Hambatan-Hambatan Komunikasi dalam Interaksi Masyarakat (Studi Tentang Hambatan-Hambatan Komunikasi Dalam Interaksi Masyarakat Suku Nias di Kampus Universitas Sumatera Utara)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/ Paradigma Kajian
Paradigma bukanlah sebuah teori, namun lebih merupakan cara berfikir atau
pola-pola untuk penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu
teori. Jadi, paradigma merupakan keseluruhan susunan kepercayaan dan asumsiasumsi yang dipegang bersama yang dipakai oleh peneliti dalam memandang
fokus masalah penelitiannya.
Perspektif aturan menjelaskan perilaku komunikasi dengan mengacu pada
tujuan,

maksud-maksud,

dan

alasan-alasan

komunikator

berkomunikasi.


Pandangan yang menyatakan bahwa perilaku dapat dijelaskan dengan mengacu
pada alasan-alasan seseorang untuk bertindak.
Paradigma di definisikan sebagai suatu pandangan dunia dan model
konseptual yang dimiliki oleh anggota masyarakat ilmiah yang menentukan cara
mereka meneliti. Paradigma akan menentukan kualitas pertanyaan yang akan
ditanyakan oleh penelitidan jenis data yang bagaimana untuk menghasilkan
jawaban (Bulaeng, 2004: 2).
Paradigma bukan merupakan salah atau benar, melainkan lebih memberikan
manfaat atau kurang bermanfaat sebagai sebuah cara pandang terhadap sesuatu.
Uraian yang lebih sederhana, paradigma penelitian merupakan sudut pandang
peneliti dalam memandang realitas yang diteliti. Sudut pandang penelitian akan
berimplikasi pada pendekatan, prosedur, asumsi dan teori yang dipilih.
(Pujileksono, 2015: 26).
Paradigma penelitian merupakan perspektif penelitian yang digunakan oleh
peneliti tentang bagaimana peneliti: (a) melihat realitas (world views), (b)
bagaimana mempelajari fenomena, (c) cara-cara yang digunakan dalam penelitian

9
Universitas Sumatera Utara


10

dan

(d)

cara-cara

yang digunakan

dalam

menginterpretasikan

temuan

(Pujileksono, 2015: 26).
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
Positivisme dengan model pendekatan kualitatif. Paradigma kualitatif merupakan
paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalahmasalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting

yang holistis, kompleks, dan rinci (Rumengan, 2010:9).
Paradigma positivisme memiliki karakteristik melihat fakta sosial sebagai
realita, menanyakan mengenai apa yang terjadi di masyarakat pada umumnya,
peneliti benar-benar menggambarkan realita yang ada di masyarakat secara
objektif dengan tujuan keakuratan pengukuran dalam penelitian dan paradigma ini
bertujuan untuk memprediksi atau menemukan pola umum sebagai hukum alam
dalam suatu fakta atau gejala sosial. (Pujileksono, 2015: 27).
Penelitian pada masrakakat suku Nias untuk melihat fakta sosial pada suku
Nias saat berinteraksi dengan lingkungan dan melihat apa yang sebenarnya terjadi
pada masyarakat suku Nias yang mengakibatkan terjadinya hambatan-hambatan
komunikasi antarbudaya untuk memprediksi atau menemukan pola umum dalam
suatu fakta atau gejala sosial.
2.2 Kajian Puskaka
Kajian pustaka merupakan acuan landasan berpikir peneliti dengan basis
pada bahan pustaka yang membahas tentang teori atau hasil penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan (Prajarto, 2010: 49).
Pencarian penelusuran kepustakaan atau literatur yang berhubungan dengan
masalah penelitian sangat diperlukan. Penelitian tidak dilakukan di ruang kosong
dan tidak pula dapat dikerjakan dengan baik, tanpa basis teoritis yang jelas.
Penelitian kekinian sesungguhnya menelusuri atau meneruskan peta jalan yang

telah dirintis oleh peneliti terdahulu.

