EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG DI SMA NEGERI CISARUA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK INFORMATION GAP.

(1)

目次

前書き ………..

目次 ………..

Abstraksi ………..

第 章 序論 ……….. 1

A. 問題の背景 ……….. 1

B 問題の認識 ……….. 6

C 問題設定 ……….. 8

D. 本研究の目的および利点 ……….. 9

E 基礎的理論および仮説 ……….. 10

F. 研究方法 ……….. 10

第 章 基礎的の理論 ……….. 12

A. ロ ー チ 、 方 法 、 お よ び 会 話 学習の ニッ ……….. 12

B. コミュニカ ローチ ……….. 13

学 習 に コ ミ ュ ニ カ ロ ーチを使用する手順 ……….. 19

コ ミ ュ ニ カ テ ロ ー チ の 基本的な考え方 ……….. 20

コ ミ ュ ニ カ ロ ー チ に 基づく言語学習法 ……….. 22


(2)

第 章 研究方法 ……….. 29

A. 研究方法 ……….. 29

B. 人口及びサン ル ……….. 30

C. 研究機器 ……….. 31

D. 研究の変数 ……….. 31

E. ータ処理方法 ……….. 32

1. 統計的 ータ処理方法 ……….. 32

2. ン ケ ー の ー タ 処 理 ニッ ……….. 33

F. 研究 ニッ ……….. 34

第 章 ータ分析 ……….. 36

A. ータ収集 ……….. 36

B. ータ収集の実施 ……….. 38

.教える準備 ……….. 38

.(X)実 験 ラ スに 対する 学 習計 画 ……….. 39

C. ータ処理の方法 ……….. 42

D. 研究結果のまとめ ……….. 44

.比較分析 ……….. 44

. ンケー ータ分析 ……….. 47

E. 結論 ……….. 52

第 章 結論及び提案 ……….. 54

A. 結論 ……….. 54


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok yang saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. Secara garis besar, ada dua cara dalam berkomunikasi, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal menggunakan sarana bahasa, sedangkan komunikasi nonverbal memanfaatkan sarana berupa gerak- gerik atau lambang-lambang tertentu. Komunikasi verbal dianggap paling efektif dan efisien serta sedikit kemungkinan terjadi salah penafsiran. Komunikasi verbal dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi lisan dan tulis. Komunikasi lisan sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dialog dalam lingkungan keluarga, dialog antara pembeli dan penjual, percakapan di telepon, wawancara, debat, pidato, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut memanfaatkan komunikasi lisan berupa kegiatan berbicara (Tarigan dkk. 1997:29).

Keterampilan berbicara merupakan salah satu segi dalam caturtunggal keterampilan berbahasa di samping tiga keterampilan berbahasa yang lain, yaitu: keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan membaca (reading skill), dan keterampilan menulis (writing skill). Setiap keterampilan tersebut saling berhubungan erat dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Dalam proses


(4)

memperoleh keterampilan berbahasa, kita biasanya melalui suatu urutan yang teratur, pada masa kecil kita menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca, dan menulis (Tarigan 1981:1).

Berdasarkan fungsinya, keterampilan membaca dan menyimak termasuk keterampilan berbahasa yang reseptif dan apresiatif. Artinya, kedua keterampilan tersebut digunakan untuk menangkap dan memahami informasi yang disampaikan melalui bahasa lisan dan tertulis. Sebaliknya, keterampilan berbicara dan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif dan reseptif. Artinya, kedua keterampilan berbahasa tersebut digunakan untuk menyampaikan informasi atau gagasan baik secara lisan maupun tertulis (Wagiran dan Doyin 2005:1-2). Berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting dan harus dipelajari karena setiap proses berbicara pasti ada pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh pembicara kepada pendengarnya.

Seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, kebutuhan akan penguasaan bahasa lebih dari satu menjadi tuntutan. Oleh sebab itu, diadakan pengajaran bahasa asing, termasuk di sekolah-sekolah yang bertujuan untuk membekali siswa dalam keterampilan berbahasa. Hal ini senada dengan pendapat Danasasmita (2002: 85) bahwa pengajaran bahasa Jepang di Indonesia berkembang dengan pesat dan sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi serta berkembangnya dunia ekonomi dan perdagangan. Namun dalam mempelajari bahasa asing dengan berbagai ruang lingkupnya tidak pernah lepas dari kesulitan. Sehingga sering terdengar keluhan bahwa


(5)

bahasa Jepang itu sulit terlebih karena pembelajar tidak tinggal di lingkungan para penutur asli bahasa tersebut.

Sebagian besar siswa yang mempelajari bahasa asing telah mengalami kesulitan dalam berbicara atau melafalkan kata dalam bahasa asing. Hal ini masih dianggap wajar karena bahasa yang dipelajari bukanlah bahasa sehari-hari yang digunakan. Berbicara merupakan salah satu unsur kemampuan yang penting dalam berbahasa, karenanya keterampilan berbicara memerlukan latihan dan bimbingan yang intensif.

Dalam bidang pendidikan dan pengajaran, seorang guru bahasa memiliki kewajiban sebagai pengarah atau pembimbing agar siswa mampu berbahasa dengan baik. Oleh karena itu, seorang guru bahasa harus mampu menciptakan iklim belajar yang dapat membina dan membimbing siswa terampil berbahasa dan mampu menggunakan berbagai metode dan teknik pengajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat tercipta suasana belajar yang baik sekaligus dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Bagi seorang guru, keterampilan berbicara merupakan alat untuk menyampaikan ilmu dengan baik sehingga dapat dipahami siswa-siswanya. Bagi siswa, keterampilan berbicara berperan untuk mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan, menyampaikan gagasan atau tanggapan, serta untuk mencari atau memberi informasi.

