Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat dalam Chloroxylenol terhadap Jumlah Staphylococus aureus dan Perubahan Dimensi Model Kerja

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Salah satu tujuan pembuatan gigi tiruan pada pasien yang mengalami

kehilangan gigi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup. Tahap pembuatan gigi
tiruan diawali dengan prosedur pencetakan yaitu pencetakan anatomis. Tujuan dari
pencetakan anatomis yaitu untuk pembuatan model studi dan model kerja. Model
studi digunakan sebagai model diagnostik, sedangkan model kerja digunakan untuk
pembuatan sendok cetak fisiologis dan pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan kelas
III maupun kelas IV Kennedy. Model kerja harus memiliki sifat-sifat yang ideal
untuk digunakan sebagai media pembuatan gigi tiruan dan umumnya model kerja
dibuat dari gips tipe III karena memiliki kekuatan yang cukup dan gigi tiruan mudah
dikeluarkan setelah proses pembuatan selesai (Anusavic KJ, 2004).
Pencetakan anatomis dilakukan menggunakan bahan cetak irreversibel
hidrokoloid (alginat). Keuntungan penggunaan bahan cetak ini, manipulasinya
mudah, nyaman bagi pasien, relatif tidak mahal, tidak memerlukan banyak peralatan,
fleksibel, akurat dan murah (Annusavice KJ, 2004). Selain mempunyai keuntungan

bahan cetak ini mempunyai kerugian antara lain, sifat imbibisi yaitu menyerap air bila
berada dilingkungan yang basah sehingga lebih mudah mengembang (swelling) dan
mudah terjadi pengerutan (shrinkage) oleh karena keluarnya kandungan air (sineresis)
saat dibiarkan terlalu lama di udara terbuka. Alginat mengandung sejumlah air yang

Universitas Sumatera Utara

besar dan rentan terhadap distorsi yang disebabkan oleh sifat imbibisi dan sineresis
(Imbery TA dkk., 2010) hal ini dapat menyebabkan cetakan alginat mengalami
perubahan dimensi sehingga model kerja yang dihasilkan dapat menurun
keakurasiannya.
Bahan cetak alginat yang digunakan pada pencetakan anatomis, saat
dilakukan pencetakan akan terkontaminasi dengan cairan rongga mulut seperti saliva
atau darah. Pada prosedur pengambilan cetakan tekanan dari sendok cetak dapat
mencederai membran mukosa dan gusi sehingga timbul pendarahan, darah dengan
mudah akan menempel serta masuk ke dalam bahan cetak. Darah, saliva dan eksudat
dirongga mulut pasien mengandung banyak mikroorganisme. Menurut Miller dan
Cottone setetes saliva mengandung 50.000 bakteri yang berpotensi patogen dan dapat
dengan mudah menyebar melalui bahan cetak terutama alginat yang menjadi tempat
berkumpul bakteri lebih banyak dari pada bahan cetak lainnya sehingga berpotensi

menyebabkan infeksi silang kepada operator dan pekerja kedokteran gigi lainnya
(Hatrick, 2011; Sastrodihardjo S, 2010; Pang SK, Millar BJ, 2006). Operator yang
secara terus menerus terkena mikroorganisme dapat terjangkit penyakit seperti
Pneumonia, TBC, herpes, hepatitis, HIV/AIDS (Kollu dkk., 2013), Infeksi silang
dapat terjadi dari pasien ke dokter gigi, perawat dan teknisi laboratorium.
Mikroorganisme yang terdapat dirongga mulut dapat berpindah ke operator meskipun
hasil cetakan dicuci dengan air bersih (Ghahramanloo, 2010: Sastrodihardjo, 2010;
Cottone, JA dkk., 2000, Pankhurst dkk, 2009; Husain, 2008, Vidya dkk., 2012). Hasil
cetakan yang mengandung mikroorganisme patogen, diantaranya streptococci

