Pemikiran Politik Haji Agus Salim Tentang Nasionalisme Islam

BAB II
BIOGRAFI HAJI AGUS SALIM
2.1 Den Bagus dari Koto Gadang
Perjalanan sejarah suatu bangsa kadang-kadang mampu melahirkan
pemimpin-pemimpin besar yang penuh pesona dan membawa gelora bangsa di
jamannya, atau disebut juga melahirkan pemikir, pejuang yang ingin membawa
bangsanya keluar dari kemelut kehidupannya dengan memberikan alternatif lain
sebagai tandingan terhadap sistem yang dianut dalam hidup dan kehidupan
bangsanya. Menurut catatan sejarah bangsa Indonesia, sejak dahulu sampai
sekarang, nama-nama dari para pemimpin, pemikir, pejuang yang terkenal
jumlahnya cukup besar di bumi Indonesia, antara lain: Imam Bonjol, Teuku
Umar, Diponegoro, dan lain-lain yang tampil sebagai tokoh jauh sebelum
pergerakan Belanda yang dilakukannya, menunjukkan bahwa kesadaran untuk
mengubah keadaan menuju yang lebih baik, bagi kehidupan masa depan
bangsanya telah ada sejak akhir abad ke 19. 21
Demikian

juga

nama-nama


seperti,

Haji

Agus

Salim,

HOS

Cokroaminoto, Tan Malaka, Sutan Syahrir, Soekarno dan lain-lainnya adalah
sederatan nama yang pernah hadir dan mengisi sejarah bangsa Indonesia di awal
abad ke 20, yang dikenal sebagai awal dari periode pergerakan nasional. Tokohtokoh tersebut sekaligus sebagai generasi yang menjadi cikal bakal adanya
berbagai corak ideologi yang mewarnai sejarah perjuangan bangsa Indonesia22.
Adanya berbagai corak ideologi tersebut, sangat berkaitan dengan latar
belakang pengalaman, pendidikan serta pribadi tokoh yang melahirkan gagasan
tersebut. Demikian juga erat hubungannya dengan kondisi sosial, budaya, politik
dan agama. Di samping itu juga pengaruh bangsanya dewasa ini. beberapa faktor
yang ada tersebut, menimbulkan kesadaran terhadap keadaan yang sebenarnya,
yang sedang dialaminya sendiri serta bangsanya. Sehingga lahirlah gagasangagasan baru sebagai produk dari proses berpikir antara dirinya dengan persoalan

yang sedang dihadapi bangsanya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas tokoh
21

Abdurrachman Surjomihardjo, “Pola-Pola Pemikiran Menuju Kemerdekaan Indonesia”, Jakarta: Prisma,
1976, hal. 17.
22
Daniel Dhakidae, “Ideologi”, Jakarta: Prisma, 1979, hal. 3.

16
Universitas Sumatera Utara

yang bernama Haji Agus Salim memang sangat penting artinya bagi sejarah
kebangkitan kaum Muslimin di Indonesia, bahkan sebagai tolak ukur dari
generasi di kalangan kaum Muslimin modern di Indonesia.
Pada tanggal 8 Oktober 1884, di sebuah kampung kecil yang dikenal
dengan Koto Gadang, Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat, lahirlah putera
Minangkabau dari keluarga Sutan Mohammad Salim dengan isterinya Sitti
Zainab. Putera itu semula diberi nama Masyhudul Haq. Tentu selalu ada cerita di
balik nama. Masyudul anak keempat dari 15 bersaudara. Ayahnya, Sutan
Mohammad Salim, menikah tiga kali setelah dua istrinya meninggal berturutturut. Sang ayah terkesan oleh nama Masyudul Haq, tokoh utama buku yang

sedang dia baca. Ketika Mohammad Salim sedang di surau beberapa hari
kemudian, datang kabar gembira. Istrinya, Siti Zainab, baru saja melahirkan
seorang bayi laki-laki. Maka dinamakanlah bayi itu Masyudul Haq23.
Tak disangka, nama yang bermakna luhur itu di kemudian hari tenggelam
ditelan oleh gelombang kebiasaan dan bayi Masyudul Haq yang tumbuh dewasa
serta benar menjadi tokoh pembela umatnya itu, dikenal secara luas baik di
tingkat nasional maupun internasional hanya dengan nama “Agus Salim”. Ketika
Masyudul Haq masih kecil, ia diasuh oleh seorang pembantu asal dari Jawa.
Sebagaimana diketahui seorang pembantu dari Jawa mempunyai kebiasaan untuk
memanggil momongannya, anak majikannya dengan sebutan “den bagus” atau
secara pendek “gus”. Panggilan kesayangan yang mengandung unsur
menghormati ini tanpa terasa diikuti oleh keluarga dan kemudian ditiru pula oleh
kalangan lebih luas, yaitu di lingkungan teman sekolah dan guru-gurunya24.
Sutan Mohammad Salim menjabat sebagai seorang Jaksa Kepala. Ia
pernah bertugas di Riau dan Medan. Ayah dan Ibu Agus Salim juga berasal dari
koto Gadang. Agus Salim adalah campuran dari keturunan ulama dan pegawai
negeri. Kakek Agus Salim bergelar Tuanku Abdul Rahman. Beliau juga
mempunyai sepupu yang bernama Akhmad Khatib, yang bermukim di Saudi
Arabia, ia menjadi ulama terkenal di negara Arab dengan gelar Syekh Akhmad
Khatib.

23

TEMPO, “Agus Salim, Diplomat Jenaka Penopang Republik”, Jakarta: PT. Gramedia, 2013, hal. 119.

24

Panitia Buku peringatan,”Seratus Tahun Haji Agus Salim”, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hal. 36.

17
Universitas Sumatera Utara

Masa kanak-kanak Agus Salim diliputi suasana bahagia. Walaupun
mempunyai banyak saudara, namun semuanya dapat bersekolah. Tambahan lagi
masyarakat Koto Gadang mempunyai tradisi yang baik. Kalau ada anak yang
cerdas, dari keluarga tidak mampu, maka masyarakat akan bergotong royong
menyekolahkannya sampai berhasil. Setelah itu, anak tersebut mempunyai
kewajiban untuk berbakti bagi desanya. Misalnya dengan menyekolahkan anakanak dari keluarga tidak mampu. Kebiasaan baik ini berlangsung terus sehingga
hampir tidak ada anak cerdas di Koto Gadang yang tidak selesai sekolahnya.
Masyarakat Koto Gadang merupakan masyarakat yang maju waktu itu di
Sumatera Barat.

Agus Salim termasuk anak yang cerdas dalam keluarganya. Beliau juga
terkenal pandai bergaul dengan teman-temannya, dan orang kampungnya. Agus
Salim anak yang jenaka, inilah yang menyebabkan ia disenangi oleh kawankawannya. Dalam pergaulannya sehari-hari, Agus Salim menjadi pemimpin dari
teman-temannya karena kecerdasannya. Lagi pula, ia tidak sombong walaupun
anak seorang jaksa. Agus Salim bergaul dengan anak-anak kampung, tanpa
membeda-bedakan kedudukan orang tuanya.
Agus Salim bisa bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School)
lantaran posisi ayahnya sebagai pegawai pemerintah. Bagi orang Hindia Belanda,
posisi hoofd djaksa (Jaksa Kepala) termasuk tinggi dan terhormat. Di sekolah,
bintang Agus Salim mulai berkilau. Agus Salim mulai menunjukkan ciri-cirinya
sebagai anak cerdas, suka berdebat dan berpikir kritis. Hobinya main bulu
tangkis, hoki, tenis, dan bridge. Meski tegolong nakal, suka bertengkar, dan keras
dalam pendirian, dia disukai guru dan teman-temannya karena pintar. Agus
Salim pun menonjol dan menunjukkan punya kecerdesan di atas rata-rata,
termasuk untuk pelajaran bahasa Belanda.
Aktivitas pergaulannya yang luas itu tak menyurutkan prestasinya. Agus
Salim tetap cakap di berbagai mata pelajaran, bukan hanya bahasa, melainkan
juga dalam hal berhitung dan sejarah. Saat itu, sempat beredar kabar Agus Salim
anak yang istimewa, pandai tanpa belajar. Namun dalam kenyatannya tidak
demikian. Semua prestasinya merupakan buah dari ketekunannya. Agus Salim

belajar keras di rumah, meski lingkungan kurang mendukung karena dia kerap
menerima tugas rumah dan ajakan bermain dari teman-temannya.

