Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuhan menciptakan manusia saling berpasang-pasangan dengan tujuan agar
manusia merasa tenteram dan nyaman serta untuk mendapatkan keturunan demi
kelangsungan hidupnya. Manusia membentuk sebuah lembaga perkawinan untuk
mencapai tujuan tersebut. Diharapkan dengan adanya perkawinan dapat membentuk
sebuah keluarga yang bahagia, damai dan sejahtera karena di dalam keluarga dapat
menciptakan generasi yang sehat lahir dan batin. Generasi yang sehat akan dapat
menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh.1
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang Perkawinan, merumuskan bahwa
“perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”2
Makna dan arti perkawinan menjadi lebih dalam, karena selain melibatkan
kedua keluarga juga lebih berarti untuk melanjutkan keturunan yang merupakan hal
penting dari gagasan melaksanakan perkawinan.3

1


Nastaina Dewi Risanty Malik, “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Perkara
Nomor 46/ PUU-VIII/ 2010 Terhadap Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Di Indonesia”, Tesis,
Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2012, hlm. 1.
2
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
3
Denny Yuniandari, “Perkawinan Endogami “Colongan” Pada Masyarakat Osing di Desa
Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi”, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas
Gadjah Mada, 2015, hlm. 2.

1

Universitas Sumatera Utara

2

Perkembangan masyarakat dari hari ke hari menyebabkan terjadinya
perkawinan di antara orang-orang yang berbeda stelsel hukum yang berbeda,
perkawinan ini disebut dengan perkawinan campuran.4

Perkawinan campuran beda kewarganegaraan semakin banyak terjadi
disebabkan sikap masyarakat yang semakin terbuka terhadap kebudayaan yang
datang dari luar lingkungannya baik yang ada di daerah-daerah terpencil maupun
yang ada di kota. Disamping itu juga kemajuan teknologi di segala sektor telah
menimbulkan hubungan yang semakin akrab antar bangsa Indonesia dengan bangsa
lainnya. Hal ini sangat mempengaruhi terjadinya perkawinan campuran beda
kewarganegaraan.5
Perkawinan ini bersifat universal dan tidak dibatasi oleh warna kulit, ras dan
kewarganegaraan. Maka tidak mengherankan jika jumlah perkawinan campuran terus
bertambah, termasuk di Indonesia.6
Batam merupakan salah satu kota di Indonesia yang masyarakatnya cukup
banyak melangsungkan perkawinan campuran. Hal ini dibuktikan dengan adanya
laporan rekapitulasi penerbitan akta-akta sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Batam pada 3 (tiga) tahun terakhir.
Perkawinan campuran yang dicatatkan pada Kantor Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Batam dalam 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu sebagai berikut: 7
4
Novie Yulianie, “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Istri Warga Negara Indonesia Yang
Melangsungkan Perkawinan Campuran”, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2012,
hlm. 5

5
Ibid.
6
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

3

1. Tahun 2013 : 33 (tiga puluh tiga)
2. Tahun 2014 : 65 (enam puluh lima)
3. Tahun 2015 : 53 (lima puluh tiga)
Kota Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di
Indonesia, yang didukung dengan adanya informasi Badan Pusat Statistik Kota Batam
mengenai laju pertumbuhan penduduk menurut jenis kelamin dari tahun 1999 (seribu
sembilan ratus sembilan puluh sembilan) sampai dengan tahun 2012 (dua ribu dua
belas) sebesar 27.12% (dua puluh tujuh koma dua belas persen).8
Kota Batam juga memiliki letak yang sangat strategis dalam jalur pelayaran
internasional. Jaraknya yang sangat dekat dan berbatasan langsung dengan Negara
Singapura dan Malaysia menyebabkan cukup banyak masyarakat Batam yang

melakukan perkawinan campuran.
Keberadaan anak dalam perkawinan merupakan sesuatu yang sangat berarti.
Anak merupakan anugerah dan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu,
orang tua harus memelihara, membesarkan, merawat, mendidik dengan penuh
tanggung jawab dan kasih sayang serta memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.9
Undang-Undang Perkawinan menegaskan bahwa perlindungan khusus, kesempatan

7

Wawancara dengan Rahmat Ali, Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan
Pengangkatan Anak, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam. Wawancara dilakukan
pada tanggal 11 November 2016.
8
Badan Pusat Statistik Kota Batam, “Penduduk WNI Kota Batam Menurut Rasio Jenis
Kelamin Tahun 1999-2014”, diakses melalui https://batamkota.bps.go.id/, pada tanggal 12 Desember
2016, pukul 15.30 WIB.
9
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2007), hlm. 172.


