Tanggap Pembungaan dan Pembentukan Biji Bawang Merah Terhadap Konsentrasi GA3 dan Perendaman di Dataran Rendah

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Brewster (1994) dalam Handayani (2004) klasifikasi tanaman
bawang merah adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisi: Spermatophyta;
Subdivisi:

Angiospermae;

Kelas:

Monocotyledonae;

Ordo:

Asparagates

(Liliflorae); Famili: Liliaceae; Genus: Allium; Spesies: Allium ascalonicum L.
Bawang merah termasuk anggota Genus Allium yang memiliki jumlah anggota
cukup besar, lebih dari 500 jenis dengan 250 anggotanya tergolong jenis
bawang-bawangan.
Memiliki batang sejati atau disebut ’’discus’’ yang bentuknya seperti

cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekat perakaran dan mata tunas
(titik tumbuh). Di bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari
pelepah - pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah
bentuk dan fungsinya, menjadi umbi lapis (bulbus) (Rukmana, 2005).
Daun tanaman bawang merah berbentuk bulat kecil memanjang seperti
pipa dengan bagian ujung meruncing sedangkan bagian pangkalnya melebar
seperti kelopak dan membengkak. Kelopak daun bagian luar selalu melingkar dan
menutup daun yang ada di dalamnya sehingga bagian ini tampak mengembung
membentuk umbi lapis (Brewster (1994) dalam Handayani, 2004).
Pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok tidak
sempurna. Bagian bawah cakram menjadi tempat tumbuhnya akar – akar serabut
pendek sedangkan dibagian atas, diantara lapisan kelopak daun yang
membengkak,

terdapat

mata

tunas


sebagai

calon

tanaman

baru

(Brewster (1994) dalam Handayani, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Pada bagian tengah cakram terdapat mata tunas utama yang memunculkan
bunga. Tunas yang memunculkan bunga ini disebut tunas apikal sedangkan tunas
lain yang berada diantara lapisan kelopak daun dan dapat tumbuh menjadi
tanaman baru disebut tunas lateral (Brewster (1994) dalam Handayani, 2004)
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji
berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening
atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah
dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif

(Rukmana, 2005).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi, serta cuaca yang berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70%), suhu udara ˚25 -32˚C dan kelembaban
nisbi 50% - 70% (Nazaruddin (1999) dalam Sumarni dan Hidayat, 2005).
Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 0 – 1000 meter dari
permukaan laut. Untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman bawang merah
menghendaki daerah beriklim kering dan suhu panas dengan cuaca cerah
(Rosmahani et al (1998) dalam Baswarsiati et al, 2000).
Curah hujan yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman bawang merah
adalah antara 300 - 2.500 mm per tahun. Tanaman bawang merah sangat rentan
terhadap curah hujan tinggi, terutama daunnya yang mudah rusak sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara

menghambat


pertumbuhannya,

dan

umbinya

pun

mudah

busuk

(Putrasamedja, 1995).
Tanah
Tanaman bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang
gembur, subur, banyak mengandung bahan organik atau humus, aerasenya baik
dan tidak becek dengan derajat kemasaman tanah (pH) yang paling baik adalah
6,0 – 6,8. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi
secara optimal (Brewster (1990) dalam Sisworo, 2000).

Bawang merah dapat ditanam di tanah datar hingga berbukit dan pada
tanah datar harus dibuatkan saluran drainase dan di daerah berbukit sebaiknya
dibuatkan teras. Lahan untuk tanaman bawang merah sebaiknya bukan bekas
bawang merah, tetapi telah dirotasi dengan tanaman lain, seperti bekas padi atau
tanaman lain. Tujuannya supaya rantai siklus hama penyakit yang ada di tanah
terputus (Sinartani, 2012).
Jenis tanah yang cocok untuk budidaya bawang merah yaitu tanah Aluvial,
Latosol atau tanah Andosol yang ber-pH antara 5,15 - 7,0. Tanah yang cukup
lembab dan air tidak menggenang disukai tanaman bawang merah begitu juga
dengan tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik
(Sumarni dan Hidayat, 2005).
Pembungaan
Pembungaan adalah suatu gejala adanya peralihan dari masa vegetatif ke
masa generatif yang sebagian ditentukan oleh faktor genotipe yang sifatnya
turun-temurun dan sebagian lagi ditentukan oleh faktor lingkungan. Panjang hari
dan temperatur udara merupakan faktor lingkungan yang banyak berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

