Optimasi Penggunaan Adsorben Molecular Sieve 13X pada Pengering Surya Sistem Integrasi Matahari dan Desikan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ENERGI MATAHARI
Manusia tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan energi. Energi dibagi menjadi
dua macam yaitu energi dapat diperbarui dan energi tidak dapat diperbarui.
Penggunaan energi terbarukan saat ini lebih diutamakan karena kebanyakan
sumber energi tak terbarukan berpengaruh buruk pada lingkungan. Energi surya
dipancarkan ke bumi secara radiasi, yaitu perpindahan panas dalam bentuk
gelombang elektromaknetik tanpa medium perantara. Energi radiasi matahari
merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kepentingan guna menggantikan energi tak terbarukan dan mengurangi
dampak buruk ke lingkungan [15]. Secara alami, nilai radiasi matahari
dipengaruhi oleh sudut dan arah jatuh matahari pada permukaan bumi [16].
Indonesia sebagai negara yang terletak di daerah khatulistiwa memiliki sumber
energi matahari yang cukup besar. Indonesia mempunyai potensi sumber energi
surya antara 4,8 kWh/m2 sampai 5,2 kWh/m2 per hari [17].
Salah satu cara untuk memanfaatkan energi matahari adalah dengan
mengaplikasikan energi matahari dalam alat pengering energi surya. Alat
pengering energi surya mengurangi ketergantungan terhadap listrik dan bahan
bakar minyak sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan [18].


2.2 KAKAO (Theobroma cacao l.)
Pada umumnya, kakao (Theobroma cacao L.) tumbuh didaerah dengan iklim
tropis dan biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan coklat.
Kakao (Theobroma cacao L.) juga digunakan dalam industri farmasi dan
kosmetik. Kakao mengandung zat – zat yang bermanfaat bagi kesehatan seperti
polyphenol [19].
Produksi kakao di Indonesia mencapai 15% dari kebutuhan produksi kakao
dunia dan merupakan negara terbesar ketiga penghasil kakao. Proses fermentasi
dan pengeringan merupakan proses utama dalam pemrosesan kakao sebagai bahan
baku dalam industri. Kakao setelah dipanen harus segera difermentasi selama 5 –

6
Universitas Sumatera Utara

7 hari dan harus segera dikeringkan setelah proses fermentasi selesai untuk
mengurangi kadar air kakao sampai menjadi 7 – 5 % basis basah [20 – 21].
Tujuan pengeringan adalah menghilangkan air, mencegah fermentasi atau
pertumbuhan jamur dan memperlambat perubahan kimia pada makanan [22].
Pengeringan menggunakan matahari merupakan pengeringan yang paling umum
digunakan dalam mengeringkan kakao (Theobroma cacao L.).


2.3 PENGERINGAN
Pengeringan merupakan sutau proses untuk mengurangi kadar air yang
terdapat dalam suatu bahan. Pada proses pengeringan perlu adanya fluida udara
kering yang mampu menyerap air di dalam material tersebut [23]. Pengeringan
dengan cara konvensional selama ini dianggap paling mudah dan praktis karena
sudah biasa dilakukan, biaya operasional murah, namun memiliki beberapa
kelemahan. Selain dibutuhkan lahan yang luas, juga terjadinya kontaminasi
produk oleh debu, kotoran dan polusi kendaraan, sehingga kurang higienis yang
menyebabkan mutu menjadi rendah [24; 1]. Pengeringan sistem konvensional ini
perlu diatasi, yaitu dengan membuat suatu alat pengering surya yang lebih efisien.
Pengering surya mempunyai keuntungan yakni sederhana, biaya rendah dan tidak
memerlukan banyak tenaga kerja. Waktu proses pengeringan dengan pengering
surya dapat berkurang sebanyak 65% dibanding pengeringan tradisional. Dengan
pengering surya, produk yang dikeringkan punya kualitas lebih baik [25].
Selama pengeringan dua proses terjadi secara simultan yaitu transfer panas ke
produk dari sumber pemanasan untuk menguapkan air dari dalam bahan, dan
transfer massa uap air dari bagian dalam produk ke permukaan dan dari
permukaan bahan ke udara [26 – 27]. Berdasarkan atas proses kontak antara
media pengering dengan bahan yang akan dikeringkan, pengeringan dapat

dibedakan menjadi dua [28], yaitu:
1.

Pengeringan langsung (direct drying)
Pada proses ini bahan yang dikeringkan berhubungan langsung dengan udara

yang dipanaskan.
2.

