Penyederhanaan Prosedur Perolehan Izin Untuk Mendirikan Perumahan Chapter III V

BAB III
HAMBATAN HUKUM DALAM PEMBERIAN IZIN
MENDIRIKAN PERUMAHAN

A. Kendala Dalam Pemberian Izin Mendirikan Perumahan.
Pesatnya perkembangan perumahan juga mengandung sisi negatif, karena
banyak perumahan yang dibangun sebelum izin keluar IMB dan Izin Peruntukan
Penggunaan Tanah (IPPT). Kasus ini umumnya terjadi pada perumahan yang
dibangun pengembang skala kecil (membangun 10-20 unit rumah. Kasus ini
berawal dari pengembang membangun rumah hanya berbekal izin penggunaan
tanah (IPT) yang dikeluarkan Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD).
Pengembang lalu menjual tanah dengan janji IMB akan diurus kemudian. Selain
perumahan, banyak rumah perseorangan yang melanggar ketentuan ini.
Memperhatikan kasus-kasus pelanggaran oleh pengembang ditemukan tiga
faktor penyebabnya, yaitu :
1. Faktor pemerintah.
Faktor ini meliputi lemahnya pengawasan instansi perizinan terkait,
kurangnya koordinasi antar instansi perizinan terkait, persyaratan perizinan yang
cukup banyak sehingga cukup

menyulitkan bagi pengembang perumahan


khususnya skala kecil. Kasus pembangunan perumahan tanpa IMB terjadi karena
lemahnya pengawasan dari aparat di lapangan. Pengawasan dilakukan bersamaan
dengan waktu dilakukannya pengecekan lokasi untuk ijin yang bersangkutan oleh
Tim Terpadu antar instansi perizinan. Pengawasan yang dilakukan belum berjalan
maksimal karena terbatasnya jumlah personil dan cakupan wilayah pengawasan
yang luas.

46
Universitas Sumatera Utara

47

Pembangunan perumahan harus memenuhi ketentuan, meliputi kapling
minimal untuk kawasan resapan air 200 m2 dan di luar kawasan re-sapan air 125
m2, koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum untuk kawasan resapan air 40%
dan di luar kawasan resapan air 50%, koefisien tutupan lahan kapling (KTLK)
maksimum untuk kawasan resapan air 70% dan di luar kawasan resapan air 80%,
serta koefisien tutupan lahan


lingkungan (KTLL) maksimum untuk kawasan

resapan air 60% dan di luar kawasan resapan air 70%.
Ketentuan mengenai luas minimal kapling ini sering menjadi persoalan
bagi pengembang dengan target perumahan tipe kecil sedang, misalnya tipe 45.
Saat ini rumah tipe 60 pun bahkan ada yang luas tanahnya hanya 115 m2, atau
rumah tipe 54 dengan luas tanah 90 m2. Jadi ketentuan luas kapling minimal
dirasakan menyulitkan bagi pengembang, dan tentunya juga bagi konsumen
dengan daya beli rendah, karena semakin luas kapling tanahnya maka semakin
tinggi harga rumah tersebut.
Menurut pengembang yaitu PT. Nusa Pacific Property56 di Medan
berpendapat bahwa kesulitan yang terjadi dalam pengurusan IMB disebabkan
adanya regulasi yang tumpang tindih, seperti regulasi dari BPPN, Pemda, dan
Dinas Pajak, yang mengatur persyaratan yang sama. Menurut pengembang, hal ini
mengakibatkan lamanya pengurusan IMB bisa sampai beberapa bulan bahkan
beberapa tahun.
Pengurusan perizinan, seperti IPL dan IMB sebenarnya cukup sederhana
dan prosesnya cepat asal persyaratannya dipenuhi. Pemohon IMB yang sudah
melengkapi persyaratan lalu akan diberi jadwal checking lapangan atau survey
56


Hasil Wawancara Dengan Ongky Susanto, Direktur Operasional PT. Nusa Pacific
Property Di Medan Tanggal 15 Maret 2017.