Universitas Sumatera Utara

4

dan fasilitas yang memungkinkan anak-anak untuk berkembang secara sehat dan
wajar berhak diperoleh dari hubungan suami istri yang sah.
Suatu keadaan dimana kehadiran seorang anak dalam suatu keluarga tidak
selamanya merupakan suatu kebahagiaan pada kenyataannya sering ditemui. Hal ini
biasanya terjadi apabila seorang anak dilahirkan di luar perkawinan yang sah.10
Kehadiran seorang anak luar kawin akan mengakibatkan banyak pertentangan di
dalam keluarga dan masyarakat, begitu juga secara hukum dapat menimbulkan
permasalahan tersendiri.
Kelahiran seorang anak luar kawin tidak hanya diakibatkan oleh suatu
hubungan di luar nikah. Seorang perempuan dalam keadaan tertentu juga dapat
melahirkan seorang anak luar kawin, apabila perkawinan dilangsungkan secara adat
dan tidak dicatatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 80 KUHPerdata menegaskan:11
“Perkawinan harus dilangsungkan di hadapan Pejabat Kantor Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil.”

Selanjutnya ketentuan dalam Pasal 81 KUHPerdata menyatakan:12
“Perkawinan secara agama harus dilaksanakan setelah perkawinan di hadapan
Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.”

10

Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung,
1994), hlm. 222.
11
Pasal 80 KUHPerdata
12
Pasal 81 KUHPerdata

Universitas Sumatera Utara

5

Perkawinan yang hanya dilakukan secara agama dan tidak dilakukan di
hadapan Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, maka
konsekuensi hukumnya dari berlakunya Pasal 80 jo Pasal 81 KUHPerdata di atas,

yaitu antara suami dan istri dan/atau antara ibu dan ayah dengan anak-anaknya (jika
ada anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut), tidak akan ada hubunganhubungan perdata. Hubungan perdata yang dimaksud adalah antara lain hubungan
pewarisan antara suami dan istri dan/atau ibu dan ayah dengan anak-anak serta
keluarganya, apabila di kemudian hari terdapat salah seorang yang meninggal
dunia.13
Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan menentukan:14
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur dan tidak menjelaskan mengenai
konsekuensi/akibat hukum, apabila perkawinan hanya dilakukan menurut hukum
agama (kepercayaan) saja, tanpa melakukan pendaftaran perkawinan di Kantor Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

13

Wawancara dengan Rahmat Ali, Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan
Pengangkatan Anak, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam. Wawancara dilakukan
pada tanggal 11 November 2016.

14
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Universitas Sumatera Utara

6

Terkait mengenai status kewarganegaraan anak luar kawin dari pasangan
suami istri yang berbeda kewarganegaraan, apabila ibu berkewarganegaraan
Indonesia, maka anak akan mengikuti warga negara dan hukum ibunya. Apabila ibu
berkewarganegaraan asing, maka anak akan mengikuti kewarganegaraan ibunya yang
berkewarganegaraan asing (WNA). Hal ini diatur dalam Pasal 4 huruf g UndangUndang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006, mengenai yang dapat disebut
sebagai WNI, yaitu:
“Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara
Indonesia”.15
Dalam hal ini, mengenai keabsahan anak luar kawin sering menimbulkan
perdebatan. Perdebatan ini diakibatkan oleh kehendak hukum dan pengguna hukum
yang berlawanan. Hal tersebut ditunjukkan oleh kenyataan bahwa semua orang
menginginkan anak yang dilahirkan ke dunia ini berstatus sebagai anak sah. Namun
realitanya, tidak semua anak yang terlahir tersebut merupakan anak sah.16

Ketentuan dalam Pasal 4 huruf h Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor
12 Tahun 2006 juga menegaskan bahwa WNI adalah:
“Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang warga negara
asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai

15

Pasal 4 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Mustofa Rahman, Anak Luar Nikah, Status dan Implikasi Hukumnya, (Jakarta: Atmaja,
2003), hlm. 19.
16

Universitas Sumatera Utara

7

anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin”.17
Terkait mengenai anak luar kawin yang ibunya WNI dan ayahnya WNA
berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Kewarganegaraan, dijelaskan:

“Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah,
belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah
oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga
Negara Indonesia.”18
Tetap diakuinya anak-anak tersebut di atas sebagai WNI, berdasarkan Pasal 6
Undang-Undang Kewarganegaraan menyebabkan anak luar kawin tersebut di atas
memiliki dwi kewarganegaraan hingga ia berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
menikah, yang mana ia diperbolehkan untuk memilih kewarganegaraannya.
Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan disampaikan secara tertulis kepada
pejabat yang ditugaskan oleh menteri untuk mengurusi bidang kewarganegaraan,
dengan dilampiri dokumen sesuai peraturan perundang-undangan.19
Akibat hukum terhadap anak luar kawin dari pasangan suami istri yang
berbeda kewarganegaraan, yaitu:20
1. Status anak dianggap tidak sah;
2. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu;
17

Pasal 4 huruf h Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
19

Lea Devina Anggundhyta Ramschie, “Proses Pengesahan Anak Luar Kawin Beda
Kewarganegaraan”, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2011, hlm. 4.
20
Ibid.
18

