisasi yang menekankan kegiatannya pada kajian keagamaan, Persis memang bukan organisasi politik, dalam artian formalistik. Secara formal, Persis adalah organisasi sosial keagamaan. Walaupun demikian, bukan berarti Persis mengacuhkan sama sekali masalah politik. Persis pun turut serta berkecimpung dalam wacana pergerakan-kekuasaan.

Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Noer (1993:177) bahwa: Persis juga turut berkecimpung dalam dunia politik, bisa diindikasikan dari anggota-anggotanya yang banyak berpartisipasi dalam partai politik sejak tahun 1930-an. Elite Persis pun banyak yang merangkap jabatan dengan Syarekat Islam (SI), sebuah organisasi yang berhaluan politik. Ketika terjadi pertentangan dengan SI dan dikeluarkan dari organisasi itu, elite Persis pun tidak berhenti aktif dalam politik. Mereka mendukung partai politik baru, yakni Partai Islam Indonesia (PII). Bahkan, PII cabang Bandung, dan umumnya di wilayah Jawa Barat, dikuasai elit Persis.


(14)

Dari gambaran tersebut di atas, jelas adanya keterlibatan Persis dan anggota-anggota nya dalam politik praktis. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Persis tidak menutup diri dalam persoalan politik bahkan lebih jauh iktu terlibat secara aktif dalam proses pembangunan bangsa di negeri ini.

Lebih lanjut Shiddiq Amien (2005:133) menegaskan bahwa untuk memenangkan ideologi Islam dalam politik pemerintah masa itu, Persis terjun menjadi anggota istimewa Masyumi yang dipimpin oleh Mohammad Natsir yang juga aktivis Persis. K.H. Mohammad Isa Anshary dan beberapa tokoh Persis lainnya terpilih dalam unsur kepemimpinan Masyumi dan berjuang dalam percaturan politik melalui Masyumi baik di tingkat pusat maupun di daerah. Persis melalui M. Natsir sebagai tokohnya menempatkan Islam tidak semata-mata suatu agama, tetapi juga suatu pandangan hidup yang meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan

Dalam perkembangan selanjutnya, pada masa orde baru, aktivis pimpinan Persis melakukan langkah-langkah yang progres dalam aktivitas politik praktisnya. Salah satunya yang ditempuh oleh Ustadz Latief yang pada waktu itu sebagai politikus melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Meskipun kesedian dan keberadaannya menimbulkan pro dan kontra di kalangan jamaah Persis. Akan tetapi, cita-cita luhur dan idealisme perjuangannya untuk memantapkan Islam melalui peta dakwah yang lebih luas, telah memantapkan langkahnya dalam panggung politik ( Shiddiq Amien, 2005:133), yang tentu saja hal tersebut dilandasi dan dilatarbelakangi oleh kondisi sosial politik yang terus berubah dan tampaknya mengarah pada era keterbukaan dan peluang bagi umat Islam untuk berpartisipasi aktif didalamnya.

Namun pada saat situasi dan kondisi politik itu berubah, baik secara radikal revolusioner maupun secara gradual, maka sikap politik seperti itu perlu dikaji ulang. Karena itu, menurut Shiddiq Amien (2005:133). Persis perlu berijtihad untuk proaktif dalam menentukan sikap politik, tanpa mengubah ormas Persis menjadi partai politik, atau tetap mempertahankan kemandirian jam’iyyah tanpa mengekang kebebasan berpolitik bagi pribadi


(15)

-pribadi warganya; sebaliknya, setiap -pribadi yang terjun ke dalam pentas politik dibekali dengan pendidikan politik dan misi jamiyyah itu sendiri.

Dalam dasawarsa terakhir ini, sekali lagi Politik di mata Persis tidak menjadi sesuatu hal yang perlu dihindari keberadaannya. bahkan politik menjadi sebuah sarana partisipasi dan aspirasi Persis sebagai bagian dari masyarakat, bangsa dan negara. hal ini sangat dirasakan oleh para petinggi dan anggota secara keseluruhan. meskipun dalam praktiknya, Persis sangat menjaga keterlibatannya sebagai bentuk ihtiyat / kehati-hatian dalam berpolitik praktis, sehingga diharapkan orientasi politik yang di cita-cita kan oleh lembaga tersebut bisa tercapai.

Dalam pencapaian orientasi politik tersebut, muncul kemudian persoalan tentang bagaimana proses pendidikan politik yang dijalankan oleh Persis dalam upaya membangun warga negara dalam skala kecil nya anggota dan simpatisan Persis agar melek, sadar dan ikut berpartisipasi dalam politik.

Di kalangan Ormas Keagamaan (Islam), persoalan yang berkenaan dengan pembinaan pendidikan politik mencakup kebijakan respon terhadap kondisi politik dewasa ini, partisipatoris, unjuk rasa, demonstrasi, perbedaan pendapat, menghargai pendapat orang lain, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan. Sehubungan dengan itu, esensi pendidikan politik memberi tempat pada pimpinan dan kader Ormas Persis agar dapat menyelami kehidupan pemerintahan dan kenegaraan disamping sebagai sebuah lembaga kontrol dan partner pemerintahan. Yang berlandaskan kepada tuntutan memiliki rasa tanggung jawab untuk memajukan bangsa dan negara. Karenanya, perilaku politik pimpinan dan kader ormas yang ditampilkan hendaknya mencerminkan sikap positif, tidak bersikap sebaliknya yaitu merusak, menjarah, dan melanggar aturan yang merugikan masyarakat banyak. Lebih tegasnya bahwa “melek politik dan konstitusi serta permasalahan yang dihadapi” harus menjadi dasar pijakan bagi Pimpinan dan kader ormas Persis dalam mengamati kehidupan negara Indonesia. Oleh karena, tidak cukup bagi mereka hanya berbekalkan pengetahuan keilmuan


(16)

masing-masing semata, tetapi hendaknya diperkaya dengan khasanah pendidikan politik yang bermakna.

Selanjutnya, Dari gambaran di atas pembinaan pendidikan politik dirasa sangat urgen keberadaannya di lingkungan pejabat Persis dan anggotanya sebaga wahana dalam rangka perwujudan warga negara yang melek politik, berpartisipasi, sadar hukum, dll. pun juga lebih specifik nya sebagai sarana pendewasaan dan pengintegrasian nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Al-Qur’an dan As-sunnah yang diaplikasikan secara utuh dalam kehidupannya, baik di lingkungan lembaga itu sendiri, maasyarakat, berbangsa dan bernegara. sehingga diharapkan dari adanya pendidikan politik ini, wawasan ber-politik dan melek politik setiap anggota nya benar-benar mencerminkan sikap yang elegan, taat hukum, partisipatoris dan tidak cenderung anarkis ketika mengemukakan pendapatnya.

Dengan demikian, dari gambaran umum tersebut, mengenai pendidikan politik dan ormas keagamaan menarik untuk dikaji salah satunya pada Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) Bandung. Dipilihnya Pimpinan Pusat Persis sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan :

1. Pada lingkungan Pimpinan Pusat Persis, sepanjang sejarahnya telah tumbuh menjadi organisasi kemasyarakatan yang tidak hanya fokus statis pada persoalan yang menyangkut ibadah dalam arti sempit saja, tetapi organisasi ini juga mempunyai sifat dinamis yang mempunyai respons terhadap persoalan politik, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya.

2. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa Ormas Persis sudah aktif dalam dunia politik praktis dahulu dan dewasa ini, yang semua itu berimplikasi pada kecenderungan pendidikan politik di lingkungannya. Sehingga bagaimanakah pendidikan politik ini diterapkan

3. Sebagai sikap kepedulian penulis ingin mengamati lebih dekat tentang persoalan pemahaman dan pembinaan pendidikan politik Persis baik secara ideologis maupun filosofis dalam membangun warga negara melek politik.


(17)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini diberikan penekanan pada “pendidikan politik”, hal ini didasarkan pada amanat dan salah satu tujuan PKn “ perlunya ditingkatkan pembinaan pendidikan politik dalam kerangka pembentukan warga negara melek politik”.

Di lingkungan Persatuan Islam (Persis) persoalan yang berkenaan dengan pendidikan politik mencakup melek politik, sadar hukum/ konstitusi, partisipasi politik, perilaku politik, materi pendidikan politik yang didalamnya termasuk juga bagaimana mengemukakan pendapat di muka umum, menghargai pendapat orang lain dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan, serta bagaimana Persis sebagai sebuah Ormas mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun dan membentuk warga negara yang cerdas dalam politik tidak hanya untuk masyarakat di dalam Persis secara interen saja, tetapi secara makro untuk negara-bangsa secara nasional, sekaligus mampu menjawab tantangan dan rintangan yang berkenaan dengan politik dewasa ini.

Dengan demikian, maka masalah pokok yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini berkaitan dengan bagaimana peran Pimpinan Pusat Persatuan Islam dalam melakukan pendidikan politik bagi warga negara. Kajian tentang “Peran Ormas dan pendidikan politik” ini diharapkan dapat memberikan pengayaan khasanah ilmu sosial dalam mempelajari salah satu gejala sosial, yakni mengenai pendidikan politik pimpinan dan kader dalam organisasi kemasyarakatan melalui pendekatan sosial khususnya pada tingkat mikro.

Penelitian ini diarahkan untuk menjawab sejumlah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana landasan filosofis dan ideologis Persatuan Islam (Persis) dalam pendidikan politik warga negara?

2. Bagaimana materi, media dan metode kegiatan pendidikan politik Persis? 3. Apa yang menjadi hambatan Persis dalam melakukan pendidikan politik ?


(18)

4. Bagaimana strategi Persis dalam menghadapi hambatan pendidikan politik warga negara?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pendidikan politik di lingkungan Persatuan Islam Bandung dalam upaya membangun warga negara melek politik..

Secara spesifik, tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Memperoleh gambaran tentang landasan filosofis dan ideologis Persis dalam melakukan pendidikan politik. Tujuan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh peran Ormas Persatuan Islam dalam melakukan pendidikan politik.

2. Memperoleh gambaran tentang materi, media dan metode kegiatan Persis

dalam pendidikan politik warga negara.

3. Memperoleh gambaran tentang apa saja yang menjadi hambatan Persis dalam melakukan pembinaan pendidikan politik.

4. Mengetahui gambaran Bagaimana strategi Persis dalam menghadapi

hambatan pembinaan pendidikan politik warga negara.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran yang bermanfaat, baik untuk keperluan pengembangan keilmuan maupun untuk kepentingan praktis dalam kehidupan kemasyarakatan. Kajian ini berfokus pada pokok masalah tentang proses pendidikan politik Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam. yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Meskipun ada beberapa penelitian terdahulu menyoroti tentang pendidikan politik, namun relevansinya berbeda, karena kajian “pendidikan politik” dalam penelitian ini berhubungan dengan keberadaan Ormas Persatuan Islam”, berarti secara konseptual diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk pengembangan keilmuan. Selain itu juga diharapkan dapat mendukung terhadap


(19)

terciptanya dan suksesnya pembangunan sebagaimana yang dicita-citakan

dalam Undang-undang, khususnya yang menyangkut “ peningkatan

pendidikan politik bagi warga negara”. 2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama bagi : a. Institusi, sebagai masukan bagi Lembaga Ormas persatuan Islam yang

bersangkutan dalam rangka meningkatkan pembinaan terhadap pimpinan dan kader nya melalui pendidikan politik, sehingga diharapkan melahirkan pimpinan dan kader yang mencerminkan sikap dan perilaku politik bukan saja berwawasan teoritis, tetapi juga memiliki pengetahuan di bidang politik, hukum dan konstitusi, sehingga dalam tataran praktis bisa direalisasikan secara maksimal. b. Para akademis atau komunitas akademik, khususnya dalam bidang

pendidikan kewarganegaraan sebagai bahan kontribusi dan informasi tentang bagaimana Pendidikan Politik dalam seuah Organisasi kemasyarakatan.

c. Peneliti sendiri, melalui penelaahan secara konseptual dari berbagai literatur dan pengalaman di lapangan, serta arahan dari pembimbing dan masukan dari nara sumber lain, menempa penulis menjadi lebih kritis dan responsif. Dan pada akhirnya akan menambah dan memperluas wawasan dan cakrawala berpikir serta kemampuan dalam memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi


(20)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan subjek Penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Pimpinan Pusat Persatuan Islam beserta otonomnya di Bandung beserta jajaran pimpinan di bawahnya (Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang Persis).

2. Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi subyek penelitian lebih ditekankan pada subjek data yang dapat memberikan informasi untuk tujuan penelitian diantaranya : Staff Pimpinan Pusat Persatuan Islam dalam hal ini Bidgar Siyasah/politik, kader/ anggota yang mempunyai kompetensi tentang permasalahan yang diteliti, para otonom dibawah Pimpinan Pusat Persatuan Islam seperti PP. Pemuda Persis, PP Persistri dan para simpatisan Persis yang semuanya berjumlah 15 orang dan untuk identitas orang nya peneliti sebutkan pada bab IV yang tentu saja diharapkan mampu mendukung dalam pemenuhan data yang dibutuhkan. Peneliti berusaha memperoleh berbagai macam data yang berhubungan dengan penelitian, data tersebut akan diperoleh dari semua perkataan tindakan, situasi, dan peristiwa yang dapat diamati oleh peneliti. Jumlah dan subjek penelitian pada dasarnya dapat di kembangkan dilapangan sebagaimana dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1985) “Snowball sampling technique”. Nasution (2003) menjelaskan proses penggalian data bila dikaitkan dengan subjek penelitian ini sebagai “ berpikir hingga mencapai titik jenuh dimana informasi telah terkumpul secara tuntas”. Oleh karena itu jumlah subyek dalam penelitian ini tidak ditentukan jumlahnya secara detail.

B. Prosedur penelitian

Prosedur penelitian merupakan tahapan-tahapan secara sistematis yang menggambarkan langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Secara garis besar tahapan-tahapan penelitian yang akan dijadikan


(21)

sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian ini adalah: tahap pra penelitian,

tahap perizinan penelitian, dan tahap pelaksanaan penelitian.

1. Tahap Pra Penelitian

Tahapan pra penelitian pertama dilakukan adalah dengan memilih masalah, menentukan judul dan lokasi penelitian dengan tujuan untuk menye-suaikan keperluan dan kepentingan dalam fokus penelitian yang akan diteliti oleh peneliti.

Lokasi yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Pimpinan Pusat Persatuan Islam beserta jajaran otonomnya karena penulis menemukan suatu indikasi keterlibatan dan implikasi Persis dalam persoalan politik sehingga bagaimana sebenarnya Persis memberlakukan pendidikan politik untuk kepentingan warga Persis secara khusus dan kontribusinya untuk negara dan bangsa.

