Faktor-Faktor yang Memengaruhi terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak
memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup (life style) masyarakat
dan sosial ekonomi yang dapat memicu semakin meningkatnya prevalensi penyakit
tidak menular. Perubahan pola dari penyakit menular ke penyakit tidak menular lebih
dikenal dalam sebutan transisi epidemiologi (Bustan, 2007). Menurut Depkes RI
(2001) terjadinya transisi epidemiologi penyakit ditunjukkan dengan adanya
kecenderungan perubahan pola kesakitan dan pola penyakit yaitu adanya penurunan
prevalensi penyakit infeksi, tetapi terjadi peningkatan prevalensi penyakit non-infeksi
atau penyakit tidak menular (Depkes RI, 2001).
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global baik di negara maju dan negara berkembang. Penyakit Tidak Menular(PTM)
mendominasi kebutuhan perawatan kesehatan dan pengeluaran di negara maju serta
negara-negara berkembang dan miskin. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta
kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua
pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular, termasuk 14 juta orang
meninggal antara usia 30-70 tahun (Buletin Penyakit Tidak Menular, Kemenkes,
2012).


1

2

Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di
Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan
penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin
meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus
dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Proporsi angka
kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada
tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007 (Buletin Penyakit Tidak Menular, Kemenkes,
2012).
Menurut Profil PTM WHO tahun 2011, di Indonesia tahun 2008 terdapat
582.300 laki-laki dan 481.700 perempuan meninggal karena PTM.Di Sumatera Utara
persentase rawat jalan kasus baru Penyakit Tidak Menular (PTM) tahun 2009 – 2010
sebesar 63,88% dan 66,85%. Persentase rawat inap kasus baru Penyakit Tidak
Menular (PTM) tahun 2009-2010 sebesar 42,96% dan 47,03% (Buletin Penyakit
Tidak Menular, Kemenkes, 2012).
Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya

angka harapan hidup (life expectancy). Dilihat dari sisi ini pembangunan kesehatan di
Indonesia sudah cukup berhasil, karena angka harapan hidup telah meningkat secara
bermakna. Akan tetapi, di sisi lain dengan meningkatnya angka harapan hidup ini
membawa beban bagi masyarakat, karena populasi penduduk usia lanjut (lansia)
meningkat. Hal ini berarti kelompok risiko dalam masyarakat menjadi lebih tinggi
(Notoatmodjo, 2011).

3

Berdasarkan data BPS, menunjukkan bahwa Angka Harapan Hidup (AHH) di
Indonesia pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 68,5 tahun dan 68,7 tahun. Angka
tersebut kemudian naik menjadi 69 tahun pada tahun 2008. Angka Harapan Hidup
(AHH) kembali meningkat menjadi 69,21 pada tahun 2009 dan 70,6 tahun pada 2010,
membuat jumlah penduduk lanjut usia juga semakin besar. Angka harapan hidup
(AHH) di Sumatera Utara sebesar 69,35 pada tahun 2009(BPS, 2011).
Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Salah satu ciri kependudukan abad 21 adalah meningkatnya
pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cerpat. Pada tahun 2000, penduduk usia
lanjut di seluruh dunia diperkirakan sebanyak 426 juta atau sekitar 6,8%. Jumlah ini

akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2025, yaitu menjadi sekitar 828 juta
jiwa atau sekitar 9,7% dari total penduduk dunia. Dari jumlah tersebut,sekitar dua
pertiga tinggal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia (Bustan, 2007).
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, secara umum jumlah
penduduk lansia di Indonesia sebanyak 18,04 juta orang atau 7,59% dari keseluruhan
jumlah penduduk. Jumlah penduduk lansia perempuan (9,75 juta orang) lebih banyak
daripada jumlah penduduk lansia laki-laki (8,29 juta orang). Penyebaran penduduk
lansia jauh lebih banyak di daerah perdesaan (10,36 juta orang) dibandingkan di
daerah perkotaan (7,69 juta orang). Menurut kelompok umur, jumlah penduduk lansia
terbagi menjadi lansia muda (60-69 tahun) sebanyak 10,75 juta orang, lansia
menengah (70-79 tahun) sebanyak 5,43 juta orang, dan lansia tua (80 tahun ke atas)