Universitas Sumatera Utara

11

Dengan adanya kajian teori, maka peneliti akan mempunyai landasan untuk
menentukan tujuan arah penelitian. Adapun teori yang dianggap relevan dalam
penelitian ini adalah:

2.2.1 Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orangorang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau
sosioekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh
sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Budaya dan
komunikasi tidak dapat dipisahkan, karena budaya tidak hanya menentukan siapa
berbicara dengan siapa, tentang apa, bagaimana orang menyandi pesan, makna
yang dimiliki untuk pesan, kondisi-kondisinya untuk mengirim dan menafsirkan
pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada
budaya tempat kita dibesarkan. Konsekuensinya adalah budaya merupakan
landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula

peraktek-peraktek komunikasi yang kita lancarkan.
Berikut ini merupakan beberapa pengertian komunikasi antarbudaya yang di
dapat dari beberapa pakar diantaranya adalah:
a. Sitaram (1970) : komunikasi antarbudaya adalah seni untuk memahami
dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan (intercultural
communication...... the art of understanding and being anderstood by the
audience of mother culture).
b. Samovar dan Porter (2003) : komunikasi antarbudaya terjadi ketika
bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar
belakang budaya pengelaman yang berbeda mencerminkan nilai-nilai yang dianut
oleh kelompoknya.
c. Charly H. Dood (1982) : komunikasi antarbudaya adalah pengiriman dan
penerimaan

pesan-pesan

dalam

konteks


perbedaan

kebudayaaan

yang

menghasilkan efek-efek yang berbeda (intercultural communication is a sending

Universitas Sumatera Utara

12

and reseiving of message whitin a context of cultural differences producing
diffential effects).
d. Lustig dan Koester (1993) : intercultural communication competence
mendefenisikan komunikasi antarbudaya sebagai suatu proses komunikasi
simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah
orang yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu memberikan
interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam
bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan (Lubis, 2012: 12).

Seluruh defenisi diatas dengan jelas menerangkan bahwa ada penekanan
pada

perbedaan

kebudayaan

sebagai

faktor

yang

menentukan

dalam

berlangsungnya sebuah proses komunikasi antarbudaya. komunikasi antarbudaya
memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai persamaan dan
perbadaan dalam karakteristik kebudayaan pelaku-pelaku komunikasi, tetapi titik

perhatian utama tetap terhadap proses komunikasi individu-individu atau
kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan dan mencoba untuk melakukan
interaksi.
Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan tibal balik seperti dua sisi
mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya
komunikasi pun turut mengembangkan atau mewariskan budaya, seperti yang
dikatakan Edward T. Hall, bahwa “komunikasi adalah budaya dan budaya adalah
komunikasi”. Disatu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk
mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal, dari
satu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu
generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain budaya menetapkan norma-norma
(komunikasi) yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu.
Terdapat beberapa asumsi dalam memahami kajian komunikasi antarbudaya
diantaranya yaitu:
1. Perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan

Universitas Sumatera Utara

13


Komunikasi dalam bentuk dan konteks apapun, selalu menampilkan
perbedaan iklim antara komunikator dengan komunikannya. Ini merupakan
asumsi utama dalam komunikasi, termasuk komunikasi antarbusaya. Prinsip
yang terkandung, dalam perbedaan itu umumnya mengimplikasikan bahwa
adanya hambatan komunikasi antarbudaya acapkali tampil dalam bentuk
perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola pikir, struktur
budaya dan sistem budaya. Dengan kata lain jika kita ingin agar komunikasi
antarbudaya berjalan sukses dan efektif maka hendaklah kita mengekui dan
menerima

perbedaan-perbedaan

budaya

sebagaimana

adanya

bukan


sebagaimana yang kita kehendaki.
2. Komunikasi antarbudaya mengandung isi dan relasi antarpribadi
Secara alamiah proses komunikasi antarbudaya berakar dari relasi sosial
antarbudaya yang menghendaki adanya interaksi sosial. Watzlawick, Beavin
dan Jakson (1976) menekankan bahwa isi (content of communication)
komunikasi tidak berada dalam sebuah ruang yang terisolasi. Isi dan makna
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, dua hal yang esensial dalam
bentuk relasi. Dengan kata lain, relasi antarmanusia sangat mempengaruhi
bagaimana isi dan makna sebuah pesan tersebut diinterpretasikan.
3. Gaya Personal Mempengaruhi Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarbudaya bermula dari momunikasi antarpribadi diantara
para peserta yang berbeda budaya, maka pendapat Candia Elliot (1999) dapat
digunakan untuk menerangkan pengaruh gaya personal tersebut. Dia berkata,
“secara