Setelah judul dan masalah ditetapkan maka peneliti mulai melakukan studi lapangan untuk mendapatkan gambaran umum yang nyata tentang subjek yang akan diteliti. Setelah peneliti mendapakan gambaran umun mengenai kondisi objek dan subjek penelitian, maka tahap selanjutnya adalah dengan menyusun pedoman wawancara dan format observasi sebagai alat untuk pengumpulan data yang diperlukan oleh peneliti.

2. Tahap Perizinan Penelitian

a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Ketua Program Studi S2

Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI Bandung.

b. Dengan membawa surat rekomendasi dari Program Studi, peneliti meminta surat izin penelitian kepada Direktur SPs UPI.

c. Setelah memperoleh izin dari Direktur SPs UPI, selanjutnya peneliti melan-jutkan untuk memperoleh perizinan penelitian kepada staff di Pimpinan Pusat Persis beserta jajaran dibawahnya (PW,PD, dan PC Persis)

d. Setelah memperoleh izin dari Pimpinan Pusat Persis, dengan menentukan kepada bagian yang telah ditunjuk yaitu kepada ketua Bidang Garapan Siyasah. kemudian peneliti meneruskan untuk mendapat-kan izin ketua


(22)

Pimpinan Cabang Persis Margaasih, dan selanjutnya peneliti mulai melakukan penelitian.

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian a. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan penelitian. Peneliti membuat surat izin pra observasi untuk Pimpinan Pusat Persis yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian. Peneliti meminta persetujuan pihak Pimpinan Pusat Persiis yang diterima pada saat itu oleh bagian kesekretariatan untuk mengadakan penelitian. Dalam penelitian ini, untuk mendapat akses dan kepercayaan dari pihak lembaga, peneliti memanfaatkan sebagai bagian dari kader Persis itu sendiri.

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian di Lapangan

Setelah dilakukan tahap pra penelitian yang berisi rangkaian proses untuk mendapatkan perizinan untuk melakukan penelitian di lokasi, maka peneliti me-lanjutkan untuk melakukan rangkaian persiapan penelitian. Rangkaian proses pra penelitian, dilakukan dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian ke program studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI Bandung, yang sebelumnya proposal penelitian sudah disetujui oleh kedua pembimbing. Proses pengajuan ke program studi Pendidikan Kewarganegaraan ini dilaksanakan pada tanggal 08 Mei 2013. Selanjutnya izin tersebut dikeluarkan oleh program studi Pendidikan Kewarganegaraan pada tanggal 10 Mei 2013. Pada tanggal yang sama langsung diajukan ke Direktur Pasca Sarjana UPI Bandung, melalui Akademik SPs UPI Bandung. Pada tanggal 14 Mei 2013, surat izin penelitian yang dikeluarkan Direktur SPs UPI Bandung peneliti terima.

Berdasarkan ketentuan tersebut, seharusnya pada tanggal 20 Mei 2013, peneliti sudah melakukan tahapan berikutnya, yaitu menuju lokasi peneliti-an guna melakukan penelitian di Pimpinan Pusat Persatuan Islam Bandung. Tetapi,

Selanjutnya, pada hari Senin tanggal 08 Juni 2013, peneliti mendatangi Ketua Pimpinan Cabang Margaasih yaitu Ustadz. Toto Zaenudun untuk kemudian melakukan izin penelitian. Pada tanggal 14 Juni 2013, peneliti menyampaikan


(23)

surat izin penelitian kepada sekretaris DPC Partai Bulan Bintang yang sekaligus ketua Pimpinan Cabang Persis Katapang, tujuan dari penyampaian surat izin penelitian tersebut, ialah untuk memberitahukan pihak lemabaga bahwa peneliti akan melaksanakan penelitian di sana. Dalam arti lain, peneliti melakukan studi awal, dengan memperkenalkan diri kepada sejumlah fungsionaris dan pengurus di Persis, untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian.

Pada hari berikutnya, Kamis tanggal 25 Juni 2013 sampai dengan Jum’at tanggal Juli 2013, secara intensif peneliti terus mendatangi bidgar siyasah dan para aktivis Persis yang ada di lingkungan Pimpinan Pusat Persis untuk melaksanakan penelitian. Peneliti melakukan wawancara kepada subjek penelitian, yaitu bidang garapan politik, aktivis Persis, para ketua di wilayah pimpinan Pusat Persis guna memperoleh data yang diperlukan untuk penelitian ini. Penelitian yang dilakukan melalui wawancara antara peneliti dengan responden langsung di wilayah PP. Persis Keseluruhan hari yang dipergunakan dalam penelitian lebih kurang 30 (tiga puluh ) hari kerja.

Dalam tahap pelaksanaan penelitian di lapangan, peneliti mengajukan sejumlah pertanyaan dengan tujuan untuk menggali informasi lebih lanjut yang diarahkan pada fokus penelitian dan mencatatnya ke dalam catatan lapangan.

Setelah selesai mengadakan wawancara dengan responden, peneliti menuliskan kembali data yang terkumpul ke dalam catatan lapangan dengan tujuan agar dapat mengungkap data secara lebih mendetail. Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara selanjutnya disusun ke dalam bentuk catatan lapangan setelah terlebih dahulu didukung oleh hasil dokumentasi lainnya.

Data yang diambil serta diperoleh dari hasil wawancara dan observasi serta dokumentasi yang berhubungan dengan masalah penelitian, selanjutnya disusun dan dideskripsikan dalam bentuk catatan lapangan. Kemudian dianalisis dengan didukung oleh studi literatur, studi dokumentasi, dan Field Note. Keseluruhan pelaksanaan penelitian ini peneliti lakukan di lingkungan Pimoinan Pusat Persis beserta pimpinan di bawahnya.


(24)

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan pembatasan tentang hal-hal yang diamati sebagai konsep pokok dalam penelitian. Dalam hal ini terdapat beberapa konsep yaitu Peran, Persatuan Islam, Pendidikan Politik.

1. Peran

Menurut ilmu sosial berarti suatu fungsi dibawakan oleh seseorang, atau lembaga organisasi ketika menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu.

2. Ormas

Bahwa yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.(Undang-undang No. 8 tahun 1985,)

3. Persatuan Islam

Persatuan Islam adalah Ormas Islam yang didirikan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia atau tepatnya 22 tahun sebelum merdeka. Sebagai gerakan dakwah yang tentu saja memiliki visi, misi dan strategi yang jelas, yaitu mengembalikan umat kepada al-Qur’an dan Sunnah. ( Maman Abdurahman, 2012:i)

4. Pendidikan Politik

Rusadi Kantaprawira (1988:54) memandang bahwa pendidikan politik sebagai upaya meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya, sesuai dengan paham kedaulatan rakyat atau demokrasi bahwa rakyat harus mampu menjalankan tugas partisipasi.


(25)

5. Warga Negara

Warga negara diartikan sebagai orang-orang yang menjadi bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara karena warga negara mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki kepastian hak, privasi, dan

tanggung jawab.

(http://komukblangsak.wordpress.com/2011/04/07/bab-1-pengertian-warga-negara/)

D. Pendeketan dan Metodologi Penelitian 1. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar berkonteks khusus (Moleong, 2008:5). Peranan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsiran dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitian.

Penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu dengan cara meyelidiki masalah sosial atau manusia. Dalam penelitian ini, peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik mengenai Peran Persis dalam melakukan pendidikan politik, menganalisis kata-kata yang dihasilkan dari wawancara mendalam kemudian melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah.