18
Universitas Sumatera Utara

Untuk menyiasati kondisi ini dan menghindari gangguan dari luar, Agus
Salim punya jalan keluar. Pada siang hari setelah makan, dia mengendap-endap
naik ke loteng. Disana dia menekuni pelajaran yang baru didapat sekaligus
mempersiapkan untuk esok harinya. Karena di atas plafon itu gelap, dia selalu
membuka beberapa genting agar cahaya dengan leluasa masuk. Selesai belajar,
sebelum turun dia membereskan kembali genting-genting itu. Aksi belajar diamdiam ini baru terbongkar setelah terjadi “kecelakaan”. Suatu hari sehabis belajar,
Agus Salim lupa menutup genting tersebut. Naas hujan turun tak lama kemudian.
Air pun masuk membajiri rumah, dan Agus Salim sebagai “si biang kerok”
muncul sambil cengar-cengir.
Kecerdasannya menarik perhatian Jan Brouwer, guru Belanda yang
berjiwa revolusioner. Melihat bakat potensial Agus Salim, Brouwer meminta
kepada Sutan Mohammad Salim agar Agus Salim boleh tinggal bersamanya.
Brouwer ingin memberi bimbingan langsung kepada “bibit unggul” itu sambil
memberinya makanan bergizi yang dibutuhkan anak dalam pertumbuhan. Ayah

Agus Salim tertarik, tapi memilih jalan kompromi. Sesekali Agus Salim boleh
tinggal pada keluarga Brouwer sepulang sekolah sampai sehabis makan malam.
Sesudah itu, dia harus pulang. Masa ini menjadi salah satu fragmen berharga
dalam kehidupan Agus Salim, yang akhirnya membuat dia semakin percaya diri
berhadapan dengan bangsa asing.
Agus Salim juga belajar mengaji Al Quran. Ini membuat keseimbangan
antara ilmu dunia dan ilmu akhirat. Keduanya harus dicapai untuk mendapatkan
kesempurnaan hidup. Apalagi Agus Salim berasal dari keluarga berketurunan
ulama terkenal. Ia harus matang dalam pengetahuan agama, sebagai bekal
hidupnya kelak. Agus Salim juga belajar silat, karena silat berguna untuk
membela diri. Agus Salim mempunyai keyakinan dan kepribadian sendiri agar
tidak terpengaruh oleh adat kebiasaan orang Barat. Agus Salim mempunyai dasar
agama yang kuat. Sebelum menamatkan pelajarannya di sekolah dasar, Agus
Salim telah khatam mengaji Al Quran. Ilmu silatnya juga bisa diandalkan. Pada
tahun 1897, Agus Salim menyelesaikan sekolah dasarnya di ELS dengan hasil
yang memuaskan.

19
Universitas Sumatera Utara


Dalam usia 13 tahun, sesudah tamat dari ELS dengan baik, Agus Salim
berangkat menuju Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya. Dengan kapal laut
Agus Salim berangkat ke Jakarta, ia meninggalkan kampung halaman, ayah
ibunya, dan sanak familinya. Sesampai di Jakarta Agus Salim masuk ke HBS
(Hogere Burgerschool), yaitu sekolah menengah Belanda. Dalam kurun waktu
lima tahun, Agus Salim selesai dan berhasil menempuh ujian di HBS (1903)
dengan nilai terbaik sekaligus menjadi juara. Pada saat itu, dapat dikatakan
hampir tidak anak pribumi yang dapat duduk di bangku sekolah HBS, terkecuali
Agus Salim dan P.A. Hoesein Djajadiningrat, dan sisanya adalah anak-anak
bangsa Eropa. Kecerdasaan yang dimiliki oleh Agus Salim sudah pernah
diramalkan oleh gurunya, bahwa kelak Agus Salim akan menjadi orang penting
di Indonesia.
Sebenarnya Agus Salim memiliki minat yang besar terhadap pendidikan
tingkat selanjutnya. Oleh karena itu ia berusaha mendapatkan beasiswa ke negeri
Belanda, bahkan ada yang mengajurkan supaya ia melanjutkan pendidikannya di
Stovia. Tetapi semua usaha yang dilakukan itu mengalami kegagalan. Sehingga
beritanya terdengar oleh R.A. Kartini, yang dirinya ditawari beasiswa ke negeri
Belanda oleh pemerintah. Pada saat itu, menurut Kartini dirinya tidak mungkin
pergi sejauh itu, meskipun untuk melajutkan pendidikan. Dibalik itu juga
keadaan adat budaya saat itu belum memberikan keleluasaan terhadap kaum

wanita.
Begitu pula Kartini tidak lama lagi akan melangsungkan pernikahannya.
Oleh karena itu Kartini memberikan saran kepada pemerintah agar beasiswa
tersebut diberikan kepada Agus Salim. Usul tersebut diterima oleh pemerintah
yang selanjutnya ditawarkan kepada Agus Salim. Tetapi Agus Salim
menganggap cara yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sebuah
penghinaan terhadap dirinya. Agus Salim tidak ingin mendapatkan beasiswa
tersebut karena anjuran Kartini, menurutnya pemerintah harus memberikan
beasiswa kepadanya karena kemauan pemerintah sendiri, bukan karena Kartini.
Sejak peristiwa itu, Agus Salim mengurungkan niat untuk melanjutkan
pendidikannya.

20
Universitas Sumatera Utara

Di usia menginjak 19 tahun, Agus Salim dihadapkan pada kenyataan
yang tidak diharapkan sebelumnya. Sementara dirinya menganggur, datanglah
permintaan orang tuanya agar Agus Salim segera bekerja di pemerintah. Minat
membaca yang dimilikinya merupakan modal yang sangat baik untuk menjadi
pegawai pemerintah. Akan tetapi beliau merasa enggan, bahkan mulai timbul

rasa bencinya terhadap Belanda. Itulah sebabnya harapan orangtuanya tidak
dapat dipenuhinya. Dari sikap Agus Salim yang seperti itu, kemudian timbul
suasana tegang antara dirinya dengan orangtuanya. Sementara itu Agus Salim
mulai bekerja sebagai penterjemah, kemudian bekerja lagi sebagai pembantu
notaris.
Memasuki usia 21 tahun, Agus Salim meninggalkan Jakarta merantau ke
Indragiri untuk bekerja pada sebuah pertambangan. Di saat yang sama,
pemerintah menawarkan kerja sebagai konsul Belanda di Jeddah untuk mengurus
jamaah haji Indonesia di Arab. Awalnya tawaran pemerintah itu ditolaknya,
tetapi karena sikap tersebut menambah beban penyakit yang diderita ibunya,
bahkan ibunya kemudian meninggal dunia, maka akhirnya Agus Salim menerima
tawaran tersebut. Dengan catatan bahwa beliau bekerja di Jeddah hanya untuk
memenuhi pesan terakhir dari ibunya tercinta.