Universitas Sumatera Utara

48

oleh Dinas Perizinan untuk verifikasi kesesuaian antara permohonan dengan
kondisi lapangan. Perumahan yang belum memiliki IMB biasanya juga tidak
mempunyai dokumen lain untuk persyaratan mendapat IMB, seperti Amdal dan
izin site plan. Beberapa konsumen juga mengeluhkan sulitnya pengurusan IMB,
namun petugas tetap tidak

menerbitkan IMB apabila persyaratannya belum

terpenuhi karena khawatir akan dipersalahkan di kemudian hari.
2. Faktor Pengembang Perumahan
Faktor pengembang yaitu kesadaran hukum yang masih kurang (terutama
pengembang skala kecil), sehingga pengembang nekat memulai pembangunan

walaupun

IMB

belum

keluar,

bahkan

pengembang

enggan

mengurus

perizinannya. Kasus ketiadaan IMB umumnya bermula dari pengembang yang
tidak mengindahkan peraturan walaupun pengembang mengetahui hal ini sebagai
syarat.
Dalih pengembang bahwa persyaratan perizinan terlalu berat dan

kompleks justru menunjukkan kurangnya kesadaran hukum pengembang. Hal ini
menyebabkan pengembang membangun perumahan tanpa memberi laporan
terlebih dahulu kepada instansi terkait. Pengembang, terutama skala kecil, bahkan
nekat membangun perumahan hanya dengan berbekal Izin Penggunaan Tanah
(IPT) yang dikeluarkan Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD).
Selain itu, pengembang terkesan hanya mengutamakan profit dalam
menjalankan usahanya dan mengenyampingkan kewajiban untuk memenuhi
ketentuan perizinan. Kecenderungan saat ini pengembang lingkungan, seperti
fasilitas umum maupun fasilitas sosial. Disinyalir banyak pengembang lebih

Universitas Sumatera Utara

49

memilih menggunakan jalur ilegal untuk kepentingan bisnisnya daripada
mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan Pemda maupun Badan Pertanahan
Nasional, dengan alasan lamanya proses pengurusan izin. Jika hal itu dibiarkan,
dikhawatirkan akan menimbulkan preseden buruk bagi pengembang resmi. Oleh
karena itu, masalah perizinan harus dibenahi.
Lamanya proses pengurusan izin selayaknya tidak dijadikan alasan untuk

melanggar prosedur yang sudah ditentukan, jadi sikap proaktif seluruh
stakeholder terkait sangat diperlukan.Secara teoritis, kesadaran hukum mencakup
empat aspek; pengetahuan hukum; pemahaman hukum; sikap hukum, dan
perilaku hukum.
Dari kasus di atas diketahui bahwa meskipun pengembang mempunyai
pengetahuan dan pemahaman hukum, namun pengembang tidak bersikap dan
berperilaku untuk memenuhi kewajibannya sesuai peraturan perizinan maupun
memenuhi prestasi sesuai perjanjian jual beli rumah dengan konsumen.
3. Konsumen.
Kesadaran hukum konsumen juga masih rendah, konsumen umumnya
tidak cukup peduli dengan legalitas rumah yang dibeli dari pengembang.
Konsumen tidak menyadari hak-haknya dalam transaksi jual beli yang harus
dipenuhi pengembang.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan konsumen menunjukkan
mereka sama sekali tidak mengetahui pentingnya legalitas rumah yang dibeli,
bahkan baru tahu urgensi aspek legal tersebut setelah wawancara penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

50


Konsumen menuturkan awalnya mereka membeli tanah kapling dengan status
tanah sertifikat hak milik dari pengembang, kemudian pembangunan rumah
dilakukan oleh pengembang. Pembayaran biayanya tidak melalui kredit bank,
tetapi dengan perjanjian pengikatan jual beli dengan pengembang. Jadi, konsumen
tidak mengetahui pentingnya IMB yang tidak dimiliki pengembang. Beberapa
konsumen juga percaya begitu saja dengan janji pengembang yang menyatakan
perizinan dalam proses pengurusan atau penyelesaian. Dengan alasan kebutuhan,
seringkali konsumen percaya saja janji tersebut, padahal seharusnya konsumen
dapat aktif mengecek proses perizinannya kepada Dinas Perizinan supaya tidak
tertipu oleh ulah pengembang.
Faktor konsumen ini dapat dikategorikan ke dalam ketidaktahuan dan
ketidakpahaman terhadap hukum yang menyebabkan konsumen menerima saja
apa yang dijanjikan pengembang. Kesadaran hukum konsumen yang rendah akan
hak yang dimilikinya semakin membuat pengembang merasa aman walaupun
tidak mematuhi ketentuan perizinan, karena tidak adanya tuntutan dari konsumen.