Universitas Sumatera Utara

8

3. Anak dan ibunya tidak berhak atas nafkah dan warisan.
Anak luar kawin perlu diakui oleh ayah atau ibunya menyangkut segala
akibatnya di bidang pewarisan, kewarganegaraan, perwalian dan sebagainya. Anak
tersebut harus diakui dengan tegas oleh ibu yang melahirkannya. Jika tidak maka
tidak ada hubungan hukum antara ibu dan anak. Hal ini dimuat dalam Pasal 280
KUHPerdata.21
Pengakuan merupakan suatu hal yang sifatnya berbeda dengan pengesahan.
Dengan dilaksanakannya pengakuan, seorang anak luar kawin tidak secara langsung
menjadi anak sah. Anak luar kawin baru menjadi anak sah, apabila kedua orang
tuanya melangsungkan perkawinan. Setelah itu mereka mengakuinya, atau jika
pengakuan anak luar kawin dilakukan dalam akta perkawinan itu sendiri. Demikian
ketentuan yang dimuat dalam Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).22
Ketentuan dalam Pasal 280 KUHPerdata, menyebutkan: “Dengan melakukan
perbuatan pengakuan terhadap anak luar kawin, timbul hubungan perdata antara anak,
dan bapak atau ibunya”.23 Pengakuan ini dapat dilakukan dengan akta yang dibuat
oleh Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan harus dicatat
dalam akta kelahiran anak.24 Adapun pengaturan terhadap anak luar kawin melalui
alat bukti yang autentik dapat dilakukan dengan cara:25
1.

Dalam akta kelahiran anak pada waktu perkawinan berlangsung.
21

Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2004), hlm. 145.
22
Ibid.
23
Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
24
Gatot Supramono, Segi-segi Hubungan Luar Nikah, (Jakarta: Djambatan, 1998), hlm. 91.
25
Ali Affandi, Op. Cit., hlm. 146.

Universitas Sumatera Utara

9

2.

Dalam akta perkawinan ayah atau ibu jika kemudian meneruskan dengan
perkawinan.

3.

Dalam akta pengakuan atau pengesahan anak.
Peristiwa pengesahan seorang anak, baik itu kelahiran anak luar kawin,

peristiwa kelahirannya perlu mempunyai alat bukti yang tertulis dan autentik. Hal ini
dikarenakan untuk membuktikan identitas seseorang yang berkekuatan hukum dapat
dilihat dari akta kelahirannya yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang
mengeluarkan akta kelahiran.26
Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan
Pembinaan Penyelenggaraan Pencatatan Sipil menegaskan bahwa setiap peristiwa
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik itu kelahiran anak luar kawin juga
perlu didaftarkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mendapatkan
akta kelahiran. Akta kelahiran berfungsi sebagai perlindungan hukum yang tuntas
yang berarti bahwa pemilik akta oleh hukum telah diakui secara sempurna yang
menyangkut keadaan diri pribadinya seperti nama, tanggal lahir, nama kedua orang
tuanya dan lain-lain yang bersangkutan dengan identitas kelahirannya. 27
Pengakuan dan pengesahan anak luar kawin terjadi pada kasus yang akan
menjadi objek penelitian, yaitu kasus anak luar kawin pada Penetapan No. 79 / Pdt.P /
2014 / PN.Btm tanggal 18 Maret 2014 yang mengadili dan memeriksa perkara
26
Viktor M. Situmorang, Aspek Hukum Catatan Sipil di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2002), hlm. 40.
27
Wawancara dengan Rahmat Ali, Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan
Pengangkatan Anak, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam. Wawancara dilakukan
pada tanggal 11 November 2016.

Universitas Sumatera Utara

10

perdata permohonan dalam tingkat pertama yang diajukan para pemohon, yaitu:
Pemohon DKJ (Pemohon I) dan Pemohon MNF (Pemohon II) yang mengajukan
permohonan pengakuan anak pada tanggal 4 Maret 2014 yang terdaftar di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Batam.
Pemohon DKJ berkewarganegaraan Selandia Baru berdasarkan Passport
Nomor: LA315588, tanggal 20 Desember 2010. Pemohon MNF merupakan WNI
berdasarkan Kartu Tanda Penduduk RI Nomor: 2171105911729003, tanggal 16 April
2010, yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam.
Pemohon DKJ dan Pemohon MNF sebelumnya telah melangsungkan
perkawinan secara agama. Hasil dari perkawinan ini, Pemohon MNF mengandung
dan melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama RDD, lahir di Batam pada
tanggal 26 Juni 2000. RDD merupakan anak pertama dari Pemohon MNF, hal ini
tercantum di dalam Kutipan Akta Kelahiran Nomor: 238/ PPN/ KI-CS-BTM/ 2004,
tanggal 9 Agustus 2004.
Perkawinan Pemohon DKJ dan Pemohon MNF baru dilangsungkan secara
resmi pada tanggal 26 April 2008 sebagaimana terdapat dalam kutipan Particulars of
Marriage No. 49/ 08 yang telah didaftarkan di Kantor Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 pada tanggal 10
Februari 2014.
RDD diakui oleh Pemohon DKJ bahwa RDD adalah benar anak dari hasil
perkawinan Pemohon DKJ dengan Pemohon MNF yang lahir sebelum Pemohon DKJ
dan Pemohon MNF melangsungkan perkawinan secara sah.