Universitas Sumatera Utara

(100%), staphylococci (65,4%), dan P. aeruginosa (7,7%) yang dapat mengakibatkan
infeksi nosokomial, dan rentan terhadap infeksi bagi orang-orang yang memiliki
imunitas rendah (Ghahramanloo, 2010).
Penelitian Haralur (2012) menyimpulkan bahwa hasil cetakan alginat dan
model kerja

jika tidak didesinfeksi


akan

menjadi

tempat

berkumpulnya

mikroorganisme. Mikroorganisme pada model yang berasal dari kontaminasi cetakan
alginat dengan cairan rongga mulut dapat bertahan hidup selama beberapa hari
selama masih mengandung protein cairan tubuh (Sheridan dkk, 2013; El-Kholy,
2013). Salah satu contoh bakteri golongan Staphylococci

yaitu

Staphylococus

aureus yang dapat menyebabkan penyakit pneumonia. Sesuai dengan teori diatas
bakteri tersebut memungkinkan untuk bertahan hidup beberapa hari pada model kerja
sehingga harus dilakukan desinfeksi untuk mencegah terjadinya infeksi silang

terhadap operator. Sewaktu melakukan proses pekerjaan pada model kerja untuk
pembuatan gigi tiruan, operator dapat terinfeksi secara inhalasi sehingga berpotensi
menyebabkan penyakit pneumonia yang dapat mematikan. Pneumonia termasuk salah
satu penyebab kematian terbesar, di Amerika Serikat terdapat sekitar 200.000 kasus
pneumonia setiap tahun dan kurang lebih 15.000 kasus menyebabkan kematian.
Rongga mulut sudah lama dicurigai sebagai sumber mikroorganisme penyebab
infeksi

pneumonia.

Penelitian

Margaret

dkk

(2001)

menemukan


bakteri

Staphylococcus aureus dengan jumlah paling banyak di dalam cairan rongga mulut
penderita pneumonia pada komunitas veteran yang berusia lanjut di Amerika Serikat.

Universitas Sumatera Utara

Penyakit lain yang dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ini adalah lesi
kulit, osteomielitis dan lain-lain (Margaret dkk., 2001; Kumar dkk., 2010).
Seluruh operator kedokteran gigi harus meningkatkan kesadaran tentang
adanya potensi jalur infeksi silang yang berasal dari darah, saliva dan eksudat lainnya
yang menempel pada cetakan dan untuk mencegahnya harus dilakukan suatu kontrol
infeksi yaitu dibersihkan dengan menggunakan air mengalir dan didesinfeksi. Sampai
saat ini menurut beberapa literatur solusi untuk pencegahan infeksi silang pada
pencetakan alginat yang masih memungkinkan adalah

desinfeksi kimia dengan

cairan desinfektan (Kumar dkk., 2010). Federation Dentaire International (FDI)
menyatakan semua hasil cetakan dan gigi tiruan pasien harus dibersihkan dan

didesinfeksi sebelum dikirim ke laboratorium (Munagapati dkk., 2011). Melakukan
desinfeksi cetakan alginat menjadi sebuah tantangan tersendiri karena cairan dapat
mempengaruhi sifat fisisnya dan pemilihan bahan desinfektan harus memperhatikan
sifat-sifat desinfektan yang ideal yaitu efektif membunuh mikroorganisme patogen
yang berpindah ke cetakan tanpa merusak cetakan atau mengurangi keakuratannya.
Metode desinfeksi

yang dapat digunakan yaitu dengan perendaman dan

penyemprotan. Perendaman memiliki keuntungan karena metode ini memungkinkan
cairan desinfektan dapat mencakup seluruh permukaan terutama daerah undercut
pada hasil cetakan alginat.
Salah satu bahan desinfektan yaitu chloroxylenol dapat digunakan untuk
mendesinfeksi cetakan alginat. Bahan desinfektan yang mengandung chloroxylenol
yang dapat dijumpai dipasaran salah satunya adalah cairan dettol yang sering