B. Upaya yang Dilakukan Mengatasi Kendala dalam Pemberian Izin
Mendirikan Perumahan
Adapun upaya penyelesaian masalah yang dihadapi dalam pemberian izin

mendirikan perumahan sebagai berikut :57
1. Pembentukan Pengawasan Pembangunan Perumahan oleh Tim Terpadu/Tim
Teknis

57

https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16095/10641, diakses tanggal 03 Maret 2017
Pukul 21.00 Wib.

Universitas Sumatera Utara

51

Mengatasi hal tersebut, maka dibentuk Tim Terpadu yang terdiri dari
Dinas terkait perizinan, sesuai dengan Tugas Pokok Organisasi (Tupoksi) seksi
Perizinan. Terkait hal ini, Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD) sebagai
instansi yang mengeluarkan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) sudah
mempunyai bidang pengawasan khusus, meliputi pengendalian pertumbuhan
kawasan, pengendalian lingkungan dan perlindungan konsumen.
Pengawasan BPPD dilakukan oleh dua tim, yakni Tim Terpadu dan Tim

Internal dari Bidang Pengawasan. Bidang Pengawasan Badan Pengendali
Pertanahan Daerah (BPPD) melakukan pengawasan secara rutin yang dilakukan
seminggu sekali, setiap hari Senin. Tim terpadu terdiri dari Badan Pengendali
Pertanahan Daerah (BPPD), Satpol PP, Kimpraswilhub, BPN, Pemda, Bagian
Hukum, Bawasda, Bappeda dan Aparat Kecamatan. Tim internal terdiri dari para
staf Bidang Pengawasan Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD).
Pengawasan oleh Tim Terpadu dilaksanakan melalui patroli bersama ke lokasi
yang ditentukan pihak kecamatan, karena mereka dipandang lebih paham terhadap
wilayahnya. Kecamatan kemudian memberikan laporan kepada Badan Pengendali
Pertanahan Daerah (BPPD), kemudian Badan Pengendali Pertanahan Daerah
(BPPD) mengunjungi lokasi tersebut. Sementara itu, pengawasan internal
dilakukan apabila ada laporan kasus mendesak dari masyarakat.
Pengawasan Tim Terpadu dilakukan dengan kunjungan langsung ke
lokasi.

Apabila

pengembang

belum


memiliki

ijin,

pengembang

atau

penanggungjawab lapangan diberikan Surat Peringatan dalam bentuk Berita Acara
Pengawasan Pemanfaatan Tanah. Berita Acara ini hanya diberikan sekali dan

Universitas Sumatera Utara

52

berisi mengenai jenis kegiatan yang dilakukan, lokasi, penanggung jawab
lapangan/wakil dan penanggung jawab kegiatan. Berita acara menjelaskan
indikasi pelanggaran, misalnya belum memiliki IPT atau site plan.
Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD) akan memberikan saran

untuk ditindaklanjuti oleh penanggungjawab, berupa pengurusan ijin. Saran paling
keras adalah menghentikan kegiatan sampai ada ijin resmi dari Instansi Teknis.
Bila berita acara telah ditandatangani Tim Terpadu, saran tersebut harus dipatuhi.
Apabila tidak, selanjutnya diambil tindakan penegakan hukum oleh Satpol PP
berupa perobohan bangunan atau kasus dibawa ke pengadilan. Pengawasan
perizinan oleh Tim Terpadu meliputi dua hal, yaitu pengawasan terhadap
perumahan yang belum ada izin, dan pengawasan perumahan yang sudah
memiliki izin tetapi tidak melaksanakan petunjuk Badan Pengendali Pertanahan
Daerah (BPPD), seperti dokumen lingkungan dan site plan.
Pengawasan untuk perumahan yang belum memiliki izin, relatif kecil
dengan kenyataan di lapangan, karena masih minimnya kemampuan untuk
melakukan pengawasan. Apabila pemanfaatan tidak sesuai dengan perizinan,
terlebih dahulu Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD) memberikan surat
peringatan kepada pemohon. Apabila surat peringatan tidak diindahkan, sanksi
akan diberikan.
Pengawasan oleh Bappeda dilakukan dengan datang ke lapangan bersama
Tim Terpadu yang dibentuk di Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD).
Koordinasi Bappeda dengan instansi terkait dilakukan dalam Tim Terpadu yang
bertugas melakukan survey lapangan, kemudian melakukan rapat dan menjelaskan