Universitas Sumatera Utara

11

Sejak tanggal 10 Februari 2014, Pemohon DKJ dan Pemohon MNF telah
menjadi suami istri yang sah menurut hukum negara. Berdasarkan hal tersebut di atas,
Pemohon DKJ dan Pemohon MNF ingin mengesahkan dan mengakui RDD.
Selanjutnya, RDD yang terlahir dari anak luar kawin Pemohon MNF menjadi anak
yang diakui dan disahkan dari pernikahan Pemohon DKJ dan Pemohon MNF, demi
kepentingan masa depan RDD.28
Izin berupa Penetapan Pengadilan Negeri Batam sesuai domisili Pemohon
DKJ, Pemohon MNF dan RDD tersebut terlebih dahulu harus ada untuk syarat sah
pengesahan dan pengakuan RDD. Akta kelahiran sangat diperlukan guna kepentingan
anak di kemudian hari. Terkait hal ini, Pemohon DKJ dan Pemohon MNF
memerlukan izin berupa Penetapan dari Pengadilan Negeri Batam, mengingat
keduanya berdomisili di Batam.
Kasus ini merupakan kasus dimana orang tua yang hanya menikah secara
agama sadar akan kepentingan masa depan anak. Pemohon DKJ dan Pemohon MNF
selaku orang tua mengikuti prosedur yang telah diatur dalam undang-undang untuk
melegalkan, mencatatkan atau mendaftarkan pernikahan tersebut sehingga sejak
tanggal 10 Februari 2014 mereka menjadi suami istri yang sah menurut hukum
negara. Pemohon DKJ dan Pemohon MNF selanjutnya ingin mengakui dan
mengesahkan RDD yang sebelumnya terlahir dari anak luar kawin menjadi anak yang
diakui dan disahkan dari pernikahan orang tuanya.

28

Direktori Putusan
79/Pdt.P/2014/PN.Btm.

Mahkamah

Agung

Republik

Indonesia,

Penetapan

Nomor

Universitas Sumatera Utara

12

Melihat kasus anak luar kawin yang saat ini berkembang di masyarakat, maka
pembahasannya akan dibatasi, yaitu hanya membahas kasus pengakuan dan
pengesahan anak luar kawin yang tunduk pada KUHPerdata. Berdasarkan latar
belakang tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai anak luar
kawin menjadi anak yang diakui dan disahkan yang akan dituangkan ke dalam tesis
yang berjudul: “Pengakuan dan pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri
yang berbeda kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam No.
79/Pdt.P/2014/PN.Btm)”.
B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang
berbeda kewarganegaraan berdasarkan Particulars of Marriage No. 49/08
yang terdaftar pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014?
2. Bagaimana perlindungan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang
berbeda kewarganegaraan berdasarkan peraturan perkawinan di Indonesia?
3. Bagaimana pertimbangan Hakim mengenai anak luar kawin dari pasangan
suami istri yang berbeda kewarganegaraan berdasarkan Penetapan Pengadilan
Negeri Batam No. 79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm?

Universitas Sumatera Utara

13

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses pengesahan anak luar kawin dari
pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan berdasarkan Particulars
of Marriage No. 49/08 yang terdaftar pada Kantor Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan anak luar kawin dari
pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan berdasarkan peraturan
perkawinan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan Hakim mengenai anak luar
kawin dari pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan berdasarkan
Penetapan Pengadilan Negeri Batam No. 79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun
secara praktis di antaranya adalah:
1. Secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pikiran,
pemahaman bagi ilmu pengetahuan dan pandangan baru tentang pengakuan
dan pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang berbeda
kewarganegaraan. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan saran-saran

Universitas Sumatera Utara

14

bagi pasangan suami istri berbeda kewarganegaraan yang akan melakukan
pengakuan dan pengesahan anak luar kawin mereka.
2. Secara Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi, masukan serta bahan
pertimbangan bagi para pembaca. Khususnya bagi pasangan suami istri
berbeda kewarganegaraan yang akan melakukan pengakuan dan pengesahan
anak luar kawin mereka agar dapat lebih memahami proses pengakuan dan
pengesahan anak luar kawin.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara (USU), khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan maupun di
lingkungan Magister Ilmu Hukum, sejauh yang diketahui belum ada yang melakukan
penelitian mengenai “Pengakuan dan pengesahan anak luar kawin dari pasangan
suami istri yang berbeda kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri
Batam No.79/ Pdt.P/ 2014/PN.Btm)”. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
duplikasi penelitian terhadap judul dan permasalahan yang sama dengan penelitian
ini.
Hasil penelusuran menyimpulkan bahwa perumusan masalah dan objek
penelitian yang serupa dengan penelitian ini belum pernah ada. Namun dalam
penelitian sebelumnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara (USU) diketahui ada beberapa peneliti mengangkat topik

Universitas Sumatera Utara

15

yang fokus utamanya tentang anak luar kawin, antara lain penelitian yang dilakukan
oleh:
1.