Oleh karena data yang hendak diperoleh dari rencana penelitian tesis bersifat kualitatif berupa deskripsi analitik tentang suatu peristiwa yang diambil dari situasi yang wajar, maka dibutuhkan ketelitian dari peneliti untuk dapat mengamati secermat mungkin aspek-aspek yang diteliti, dari hal tersebut terlihat disini bahwa peranan


(26)

peneliti utama (key instrument) yang mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara berstruktur. Senada dengan pemaparan di atas dalam kaitan ini Nasutiaon (1996:9) mengemukakan bahwa :

“Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat memahami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau kamera peneliti tetap memegang peran sebagai alat peneliti”

Dalam konteks penelitian ini, penggunaan penelitian kualitatif ditunjukkan untuk memahami dan menjiwai peran Persatuan Islam Persis dalam melakukan pendidikan politik warga negara.

2. Metode penelitian

Dalam menganalisis permasalahan pada sebuah penelitian ilmiah diperlukan adanya metode penelitian. Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Sehubungan dengan itu, maka peneliti berpendapat bahwa metode deskriptif merupakan metode yang tepat digunakan dalam penelitian ini, karena peneliti ingin mengungkapkan situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah, yang juga sesuai dengan tujuan penelitian yang berusaha untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang bagaimana Peran Persatuan Islam dalam melakukan pendidikan politik warga negara.

Dengan demikian, penelitian kualitatif tidak hanya sebagai upaya mendeskripsikan data tetapi deskripsi tersebut hasil dari pengumpulan data yang sohih yang dipersyaratkan kualitatif. (Djam’an Satori & Aan Komariah, 2011:25)

Metode deskriptif merupakan metode yang memusatkan perhatian pada

masalah-masalah aktual untuk memecahkan masalah dengan cara

menggambarkan atau melukiskan semua peristiwa atau permasalahan yang terjadi selama penelitian berlangsung.


(27)

Oleh karena itu, alasan peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif ini karena sesuai dengan sifat dari masalah dan tujuan penelitian yang ingin diperoleh dan bukan untuk menguji hipotesis, tetapi berusaha untuk memperoleh gambaran nyata tentang bagaimana Peran Persatuan Islam (Persis) dalam melakukan pendidikan politik

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat.

Pemilihan metode deskriptif ini tentunya melalui pertimbangan dan disesuaikan dengan masalah yang akan dikaji. Kajian penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami secara mendalam tentang bagaimana sesungguhnya peran Persatuan Islam (Persis) dalam melakukan pendidikan politik warga negara.

E. Teknik pengumpulan data

Sesuai dengan hakekat penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama (key instrument) dalam pengumpulan data. Karena itu, peneliti memiliki peranan yang fleksibel dan adaptif. Artinya, peneliti dapat menggunakan seluruh alat indera yang dimilikinya untuk memahami fenomena sesuai dengan fokus penelitian (Cresswell, 1998; Lincoln dan Guba, 1985: 4; Bogdan dan Biklen, 1992: 28). Sehubungan dengan hal itu, maka dalam penelitian ini peneliti sendiri terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan seluruh data sesuai dengan fokus penelitian.

Tahapan-tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tahap orientasi, tahap eksplorasi, dan tahap member-chek. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pertama adalah pra-survei atau survei pendahuluan ke lokasi penelitian yaitu di lingkungan Pimpinan Pusat, Pimpinan Cabang dan Pimpinan Jama’ah Persatuan Islam, untuk mendapatkan gambaran tentang peran Persis dalam melakukan pendidikan politikya. Dalam tahap yang kedua dilakukan pengumpulan data sesuai dengan fokus penelitian.


(28)

Sesuai dengan peranan peneliti sebagai alat penelitian yang utama, maka peneliti dapat melakukan sendiri pengamatan dan wawancara kepada informan penelitian ini (pihak Pimpinan Persatuan Islam beserta otonom, Pakar Politik dan simpatisan Persis). Karena peranannya sebagai instrumen utama dalam pengumpulan informasi atau data, maka informasi atau data penelitian yang terkumpul tersebut diharapkan dapat dipahami secara utuh, termasuk makna interaksi antar manusia, dan peneliti juga diharapkan dapat menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dari ucapan atau perbuatan informan penelitian.

1. Wawancara yang mendalam.

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (responden) (Arikunto, 2003:132). Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk mengajukan pertanyaan dan menggali jawaban lebih lanjut untuk mendapatkan informasi data-data yang lengkap sesuai dengan fokus penelitian dengan instrumen wawancara yang telah tersusun, sehingga peneliti dapat mengetahui persepsi responden tentang permasalahan yang akan dikaji.

Berkaitan dengan hal di atas, Moleong (2011:186) mengungkapkan bahwa: “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.” .

Menurut Patton (1990:280) (dalam Sapriya, 2007), pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian naturalistik dapat mengikuti tiga macam pilihan sebagai berikut: Pertama, Wawancara percakapan informal (the informal

conversation interview), ialah wawancara yang sepenuhnya didasarkan pada

susunan pertanyaan spontan ketika interaksi berlangsung khususnya pada proses observasi partisipatif dilapangan. Pada saat wawancara melalui percakapan informasi berlangsung terkadang orang yang diwawancarai tidak diberitahu bahwa mereka sedang diwawancarai. Hal tersebut penulis lakukan ketika


(29)

mewawancarai salah satu aktivis Persis Sdr. Hendrik Hermawan dan beberapa informan, responden lainnya yang bertempat di rumah atau dikantor orang terkait.

Kedua, wawancara umum dengan dengan pendekatan terarah (the general

interview guide approach), ialah jenis wawancara yang menggariskan sejumlah

isu-isu yang harus digali dari setiap informan sebelum wawancara dimulai. Pertanyaan yang diajukan tidak perlu dalam urutan yang diatur terlebih dahulu atau dengan kata-kata yang dipersiapkan. Panduan wawancara memberikan

checklist selama wawancara untuk meyakinkan bahwa topik-topik yang sesuai

telah terakomodasi. Peneliti menyesuaikan baik urutan pertanyaan maupun kata-kata untuk informan tertentu. Penulis memakai cara tersebut ketika mewawancarai salah satu staaf di Pimpinan Pusat Persis yaitu Bidgar Siyasah bersama Ust. Uus. M. Ruhiyat di kantor dan dirumahnya.

Ketiga, wawancara terbuka yang baku (the standardized open-ended

interview), meliputi seperangkat pertanyaan yang secara seksama disusun dengan

maksud untuk menjaring informasi mengenai isu-isu yang sesuai dengan urutan dan kata-kata yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Fleksibilitas dalam menggali informasi dibatasi, tergantung pada sifat wawancara dan keterampilan peneliti.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak-berstruktur. Sesuai dengan bentuk wawancara ini, peneliti tidak terikat secara ketat pada pedoman wawancara. Pelaksanaannya bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja selama berhubungan dengan fenomena dan fokus penelitian. Tipe wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara secara luas dan mendalam atau indepth interview (Patton, 1980).

Melalui tipe wawancara ini, penulis mencoba menggali dengan seksama dan detai mengenai informasi-informasi dan data-data yang memang dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga dalam pengolahannya peneliti memfokuskan kepada hal-hal yang terkait dengan fungsi dan peran Persatuan Islam dalam melakukan pendidikan politik.