21
Universitas Sumatera Utara

2.2 Islam dalam Pergulatan Encik Salim
Haji Agus Salim mempunyai pengetahuan yang luas tentang agama Islam
karena gemar membaca buku agama. Ketika bekerja pada Konsulat Belanda di

Jeddah, Agus Salim menggunakan kesempatan itu untuk mendalami agama
Islam. Selama 5 tahun ia belajar pada saudara sepupunya, Syekh Akhmad
Khatib, seorang ulama Islam terkemuka di Mekah. Ia membaca buku Islam
modern, yang dikarang oleh Jamaluddin Al Afghani. Pembaharuan dalam ajaran
agama Islam menarik perhatian Agus Salim, beliau berkata “Islam bukanlah
agama yang statis, tapi dinamis. Tidak beku, tetapi dapat mengikuti zaman
sesuai dengan perkembangan zaman. Dasar agama Islam tidak boleh berubah,
tetapi pelaksanaan dalam masyarakat harus disesuaikan dengan kemajuan
zaman”.
Agus Salim juga mempelajari berbagai agama lain sebagai bahan
perbandingan

dan

untuk

memperkuat

keyakinan

agamanya.

Dengan

memperbandingan agama Islam dengan agama-agama lain, kita akan semakin
mantap melaksanakan syariat Islam. Agus Salim juga mempelajari bahasa Arab
dengan sempurna dan mendalam. Pengetahuan tentang bahasa Arab diperlukan
untuk mendalami agama Islam. Pengetahuannya bertambah luas tentang agama.
Ia selalu mendapat bimbingan dari saudar sepupunya, Syekh Akhmad Khatib
yang bermukim di Mekah. Setelah lima tahun di Arab, akhirnya Agus Salim
fasih berbahasa Arab. Pada tahun 1911, Agus Salim kembali ke Indonesia
dengan membawa titel Haji.
Agus Salim segera pulang kampung untuk mendirikan sekolah. Ia
mendirikan Hollands Inlandse School (HIS) atau sekolah dasar bumi putra. Di
sekolah ini berlaku aturan yang istimewa, anak-anak yang cerdas namun tidak
mampu akan dibebaskan dari uang sekolah. Pendidikan kebangsaan amat
dipentingkan di sekolah ini. Agus Salim selalu berkata “Bibit kebangsaan perlu
ditanamkan kepada anak-anak di samping pelajaran lainnya. Anak-anak yang
bersekolah

disini

dipersiapkan

untuk

menjadi

pemimpin,

yang

akan

menggantikan pemimpin yang sudah tua”.
Di tahun 1915 ia memasuki Sarekat Islam dan kemudian dipilih menjadi
pemimpin bersama-sama dengan H.O.S Tjokroaminoto dan Abdul Muis, Agus
Salim juga giat memimpin Kongres Al Islam I di Cirebon pada tahun 1921.

22
Universitas Sumatera Utara

Tujuannya ialah untuk mencari cara mewujudkan persatuan aliran dan kerjasama
di antara kaum muslimin. Perbedaan pendapat bukanlah mengenai hal pokok,
tetapi hanya berbeda dalam pelaksanaannya. Agus Salim berusaha untuk
mempersatukan kaum muslimin. Dalam kongres Al Islam II di Garut pada tahun
1922, Agus Salim menguraikan dengan panjang lebar tentang fungsi agama dan
ilmu pengetahuan.
Kemudian, ia juga melancarkan kecaman terhadap nafsu memperkaya
diri yang berlebihan. Islam menolak nafsu itu dengan adanya larangan riba. Islam
menolak nafsu itu berarti penolakan terhadap penjajah Belanda di Indonesia,
yang hanya mengejar keuntungan dengan merugikan bangsa Indonesia. Islam
menolak segala bentuk penjajahan. Islam tidak akan memaksakan pemeluk
agama lain untuk menganut agama Islam. Agama itu berdasarkan kepada
keyakinan, sedangkan keyakinan itu tidak bisa dipaksakan walaupun dengan
kekuatan senjata sekalipun.
Dalam Kongres Al Islam III tahun 1924, Agus Salim menguraikan
tentang nasionalisme berdasarkan Islam. Juga bagaimana cara memajukan negeri
berdasarkan cita-cita Islam. Pada tahun 1926 diadakanlah lagi kongres Al Islam
IV di Surabaya. Diputuskan untuk mendirikan Muktamar Al Islami yang
membicarakan soal khalifah. Rupanya pendapat ialah, bahwa khalifah atau
pengganti Nabi Muhammad tidak perlu diadakan. Masing-masing berusaha
memajukan agama Islam dan memperbanyak pemeluknya di negara masingmasing.
Setahun kemudian, yaitu tahun 1927, Agus Salim dikirim ke Mekah
untuk menghadapi Kongres Al Islam di Saudi Arabia. Kebetulan di dekat Aden,
kapal yang ditumpanginya mengalami kecelakaan. Ia pindah ke kapal lain yang
akan singgah di Sudan. Ketika kapal berlabuh di pelabuhan Sudan, Agus Salim
ingin turun ke darat untuk meninjau. Akan tetapi, polisi Inggris di Sudan
mencurigainya. Waktu itu Sudan dijajah Inggris. Mereka menganggap
rombongan Agus Salim dari Indonesia sebagai orang-orang yang berbahaya.
Mereka melarang Agus Salim menjejakkan kakinya di tanah Sudan.
Ketika Agus Salim sampai di Mekah, Kongres Al Islam sudah selesai.
Walaupun begitu, perjalanan Agus Salim tidak sia-sia. Ia diterima Raja Ibnu
Sa’ud dengan kehormatan sebagai utusan dan wakil umat Islam Indonesia. Agus

23
Universitas Sumatera Utara

Salim juga menjadi penasehat dari organisasi pemuda Islam Jong Islamieten
Bond. Di depan pemuda-pemuda Agus Salim selalu berkata “Pemuda-pemuda
Islam harus memajukan pengetahuannya dan hidup secara agama. Kebangsaan
hendaknya dijiwai cita-cita keagamaan”.
Tokoh terkemuka dari Jong Islamieten Bond ialah Moh. Roem, Kasman
Singodimedjo, dan R. Samsurizal. Semuanya menjadi pemimpin-pemimpin
bangsa Indonesia di kemudian hari. Jong Islamieten Bond ikut dengan
organisasi-organisasi pemuda lainnya dalam melahirkan deklarasi Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober di Jakarta. Pemuda Islam mempunyai cita-cita
kebangsaan, dan mendukung segala usaha ke arah Indonesia Merdeka. Agus
Salim juga mengajar mengaji Al Quran kepada anak-anak muda yang terpelajar.
Beliau mengajarkan agama Islam dalam bahasa Belanda sehingga pemudapemuda itu benar-benar menjadi kagum dan yakin.
Setelah Indonesia Merdeka, Agus Salim memasuki partai politik Islam
Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Pada waktu itu, seluruh partai
politik dan organisasi Islam sesuai dengan cita-cita Agus Salim. Itulah yang
menyebabkan beliau memasuki Masyumi. Dalam kongres Masyumi yang
pertama di Yogyakarta, Agus Salim ingin agar persatuan seluruh umat Islam
diikrarkan. Seluruh organisasi Islam dilebur ke dalam Masyumi dan dibentuklah
pengurus pusat yang terdiri dari tokoh-tokoh terkemuka seperti Agus Salim,
Moh. Roem, A.M Sangaji (Penyedar), Abikusno, Arudji Kartawinata, Harsono
Tjokroaminoto, Anwar Tjokroaminoto (PSII), Dr. Sukiman, Wiwoho, Z.A.
Achmad (PII). Begitu pula perkumpulan sosial seperti Muhammadiyah dan
Nahdatul Ulama menggabungkan diri dalam Masyumi.
Akan tetapi, pada tahun 1947 timbul perpecahan antara Masyumi dan
PSII. Pada waktu itu, Agus Salim sedang berada di luar negeri. Dengan
demikian, PSII dan Masyumi kembali menjadi partai politik Islam yang berdiri
sendiri-sendiri. Agus Salim kecewa atas perpecahan ini. Seandainya beliau ada di
Indonesia, mungkin perpecahan itu dapat dielakkan. Akhirnya, beliau keluar dari
partai politik Islam. Agus Salim tidak masuk PSII maupun Masyumi. Walaupun
demikian, Agus Salim tetap diakui sebagai pemimpin Islam terkemuka yang
susah dicari tandingannya.

