Akibat Hukum Terhdap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

BAB II

PENGATURAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN
AKTA OTENTIK MENURUT REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR
30
TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

A. Asas-Asas Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Notaris
Asas-asas hukum yang menjustifikasi ke dalam norma-norma hukum
di dalamnya terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum. 46 Pengaturan
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang revisi Undang-Undang
Jabatan Notaris mengandung asas-asas atau prinsip-prinsip didalamnya
sekaligus sebagai jiwa daripada Undang-Undang Jabatan Notaris itu sendiri,
artinya jika asas-asas atau prinsi-prinsip itu tidak dijalankan oleh Notaris
sebagai pihak yang berwenang melaksanakan tugas dan kewajiban dalam
pembuatan akta otentik, maka Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut tidak
berfungsi sama sekali.
Asas-asas yang terkandung di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris
antara lain adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas kepercayaan,
asas kehati-hatian, dan asas profesionalitas. Sebagai notaris yang baik, asasasas ini tidak dikesampingkan atau dilepaskan dari pelaksanaan tugas dan
46


Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Di Indonesia,
(Bandung: Citra Adtya Bakti, 2006), hal. 82.

Universitas Sumatera Utara

kewajiban notaris. Notaris yang baik dimaksud adalah notaris yang
menjalankan tugas dan kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi Notaris.
1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum terdapat pada bagian konsideran UndangUndang Jabatan Notaris yang menentukan bahwa: “Negara Republik
Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan
keadilan”.47 Selanjutnya, “Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik
mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan
melalui jabatan tertentu”.48 Selanjutnya asas ini disebutkan bahwa “Notaris
merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum
kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi

tercapainya kepastian hukum”. 49
Dalam pengaturan Undang-Undang Jabatan Notaris juga ditentukan
asas ini dan berulang-ulang pada bagian penjelasan umum Undang-Undang

47

Konsideran huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (UUJN).
48
Ibid., konsideran huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris.
49
Ibid., konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris.

Universitas Sumatera Utara

Jabatan Notaris. Pasal 15 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris
menentukan:
Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan
atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh Undang-Undang.

Kepastian hukum sebagai jaminan akan perlindungan hukum bagi para
pihak. 50 Pelaksanaan jabatan notaris sebagai pejabat publik yang berwenang
membuat akta otentik guna menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan yang memerlukan suatu alat
bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau
perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.
Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya akan
memberikan kepastian kepada para pihak yang menghadap kepada notaris.
Akta otentik yang dibuat di hadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, maka akta
otentik dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para pihak.51
Legalitas kewenangan notaris sebagai pejabat publik dalam membuat
50

A. Kohar, Op. Cit., hal. 64.

Putri A.R., Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, Indikator Tugas-Tugas
Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, (Jakarta: Sofmedia, 2011), hal. 23.
51

Universitas Sumatera Utara

akta otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat
otentik. Jasa notaris dalam proses pembangunan dan proses hukum di
pengadilan merupakan kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak, karena
akta otentik yang dibuat notaris adalah bukti sempurna di sidang pengadilan.
Tujuan pelaksanaan tanggung jawab notaris adalah untuk menciptakan
keadilan bagi masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta,
mengatakan keadilan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari hukum
sebagai perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya keteraturan
(kepastian).52 Pandangan ini mendasarkan keadilan sebagai tujuan yang
hendak dicapai dari kepastian hukum, dengan perkataan lain kepastian hukum
akan berimplikasi pada keadilan.
Implementasi asas kepastian hukum menuntut terpenuhinya hal-hal
sebagai berikut:53

a. Syarat legalitas dan konstitusionalitas, berarti tindakan pemerintah dan
pejabatnya bertumpu pada Perundang-Undangan dalam kerangka
konstitusi.
b. Syarat undang-undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang cara
pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan.
c. Syarat Perundang-Undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah
diundangkan dan tidak berlaku surut (non retroaktif).
d. Peradilan bebas, terjaminnya objektifitas, imparsialitas, adil, dan
manusiawi.
Persoalan kepastian hukum bukan lagi semata-mata menjadi tanggung
jawab

52

Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2000), hal.
52-53.
53
Putri A.R., Op. cit., hal. 22.


