Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

30

BAB II
PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI
YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN
PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA
KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA
BATAM NO. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014

A. Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Berbeda
Kewarganegaraan
1.

Pengesahan Yang Didahului Dengan Perkawinan
Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang diangggap sakral dalam

perjalanan hidup manusia, setidaknya hal tersebut diyakini oleh banyak suku bangsa
di dunia, termasuk di Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang multi
etnis memandang perkawinan merupakan hal yang dianggap suci dan sarat makna
spiritual. Pandangan ini hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, bahkan
menyentuh ranah hukum positif yang berlaku dalam negara. Undang-Undang

Perkawinan memiliki pemahaman bahwa perkawinan merupakan ikatan yang suci
lahir dan batin yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti Undang-Undang Perkawinan
tidak semata-mata memandang perkawinan sebagai suatu hubungan hukum bahkan
lebih jauh yaitu hubungan spiritual yang berdimensi relegius. Berbeda dengan
KUHPerdata, yang hanya memandang perkawinan hanya merupakan suatu perikatan
biasa.65

65

Lea Devina Anggundhyta Ramschie, Op. Cit., hlm. 53.

30

Universitas Sumatera Utara

31

Perkawinan yang sah menurut hukum yang berlaku di Indonesia adalah
perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing serta

dicatat oleh instansi yang berwenang untuk itu sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat
(1) juncto ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.66
Ketentuan ini berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975 dengan
disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Segala sesuatu yang
berkaitan dengan perkawinan berlaku hukum yang lama sebelum tanggal tersebut,
yaitu:67
a. KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek);
b. Ordonasi Perkawinan Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S.
1933 No. 74);
c. Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken
S.1898 No. 158);
Perkawinan dianggap sah bagi WNI yang tunduk kepada KUHPerdata,
apabila memenuhi ketentuan yang berlaku dalam undang-undang, yaitu setiap
perkawinan harus didaftar dan dicatatkan ke Kantor Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil setempat.
Kedua undang-undang tersebut (KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan) apabila dicermati terdapat persamaan substansi
bahwa suatu perkawinan dianggap sah apabila telah dicatat oleh pegawai dan instansi
yang berwenang. Dengan demikian, keharusan untuk melakukan pencatatan


66
67

Lihat Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Lihat Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Universitas Sumatera Utara

32

perkawinan sebagai syarat formal sahnya suatu perkawinan merupakan hal yang
mutlak untuk dilakukan. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka suatu
perkawinan dalam aspek hukum positif tidak membawa akibat hukum.68
Perkawinan yang demikian di dalam masyarakat sering disebut dengan
berbagai istilah, diantaranya kawin siri, kawin bawah tangan dan lain sebagainya.
Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah “kawin bawah tangan฀ dan
semacamnya serta tidak mengatur secara khusus dalam sebuah peraturan. Namun,
secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan
dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku,

khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang
Perkawinan Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi:
“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
Perkawinan yang dilakukan secara bawah tangan merupakan suatu fenomena
yuridis yang tidak dapat dipungkiri. Terdapat berbagai alasan yang mendasari
perkawinan di bawah tangan tersebut, yaitu:69
a. Tidak terpenuhinya syarat-syarat untuk berpoligami terutama tidak adanya
persetujuan dari istri sebelumnya maka orang tersebut melaksanakan
perkawinan di bawah tangan, cukup di hadapan pemuka agama.
b. Masyarakat yang masih awam, adanya perasaan takut untuk berhadapan
dengan pejabat nikah dan menganggap perkawinannya lebih baik
dilaksanakan di depan pemuka agama.
68

Lea Devina Anggundhyta Ramschie, Op. Cit., hlm. 54.
I Gede Purwaka, “Keterangan Hak Mewaris yang Dibuat oleh Notaris Berdasarkan
Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Tesis, Program Spesialis Notariat dan Pertanahan,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 1999, hlm. 6.
69