24
Universitas Sumatera Utara

Ia tokoh pemersatu umat Islam di Indonesia. Walaupun beliau telah
meninggalkan PSII maupun Masyumi, kedua partai politik Islam itu tetap
menganggap Agus Salim sebagai pemimpin mereka. Agus Salim merupakan
lambang dari persatuan umat Islam Indonesia. Pandangan agamanya tidak
sempit, tetapi sangat luas sesuai dengan luasnya pengetahuan yang dimilikinya.
Ia menghargai pendapat dan keyakinan orang lain. Agus Salim mempunyai sifat
toleransi yang besar. Sebaliknya ia akan bersikap sebagai singa terhadap orangorang atau golongan yang memusuhi Islam, Agus Salim berpendapat :
“Toleransi berarti menghargai pendapat dan keyakinan orang
lain. Akan tetapi, kita tidak dapat mentolerir golongangolongan yang akan menghancurkan Islam”.
2.3 Perjuangan dalam pergerakan Nasional hingga akhir perjalanan
hidupnya
Pada tahun 1915, Haji Agus Salim memasuki perkumpulan Sarekat
Islam. Itu adalah pengalaman yang pertama dalam dunia politik. Sarekat Islam
pada mulanya bernama Sarekat Dagang Islam. Perkumpulan itu didirikan oleh H.
Samanhudi di Solo pada tahun 1911. Adapun tujuan SI yaitu, pertama ialah
untuk memajukan agama Islam dan memurnikan pelaksanaan agama Islam.
Kemudian memajukan perdagangan batik bangsa Indonesia. Organisasi ini
berkembang, setelah tampilnya H.O.S Tjokroaminoto. Nama perkumpulan di
ubah menjadi Sarekat Islam, disingkat SI25.
Di bawah pimpinan H.O.S Tjokroaminoto, SI memang maju dengan
pesat. Kemudian pimpinan SI diperkuat dengan tampilnya H. Agus Salim dan
Abdul Muis. Agus Salim ketika itu telah penuh dengan pengetahuan dan
pengalaman. Ilmu agamanya dalam pengetahuan politiknya luas. Ternyata Agus
Salim seorang pemimpin yang cerdas dan bersemangat. Ramalan guru-gurunya
selama di sekolah menengah adalah tepat. Dalam tempo yang singkat SI
mendapat kemajuan yang besar. Bukan hanya di Jawa rakyat berbondong-

25

Sutrisno Kutoyo, “Haji Agus Salim”, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1986, hal. 23.

25
Universitas Sumatera Utara

bondong memasuki SI, melainkan juga di pulau-pulau lain, terutama sekali di
Sumatera.
Dalam suatu pemilihan, Agus Salim terpilih sebagai anggota Pengurus
Besar. Pemimpin-pemimpin SI lainnya ialah H.O.S Tjokroaminoto, Abdul Muis,
Wondoamiseno, Sosrokardono, Surjopranoto, dan Alimin Prawirodirdjo. SI
muncul di tengah-tengah bangsa Indonesia pada saat masyarakat sedang
kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri. Dalam lapangan ekonomi, politik,
dan agama, masyarakat sedang mengalami kemunduran. SI berhasil memberikan
arah dan tujuan yang tegas kepada perjuangan rakyat Indonesia. SI mempunyai
cita-cita kebangsaan yang bercorak Islam. Oleh karena itu, pada tahun 1917
diterbitkan Harian Neraca, Harian ini sangat berpengaruh di Indonesia.
Melalui harian itu rakyat dapat mengetahui pergerakan kebangsaan untuk
merebut kemerdekaan Indonesia. Agus Salim sebagai pemimpinnya juga menjadi
pemimpin Redaksi Bahasa Melayu pada Komisi Bacaan Rakyat di Balai Pustaka,
Jakarta. Agus Salim mempergunakan surat kabar ini sebaik-baiknya sebagai alat
perjuangan rakyat Indonesia. Dalam waktu yang pendek, SI berkembang dengan
pesat. Menjelang akhir tahun 1919, anggota SI berjumlah dua juta orang.
Cabang-cabangnya berjumlah 80 buah yang bertebaran di seluruh tanah air.
Pada tahun 1919, Haji Agus Salim menjadi ketua redaksi surat kabar
Bataviaasch Nieuwsblad di Jakarta. Hal tersebut membuat Agus Salim semakin
terkenal dan perjuangan SI semakin maju. Agus Salim tidak hanya memimpin
partai dan surat kabar, tetapi juga memimpin Perserikatan Kaum Karyawan. Di
tahun 1919, Agus Salim juga diangkat menjadi sekretaris persatuan kaum buruh.
Hampir seluruh segi perjuangannya dimasuki oleh Agus Salim26.
Namun, sikap pemerintah Hindia Belanda berusaha menghalang-halangi
perkembangan SI karena dapat membahayakan kedudukan pemerintah Hindia
Belanda. Akan tetapi, dalam tubuh SI sendiri terdapat usaha yang tidak sehat.
Kekuatan komunis menyusup ke dalam Sarekat Islam di bawah pimpinan
Semaun dan Darsono. Akhirnya pada tahun 1920 timbullah perpecahan dalam
Sarekat Islam. Dalam kongres nasional SI pada tahun 1921 di Surakarta
terjadilah perdebatan antara H. Agus Salim dan Semaun. Pada kongres itu
26

Ibid, hal 24.

26
Universitas Sumatera Utara

diputuskan supaya para anggota menentukan sikap, yaitu antara masuk Islam
atau Komunis. Semaun dan kawan-kawannya akhirnya dikeluarkan dari SI.
Selanjutnya, Sarekat Islam kembali menjadi kuat dan bersatu. Agus Salim adalah
seorang pemimpin yang tegas dan bijaksana.
Pada tahun 1921, Agus Salim diutus oleh Sarekat Islam untuk duduk
dalam Dewan Rakyat atau Volksraad. Di sini Agus Salim bukan hanya berjuang
untuk SI, melainkan juga untuk seluruh bangsa Indonesia. Dengan otaknya yang
tajam dan kemahirannya berpidato, Agus Salim berusaha mempengaruhi
pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya supaya lebih giat berjuang untuk bangsa
sendiri. Berbeda dengan kedatangannya pada tahun 1929, pada tahun 1930 Agus
Salim dihargai dan mendapat sambutan dari orang Eropa. Para wartawan dan
pemimpin Eropa telah mengenal Agus Salim. Agus Salim sebagai pemimpin dari
bangsa yang terjajah, berhasil secara selangkah demi selangkah menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia juga sama dengan bangsa-bangsa lain.
Di tahun 1913-1939, H. Agus Salim memimpin Harian Mustika di
Yogyakarta, Harian itu merupakan satu-satunya harian terbesar di Indonesia pada
saat itu. Dari tahun 1932-1936 Agus Salim membuka Kantor Biro Penerangan
Umum untuk membantu rakyat biasa. Rakyat biasa yang sering dirugikan harus
dibantu. Agus Salim dengan penuh pengabdian melakukan pekerjaan ini. Rakyat
yang tidak mampu tidak dipungut bayaran. Biro ini memberikan penerangan
kepada rakyat tentang berbagai persoalan yang dihadapi oleh rakyat. Rakyat
kecil harus dilindungi haknya.
Haji Agus Salim bersama-sama dengan H.O.S Tjokroaminoto sering kali
mengadakan perjalanan keliling Jawa untuk usaha penghapusan pajak paksa.
Pajak paksa harus segera dihapuskan karena membuat rakyat sengsara. Pajak lain
juga harus diukur dengan kemampuan rakyat banyak. Pada tahun 1934, Agus
Salim dan H.O.S Tjokroaminoto menyusun program perjuangan PSII. Dasar
perjuangan PSII telah diletakkan oleh kedua pemimpin besar itu, yang akan
dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya. Tahun 1934 juga H.O.S
Tjokroaminoto wafat. Setelah itu, pemimpin PSII berada di bawah Agus Salim.
Keadaan tahun 1934 sungguh berat. Pemerintah Belanda menangkap pemimpinpemimpin pada saat itu.