Universitas Sumatera Utara

53

pandangan-pandangannya sesuai tugas. Koordinasi tim juga dilakukan dengan
Satpol PP yang berfungsi melakukan penindakan, misalnya bangunan yang tidak
sesuai dengan tata ruang akan dilakukan pembongkaran. Koordinasi di Bappeda
juga melibatkan Satpol PP untuk ikut melakukan pengawasan bersama Tim
Terpadu.
Pengawasan oleh Tim Terpadu meliputi pengawasan terhadap setiap
kegiatan pembangunan, sebelum, selama, dan setelah proses perizinan, yaitu izin
lokasi, IPT, izin perubahan penggunaan tanah, izin konsolidasi tanah, dan IPL
untuk kepentingan umum. Kegiatan pembangunan yang dikategorikan sebagai
pelanggaran meliputi pembangunan tidak berizin atau pembangunan berizin
namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan.
Kriteria pembangunan tidak berizin adalah kegiatan pembangunan yang
tidak memiliki izin atau kegiatan pembangunan yang telah diproses perizinannya
tetapi ditolak namun tetap melaksanakan kegiatan. P3BA juga berkoordinasi
dengan instansi terkait, seperti memberikan pertimbangan mengenai saluran
irigasi perumahan kepada Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD),
memberikan Izin Rekomendasi Pengairan dalam site plan sebagai syarat untuk
permohonan IMB kepada Kimpraswilhub, membentuk Tim Terpadu dengan
instansi terkait, koordinasi dalam setiap pengawasan represif dengan Satpol PP.
Dalam hal penyimpangan irigasi akan diberikan sanksi berupa pengubahan atau
pembongkaran saluran irigasi Biasanya sanksi diberikan setelah P3BA mendapat
pengaduan dari masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

54

Dinas Perizinan mengurusi semua pengurusan ijin, yang dilakukan melalui
koordinasi dalam pencermatan terhadap site plan dengan Kimpraswil, Bappeda,
Badan Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan bagian hukum, Kantor Pemadam
Kebakaran, dan wilayah Kecamatan, yang tergabung dalam Tim Teknis. Dinas
Perizinan ada sejak

diberlakukannya UPTSA (Unit Pelayanan Satu Atap),

sehingga Bappeda sudah tidak berperan sentral dalam pengurusan IMB khususnya
site plan.
Peran Bappeda hanya sebagai salah satu bagian dari Tim Teknis yang
dibentuk Dinas Perizinan. Bidang pengawasan Dinas Perizinan bertugas
melakukan pengawasan dengan mengecek kesesuaian bangunan dengan
permohonannya atau spesifikasi dan waktu yang dijanjikan. Pengembang yang
melanggar akan diberikan sanksi berupa pengubahan, belum pernah sanksi denda
atau pembongkaran. Pembongkaran pernah dilakukan dalam kasus pelanggaran
sempadan. Mengantisipasi adanya pengembang nakal, Dinas Perizinan membuat
ketentuan bahwa pengembang yang akan mendirikan perumahan diarahkan untuk
mengurus Izin Membangun Bangun Bangunan (IMBB) per kapling tidak dalam
bentuk hamparan luas. Setiap kapling tanah atau rumah yang akan dipasarkan
harus dilengkapi dengan IMBB. Sisi negatif bila IMBB hanya satu, maka jika
salah satu rumah dijual yang lain menjadi gugur.
Langkah antisipasi ini dilakukan supaya tidak ada masyarakat tertipu oleh
pengembang

seperti kasus yang sering terjadi di daerah lain. Prakteknya

mayoritas pengembang sudah memecah tanah yang dijual per kapling dengan
sertifikat atas nama sendiri-sendiri. Dari sisi legalitas memang cara seperti itu jauh