Universitas Sumatera Utara

33

c. Agama sering dijadikan dalil untuk melegitimasi keinginan-keinginan tertentu
yang subjektif.
d. Faktor sosial, budaya, ekonomi, agama dan juga tingkat pendidikan yang
masih rendah.
e. Beberapa faktor lainnya seperti terdapatnya perbedaan kewarganegaraan.
Akibat faktor perbedaan kewarganegaraan, banyak masyarakat yang memilih
untuk hidup bersama dengan melahirkan keturunan tanpa adanya ikatan perkawinan
yang sah karena memikirkan status kewarganegaraan anak mereka. Karena undangundang yang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia yang saat ini sudah tidak berlaku, pada
prinsipnya mengatur bahwa kewarganegaraan anak mengikuti kewarganegaraan ayah.
Hal inilah yang dikhawatirkan terutama bagi ibu yang anaknya akan menjadi WNA
mengikuti kewarganegaraan ayahnya yang WNA.70
Undang-Undang

Kewarganegaraan


Nomor

12

Tahun

2006

yang

menggantikan undang-undang kewarganegaraan yang terdahulu telah disahkan DPR
pada tanggal 11 Juli 2006. Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru menegaskan
bahwa anak dapat tetap mengikuti warga negara ibunya, dan sampai batas umur yang
telah ditetapkan anak tersebut dapat memilih kewarganegaraan yang diinginkan,
apakah tetap WNI atau WNA mengikuti warga negara ayahnya. Atas dasar UndangUndang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 banyak pasangan suami istri
berbeda kewarganegaraan yang telah memiliki anak luar kawin ingin mengesahkan
status anaknya dengan melangsungkan perkawinan yang sah dan tercatat terlebih
dahulu.71


70
71

Lea Devina Anggundhyta Ramschie, Op. Cit., hlm. 55.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

34

Pengaturan mengenai lembaga anak luar kawin yang diakui dan disahkan
merupakan perbuatan untuk meletakkan hubungan hukum antara anak dan orang tua
yang meyakininya. Selanjutnya, pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami
istri yang berbeda kewarganegaraan pada dasarnya sama dengan pengesahan anak
luar kawin dari perkawinan biasa, yang mana pengesahannya hanya terjadi dengan
adanya perkawinan orang tua yang telah mengakuinya lebih dulu atau mengakuinya
pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga anak luar kawin ini dapat diakui dan
disahkan menurut ketentuan undang-undang yang sudah ada.72
Ketentuan mengenai pencatatan pengesahan anak diatur dalam Pasal 50
Undang-Undang Administrasi Kependudukan Nomor 24 Tahun 2013, yaitu sebagai

berikut:73
a. Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada instansi
pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang
bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan.
b. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan
bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengesahan anak yang
lahir di luar hubungan perkawinan yang sah.
c. Berdasarkan laporan pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pejabat pencatatan sipil membuat catatan pinggir pada akta kelahiran.
Selanjutnya, Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia menyebutkan: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan
perlakuan yang sama di depan hukum.”74 dan Pasal 52 ayat (2) undang-undang yang

72

Subekti, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 19.
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Administrasi Kependudukan.
74
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


73

Universitas Sumatera Utara

35

sama menyebutkan bahwa “Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk
kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam
kandungan.”75 Pasal ini menjelaskan bahwa hak anak yang sama dengan hak asasi
manusia, baik anak sah maupun anak luar kawin mereka semua sama di mata hukum.
Status anak sebagai anak luar kawin merupakan suatu masalah bagi anak luar
kawin tersebut, karena mereka tidak bisa mendapatkan hak-hak dan kedudukan
sebagai anak pada umumnya seperti anak sah karena secara hukumnya mereka hanya
memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.
Anak luar kawin dari pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan
tidak akan memperoleh hak yang menjadi kewajiban ayahnya, karena ketidakabsahan
pada anak luar kawin tersebut. Konsekuensinya adalah laki-laki yang sebenarnya
menjadi ayah tidak memiliki kewajiban memberikan hak anak luar kawin. Sebaliknya
anak tersebut pun tidak dapat menuntut ayahnya untuk memenuhi kewajiban yang