27
Universitas Sumatera Utara

Di kalangan anggota PSII, ada juga yang tidak menyetujui kepimpinan
Agus Salim. Hal tersebut akhirnya menimbulkan perselisihan. Agus Salim
berusaha untuk berdamai dan bermusyawarah. Akan tetapi, usahanya tidak
berhasil. Pada tahun 1936, Agus Salim mendirikan barisan Penyedar dari PSII.
Menjelang pecahnya Perang Dunia II, yaitu antara tahun 1940-1942, Agus Salim
tidak giat lagi dalam lapangan pergerakan. Ia banyak mengarang risalah agama,
kebudayaan, dan politik. Ia juga sering berpidato mengenai berbagai hal,
misalnya tentang kebudayaan, agama, dan kemasyarakatan. Hingga jatuhnya
pemerintahan Hindia Belanda, Agus Salim tetap tidak mau bekerja pada
pemerintah Hindia Belanda. Walaupun pemerintah Belanda menawarkan suatu
kedudukan dalam pemerintahan, tetapi tetap ditolaknya.
Pada zaman pendudukan Jepang, Agus Salim mula-mula tidak mengikuti
kegiatan apa-apa. Menurutnya penjajahan Belanda dan Jepang tidak ada
bedanya. Walaupun Jepang menyatakan kedatangannya untuk membebaskan
bangsa Indonesia, namun Agus Salim tidak percaya. Penjajahan yang dilakukan
Jepang lebih kejam daripada Belanda. Oleh karena itu, ia diam di rumah saja dan
tidak ikut bekerja pada Jepang. Dalam masa pendudukan Jepang, Agus Salim
mencari nafkah dengan berdagang arang.
Sungguh sulit hidupnya pada zaman itu, apalagi pada saat itu semua serba
mahal karena perang berkecamuk. Barang industri dari luar negeri tidak bisa
diimpor. Hasil bumi juga sedikit karena dipakai untuk keperluan perang.
Walaupun demikian, Agus Salim dan keluarga tetap tabah. Agus Salim tidak
segera melakukan pekerjaan apa saja, asal halal dan tidak melanggar agama.
Akan tetapi, pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya seperti Ir. Soekarno dan
Drs.Moh. Hatta segera menghubungi Agus Salim. Mereka memberitahu Agus
Salim bahwa bangsa Indonesia memerlukan tenaganya. Mereka juga berkata
bahwa pemerintah militer Jepang tidak dapat dilawan dengan terang-terangan,
seperti pemerintah Hindia Belanda.
Pada zaman penjajahan Jepang, semua perkumpulan politik dibubarkan.
Tidak ada harapan untuk bergerak seperti dulu lagi atau orang harus bergerak
dengan sembunyi-sembunyi di bawah tanah. Lagi pula harus diingat, pada zaman
pendudukan Jepang, Agus Salim sudah berusia lanjut. Belia sudah mendekati
usia 60 tahun. Boleh dikatakan bahwa satu-satunya jalan bagi pemimpin

28
Universitas Sumatera Utara

Indonesia ialah bekerja sama, itu hanya taktik. Secara diam-diam para
pemimpin-pemimpin pada saat itu terus mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Akhirnya, Agus Salim menerima buah pikiran itu. Agus Salim rela bekerja sama
dengan Jepang untuk perjuangan rakyat Indonesia. Kemudian bersama-sama
dengan Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta, Agus Salim juga ikut membantu
memimpin Pusat Tenaga Rakya (Putera) dan duduk dalam Dewan Pertimbangan.
Demikian pula Ki Hajar Dewantara dan Kiai Haji Mansyur.
Pada saat-saat terakhir pendudukan Jepang, Agus Salim juga diangkat
menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Kemudian, ia menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Agus Salim duduk dalam panitia kecil PPKI bersama Prof.
Soepomo dan Prof. Husein Djajadinigrat. Salah satu tugasnya ialah
menghaluskan susunan bahasa Indonesia dari rencana undang-undang dasar.
Agus Salim ikut memikirkan dasar-dasar negara dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia. Agus Salim adalah salah satu seorang bapak pendiri
Republik Indonesia atau Founding Fathers. Disinilah mulai terjadi perdebatan
ideologi, antara kelompok nasionalis sekuler dan nasionalis Islam.
Kelompok nasionalis sekuler menghendaki agar Indonesia akan dibangun
kelak berdasarkan kebangsaan tanpa kaitan khusus pada ideologi keagamaan.
Lahirnya gagasan pemisahan agama dari negara dalam pandangan Soekarno
karena menurutnya agama merupakan urusan spiritual dan bersifat pribadi,
sedangkan masalah negara adalah persoalan dunia dan kemasyarakatan27.
Bertentangan dengan pendapat tersebut, Agus Salim bersama kelompok
nasionalis Islam menganggap Islam tidak dapat dipisahkan dari negara. Ia
menganggap bahwa urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian
integral risalah Islam. Masalah-masalah ini menjadi polemik dan perdebatan
sengit antara golongan nasonalis sekuler dan nasionalis Islam, baik menjelang
Indonesia merdeka (perumusan Piagam Jakarta 1945), demokrasi parlementer

27

Ahmad Suhelmi, “Polemik Negara Islam”, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), 2001, hal.
75.

29
Universitas Sumatera Utara

(perdebatan di bawah konstituante 1957-1959), masa Orde Baru, dan era
reformasi pasca-Soeharto sekarang ini28.
Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan ke seluruh pelosok tanah air dan penjuru dunia. Agus Salim
termasuk di antara pemimpin yang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Pada
waktu itu, beliau sudah berusia 61 tahun. Jadi bukan pemimpin muda lagi.
Walaupun demikian, semangat juangnya masih berkobar-kobar. Pada zaman
Republik, beliau disebut The grand old man, artinya orang tua yang berjiwa
besar. Sebutan itu sungguh tepat karena Agus Salim adalah orang tua dengan raut
muka yang menimbulkan rasa hormat. Lagi pula hati dan jiwanya besar dan
agung. Agus Salim terpilih menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung
(DPA). Beliau mengambil peranan yang besar dalam pergolakan revolusi.
Kemudian pada tahun 1946, beliau diangkat menjadi juru bicara Perdana
Menteri Sutan Syahrir. Beliau ikut menghadapi Belanda dalam meja
perundingan. Perjuangannya maju terus dalam lapangan politik. Dalam kabinet
Syahrir II, Agus Salim diangkat menjadi Menteri Muda Luar Negeri atau Wakil
Menteri Luar Negeri. Agus Salim banyak memberikan tenaga dan pikirannya
secara diam-diam. Sebagai orang tua yang telah banyak pengalaman politik
dalam maupun luar negeri, ia mempunyai peranan penting dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Setelah Kabinet Syahrir II bubar, dibentuk Kabinet Syahrir III. Agus
Salim kembali ditunjuk menjadi Menteri Muda Luar Negeri, beliau selalu
menjadi penasihat PM Syahrir dalam perundingan dengan pihak Belanda. Pada
bulan Maret 1947, Agus Salim diutus ke New Delhi untuk memimpin utusan
Indonesia ke Konferensi Antar-Asia atau Inter Asian Relation Conference.
Setelah itu, Agus Salim mengadakan perjalanan keliling. Ia diangkat sebagai
Duta Keliling Republik Indonesia. Ia juga mengadakan perjalanan ke negaranegara Arab seperti Mesir, Lebanon, Siria, Yaman, dan Irak. Agus Salim
menjelaskan perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut dan mempertahankan
kemerdekaan.
28