Tujuan pendidikan dan pengajaran harus mengikuti irama perkembangan dan tuntutan masyarakat. Tujuan belajar bahasa asing di Sekolah Menengah Atas (SMA) diarahkan pada pengembangan keterampilan menggunakan bahasa asing yang dipelajari


(6)

sesuai dengan tingkat dan taraf ditentukan oleh kurikulum yang berlaku. Untuk itu, kreativitas guru dalam menyampaikan materi pelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Seorang guru bahasa harus memiliki pengetahuan dan pemahaman berbagai teknik pembelajaran bahasa tersebut.

Seseorang tidak akan memiliki keterampilan berbicara yang baik tanpa adanya proses menuju arah tersebut. Proses untuk menuju arah tersebut dapat dilakukan melalui praktik atau berlatih. Seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (1981: 1) bahwa keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyaknya latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti melatih pula keterampilan pola pikir.

Pengetahuan yang diperoleh siswa hendaknya berguna bagi kehidupan siswa. Jadi, bahasa asing yang dipelajari di sekolah hendaknya digunakan siswa sebagai alat komunikasi, alat untuk menukar pengalaman dan pikiran serta saling memberi informasi sebagai dasar untuk meningkatkan kemampuan berbahasanya secara mandiri karena pada hakekatnya belajar bahasa adalah berkomunikasi. Komunikasi itu sendiri adalah proses penyampaian informasi oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan atau menginformasikan dan mengubah sikap, pendapat, dan atau perilaku baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Keraf, 1993: 4).

Kemampuan berbicara siswa di SMA dirasakan masih kurang dan perlu perhatian yang khusus, untuk itu diperlukan latihan untuk meningkatkan keterampilan berbicara di depan kelas masih belum optimal. Seperti yang diungkapkan oleh Tarigan dan Tarigan dalam bukunya Teknik Pengajaran Keterampilan Berbicara (1990: 88),


(7)

keadaan pengajaran berbicara sejalan dengan pengajaran Bahasa Indonesia, belum memuaskan, keterampilan berbicara dalam arti luas, para pengajar belum memadai. Untuk menyiasati pengajaran keterampilan berbicara dengan baik, guru harus menyajikan pengajaran dengan menarik agar merangsang siswa untuk aktif berbicara.

Anggapan siswa bahwa berbicara merupakan sesuatu yang dimiliki dengan sendirinya sehingga tidak perlu berlatih berbicara lagi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Bormann dan Bormann (1991:5) yang menyatakan bahwa berbicara merupakan kejadian yang sudah sangat biasa, boleh dikatakan kita sudah berbicara sejak kecil sehingga keterampilan berbicara dianggap relatif gampang dan kurang penting untuk dipelajari atau dipraktikkan.

Untuk mengatasi masalah rendahnya keterampilan berbicara dan menambah variasi teknik pembelajaran berbicara, maka penelitian ini menawarkan sebuah alternatif pembelajaran berbicara menyampaikan informasi menggunakan teknik information gap yang penerapannya sesuai dengan pendekatan kontekstual.

Information gap merupakan teknik pembelajaran yang mengandung unsur permainan. Pembelajaran yang mengandung unsur permainan terbukti dapat membuat siswa merasa senang dan bersemangat selama mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, siswa akan lebih mudah menangkap materi dengan cara tersebut. Pembelajaran


(8)

menyampaikan informasi dengan teknik information gap memberi kesempatan kepada siswa praktik berbicara secara langsung dan individu sehingga siswa berlatih berbicara.

Selain itu, pembelajaran dengan teknik information gap menggunakan rangsang

gambar visual yang terbukti dapat

membantu daya ingat siswa. Kehadiran narasumber juga terbukti membantu proses pembelajaran. Yang paling penting, teknik information gap memiliki unsur yang tidak dapat diterka sebelumnya, hal ini penting agar proses komunikasi berlangsung realistis. Diharapkan, setelah pembelajaran ini siswa menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti sehingga mereka mampu mengembangkan potensi berbicaranya masing-masing.

Berdasarkan alasan di atas, sebagai usaha untuk memberikan sumbangan pemikiran serta dalam rangka menghasilkan metode atau teknik pengajaran bahasa Jepang yang lebih baik, penulis mencoba menerapkan salah satu teknik pengajaran untuk meningkatkan keterampilan berbicara.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, ada berbagai faktor yang memengaruhi mutu keterampilan berbicara siswa. Oleh karena itu, dapat dilakukan identifikasi masalah sebagai berikut.

Peranan guru dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa belum maksimal dan masih terjadi misunderstanding dalam proses pembelajaran. Guru masih


(9)

memberikan celah kepada siswa untuk bersikap pasif dan menggantungkan diri kepada guru saat proses pembelajaran. Oleh karena itu, kreativitas guru dalam menciptakan keaktivan siswa dalam berkomunikasi saat proses pembelajaran masih perlu ditingkatkan. Cara yang digunakan adalah dengan memberikan tanggung jawab kepada masing-masing individu. Dengan adanya tanggung jawab tersebut, siswa tidak akan menggantungkan diri kepada guru.

Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara siswa, ada banyak aspek yang harus diperhatikan dan membutuhkan penilaian secara individu. Jumlah siswa yang banyak akan membutuhkan waktu presentasi yang banyak pula. Padahal, mata pelajaran Bahasa Jepang mencakupi banyak sekali kompetensi dasar. Selain banyak aspek yang dinilai, keterampilan berbicara juga membutuhkan penilaian yang cepat dan langsung. Keterbatasan waktu menjadi penghambat guru dalam melakukan penilaian berbicara siswa. Kesulitan sistem penilaian yang dialami oleh guru dapat diatasi dengan cara siswa terlibat dalam proses penilaian dan siswa berbicara dalam kelompok-kelompok secara bersama- sama. Guru memberikan pedoman penilaian, siswa melakukan penilaian sebagai bahan pertimbangan guru. Di satu sisi guru tidak mengalami kesulitan, di sisi lain siswa juga dapat berlatih melakukan penilaian.

Dewasa ini banyak strategi pembelajaran yang tersedia. Strategi tersebut meliputi pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang cukup sesuai dengan pembelajaran bahasa. Namun, kenyataannya banyak guru Bahasa


(10)

Jepang yang kesulitan memvariasikan strategi pembelajaran sehingga guru hanya menggunakan teknik yang itu-itu saja. Akibatnya, pembelajaran akan menjadi monoton dan siswa merasa bosan. Teknik pembelajaran berbicara tidak hanya terbatas pada ceramah, diskusi, dan penugasan. Oleh karena itu, guru dituntut supaya lebih memilih teknik pembelajaran yang merangsang siswa lebih aktif dan antusias dalam proses pembelajaran. Solusinya, guru harus pandai memilih dan menerapkan strategi pembelajaran (berupa pendekatan, metode, dan teknik) yang lebih menarik dan mampu mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Namun, pemilihan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran tersebut harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

Rendahnya keterampilan berbicara siswa juga disebabkan oleh kurangnya kemauan berlatih berbicara di kelas maupun di luar kelas. Di dalam kelas, penyebabnya adalah sikap belajar siswa yang pasif, siswa tidak mau memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh guru maupun pada saat diskusi kelompok. Ada anggapan bahwa keterampilan berbicara dianggap relatif gampang dan kurang penting untuk dipelajari. Manusia lahir sudah dapat berbicara, sehingga tidak perlu lagi berlatih berbicara. Hal itu mengakibatkan kurangnya kemauan siswa berlatih berbicara di dalam kelas maupun di luar kelas. Solusinya yaitu membiasakan siswa berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam formal jika berada di lingkungan resmi. Namun, tidak ada salahnya jika melatih siswa berbicara dengan ragam formal di segala situasi. Hal itu dilakukan sebagai bentuk latihan.


(11)

Pada dasarnya hampir semua kekurangan-kekurangan itu dapat diatasi dengan penerapan pembelajaran kontekstual yang diterapkan bersama teknik pembelajaran lain. Alasan yang logis adalah pendekatan tersebut berusaha mengembalikan bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, guru dituntut memperbaiki strategi pembelajarannya. Hal ini perlu agar para siswa dapat mencapai tujuan pembelajarannya.

Berdasarkan alasan di atas, sebagai usaha untuk memberikan sumbangan pemikiran serta dalam rangka menghasilkan metode atau teknik pengajaran bahasa Jepang yang lebih baik, penulis mencoba menerapkan salah satu teknik pengajaran untuk meningkatkan keterampilan berbicara. penulis mencoba meneliti kemampuan berbicara siswa di SMA dengan judul EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BAHASA JEPANG DI SMA NEGERI CISARUA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK INFORMATION GAP MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF

C. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kemampuan bahasa Jepang siswa SMAN Cisarua sebelum menggunakan teknik information gap?

2. Bagaimana kemampuan bahasa Jepang siswa SMAN Cisarua setelah menggunakan teknik information gap?


(12)

3. Adakah perbedaan kemampuan bahasa Jepang siswa sebelum dan setelah menggunakan teknik information gap?

4. Apakah teknik information gap tersebut efektif atau tidak untuk pembelajaran bahasa Jepang di SMAN Cisarua?

5. Bagaimana tanggapan siswa mengenai teknik information gap?

Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan meneliti efektivitas teknik information gap terhadap keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa SMAN 1 Cisarua tahun ajaran 2008-2009. Penelitian ini dilakukan pada tingkat menengah karena pada umumnya bahasa Jepang pertama kali diajarkan pada tingkat sekolah menengah.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran bahasa Jepang sebelum menggunakan teknik information gap pada siswa SMAN Cisarua.

2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran bahasa Jepang setelah menggunakan teknik information gap pada siswa SMAN Cisarua.

3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan sebelum dan setelah menggunakan teknik information gap dalam kemampuan bahasa Jepang.

4. Untuk mengetahui efektifitas pembelajaran bahasa Jepang dengan menggunakan teknik information gap pada siswa SMAN Cisarua.

5. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa mengenai model pembelajaran dengan menggunakan teknik information gap.


(13)

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Bagi Peneliti

Menemukan pilihan metode atau teknik pengajaran yang tepat dan sesuai bagi pengajaran bahasa Jepang, serta memacu peneliti untuk lebih kreatif dalam mengajarkan bahasa Jepang.

2. Bagi Siswa

Memotivasi pembelajar atau siswa untuk lebih rajin dan kreatif dalam berlatih berbicara bahasa Jepang.

3. Bagi Lembaga

Adanya variasi pengajaran khususnya dalam mengajarkan bahasa Jepang untuk meningkatkan kualitas pengajaran suatu lembaga pendidikan.