Pengeringan tidak langsung (indirect drying)

7
Universitas Sumatera Utara

Udara panas berhubungan dengan bahan yang dikeringkan melalui perantara,
umumnya berupa dinding-dinding atau tempat meletakkan bahan. Bahan akan
kontak dengan panas secara konduksi.

(a)


(b)
Gambar 2.1 Prinsip Pengeringan Secara (a) Langsung (b) Tidak Langsung
Berdasarkan prinsip kerja, alat pengering energi surya terdiri atas dua jenis
[3] yaitu :
1.

Sistem pasif yaitu memanfaatkan radiasi surya dan kecepatan angin tanpa
sumber energi selain energi surya

2.

Sistem Hybrid yaitu memanfatkan energi surya dengan tambahan sumber
energi lain (listrik, bahan bakar, dan lain-lain).
Pada proses pengeringan harus mampu menurunkan kadar air hingga

memenuhi standar mutu. Kadar air dapat ditentukan berdasarkan basis basah dan
basis kering. Basis basah adalah persen massa air yang terkandung pada komoditi
dibandingkan terhadap massa seluruh, yaitu massa bahan kering ditambah massa

8

Universitas Sumatera Utara

air yang terkandung. Untuk menghitung kadar air basis basah digunakan rumus
perhitungan :
(

Ka =

)

x 100 %

(2.1)

Dimana : Ka = kadar air basis basah (%)
Ba = massa air dalam bahan (gram)
Bk = massa bahan kering (mutlak)
Laju massa air yang dikeringkan dapat menggunakan persamaan :
Wa =


(2.2)

Dimana : Wa = Laju massa air yang dikeringkan (gram/menit)
M0 = Massa air dalam bahan (gram)
M1 = Massa bahan produk kering (gram)
Laju pengeringan rata-rata dapat dituliskan dengan persamaan :
W=

(2.3)

2.4 KOLEKTOR
Menurut Abdullah (2003), pengering surya dapat berupa ruang kaca yang
memanfaatkan efek rumah kaca (green-house effect) dan dapat pula menggunakan
kolektor surya yang dihubungkan dengan ruang pengering [29]. Kolektor surya
merupakan

piranti

utama


dalam

sistem

surya

termal

yang

berfungsi

mengumpulkan dan menyerap radiasi sinar matahari dan mengkonversinya
menjadi energi panas [17]. Untuk mengetahui prinsip kerja kolektor, maka perlu
untuk mengetahui bagian–bagian dari kolektor. Sebuah kolektor terdiri dari
casing, kaca, isolasi, dan absorber [15; 26] :
1.

Penutup berupa bahan transparan yang memiliki transmisi besar untuk
gelombang pendek dan menghalangi perpindahan panas konveksi.


2.

Isolasi untuk menghindari kehilangan panas ke lingkungan.

3.

Absorber untuk memaksimalkan penyerapan radiasi surya.

9
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Bagian – Bagian Kolektor
Sinar matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan
dipantulkan kembali ke lingkungan sedangkan sebagian besarnya akan diserap
dan dikonversi menjadi energi panas, dan panas tersebut dipindahkan kepada
fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk dimanfaatkan pada
berbagai aplikasi yang membutuhkan panas [17]. Menurut Ekuchukwu & Norton
(1999), besarnya radiasi yang diserap oleh kolektor surya tergantung kepada
beberapa hal [30], yaitu :

a.

Tingkat isolasi dan arah kolektor surya
Isolasi yang baik akan menyebabkan energi surya yang diserap akan semakin

besar. Dan arah kolektor idealnya menghadap ke Utara atau ke Selatan, tergantung
pada periode waktu (arah matahari).
b.

Tingkat penyerapan permukaan absorber
Absorber merupakan bagian kolektor yang berfungsi untuk menyerap radiasi

matahari. Material absorber yang baik harus memenuhi kriteria berikut, yaitu
mempunyai tingkat penyerapan radiasi yang baik, emisi yang rendah,
konduktifitas termal yang baik, stabil pada temperatur operasi kolektor, tahan
lama, mempunyai berat yang ringan dan yang paling penting berharga murah.
c.

Tingkat transmisi material penutup
Tingkat transmisi material penutup merupakan salah satu parameter yang


mempengaruhi jumlah energi surya yang dapat diserap oleh kolektor. Material
penutup yang baik harus mempunyai tingkat transmisi yang tinggi untuk sinar
tampak dan tingkat transmisi yang rendah untuk radiasi infra merah. Selain itu,
penutup yang baik juga harus mempunyai absortivitas panas yang rendah, stabil

10
Universitas Sumatera Utara

pada temperatur operasi, daya tahan terhadap kerusakan tinggi, daya tahan
terhadap berbagai kondisi cuaca tinggi dan mempunyai harga yang murah.
Ukuran tingkat performance kolektor disebut juga efisiensi kolektor. Efisiensi
kolektor didefinisikan sebagai perbandingan antara energi panas yang digunakan
untuk menaikkan temperatur udara terhadap energi radiasi yang diterima oleh
kolektor dalam waktu tertentu [17].