normatif

komunikasi

antarpribadi


itu

mengandalkan

gaya

berkomunikasi yang dihubungkan dengan nilai-nilai yang menunjang dan
mungkin merusak perhatian tatkala orang berkomunikasi. Di sini gaya itu bisa
berkaitan dengan individu maupun gaya itu bisa berkaitan dengan individu
maupun gaya dari sekelompok etnik.”
4. Tujuan Komunikasi Antarbudaya Mengurangi Tingkat Ketidakpastian

Universitas Sumatera Utara

14

Salah satu perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan
komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang
orang lain. Gudykunst dan Kim (1984) menunjukkan bahwa orang-orang
yang tidak kita kenal selalu berusaha mengurangi ketidakpastian melalui
peramalan yang tepat atas relasi antarpribadi. Usaha untuk mengurangi
tingkat ketidak pastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi yaitu :
a. Pra-kontak atau tahap pembentukan kes an melalui simbol nonverbal maupun verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi
atau menghindari komunikasi).
b. Initial contact and impression yakni tanggapan lanjutan atas
kesan yang muncul dari kontak awal tersebut.
c. Closure, mulai membuka diri. Yang semula tertutup melalui
atribusi pengembangan kepribadian implisit.

5. Komunikasi Berpusat Pada Kebudayaan
John B. Gatewood (1999) menyatakan pendapat mengenai hubungan
antara keberadaan manusia dengan budayanya sebagai berikut : (1)
kebudayaan manusia didistribusikan kedalam kebudayaan (whole cultures are
the unit); (2) kebudayaan manusia didistribusikan dalam karakter yang
kompleks (trait complexes are the unit). Artinya, jika komunikasi itu
merupakan bentuk, metode, teknik dan proses sosial dari kehidupan manusia
yang membudaya maka komunikasi adalah sarana bagi transmisi kebudayaan
itu sendiri, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri merupakan komunikasi.
6. Tujuan Komunikaisi Antarbudaya adalah Efektivitas Antarbudaya
Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan
berinteraksi sosial jika dia tidak berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatan
bahwa interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi
antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi
antarbudaya akan tercapai (komunikasi yang sukses) bila bentuk-bentuk
komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan

Universitas Sumatera Utara

15

komunikan. Menciptakan dan memperbaharui suatu manajemen komunikasi
yang efektif, lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan, hingga
kepada berhasilnya pembagian teknologi dan mengurangi konflik.
Komunikasi antarbudaya memiliki dua fungsi utama, yakni fungsi pribadi
dan fungsi sosial. Fungsi pribadi dirinci kedalam fungsi menyatakan identitas
sosial, fungsi integrasi sosial, menambah pengetahuan (kognitif) dan fungsi
melepaskan diri/jalan keluar. Sedangkan fungsi sosial meliputu fungsi
pengawasan, fungsi menjembatani/menghubungkan, fungsi sosialisasi dan fungsi
menghibur (Liliweri, 2004:35).
Interaksi budaya yang efektif sangat bergantung dari komunikasi antar
budaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antar
budaya akan tercapai (komunikasi yang sukses) bila bentuk-bentuk komunikasi
untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan, menciptakan
dan memperbaharui suatu manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya semangat
kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada keberhasilan pembagian teknologi
dan mengurangi konflik proses (dalam Liliweri, 2001 : 170-171) komunikasi antar
budaya yang efektif harus memperhatikan tiga syarat utama yakni:
1. Menghormati anggota kebudayaan yang lain sebagai anggota manusia.
2. Menghormati hak anggota budaya lain untuk bertindak berbeda dari cara
kita bertindak.
3. Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi
hidup bersama orang dari budaya lain.