Untuk memudahkan ingatan terhadap data atau informasi, maka peneliti menggunakan catatan-catatan lapangan. Dalam penggunaan catatan lapangan,


(30)

mengutamakan pandangan informan dan interpresentasinya. Dalam hal ini bidgar siyasah yaitu Ust. Uus , ketua Pimpinan Cabang Ust. Toto, dan Sekretaris cabang PBB (Parati Bulan Bintang) Ust. Muhudin. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yang diharapkan dapat memberi keuntungan dimana informan yang diwawancarai bisa merekonstruksi dan menafsirkan ide-idenya mengenai peran Persis dalam pendidikan politik. Dalam pelaksanaannya, penelitian menggunakan alat bantu berupa catatan-catatan lapangan yang peneliti catat dalam buku. Tujuannya adalah untuk memudahkan mengingat data yang dikumpulkan, baik yang bersifat verbal maupun nonverbal. Selain itu, penggunaan alat bantu tersebut sangat penting untuk mengimbangi keterbatasan daya ingat peneliti mengenai informasi yang diperoleh dengan cara wawancara secara terbuka atau open-ended interview.

Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang menjadi terwawancara (interviewe) adalah Staff Pimpinan Pusat Persatuan Islam, kader/ anggota yang mempunyai kompetensi tentang peran Persis dalam melakukan pendidikan politik warga negara, juga para otonom dibawah Pimpinan Pusat Persatuan Islam seperti PP. Pemuda Persis, PP Persistri, para pakar politik dan lain sebagainya yang tentu saja diharapkan mampu mendukung dalam pemenuhan data yang dibutuhkan

2. Studi dokumentasi.

Studi dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data tidak langsung ditunjukan kepada subjek penelitian. Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif sebagaimana vang diungkapkan oleh Sugiyono (2008:240) bahwa: “Studi dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.”

Studi dokumentasi digunakan dengan tujuan untuk melengkapi data-data yang diperoleh dari wawancara dan observasi sehingga akan diperoleh data yang akurat dan terpercaya. Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam sumber-sumber tertulis tersebut dapat diperoleh ungkapan


(31)

gagasan, persepsi, pemikiran, serta sikap para pakar dan praktisi tentang peran Persis dalam melakukan pendidikan politik warga negara.

3. Studi literatur.

Studi literatur dilakukan dengan cara meenjiwai dan mengkaji buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti untuk memperoleh bahan-bahan atau sumber informasi tentang masalah yang diteliti. Teknik ini selain digunakan untuk melengkapi serta memperkuat landasan peneliti dalam melakukan penelitian juga untuk melengkapi hasil penelitian yang peneliti lakukan.

Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai macam sumber dan literatur buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Dengan memiliki buku-buku yang berhubungan dengan peran Persis dalam melakukan pendidikan politik warga negara. diharapkan peneliti dapat memperoleh data secara teoritis sebagai penunjang penelitian. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Faisal (1992:30), mengemukakan bahwa hasil studi literatur bisa dijadikan masukan dan landasan di dalam menjelaskan dan merincikan masalah-masalah yang akan diteliti, dan juga bisa menjadi landasan untuk memberikan latar belakang mengapa masalah tersebut sangat penting untuk diteliti. yang berhubungan dengan penelitian.

4. Observasi

Observasi ialah pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas tentang kehidupan sosial yang wajar dan sebenarnya sukar diperoleh dengan metode-metode lain (Nasution, 1997:122). Observasi suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistemik dan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra (terutama mata) terhadap kejadian-kejadian yang langsung ditangkap pada saat peristiwa itu terjadi. Dalam observasi ini meliputi semua pengamatan dan pengalaman peneliti ketika terjun ke lapangan, dan yang diteliti secara sistematis untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai bagaimana sesungguhnya peran


(32)

Persis dalam melakukan pendidikan politik warga negara dengan berbagai hambatan dan strateginya.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Moleong (2005:132) bahwa: “Bagi peneliti kualitatif, manusia adalah instrument utama karena ia menjadi segala keseluruhan proses penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, menganalisis, menafsirkan data, dan hasilnya menjadi pelapor hasil penelitian”.

Observasi ini dilakukan selama penelitian berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui gambaran nyata mengenai bagaimana peran Persis dalam melakukan pendidikan politik warga negara, bagiamana materi dan metode dalam melaksanakan pendidikan politik itu sendiri dengan berbagai hambatan dan strateginya, Seperti yang dikemukakan oleh Spradly dalam Nasution (2003:63) sebagai berikut:

Yang diamati dalam setiap situasi sosial terdapat tiga komponen, yakni ruang (tempat), pelaku (aktor), dan kegiatan (aktivitas). Kegiatan dimensi dapat diperluas, sehingga apa yang kita amati ialah: (1) ruang, dalam aspek fisiknya, (2) pelaku, yaitu semua orang yang terlibat dalam situasi, (3) kegiatan, yaitu apa yang dilakukan orang dalam situasi itu, (4) objek, yaitu benda-benda yang terdapat dalam tempat itu, (5) perbuatan, tindakan-tindakan tertentu, (6) kejadian atau peristiwa, yaitu rangkaian kegiatan, (7) waktu, urutan kegiatan, (8) tujuan, apa yang ingin dicapai orang, makna perbuatan orang, (9) perasaan, emosi yang dinyatakan.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian, karena dapat memberi makna terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti. Pengolahan data dan analisis data akan dilakukan melalui suatu proses yaitu menyusun, mengkatagorikan data, mencari kaitan isi dari berbagai data yang diperoleh dengan maksud untuk mendapatkan maknanya.

Setelah selesai mengadakan wawancara dengan subjek penelitian, menuliskan kembali data-data yang terkumpul ke dalam catatan lapangan dengan tujuan agar dapat mengungkapkan data dan informasi secara mendetail. Data yang


(33)

diperoleh dari wawancara disusun dalam bentuk catatan lengkap setelah didukung oleh hasil observasi, dokumentasi, dan catatan lapangan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang peneliti dapatkan, yaitu dari hasil wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan catatan lapangan maka peneliti melakukan prosedur pengolahan dan analisis dari hasil pengumpulan data. Di-mana proses analisis data ini dimulai dengan menelaah, memeriksa seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, pengamatan, dokumentasi, dan catatan lapangan. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2011:247), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data

display, dan conclusion drawing/verification.

Gambar 3.1 Interactive Model

(Komponen dalam Analisis Data)

Sumber: Sugiyono (2011:247)

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data adalah proses analisis yang dilakukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan hasil penelitian dengan memfokuskan pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti, dengan kata lain reduksi data bertujuan untuk memperoleh pemahaman-pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari hasil catatan lapangan dengan cara merangkum, mengklasifikasikan sesuai

Kesimpulan dan Verifikasi

Pengumpulan data

Penyajian data Reduksi


(34)

masalah dan aspek-aspek permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini aspek yang direduksi adalah peran Pimpinan Pusat dalam hal ini staff dan para pengurus Persis mengenai taraf dan sosialisasi pemeneuhan pendidikan politik yang baik dan maksimal bagi warga Persis khususnya.

2. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh dengan kata lain menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya.

Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas dan terperinci namun menyeluruh akan memudahkan dalam memahami gambaran-gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Penyajian data selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan data hasil penelitian yang diperoleh.

3. Conclussion Drawing/Verification

Conclusion Drawing/Verification merupakan upaya untuk mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data-data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dengan mengacu pada tujuan penelitian.

Demikian prosedur yang dilakukan peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini. Dengan melakukan tahapan-tahapan ini diharapkan penelitian yang dilakukan ini dapat memperoleh data yang memenuhi kriteria suatu penelitian yaitu derajat kepercayaan, maksudnya data yang diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggung-jawabkan kebenarannya.

G. Validitas Data

Validasi data dilakukan untuk membuktikan bahwa apa yang telah diamati peneliti sesuai dengan yang sesungguhnya. Tahap validasi yang dilakukan melalui:

a. Member check, yaitu memeriksa kembali keterangan-keterangan atau

infor-masi data yang diperoleh selama observasi dan wawancara dengan nara sumber yaitu bidgar Siyasah Pimpinan Pusat dan pimpinan dibawahnya.