dipandang menjadi hak anak bila statusnya sebagai anak luar kawin.
Ketentuan hukum memungkinkan anak luar kawin dapat memperoleh
hubungan perdata dengan ayahnya, yaitu dengan cara memberi pengakuan terhadap
anak luar kawin tersebut. Di dalam Pasal 280 juncto 281 KUHPerdata menegaskan:
“Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah
hubungan perdata antara anak dan bapak atau ibunya.”76 Pengakuan terhadap anak

75
76

Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal 280 KUHPerdata.

Universitas Sumatera Utara

36

luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta autentik, bila belum diadakan dalam
akta kelahiran atau pada pelaksanaan pernikahan.77
Pengakuan demikian juga dapat dilakukan dengan akta yang dibuat oleh

Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dan didaftarkan dalam
daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan ini harus dicantumkan
pada margin akta kelahirannya bila akta tersebut ada. Status hukum anak luar kawin
yang diatur dalam KUHPerdata ada 3 (tiga) tingkatan, yaitu:
a. Anak di luar perkawinan yang belum diakui oleh orang tuanya.
b. Anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau kedua orang
tuanya.
c. Anak di luar perkawinan menjadi anak sah sebagai akibat kedua orang tuanya
melangsungkan pernikahan secara sah.
Mengenai status anak luar kawin atau “Naturalijk kind” menjadi diakui atau
tidak oleh orang tuanya menurut KUHPerdata adalah bahwa dengan adanya
ketentuan di luar perkawinan saja belum terjadi hubungan keluarga antara anak
dengan orang tuanya. Dengan pengakuan, lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan
akibat-akibatnya (terutama hak mewaris) antara anak dan keluarga yang
mengakuinya, namun hubungan kekeluargaan antara anak dan keluarga yang
mengakuinya belum juga ada. Hubungan tersebut hanya dilegalkan dengan
pengesahan sebagai pelengkap dari pengakuan tersebut yang dilakukan melalui surat
penetapan, sehingga anak luar kawin tersebut sudah sah menurut hukum.
Peristiwa pengakuan dan pengesahan anak tidak dapat dilakukan secara diamdiam tetapi harus dilakukan di depan Pegawai Pencatatan Dinas Kependudukan dan
77

Pasal 281 KUHPerdata.

Universitas Sumatera Utara

37

Pencatatan Sipil, dengan pencatatan dalam akta kelahiran, atau dalam akta
perkawinan orang tuanya (yang berakibat pengesahan) atau dalam akta tersendiri dari
Pegawai Pencatatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Anak luar kawin perlu diakui oleh ayah atau ibunya demi kepentingan hukum
anak

tersebut,

yang

menyangkut

segala

akibatnya

di

bidang

pewarisan,

kewarganegaraan, perwalian dan sebagainya. Adapun pengaturan terhadap anak luar
kawin melalui alat bukti yang autentik dapat dilakukan dengan cara:
1. Dalam akta kelahiran anak pada waktu perkawinan berlangsung.
2. Dalam akta perkawinan ayah atau ibu kalau kemudian meneruskan dengan
perkawinan.
3. Dalam akta pengakuan atau pengesahaan anak.
Dalam peristiwa pengesahan seorang anak, baik itu kelahiran anak luar kawin,
peristiwa kelahirannya perlu mempunyai alat bukti yang tertulis dan autentik, karena
untuk dapat membuktikan identitas seorang yang memiliki kekuatan hukum secara
sempurna adalah dengan dilihat dari akta kelahiran yang dikeluarkan oleh suatu
lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut.
Akibat hukum dari pengesahan dalam hal orang tuanya kawin dan pengesahan
terjadi karena perkawinan tersebut atau karena surat pengesahan dari Menteri
Kehakiman, maka bagi yang disahkan tersebut berlaku ketentuan-ketentuan undangundang yang sama, seolah-olah anak luar kawin dilahirkan dalam perkawinan, yang
berarti anak luar kawin memperoleh kedudukan yang sama seperti anak-anak yang
dilahirkan sepanjang perkawinan.