Universitas Sumatera Utara

digunakan di rumah tangga sebagai antiseptik untuk kulit, desinfektan untuk alat-alat
rumah tangga serta sanitasi lingkungan sekitar. Chloroxylenol merupakan bahan

utama cairan dettol mempunyai sifat anti mikroba dengan kandungan chlorine fenol.
Bahan ini telah diteliti secara meluas oleh Hugo dan Bloomfield (1971), sedangkan
sifat antimikrobanya sebagai desinfektan terhadap mikroorganisme patogen
sebelumnya telah dilaporkan oleh Mellefont dkk (2003). Chloroxylenol memiliki
sifat antimikroba dengan spektrum luas baik secara in vitro maupun in vivo terhadap
sejumlah bakteri gram positif maupun gram negatif, jamur dan virus , meskipun
aktivitasnya secara spesifik tergantung kepada konsentrasi. Sebagai bahan
antimikroba sama seperti turunan fenol yang lain bahan ini dapat merusak membran
sel (cytoplasmic) bakteri dan jamur, sedangkan mekanismenya sebagai antivirus
masih belum diketahui (Goddard dan McCue 2001) namun chloroxylenol dapat
menonaktifkan virus, seperti dilaporkan oleh Butcher dan Ulaeto (2005), Maes dkk
(2007). Menurut American Cleaning Institute (ACI, 2014) Chloroxylenol tidak
bersifat karsinogenik, tidak menimbulkan efek hormonal pada manusia baik sistemik
maupun lokal. Menurut Haffandi L (2011) Chloroxylenol memiliki keunggulan dalam
hal toksisitas dan sifat korosif yang rendah. Menurut Rutala (1996) dettol telah
digunakan secara meluas di rumah-rumah, fasilitas kesehatan

untuk desinfeksi

permukaan kulit, alat-alat dan perlengkapan serta sanitasi lingkungan, jumlah koloni

mikroorganisme dapat diturunkan secara drastis. Penelitian El-Kholy dan Sedky
(2012) menunjukkan desinfektan dettol, lysoformin 3000 dan sodium hipoklorit
memiliki efektifitas yang sama untuk desinfeksi cetakan dengan teknik penyemprotan

Universitas Sumatera Utara

yaitu berhasil menghilangkan 100 % mikroorganisme dari permukaan cetakan.
Penelitian Chimezie dkk (2013) desinfeksi cairan dettol pada permukaan keyboard
dan mouse komputer sangat efektif dan menyarankan penggunaan secara rutin setiap
hari.
Waktu perendaman cetakan merupakan hal yang penting, idealnya waktu
perendaman adalah sesingkat mungkin, tetapi harus efektif dan menghindari
kemungkinan terjadinya goresan atau kerusakan detail permukaan cetakan
(Ghahramanloo dkk., 2010). Pada saat perendaman hal yang perlu diperhatikan dalam
pencetakan adalah stabilitas dimensi bahan cetak tersebut. Stabilitas dimensi bahan
cetak alginat dipengaruhi oleh berkontaknya bahan cetak tersebut dengan udara dan
perendaman di dalam air dan larutan desinfektan (Muzzafar dkk, 2011; Kohn WG,
2004). Desinfeksi yang dilakukan terhadap hasil cetakan tidak boleh menyebabkan
terjadinya perubahan dimensi karena dapat menyebabkan model kerja mengalami
perubahan sehingga membuat perencanaan lebih lanjut menjadi tidak akurat.

Rosen dan Touyz (1991) menggunakan larutan desinfektan chlorhexidine
gluconate 0,2% sebagai cairan pencampur bahan cetak alginat namun tidak
memberikan efek terhadap keakuratan hasil cetakan. Ramer dkk (1993) menggunakan
bahan desinfektan iodine dan chlorhexidine sebagai larutan pencampur bahan cetak
alginat hasilnya menunjukkan keakurasian hasil cetakan tidak terpengaruh dengan
penambahan desinfektan sebagai cairan pencampur. Panza dkk (2006) menyatakan
perendaman hasil cetakan di dalam sodium hipoklorit 1% selama 15 menit terjadi
distorsi yang signifikan. Oderinu dkk (2007) menggunakan bahan cetak alginat