2.2.1.1 Dimensi-dimensi Komunikasi Antarbudaya
Terdapat pengertian pengertian operasional dari kebudayaan dan kaitannya
dengan KAB. Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptual
tentang kebudayaan dan komunikasi antarbudaya, ada 3 dimensi yang perlu
diperhatikan :
1. Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan-partisipan komunikasi

Universitas Sumatera Utara

16

Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam
tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi-organisasi sosial. Tingkat
keorganisasian suatu kelompok budaya begitu luas, namun dapat diklasifikasikan
berdasarkan kepentingannya hal ini mencakup :
-

Kawasan-kawasan di dunia, seperti budaya Timur Tengah

-

Sub kawasan di dunia budaya Amerika Utara-Asia Tenggara

-

Kelompok-kelompok etnik-ras dalam satu negara seperti di Indonesia :
budaya orang Melayu, Batak, Tionghoa, dan lain-lain.

-

Macam-macam sub kelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis
kelamin seperti: budaya orang dipenjara, budaya Waria, budaya di
pesantren dan lainya.

-

Sub kelompok keluarga, ini merupakan sub kelompok terkecil dimana
seorang anak/individu mengenali dan mendapatkan pengalaman tentang
suatu budaya dari orang tua.

2. Konteks Sosial tempat berlangsungnya komunikasi
Dalam berkomunikasi antarbudaya, kita harus peka dalam melihat situasi
dan kondisi tempat berlangsungnya komunikasi tersebut. Antara satu budaya
dengan budaya lain tidak sama dalam memandang konteks sosial, sebab ada nilainilai yang mengatur dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Para pakar
komunikasi antarbudaya mengatakan konteks sosial seperti situasi formal tidak
formal, waktu ( siang dan malam), suasana hati (senang, gembira dan sedih), dan
atribut lainnya menunjukan komunikasi simbolik yaitu verbal dan non-verbal
yang harus cepat direspon oleh para pelaku komunikasi.
3. Saluran Komunikasi yang dilalui oleh pesan-pesan KAB (baik yang bersifat
verbal dan non-verbal)
-

Antarpribadi/ interpersonal/ person to person yaitu orang dengan
orang secara langsung.

-

Media massa yaitu melalui radio, surat kabar, TV, film, majalah

Universitas Sumatera Utara

17

Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga
mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya : orang
Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memilih
pengalaman yang berbeda dengan keadaan apabila ia sendiri berada disana dan
melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Umumnya pengalaman komunikasi antarpribadi dianggap memberi dampak
yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback
lansung antar partisipan dan bersifat satu arah. Sebaliknya, saluran antarpribadi
tidak dapat menyeingi saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia
sekaligus melalui batas-batas kebudayaan. Tetapi dalam hal keduannya, prosesproses komunikasi bersifat antarbudaya bila partisipannya berbeda latar belakang
budayanya (Lubis, 2012 : 16-118).

2.2.1.2 Fungsi-fungsi Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya memiliki dua fungsi utama, yakni fungsi pribadi
dan fungsi sosial. Fungsi pribadi dirinci kedalam fungsi menyatakan identitas
sosial, fungsi integrasi sosial, menambah pengetahuan (kognitif) dan fungsi
melepaskan diri/jalan keluar. Sedangkan fungsi sosial meliputu fungsi
pengawasan, fungsi menjembatani/menghubungkan, fungsi sosialisasi dan fungsi
menghibur (Liliweri, 2004:35).
1. Fungsi Pribadi
fungsi pribadi komunikasi antarbudaya adalah fungsi-fungsi komunikasi
antarbudaya yang ditujukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari
seseorang individu
a. Menyatakan idetitas sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku
komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas
sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik
secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahassa itulah dapat

Universitas Sumatera Utara

18

diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui
asal-usul suku bangs, agama, maupun tingkat pendidikan
seseorang.
b. Menyatakan integrasi sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan
persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui
perbedaab-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu
dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberi
makna yang sama atas pesan yang dibagi antar komunikator dan
komunikan.