(35)

b. Triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran data yang ditimbulkan oleh peneliti dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain yang dikum-pulkan melalui wawancara dengan data yang diperoleh dengan observasi se-hingga diperoleh derajat kepercayaan yang maksimal. Tujuan dari triangulasi adalah pengecekan kebenaran data tertentu dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

1) Triangulasi sumber adalah triangulasi untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui bebe-rapa sumber.

2) Triangulasi teknik adalah triangulasi untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

Gambar 3.2

Triangulasi Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi

Dokumentasi

Sumber: Sugiyono, 2012: 126

3) Triangulasi waktu yaitu triangulasi waktu yang sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.


(36)

Gambar 3.3

Triangulasi Waktu Pengumpulan Data

Siang Sore

Pagi

Sumber: Sugiyono, 2012: 126

c. Eksplanasi saingan yaitu tidak melakukan upaya untuk menyanggah atau membuktikan kesalahan penelitian saingan, melainkan mencari data yang akan mendukungnya.

d. Audit trail, yaitu memeriksa keabsahan temuan penelitian beserta prosedur

dan metode pengumpulan datanya, dengan mengkonfirmasikan buku-buku temuan yang telah diperiksa dan dicek kesahihannya kepada sumber data (Bidang garapan siyasah dan para pimpinan di Persis)).

e. Expert opinion, merupakan tahap akhir validasi yang mana peneliti

mengkon-sultasikan hasil temuan kepada pakar. Dalam penelitian ini, peneliti meng-konsultasikannya dengan pembimbing, yang akan memeriksa semua tahapan penelitian.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian yang dirumuskan dari temuan penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian.

A. Kesimpulan

1. Kesimpulan umum

Ormas keagamaan Persatuan Islam (Persis) dalam tinjauan teoritis-normatif maupun historis-empirik menempati posisi strategis dalam melakukan pemberdayaan politik masyarakat. Secara historis posisi yang pernah dimainkan memiliki effektifitas melebihi peran dan posisi yang dimainkan oleh organisasi politik formal. Effektifitas itu pernah dicapai dan dimainkan di samping karena kekuatan jaringan yang begitu luas, juga kekuatan ideologis dan wibawa moral ormas keagamaan yang tangguh. Namun dalam pemberdayaan pendidikan politik di Persis terkendala oleh berbagai aspek, salah satunya adalah terkait dengan kultur pemikiran yang berkembang dikalangan kaum muda dan kaum tua Persis dalam memandang Politik dan pendidikan politik, yang terkadang berbeda persepsi, di satu sisi ada yang menghendaki Persis untuk bisa menyentuh ke wilayah Politik, tetapi di sisi lain ada yang menghendaki supaya Persis tidak menyentuh ranah politik.

2. Kesimpulan khusus

Merujuk pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat dirumuskan beberapa butir kesimpulan sebagai berikut:

a. Berdasarkan Landasan filosofis dan ideologis Persatuan Islam (Persis) dalam pendidikan politik warganegara, secara formal dan struktural menyadari pentingnya Persis melakukan pendidikan politik yang sistematis, terencana dan efektif untuk kemudian mencapai maksud dari cita-cita dan visi-misi Persis itu sendiri. Karena Pendidikan politik sebenarnya secara alamiah telah berjalan


(38)

dan terus berlangsung melalui berbagai interaksi sosial dalam masyarakat yang dikenal sebagai transformasi nilai.

Persis bukanlah organisasi politik, akan tetapi Persis tidak menghindar dan tabu terhadap politik itu sendiri, bahkan Persis dengan pendidikan politiknya mampu bertahan dan dapat memiliki kekuatan politik tersendiri dalam rangka memberi arahan yang jelas bagi para kader politik (siyasah) Persis.

b. Materi, media dan metode pendidikan politik yang ada di Persis memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik pendidikan politik di Persis diantaranya:

pertama, materi dalam pendidikan politik di Persis tidak langsung secara

tekstual memuat tentang pendidikan politik namun lebih pada penggalian makna dari materi-materi yang ada; kedua, media sosialisasi dalam pendidikan politik persis cenderung terbatas pada lingkup kader, tapi telah memiliki jaringan di seluruh indonesia bahkan dunia internasional melalui majalah, bulletin dan artikel mingguan yang tersedia. Ini menjadi modal bagi kader dalam melakukan interaksi opini, saluran aspirasi selain media dakwah tentunya, dan silaturahim antar seluruh warga Persis; ketiga, metode pendidikan politik di Persis dilakukan melalui halaqoh-halaqoh atau diskusi-diskusi yang dilakukan setiap minggunya, pengajian rutin yang diadakan di setiap jenjang pimpinan dan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh setiap pimpinan.

c. Tantangan dan hambatan dalam arahan dan kebijakan pemenuhan pendidikan politik di Persis adalah: pertama, adanya benturan pemikiran secara internal dari kaum muda Persis dan kaum tua Persis dalam menanggapi persoalan politik termasuk pendidikan politik yang berimplikasi kepada maksimalisasi pemenuhan pendidikan politik; kedua, minimnya kesiapan para mubaligh atau narasumber dalam memahami dan menyampaikan materi-materi khusus tentang pendidikan politik yang ada kepada kader; ketiga, belum dimaksimalkannya media khusus yang mampu menyerap dan mendukung pengembangan pendidikan politik di Persis; keempat, belum terusunnya secara sistematis kurikulum khusus yang terkait dengan politik dan pendidikan politik,


(39)

d. Langkah-langkah strategis yang diambil oleh Persis dalam rangka pengembangan pendidikan politik diantaranya: pertama, memberikan dukungan secara ideologis kepada kader-kader terbaiknya untuk terjun langsung dalam politik praktis, sehingga ketika mereka menempati posisi strategis mampu memberikan keteladanan kepada warga Persis khususnya dalam konteks pendidikan politik; kedua, menjaga dan menyadari potensi kekuatan-kekuatan kultural yang dimiliki oleh Persis untuk merealisasikan cita-cita perwujudan masyarakat demokratis sebagai salah satu karakter masyarakat madani yang menjadi cita-cita bersama dan sejalan dengan kapasitas yang dimilikinya, maka gerakan pemberdayaan pendidikan politik akan menjadi sebuah lahan pengembangan masyarakat yang subur dan penting; Ketiga, membina dan memberikan pemahaman secara intensif kepada bibit kader muda Persis melalui berbagai pelatihan dan dakwah terkait dengan politik dan dinamikanya dalam kerangka pendidikan politik.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal yang berkaitan dengan Peran Persis dalam pendidikan politik warga negara. Rekomendasi ini disampaikan kepada berbagai pihak. Pihak-pihak yang dimaksud diantaranya adalah:

1. Kepada jajaran Pimpinan Pusat yang dalam hal ini bidang garapan Siyasah Jam’iyyah Persis dan bidang garapan terkait yang ada di pimpinan di bawahnya, ada beberapa rekomendasi yang akan disampaikan yaitu:

a. Untuk dapat melaksanakan pendidikan politik terutama melalui pelatihan, pembinaan dan pengkaderan sesuai dengan program yang telah ditetapkan dan sesuai kebijakan Persis.

b. Untuk segera merealisasikan pembentukan dan pembuatan

madrasah siyasah dan kurikulum siyasah, agar terjalinnya keselarasan pemahaman diantara para kader siyasah potensial


(40)

Persis terkait dengan pola politik dan kebijakan politik yang ada di Persis

c. Untuk menjadikan Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu

muatan dalam pelaksanaan pendidikan politik di organisasi kemasyrakatan islam yang disinkronisasikan dan dikombinasikan dengan konsep politik Islam yang ada di Persis.

d. Untuk lebih terbuka dan memahami harapan dan keinginan para kader nya untuk berpolitik, sehingga dengan hal tersebut mampu memberikan sebuah motivasi lebih kepada para kader potensial Persis yang akan bergelut dalam politik praktis.

e. Memaksimalkan fungsi dan peran bidgar terkait untuk lebih fokus dan bersungguh-sungguh dalam merumuskan pola-pola politik di Persis dan memfasilitasi berjalannya sebuah pendidikan politik di Persis.