Universitas Sumatera Utara

Dalam diktum konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris ditentukan
bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menjamin kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan
alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau
perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.
Legalitas kewenangan kepada notaris sebagai pejabat publik dalam
membuat akta otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian
hukum kepada masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis
yang bersifat otentik. Notaris merupakan pejabat publik yang menjalankan
profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang oleh UndangUndang Jabatan Notaris diletakkan dasar hukum perlindungan bagi notaris
dan masyarakat yang membutuhkan akta otentik dan jaminan demi
tercapainya kepastian hukum.
Kepastian hukum harus menjadi nilai bagi setiap pihak dalam sendi
kehidupan, di luar peranan negara itu sendiri dalam penerapan hukum legislasi
maupun yudikasi. Setiap orang tidak diperkenankan bertindak semena-mena.
Sehubungan dengan hal tersebut, notaris dalam menjalankan tugas jabatannya

wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan

Universitas Sumatera Utara

dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam
akta otektik yang dibuatnya. 54
2. Asas Persamaan
Asas persamaan mengharuskan adanya perlakuan yang sama terhadap
semua pihak yang terlibat di dalam pembuatan akta otentik khususnya kepada
para pihak, notaris tidak boleh membeda-bedakan antara satu sama lainnya.
Asas persamaan di hadapan hukum tidak disebutkan secara tegas di dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris, akan tetapi dapat dipahami bahwa setiap
pelayanan hukum yang diberikan oleh pejabat umum tidak dibenarkan
membeda-bedakan (tidak berpihak) pelayanan kepada masyarakat yang
membutuhkan.
Larangan tidak berpihak terdapat di dalam Pasal 4 ayat (2) UndangUndang Jabatan Notaris mengenai sumpah pada aliena ke-2, Pasal 16 ayat (1)
huruf a revisi Undang-Undang Jabatan Notaris , Penjelasan Pasal 11 ayat (1)
Undang-Undang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf e revisi
Undang-Undang Jabatan Notaris. Sedangkan larangan tidak berpihak terdapat
di dalam Kode Etik Notaris yaitu pada Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris.

Sikap tidak berpihak ini mengandung aspek asas persamaan wajib
dilaksanakan oleh setiap notaris.

54

Ibid., hal, 23.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, mengingat profesi notaris merupakan jabatan publik,
maka asas persamaan di hadapan hukum wajib dimiliki dan dilaksanakan oleh
notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Bahkan dalam norma dasar yaitu dalam
Undang-Undang Dasar 1945 55, asas persamaan diakui dalam konstitusi.
Pengakuan asas persamaan di hadapan hukum demikian menunjukkan bahwa
negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat).
Negara Indonesia sebagai negara hukum menjamin segala hak warga
negara sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan.
Pelaksanaan tugas dan kewajiban elemen-elemen pemerintahan dilakukan
berdasar pada hukum atau peraturan perundang-undangan. 56 Pada situasi yang
sama setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum, dan pada

situasi yang berbeda diperlukan pula perlakuan yang berbeda. Ketika terjadi
perlakuan yang tidak sama, maka sesungguhnya perlakuan itu merupakan
ketidak-adilan yang serius. 57
Sumpah jabatan notaris pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan
Notaris menentukan, ”bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan
menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak
berpihak”. Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya memberikan
pelayanan kepada masyarakat khususnya para penghadap, harus menerapkan
55

Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan: “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (amandemen kedua).
56
Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara, (Bandung: Alumni, 1992),
hal. 29.
57
Putri A.R., Op. cit., hal. 23.

Universitas Sumatera Utara


Undang-Undang Jabatan Notaris secara sama pada situasi yang sama saat
pelaksanaan pembuatan akta otentik, tanpa membeda-bedakan mana si kaya
dan si miskin, golongan minoritas maupun mayoritas, warna kulit, laki-laki
maupun perempuan.
Asas persamaan di hadapan hukum disebutkan secara tegas dalam
Pasal 3 ayat (16) Kode Etik Profesi Notaris, ditentukan, “Notaris dan orang
lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib: memperlakukan
setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi
dan/atau status sosialnya”. Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang
dikecualikan, notaris boleh menolak memberikan pelayanan jasa dalam
membuat akta otentik, antara lain: 58
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.


Jika notaris sakit sehingga, dipastikan tidak dapat memberikan jasanya.
Jika notaris cuti karena sebab yang sah.
Jika notaris karena kesibukannya sehingga tidak dapat meyalani yang lain.
Jika surat-surat yang diperlukan untuk membuat akta tidak diserahkan
kepada notaris.
Jika penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh
notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.
Jika yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang
diwajibkan.
Jika karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau
melakukan perbuatan melanggar hukum.
Jika pihak-pihak menghendaki notaris membuat akta dalam bahasa yang
tidak disukainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris tidak
mengerti apa yang dikehendaki oleh penghadap.

58

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: refika Aditama, 2008), hal. 87.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hal-hal yang mendasar dasar penolakan di atas,
pengecualian asas persamaan dapat dipahami karena hal tersebut dibenarkan
oleh hukum. Filosofinya adalah tidak semua hak akan dibenarkan oleh hukum
tetapi hukum di dalam negara hukum harus pula membatasi hak-hak manusia
dengan tujuan menciptakan suatu ketertiban dan keteraturan.
Konsekuensinya adalah jika notaris akan menolak memberikan
jasanya kepada yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus
merupakan penolakan hukum atau dibenarkan oleh hukum, harus ada alasan
atau argumentasi hukum yang jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangga
pihak yang bersangkutan dapat memahaminya. 59
Notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak
membedakan satu sama lain berdasarkan ekonomi, status sosial, dan lain-lain.
Bahkan notaris diwajibkan memberikan jasa hukum secara cuma-cuma,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 37 revisi Undang-Undang Jabatan
Notaris, notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara
cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu dan Notaris yang melanggar
ketentuan sebagaimana yang dimaksud dapat dikenai sanksi berupa peringatan
lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentia dengan
hormat, pemberhentian dengan tidak hormat. Menurut Habib Adji, hanya

59

Ibid., hal. 87.