Dalam

kasus

komunikasi

antarbudaya

yang

melibatkan perbedaan budaya antara komunikator dengan
komunikasn, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama
komunikasi.
c. Menambah Pengetahuan
Seringkali komunikasi antarbudaya menambah pengetahuan
bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing. Oleh
karenanya dalam berkomunikasi antarbudaya diharapkan interaksi
tidak hanya berlangsung antara sesama in group tetapi juga
dengan out group yang berbeda agar masing-masing pihak
bertanbah luas.
d. Melepaskan diri atau jalan keluar
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk
melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang
sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan
komunikasi

yang

berfungsi

komplementer

dan

komplementer

selalu

menciptakan

hubungan
dilakukan

yang
oleh

hubungan

simetris.
dua

yang

Hubungan
pihak

yang

memilikiperilaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi
sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain, dalam
hubungan

komplementer.

Perbedaan

diantara

dua

pihak

dimaksimumkan, sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan
oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara

19

2. Fungsi Sosial
a) Pengawasan
Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi
antarbudaya diantara komunikastor dan komunikasn yang berbeda
kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses
komunikasi

antarbudaya

fungsi

ini

bermanfaat

untuk

menginformasikan “perkembangan” tentang lingkungan. Fungsi ini
lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarluaskan
secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita
meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan
yang berbeda.
b) Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi
yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu
merupakan jembatan atas perbedaan diantara mereka. Fungsi
menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka
pertukarkan. Keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas
sebuah pesan sehingga menhasilkan makna yang sama. Fungsi ini
dijalankan pula oleh berbagai konteks komunikasi termasuk
komunikasi massa.
c) Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengerjakan dan
memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada
masyarakat lain.
d) Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi
antarbudaya. misalnya menonton tarian dari kebudayaan lain.
Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.
Interaksi budaya yang efektif sangat bergantung dari komunikasi antar
budaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antar
budaya akan tercapai (komunikasi yang sukses) bila bentuk-bentuk komunikasi

Universitas Sumatera Utara

20

untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan, menciptakan
dan memperbaharui suatu manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya semangat
kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada keberhasilan pembagian teknologi
dan mengurangi konflik proses (dalam Liliweri, 2001 : 170-171) komunikasi antar
budaya yang efektif harus memperhatikan tiga syarat utama yakni:
4. Menghormati anggota kebudayaan yang lain sebagai anggota manusia.
5. Menghormati hak anggota budaya lain untuk bertindak berbeda dari cara
kita bertindak.
6. Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi
hidup bersama orang dari budaya lain.

2.2.2 Hambatan-Hambatan Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi atau berkomunikasi itu kelihatannya mudah, tetapi sebenarnya
tidak lepas dari berbagai kendala atau hambatan dalam pelaksanaannya. Dengan
mengetahui atau menyadari adanya kemungkinan hambatan atau faktor yang
lazim bisa menjadi kendala dalam aktivitas berkomunikasi ini, bisa kita harapkan
bahwa kita bisa mengulanginya atau menghindarinya. Agar proses penyampaian
pesan berlangsung dengan baik serta tercapainya tujuan komunikasi yang kita
lakukan (saling pengertian atau kesepakatan bersama (Rudy, 2005:22-23).
Disamping itu Rakhmat (1978: 164-165) menjelaskan hambatan tidak
menyebabkan komunikasi berhenti, tetapi ia menahan (menimbulkan kesulitan)
pada aliran pesan itu. Bebrapa pesan „dibendung” dan tidak dapat melampaui
hambatan itu. Walaupun kegagalan mekanistis berarti adanya penghentian
komunikasi, hambatan mekanistis mengemukakan adanya “bendungan” pada
saluran yang menahan arus pesan dan memodifikasikan karakter dan arti
pentingnya.
Sedangkan menurut Liliweri (2001: 236-238), beberapa hambatan yang
perlu diantisipasi antara lain hambatan intern, ekstern dan pribadi. Pada hambatan
intern

