Pengentasan Kemiskinan Melalui Pendekatan Pembangunan Sistem Nafkah Berkelanjutan (Sustainable Livelihoods Approach-SLA) (Kasus Petani Tembakau di Lereng Gunung Merapi-Merbabu, Propinsi Jawa Tengah).

Pengentasan Kemiskinan Melalui Pendekatan Pembangunan Sistem
Nafkah Berkelanjutan (Sustainable Livelihoods Approach-SLA)
(Kasus Petani Tembakau di Lereng Gunung Merapi-Merbabu,
Propinsi Jawa Tengah)
Widiyanto, Suwarto, Retno Setyowati
Pengentasan kemiskinan harus berbasis pada semua aspek kehidupan orang
miskin (sosio-culture-ekonomi-ekologi)-bersifat holistic-. Petani miskin
memiliki berbagai mekanisme dan sistem penghidupan yang berpijak pada
pentagon asset (human capital, natural capital, physical capital, financial
capital, dan social capital). Aset-aset tersebut direproduksi (diperbaharui)
secara terus-menerus dalam rangka membangun sistem nafkah yang
berkelanjutan. Asset nafkah juga diperbaharui oleh sistem kelembagaan
(local-national-international institutution) yang membantu petani dalam
mentransformasikan asset rumahtangga petani sehingga memunculkan
kemudahan dalam membangun asset-asset penting. Tujuan dari penelitian
ini adalah (1) Menganalisis system kelembagaan yang ada di komunitas
petani tembakau (2) menganalisis strategi nafkah dan dampak yang
menyertainya, (3) menyusun strategi pemberdayaan. Pendekatan yang
digunakan adalah sustainable livelihood approach (SLA). Metode yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(1) petani menghadapi situasi kerentanan (vurnerability context), antara lain:

fluktuasi harga; perubahan cuaca dan musim; kecenderungan luas
kepemilikan dan penguasaan lahan yang sempit; dan degradasi lingkungan.
Berbagai situasi kerentanan tersebut akan berpengaruh terhadap
mekanisme rumahtangga petani dalam “memainkan” berbagai asset yang
dimiliki (modal alami, modal sumberdaya manusia, modal fisik, modal
finansial, dan modal sosial). Pada petani lahan luas lebih mengunakan
strategi akumulasi sedangkan pada petani lahan sedang dan sempit
menerapkan strategi konsolidasi (pada situasi normal) dan bertahan hidup
(pada situasi krisis). (2) peran kelembagaan menjadi sangat urgen dalam
rangka mentransformasi asset rumahtangga dalam membentuk dan
mentransformasi asset. Oleh karena itu, maka: (1) untuk memberdayakan
petani perlu menggunakan pendekatan yang holistik dengan memperhatikan
berbagai aspek, yaitu: bagaimana tingkat kerentanan ( vurnerability context),
kepemilikan asset (livelihood asset); Kelembagaan (institution and
organization) dan strategi nafkah (livelihood strategies); dan (2) perlunya
peningkatan
peran
system
kelembagaan
pemangku

kepentingan
(pemerintah, masyarakat, swasta) dalam upaya meningkatkan kapabilitas
petani.
Kata Kunci: kemiskinan, petani tembakau, pemberdayaan, SLA, kelembagaan