2.5 MOLECULAR SIEVE SEBAGAI ADSORBEN
Energi surya secara alamiah bersifat intermitent (tidak kontinu) dan
temperatur maksimum yang dapat dicapai adalah 35 °C. Sehingga diperlukan
untuk memanfaatkan teknologi energi surya buatan (solar dryer dengan sistem

kolektor plat datar) untuk dapat menaikkan temperatur udara dan dilanjutkan
dengan menyimpan sebagian energi surya ini pada bahan-bahan penyimpan panas
(phase change material’s = PCM’s) untuk melanjutkan proses pengeringan pada
saat malam hari, [12]. Desikan termasuk jenis PCM’s yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap uap air. Secara khas kandungan air desikan merupakan fungsi
humiditas relatif dari udara lingkungan yang nilainya berbanding lurus. Terdapat
dua kategori desikan yang dijumpai yakni absorben dan adsorben. Absorben
bekerja melalui suatu perubahan kimia ketika bereaksi dan mengikat/ menahan
uap air. Sedangkan adsorben menangkap dan menahan molekul air didalam poripori permukaannya dan disini tidak terjadi perubahan kimia. Senyawa alumina
silikat seperti silica gel dan molecular sieve adalah adsorben komersial yang
banyak dijumpai di pasaran [31].
Adsorben molecular sieve merupakan hasil sintetis produksi alumino- logam
kristal silikat yang telah diaktifkan untuk adsorpsi dengan menghilangkan
kandungan airnya. Sedikit atau tidak ada perubahan struktur terjadi selama
dehidrasi, adsorben yang sangat berpori yang terbentuk memiliki afinitas yang
kuat untuk air dan molekul tertentu. Tidak seperti adsorben lain, molecular sieve
memiliki ukuran pori seragam. Molecular sieve memiliki daya adsorpsi yang
sangat tinggi. Penggunaan molecular sieve untuk pengeringan, pemurnian cairan
dan gas mencegah reaksi samping yang tidak diinginkan, membantu spesifikasi

11
Universitas Sumatera Utara

produk yang diinginkan, mengurangi biaya produksi karena harganya murah dan
tidak mengakibatkan korosi peralatan [32]
Jumlah energi kimia adsorben yang diterima/dilepas selama malam hari
dihitung berdasarkan pendekatan perubahan entalpi udara didalam box pengering
menggunakan persamaan sebagai berikut [31]:
=−

2.6

.(

!

"#ℎ%& −

!

"'"()

(2.4)

KINETIKA PENGERINGAN
Setiap material yang akan dikeringkan memiliki karakteristik kinetika

pengeringan yang berbeda-beda bergantung terhadap struktur internal dari
material yang akan dikeringkan. Kinetika pengeringan memperlihatkan perubahan
kandungan air yang terdapat dalam material untuk setiap waktu saat dilakukan
proses pengeringan. Dari kinetika pengeringan dapat diketahui jumlah air dari
material yang telah diuapkan, waktu pengeringan, konsumsi energi. Parameterparameter dalam proses pengeringan untuk mendapatkan data kinetika
pengeringan adalah:

2.6.1 Moisture Content
Moisture Content (X) menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam
material untuk tiap satuan massa padatan. Moisture content (X) dibagi dalam 2
macam yaitu basis kering dan basis basah. Moisture content basis kering
menunjukkan rasio antara kandungan air dalam material terhadap berat material
kering. Sedangkan moisture content basis basah menunjukkan rasio antara
kandungan air (kg) dalam material terhadap berat material basah[33].

2.6.2 Drying rate
Drying rate (N, kg/m2.s ) menunjukkan laju penguapan air untuk tiap
satuan luas dari permukaan yang kontak antara material dengan fluida panas.
Laju pengeringan secara matematis ditulis [31]:

R

* + *,
- ( , +)

(2.5)

Dimana :
A = Luas permukaan bahan
12
Universitas Sumatera Utara

R = Laju pengeringan
W1-W2 = Selisih berat bahan
t2-t1 = Selisih waktu pengeringan
Karakteristik pengeringan bahan dapat ditampilkan dalam bentuk kurva
penurunan kadar air (MR) bahan terhadap waktu pengeringan [31].