Denilah Shofa Nasution, NIM 017011010/MKn, dengan judul tesis “Hak Dan
Kedudukan Anak Luar Kawin Yang Diakui Atas Harta Peninggalan Orang
Tuanya (Kajian Pada Etnis Tionghoa Di Kota Tebing Tinggi)”.

Substansi permasalahan adalah:
a. Bagaimanakah kedudukan hukum antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang perkawinannya dilakukan secara adat Tionghoa?
b. Bagaimanakah kedudukan anak luar kawin yang diakui dalam hukum
keluarga?
c. Bagaimanakah hak waris anak luar kawin yang diakui atas harta peninggalan
orang tuanya?
2.

Kuswinarno, NIM 087005024/MKn, dengan judul tesis “Aspek Hukum Status
Kewarganegaraan Anak Hasil Perkawinan Campuran Yang Lahir Sebelum Dan
Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia”.

Substansi permasalahan adalah:
a. Bagaimana implementasi prinsip-prinsip kewarganegaraan dalam bidang
keimigrasian di Indonesia?
b. Bagaimana status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran yang
lahir sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia?

Universitas Sumatera Utara

16

c. Kebijakan apakah yang harus diambil oleh Direktorat Jenderal Imigrasi,
Kementerian Hukum dan HAM RI dalam menangani perbedaan pengaturan
status kewarganegaraan bagi anak hasil perkawinan campuran yang lahir
sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam hal pengaturan izin
keimigrasian?
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya secara jelas terdapat adanya
perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti dan tidak menemukan penelitian yang
sama secara spesifik dengan beberapa judul penelitian yang telah dikemukakan di
atas, dalam penelitian yang berjudul “Pengakuan dan Pengesahan Anak Luar Kawin
dari Pasangan Suami Istri yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan
Pengadilan Negeri Batam No. 79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm)”.
Penelitian ini menitikberatkan pembahasannya mengenai pengakuan dan
pengesahan

anak

luar

kawin

dari

pasangan

suami

istri

yang

berbeda

kewarganegaraan. Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan asli dan dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademik.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Kerangka teori adalah bagian penting dalam penelitian, artinya teori hukum

harus dijadikan dasar dalam memberikan penilaian apa yang seharusnya memuat
hukum. Selain itu, teori juga biasa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa

Universitas Sumatera Utara

17

hukum yang terjadi. Kaelan M.S mengatakan landasan teori pada suatu penelitian
adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.29
Kerangka teoretis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai
berikut:30
a. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang
hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;
b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi;
c. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta dan mungkin faktor-faktor
tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
Teori menunjukkan hubungan antara fakta-fakta. Teori juga merupakan alat
ilmu pengetahuan yang penting sekali.31 Ciri-ciri kerangka teoretis dalam penulisan
karya ilmiah hukum, yaitu:32
a. teori hukum;
b. asas-asas hukum;
c. doktrin hukum; dan
d. ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya.
Pembahasan mengenai kekuatan hukum pengakuan dan pengesahan anak luar
kawin pada dasarnya tidak terlepas dari hubungan dengan masalah kepastian hukum
dan perlindungan anak. Selanjutnya, fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk

29

Kaelan M.S, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma Bagi Pengembangan
Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni),
(Yogyakarta: Paradigma, 2005), hlm. 239.
30
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005),
hlm. 121.
31

S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 3.

32

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2009), hlm. 79.

Universitas Sumatera Utara

18

memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang
diamati. Penelitian ini berusaha untuk memahami kepastian hukum dan perlindungan
anak dari peraturan undang-undang yang ada saat ini.
Menjawab perumusan masalah yang ada, kerangka teori yang digunakan
sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah Teori Perlindungan Anak dan Teori
Kepastian Hukum.
a.

Teori Perlindungan Anak
Secara etimologis, perlindungan diartikan sebagai tempat berlindung dan

perbuatan melindungi. Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
sebagaimana telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak pada Pasal 1 angka 2 ditentukan bahwa: “Perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.33
Perlindungan hukum terhadap anak menyangkut semua aturan hukum yang
berlaku. Perlindungan ini diperlukan karena anak merupakan bagian masyarakat yang
mempunyai keterbatasan secara fisik dan mentalnya. Oleh karena itu, anak
memerlukan perlindungan dan perawatan khusus.34
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 pada alinea IV disebutkan
bahwa Negara Republik Indonesia berkewajiban melindungi segenap bangsa
33

I Nyoman Sujana, Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Dalam Perspektif Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 45.
34
Ibid., hlm. 44.