Universitas Sumatera Utara

alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa notaris tidak dapat
memberikan jasa hukum kepada para penghadap. 60
3. Asas Kepercayaan
Jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras
dengan kewajiban menjalankan tugas jabatan notaris dan posisi notaris itu
sendiri sebagai orang yang dapat dipercaya. Pentingnya profesionalisme
notaris karena posisi notaris dalam hal ini sebagai pemegang amanah
(trustee),

maka

harus

berperilaku

sebagaimana

layaknya

pemegang

kepercayaan.
Teori yang melandasi ini dikenal dengan fiduciary duty theory adalah
suatu teori tentang penerapan kewajiban yang telah ditetapkan dalam undangundang bagi seseorang yang memanfaatkan orang lain berkenaan dengan
kepentingan pribadi orang lain yang diurus oleh pribadi lainnya untuk
sesaat. 61
Posisi

trustee

mempunyai

kewajiban

melaksanakan

amanah

berdasarkan suatu standar kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi
sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dinyatakan oleh hukum. Seseorang

60

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 32.
61
Bismar Nasution, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan
Perseroan Terbatas Bank”, Makalah yang Disampaikan pada Seminar Sehari: Tanggung
Jawab Pengurus Bank dalam Penegakan dan Penanganan Penyimpanan di Bidang
Perbankan Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Perbankan,
diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan,
Surabaya, tanggal 21 Februari 2008, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

pemegang kepercayaan (trustee) harus didasarkan pada kepercayaan dan
kerahasiaan (trust and confidence) yang meliputi ketelitian (scrupulous),
itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Hubungan dalam
fiduciary seperti pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan
pelindung

(guardian), termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang

mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya. 62
Jelas berdasarkan teori ini posisi notaris adalah sebagai pemegang
kepercayaan (rustee). Kedudukan notaris diangkat berdasarkan undangundang, melaksanakan tugas dan kewajiban berdasarkan undang-undang, dan
diberhentikan juga didasarkan pada undang-undang. Kewajiban notaris
sebagai trustee jelas ditentukan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf f revisi UndangUndang Jabatan Notaris, yaitu notaris wajib merahasiakan segala sesuatu
mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna
pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
Seseorang yang memiliki tugas kepercayaan manakala seseorang itu
memiliki kapasitas. Tugas yang dijalankannya bukan untuk dirinya tetapi
untuk kepentingan orang lain. 63 Hubungan antara orang yang dipercaya
dengan orang yang mempercayai dalam urusan sesuatu terjalin dalam suatu

62

Ibid, hal. 5.
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya
Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 31 dan hal 32.
63

Universitas Sumatera Utara

hubungan kepercayaan. 64 Kepercayaan menghendaki kepedulian (care), loyal
(loyality), itikad baik (good faith), kejujuran (honesty), keterampilan (skill)
dalam derajat atau standar yang tinggi. 65 Penekanan asas kepercayaan ini
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat
terhadap kepribadian notaris dalam pelaksanaan jabatannya.
Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib menyimpan rahasia
mengenai akta otentik yang dibuatnya, merahasiakan keterangan atau
pernyataan-pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta
otentik tersebut, kecuali undang-undang memerintahkannya untuk membuka
rahasia tersebut dan memberikannya keterangan atau penjelasan kepada pihak
berwajib yang memintanya. 66
Asas kepercayaan terkandung dalam sumpah jabatan notaris,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan
Notaris , menentukan ”Bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan
merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan
jabatan saya”. Kepercayaan berarti menghendaki saling percaya dengan
konsekeunsi tidak saling membuka rahasia yang dalam hal ini sebagai
pemegang rahasia klien adalah notaris, maka notaris yang wajib merahasiakan
muatan dalam akta otentik yang dibuatnya.