Kamal Hasan, “Muslim Intelectual Respone to New Order Modernization In Indonesia” Kuala Lumpur:
Dewan Pustaka dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, 1980, hal. 24.

30
Universitas Sumatera Utara

Sebagai seorang tokoh Islam terkemuka, Agus Salim sangat terkenal di
negara-negara Arab. Atas perjuangan Agus Salim akhirnya, negara-negara Arab
mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Pada tanggal 11 Juni 1947 ditandatanganilah perjanjian persahabatan antara Mesir dan Republik Indonesia (RI).
Kemudian pada tanggal 11 Juni 1947 juga ditanda-tangani perjanjian
persahabatan antara Siria dan Republik Indonesia. Selain itu, Afghanistan, Saudi
Arabia, dan Birma (Myanmar) juga memberikan pengakuan kepada Republik
Indonesia. Kerja sama dan pengakuan dari negara-negara itu adalah juga berkat
jasa dan usaha Agus Salim.
Setelah Kabinet Syahrir III menyerahkan mandat, ditunjukklah Amir
Sjarifuddin menjadi Perdana Menteri. Agus Salim diangkat menjadi Menteri
Luar Negeri. Sementara itu, Belanda melancarkan serangan Agresi Militer I
terhadap Republik Indonesia. Pecahlah perang yang hebat. Di samping
bertempur, Pemerintah RI juga mempergunakan jalan diplomasi di luar negeri.
Oleh karena itu, diutuslah Agus Salim dan Sutan Syahrir ke Perserikatan BangsaBangsa (PBB) di New York. Pada waktu itu, negara kita belum mempunyai
devisa atau uang yang cukup seperti sekarang. Akan tetapi, bangsa kita tidak
kehabisan akal. Perjuangan Agus Salim dan Sutan Syahrir ke luar negeri itu
dibiayai dengan persediaan buah panili yang diseludupkan di bawah bantal
tempat duduk di pesawat terbang. Hal ini tentunya tidak diketahui oleh matamata Belanda. Agus Salim dan Sutan Syahrir singgah dulu di Singapura, India,
dan Mesir. Mereka mengadakan pembicaraan dengan pembesar-pembesar negara
tersebut untuk membantu rakyat Indonesia.
Setelah sampai di New York, Agus Salim dan Sutan Syahrir berbicara
dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Mereka mendesak PBB untuk membentuk
panitia pemisah dalam persengketaan Indonesia dan Belanda. Untuk pertama kali
wakil Republik Indonesia berbicara di forum internasional. Pihak Belanda tentu
berusaha untuk menghalang-halangi, tetapi mereka tidak menyadarkan PBB.
Kemudian dibentuk Komisi Tiga Negara (KTN), terdiri dari Belgia, Australia,
dan Amerika Serikat. Komisi Tiga Negara itu segera berangkat ke Indonesia
untuk memulai tugasnya. Dalam perundingan dengan pihak Belanda yang
dihadiri oleh KTN, Indonesia diwakili oleh suatu delegasi (utusan) yang terdiri
dari Amir Sjarifuddin, Ali Sastroamidjojo, Moh. Roem, Haji Agus Salim, dan

31
Universitas Sumatera Utara

Moh. Nasroen. Perundingan diadakan di atas kapal Amerika Serikat yaitu kapal
Renville.

Persetujuan

ini

terkenal

dengan

Persetujuan

Renville

yang

menghasilkan beberapa keputusan penting. Sementara itu, Kabinet Amir
Sjarifuddin jatuh dan digantikan oleh Kabinet Hatta I pada tanggal 29 Januari
1948. Agus Salim tetap ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri.
Perjuangan berjalan terus, Belanda seringkali mengadakan penyusupan
ke daerah RI. Mereka tidak mengindahkan Persetujuan Renville. Pada tanggal 19
Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Ibukota Republik
Indonesia, dan Yogyakarta mereka duduki. Presiden, Wakil Presiden, dan
beberapa menteri termasuk Agus Salim ditawan oleh Belanda. Mula-mula
ditawan di Prapat, Sumatera Utara. Kemudian, mereka dipindahkan ke Pulau
Bangka.
Selama dalam penahanan itu, Agus Salim tidak pernah mengeluh dan
berkecil hati. Beliau tetap taat melakukan ibadah. Bila ada kesempatan, Agus
Salim membaca buku dan menulis karangan. Manusia yang taat beragama akan
lebih tabah menerima segala cobaan berat. Hati Agus Salim tetap teguh untuk
melanjutkan perjuangan mencapai kemerdekaan. Sifat humornya tidak pernah
hilang walau dalam keadaan sulit. Ia selalu menghibur pemimpin-pemimpin
lainnya dalam masa pengasingan itu.
Meskipun pemimpin-pemimpin Indonesia telah berhasil ditawan oleh
Belanda dan Ibukota Yogyakarta diduduki, Republik Indonesia belum tamat
riwayatnya. Kendali pemerintahan dilanjutkan oleh Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI) di bawah pimpinan Syafruddin Prawiranegara, yang berpusat
di Koto Tinggi, Sumatera Barat. Adapun di Pulau Jawa dan daerah-daerah lain
berkobar perang gerilya yang dahsyat. PBB juga mengutuk tindakan Belanda
yang melancarkan Agresi Militer II itu. Atas perintah PBB, Belanda akhirnya
terpaksa mengembalikan pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta dan
tembak menembak dihentikan. Pemimpin-pemimpin yang ditawan dikembalikan
lagi ke Yogyakarta.
Pada tanggal 4 Agustus 1949 dibentuklah Kabinet Hatta II. Agus Salim
sekali lagi ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri. Agus Salim memegang
peranan penting dalam perundingan-perundingan yang diadakan dengan pihak
Belanda. Kemahiran Agus Salim dalam diplomasi sangat menonjol. Pihak lawan