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan dimensi hasil cetakan dengan
perendaman dalam sodium hipoklorit 1% selama 10 menit, tetapi pada perendaman
selama 20 dan 30 menit terlihat perubahan yang signifikan. Amin dkk (2009)
merekomendasikan penggunaan sodium hipoklorit untuk mendesinfeksi bahan cetak
alginat, zinc oxide eugenol, silikon addisi dan silikon kondensasi selama 10 menit
sebelum dikirim ke laboratorium. Penelitian Yanti (2010) tentang efek imbibisi
terhadap perendaman bahan cetak alginat dalam desinfektan sodium hipoklorit 0,5%
tidak ada perubahan persentase perubahan berat sampel setelah perendaman selama 5
dan 10 menit tetapi diatas 15 menit terjadi perubahan yang signifikan. Izadi dkk

(2013) menggunakan desinfektan sanosil 2% untuk merendam cetakan alginat
selama 10 menit dimana tidak menimbulkan perubahan dimensi. Penelitian
Margareth (2013) meneliti perendaman hasil cetakan alginat dengan larutan ekstrak
daun salam 25% selama 5, 10, 15 dan 20 menit terdapat perbedaan perubahan
dimensi yang signifikan antara kelompok uji dengan kelompok kontrol. Berbagai
penelitian tentang kontaminasi mikroorganisme pada model kerja untuk pembuatan
gigi tiruan telah diungkapkan oleh Junevicus dkk (2004) dengan menggunakan kultur
suspensi bakteri Serratia rubbidaea yang disemprotkan ke hasil cetakan alginat dan
silikon dan direndam di dalam cairan desinfektan Metasys green & clean AD
kemudian dilakukan uji mikroba pada model kerja, hasilnya tidak ada
mikroorganisme yang ditemukan pada model kerja sedangkan pada model kerja yang
hanya dibersihkan dengan air mengalir masih terdapat mikroorganisme sekitar 50%.
Penelitian tentang kontaminasi mikroorganisme dengan menggunakan kultur suspensi

Universitas Sumatera Utara

bakteri Staphylococcus aureus telah dilakukan oleh Ghasemi E, dkk (2012) dengan
menggunakan desinfektan deconex dan direndam dengan waktu 5 dan 10 menit
seluruh mikroorganisme dapat dihilangkan.


1.2

Permasalahan
Mekanisme pembuatan gigi tiruan diawali dengan pencetakan anatomis yang

umumnya menggunakan bahan cetak alginat. Bahan cetak alginat 2 – 5 kali lebih
bersifat sebagai pembawa (carrier) mikroorganisme dibanding dengan elastomer
(Haralur dkk, 2012) karena teksturnya yang lebih poreus sehingga daya lekat
terhadap mikroorganisme rongga mulut lebih tinggi yang menyebabkan hasil cetakan
alginat lebih berpotensi menyebabkan infeksi silang.
Salah satu mikroorganisme rongga mulut yang jumlahnya sangat banyak
adalah Staphylococus aureus, dapat menyebabkan penyakit radang paru yang disebut
pneumonia, lesi kulit dan osteomielitis sehingga harus didesinfeksi dari hasil cetakan
untuk mencegah infeksi silang. Upaya untuk melakukan desinfeksi khususnya pada
pencetakan alginat untuk mencegah infeksi silang merupakan suatu prosedur yang
penting untuk dilakukan. Salah satu cara desinfeksi hasil cetakan yang dapat
dilakukan adalah perendaman dengan bahan desinfektan, antara lain dengan
chloroxylenol, contoh produknya yang beredar dipasaran yaitu dettol. akan tetapi
dengan perendaman tersebut karena bahan cetak alginat bersifat imbibisi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dimensi model kerja. Dalam penelitian ini akan
menggunakan metode perendaman dalam cairan dettol yang bertujuan untuk
mencegah infeksi silang terhadap bakteri Staphylococcus aureus,