Universitas Sumatera Utara

55

lebih aman, karena konsumen tidak akan tertipu, namun di sisi lain akan
menyulitkan penataan ruangnya, karena pemilik pasti mempunyai keinginan
sendiri dalam membangun rumah. Dalam kasus seperti ini biasanya pengurusan
IMBB menjadi tanggungjawab pembeli, meskipun dalam pelaksanaannya masih
banyak yang diuruskan oleh pengembang.
Dinas Kimpraswil melakukan pengecekan kesesuaian rancangan bangunan
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, yaitu
harus memperhatikan garis sempadan bangunan, garis sempadan pagar rasio
perbandingan luas lantai dasar dengan luas tanah, dan sumur peresapan. Site plan
dan

block plan dilihat secara rinci, meliputi saluran drainasenya, tempat

pembuangan limbah rumah tangga, Saluran Air Hujan (SAH). Jika memenuhi
persyaratan, maka Kimpraswil akan memberikan rekomendasi.
Proses pengurusan IPL ini akan cepat bila persyaratannya lengkap. Dalam
pengurusan IPL harus benar-benar cermat, perlu dilihat di kawasan apa dan
kajian lingkungan yang direkomendasikan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Setelah persyaratan diajukan, Dinas Perizinan kemudian mengadakan rapat
dengan pihak pengembang, selanjutnya dikeluarkan surat dalam proses. Kalau site
plan, block plan, dan kajiannya sudah dipenuhi IPL akan langsung keluar.
Pertama, terhadap pengembang yang sudah terlanjur membangun
perumahan tanpa memiliki IMB dilakukan teguran dengan surat peringatan yang
diberikan oleh PPNS pada Satpol PP.

Surat peringatan diberikan sampai

sebanyak tiga kali, masing-masing diberikan dalam waktu seminggu. Bila pada
surat teguran ketiga pengembang tetap tidak mengurus IMB untuk perumahan

Universitas Sumatera Utara

56

yang dibangunnya, maka akan dikenakan sanksi, atau bisa juga diajukan
perkaranya ke pengadilan.
Kedua, pemberian sanksi terhadap pengembang yang tidak kooperatif
yang dibedakan dalam tiga kategori, yaitu denda (administrasi), perintah
penghentian pembangunan, atau pembongkaran. Dikenal dua macam denda, yaitu
denda dari Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD) dan dari pengadilan.
Denda oleh Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD) berupa pembayaran
retribusi yang dilakukan apabila terjadi pengembang membangun terlebih dahulu
sebelum memiliki izin. Pengembang yang mendahului izin diberikan denda
sebesar 100% dari retribusi yang wajib dibayarkan. Hal ini tidak mensyaratkan
ukuran seberapa jauh pembangunan telah dilakukan, pengembang dapat langsung
diberikan denda retribusi bila sudah ada kegiatan pembangunan. Denda dari
pengadilan tergantung keputusan hakim, tetapi biasanya jumlahnya lebih kecil
dari denda retribusi.
2. Sosialisasi
Badan Pengendali Pertanahan Daerah (BPPD) melakukan upaya preventif
melalui sosialisasi Penyebarluasan Informasi Bidang Pertanahan. Kegiatan ini
bertujuan mendiseminasikan kebijakan pertanahan kepada masyarakat agar
masyarakat memiliki pengetahuan tentang kebijakan pemerintah daerah di bidang
pertanahan, agar kesadaran masyarakat tentang penatagunaan tanah meningkat,
serta agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar tentang kebijakan
pemerintah daerah di bidang pertanahan, sehingga tercapai tertib pemanfaatan
tanah.

Universitas Sumatera Utara

57

Sosialisasi bidang pertanahan ini dilakukan secara langsung kepada
masyarakat. Sosialisasi secara tidak langsung dilaksanakan melalui media cetak.
Sosialisasi oleh Bappeda meliputi sosialisasi tata ruang dan perundang-undangan
melalui work shop mengenai tata ruang oleh bidang hukum Bappeda. Dinas
Perizinan juga menyosialisasikan IMB kepada para pengembang melalui leaflet
dan brosur yang disebarkan kepada masyarakat, radio, atau datang langsung jika
ada permintaan dari kecamatan.
P3BA rutin memberikan sosialisasi yang terbatas untuk Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A) untuk memberdayakan petani P3A, meliputi sosialisasi
mengenai perundang-undangan dan desain dan kontruksi irigasi. Sosialisasi
tersebut belum mencakup block plan daerah, sehingga masyarakat tidak
mengetahui peruntukan lokasi, bagi permukiman maupun kepentingan lain.
Pernah ada kasus pengembang mengajukan
3. Upaya Konsumen Perumahan terhadap Ketiadaan IMB pada Pengembang
Perumahan
Sebagian

konsumen

secara

proaktif

menanyakan

IMB

kepada

pengembang, sehingga IMB dalam waktu kurang lebih dua tahun sudah ada yang
turun. Konsumen juga ada yang melakukan pengaduan ke Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), kemudian permasalahannya diselesaikan melalui
mediasi maupun konsiliasi. Sengketa yang ditangani BPSK mencakup sengketa
tidak adanya sertifikat, konsumen belum diberi sertifikat padahal sudah melunasi
kewajibannya, tidak adanya