Universitas Sumatera Utara

19

Indonesia. Frase “segenap bangsa Indonesia” berarti mencakup seluruh anak
termasuk pula di dalamnya anak luar kawin. Perlindungan hukum bagi anak luar
kawin melalui peraturan perundang-undangan dan tindakan-tindakan yang bertujuan
melindungi pihak yang lemah akan menempatkan anak luar kawin pada kedudukan
yang layak sebagai manusia.35
Philipus M. Hadjon menegaskan bahwa ada 2 (dua) macam perlindungan
hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum yang preventif36 dan perlindungan
hukum yang represif37. Konsep perlindungan hukum yang dikemukakan oleh Philipus
M. Hadjon sangat relevan digunakan untuk mengkaji konsep perlindungan hukum
anak luar kawin, khususnya perlindungan hukum terhadap hak-hak keperdataan anak
luar kawin setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/ PUU-VIII/
2010 tanggal 17 Februari 2012.
Kedudukan hukum anak luar kawin di dalam memperoleh hak-hak
keperdataannya sangat lemah, terutama dalam hal laki-laki yang dipersangkakan
sebagai ayah biologisnya tidak mau mengakui bahwa anak luar kawin tersebut
memang benar mempunyai hubungan darah yang dapat dibuktikan melalui
mekanisme hukum berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti
lain menurut hukum.38

35

Ibid., hlm. 45-46.
I Gusti Ayu Candika Puspasari, “Perkawinan Yang Dicatatkan Pada Kantor Catatan Sipil
Tanpa Melakukan Upacara Keagamaan”, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Udayana, 2012,
hlm. 46. Penjelasan: Preventif adalah bentuk perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi
kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah
mendapat bentuk yang pasti.
37
Ibid. Penjelasan: Represif adalah bentuk perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam
penyelesaian sengketa, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
38
I Nyoman Sujana, Op. Cit., hlm. 45-46.
36

Universitas Sumatera Utara

20

Anak luar kawin berhak memperoleh hak-hak sebagai anak bangsa. Setelah
lahir, anak luar kawin juga berhak untuk memperoleh identitas melalui akta kelahiran.
Akan tetapi kenyataannya, di dalam pergaulan sosial masyarakat, anak luar kawin
sering mengalami perlakuan yang diskriminatif di dalam upaya mendapatkan
pengakuan kedudukannya sebagai subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban
yang sama kepada bangsa dan negara seperti halnya dengan anak-anak yang lahir dari
perkawinan yang sah.39
b.

Teori Kepastian Hukum
Berkaitan dengan teori kepastian hukum, dapat dilihat seberapa efisien

peraturan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Teori kepastian hukum ini untuk memecahkan perumusan masalah
pertama, yaitu mengenai pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang
berbeda kewarganegaraan berdasarkan Particulars of Marriage No. 49/08 yang
terdaftar pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/
P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 dan perumusan masalah ketiga yang membahas tentang
pertimbangan Hakim mengenai anak luar kawin dari pasangan suami istri yang
berbeda kewarganegaraan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Batam No. 79/
Pdt.P/ 2014/ PN.Btm.
Terkait mengenai teori kepastian hukum, O. Notohamidjojo mengemukakan
tentang tujuan hukum, yaitu:

39

Ibid., hlm. 5-6.

Universitas Sumatera Utara

21

Melindungi hak dan kewajiban manusia dalam masyarakat, melindungi lembaga
lembaga sosial dalam masyarakat (dalam arti luas, yang mencakup lembagalembaga sosial di bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan), atas dasar
keadilan untuk mencapai keseimbangan serta damai dan kesejahteraan umum
(bonum commune).40
Selanjutnya dikemukakan: hukum yang berwibawa itu ditaati, baik oleh
pejabat-pejabat hukum maupun oleh justitiabelen, yaitu orang-orang yang harus
menaati hukum itu. Hukum akan bertambah kewibawaannya, jika:
1) Memperoleh dukungan dari value sistem yang berlaku dalam masyarakat.
Hukum salah satu jenis norma dalam value sistem yang berlaku akan lebih
mudah ditopang oleh norma sosial lain yang berlaku.
2) Hukum dalam pembentukannya ordeningssubject atau pejabat-pejabat hukum,
tidak diisolasikan dari norma-norma sosial lain, bahkan disambungkan dengan
norma-norma yang berlaku.
3) Kesadaran hukum dari para justitiabelen. Wibawa hukum akan bertambah
kuat apabila kesadaran hukum yang baru.
4) Kesadaran hukum dari pejabat hukum yang dipanggil untuk memelihara
hukum dan untuk menjadi penggembala hukum, pejabat hukum harus insaf
dan mengerti bahwa wibawa hukum itu bertambah apabila tindakannya itu
tertib menurut wewenangnya dan apabila ia menghormati dan melindungi tata
ikatannya (verbandsorde).41
Kepastian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, yaitu:
Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diusahakan adanya kepastian
dalam pergaulan antarmanusia dalam masyarakat teratur, tetapi merupakan
syarat mutlak bagi suatu organisasi hidup yang melampaui batas-batas saat
sekarang. Karena itulah terdapat lembaga-lembaga hukum, seperti
perkawinan. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang
dijelmakan olehnya, manusia tak mungkin mengembangkan bakat-bakat dan
kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal
dalam
masyarakat tempat ia hidup.42