32
Universitas Sumatera Utara

mengakuinya sebagai diplomat Indonesia yang ulung. Setelah beberapa kali
berunding, akhirnya diadakanlah Konferensi Meja Bundar (KMB) antara
Indonesia dan Belanda. Akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949, kedaulatan
Republik Indonesia diakui oleh Belanda dan dunia internasional.
Dengan adanya persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB), Belanda
pun mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Sejak tahun 1950, bangsa
Indonesia memulai tahap baru dalam sejarah. Pada masa ini, Agus Salim
ditunjuk sebagai penasihat Menteri Luar Negeri. Waktu itu, kabinet dipimpin
oleh Perdana Menteri Moh. Hatta. Tenaga Agus Salim sebenarnya masih
diperlukan di pemerintahan, tetapi karena usia yang sudah lanjut, beliau hanya
ditunjuk sebagai penasihat. Sebagai penasihat, Agus Salim tidak begitu aktif
dalam pemerintahan. Boleh dikatakan sejak tahun 1950, Agus Salim telah mulai
meninggalkan kegiatan politik. Namun beliau kembali menggeluti dunia karangmengarang, baik di majalah maupun di surat kabar. Susunan kalimatnya sangat
kuat dan menarik para pembaca.
Pada tanggal 17 Januari 1953, Agus Salim pergi ke Amerika atas
undangan Cornell University dan Princeton University. Beliau diminta untuk
memberi kuliah tentang agama Islam. Perguruan tinggi disana sangat menghargai
jasanya di bidang diplomasi, jurnalistik, dan pemerintahan. Saat itu, Agus Salim
begitu masyhur di kalangan mahasiswa, ia disebut The Grand Old Man of
Indonesia. Adalah George McTurnan Kahin, Direktur Program Asia Tenggara
Cornell University, yang mengundang Agus Salim mengajar. Awalnya
permintaan Kahin itu tidak ditanggapi Agus Salim. Beliau merasa minder karena
Cuma lulusan Hogere Burger School. Setelah diyakinkan, Agus Salim akhirnya
bersedia dengan catatan bisa membawa istrinya, Zainatun Nahar ke Amerika.
Saat itu, Kahin mengiyakan syarat Agus Salim. Kahin memang dekat dengan
Agus Salim. Dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim (1984), disebutkan
Kahin mengenal Agus Salim di Yogyakarta pada tahun 1948. Saat itu, Agus
Salim menjabat Menteri Luar Negeri. Kahin sendiri wartawan kantor berita
Amerika, Overseas News Agency. Saking dekatnya, Agus Salim memfasilitasi
pengiriman berita Kahin dengan sandi Republik Indonesia melalui saluran
diplomatis via New Delhi.

33
Universitas Sumatera Utara

Sebagai dosen tamu, Agus Salim mengajar dua kelas serta memberikan
kuliah tentang agama Islam dan pengaruhnya di Asia Tenggara dan Timur
Tengah, khususnya Indonesia dan Pakistan. Semua perkuliahannya disampaikan
dalam bahasa Inggris dan direkam. Ada 31 materi kuliah. Perkuliahan Agus
Salim digelar setiap Sabtu pukul 11 siang. Yang hadir, menurut buku Seratus
Tahun Haji Agus Salim, begitu banyak. Padahal waktu itu adalah masa
mahasiswa menyiapkan acara malam Minggu.
Saat mengajar Agus Salim memiliki daya tarik sendiri, walau berjas dan
berdasi, namun saat mengajar Agus Salim selalu memakai peci khusus yang
bagian sampingnya bisa dibuka. Bila cuaca dingin, peci itu bisa menutupi
kupingnya. Peci itu, dibuat sendiri oleh Agus Salim dan mulai dipakai sejak
1930-an ketika ia aktif di Sarekat Islam. Kekhasannya yang lain adalah rokok
kretek. Rokok menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Kahin. Selain bertugas
menjinjing tas Agus Salim, ia harus menjamin agar Agus Salim selalu bisa
merokok. Kalau tidak, Agus Salim tidak mungkin memulai kelas. Tapi ada juga
keuntungannya. Tatkala ruang kuliah dipindahkan, mahasiswa hanya perlu
mengikuti bau kreteknya.
Agus Salim juga menjadi penghulu dalam upacara pernikahan Islam yang
pertama kali dilakukan di Cornell pada 19 Mei 1953. Pasangan yang menikah
adalah Yulia Madewa, saat itu 29 tahun, dan Hassan Shadily, 32 tahun, dua
mahasiswa Indonesia. Upacar pernikahan dilakukan di Annabel Taylor Hall,
kapel universitas yang masih digunakan untuk acara khusus sampai hari ini. Pada
awal April, Agus Salim diundang memberikan ceramah di acara Majelis Umum
Simulasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang berlangsung di Myron Taylor Hall
Cornell University. Pembicara lainnya adalah Duta Besar Israel untuk PBB,
Abba Eban. Di depan 350 mahasiswa dari 62 universitas seluruh Amerika, kedua
pembicara memberikan pandangannya mengenai persoalan dunia pada tahun itu.
Agus Salim fasih dalam berbagai bahasa dan pandai mengemukakan
pendapat. Kahin pernah dibuat terperangah mendengar percakapan dalam bahasa
Prancis antara Ngo Dinh Diem, yang baru diangkat menjadi Perdana Menteri
Pemerintah Vietnam Selatan, dan Agus Salim. Percakapan itu terjadi di Ruang
Pertemuan Tenaga Pengajar Cornell University, dan Kahin duduk di tengah
kedua orang tersebut. Dalam bukunya, Kahin menulis bahwa percakapan Diem

34
Universitas Sumatera Utara

dan Agus Salim begitu intim. Tapi Agus Salim mendominasi yang membuat
Diem banyak diam.
Dalam pertemuan The Indonesia-Pakistan Cultural Association, 9
Desember 1953 di Jakarta, dalam pidatonya Agus Salim mengaku gembira bisa
mengajar di Cornell. Ia senang karena Amerika merupakan tempat yang tepat
untuk mengantarkan pesan Islam ke seluruh dunia. Dalam kedinginan cuaca
bersalju, Agus Salim mengatakan:
“Saya hanya berkumpul selama empat bulan di sana. Rasanya
sudah bersahabat seumur hidup.” 29
Ia juga mengungkapkan seminar yang diselenggarakan atas kerja sama
Perpustakaan Kongres Amerika Serikat itu adalah pengalaman perjalanan luar
negeri paling mengesankan. “Kaum muslimin yang diwakili disana beraneka
ragam. Dari utusan Turki, yang berkukuh bahwa syariat tidak sesuai sebagai
dasar perundangan modern, hingga Kadi Agung dari Sanaa, yang menerangkan
tepatnya syariat sebagai dasar konstitusi Yaman,” ujar Agus Salim dalam
pidatonya30.
Tahun 2013 ini tepat 60 tahun sejak Agus Salim pertama kali
menginjakkan kaki di kampus tersebut. Walau sudah lebih dari setengah abad,
jejak Agus Salim masih bisa ditemukan. Di arsip Perpustakaan Kroch, salah satu
dari 17 perpustakaan di Cornell, catatan tentang Agus Salim bisa dilihat di salah
satu map yang terjepit di antara koleksi lain. Di dalamnya tersimpan salinan surat
lama yang diketik dan ditulis tangan oleh Agus Salim. Ada juga sehelai telegram
tahun 1953 yang sudah menguning, beserta kertas pengumuman Cornell tentang
dua kelas baru yang akan diberi materi kuliah oleh Agus Salim pada semester
musim semi.

29

TEMPO, op.cit; hal 152.

30

TEMPO, op.cit; hal 157.