Universitas Sumatera Utara

58

Mekanisme penyelesaian sengketa terkait ketiadaan IMB dilakukan
dengan cara mengajukan pengaduan ke BPSK, yang terlebih dahulu dapat
dilakukan konsultasi. Surat pengaduan ke ketua BPSK disertai pengisian formulir
pengaduan di kantor BPSK meliputi; nama, alamat pengadu, alamat yang
diadukan; keterangan waktu dan tempat transaksi; kronologis kejadian; buktibukti yang lengkap; dan fotokopi KTP pengadu.
Setelah semua berkas masuk, kemudian diklarifikasi dengan pengembang.
Penyelesaian kasus dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yaitu konsiliasi, mediasi, atau
arbitrase. Kasus yang masuk di BPSK selama ini penyelesaiannya cukup dengan
mediasi atau konsiliasi, karena IMB sedang dalam proses. Hasil penyelesaian
sengketa terkait ketiadaan IMB berupa kesepakatan damai mengenai kesanggupan
pengembang atas terbitnya IMB yang masih dalam proses.
Konsumen juga melakukan pengaduan ke lembaga konsumen. Pengaduan
yang masuk ke lembaga konsumen misalnya belum adanya IMB, tidak sesuainya
spesifikasi perumahan sebagaimana dijanjikan pengembang. Penyelesaian
sengketa melalui lembaga konsumen biasanya diselesaikan dengan mediasi.
Peran lembaga konsumen sebagai mediator yang telah mendapat surat
kuasa dari konsumen, dan memiliki hak dan kewajiban untuk memediasikannya
dengan pengembang. Proses penanganan pengaduan yaitu; menghubungi
langsung pengembang, melakukan peneguran melalui surat sebanyak maksimal 3
(tiga) kali kepada pengembang; bila tidak ada tanggapan dari pengembang
dianggap telah ada itikad tidak baik dari pengembang; melaporkan ke instansi
terkait kemudian diekspose ke media massa.

Universitas Sumatera Utara

59

Upaya lain yang bisa dilakukan yaitu mengajukan gugatan ke Pengadilan
sesuai Pasal 45 UUPK:
1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku
usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
Dalam praktik, konsumen cenderung tidak menggunakan mekanisme
penyelesaian sengketa melalui pengadilan, karena beberapa hambatan seperti
proses cenderung lama, biaya relatif mahal, prosedur penyelesaian perkara cukup
rumit, dan putusan pengadilan belum pasti menguntungkan konsumen. Ada
contoh kasus sengketa perumahan di pengadilan yang mana gugatan konsumen
perumahan ditolak dan konsumen justru dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp
34 juta kepada pengembang karena dianggap mencemarkan nama baik
pengembang. 58
Dari aspek hukum perdata,
dengan

penyelesaian sengketa antara konsumen

pengembang dapat dilakukan dengan menggugat pengembang

berdasarkan wanprestasi yang telah dilakukan pengembang terhadap perjanjian
jual beli perumahan yang sudah disepakati dengan konsumen. Terhadap
wanprestasi ini dapat dilakukan upaya yang diatur di Pasal 1247 dan 1248 KUH
Perdata mengenai pemulihan ke keadaan semula, dan larangan untuk mengulangi.
Sanksi dari wanprestasi meliputi pemenuhan prestasi, pemenuhan prestasi dengan
58

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung
:Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 93.