Universitas Sumatera Utara

38

Anak luar kawin memperoleh status anak sah tidak hanya terhadap orang
tuanya melainkan terhadap sanak keluarga orang tuanya. Dalam undang-undang tidak
ditentukan, mulai kapan pengesahan berlaku. Pengesahan dan akibat-akibatnya mulai
berlaku sejak orang tua anak luar kawin melangsungkan perkawinan. Dalam hal
pengesahan dilakukan dengan surat pengesahan yang diberikan Menteri Kehakiman
setelah orang tuanya melangsungkan perkawinan, maka pengesahan tersebut
berkekuatan surut sampai hari perkawinan dilangsungkan. Akibatnya adalah bahwa
anak atas warisan yang jatuh sebelum perkawinan tersebut dilangsungkan hanya
mempunyai hak sebagai anak luar kawin.78
B. Pelaksanaan Pengesahan Anak Luar Kawin Berdasarkan Particulars Of
Marriage No. 49/08 Yang Terdaftar Pada Kantor Dinas Kependudukan Dan
Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014
Perkawinan yang dianggap sah adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya dan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku 79
Di negara Indonesia ada 2 (dua) instansi atau lembaga yang diberi tugas untuk
mencatat perkawinan dan perceraian (dan ruju’). Adapun instansi atau lembaga yang
dimaksud adalah:80
1. Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk Nikah, Talak dan Ruju’ bagi orang
beragama Islam.
2. Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Bugerlijk Stand) untuk
perkawinan yang tunduk kepada:

78

Ko Tjai Sing, Op. Cit., hlm. 110.
I Gusti Ayu Candika Puspasari, Op. Cit., hlm. 48.
80
Ibid.
79

Universitas Sumatera Utara

39

a.

Stb. 1933 Nomor 75 jo Stb. 1936 Nomor 607 tentang peraturan sipil
untuk orang Indonesia, Kristen, Jawa, Madura, Minahasa dan Ambonia.
b. Stb. 1847 Nomor 23 tentang peraturan perkawinan dilakukan menurut
ketentuan Stb. 1849 Nomor 25, yaitu tentang Pencatatan Sipil Eropa.
c. Stb. 1917 Nomor 129 tentang pencatatan perkawinan yang dilakukan
menurut ketentuan Stb. 1917 Nomor 130 jo. Stb. 1919 Nomor 81 tentang
Peraturan Pencatatan Sipil Campuran.
d. Pencatatan Sipil untuk Perkawinan Campuran sebagaimana diatur dalam
Stb. 1904 Nomor 279.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menegaskan bahwa orang
Kristen di Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur,
sebagian di Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya yang belum diatur tersendiri
sebagaimana tersebut dalam poin-poin di atas, pencatatan perkawinan
bagi mereka ini dilaksanakan di Kantor Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil berdasarkan ketentuan Pasal 3-Pasal 9 peraturan ini.
Di Indonesia banyak terjadi perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Tujuan perkawinan dicatatkan adalah
untuk suatu pembuktian, jika perkawinannya dicatatkan maka perkawinan yang
dilakukan mempunyai kekuatan hukum tetap.81
Dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, maka setiap
peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik itu mengenai perkawinan
maupun kelahiran anak luar kawin juga perlu didaftarkan ke Kantor Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mendapatkan akta kelahiran.
Hukum akan melakukan perlindungan yang tuntas dengan adanya akta
kelahiran, yang berarti bahwa pemilik akta kelahiran telah diakui secara sempurna

81

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 17.