64

Ibid, hal. 33.
Ibid, hal. 33-34.
66
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia…..Op. cit., hal. 89.
65

Universitas Sumatera Utara

Bahkan kerahasiaan diwajibkan dalam Pasal 16 ayat (1) revisi
Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa dalam menjalankan jabatannya,
“Notaris berkewajiban: merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang
dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain”.
Namun kerahasiaan bukanlah mutlak bagi notaris tetapi ada pula hak ingkar
bagi notaris untuk mengungkap rahasia itu dalam hal yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan. 67

4. Asas Kehati-hatian
Asas kehati-hatian merupakan asas terpenting yang wajib diterapkan
dalam kegiatan usahanya berdasarkan kepercayaan, lazimnya diterapkan pada
dunia usaha perbankan yang disebut sebagai prudential banking, tujuannya
untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap dunia
perbankan, maka asas kehati-hatian ini sebagai cara memberikan perlindungan
hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. 68

67

Putri A.R., Op. cit., hal. 27-28.
Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 144.
68

Universitas Sumatera Utara

Penerapan asas kehati-hatian sebagai upaya pencegahan yang bersifat internal
oleh bank yang bersangkutan. 69
Asas kehati-hatian dapat disandingkan dengan asas kepercayaan, sebab
asas kehati-hatian dilaksanakan sehubungan dengan adanya orang percaya
kepada orang lain. Sehingga asas kehati-hatian ini menghendaki seseorang
dalam melaksanakan tugas, kewajiban, dan wewenang yang dinyatakan oleh
hukum berdasarkan ketelitian dan mewajibkan bertindak seksama.
Ternyata dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a revisi Undang-Undang
Jabatan Notaris, ditemukan asas ini sebagai penafsiran dari bertindak
seksama. Selengkapnya ditentukan dalam pasal tersebut, adalah: ”Dalam
menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: bertindak amanah, jujur,
saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait
dalam perbuatan hukum”. Bertindak seksama menjadi tumpuan asas kehatihatian yang dimaksudkan di sini bersinonim dengan kecermatan.
Pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan ini merupakan
asas yang wajib dalam Pasal 16 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan
Notaris. Asas kecermatan bagi notaris dalam pembuatan akta, diwajibkan:70
a. Mengenali para penghadap berdasarkan identitas yang diperlihatkan
kepada notaris.
b. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau
kehendak para penghadap.
69
70

Ibid., hal. 146.
Habib Adjie, Sanksi Perdat,Op. cit., hal. 86.

Universitas Sumatera Utara

c. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak
para penghadap.
d. Memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi
keinginan atau kehendak para penghadap.
e. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta notaris, seperti:
pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan
untuk minuta.
f. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
jabatan notaris.
Dalam pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan, notaris
wajib mempertimbangkan, melihat, memeriksa, semua dokumen yang
diperlihatkan para penghadap kepadanya sebelum membuat akta otentik yang
diperlukan para penghadap. Termasuk meneliti semua bukti yang ada,
mendengarkan keterangan, dan pernyataan para penghadap. Keputusan yang
diberikan notaris harus didasarkan pada argumentasi yuridis ketika
menjelaskan prosedural kepada para penghadap, termasuk menjelaskan
masalah-masalah hukum yang timbul di kemudian hari.71
Pelaksanaan asas kehati-hatian selain kewajiban notaris merupakan
satu di antara cara pemberian perlindungan tidak langsung diberikan oleh
notaris kepada para pihak atau para penghadap untuk mengantisipasi
timbulnya risiko di kemudian hari baik risiko bagi para pihak maupun bagi
notaris itu sendiri, baik risiko kerugian materil maupun risiko immateril dan
risiko hukum.
5. Asas Profesionalitas

71

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia…..Op. cit., hal. 188.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian profesi adalah bidang pekerjaan dengan keahlian khusus
dan dilandasai pendidikan keahlian, keterampilan, dan kejujuran. 72 Notaris
merupakan jabatan yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada
masyarakat khususnya dalam pembuatan akta otentik.73 Berdasarkan UndangUndang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, maka notaris merupakan satu
di antara profesi hukum yang lain. 74 Seseorang dikatakan telah profesional,
dipersyaratkan:75
a. Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang pekerjaan, mahir
dalam mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
b. Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai, pengalaman yang
memadai dan memiliki kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah,
peka dalam membaca siituasi, cepat dan cermat dalam mengambil
keputusan yang terbaik untuk kepentingan organisasi.
c. Mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala permasalahan yang
terbentang dihadapannya.
d. Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan
pribadi serta terbuka untuk menyimak dan menghargai pendapat orang lain,
cermat dalam memiliki hal terbaik bagi perkembangan pribadinya.

Liliana Tedjasaputro, mengatakan bahwa, sebagai perilaku profesi
memiliki unsur-unsur sebagai antara lain:76
a. Memiliki integeritas moral yang tinggi;
b. Harus jujur terhadap klien maupun terhadap diri sendiri;

72

Supriadi, Op. Cit., hal. 16.
Diktum Dalam Konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris.
74
Supriadi, Op. Cit., hal. 19.
75
Putri A.R., Op. cit., hal. 30.
76
Liliana Tedjasaputro, Op. Cit., hal. 86.
73