E. Anggapan Dasar dan Hipotesis

Anggapan dasar merupakan suatu teori baik yang sudah baku berupa rangkuman atau kesimpulan yang digunakan sebagai dasar untuk berpijak dimulainya kegiatan penelitian tersebut (Sutedi, 2005: 32). Yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Keberhasilan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh metode atau teknik dan media pengajaran yang tepat.

2. Dengan teknik pengajaran yang bervariasi, dapat meningkatan keterampilan berbicara siswa kelas XII.


(14)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah teknik information gap dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XII SMAN 1 Cisarua.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan permasalahan yang telah dikemukakan, dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen. Penelitian eskperimen atau uji coba, bisa dilakukan uji coba metodelogi pengajaran, media pembelajaran, bentuk latihan (drill) dan sebagainya (Sutedi, 2005: 26), untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses dan hasil kegiatan belajar mengajar.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA tahun ajaran 2008-2009. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMAN 1 Cisarua tahun ajaran 2008-2009, dengan teknik penyampelan purposif.

Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat yang bertujuan untuk memperoleh data yang diinginkan sesuai dengan tujuan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman observasi, angket dan soal tes.

Variabel Penelitian

Menurut Sudjana (2000: 89), definisi operasional variabel adalah pengukuran-pengukuran dan hasil yang diharapkan dari pengukuran-pengukuran terhadap variabel yang


(15)

terkandung dalam pernyataan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:

a. Variabel X : Hasil prestasi belajar siswa dalam berbicara bahasa Jepang dengan menggunakan teknik information gap (kelas eksperimen).

b. Variabel Y : Variabel terikat yaitu variable yang timbul akibat variable bebas, dalam hal ini adalah prestasi akademik pelajar. Arti prestasi akademik secara umum adalah kecakapan pelajar yang didapat setelah mengikuti kegiatan belajar. Adapun prestasi akademik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang diperoleh siswa SMU setelah mengikuti aktivitas kegiatan belajar. Variable prestasi diukur melalui tes, sehingga diharapkan akan memperoleh data dalam bentuk skor yang menggambarkan prestasi

G. Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari lima bab. Pada bab satu dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua menjelaskan tentang pengajaran bahasa, kegiatan belajar mengajar, keterampilan berbicara dan teknik information gap. Pada bab tiga dibahas mengenai metode penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik pengolahan data serta teknik penelitian yang digunakan. Kemudian pada bab empat, dijelaskan mengenai analisis data, yaitu hasil penelitian yang telah dilakukan dan interpretasi data. Pada bab terakhir, yaitu bab lima berisi tentang kesimpulan dari hasil analisis data penelitian dan saran.


(16)

H. Daftar Pustaka

Danasasmita, W. (2000). Pengantar Metodologi Pengajaran Bahasa Jepang. Bandung: Program Pendidikan Bahasa Jepang UPI.

http://www.arlington.k12.va.us/instruct/ctae/adult_ed/REEP/reepcurriculum/inform ationgap.html

http://www.iteslj.org/Lessons/Murray-InformationGap.html http://www.learner.org/channel/libraries/tfl/key_trms.html http://www.teachingenglish.org.uk/think/speak/find_gap.shtml

Kimura, Mueno. (1993). Dasar-dasar Metodologi Pengajaran Bahasa Jepang. Bandung: PPBJ IKIP Bandung.

Suhendar dan Supinah. (1993). Efektivitas Metode Pengajaran Bahasa. Bandung: Pionir Jaya.

Sutedi, D. (2005). Pengantar Penelitian Pendidikan dan Bahasa Jepang. Bandung: UPI.

Tarigan, H.G. (1981). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. Penelitian eksperimental merupakan suatu metode yang sistematis dan logis (Faisal, 1982: 76). Penelitian eksperimental bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang akan terjadi bila variabel-variabel tertentu dikontrol atau dimanipulasi secara tertentu (Faisal, 1982: 42).

Sedangkan desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah “ One Group Pre test Post test Design “ yaitu suatu perlakuan yang dilaksanakan tanpa kelompok pembanding. Desain tanpa kelompok pembanding dilakukan karena hanya terdapat satu kelompok eksperimen yang diteliti yaitu dengan cara menganalisis perlakuan (X) melalui skor yang diperoleh dari pelaksanaan pre test (T1) dan post test (T2). Untuk lebih jelasnya desain penelitian dapat dilihat pada gambar berikut

Desain Penelitian

Kelompok Pre test Perlakuan Post test


(18)

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kelompok yang menarik peneliti, dimana kelompok tersebut oleh peneliti dijadikan sebagai objek untuk menggeneralisasikan hasil penelitian (Riyanto, 2001: 63). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA tahun ajaran 2009/2010. Penelitian ini dilakukan pada tingkat menengah karena pada umumnya bahasa Jepang pertama kali diajarkan pada tingkat sekolah menengah.

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili seluruh karakter populasi (Sutedi, 2005: 34). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII SMAN Cisarua tahun ajaran 2009-2010, dengan teknik penyampelan purposif. Teknik penyampelan purposif yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti dengan maksud dan tujuan tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Sutedi, 2005: 35).