Universitas Sumatera Utara

60

ganti rugi, ganti rugi, atau pemutusan perjanjian dengan atau tanpa ganti rugi.
Selain itu, konsumen juga dapat melakukan upaya hukum dengan menggugat
pengembang berdasarkan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur di Pasal
1365 KUH Perdata, asalkan dipenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum,
yaitu melawan hukum, adanya kesalahan, menimbulkan kerugian, serta adanya
hubungan kausal antara kesalahan dan kerugian.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PENYEDERHANAAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN
PERUMAHAN YANG DIINSTRUKSIKAN DALAM
INPRES NO. 3 TAHUN 2016

A. Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Perumahan
Menurut Kementerian Dalam Negeri para pengembang yang hendak
membangun rumah maupun kawasan residensial, setidaknya dikenakan 40
perizinan. 59 Hal tersebut secara otomatis menyulitkan pemerintah dalam mengejar
target pembangunan satu juta rumah tahun ini. Oleh sebab itu, pihaknya tengah
mengusahakan untuk mengurangi jumlah perizinan yang harus ditempuh.
Pemerintah meminta Pemda (Pemerintah Daerah) untuk memangkas (izin)
hal-hal yang tidak perlu. Dalam memangkas perizinan, Kemendagri secara khusus
akan

melakukan penandatanganan

nota kesepahaman (Memorandum of

Understanding) dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta para pengembang yang tergabung
dalam REI. Setidaknya ada delapan izin yang tidak bisa dihilangkan, yaitu :
1. Izin lingkungan setempat. Izin ini terkait juga dengan UU Gangguan yang
dikeluarkan oleh pemda setempat. Menurut Agung, izin ini terpaksa masih
diberlakukan. Meski begitu, ia optimistis masih ada mekanisme lain untuk
meringankannya.
2. Keterangan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Keterangan ini dikeluarkan
oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).

59

http://properti.kompas.com/read/Catat Delapan Perizinan yang Wajib Dipenuhi
Pengembang. diakses tanggal 03 Maret 2017 Pukul 21.00 Wib

61
Universitas Sumatera Utara

62

3. Izin pemanfaatan lahan atau izin pengeringan lahan. Izin ini terutama
diberlakukan jika ada pengembang yang memakai lahan sawah untuk
dikonversi menjadi perumahan. Izin ini dikeluarkan oleh Badan Pertanahan
Nasional.
4. Izin prinsip. Izin ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat.
5. Izin lokasi. Izin ini diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau
Badan Pertanahan Nasional.
6. Izin dari Badan lingkungan hidup atau Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal). Izin dari BLH merupakan pengganti Amdal. Jika lokasi
yang digunakan cakupannya kecil, cukup mengurus izin Upaya Pemantauan
lingkungan hidup dan Upaya Pengelolaan lingkungan hidup (UPL-UKL).
7. Izin dampak lalu lintas. Izin ini dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan. Jika
perumahan mau dihubungkan dengan jalan arteri, pengembang harus memiliki
izin ini.
8. Pengesahan site plan. Hasil perencanaan lahan (site plan) berfungsi untuk
mengetahui pengaturan ruang yang akan digunakan saat perumahan dibangun.
Izin ini diterbitkan oleh dinas pemerintah daerah setempat di bawah
Kementerian PU-Pera.
Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016
Tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan bahwa

dalam

rangka penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel guna mempercepat penyelenggaraan pembangunan

Universitas Sumatera Utara

63

perumahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan rumah, dengan ini
menginstruksikan kepada: 60
1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
2. Menteri Dalam Negeri;
3. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
4. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
5. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
6. Menteri Perhubungan;
7. Para Gubernur; dan
8. Para Bupati/Walikota.
Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016
Tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan, delapaan instansi
di atas diberikan kewenangan untuk :
1. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk
melakukan penyederhanaan perizinan dalam pembangunan perumahan di
Kementerian atau Pemerintah Daerah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk:
a. Melakukan koordinasi dan evaluasi pelaksanaan Instruksi Presiden ini.
b. Melaporkan hasil koordinasi dan evaluasi pelaksanaan Instruksi Presiden
ini kepada Presiden
60

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penyederhanaan
Perizinan Pembangunan Perumahan

Universitas Sumatera Utara

64

3. Menteri Dalam Negeri untuk:
a. Melakukan penyederhanaan kebijakan, persyaratan, dan proses penerbitan
Izin Gangguan;
b. Mendorong Gubernur, Bupati/Walikota untuk segera mendelegasikan
kewenangan terkait perizinan pembangunan perumahan kepada Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP);
c. Mendorong Gubernur, Bupati/Walikota untuk melakukan percepatan
penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan melalui Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP);
d. Melakukan percepatan evaluasi peraturan terkait perizinan pembangunan
perumahan yang diterbitkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota;
e. Mengawasi pelaksanaan proses perizinan pembangunan perumahan yang
dilakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota; dan
f. Melaporkan hasil pengawasan pelaksanaan proses perizinan pembangunan
perumahan yang dilakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota kepada
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
4. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk
melakukan penyederhanaan kebijakan, persyaratan dan proses penerbitan Izin
Pemanfaatan Ruang dan Izin Lokasi untuk pembangunan perumahan
5. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melakukan
penyederhanaan kebijakan, persyaratan dan proses penerbitan Izin Mendirikan
Bangunan untuk pembangunan perumahan