4

sebanyak 1,86 juta orang. Proporsi penduduk lansia Indonesia sebesar 7,59%
menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk
berstruktur tua (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia
60 tahun ke atas telah melebihi angka tujuh persen (BPS, 2011).
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk
lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia yakni mencapai

18,04 juta jiwa pada tahun 2010 atau 7,59% dari jumlah penduduk. Sementara itu,
Umur Harapan Hidup (UHH) manusia Indonesia semakin meningkat dimana pada
RPJMN Kemenkes tahun 2014 diharapkan terjadi peningkatan UHH dari 70,6 tahun
pada tahun 2010 menjadi 72 tahun pada tahun 2014 yang akan menyebabkan
terjadinya perubahan struktur usia penduduk. Menurut proyeksi Bappenas, jumlah
penduduk lansia berusia 60 tahun atau lebih akan meningkat dari 18,04 pada tahun
2010 menjadi dua kali lipat (36 juta) pada tahun 2025 (BPS,2011).
Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia, tentunya akan diikuti dengan
meningkatnya permasalahan kesehatan pada lanjut usia. Pada usia lanjut terjadi
kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada kelemahan
organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit
degeneratif. Proses ketuaan akan berkaitan dengan proses degeneratif tubuh dengan
segala penyakit yang terkait, mulai dari gangguan mobilitas alat gerak, peningkatan
tekanan darah sampai gangguan jantung. Dengan demikian, golongan lansia ini akan
memberikan masalah kesehatan yang khusus yang memerlukan bentuk pelayanan

5

kesehatan tersendiri. Dengan usia lanjut dan sisa kehidupan yang ada, kehidupan
lansia terisi dengan 40% masalah kesehatan (Bustan, 2007).

Penyakit yang sering dijumpai pada lansia adalah hipertensi, diabetes mellitus,
osteoartritis, osteoporosis, penyakit jantung koroner (CHD), penyakit cerebro
vascular (CVD), infeksi, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta depresi dan
demensia (Depkes, 2005).
Sejalan dengan bertambahnya usia, tekanan darah meningkat. Data hasil
penelitian Framingham menunjukkan bahwa 27% orang di bawah usia 60 tahun
bertekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, dan 20% dari mereka menderita
hipertensi dengan angka 160/100 mmHg. Di antara manula berusia lebih dari 80
tahun, 75% menderita hipertensi (lebih tinggi dari 140/90 mmHg) dan 60%-nya
160/100 mmHg atau lebih. Hanya 7% dari orang yang berusia lebih dari 80 tahun
bertekanan darah normal (Kaplan, 2006).
Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Hipertensi
dapat dikatakan sebagai pembunuh diam-diam atau the silent killer. Hipertensi
umumnya terjadi tanpa gejala (asimptomatis). Sebagian besar orang tidak merasakan
apa pun, walau tekanan darahnya sudah jauh di atas normal. Hal ini dapat
berlangsung

bertahun-tahun, sampai akhirnya penderita

(yang


tidak

merasa

menderita) jatuh ke dalam kondisi darurat, dan bahkan terkena penyakit jantung,
stroke atau rusak ginjalnya. Komplikasi ini yang kemudian banyak berujung pada
kematian, sehingga yang tercatat sebagai penyebab kematian adalah komplikasinya
(National Cardiovascular Center Harapan Kita, 2011).