Universitas Sumatera Utara

c. Sadar akan batas-batas kewenangannya; dan
d. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.
Profesionalisme menghendaki bagi notaris harus peka, tanggap,
mempunyai ketajaman berfikir, dan mampu memberikan analisis yang tepat
terhadap setiap peristiwa hukum dan sosial yang muncul sehingga dengan
begitu akan menumbuhkan sikap keberanian dalam mengambil tindakan yang
tepat.77 Keberanian yang dimaksud di sini adalah keberanian untuk melakukan
perbuatan hukum yang benar sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku di samping itu notaris dapat menolak dengan tegas pembuatan akta
yang bertentangan dengan hukum, moral, etika, dan kepentingan umum.78
Asas profesionalitas dalam profesi notaris mengutamakan keahlian
(keilmuan) notaris untuk menjalankan tugas jabatannya berdasarkan UndangUndang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Notaris harus dilengkapi
dengan berbagai keahlian dan ilmu pengetahuan serta ilmu-ilmu lainnya yang
diintegrasikan dalam pelaksanaan jabatannya. Profesional menghendaki
seorang notaris tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau melakukan
tindakan yang bukan merupakan tugas dan wewenangnya.
B. Kewenangan Notaris Membuat Akta Otentik
Jabatan notaris adalah jabatan umum dan notarisnya sendiri disebut
sebagai pejabat umum. Pengaturannya ditentukan dalam Pasal 1 angka 1

77
78

Wawan Setiawan, Op. Cit., hal. 25.
Ibid, hal. 26.

Universitas Sumatera Utara

revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, bahwa, “Dalam undang-undang ini
yang dimaksud dengan notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik dan memilki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan Undang-Undang
lainnya”. Dalam ketentuan ini terkandung bahwa ada 2 (dua) wewenang
notaris pertama, membuat akta otentik dan kedua kewenangan lainnya.
Pejabat publik (openbare ambtenaren) yaitu pejabat yang diserahi
tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan publik,
kualifikasi seperti ini diberikan kepada pejabat tata usaha negara. Tetapi
pejabat publik yang dimaksud untuk notaris bukan dalam kategori sebagi
pejabat tata usaha negara. Notaris sebagai pejabat publik dikecualikan sebab
makna publik bagi notaris diartikan bermakna hukum. Sedangkan publik bagi
pejabat tata usaha negara bermakna khalayak hukum. 79
Notaris sebagai pejabat publik dikecualikan karena tugasnya sengaja
dibuat

oleh

aturan

hukum

untuk

keperluan

dan

fungsi

tertentu

(kewenanganya) membantu masyarakat (publik) yang membutuhkan alat
bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaaan, peristiwa atau
perbuatan hukum. 80 Notaris berbeda dari pejabat publik lainnya karena notaris
diberikan wewenang oleh undang-undang membuat akta otentik sebagai bukti

79

Habib Adjie, Sanksi Perdata,.Op. cit., hal. 31.
Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Pemanggilan Notaris Oleh Polri Berkaitan
Dengan Akta Yang Dibuatnya, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2011), hal. 64.
80

Universitas Sumatera Utara

atas sesuatu hal tertentu. Pejabat publik misalnya Camat, Notaris, Kepolisian,
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelang, dan lain-lain.81
Notaris sebagai pejabat umum berwenang antuk membuat akta otentik
sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum
lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan
notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan,
juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan
hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara
keseluruhan.
Kewenangan notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3)
revisi Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan wewenang utama
notaris adalah membuat akta otentik dan wewenang lainnya. Pasal 15
Undang-Undang Jabatan Notaris, ditentukan:
1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
81

Ibid., hal. 57.

Universitas Sumatera Utara

2. Notaris berwenang pula:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam
surat yang bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat akta risalah lelang.
3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan
diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan mengatur jabatan yang bersangkutan. Setiap wewenang ada
batasannya sebagaimana wewenang notaris yang tercantum dalam Pasal 15
revisi Undang-Undang Jabatan Notaris di atas. 82 Oleh karena wewenang yang
ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka notaris memperoleh
wewenangnya secara atribusi karena diperintahkan atau dilahirkan oleh
wewenang baru dalam undang-undang yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris.
Berdasarkan Pasal 15 revisi Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut
di atas, maka kewenangan notaris dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
82

Habib Adjie, Hukum Notaris Op. cit., hal. 77-78. Wewenang dapat diperoleh
secara atribusi, delegasi, dan mandat. Wewenang secara atribusi adalah pemberian wewenang
yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Wewenang
delegasi adalah pemindahan atau pengalihan wewenang berdasarkan peraturan perundangundangan. Wewenang mandat adalah menggantikan wewenang karena seseorang yang
berkompeten berhalangan.