40

O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, (Jakarta: BPK, 1970), hlm. 80-82.
Ibid., hlm. 83-84.
42
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan
Nasional, (Bandung: Bina Cipta, 1970), hlm. 6.
41

Universitas Sumatera Utara

22

Teori kepastian hukum oleh Gustav Radbruch menyatakan bahwa: ”sesuatu
yang dibuat pasti memiliki cita atau tujuan”.43 Jadi, hukum dibuatpun ada tujuannya,
tujuan ini merupakan suatu nilai yang ingin diwujudkan manusia, tujuan hukum yang
utama ada 3 (tiga), yaitu: keadilan untuk keseimbangan, kepastian untuk ketetapan
dan kemanfaatan untuk kebahagiaan.
Pemikiran para pakar hukum, bahwa wujud kepastian hukum pada umumnya
berupa peraturan tertulis yang dibuat oleh suatu badan yang mempunyai otoritas.
Kepastian hukum sendiri merupakan salah satu asas dalam tata pemerintahan yang
baik, dengan adanya suatu kepastian hukum maka dengan sendirinya warga
masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum.
Kepastian hukum mengharuskan terciptanya suatu peraturan atau kaidah
umum yang berlaku secara umum, serta mengakibatkan bahwa tugas hukum umum
untuk mencapai kepastian hukum (demi adanya ketertiban dan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia). Hal ini dilakukan agar terciptanya suasana yang aman dan
tenteram dalam masyarakat luas dan ditegakkannya serta dilaksanakan dengan
tegas.44
2.

Konsepsi
Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-

konsep yang akan diteliti.45 Dalam penelitian ini, ada beberapa konsepsi penting yang

43
Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Krisis terhadap Hukum, (Jakarta: PT. Raja
Garfindo Persada, 2011), hlm. 123.
44
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Bandung: Bina Cipta, 1983), hlm. 15.
45
Amirrudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), hlm. 47.

Universitas Sumatera Utara

23

harus didefinisikan secara jelas sebagai intisari dari objek penelitian, yaitu sebagai
berikut:
a.

Pengakuan anak, yaitu:46
1) Pengakuan anak dalam pengertian formil adalah suatu bentuk pemberian
keterangan dari seorang pria yang menyatakan pengakuan terhadap anakanaknya.
2) Pengakuan anak dalam pengertian materiil adalah suatu perbuatan hukum
untuk menimbulkan hubungan kekeluargaan antara anak dan orang yang
mengakuinya.

b.

Pengesahan anak luar kawin adalah alat hukum (rechts middle) untuk memberi
kepada anak tersebut kedudukan (status) sebagai anak sah. Pengesahan terjadi
dengan dilangsungkannya perkawinan orang tua si anak atau dengan “surat
pengesahan”, setelah si anak diakui lebih dahulu oleh kedua orang tuanya.47

c.

Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah.48

d.

Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan.49

e.

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan
salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.50

f.

Kewarganegaraan adalah hal yang berhubungan dengan warga Negara;
keanggotaan sebagai warga negara.51
46

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media
Group, Cet. 1, 2006), hlm. 84
47
Ko Tjay Sing, Hukum Perdata Jilid I Hukum Keluarga, (Semarang: Universitas
Diponegoro, 1981), hlm. 406.
48
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
49
MR. Martiman Prodjohamidjojo, Tanya Jawab Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 2004), hlm. 33.
50
Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Universitas Sumatera Utara

24

g.

Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang
dalam register pencatatan sipil pada instansi pelaksana.52

h.

Pengadilan Negeri Batam adalah pengadilan negeri yang mengabulkan
permohonan atas pengesahan anak luar kawin yang orang tuanya berbeda
kewarganegaraan.

G. Metode Penelitian
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini dikarenakan penelitian bertujuan untuk
mengungkap kebenaran sistematis, metodologis dan konsisten. Jenis penelitian ini
adalah yuridis normatif atau penelitian hukum doktriner yang juga disebut sebagai
penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian doktriner karena
penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis
atau bahan-bahan hukum lainnya.53 Penelitian ini akan menganalisa data sekunder,
baik berupa literatur dan buku-buku, peraturan perundang-undangan serta penetapan
pengadilan dalam hal ini Penetapan Pengadilan Negeri Batam serta sumber lain yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan Penetapan Pengadilan Negeri
Batam, dalam hal ini pengakuan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang
51

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 1556.
52
Pasal 1 ayat 15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
53

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara

25

berbeda kewarganegaraan, selanjutnya menggunakan metode pendekatan perundangundangan yang mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang Perkawinan
yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, peraturan perundangundangan tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang termuat dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, peraturan perundang-undangan tentang
Administrasi Kependudukan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2013 dan peraturan perundang-undangan tentang Perlindungan Anak yang termuat
dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Selanjutnya, menganalisis dan
melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
pengaturan hukum dan implementasi pelaksanaannya di Indonesia.
Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, dimana penelitian ini
menguraikan dan menganalisis secara rinci dan sistematis tentang permasalahan
pengakuan dan pengesahan anak luar kawin yang lahir dari pasangan suami istri yang
berbeda kewarganegaraan. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang
diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dan
menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.54 Inti
metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang tata cara
bagaimana suatu penelitian hukum harus dilakukan.55
2.