(19)

Untuk lebih jelasnya, siswa yang menjadi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1

Tabel Subjek Penelitian No Nama Siswa

1 Aprilliyandi Hadiansyah 2 Asep Herman Hidayat 3 Daryanto

4 Dena Arief Pradana 5 Deni Sandi Sukandar P 6 Dharu Gazi Radifan Pratama 7 Fitri Mulyati

8 Gina Sonia

9 Herwin Ali Nurdin 10 Indra Irawan 11 Khamim Ma’ruf 12 Kokom Kusumawati 13 Lelis Karlina

14 Mahda Lupitasari

15 Rd. Giusti Iqbal Permana 16 Rita Noviani

17 Rita Sulawati 18 Rosi Setyanti

19 Santi Nur Rahmawati 20 Sigit Arie Yuwono 21 Suwandi Rojak 22 Triyani Puli 23 Yudi Wahyudi 24 Yuyu Yulianti


(20)

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa observasi, angket, tes, dan interview.

1. Pedoman observasi atau pengamatan meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Arikunto, 2005: 156). Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui proses belajar mengajar berbicara dengan teknik informatin gap.

2. Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2005: 151). Dalam penelitian ini, angket digunakan untuk memperoleh informasi atau data mengenai proses pembelajaran dengan teknik information gap.

3. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan atau kemampuan yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2005: 150). Dalam penelitian ini, tes dilakukan guna mengetahui tingkat perkembangan kemampuan berbicara siswa.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel X : Hasil prestasi belajar siswa dalam berbicara bahasa Jepang dengan menggunakan teknik information gap (kelas eksperimen).

2. Variabel Y : Variabel terikat yaitu variable yang timbul akibat variable bebas, dalam hal ini adalah prestasi akademik pelajar. Arti prestasi


(21)

akademik secara umum adalah kecakapan pelajar yang didapat setelah mengikuti kegiatan belajar.

E. Teknik Pengolahan Data

1. Teknik Pengolahan Data Statistik

Penelitian ini menggunakan studi komparasi. Penelitian komparasi merupakan penelitian untuk menemukan persamaan dan perbedaan tentang objek yang ditelitinya (Sutedi, 2005: 43). Untuk mengolah data, dalam penelitian ini digunakan studi komparansi dengan teknik t test. Tabel t test digunakan untuk mengetahui adakah terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel X.

Langkah-langkah menggunakan teknik t test adalah sebagai berikut:

a. Menentukan variabel X b. Menghitung Mean variabel

1 N M x

x

 

c. Menghitung standar deviasi

1 2

N x SDx  


(22)

d. Menghitung standar error mean variabel X 1 1   N SD SEMx x

e. Menghitung nilai t hitung

x x x x SEM SEM M M t    0

f. Memberikan interpretasi berdasarkan t tabel g. Menguji hipotesis (apakah diterima atau ditolak)

2. Teknik Pengolahan Data Angket

Rumus yang digunakan untuk mengolah data angket adalah:

100

%

N

f

Keterangan:

% : prosentasi frekuensi dari setiap jawaban responden

f : frekuansi setiap jawaban dari responden

N : jumlah responden

Hasil analisis angket tersebut ditafsirkan dengan kategori yang terdapat pada tabel 1 berikut:


(23)

Tabel 2

Penafsiran Data Angket

Interval Prosentase Keterangan

0% Tidak seorang pun

1% - 25% Sebagian kecil 26% - 49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51% - 75% Lebih dari setengahnya 76% - 99% Sebagian besar

100% Seluruhnya

F. Teknik Penelitian

Dalam metode eksperimen ini dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Menentukan sampel penelitian untuk kelas eksperimen

2. Mengadakan pre-test, untuk mendapatkan data awal sebelum mengadakan kegiatan belajar mengajar menggunakan teknik information gap

3. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar kelas. Pada kelas ekperimen menggunakan teknik information gap, dengan materi pelajaran yang terdapat pada buku Pejaran Bahasa Jepang にほんご2.

4. Mengadakan post-test untuk mengetahui perbandingan hasil sebelum dan sesudah pembelajaran.

5. Menyebar angket untuk memperoleh data kuantitatif. 6. Mengolah hasil penelitian.


(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan teori-teori yang terdapat pada bab II, metodologi penelitian pada bab III serta penjelasan hasil analisis data pada bab IV, pada bab terakhir ini penulis mengambil kesimpulan dan saran seperti di bawah ini.

A.Kesimpulan

Setelah penulis melakukan penelitian dan menganalisis data, pada bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat diperoleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Suatu pengajaran bahasa harus memiliki tujuan dan prinsip, karena guru harus membawa siswanya mencapai tujuan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pengajaran. Guru dapat menentukan pendekatan, metode, dan teknik pengajaran yang akan digunakan pada setiap pembelajaran. Guru harus dapat mendorong siswa untuk belajar, karenanya dalam setiap proses kegiatan belajar mengajar guru harus memperhatikan unsur kebahasaan serta unsur budaya yang terdapat didalamnya.

2. Salah satu cara untuk menciptakan suasana di dalam kelas yang menyenangkan, pengajar harus merancang stategi belajar mengajar yang memungkinkan dirinya tidak bertindak sebagai orang yang paling penting, tetapi guru harus mampu berperan sebagai fasilitator. Dengan bertindak sebagai fasilitator yang baik,


(25)

diharapkan proses belajar akan mempunyai makna bagi pelajar. Belajar dikatakan bermakna, apabila belajar itu melibatkan pengalaman langsung, berfikir dan merasakan atas kehendak sendiri dan melibatkan seluruh pribadi pelajar. Untuk mengatasi hal tersebut, ada bermacam-macam cara yang digunakan. Berhubung setiap cara memiliki kelebihan dan kekurangan, maka penggabungan cara yang bersifat saling menunjang sering kali digunakan. 3. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi

atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sesuai dengan jenisnya, berbicara memiliki ruang lingkup yang berbeda-beda. Dalam suatu pembicaraan terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi, serta faktor penunjang dan hambatan yang terdapat dalam keefektifan berbicara.