6

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah
peningkatan abnormal tekanan darah, baik tekanan darah sistolik maupun tekanan
darah diastolik. Menurut Depkes, hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah
sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
(National Cardiovascular Center Harapan Kita, 2011).
Secara global penyakit kardiovaskular menyebabkan sekitar 17 juta kematian
per tahun, hampir sepertiga dari total kematian. Dari jumlah tersebut, komplikasi

hipertensi menyumbang untuk 9,4 juta kematian di seleruh dunia setiap tahun.
Hipertensi bertanggung jawab untuk setidaknya 45% kematian akibat penyakit
jantung dan 51% kematian akibat stroke (WHO, 2013).
Hipertensi saat ini masih menjadi masalah utama di dunia. Menurut Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High
Blood Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia.
Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia atau WHO, hipertensi merupakan penyebab
nomor 1 kematian di dunia. Pada tahun 2008, di seluruh dunia, sekitar 40% dari orang
dewasa berusia 25 tahun ke atas telah didiagnosa menderita hipertensi, jumlah orang
dengan hipertensi meningkat dari 600 juta kasus pada tahun 1980 menjadi 1 miliar
kasus pada tahun 2008. Walaupun sebagian besar dari mereka telah mengetahui
bahwa mereka menderita hipertensi dan mengkonsumsi obat penurun tekanan darah,
hanya 53,3% yang berhasil mengontrol tekanan darah dalam batas normal
(WHO,2013).

7

Berdasarkan data WHO dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya
25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (WHO,
2013).

Prevalensi hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain
itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke (15,4%) dan tuberkulosis
(7,5%), yakni mencapai 6,8% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia
(Riskesdas, 2007).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang diselenggarakan
Kementerian

Kesehatan

menunjukkan,

prevalensi

hipertensi

di

Indonesia


(berdasarkan pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas) sangat tinggi,
yaitu 31,7% dari total penduduk dewasa. Prevalensi ini jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan Singapura (27,3%), Thailand (22,7%), dan Malaysia (20%).
Berdasarkan hasil penelitian Indrawati, dkk (2009), terlihat bahwa variabel
umur merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. Katagori umur paling tua (75tahun
ke atas) mempunyai faktor resiko 17 kali lebih besar dibandingkan katagori umur 1524 tahun. Risiko menjadi lebih kecil dengan katagori umur 65-74 tahun, 55-64 tahun,
45-54 tahun, 35-44 tahun dan 25-34 tahun sebesar berturut-turut14, 9, 6, 4 dan 2 kali
dibandingkan katagori umur15-24 tahun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian EC
Abort (2008) bahwa risiko hipertensi akan semakin meningkat dengan bertambahnya
umur seseorang.

8

Dari hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lanjut usia yang
dilaksanakan Komnas Lansia di 10 propinsi tahun 2006, diketahui bahwa penyakit
terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), dan hipertensi (38,8%),
anemia (30,7%) dan katarak (23%). Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab
utama disabilitas pada lansia (Kemsos, 2007).
Hasil penelitian Riskesdas (2007), menyebutkan bahwa prevalensi penyakit
hipertensi di Indonesia berdasarkan kasus minum obat atau terdiagnosis oleh tenaga

kesehatan yakni sebesar 65,2% pada lansia (usia 55 tahun keatas) lebih besar
dibandingkan pada usia orang dewasa (usia < 55 tahun) sebesar 22,7%.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2009 menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat menjadi 34,1% tahun 2010.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 10
besar penyakit rawat inap di Rumah Sakit tahun 2010, hipertensi menduduki
peringkat ke-7 dengan jumlah 19.874 kasus dan CFR 4,81%. Dari 10 besar penyakit
rawat jalan di Rumah Sakit tahun 2010, hipertensi menduduki peringkat ke-8 dengan
jumlah 277.846 kunjungan kasus dan jumlah kasus baru 80.615 kasus (Profil Data
Kesehatan Indonesia Tahun 2011, Kemenkes, 2012).
Penyakit hipertensi esensial (primer) menduduki peringkat ke-1 dari 10 besar
penyakit tidak menular (PTM) penyebab rawat inap di Rumah Sakit Indonesia pada
tahun 2009 dan 2010 dengan proporsi 4,19% dan 4,39%. Dari 10 besar penyakit tidak
menular (PTM) penyebab rawat jalan di Rumah Sakit Indonesia pada tahun 2009 dan