terhadap pembungaan. Untuk dapat berbunga, bawang merah membutuhkan

temperatur udara rendah (7˚C - 12˚C) dan fotoperiodisitas panjang diatas 12 jam.
Selain itu, tanaman baru dapat menghasilkan bunga setelah mencapai masa
kedewasaannya (Brewster (1983) dalam Sumarni dan Soetiarso, 1998)
Proses pembungaan tanaman melalui empat tahapan yaitu induksi, inisiasi
bunga, deferensiasi bunga, pendewasaan bagian-bagian bunga dan anthesis.
Induksi pembungaan merupakan awal dari fase reproduktif tanaman. Pada tahap
induksi terjadi perubahan respon biokimia pada lapisan struktur apeks, yang
menjadi sinyal utama perubahan dari fase vegetatif ke vase generatif. Inisiasi
bunga merupakan tahap yang penting pada pembungaan, karena tahap ini terjadi
perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup generatif dan transisi dari tunas
vegetatif menjadi kuncup, serta proses-proses lainnya yang mulai membentuk
organ-organ generatif. Perubahan tunas apikal dan aksilar dari vase vegetatif
menjadi tunas bunga merupakan hasil dari aktivitas hormon yang berlangsung
pada tanaman tersebut yang umumnya diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu,
seperti

suhu

dan


perubahan

panjang

hari

(lama

penyinaran)

(Lang (1952) dalam Fahrianty, 2012).
Pada prinsipnya, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi
pembungaan, yaitu: 1) adanya hormon pembungaan atau florigen atau produksi
stimulus pembungaan pada daun yang mengalihkan fase vegetatif menjadi
reproduktif, 2) adanya kondisi nutrisi yang optimum pada saat yang sama dengan
perubahan dalam apeks, 3) terjadinya perubahan biokimia pada apeks yang
mengubah dan mengkonversi nutrient sehingga terjadi induksi pembungaan
(Ryugo (1990) dalam Fahrianty, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Pembuahan
Pembentukan buah dimulai dengan proses penyerbukan yang meliputi
tumbuhnya butir-butir serbuk sari di atas permukaan stigma. Selanjutnya serbuk
sari membentuk tabung sari dan masuk ke tangkai putik melalui jaringan
transmisi tabung sari untuk mencapai bakal biji. Pembuahan (fertilisasi) terjadi
saat serbuk sari (sel jantan) membuahi sel telur di dalam bakal buah.
Perkembangan buah dipengaruhi oleh keberhasilan penyerbukan pada stigma
sampai pada pembentukan biji pada buah dan banyak proses terjadi yang
melibatkan interaksi antara bagian - bagian bunga jantan dan betina
(Herrer et al (1988) dalam Fahrianty, 2012).
Perkembangan buah berlangsung dalam tiga fase yaitu: 1. Perkembangan
fertilisasi dan pembentukan buah, 2. Pembelahan sel, pembentukan biji dan
perkembangan awal embrio, 3. Pembesaran sel dan pematangan embrio. Secara
garis besar perkembangan buah dari mulai fruitset sampai senescence meliputi
beberapa tahapan antara lain pertumbuhan pematangan (maturation), matang
fisiologis

(physiological


maturity),

pemasakan

(ripening)

dan

penuaan

(senescence) (Gillaspy et al (1993) dalam Fahrianty, 2012).
Buah dan biji terbentuk dari hasil penyerbukan dan pembuahan yang
terjadi pada ovul/bakal biji. Jumlah buah dan biji masak yang terbentuk pada
tanaman dipengaruhi beberapa faktor. Banyaknya buah masak yang dapat
dipanenditentukan oleh: (1) Jumlah bunga yang dihasilkan oleh tanaman,
(2) Persentase bunga yang mengalami pembuahan, (3) Persentase buah muda yang
dapat terus tumbuh hingga menjadi buah masak dan (4) Umur buah. Sedangkan
kualitas dan kuantitas biji pada buah ditentukan oleh beberapa faktor. Salah

Universitas Sumatera Utara


satunya adalah kuantitas polen viabel

yang berhasil membuahi ovul.

Perkembangan buah dan biji sangat dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan
penyinaran matahari (Goldsworthy (1992) dalam Fahrianty, 2012).
Temperatur udara berpengaruh terhadap pembungaan, pembuahan
dan pembijian bawang merah. Inisiasi pembungaan terjadi pada temperatur
rendah (9̊ -12˚C), dan untuk pemanjangan tangkai umbel bunga diperlukan
temperatur yang lebih tinggi
˚ (17 -19˚C), sedangkan untuk pembuahan
dan pembijiannya diperlukan temperatur yang lebih tinggi˚ lagi (35 C)
(Mondal dan Husain (1980) dalam Sumarni et al, 2012)
Zat Pengatur Tumbuh
Secara alamiah tanaman sudah mengandung hormon pertumbuhan
(hormon endogen). Tetapi karena pola budidaya yang kurang intensif yang
disertai pengelolaan tanah yang kurang tepat maka kandungan hormon endogen
tersebut menjadi rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman. Akibatnya sering dijumpai pertumbuhan tanaman yang lambat,

kerontokan bunga/buah, ukuran umbi/buah kecil yang merupakan sebagian tanda
kekurangan hormon (selain kekurangan zat lainnya seperti unsur hara). Dengan
menambahkan

hormon

eksogen

(ZPT)

maka

diharapkan

menghasilkan

pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman yang optimal (Ginting, 2011).
Zat