4. Information gap adalah salah satu dari beberapa macam gap yang umum

dikenal. Dalam pengajaran, teknik information gap merupakan salah satu teknik pembelajaran yang membentuk perbedaan atau kesenjangan informasi yang dimiliki oleh masing-masing orang dan kesenjangan tersebut dapat dihilangkan dengan cara saling memberi informasi.

5. Seperti yang tercantum pada bab I bahwa tujuan penelitian dan permasalahan, dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen. Dalam metode eksperimen terdapat kelas, yaitu kelas eksperimen dengan teknik information gap. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah studi komparasi dengan teknik t test, untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan.


(26)

6. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran dan untuk mengetahui tingkat efektivitas teknik information gap pada kegiatan pembelajaran bahasa Jepang siswa kelas XII di SMA. Pada pra-kegiatan guru menjelaskan aturan main dari pra-kegiatan information gap yang akan dilakukan, membagikan kartu informasi, menuliskan percakapan yang digunakan di papan tulis dengan sedikit latihan penerapan percakapan, dan guru mencontohkan kegiatan menggunakan percakapan tadi. Kemudian, kegiatannya siswa mempraktekkan percakapan tersebut dengan pasangan atau kelompoknya masing-masing dan guru memantau kegiatan siswa. Pasca-kegiatan, siswa mempraktekkan percakapan tadi di depan kelas, setelah semua siswa mendapat giliran, guru mengevaluasi kegiatan siswa.

7.Selain mengalami peningkatan keterampilan menyampaikan informasi, siswa juga mengalami perubahan perilaku belajar.

8.Dari hasil penelitian, didapat hasil rata-rata kelas eksperimen sebesar 22,20. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik information gap terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Jepang, karena terdapat peningkatan dari rata-rata kemampuan siswa.

9.Data angket menunjukkan hampir setengahnya (83,33%) siswa menyatakan penyampaian materi pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik information gap sangat menarik, sehingga dianggap dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa Jepang bagi lebih dari setengahnya (70,83%). Dari hasil


(27)

analisis data angket, penulis mengetahui minat siswa yang cukup besar mempelajari bahasa Jepang dengan menggunakan teknik information gap

B.Saran

Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu disampaikan sebagai saran atau rekomendasi, yaitu:

1. Bagi guru

a.Pembelajaran menyampaikan informasi dengan teknik information gap dapat dimanfaatkan sebagai alternatif oleh guru khususnya pada pembelajaran menyampaikan informasi. Teknik pembelajaran ini juga dapat diterapkan pada pembelajaran lain, sehingga kreativitas guru sangat diperlukan. Selain itu, teknik information gap bukan satu-satunya teknik dalam pembelajaran menyampaikan informasi sehinggadiharapkan guru dapat mencari teknik-teknik lain yang lebih menarik, kreatif, dan variatif.

b. Dengan penerapan teknik Information Gap, guru menjadi tahu bagaimana penerapan teknik ini terhadap peningkatan berbahasa tidak hanya secara teori saja namun merasakan penerapan teknik ini.

c.Meningkatkan profesionalisme guru sehingga guru tidak monoton dalam menerapkan suatu metode pembelajaran yang cenderung membosankan dan tidak bervariasi.


(28)

e.Diharapkan guru dapat mempertimbangkan bahwa teknik information gap melalui pendekatan komunikatif dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran bahasa Jepang khususnya dalam pembelajaran kaiwa, sehingga teknik pembelajaran yang digunakan bervariasi. Selain itu, hal ini agar siswa lebih tertarik mempelajari bahasa Jepang yang dinilai cukup sulit.

2. Bagi siswa

a.Dari simulasi-simulasi pada setiap kegiatan, diharapkan dapat menjadi motivasi siswa dalam belajar, serta bagaimana menjadikan belajar bahasa Jepang menyenangkan dan tidak membosankan.

b. Mendorong motivasi siswa belajar lebih baik

c.Pembelajaran menyampaikan informasi dengan teknik information gap merupakan pembelajaran yang melatih siswa untuk dapat menyampaikan informasi secara langsung dan dengan cara praktik sehingga siswa dapat menerapkan keterampilannya di masyarakat

3. Bagi peneliti selanjutnya

a. Pada pelaksanaan penelitian, peneliti hanya menggunakan media yang sederhana, padahal untuk mengevaluasi keterampilan siswa dari awal sampai akhir dibutuhkan media penunjang yang baik.

b. Pengajaran tidak hanya dapat dilakukan dengan menggunakan teknik information gap, sehingga bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan teknik atau metode yang dianggap dapat lebih efektif dalam meningkatkan motivasi dan keterampilan berbicara siswa.


(29)

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian (edisi ketujuh). Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Arikunto, Suharsimi. (2001). Prosedur Penelitian Suatu Tindakan Praktek. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Danasasmita, Wawan. (2000). Pengantar Metodologi Pengajaran Bahasa Jepang. Bandung: Program Pendidikan Bahasa Jepang UPI.

Gani, Erizal. (2005). Pendayagunaan Metode Komunikatif Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Mitra Program Academic Staff Development (ASD) SMU Kota Padang.Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan N0. 054

Kartini. (2000). Pendekatan Komunikatif (Al-Madhal Al-Ittishal) Dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Jurnal al-Tajdid STAIN Palopo

Kimura, Mueno. (1993). Dasar-dasar Metodologi Pengajaran Bahasa Jepang. Bandung: PPBJ IKIP Bandung.