9

2010, hipertensi esensial (primer) menduduki peringkat ke-4 dengan proporsi 3,81%
dan 3,93% (Buletin Penyakit Tidak Menular, Kemenkes, 2012).
Masyarakat pada umumnya masih tidak peduli terhadap kondisi tekanan

darahnya. Saat ini diperkirakan terdapat 76% kasus hipertensi di masyarakat yang
belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita
hipertensi. Ini karena penderita tidak menyadari dirinya mengidap hipertensi
(Riskesdas, 2007).
Peningkatan prevalensi hipertensi dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk,
penuaan dan faktor risiko perilaku, seperti pola makan yang tidak sehat, penggunaan
alkohol, kurangnya aktivitas fisik, berat badan berlebih dan paparan stress secara
terus-menerus (WHO, 2013). Pada studi penelitian usia lanjut tentang gaya hidup
lansia dapat mempengaruhi kesehatan. Faktor gaya hidup seperti kurang beraktivitas
karena telah lanjut usia dan tidak bekerja lagi, kebiasaan merokok terutama lansia
laki-laki, kebiasaan minum kopi, dan stress, merupakan faktor resiko munculnya
penyakit hipertensi pada lansia (Kaplan, 2006).
Hasil penelitian Budiman,dkk (2007), setelah dilakukan studi pendahuluan
kepada 10 orang lansia dengan menggunakan data primer mengukur tekanan darah,
menimbang berat badan dan pengisian kuesioner didapatkan hasil dari 10 orang lansia
yang menderita hipertensi dengan tekanan darah > 140/90 mmHg sebesar
70%sedangkan tekanan darah < 120/80 mmHg sebesar 30%. Adapun faktor-faktor
penyebab hipertensi pada lansia di antaranya faktor berat badan, asupan garam
berlebih, merokok, umur, aktifitas fisik. Didapatkan hasil dari faktor-faktor penyebab

10

hipertensi pada lansia diantaranya berat badan sebesar 25%, asupan garam berlebih
sebesar 20%, merokok sebesar 10%, umur sebesar 15% dan aktifitas fisik sebesar
10%. Sehingga didapatkan faktor yang sangat mempengaruhi penyakit hipertensi
pada lansia adalah berat badan berlebih. Rata-rata lansia yang menderita hipertensi
dengan faktor berat badan berlebih yaitu 21,88 lebih tinggi dibandingkan rata-rata
lansia yang tidak hipertensi.
Menurut penelitian Rahajeng, dkk, 2009, menjelaskan pengaruh risiko faktor
perilaku terhadap kejadian hipertensi. Berdasarkan perilaku merokok, proporsi
responden yang dulu pernah merokok setiap hari pada kelompok hipertensi
ditemukan lebih tinggi (4,9%) daripada kelompok kontrol (2,6%), dan risiko perilaku
pernah merokok ini secara bermakna ditemukan sebesar 1,11 kali dibandingkan yang
tidak

pernah

merokok.

Berdasarkan

perilaku

konsumsi

alkohol,

proporsi

mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan lebih tinggi pada kelompok
hipertensi (4,0%) daripada kontrol (1,8%). Risiko hipertensi bagi mereka yang
mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan bermakna, yaitu sebesar 1,12 kali.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 khusus
penyakit tidak menular, prevalensi hipertensi di Provinsi Sumatera Utara ada di
urutan keempat yaitu sebesar 5,80% setelah sakit persendian, jantung, dan gangguan
mental emosional.
Berdasarkan penyakit penyebab kematian pasien rawat inap di Rumah Sakit
Kabupaten/