2. Untuk para kader Persis agar dapat memberikan kontribusi positif berupa pikiran, ide dan gagasan yang berkaitan dengan politik dan

pendidikan politik sekaligus mampu mengikuti pelaksanaan

pendidikan poltik yang diselenggarakan oleh jam’iyyah Persis guna memahamkan dan lebih terjalinnya koordinasi dan komunikasi dianatara warga Persis sehingga dengan hal tersebut mampu meminimalisir kesalahpahaman dalam penyikapan yang terkait dengan politik.

3. Bagi para kader Persis yang bergelut dan berkecimpung dalam dunia politik praktis atau aktif di berbagai partai politik agar bisa memberikan pencerahan pendidikan politik kepada para generasi muda Persis dalam rangka membangun warga negara yang cerdas dan melek politik secara elegan dan bermoral, yang sesuai dengan visi-misi Organisasi Persis itu sendiri dan tentu saja tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945

4. Bagi pemerintah agar lebih bisa membangun komunikasi dan


(41)

integral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mensosialisasikan secara formal agenda dan kebijakan pemerintah, khususnya dalam rangka pemenuhan dan pemberdayaan pembinaan pendidikan politik bagi warga negara secara efektif dan maksimal. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya, bahwa peran Persis sebagai Ormas dalam

melakukan pendidikan politik perlu dipahami belum terlalu berjalan secara maskimal dengan berbagai tantangan dan hambatan nya. oleh karena nya penelitian sejenis perlu dikembangkan lebih lanjut, dalam

konteks Peran kontribusi Organisasi kemasyarakatan dalam


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I & Anggraeni, L, (2011) Pendidikan Politik ( sebuah Kajian dan

Analisis”, Bandung. Lensa Media Pustaka,

Affandi, I. (2009). Bedah Buku Political Education dari Robert Brownhill dan

Patricia Smart. Bandung:Kencana Utama

Alfian, (1971). Masalah Pembaharuan Politik di Indonesia. Jakarta: LEKNAS Almond, G dan Verba, S, (1990). Budaya Politik. Terjemahan Shat Sirnamora.

Jakarta: Bumi Aksara.

Alwasilah. A. C. (2008). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan

Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Anwar. B.T.T & Fauzan,. I, P. (2012). Persis dan Politik ( Sejarah Pemikiran dan

Aksi Politik Persis 1923-1997). Bandung: Pembela Islam,

Amien, S (2005). Panduan Hidup Berjamaah. Bandung: Tafakur Branson, M.S (1998). The Role of Civic Education. Calabasas:CCE

(1999). Making the Case for Civic Education:where We Standnat the end of the 20 Century. Washington:CCE

Berton Robert K( 1969).Social theory and Social Structure, Glencoe, illonis: The Free Press

Brownhill, C dan Smart, P (1989). Political Education. London and New York:Routledge

Budiardjo. Miriam, (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT. Ikrar Mandiriabadi

Budimansyah, D. (2007). Pendidikan Demokrasi sebagai Konteks Civic

Education di Negara Berkembang . Acta Civicus, Vol I No. 1, Oktober

2007, 11-29.

(2008). “Revitalisasi Pembelajaran PKn melalui Praktik Belajar

Kewarganegaraan Project Citizen” Acta Civicus, Vol I No. 2, April 2008, 179-198

Creswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


(43)

Darmawan, C (2008). Pengantar Ilmu Politik. Bandung:Laboratorium PKn Press Efzioni. A, (1982). Organisasi-organisasi Modern, Jakarta : Penerbit UI dan

Bradjaguna.

Gaffar. A. (1989). Beberapa Aspek Pembangunan Politik, Jakarta :Rajawal

Guba, Egon G. (1987). Menuju Metodologi Inkuiri Naturalistik dalam Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Isa, A. (1958). Manifest Perjuangan Persatuan Islam. Bandung: PP.Persis Isbandi Rukminto Adi, (2003). Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan

Interfensi Komunitas, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Kartono, K. (1996) pendidikan Politik” , Bandung, Mandar Maju. --- (1990) . Wawasan Politik, Bandung, Mandar Maju.

Kantraprawira. R. (1999), Sistem Politik Indonesia. Bandung :Sinar baru Algesindo

Komalasari, K. (2011) Materi Perkuliahan “Metodologi Penelitian.

Lukman Soetrisno,2000, Memberdayakan Rakyat dalam Masyarakat Madani, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Miles, M.B & Huberman, A.M.(2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi dari judul Qualitative Data Analysis.Jakarta:universitas Indonesia Press Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Nasution, S. (1996). Metode penelitian Naturalistik Kualitatif: Bandung Tarsit. Sanit Arbi (2001) Sistem politik Indonesia:kestabilan, peta kekuatan politik dan

pembangunan. Jakarta. Rajawali Press

Satori, D & Komariah, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta

Sastrapratedja, M. 2004. Landasan Moral Etika Penelitian. Warta Penelitian Universitas Gadjah Mada (Edisi Khusus)


(44)

Shofian, S & Gatara, S.A. (2011) “Pendidikan Kewarganegaraan”; Bandung, Fokus Media.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan (R&D). Bandung: Alfabeta.

Surbakti, Ramlan, (1992), Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia

Wahab. Abdul Azis, (1996). Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik: Model

Pendidikan kewarganegaraan Indonesia menuju warganegara global”

IKIP.

Winataputra, U.S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana

Sistemik Pendidikan Demokrasi:Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI:tidak diterbitkan

Winataputra & udin (2005) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana

Demokrasi: Tinjauan Psikopaedagogis dan Sosio Andragogis. Makalah

seminar nasional dan rakernas PKn 29 Januari 2005 Unpas Bandung

PENELITIAN TERDAHULU

Idrus Affandi (1996) mengenai Kepeloporan Organisasi Kemasyarakatan

Pemuda dalam Pendidikan politik. UPI

Iyep Candra Hermawan (1998) mengenai Implikasi Pendidikan Politik pada

Perilaku Politik Pimpinan Mahasiswa UPI

R. Komarudin Saleh (2005) tentang implikasi Pendidikan politik di Pondok

Pesantren terhadap Prilaku Politik Santri. UPI

DOKUMEN-DOKUMEN:

UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Undang-undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi kemasyarakatan Qanun Asasi-Qanun Dakhili Persatuan Islam


(45)

Internet:

http://komunitas.wikispaces.com/file/view/ORMAS+KEAGAMAAN+DALAM+ PEMBERDAYAAN+POLITIK+MASYARAKAT+MADANI.pdf

http://komukblangsak.wordpress.com/2011/04/07/bab-1-pengertian-warganegara/)

diunduh tanggal 23 Agustus 2013

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=252499 diunduh tanggal 23


(1)

Marwan Gupron, 2013

Persis terkait dengan pola politik dan kebijakan politik yang ada di Persis

c. Untuk menjadikan Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu muatan dalam pelaksanaan pendidikan politik di organisasi kemasyrakatan islam yang disinkronisasikan dan dikombinasikan dengan konsep politik Islam yang ada di Persis.

d. Untuk lebih terbuka dan memahami harapan dan keinginan para kader nya untuk berpolitik, sehingga dengan hal tersebut mampu memberikan sebuah motivasi lebih kepada para kader potensial Persis yang akan bergelut dalam politik praktis.

e. Memaksimalkan fungsi dan peran bidgar terkait untuk lebih fokus dan bersungguh-sungguh dalam merumuskan pola-pola politik di Persis dan memfasilitasi berjalannya sebuah pendidikan politik di Persis.