(Mi - Mk)
MR =

2.6.3

Mk

(M0 - Mk )

(2.6)

Mk

Difusivitas
Tingkat pengeringan biji kakao ditentukan oleh difusi uap air dari dalam

ke lapisan permukaan, yang dapat diwakili oleh hukum kedua Fick tentang difusi
untuk difusi unsteady-state. Dengan asumsi bahwa biji kakao dapat dianggap
sama dengan bola, difusi dinyatakan sebagai :
./
.0

= 12

., /
.3 ,

(2.7)

Dimana r adalah jari-jari (m) dan t adalah waktu (s), De adalah difusivitas efektif
(m2 s-1). Dengan asumsi kadar air awal seragam dan efektif difusivitas konstan di
seluruh sampel, Crank (1999) memberikan solusi analitis persamaan untuk objek
bola sebagai berikut:
MR=

4

5,

∑8

7

exp − <
,

7, 5, =>
3,

?

(2.8)

Di mana m-ms / mo-ms adalah rasio kelembaban (MR), r adalah jari-jari bola, t
adalah waktu dan De adalah difusivitas efektif. Jika n = 1, untuk jangka waktu
yang panjang pengeringan Persamaan (2.2) dapat dibuat linear sebagai berikut:
Ln MR = Ln

4

5

5, => 0

−@
,

3,

A

(2.9)

Difusivitas efektif didapat dari plot data Ln MR terhadap waktu (s) data
dengan kemiringan K1, sebagai berikut :
5, =>

K1 = @

3,

A

(2.10)

Koefisien difusi menilai bahwa difusivitas efektif bervariasi dengan suhu
sesuai dengan fungsi Arrhenius :

13
Universitas Sumatera Utara

De = D exp − @

B

C ( D EFG, I)

A

(2.11)

Dimana D adalah koefisien difusivitas untuk suhu yang tak terbatas, E adalah
energi aktivasi untuk kelembaban difusi, R adalah konstanta gas (R = 8,314 J mol1 K-1) dan T adalah suhu pengeringan (º C) [34].
Data kadar air eksperimental biji kakao yang diperoleh dipasang ke 3 model
pengeringan yang ditampilkan dalam Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Model Kinetika Pengeringan yang Digunakan [35]
Model

Bentuk

Bentuk Linear

Pengeringan Eksponensial

Ln MR = ln a – kt + ln

Logaritma

Mr = a exp (-kt) + c

Page

Mr = exp (-ktn)

Newton

Mr = exp (-kt)

ln MR = -kt

Mr = a exp (-kt)

ln MR = ln a – kt

Handerson Pabes

c
ln (-ln MR) = ln k +
(n) ln (t)

Tujuan dari pemasangan adalah untuk mengetahui model paling cocok
untuk menggambarkan kurva pengeringan biji kakao. Koefisien determinasi (R²)
adalah kriteria utama untuk memilih model terbaik untuk menggambarkan kurva
pengeringan. Selain R², parameter statistik, seperti berkurangnya chi-square (x²),
root mean square error (RMSE), mean bias error (MBE), dan t dihitung untuk
mengevaluasi pemasangan sebuah model untuk data eksperimen. Nilai tertinggi
R² dan nilai terendah x², RMSE, MBE, nilai t yang digunakan untuk menentukan
yang terbaik cocok [21].
(2.12)
(2.13)
(2.14)

14
Universitas Sumatera Utara

di mana MRexp,i adalah ith rasio eksperimen yang diamati, MRpred,i adalah ith rasio
kelembaban prediksi, N jumlah pengamatan dan n adalah jumlah konstanta.
(2.10)
Keseimbangan energi pada absorber diperoleh dengan menyamakan total
panas yang diperoleh dengan total panas yang hilang oleh absorber panas dari
kolektor surya. Sehubungan dengan itu,
LAc = Qu + Qcond + Qconv + QR + QP

(2.15)

Dimana :
I = Tingkat total insiden radiasi pada permukaan absorber itu (Wm-2).
Ac = Collector (m2).
Qu = Tingkat energi yang berguna dikumpulkan oleh udara (W).
Qcond = Tingkat kerugian konduksi dari absorber (W).
Qconv = Tingkat kerugian konvektif dari absorber (W).
QR = Tingkat panjang gelombang re-radiasi dari absorber (W).
QP= Tingkat kerugian refleksi dari absorber (W).
Istilah kehilangan tiga panas Qcond, Qconv dan QR biasanya digabungkan
menjadi satu jangka (QL), yaitu :
QL = Qcond + Qconv + QR