Universitas Sumatera Utara

yaitu: kewenangan umum notaris, kewenangan khusus, dan kewenangan yang
ditentukan kemudian. Kewenangan umum notaris adalah membuat akta
otentik.83
Akta yang dibuat oleh notaris sebagai pejabat umum dinamakan akta
otentik. Sebagaimana Pasal 1868 KUH Perdata menentukan bahwa, akta
otentik dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa
untuk itu di mana akta dibuatnya. Suatu akta dikatakan sebagai akta otentik
jika terpenuhi syarat-syarat yaitu:84
1. Akta yang dibuat di hadapan pegawai umum yang ditunjuk oleh
Undang-Undang.
2. Bentuk akta dan tata cara membuat akta ditentukan oleh UndangUndang.
3. Akta tersebut di buat di tempat di mana pejabat yang berwenang itu
membuat akta.
Wewenang utama notaris adalah membuat akta otentik, tetapi tidak
semua pembuatan akta otentik menjadi wewenang notaris. Akta yang dibuat
oleh pejabat lain bukan menjadi wewenang notaris, seperti akta kelahiran,
pernikahan, dan perceraian dibuat oleh pejabat selain notaris. Akta otentik
yang berwenang dibuat oleh notaris antara lain: membuat akta otentik

83

Zilpiero, “Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan Notaris Dalam UUJN”,
http://zulpiero.wordpress.com/2010/04/26/kewenangan-kewajiban-dan-larangan-notarisdalam-uujn/, diakses tanggal 1 Juli 2013.
84
Habib Adjie, Hukum Notari,.Op. cit., hal. 73.

Universitas Sumatera Utara

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.
Sedangkan kewenangan khusus notaris dalam Pasal 15 ayat (2) revisi
Undang-Undang Jabatan Notaris, antara lain:
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan;
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7. Membuat akta risalah lelang.
Terdapat pula kewenangan khusus notaris lainnya yaitu membuat akta
dalam bentuk in originali, yaitu akta-akta: 85
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.
Penawaran pembayaran tunai.
Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga.
Akta kuasa.
Keterangan kepemilikan.
Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan membuat akta in originali tersebut di atas tidak

dimasukkan dalam wewenang khusus dalam Pasal 15 ayat (2) revisi UndangUndang Jabatan Notaris, tetapi wewenang ini dimasukkan menjadi kewajiban
85

Ibid., hal. 82.

Universitas Sumatera Utara

notaris sebagaimana dalam Pasal 16 ayat (3) revisi Undang-Undang Jabatan
Notaris. Menurut Habib Adjie, dilihat secara substansi Pasal 16 ayat (3) revisi
Undang-Undang Jabatan Notaris harus dimasukkan menjadi kewenangan
khusus notaris ke dalam Pasal 15 ayat (2) revisi Undang-Undang Jabatan
Notaris sebab tindakan hukum yang dilakukan oleh notaris dipastikan
membuat akta tertentu dalam bentuk in originali.
Selain wewenang khusus tersebut, notaris juga memiliki kewenangan
khusus lainnya seperti yang ditentukan dalam Pasal 51 revisi Undang-Undang
Jabatan Notaris, yaitu Notaris berwenang membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah
ditandatangani dengan cara membuat berita acara dan memberikan catatan
tentang hal tersebut pada minuta akta asli dengan menyebutkan tanggal dan
nomor akta berita acara pembetulan, serta membuat salinan akta berita acara
pembetulan tersebut wajib disampaikan kepada para pihak. Pelanggaran
terhadap ketentuan diatas mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dan dapat menjadi alasan
bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti
rugi, dan bunga kepada Notaris.
Kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian terdapat pada
Pasal 15 ayat (3) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, mengandung prinsip
ditentukan kemudian (ius constituendum) berdasarkan ketentuan perundangundangan. Wewenang jenis ini akan muncul di tentukan di kemudian hari.

Universitas Sumatera Utara

Tentunya kewenangan itu bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan
oleh legislatif maupun eksekutif atau keputusan badan atau pejabat tata usaha
negara di tingkat pusat dan daerah mengikat secara umum. 86
Selain itu, terdapat perluasan kewenangan notaris dalam membuat akta
otentik pada Pasal 15 ayat (2) huruf f revisi Undang-Undang Jabatan Notaris
yaitu membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Padahal telah ada
Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun Camat juga diperkenankan untuk
membuat akta tanah, walaupun seyogiayanya kewenangan utama Camat
bukanlah untuk membuat akta tanah melainkan pada pokoknya untuk
memberikan pelayanan umum di bidang pemerintahan administrasi dan
kependudukan kepada masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepada Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pelimpahan Wewenang
Pengangkatan dan Pemberhentian Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah, menentukan, dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Permen ini, Camat juga dapat
diangkat sebagai PPAT jika di daerah kerja Camat yang bersangkutan dalam
daerah kabupaten/kota yang formasi PPAT-nya dinyatakan masih belum
tertutup, dan BPN berwenang memberhentikan Camat sebagai pejabat
PPAT. 87

86

Ibid., hal. 83.
Hadi Setia Tunggal, Kompilasi Peraturan Jabatan Notaris & PPAT, (Jakarta:
Harvarindo, 2012), hal. 563-564.
87