perlu

diperhatikan

adalah

masalah

yang

berkaitan

dengan

Universitas Sumatera Utara

21

struktur/hirarki/wewenang,

spesialisasi,

kekuasaan,

jarak

sosial/psikologis,

manager “owner information”, sarana dan prasarana, dan benalu komunikasi.
Setiap organisasi mempunyai struktur. Karena struktur itu sifatnya formal,
hubungan antarpribadi yang diciptakan adalah impersonal. Struktur dan hirarki
juga tidak membenarkan pelanggaran atas disiplin, loncatan komando, dan
terbatasnya delegasi untuk mengambil keputusan. Misalnya komunikasi antara
atasan dan bawahan, seorang bawahan harus melalui beberapa tahapan untuk
berkomunikasi langsung dengan atasan mengenai keluhan pekerjaannya setelah
itu juga atasan tersebut tidak dapat langsung menanggapi keluhan tersebut secara
sepihak melainkan harus dibicarakan kembali kepada pihak-pihak yang
berhubungan dengan masalah tersebut sehingga dampaknya pekerjaan dan
pengambilan keputusan berjalan lamban terhadap masalah yang dihadapi.
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication
barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya
komunikasi yang efektif (Lilian Chaney, 2004: 11). Contoh dari hambatan
komunikasi antar budaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika
Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti
sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan
hanya berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai
komunikasi antarbudaya maka hambatan komunikasi (communication barrier)
semacam itu dapat kita lalui.
Komunikasi antarbudaya menjadi semakin penting karena meningkatkan,
mobilitas orang diseluruh dunia, saling ketergantungan ekonomi diantara banyak
negara, kemajuan teknologi komunikasi, perubahan pola imigrasi dan politik
membutuhkan

pemahaman

atas

kultur

yang berbeda-beda.

Komunikasi

antarbudaya sendiri lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi antar
pribadi diantaranya komunikasi yang kebudayaannya berbeda. Berikut yang
menghambat komunikasi antarbudaya :
1. Stereotipe

Universitas Sumatera Utara

22

Stereotipe ialah salah satu bentuk hambatan dalam komunikasi antar
budaya. stereotipe merupakan sebuah pengeneralisasian terhadap individu –
individu yang berada dalam suatu kelompok tanpa informasi yang memadai
dengan mengabaikan karakteristik individu –individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Stereotipe identik terhadap perbedaan suku, ras, etnis,
kelompok agama/kepercayaan. sikap dalam komunikasi yang berdasarkan
stereotipe jelas akan menghambat terjadinya komunikasi yang efektif dan
harmonis.
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk
asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.
Penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam kategorikategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek
berdasarkan kategori-kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan karakteristik
individual mereka. Banyak definisi stereotype yang dikemukakan oleh para ahli,
kalau boleh disimpulkan, stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara
acak dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual. Kelompok ini
mencakup : kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi,
atau orang dengan penampilan fisik tertentu. Stereotip tidak memandang individuindividu dalam kelompok tersebut sebagai orang atau individu yang unik.
Contoh stereotipe :
a. Orang batak kasar
b. Orang padang pelit
c. Orang jawa halus pembawaan (hermanto-sahadjaa.blogspot.co.id)

2. Prasangka
Suatu kekeliruan terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu
konsep yang sangat dekat dengan stereotipe. Prasangka adalah sikap yang tidak
adil terhadap seseorang atau suatu sekelompok. Beberapa pakar cendrung
menganggab bahwa stereotipe itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar

Universitas Sumatera Utara

23

dan Joe R. Fagi. Stereotipe merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari
prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku.
Prasangka ini konsekuensi stereotipe, dan lebih teramati daripada stereotipe.
Richard W. Brisilin mendefenisikan prasangka sebagai sikap tidak adil,
menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang. Prasangka ialah apa
yang ada dalam pemikiran kita terhadap individu atau kelompok lain seperti
dalam hubungan ras dan etnis melalui media massa yang populer. Prasangka
menjadi komunikasi antarbudaya karena biasanya ada pandangan negatif yang
diiringi oleh adanya pemisahan yang tegas antara perasan kelompokku (in group)
dan perasaan kelompokmu (out group). Oleh sebab itu komunikasi yang diawali
oleh adanya prasangka tidak akan berjalan denganefektif.