(2.16)

LAC = τITAC

(2.17)

Energi yang dipancarkan oleh absorber :
QP = ρ τITAC

(2.18)

di mana,
ρ = Koefisien Refleksi penyerap.
T = Transmitansi penutup.
Persamaan 2.12, 2.13, 2.14 disubstitusikan ke persamaan 2.6 menjadi :
τITAC = QU + QL + ρ τITAC

(2.19)

QU = τITAC (1 – ρ ) - QL

(2.20)

Untuk absorber 1 – ρ = α karenanya,
QU = (ατ) ITAC - QL
QL

terdiri

dari

(2.21)
konveksi

konduksi

dan

bagian

radiasi.

itu

adalah

disajikan dalam bentuk berikut :

15
Universitas Sumatera Utara

QL = UL AC ( TC – Ta)

(2.22)

UL = keseluruhan koefisien perpindahan panas dari absorber (Wm-2K-1).
Tc = Suhu kolektor penyerap (K).
Ta = suhu udara ambient (K).
Dari Pers. (2.21) dan (2.22) energi yang berguna yang diperoleh oleh kolektor
adalah dinyatakan sebagai:
QU = (ατ) ITAC - UL AC ( TC – Ta)

(2.23)

Di mana
Absorbsi = α
Oleh karena itu, energi per satuan luas (qu) dari kolektor adalah:
qu = (ατ) IT - UL( TC – Ta)

(2.24)

Jika udara panas meninggalkan kolektor berada pada suhu kolektor, yang
panas yang diperoleh oleh Qg udara:
Qg = m’ Cp ( TC – Ta)

(2.25)

Dimana :
m’ = Massa udara meninggalkan pengering per satuan waktu (kg s- 1)
Cp = kapasitas khusus panas udara (kJ kg- 1K- 1) [36].

2.7

KONSUMSI ENERGI SPESIFIK (KES)
Konsumsi energi spesifik (KES) didefinisikan sebagai perbandingan antara

total input energi pada sistem pengering (kW) dengan air yang diuapkan dari
dalam bahan (kg/jam), dan ditentukan penggunakan persamaan berikut [37] :
(2.26)
Qu merupakan total kebutuhan energi baik termal maupun mekanis yang
digunakan dalam proses pengeringan, sedangkan mv merupakan jumlah air yang
diuapkan yang dihitung berdasarkan kadar air awal dan akhir serta massa produk
yang dikeringkan.
Besarnya energi yang diterima selama siang hari ditentukan dengan cara
menghitung energi surya yang masuk dikurangi besarnya kehilangan panas
kolektor surya.

16
Universitas Sumatera Utara

Kehilangan

panas

keseluruhan

dihitung

berdasarkan

besarnya

total

kehilangan panas konveksi melalui udara lingkungan terhadap permukaan kayu,
kehilangan panas konveksi melalui udara didalam kolektor terhadap permukaan
plat, kehilangan panas pada sisi alas dan sisi atas dan kehilangan panas radiasi.
Kehilangan panas pada sisi dinding-dinding dan sisi bawah/alas masingmasing dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut [4]:
Q

= K . L (MN − MO)

(2.27)

QP = KP . L (MN − MO)

VWRS
VWXY
VW[
1
1
VW3Z
1
=
+
+
+
+
+
K
LRS . #RS.. LXY. . #XY L3Z . #3Z L[ . #[ L[ . ℎ .
LRS . ℎT

\]

=

+^

^_` .ab

0P_`

_` .R_`..

+^

0Pcd

cd. .Rcd

+^

0Pef

ef .Ref

0Pg

+^

g .Rg

+

^g .a] .

(2.28)
(2.29)

(2.30)

Kehilangan panas pada sisi atas dihitung menggunakan persamaan sebagai
berikut:

Q = K". L (MN − MO)
i

Ua= h j

(kglkm) >
<
?
kg (nod)

+

aZ

(2.31)
p

+

rεg

.

q(D[ D!)rD[, D!, s

It iaZs

l+

,nodl+ou.+vvvεg

ε_w

i

(2.32)

Kehilangan panas radiasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
3

=

x
^.q . (Dgx D_w
)

+
+
zg z_w

+
+
z_w z_w

{

(2.33)

Qloss =2 x Qdd+ Qa + Qb + Qrad

(2.34)

y

{ y

Jumlah energi surya yang diterima selama siang hari melalui kolektor surya
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
X!3S

= | ′ . (}. L. τ. α) − (

T~XX )

(2.35)

17
Universitas Sumatera Utara