Kota

Provinsi

Sumatera

Utara

pada

tahun

2008,

hipertensi

11

menduduki peringkat pertama dengan proporsi kematian sebesar 27,02% (1.162
orang), pada kelompok umur ≥ 60 tahun sebesar 20,23%(1.349 orang).
Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai (2012), di kabupaten
Serdang Bedagai terdapat penderita hipertensi sebanyak 6.272 orang, dan jumlah
penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Silinda pada tahun 2012 sebanyak
324 orang.
Data jumlah penduduk pada kelompok umur


60 tahun di Kabupaten

Serdang Bedagai sebanyak 40.495 jiwa (0,06%) pada tahun 2011. Jumlah penduduk
lanjut usia pada kelompok umur ≥ 60 tahun di wilayah kerja Puskesmas Silinda pada
tahun 2011 sebanyak 629 jiwa. Jumlah penderita hipertensi pada lansia (kelompok
umur ≥ 60 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Silinda pada tahun 2012 sebanyak 262
orang.
Hipertensi merupakan masalah yang sering ditemukan pada usia lanjut dan
terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta mengurangi tingkat kualitas
hidup. Sembilan puluh persen kejadian hipertensi merupakan hipertensi primer
(esensial), yaitu yang tidak diketahui penyebabnya sehingga sangat penting untuk
mempelajari faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi, baik sebagai faktor
risiko yang dapat dikontrol maupun yang tidak dapat dikontrol (Bustan, 2007).
Mengacu pada latar belakang tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang memengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah
Kerja Puskesmas Silinda Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013.

12

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan penelitian ini
adalah “Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013”.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kejadian hipertensi pada lansia

di Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai
Tahun 2013.
1.3.2

Tujuan Khusus

a) Mengetahui pengaruh risiko yang tidak dapat diubah (riwayat keluarga/
keturunan) dengan kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Silinda Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.
b) Mengetahui pengaruh obesitas dengan kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah
Kerja Puskesmas Silinda Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.
c) Mengetahui pengaruh kebiasaan konsumsi makanan asindengan kejadian
hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kecamatan Silinda
Kabupaten Serdang Bedagai.
d) Mengetahui pengaruh kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia
di Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang
Bedagai.

13

e) Mengetahui pengaruh stress psikologis dengan kejadian hipertensi pada lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang
Bedagai.
f)

Mengetahui pengaruh kebiasaan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada
lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kecamatan Silinda Kabupaten
Serdang Bedagai.

g) Mengetahui pengaruh kebiasaan minum alkohol dengan kejadian hipertensi pada
lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kecamatan Silinda Kabupaten
Serdang Bedagai.
h) Mengetahui pengaruh kebiasaan konsumsi makanan berlemak dengan kejadian
hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kecamatan Silinda
Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4 Hipotesis
a.

Ada pengaruh faktor risiko yang tidak dapat diubah (riwayat keluarga/keturunan)
dengan kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Silinda
Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

b.

Ada pengaruh faktor risiko yang dapat diubah (obesitas, kebiasaan konsumsi
makanan asin, kebiasaan merokok, stress psikologis, kebiasaan aktivitas fisik,
kebiasaan minum alkohol, dan kebiasaan konsumsi makanan berlemak) dengan
kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Silinda Kecamatan
Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

14

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1.5.1

Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Silinda tentang penyakit hipertensi,
agar dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi kejadian
hipertensi dengan mengendalikan faktor risiko pada penderita.

1.5.2

Bagi Dinas Kesehatan Serdang Bedagai menjadi masukan untuk menyusun
program preventif dan promotif masalah hipertensi pada lansia dan ancaman
penyakit degeneratif.

1.5.3

Memberikan informasi bagi keluarga yang memiliki lansia tentang hipertensi,
agar dapat segera melakukan tindakan atau pencegahan dini sehingga dampak
hipertensi tidak semakin berat bagi kesehatan penderita.