3. Etnosentrisme
Etnosentrisme di defenisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inheren
kelompok atau budayanya sendiri, etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik pada
orang-orang lainyang tidak sekelompok. Etnosentrisme cendrung memandang
rendah orang lain yang yang tidak sekelompok dan dianggap asing, etnosentrisme
memandang dan mengukur budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri.
Cara menilai budaya lain dengan nilai-nilai budaya sendiri dan menolak
mempertimbangkan norma-norma budaya lain akan menentukan keefektifan
komunikasi yang akan terjadi. Disatu pihak ada orang-orang yang sekaligus
mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang lain, dipihak lain ada
juga

orang-orang

yang

tidak

mengetahui

dan

menerima,

sehingga

kemungkinannya tinggi sekali untuk mengalami kegagalan komunikasi.
Penggunaan sistem sandi yang sama, pengakuan atas perbedaan dalam
kepercayaan dan perilaku, dan pemupukan sikap toleran terhadap kepercayaan
dan perilaku orang lain semua itu membanatu terciptanya komunikasi yang
efektif.

Universitas Sumatera Utara

24

2.2.2.1 Hambatan Dalam Komunikasi Antarbudaya
Hambatan- Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya terjadi karena alasan
yang bermacam-macam karena komunikasi mencakup pihak-pihak yang berperan
sebagai pengirim dan penerima secara berganti-ganti maka hambatan-hambatan
tersebut dapat terjadi dari semua pihak antara lain :
1. Keanekaragaman dari tujuan-tujuan komunikasi. Masalah komunikasi
sering terjadi karena alasan dan motivasi untuk berkomunikasi yang
berbeda-beda,

dalam

situasi

antarbudaya

perbedaan

ini

dapat

menimbulkan masalah.
2. Etnosentrisme banyak orang yang menganggap caranya melakukan
persepsi terhadap hal-hal disekelilingnya adalah satu-satunya yang paling
tepat dan benar, padahal harus disadari bahwa setiap orang memiliki
sejarah masa lalunya sendiri sehingga apa yang dianggapnya baik belum
tentu sesuai dengan persepsi orang lain. Etnosentrisme cenderung
menganggap rendah orang-orang yang dianggap asing dan memandang
budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri karena etnosentrisme
biasanya dipelajari pada tingkat ketidaksadaran dan diwujudkan pada
tingkat kesadaran, sehingga sulit untuk melacak asal usulnya.
3. Tidak adanya kepercayaan karena sifatnya yang khusus, komunikasi
antarbudaya merupakan peristiwa pertukaran informasi yang peka
terhadap kemungkinan terdapatnya ketidak percayaan antara pihak-pihak
yang terlibat.
4. Penarikan diri komunikasi tidak mungkin terjadi bila salah satu pihak
secara psikologis menarik diri dari pertemuan yang seharusnya terjadi.
Ada dugaan bahwa macam-macam perkembangan saat ini antara lain
meningkatnya urbanisasi, perasaan-perasaan orang untuk menarik diri dan
apatis semakin banyak pula.
5. Tidak adanya empati,
Beberapa hal yng dapat menghambat empati antara lain:

Universitas Sumatera Utara

25

1. Fokus terhadap diri sendiri secara terus menerus, sulit untuk memusatkan
perhatian pada orang lain kalau kita berpikir tentang diri kita secara terus
menerus dan bagaimana orang menyukai kita.
2. Pandangan-pandangan stereotype mengenai ras dan kebudayaan
3. Kurangnya pengetahuan terhadap kelompok, kelas atau orang tertentu
4. Tingkah laku yang menjauhkan orang mengungkapakan informasi
5. Tindakan atau ucapan yang seolah-olah menilai orang lain
6. Sikap tidak tertarik yang dapat mengakibatkan orang tidak mau
mengungkapkan diri
7. Sikap superior
8. Sikap yang menunjukkan kepastian jika seseorang bersikap sok tahu atau
bersikap seolah-olah serba tahu maka kemungkinan orang akan bersikap
defensif terhadapnya
9. Kekuasaan-kekuasaan digunakan untuk mengontrol atau menentukan
tindakan orang lain
10. Hambatan derajat kesamaan atau ketidaksamaan (homofily atau heterofily),
hambatan komunikasi antarbudaya dapat ditimbulkan oleh masalah prinsipprinsip komunikasi yang ditetapkan pada konteks kebudayaan yaitu tidak
memahami, menyadari atau memanfaatkan derajat kesamaan atau perbedaan
kepercayaan,