Universitas Sumatera Utara

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan tertentu harus ada
aturan hukumnya. Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik
dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Jika seorang notaris
melakukan tindakan di luar wewenangnya yang telah ditentukan, maka dapat
dikategorikan bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan melanggar hukum. 88
Sebagaimana di atas bahwa wewenang utama notaris adalah membuat
akta dan akta yang dibuatnya merupakan akta otentik. Selain wewenang
notaris yang ditentukan dalam Pasal 15 revisi Undang-Undang Jabatan
Notaris, ada lagi wewenang lainnya yang terdapat di luar atau selain revisi
Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu berwenang membuat:
1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW).
2. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal
1227 BW).
3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi
(Pasal 1405 dan 1406 BW).
4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 WvK).
5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) (Pasal 15 ayat
(1) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah).

88

Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, (Bandung: Mandar Maju,
2009), hal. 23.

Universitas Sumatera Utara

Terkait kewenangan yang terakhir tentang pembuatan SKMHT
ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah, ditentukan bahwa, SKMHT wajib dibuat dengan akta notaris
atau akta PPAT dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:89
1. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada
membebankan hak tanggungan;
2. Tidak memuat kuasa substitusi;
3. Mencantumkan secara jelas obyek hak tanggungan, jumlah utang dan nama
serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor
bukan pemberi hak tanggungan.
Ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah, jelas menentukan suatu kewajiban bagi notaris atau PPAT
untuk membuat SKMHT. SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah
terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.
SKMHT mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti
dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah
diberikan. Ketentuan ini tidak berlaku dalam hal SKMHT diberikan untuk
menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-

89

Ibid., hal. 24.

Universitas Sumatera Utara

undangan yang berlaku. SKMHT yang tidak diikuti dengan pembuatan APHT
dalam waktu yang ditentukan, batal demi hukum. 90
C. Pengaturan Kewajiban dan Larangan Bagi Notaris Berdasarkan
Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris
Kewajiban adalah segala bentuk beban yang diperintahkan oleh hukum
kepada orang atau badan hukum. 91 Kewajiban notaris merupakan sesuatu
yang wajib dilakukan oleh notaris yang diperintahkan oleh revisi UndangUndang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Konsekuensi dari kewajiban adalah, jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka
atas pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi hukum terhadap notaris. 92
1. Kewajiban Notaris Menurut revisi Undang-Undang Nomor.30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris.
Kewajiban notaris selain sebagai kewajiban hukum, juga sebagai
kewajiban moral. Sebab Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris
menentukan

bahwa

sebelum menjalankan

jabatannya, notaris wajib

mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau
pejabat yang ditunjuk. Konsekuensi dari pengucapan sumpah/janji untuk
melaksanakan kewajiban sesungguhnya seseorang yang disumpah terikat

90

Pasal 15 ayat (6) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
91
M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009),
hal. 361.
92
Habib Adjie, Hukum Notari, Op. cit., hal. 86.

Universitas Sumatera Utara

hubungan moralitas dengan tuhannya. Itu berarti mengandung selain sanksi
hukum juga mengandung sanksi moral.
Sumpah/janji notaris sebagaimana ditentukan Pasal 4 ayat (2) UndangUndang Jabatan Notaris, “Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya,
dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris”. Jika notaris
ternyata tidak menjalankan sumpah/janjinya, maka notaris telah nyata-nyata
melanggar sumpah, dan setiap orang yang bersumpah akan berimplikasi pada
dosa bukan sanksi hukum saja.
Sesuai dengan apa yang disumpahkan/dijanjikan notaris pada saat
pengambilan

sumpah/janjinya,

maka

kewajiban

notaris

yang

akan

dijalankannya itu ditentukan dalam Pasal 16 revisi Undang-Undang Jabatan
Notaris, sebagai berikut:
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari protokol notaris;
c.
Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
Minuta Akta.
d. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan
minuta akta;
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta

Universitas Sumatera Utara

(2)

(3)

(4)

(5)
(6)
(7)

tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi
lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan
tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan akta setiap bulan;
j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau
daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat
departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan
dalam waktu 5 (lima) had pada minggu pertama setiap bulan
berikutnya;
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;
l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara republik
indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,
jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi, dan notaris;
n.
Menerima magang calon notaris.
Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk
Akta in originali.
Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta:
a.
Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b.
Akta penawaran pembayaran tunai;
c.
Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat
berharga;
d.
Akta kuasa;
e.
Akta Keterangan kepemilikan; atau
f.
Akta lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih
dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang
sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “BERLAKU
SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA”.
Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa
hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib
dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena
penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya,

Universitas Sumatera Utara

dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta
pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dikecualikan terhadap
pembacaan kepala Akta, komparisi, penjelasan pokok Akta secara singkat
dan jelas serta penutup Akta.
(9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan
ayat 7 tidak terpenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan.
(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk
pembuatan Akta Wasiat.
(11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa :
a. Peingatan tertulis.
b. Pemberhentian sementara.
c. Pemberhentian dengan hormat.
d. Pemberhentian dengan tidak hormat.
(12)Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) , pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi
pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti
rugi, dan bunga kepada Notaris.
(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.