Kriswanti, Dwi . (2006). Peningkatan Keterampilan Menyampaikan Informasi Dengan Teknik Information Gap Pada Siswa Kelas VIII-D SMP Negeri 5 Semarang Tahun Ajaran 2005/2006. Skripsi pada Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Semarang

Kobayashi, Mina. (1998). Yoku Wakaru Kyoujuhou. Tokyo: ALC.

Nasir. (2003). Teknik Pembelajaran Keterampilan Berbahasa. Universitas Negeri Jakarta Putrayasa, Ida Bagus. (2007). Pembelajaran Bahasa Indonesia Secara Tematik Dan

Integratif Yang Berorientasi KBK. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha

Rusyan, T, dkk. (1994). Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT Remaja Rosda Karya.

Septiana, Vika. (2010), Upaya Peningkatan Kemampuan Menyusun Kalimat Melalui Pemanfaatan Alat Peraga Pias-Pias Kata Bagi Siswa Kelas D 5 Slb/C YPSLB Surakarta Semester II Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi pada Universitas Muhammadiyah Surakarta


(30)

Sumadi, (2010) Penilaian Hasil Pembelajaran Kemahiran Berbahasa Indonesia Dengan Pendekatan Komunikatif.Jurnal Cakrawala PendidikanUniversitas Negeri Malang Supriatnoko dan Sukaesih, Ina. (1990). Efektifitas Pendekatan Komunikatif Pada

Pengajaran Bahasa Inggris Terhadap Kemampuan Mahasiswa Politeknik UI Dalam Berbahasa Inggris Produktif. Jakarta : Lembaga Penelitian - UI

Suhendar dan Supinah. (1993). Efektivitas Metode Pengajaran Bahasa. Bandung: Pionir Jaya.

Sutedi, Dedi. (2005). Pengantar Penelitian Pendidikan dan Bahasa Jepang. Bandung: UPI. Tarigan, H.G. (1981). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Tarigan, H.G. (1989). Metodologi Pengajaran Bahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Djago dan Tarigan, H.G. (1990). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


(1)

diharapkan proses belajar akan mempunyai makna bagi pelajar. Belajar dikatakan bermakna, apabila belajar itu melibatkan pengalaman langsung, berfikir dan merasakan atas kehendak sendiri dan melibatkan seluruh pribadi pelajar. Untuk mengatasi hal tersebut, ada bermacam-macam cara yang digunakan. Berhubung setiap cara memiliki kelebihan dan kekurangan, maka penggabungan cara yang bersifat saling menunjang sering kali digunakan. 3. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi

atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sesuai dengan jenisnya, berbicara memiliki ruang lingkup yang berbeda-beda. Dalam suatu pembicaraan terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi, serta faktor penunjang dan hambatan yang terdapat dalam keefektifan berbicara.

4. Information gap adalah salah satu dari beberapa macam gap yang umum

dikenal. Dalam pengajaran, teknik information gap merupakan salah satu teknik pembelajaran yang membentuk perbedaan atau kesenjangan informasi yang dimiliki oleh masing-masing orang dan kesenjangan tersebut dapat dihilangkan dengan cara saling memberi informasi.

5. Seperti yang tercantum pada bab I bahwa tujuan penelitian dan permasalahan, dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen. Dalam metode eksperimen terdapat kelas, yaitu kelas eksperimen dengan teknik information gap. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah studi komparasi dengan teknik t test, untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan.


(2)

Akhmad Yusuf A, 2012

Efektivitas Model Pembelajaran Bahasa Jepang Di SMA Negeri Cisarua Dengan Menggunakan Teknik Information Gap

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

73

6. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran dan untuk mengetahui tingkat efektivitas teknik information gap pada kegiatan pembelajaran bahasa Jepang siswa kelas XII di SMA. Pada pra-kegiatan guru menjelaskan aturan main dari pra-kegiatan information gap yang akan dilakukan, membagikan kartu informasi, menuliskan percakapan yang digunakan di papan tulis dengan sedikit latihan penerapan percakapan, dan guru mencontohkan kegiatan menggunakan percakapan tadi. Kemudian, kegiatannya siswa mempraktekkan percakapan tersebut dengan pasangan atau kelompoknya masing-masing dan guru memantau kegiatan siswa. Pasca-kegiatan, siswa mempraktekkan percakapan tadi di depan kelas, setelah semua siswa mendapat giliran, guru mengevaluasi kegiatan siswa.

7.Selain mengalami peningkatan keterampilan menyampaikan informasi, siswa juga mengalami perubahan perilaku belajar.

8.Dari hasil penelitian, didapat hasil rata-rata kelas eksperimen sebesar 22,20. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik information gap terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Jepang, karena terdapat peningkatan dari rata-rata kemampuan siswa.