Sumber Data
Jenis data dalam penelitian biasanya dibedakan antara data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama. Data
sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang
54

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Kajian Singkat,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 1.
55
Bambang Waluyo, Op. Cit., hlm. 17.

Universitas Sumatera Utara

26

berwujud laporan dan sebagainya.56 Berdasarkan sifat penelitian tersebut di atas, data
yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder dalam hal ini dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim.57 Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka
penelitian ini, antara lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia;
5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
6) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
7) Penetapan Pengadilan Negeri Batam No.79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm.

56

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 30.
57
Zainuddin Ali, Op. Cit., hlm. 47.

Universitas Sumatera Utara

27

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang fungsinya memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan UndangUndang (RUU), buku-buku, artikel, pendapat pakar hukum, maupun hasil
penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang berfungsi memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder yang berupa bahan pustaka seperti kamus hukum, majalah, surat
kabar, jurnal hukum dan laporan ilmiah juga menjadi sumber bahan bagi
penelitian tesis ini, sepanjang memuat informasi yang relevan terhadap
penulisan tesis ini.
3.

Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
Sesuai dengan uraian penelitian di atas, untuk mendapatkan data yang

diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library
research) yaitu untuk mendapatkan data dengan melakukan penelaahan bahan
kepustakaan atau bahan sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku dan karya ilmiah
lainnya maupun bahan hukum tersier yaitu berupa kamus, majalah, surat kabar dan
jurnal-jurnal ilmiah.
Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsikonsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian.58

58

Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, (Medan: Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, 1990), hlm. 48.

Universitas Sumatera Utara

28

Adapun metode lain yang digunakan yaitu field research (wawancara), yang
artinya mencari dan mempelajari data melalui wawancara dari seseorang (informan)
yang memang mengetahui tentang gejala yang diteliti maupun dengan observasi di
lapangan tempat gejala yang diteliti berada. Informan yang dimaksud dalam tesis ini
adalah Netty Sihombing selaku Panitera Muda Hukum, Pengadilan Negeri Kota
Batam dan Rahmat Ali selaku Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan
Pengangkatan Anak, Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam.
4.

Analisis Data
Analisis dapat diartikan menguraikan hal yang akan diteliti ke dalam unsur-

unsur yang lebih kecil dan sederhana.59 Analisis data merupakan hal yang sangat
penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah
yang diteliti.60 Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan
ke dalam suatu pola, kategori dan satuan urutan dasar.61
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara metode
kualitatif, yaitu data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan
pengukuran, akan tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan, serta pandangan
informan untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini.62

59

C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20,
(Bandung: Alumni, 2006), hlm. 106.
60
Heru Irianto dan Burhan Bungin, Pokok-pokok Penting tentang Wawancara Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 143.
61
Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 3.
62
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 67.

Universitas Sumatera Utara

29

Analisis kualitatif menghasilkan data yang dinyatakan oleh sasaran penelitian
yang bersangkutan secara tertulis, lisan dan perilaku nyata. 63 Setelah itu ditarik
kesimpulan

dengan

menggunakan

metode

deduktif,

yaitu

menyimpulkan

pengetahuan-pengetahuan konkrit mengenai kaidah yang benar dan tepat untuk
diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan (perkara) tertentu.64 Dengan
begitu, kesimpulan yang didapat berupa apakah permasalahan atau perkara tertentu
telah sesuai atau tidak dengan pengetahuan-pengetahuan konkrit yang diyakini.

63

Ibid.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1996), hlm. 73.
64

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

AKIBAT HUKUM PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP PEWARISAN (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Cilacap No: 29/PDT.P/2011/PN.CLP.)

2 22 69

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN Tinjauan Yuridis Tentang Pengakuan Anak Luar Kawin Menjadi Anak Sah.

0 3 11

PENGAKUAN DAN PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN SERTA AKIBAT HUKUMNYA PENGAKUAN DAN PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN SERTA AKIBAT HUKUMNYA.

0 0 11

PENDAHULUAN PENGAKUAN DAN PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN SERTA AKIBAT HUKUMNYA.

0 2 15

TATACARA PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK WNI OLEH ORANGTUA ANGKAT YANG MERUPAKAN PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN DITINJAU DARI PP NO. 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANA.

0 0 1

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

0 0 15

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

0 0 2

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

0 0 15

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM) Chapter III V

0 0 89

Pengakuan Dan Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Yang Berbeda Kewarganegaraan (Studi Penetapan Pengadilan Negeri Batam NO. 79 PDT.P 2014 PN.BTM)

0 0 6