IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN TANAH BENGKOK DI DESA KETRO KECAMATAN KARANGRAYUNG KABUPATEN GROBOGAN.

1

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia memiliki daerah yang luas sehingga pemerintahannya dibagi-bagi
atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten atau kota
yang diatur dengan undang-undang tersendiri mengenai pembentukan daerah
tersebut. Setiap kabupaten dan kota tersebut juga dibagi ke dalam satuan-satuan
pemerintahan yang disebut kecamatan atau distrik. Setiap kecamatan atau distrik
tersebut dibagi ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil yaitu kelurahan, desa, nagari,
kampung, gampong, pekon, dan sub-distrik serta satuan-satuan setingkat yang diakui
keberadaannya oleh Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945,
Seperti yang telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 setelah amandemen yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsidan
daerah provinsi itu dibagi atas daerah kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan
kota itu mempunayi pemerintahan daerah, yang diatur undang-undang” Penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom tersebut

ditujukan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan daerah secara efektif
dan efisien. Perwujudan dari asas desentralisasi adalah berlakunya otonomi daerah,
dengan prinsip otonomi daerah yang menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Disahkannya Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan merupakan ujung tombak dari perkembangan pemerintahan di Indonesia
yang memberikan harapan bagi masyarakat dalam menjamin pelaksanaan

2

pemerintahan dan pembangunan daerah yang professional, transparan dan reformatif.
Pemberian otonomi juga membuat daerah dapat bersaing dalam kesejahteraan rakyat
dan pembangunan antara daerah satu dengan daerah lainnya dengan menggunakan
asas Desentralisasi, yaitu pembangunan daerah berdasarkan karakteristik dari daerah
itu sendiri, baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia dapat di
optimalkan semaksimal mungkin oleh pemerintah daerah. Pemberian kewenangan
pusat kepada daerah untuk mengatur dan membangun rumah tangganya sendiri

sampai pada permerintahan terendah yaitu desa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 1 Angka 43 menyebutkan bahwa pengertian desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem permerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Desa yang didalamnya mengatur tentang pembentukan desa, penghapusan
dan

penggabungan

desa,

susunan

organisasi


pemerintahan

desa,

Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) serta keuangan dan kekayaan desa.
Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik
dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara-bangsa ini terbentuk. Struktur
sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial
yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa merupakan institusi yang otonom
dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya serta relatif mandiri. Hal ini ditunjukkan
dengan tingkat keragaman yang tinggi membuat desa mungkin merupakan wujud
bangsa yang paling kongkret (Widjaja, 2003:9).
Sumber pendapatan asli desa merupakan sumber keuangan desa yang digali
dari wilayah desa yang bersangkutan yang terdiri dari hasil usaha desa, hasil

3


kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotongroyong, dan lain-lain
pendapatan asli desa yang sah. Pendapatan asli desa dipungut berdasarkan peraturan
desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
selanjutnya dituangkan dalan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang
Desa telah membuka peluang yang besar bagi desa untuk menggali sumber-sumber
pendapatan desa yang cukup besar yang dipimpin langsung oleh Kepala Desa dengan
berpedoman kepada ketentuan yang ada dalam mengelolaan kekayaan desa.
Pelaksanaan pengelolaan kekayaan desa secara otonom yang dipimpin oleh Kepala
Desa yang dibantu oleh perangkat desa dan diawasi oleh Badan Permusyawaratan
Desa (BPD).
Dalam pengelolaan kekayaan desa di Desa Ketro Kecamatan Karangrayung
Kabupaten Grobogan, Kepala Desa Ketro sebagai pelaksana memiliki hak dan
kewajiban yang besar dalam mengelola kekayaan desa khususnya tanah bengkok.
Namun dalam pelaksanaanya pengelolaan tanah bengkok di Desa Ketro belum sesuai
dengan apa yang diharap-harapkan, sebagai contoh adalah rendahnya kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) dari para aparatur desa dalam pengelolaan kekayaan desa,
kurangnya keterbukaan dari pemerintahan desa, kurangnya koordinasi antara
pemerintah desa dengan masyarakat tentang pengelolaan kekayaan desa berupa tanah
bengkok, kurangnya kepedulian masyarakat Desa terhadap berjalannya pemerintahan

desa dan kurangnya pengawasan dari Badan Permusyawartan Desa (BPD) terhadap
berjalannya pemerintahan desa menjadi faktor utama terhambatnya dalam
mewujudkan pemerintahan desa yang baik.
Berdasarkan dari hal tersebut

maka penulis tertarik untuk melakukan

peninjauan secara lebih mendalam mengenai implementasi dari kebijakan tersebut
kedalam penulisan hukum yang berjudul: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN TANAH BENGKOK DI DESA
KETRO KECAMATAN KARANGRAYUNG KABUPATEN GROBOGAN.

Dokumen yang terkait

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

4 83 107

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

27 139 108

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN TANAH BENGKOK DI DESA SEPANYUL, KECAMATAN GUDO, KABUPATEN JOMBANG

0 9 130

PEROLEHAN SERTIPIKAT TANAH BAGI MASYARAKAT DESA KETRO, KECAMATAN KARANGRAYUNG, KABUPATEN GROBOGAN MENURUT PERSPEKTIF KESADARAN HUKUM KRITIS

0 16 186

Distribusi Penguasaan tanah dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus di Desa Termas, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jateng)

0 13 89

NASKAH PUBLIKASI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kas Desa Oleh Perangkat Desa (Ex-Tanah Bengkok)(Studi Kasus di Desa Kandangan Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi).

0 5 16

PENDAHULUAN Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kas Desa Oleh Perangkat Desa (Ex-Tanah Bengkok)(Studi Kasus di Desa Kandangan Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi).

0 6 10

SKRIPSI Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kas Desa Oleh Perangkat Desa (Ex-Tanah Bengkok)(Studi Kasus di Desa Kandangan Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi).

3 12 15

KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN USAHA DESA DI DESA MORO KECAMATAN SEKARAN KABUPATEN LAMONGAN

0 0 114

KEWENANGAN KEPALA DESA ATAS TANAH BENGKOK BERKAIT DENGAN KASUS TANAH BENGKOK DI CANGKRINGMALANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 56