9.Data angket menunjukkan hampir setengahnya (83,33%) siswa menyatakan penyampaian materi pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik information gap sangat menarik, sehingga dianggap dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa Jepang bagi lebih dari setengahnya (70,83%). Dari hasil


(3)

analisis data angket, penulis mengetahui minat siswa yang cukup besar mempelajari bahasa Jepang dengan menggunakan teknik information gap

B.Saran

Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu disampaikan sebagai saran atau rekomendasi, yaitu:

1. Bagi guru

a.Pembelajaran menyampaikan informasi dengan teknik information gap dapat dimanfaatkan sebagai alternatif oleh guru khususnya pada pembelajaran menyampaikan informasi. Teknik pembelajaran ini juga dapat diterapkan pada pembelajaran lain, sehingga kreativitas guru sangat diperlukan. Selain itu, teknik information gap bukan satu-satunya teknik dalam pembelajaran menyampaikan informasi sehinggadiharapkan guru dapat mencari teknik-teknik lain yang lebih menarik, kreatif, dan variatif.

b. Dengan penerapan teknik Information Gap, guru menjadi tahu bagaimana penerapan teknik ini terhadap peningkatan berbahasa tidak hanya secara teori saja namun merasakan penerapan teknik ini.

c.Meningkatkan profesionalisme guru sehingga guru tidak monoton dalam menerapkan suatu metode pembelajaran yang cenderung membosankan dan tidak bervariasi.


(4)

Akhmad Yusuf A, 2012

Efektivitas Model Pembelajaran Bahasa Jepang Di SMA Negeri Cisarua Dengan Menggunakan Teknik Information Gap

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

75

e.Diharapkan guru dapat mempertimbangkan bahwa teknik information gap melalui pendekatan komunikatif dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran bahasa Jepang khususnya dalam pembelajaran kaiwa, sehingga teknik pembelajaran yang digunakan bervariasi. Selain itu, hal ini agar siswa lebih tertarik mempelajari bahasa Jepang yang dinilai cukup sulit.

2. Bagi siswa

a.Dari simulasi-simulasi pada setiap kegiatan, diharapkan dapat menjadi motivasi siswa dalam belajar, serta bagaimana menjadikan belajar bahasa Jepang menyenangkan dan tidak membosankan.

b. Mendorong motivasi siswa belajar lebih baik

c.Pembelajaran menyampaikan informasi dengan teknik information gap merupakan pembelajaran yang melatih siswa untuk dapat menyampaikan informasi secara langsung dan dengan cara praktik sehingga siswa dapat menerapkan keterampilannya di masyarakat

3. Bagi peneliti selanjutnya

a. Pada pelaksanaan penelitian, peneliti hanya menggunakan media yang sederhana, padahal untuk mengevaluasi keterampilan siswa dari awal sampai akhir dibutuhkan media penunjang yang baik.

b. Pengajaran tidak hanya dapat dilakukan dengan menggunakan teknik

information gap, sehingga bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan

teknik atau metode yang dianggap dapat lebih efektif dalam meningkatkan motivasi dan keterampilan berbicara siswa.


(5)

Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian (edisi ketujuh). Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Arikunto, Suharsimi. (2001). Prosedur Penelitian Suatu Tindakan Praktek. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Danasasmita, Wawan. (2000). Pengantar Metodologi Pengajaran Bahasa Jepang. Bandung: Program Pendidikan Bahasa Jepang UPI.

Gani, Erizal. (2005). Pendayagunaan Metode Komunikatif Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Mitra Program Academic Staff Development (ASD) SMU Kota Padang. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan N0. 054

Kartini. (2000). Pendekatan Komunikatif (Al-Madhal Al-Ittishal) Dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Jurnal al-Tajdid STAIN Palopo

Kimura, Mueno. (1993). Dasar-dasar Metodologi Pengajaran Bahasa Jepang. Bandung: PPBJ IKIP Bandung.

Kriswanti, Dwi . (2006). Peningkatan Keterampilan Menyampaikan Informasi Dengan Teknik Information Gap Pada Siswa Kelas VIII-D SMP Negeri 5 Semarang Tahun Ajaran 2005/2006.

Skripsi pada Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Semarang Kobayashi, Mina. (1998). Yoku Wakaru Kyoujuhou. Tokyo: ALC.

Nasir. (2003). Teknik Pembelajaran Keterampilan Berbahasa. Universitas Negeri Jakarta Putrayasa, Ida Bagus. (2007). Pembelajaran Bahasa Indonesia Secara Tematik Dan

Integratif Yang Berorientasi KBK. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha

Rusyan, T, dkk. (1994). Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT Remaja Rosda Karya.

Septiana, Vika. (2010), Upaya Peningkatan Kemampuan Menyusun Kalimat Melalui

Pemanfaatan Alat Peraga Pias-Pias Kata Bagi Siswa Kelas D 5 Slb/C YPSLB Surakarta Semester II Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi pada Universitas


(6)

Akhmad Yusuf A, 2012

Efektivitas Model Pembelajaran Bahasa Jepang Di SMA Negeri Cisarua Dengan Menggunakan Teknik Information Gap

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sumadi, (2010) Penilaian Hasil Pembelajaran Kemahiran Berbahasa Indonesia Dengan Pendekatan Komunikatif.Jurnal Cakrawala PendidikanUniversitas Negeri Malang

Supriatnoko dan Sukaesih, Ina. (1990). Efektifitas Pendekatan Komunikatif Pada

Pengajaran Bahasa Inggris Terhadap Kemampuan Mahasiswa Politeknik UI Dalam Berbahasa Inggris Produktif. Jakarta : Lembaga Penelitian - UI

Suhendar dan Supinah. (1993). Efektivitas Metode Pengajaran Bahasa. Bandung: Pionir Jaya.

Sutedi, Dedi. (2005). Pengantar Penelitian Pendidikan dan Bahasa Jepang. Bandung: UPI. Tarigan, H.G. (1981). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Tarigan, H.G. (1989). Metodologi Pengajaran Bahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Djago dan Tarigan, H.G. (1990). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.