Universitas Sumatera Utara

Sejauh ini penelitian tentang penggunaan cairan chloroxylenol dengan
konsentrasi tertentu untuk mendesinfeksi hasil cetakan alginat masih sedikit, hal
inilah yang mendasari peneliti untuk meneliti jumlah Staphylococcus aureus setelah
didesinfeksi dengan cairan chloroxylenol dan pengaruhnya terhadap perubahan
dimensi hasil cetakan setelah dilakukan perendaman pada desinfektan tersebut.
Dengan menganalisis teori diatas berbagai bahan desinfektan yang berbeda dengan
waktu 5 dan10 menit tidak terjadi perubahan dimensi (Amin dkk., 2009), hal seperti
ini kemungkinan dapat terjadi juga pada desinfektan chloroxylenol, dengan
menggunakan konsentrasi cairan dettol sesuai petunjuk pabrik untuk penggunaan
medis. Untuk mendapatkan desinfektan yang kompatibel dengan pencetakan dan
aman terhadap operator, dirasa perlu melakukan penelitian tentang apakah ada
pengaruh perendaman hasil cetakan alginat dalam chloroxylenol selama 1 menit, 5
menit dan 10 menit terhadap jumlah bakteri Staphylococcus aureus dan apakah dapat
menyebabkan perubahan dimensi pada hasil cetakan alginat akibat perendaman
tersebut.
Dari uraian diatas timbul pemikiran untuk memanfaatkan cairan chloroxylenol
yang telah banyak dipergunakan di rumah tangga sebagai desinfektan untuk berbagai
objek sebagai alternatif desinfeksi, pengambilan cetakan alginat karena menurut
literatur chloroxylenol yang merupakan kandungan utama cairan dettol merupakan
anti mikroba dengan spektrum luas, dapat membunuh bakteri baik gram positif
maupun negatif, jamur dan virus, toksisitasnya rendah, tidak karsinogenik serta
baunya menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh perendaman cetakan alginat dalam chloroxylenol
selama 1 menit, 5 menit, 10 menit terhadap jumlah Staphylococcus aureus ?
2. Apakah ada pengaruh perendaman cetakan alginat dalam chloroxylenol
selama 1 menit, 5 menit, 10 menit terhadap perubahan dimensi model kerja?

1.4

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh perendaman cetakan alginat dalam chloroxylenol
selama 1 menit, 5 menit, 10 menit terhadap jumlah Staphylococcus aureus.
2. Untuk mengetahui pengaruh perendaman cetakan alginat dalam chloroxylenol
selama 1 menit, 5 menit, 10 menit terhadap perubahan dimensi model kerja.

1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1

Manfaat Teoritis

1. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
dibidang prostodonsia dalam hal pentingnya melakukan desinfeksi setelah
melakukan pencetakan untuk mencegah terjadinya infeksi silang.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih
lanjut.

Universitas Sumatera Utara

1.5.2

Manfaat Praktis

1.5.2.1 Manfaat Klinis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi dokter gigi sebagai
pedoman dalam melakukan desinfeksi setelah melakukan pencetakan alginat
untuk terhindar dari bahaya infeksi silang.
2. Mensosialisasikan pentingnya tindakan desinfeksi dalam bidang Kedokteran
gigi agar tidak terjadi kontaminasi silang dari hasil cetakan.
3. Menjadi pedoman bagi praktisi kedokteran gigi untuk memilih bahan
desinfektan yang aman untuk operator.

1.5.2.2 Manfaat Laboratoris
1. Menjadi pedoman bagi praktisi di laboratorium untuk memilih bahan
desinfektan yang tidak menyebabkan perubahan dimensi pada model kerja
maupun model studi.
2. Mencegah terjadinya infeksi silang terhadap operator dari cetakan alginat,
model kerja maupun model studi saat pengerjaan di laboratorium.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Terhadap Perubahan Dimensi

10 154 73

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat dalam Chloroxylenol terhadap Jumlah Staphylococus aureus dan Perubahan Dimensi Model Kerja

1 0 28

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat dalam Chloroxylenol terhadap Jumlah Staphylococus aureus dan Perubahan Dimensi Model Kerja

0 0 2

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat dalam Chloroxylenol terhadap Jumlah Staphylococus aureus dan Perubahan Dimensi Model Kerja

0 1 42

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat dalam Chloroxylenol terhadap Jumlah Staphylococus aureus dan Perubahan Dimensi Model Kerja

0 3 7

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

0 1 28

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

0 0 2

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

0 1 9

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

0 0 38

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

0 0 2