nilai-nilai,

sikap,

pendidikan,

status

sosial

anatara

komunikator dan komunikan.
11. Hambatan pembentukan dan pemrograman budaya, hambatan ini terjadi
dalam suatu proses akulturasi yang berlangsung antara imigran dengan
masyarakat pribumi. Masalah umum yang sering timbul adalah hambatan
stereotype dan prasangka yang biasanya berkembang sejak semula pada saat
kita melalui komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi massa.
Namun lain lagi menurut Barna, 1988 ; Ruben, 1985 dalam (Joseph A.
DeVito, 1997 : 488-491) hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya dibagi
menjadi 5 yaitu :


Mengabaikan Perbedaan Antara Anda dan Kelompok yang Secara
Kultural Berbeda

Universitas Sumatera Utara

26



Mengabaikan perbedaan Antara Kelompok Kultural yang Berbeda



Mengabaikan Perbedaan dalam Makna



Melanggar Adat Kebiasaan Kultural



Menilai Perbedaan Secara Negatif

2.2.2.2 Jenis-Jenis Hambatan Komunikasi Antarbudaya
Hambatan komunikasi dalam komunikasi antarbudaya mempunyai bentuk
seperti sebuah gunung es yang terbenam didalam air. Dimana hambatan
komunikasi yang ada terbagi dua menjadi diatas air (above waterline) dan yang
dibawah (below waterline).
Faktor-faktor yang menghambat komunikasi antarbudaya yang

berada

dibawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku
seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan.
Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah persepsi, norma, stereotipe, filosofi
bisnis, aturan, jaringan, nilai dan group cabang.
Terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antarbudaya yang berada
diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini mudah dilihat
karena hambatan-hambatan ini banyak yang membentuk fisik, hambatanhambatan tersebut adalah :
1. Fisik (Physical). Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari
hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri dan media fisik
2. Budaya (Cultural). Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama
dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya satu dengan yang
lainnya
3. Persepsi (Perceptual). Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang
memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal, sehingga untuk
mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang
berbeda-beda

Universitas Sumatera Utara

27

4. Motivasi (Motivational). Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat
motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang
menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau malas dan tidak
punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi
5. Pengalaman (Experiantial). Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi
karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama
sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang
berbeda-beda dalam melihat sesuatu
6. Emosi (Emotional). Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi
dari pendengar, apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan
komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui
7. Bahasa (Linguistic). Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila
pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver) menggunakan
bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti
oleh penerima pesan
8. Nonverbal. Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak
berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi, contohnya
adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan ketika pengirim
pesan melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat
menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan
akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada
penerima pesan.
9. Kompetisi (Competition). Hambatan semacam ini muncul apabila
penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan,
contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena
melakukan dua kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan
mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon secara maksimal
(Lubis, 2012: 10).
Suatu rumusan yang adapat diambil adalah pemahaman tentang ruang
komunikasi oleh setiap kebudayaan pada hakekatnya memberikan makna yang
beraneka ragam. Hambatan komunikasi sebagai sesuatu yang menjadi penghalang

Universitas Sumatera Utara

28

untuk terjadinya komunikasi antarbudaya yang efektif merupakan faktor penyebab
kesalahpahaman dalam memandang perbedaan antara budaya tersebut.

2.3 Model Teoritik
Gambar 2.1
Model Teoritik

Suku Nias

Datang ke Kota
Medan

Interaksi

Hambatan

Universitas Sumatera Utara