Universitas Sumatera Utara

40

yang menyangkut keadaan diri pribadinya seperti nama, tanggal lahir, nama kedua
orang tuanya dan lain-lain yang bersangkutan dengan identitas kelahirannya.
Salah satu contoh kasus pengesahan anak luar kawin yang cukup menarik
perhatian adalah pengesahan anak luar kawin berdasarkan Particulars of Marriage
No. 49/08 yang terdaftar pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 tertanggal 10 Februari 2014.
Pencatatan

ini

merupakan

pencatatan

perkawinan

dari

pasangan

berbeda

kewarganegaraan antara:
1. Mempelai laki-laki bernama DKJ, Warga Negara Selandia Baru.
2. Mempelai perempuan bernama MNF, Warga Negara Indonesia.
Perkawinan yang dilangsungkan pasangan tersebut di atas merupakan
perkawinan campuran karena terdapat perbedaan kewarganegaraan, dimana salah satu
mempelai berkewarganegaraan Indonesia (WNI) sebagaimana diatur dalam Pasal 57
Undang-Undang Perkawinan. Sehingga persyaratan dari perkawinan campuran harus
dipenuhi.
Sebelum dilangsungkannya pencatatan perkawinan di Kantor Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam, DKJ dan MNF

telah

melangsungkan perkawinan secara agama sebagaimana tercantum dalam Particulars
of Marriage tertanggal 10 Februari 2014 No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 yang
turut dilampirkan bersama surat-surat yang menjadi syarat yang harus dipenuhi.
Perkawinan ini dianggap telah sah menurut agama dan kepercayaannya sehingga
ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan telah terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara

41

Pencatatan perkawinan dan pengesahan anak dilakukan agar status anak luar
kawin hasil dari perkawinan campuran ini berubah status hukumnya menjadi anak
sah, sehingga anak luar kawin tersebut memperoleh hak sama seperti hak seorang
anak yang sah.
Pasal 272 KUHPerdata menyebutkan bahwa anak luar kawin akan menjadi
anak sah apabila:82
1. orang tuanya menikah; dan
2. sebelum orang tuanya menikah, mereka telah mengakui anaknya atau
pengakuan ini dilakukan dalam akta perkawinan.
Pengesahan anak terjadi dengan dilangsungkannya perkawinan atau dengan
surat pengesahan, setelah anak luar kawin diakui terlebih dahulu oleh kedua orang
tuanya. Sebagai contoh kasus pengesahan anak yang terjadi adalah pengesahan anak
berdasarkan Akta Kelahiran Nomor 238/ PPN/ KI-CS-BTM/ 2004 tertanggal 9
Agustus 2004, atas nama RDD yang lahir pada tanggal 26 Juni 2000, anak pertama
dari

seorang

perempuan

WNI

bernama

MNF

dan

seorang

laki-laki

berkewarganegaraan Selandia Baru bernama DKJ yang mengakibatkan RDD lahir
pada tanggal 9 Agustus 2004.
Setelah itu, pengesahannya diurus oleh DKJ dan MNF tanpa harus melalui
sidang pengesahan perkawinan di pengadilan dan muncul catatan pinggir pada akta

82

Indah Setia Rini, “Pelaksanaan Pengesahan Anak Luar Kawin Menurut Kitab UndangUndang Hukum Perdata Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Studi Kasus terhadap Perkara Nomor: 74/Pdt.P/2005/Pn.Tng di Pengadilan Negeri
Tangerang)”, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, 2009, hlm. 52.

Universitas Sumatera Utara

42

kelahiran RDD. Terkait mengenai pengesahan anak luar kawin tersebut, dapat
dipahami bahwa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam masih
memperhatikan ketentuan mengenai pengesahan anak luar kawin. Hal ini diatur
dalam Pasal 277 KUHPerdata, yaitu:83
“Pengesahan anak, baik dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya,
maupun dengan surat pengesahan menurut Pasal 274, mengakibatkan bahwa
terhadap anak itu akan berlaku ketentuan-ketentuan undang-undang yang
sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan.”
Hal ini juga diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/
PUU/ IX/ 2011 tentang anak sah,

dimana Mahkamah

Konstitusi tetap

mempertahankan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan tentang anak sah, yaitu “anak
yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang
sah”.84
Sebaliknya, Mahkamah Konstitusi mengubah Pasal 43 ayat (1) UndangUndang Perkawinan tentang anak luar kawin, dari bunyi asal: “anak yang dilahirkan
di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya” menjadi “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, serta dengan laki-laki sebagai
ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau

83

Pasal 277 KUHPerdata.
Syafa’at, “Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata”, diakses melalui
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata,
pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB.
84

Universitas Sumatera Utara

43

alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan
perdata dengan keluarga ayahnya”.85
Pengesahan dilakukan oleh ayah biologis terhadap anaknya sesuai dengan
ketentuan KUHPerdata yang hanya dapat dilakukan apabila laki-laki tersebut
menikah dengan ibu dari anak yang bersangkutan dengan dibuktikan adanya Kutipan
Akta Perkawinan. Selanjutnya, pengesahan tidak dapat terjadi apabila yang
bersangkutan tidak melaksanakan pencatatan perkawinannya.86
Pengesahan ini merupakan suatu bentuk pengakuan dan tanggung jawab yang
bersangkutan bahwa anak yang lahir dari istri/calon istrinya adalah benar anak
biologis dari laki-laki tersebut. Menurut KUHPerdata, dengan adanya pengesahan ini
maka laki-laki tersebut mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap anak yang
dilahirkan setelah terjadinya perkawinan.87
Pengesahan dalam pencatatan perkawinan ini menyebabkan nama anak luar
kawin yang telah disahkan dicantumkan dalam akta perkawinan orang tuanya. Begitu
pula pada akta kelahirannya diberi catatan pinggir yang memuat:88
1. Nama anak yang tertera di akta tersebut;
2. Nama ibu kandung anak;
85

Syafa’at, “Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata”, diakses melalui
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata,
pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB.
86
Syafa’at, “Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata”, diakses melalui
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata,
pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB.
87
Syafa’at, “Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata”, diakses melalui
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata,
pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB.
88
Wawancara dengan Rahmat Ali, Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan
Pengangkatan Anak, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam pada tanggal 11
November 2016.

Universitas Sumatera Utara

44

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tempat tanggal lahir anak;
Nama ayah;
Pernyataan pengesahan berdasarkan akta perkawinan;
Tanggal dan nomor akta perkawinan kedua orang tua;
Tanggal dan nomor agenda pengesahan anak;
Kantor yang mengeluarkan agenda pengesahan tersebut.
Berdasarkan Penetapan No. 79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm, akibat hukum

pengesahan

anak

luar

kawin

dari

pasangan

suami

istri

yang

berbeda

kewarganegaraan, yang mana orang tuanya melangsungkan perkawinan secara agama
kemudian mendaftarkannya pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
serta melakukan pengesahan maka bagi yang disahkan tersebut berlaku ketentuan
undang-undang yang sama, seolah-olah anak luar kawin dilahirkan dalam
perkawinan, yang berarti anak luar kawin memperoleh kedudukan yang sama seperti
anak-anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

AKIBAT HUKUM PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP PEWARISAN (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Cilacap No: 29/PDT.P/2011/PN.CLP.)

2 22 69

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN Tinjauan Yuridis Tentang Pengakuan Anak Luar Kawin Menjadi Anak Sah.

0 3 11

PENGAKUAN DAN PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN SERTA AKIBAT HUKUMNYA PENGAKUAN DAN PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN SERTA AKIBAT HUKUMNYA.

0 0 11

PENDAHULUAN PENGAKUAN DAN PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN SERTA AKIBAT HUKUMNYA.

0 2 15

TATACARA PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK WNI OLEH ORANGTUA ANGKAT YANG MERUPAKAN PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN DITINJAU DARI PP NO. 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANA.

0 0 1

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

0 0 15

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

0 0 2

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

0 0 29

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM) Chapter III V

0 0 89

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

0 0 6