2. Untuk para kader Persis agar dapat memberikan kontribusi positif berupa pikiran, ide dan gagasan yang berkaitan dengan politik dan pendidikan politik sekaligus mampu mengikuti pelaksanaan

pendidikan poltik yang diselenggarakan oleh jam’iyyah Persis guna

memahamkan dan lebih terjalinnya koordinasi dan komunikasi dianatara warga Persis sehingga dengan hal tersebut mampu meminimalisir kesalahpahaman dalam penyikapan yang terkait dengan politik.

3. Bagi para kader Persis yang bergelut dan berkecimpung dalam dunia politik praktis atau aktif di berbagai partai politik agar bisa memberikan pencerahan pendidikan politik kepada para generasi muda Persis dalam rangka membangun warga negara yang cerdas dan melek politik secara elegan dan bermoral, yang sesuai dengan visi-misi Organisasi Persis itu sendiri dan tentu saja tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945

4. Bagi pemerintah agar lebih bisa membangun komunikasi dan koordinasi dengan ormas-ormas Islam yang ada sebagai bagian


(2)

integral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mensosialisasikan secara formal agenda dan kebijakan pemerintah, khususnya dalam rangka pemenuhan dan pemberdayaan pembinaan pendidikan politik bagi warga negara secara efektif dan maksimal. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya, bahwa peran Persis sebagai Ormas dalam

melakukan pendidikan politik perlu dipahami belum terlalu berjalan secara maskimal dengan berbagai tantangan dan hambatan nya. oleh karena nya penelitian sejenis perlu dikembangkan lebih lanjut, dalam konteks Peran kontribusi Organisasi kemasyarakatan dalam membangun dan mengupayakan pendidikan politik bagi warga negara.


(3)

139

Marwan Gupron, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I & Anggraeni, L, (2011) Pendidikan Politik ( sebuah Kajian dan

Analisis”, Bandung. Lensa Media Pustaka,

Affandi, I. (2009). Bedah Buku Political Education dari Robert Brownhill dan

Patricia Smart. Bandung:Kencana Utama

Alfian, (1971). Masalah Pembaharuan Politik di Indonesia. Jakarta: LEKNAS Almond, G dan Verba, S, (1990). Budaya Politik. Terjemahan Shat Sirnamora.

Jakarta: Bumi Aksara.

Alwasilah. A. C. (2008). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan

Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Anwar. B.T.T & Fauzan,. I, P. (2012). Persis dan Politik ( Sejarah Pemikiran dan

Aksi Politik Persis 1923-1997). Bandung: Pembela Islam,

Amien, S (2005). Panduan Hidup Berjamaah. Bandung: Tafakur Branson, M.S (1998). The Role of Civic Education. Calabasas:CCE

(1999). Making the Case for Civic Education:where We Standnat the end of the 20 Century. Washington:CCE

Berton Robert K( 1969).Social theory and Social Structure, Glencoe, illonis: The Free Press

Brownhill, C dan Smart, P (1989). Political Education. London and New York:Routledge

Budiardjo. Miriam, (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT. Ikrar Mandiriabadi

Budimansyah, D. (2007). Pendidikan Demokrasi sebagai Konteks Civic

Education di Negara Berkembang . Acta Civicus, Vol I No. 1, Oktober

2007, 11-29.

(2008). “Revitalisasi Pembelajaran PKn melalui Praktik Belajar

Kewarganegaraan Project Citizen” Acta Civicus, Vol I No. 2, April 2008, 179-198

Creswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


(4)

Darmawan, C (2008). Pengantar Ilmu Politik. Bandung:Laboratorium PKn Press Efzioni. A, (1982). Organisasi-organisasi Modern, Jakarta : Penerbit UI dan

Bradjaguna.

Gaffar. A. (1989). Beberapa Aspek Pembangunan Politik, Jakarta :Rajawal

Guba, Egon G. (1987). Menuju Metodologi Inkuiri Naturalistik dalam Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Isa, A. (1958). Manifest Perjuangan Persatuan Islam. Bandung: PP.Persis Isbandi Rukminto Adi, (2003). Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan

Interfensi Komunitas, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

Kartono, K. (1996) pendidikan Politik” , Bandung, Mandar Maju. --- (1990) . Wawasan Politik, Bandung, Mandar Maju.

Kantraprawira. R. (1999), Sistem Politik Indonesia. Bandung :Sinar baru Algesindo

Komalasari, K. (2011) Materi Perkuliahan “Metodologi Penelitian.

Lukman Soetrisno,2000, Memberdayakan Rakyat dalam Masyarakat Madani, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Miles, M.B & Huberman, A.M.(2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi dari judul Qualitative Data Analysis.Jakarta:universitas Indonesia Press Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Nasution, S. (1996). Metode penelitian Naturalistik Kualitatif: Bandung Tarsit. Sanit Arbi (2001) Sistem politik Indonesia:kestabilan, peta kekuatan politik dan

pembangunan. Jakarta. Rajawali Press

Satori, D & Komariah, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta

Sastrapratedja, M. 2004. Landasan Moral Etika Penelitian. Warta Penelitian Universitas Gadjah Mada (Edisi Khusus)


(5)

Marwan Gupron, 2013

Shofian, S & Gatara, S.A. (2011) “Pendidikan Kewarganegaraan”; Bandung, Fokus Media.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan (R&D). Bandung: Alfabeta.

Surbakti, Ramlan, (1992), Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia

Wahab. Abdul Azis, (1996). Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik: Model

Pendidikan kewarganegaraan Indonesia menuju warganegara global”

IKIP.

Winataputra, U.S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana

Sistemik Pendidikan Demokrasi:Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI:tidak diterbitkan

Winataputra & udin (2005) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana

Demokrasi: Tinjauan Psikopaedagogis dan Sosio Andragogis. Makalah

seminar nasional dan rakernas PKn 29 Januari 2005 Unpas Bandung

PENELITIAN TERDAHULU

Idrus Affandi (1996) mengenai Kepeloporan Organisasi Kemasyarakatan

Pemuda dalam Pendidikan politik. UPI

Iyep Candra Hermawan (1998) mengenai Implikasi Pendidikan Politik pada

Perilaku Politik Pimpinan Mahasiswa UPI

R. Komarudin Saleh (2005) tentang implikasi Pendidikan politik di Pondok

Pesantren terhadap Prilaku Politik Santri. UPI

DOKUMEN-DOKUMEN:

UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Undang-undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi kemasyarakatan Qanun Asasi-Qanun Dakhili Persatuan Islam


(6)

Internet:

http://komunitas.wikispaces.com/file/view/ORMAS+KEAGAMAAN+DALAM+ PEMBERDAYAAN+POLITIK+MASYARAKAT+MADANI.pdf

http://komukblangsak.wordpress.com/2011/04/07/bab-1-pengertian-warganegara/)

diunduh tanggal 23 Agustus 2013

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=252499 diunduh tanggal 23