Pengatur

tumbuh

adalah

senyawa

organik

bukan

yang dalam konsentrasi rendah mampu mendorong, menghambat

nutrisi
dan

mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Saat ini dikenal 5 kelompok
ZPT yaitu: auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan ethilen (Wattimena
(1988) dalam Handayani, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Zat pengatur tumbuh diberikan pada tanaman dengan tujuan untuk
mengontrol dan memodifikasi pertumbuhan tanaman agar diperoleh hasil yang
ekonomis menguntungkan. Keuntungan tersebut meliputi peningkatan hasil dan
memperbaiki kualitas produksi (Heddy, 1986).
Giberelin aktif menunjukkan banyak efek fisiologi, masing – masing
tergantung pada tipe giberelin dan juga spesies tanaman. Beberapa proses fisiologi
yang dipengaruhi oleh giberelin adalah: 1) merangsang pemanjangan batang
dengan merangsang pembelahan sel dan pemanjangan, 2) merangsang
pembungaan pada hari panjang, 3) memecah dormansi pada beberapa tanaman
yang menghendaki cahaya untuk merangsang perkecambahan, 4) merangsang
produksi enzim (a-amilase) dalam mengecambahkan tanaman sereal untuk
mobilisasi cadangan benih, 5) menyebabkan berkurangnya bunga jantan pada
bunga dicious, 6) dapat menyebabkan perkembangan buah partenokarpi (tanpa
biji (Salisbury and Ross (1985) dalam Annisah, 2009). Disamping itu GA3 dapat
menggantikan peran ataupun proses vernalisasi (pemberian temperatur rendah
secara buatan) dengan temperatur 9˚C - 12˚C selama 4 minggu, sehingga dapat
meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah. Itupun pemberian GA3
untuk menggantikan proses vernalisasi harus didukung oleh faktor cuaca yang
optimal dan terkendalinya gangguan hama dan penyakit (Sumarni et al, 2012).
Terdapat berbagai macam teknik aplikasi yang digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satunya adalah perendaman.
Perendaman yang dilakukan pada umbi bibit bawang merah pada larutan GA3
dapat merangsang pembungaan dan dapat menggantikan sebagian atau seluruh
fungsi temperatur rendah untuk stimulasi pembungaan. Hasil percobaan

Universitas Sumatera Utara

menyimpulkan bahwa perlakuan GA3 dan vernalisasi mempercepat munculnya
kuncup bunga 15 hari, waktu bunga mekar 13 hari dengan produksi TSS sebesar
4,80 gram (48 kg/ha) dengan daya kecambah sebesar 87% lebih cepat
dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Fahrianty, 2011).
Pemberian giberelin dapat berpengaruh terhadap pemanjangan batang,
pembungaan dan pembuahan. Hal ini telah dibuktikan pada tanaman hari panjang
Rudbeckia yang tidak dapat berbunga pada hari pendek, tetapi dapat dirangsang
pembungaannya dengan pemberian zat semacam GA3 (Kusumo, 1984).
Pada beberapa jenis tanaman GA3 yang dihasilkan berbeda tiap spesies
tanaman itu sendiri. Pemberian GA3 pada tanaman Craspedia globosa dengan
penyemprotan pada kosentrasi 0 dan 500 mg/l dapat merangsang pembungaan.
Namun pemberian GA3 pada tanaman ini tidak meningkatkan produksi bunga,
meningkatkan tinggi tanaman dan pemanjangan batang
(Annis et al (1992) dalam Fahrianty, 2012).
Pemberian GA3 10 mg/l dapat menginduksi pembungaan tanaman Zaitun
(Olive). Pertumbuhan dan pembungaan Philodendron dapat meningkat dengan
pemberian kosentrasi GA3 125 mg/l hingga 1000 mg/l . Pemberian GA3 selain
meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah ruas batang juga merangsang
pembungaan Lily. Selain itu pemberian 230 ppm GA3 sebanyak tiga kali pada
tanaman Krisan meningkatkan tinggi tanaman sampai dengan minggu ke 12 dan
produksi bunga dan panjang tangkai ebih 50 cm serta kesegaran bunga 5 hari
(Fahrianty, 2012).

Universitas Sumatera Utara