Kewajiban notaris pada umumnya adalah memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan dijiwai oleh Pancasila,
sadar dan taat kepada hukum dan peraturan perundang-undangan, revisi
Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, sumpah jabatan dengan
bekerja secara jujur, mandiri, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung

Universitas Sumatera Utara

jawab.93 Secara khusus kewajiban notaris diatur dalam revisi Undang-Undang
Jabatan Notaris, dan Kode Etik Notaris sesuai dengan sifat munculnya
kewenangan notaris dilahirkan karena undang-undang (kewenangan atribusi).
Pada Pasal 3 Kode Etik maka Notaris dan orang lain yang memangku
jabatan Notaris wajib :
1.
2.
3.
4.

Memiliki moral, ahlak, sera kepribadian yang baik
Menghormati dan menjunjung harkat dan martabat Jabatan Notaris
Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan
Bertindak jujur, m,andirir, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab,
berdasarkan peraturan perundangundangan dan isis sumpah jabatan
Notaris.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang te;lah dimilikitidak terbatas
pada ilmu pengetahuan dan HUKUM kenotariatan.
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan
Negara
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut
merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam
melaksanakan tuigas jabatan sehari-hari
9. Memasang satu buah papan nama didepan/di lingkungan kantornya
dengan pilih ukuran yaitu 100cmx40cm, 150cmx60cm atau
200cmx80cm yang memuat : Nama lengkap dan gelar yang sah,
tanggal dan nomor surat pengangkatan, tempat kedudukan, alamat
kantor dan nomor telpon dan fax
10. Hadir berpartisipasi dan ikut dalam setiap kegiatan yang
diselenggarakan oleh perkumpulan, menghormati, memeatuhi, dan
me;laksanakan setiap keputusan perkumpulan
11. Membayar uang iuran perkumpulan secara lengkap
12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris Notaris
13. Mematuhi dan melaksanakaan semua ketentuan tentang honorarium
yang ditetapkan perkumpulan
14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pewmbuatan, pembacaan
dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantornya kecuali karena
alsanalsan yang sah

93

Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Op. cit., hal. 86-87.

Universitas Sumatera Utara

15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam
melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari
16. Memperlakukan klien yang dating dengan baik, tidak membedakan
status ekonomi atau status social
17. Melakukan prbuatan-prvbuatan yang secara umum disebut sebagai
kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak
terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam :
a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang revisi UndangUndang Jabatan Notaris
b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang revisi Undang-Undang Jabatan Notaris
c. Isi Sumpah Jabatan Notaris
d. Anggaran Dasar dan anggaran rumah tangga Ikatan Notaris
Indonesia.

Terhadap akta yang dibuat dengan tidak melaksanakan ketentuan Pasal
16 ayat (1) huruf m revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, tidak dapat
dijatuhi sanksi yang terdapat pada Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang
Jabatan Notaris.94 Pelanggaran terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf m revisi
Undang-Undang Jabatan Notaris,tidak dapat dikenakan sanksi bahwa akta
yang dibuatnya hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
94

Pasal 84 UUJN menentukan:
Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal
48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal
demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut
penggantian biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada Notaris.
Pasal 85 UUJN menentukan:
Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf
a, Pasal 16 ayat (1) huruf b, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf d, Pasal 16 ayat
(1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf g, Pasal 16 ayat (1) huruf h, Pasal
16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20,
Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai
sanksi berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Pemberhentian sementara;
d. Pemberhentian dengan hormat; atau
e. Pemberhentian dengan tidak hormat.

Universitas Sumatera Utara

bawah tangan atau akta tersebut tidak menjadi batal demi hukum. Tentunya
jika akta batal demi hukum tetapi pelanggaran terhadap Pasal 16 ayat (1)
huruf m revisi Undang-Undang Jabatan Notaris dapat dikenai sanksi
sebagaimana

Dokumen yang terkait

Paradigma Grosse Akta Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

1 20 196

ANALISIS YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

0 1 109

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEBATALAN DAN PEMBATALAN AKTA NOTARIS DALAM PRESPEKTIF UNDANG - UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

0 0 13

Analisis Hukum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Sebagaimana Diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Undang Jabatan Notaris - Ubaya Repository

2 3 1

Pelanggaran Undang-Undang Jabatan Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik - Ubaya Repository

0 0 2

Akibat Hukum Terhdap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

1 2 12

Akibat Hukum Terhdap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

0 1 2

Akibat Hukum Terhdap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

1 1 33

Akibat Hukum Terhdap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

3 4 6

ANALISIS YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

1 6 58