35
Universitas Sumatera Utara

Kunjungan ke Princeton mengakhiri petualangan Agus Salim dan istirnya
ke luar negeri. Meski kondisi kesehatannya semakin turun, dia tetap beraktivitas
di kampung halaman. Ia sempat mempersiapkan diri mengajar di Perguruan
Tinggi Ilmu Al-Quran Yogyakarta (kini Universitas Islam Sunan Kalijaga). Tapi,
hingga akhir hayatnya, ia tak sempat mengajar di sana. Perayaan ulang tahun
Agus Salim ke-70 pada 8 Oktober 1954 berlangsung meriah. Selain dihadiri
Presiden Soekarno, para sahabat dan muridnya mengumpulkan dan menerbitkan
semua tulisan Agus Salim dalam buku berjudul Djedjak Langkah Haji Agus
Salim.
Agus Salim juga sempat memberikan wawancara khusus yang terakhir
kepada wartawan harian Indonesia Raya, Kustiniyati Mochtar. Wawancara
sehari sebelum perayaan ulang tahun ke-70 itu berlangsung seraya Agus Salim
berbaring di tempat tidur. Agar tak melelahkan, wawancara disepakati hanya 30
menit, ditandai bunyi weker. Salah satu hal menarik yang terungkap dari
wawancara itu adalah tanggapan Agus Salim mengenai pernikahan SoekarnoHartini yang menghebohkan saat itu. Ia tak mau menanggapi kehebohan itu
secara frontal, Agus Salim hanya mengatakan,” Saya telah mengecap kehidupan
kekeluargaan yang amat berbahagia selama 42 tahun. Memang hidup
kekeluargaan yang berbahagia itu tak ada bandingannya.” Jam weker berbunyi,
dan selesailah wawancara dengan seorang tokoh pemikir Islam dan pergerakan
nasional itu.
Pada suatu upacara yang khidmat dan meriah, Agus Salim berkata bahwa
beliau akan meninggalkan urusan kenegaraan dan politik. Selanjutnya, beliau
akan terjun ke dunia ilmu pengetahuan semata-mata. Kegiatan karangmengarang juga diteruskan. Agus Salim juga membuat tafsir Al-Quran. Beliau
akan menghabiskan sisa usianya di lapangan ilmu dan amal, guna berbakti
kepada Allah SWT. Akan tetapi, kira-kira 27 hari kemudian Agus Salim jatuh
sakit dan berbaring di tempat tidur. Manusia membuat rencana, tetapi Allah SWT
yang memutuskan. Allah berbuat sekehendak-Nya. Agus Salim dipanggil sang
pencipta tepat pada hari kamis tanggal 4 November 1954.
Wafatnya The Grand Old Man of Indonesia ini diratapi oleh seluruh
bangsa Indonesia. Bahkan, dunia luar pun ikut berduka. Kaum muslimin di
Masjidil Haram, Mekkah, mengadakan shalat gaib untuk arwah Haji Agus Salim.

36
Universitas Sumatera Utara

Upacar penguburannya dilakukan secara kenegaraan, dan jasad beliau
dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Presiden, Wakil
Presiden, Menteri-menteri, dan pejabat-pejabat tinggi lainnya, sipil maupun
militer ikut melawat ke rumah Agus Salim.
Pada waktu jenazah diberangkatkan, berpuluh-puluh ribu orang
mengantarnya. Barisan kendaraan yang mengiringi sangat panjang. Begitu pula
rakyat yang berjalan kaki. Para Duta Besar dari negara sahabat tidak ketinggalan,
begitu pula orang-orang asing lainnya di Indonesia. Mereka semua memberikan
penghormatan yang terakhir kepada pemimpin besar bangsa Indonesia ini.
Negara dan bangsa merasa kehilangan seorang tokoh besar yang dihormati dan
dicintainya. Untuk tetap menghargai jasa-jasa Agus Salim, pemerintah
mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional. Penghargaan lainnya ialah berupa
Bintang Mahaputra Kelas I dan Satya Lencana Peringatan Perjuangan
Kemerdekaan.
Haji Agus Salim seorang pemimpin besar yang selalu hidup sederhana,
bahkan lama sekali berada dalam kemiskinan. Lima puluh tahun lebih
kehidupannya diserahkan untuk perjuangan bangsanya. Ia tidak meninggalkan
pusaka berupa kekayaan, uang, dan barang, tetapi meninggalkan harta yang tidak
ternilai dalam bidang ilmu berupa buku dan buah pikirannya. Di samping itu, ia
meninggalkan pakaian, peci, dan tongkatnya. Agus Salim seorang pemimpin
yang jujur, bersih dari noda. Ia bukan seorang yang berusaha memperkaya diri
sendiri. Beliau dapat dijadikan teladan oleh generasi baru, angkatan muda bangsa
Indonesia. Ia memimpin perjuangan rakyat Indonesia dengan kemiskinan dan
penderitaan di alam penjajahan dan revolusi fisik.
Agus Salim adalah seorang pemimpin yang dihormati, baik oleh kawan
maupun lawannya. Sebagian besar pemimpin dan bangsa Indonesia menghargai
Agus Salim. Nama beliau terkenal di dunia. Para pemimpin luar negeri
menghormati Agus Salim, lebih-lebih para pemimpin dari bangsa-bangsa Islam.
Ketua Komisi Jenderal Belanda Prof. Schermerhorn yang memipin delegasi
negaranya untuk berunding dengan pemerintah Republik Indonesia pada tahun
1946 juga menghormati Agus Salim. Menurut Prof. Schermerhorn, Agus Salim
adalah seorang yang luar biasa pandainya. Ia seorang yang sangat menarik dan
pandai berbicara. Pihak Inggris sangat menghargai dan segan terhadap Agus

37
Universitas Sumatera Utara

Salim. Selanjutnya diceritakan oleh Prof. Schermerhorn bahwa Agus Salim
seorang Lobbyist (percakapan tidak resmi) yang ulung. Agus Salim sangat aktif
dalam perundingan-perundingan walaupun ia hanya seorang penasihat. Agus
Salim memberikan bantuan yang besar untuk melancarkan perundingan.
Pemerintah Inggris mengirimkan diplomatnya nomor satu, Lord Killern, untuk
mengimbangi Agus Salim dalam usaha mendamaikan pihak Belanda dengan
Indonesia.
Menurut Prof. Schermerhorn, Agus Salim mempunyai satu kelemahan,
yaitu kehidupannya yang miskin. Agus Salim memang mempunyai kedudukan
yang tinggi sebagai Menteri Muda Luar Negeri. Akan tetapi, beliau tidak kaya.
Dalam perundingan, Agus Salim kaya dengan berbagai pemikiran. Agus Salim
memang paling pandai di antara pemimpin Indonesia lainnya. Demikian
penilaian dari Prof. Schermerhorn, orang Belanda yang menjadi lawan dalam
perundingan.
Meskipun Haji Agus Salim sudah meninggal dunia tetapi nama beliau
tetap harum sepanjang masa. Sikap hidupnya yang selalu optimis adalah
cerminan

dari

keyakinannya

terhadap

agama

(Islam),

begitu

pula

kesederhanannya merupakan cerminan dari kepribadiannya yang islami.
Sehingga menjadi teladan bagi generasi-generasi di Indonesia. Beliau tidak
meninggalkan setumpuk harta kekanyaan bagi keturunannya, tetapi beliau
meninggalkan prestasi yang tidak ada duanya, yang besar manfaatnya terhadap
umat Islam di Indonesia baik pada jamannya, sekarang maupun yang akan
datang.

38
Universitas Sumatera Utara

2.4 Karya-karya The Grand Old Man of Indonesia
Ketika Agus Salim masih hidup, berbagai artikel dan sejumlah risalah
telah ia terbitkan, baik berupa buku maupun terbit melalui surat kabar dan
majalah. Banyak buku dan karangan yang ditulisnya. Buku-buku itu ditulis
dalam berbagai bahasa. Banyak pula yang dicetak di luar negeri. Beliau
tergolong sebagai orang yang produktif dalam dunia tulis menulis. Bahkan
dilihat dari jaman itu, karya-karyanya merupakan jasa dan sumbangan beliau
yang sangat besar nilainya bak terhadap agama dan dunia Islam maupun bangsa
dan tanah airnya.
Kebanyakan buku-buku karangan beliau berupa risalah-risalah pendek,
selain tipis isinya, juga ringan sifa