Universitas Sumatera Utara

65

6. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan penyederhanaan
kebijakan, persyaratan dan proses penerbitan Izin Lingkungan untuk
pembangunan perumahan
7. Menteri

Perhubungan

untuk

melakukan

penyederhanaan

kebijakan,

persyaratan dan proses persetujuan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas (Andal
Lalin) untuk pembangunan perumahan
8. Gubernur, Bupati/Walikota untuk :
a. Melaksanakan percepatan pendelegasian kewenangan terkait perizinan
pembangunan perumahan kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP);
b. Melakukan

percepatan

penyederhanaan

perizinan

pembangunan

perumahan melalui Pelayan Terpadu Satu Pintu (PTSP);
c. Melaksanakan seluruh proses perizinan pembangunan perumahan melalui
sistem online paling lambat tahun 2017;
d. Bersinergi dengan DPRD untuk mengevaluasi Peraturan Daerah yang
menghambat penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan dan
tidak menambah persyaratan yang tidak diatur dalam peraturan perundangundangan; dan
e. Melaporkan hasil pelaksanaan Instruksi Presiden ini kepada Menteri
Dalam Negeri.
Adapun tahap-tahap untuk memperoleh izin mendirikan perumahan adalah
sebagai berikut : 61

61

http://asriman.com/ini-dia-daftar-lengkap-perijinan-perumahan-yang-dihilangkandigabung-dan-dipercepat/ diakses tanggal 01 April 2017 Pukul 21.00 Wib

Universitas Sumatera Utara

66

1. Pastikan tanah yang akan dikelola sebagai perumahan berada pada jalur yang
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota ( RTRK) agar tidak kesulitan untuk
ijin pemanfaatan tanahnya. Misal jika kita rencana lokasi perumahan yang
akan dibangun berada pada areal persawahan, tidak selalu RTRK di tempat
tersebut akan jadi daerah persawahan atau daerah peresapan (jalur hijau). Cek
saja RTRK daerah tersebut nantinya untuk apa, untuk pemukiman, industri
atau memang jalur hijau. Apabila ternyata daerah tersebut direncanakan
sebagai pemukiman maka kita bisa lanjutkan untuk rencana mengembangkan
perumahan.
2. Mengurus perijinan pada Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Pertama-tama kita mengurus
ijin untuk advice planning, nama ijin ini di tiap tempat berbeda-beda tapi pada
intinya adalah untuk kesesuaian antara site plan pengembangan perumahan
dan tata ruang di daerah tersebut. Syarat yang wajib disiapkan antara lain
proposal ijin pemanfaatan ruang, yang berisi segala sesuatu yang berkaitan
dengan perencanaan lokasi tersebut, juga dilampiri sertifikat tanah, apabila
tanah itu masih atas nama orang lain dilampiri surat kuasa bermeterai cukup
untuk mengurus perijinan tersebut, dan tentunya gambar perencanaan lahan
(site plan) sudah pasti harus ada. Produk dari ijin ini adalah gambar
rekomendasi advice planning yang berisi garis besar aturan untuk
pembangunan, misal garis pagar harus berapa meter dari jalan, garis muka
bangunan harus berapa meter dari jalan dan masih banyak yang lainnya.
Produk perijinan lainnya yang dihasilkan dari langkah ini adalah Ijin Prinsip

Universitas Sumatera Utara

67

atau Surat Keputusan yang disetujui oleh kepala daerah Bupati atau Walikota.
Di sebagian daerah Ijin Prinsip ini hanya berlaku untuk lahan dengan luasan >
1 Ha, tapi ada juga daerah yang tidak memiliki batasan luasan untuk ijin ini,
biasanya lebih dari 5 rumah sudah dianggap sebagai sebuah perumahan.
3. Prosedur selanjutnya dilakukan di Badan Pertanahan Negara (BPN) yaitu
pertama cek sertifikat apakah sudah sesuai dengan fisiknya, minta pada
petugas untuk cek ulang patok pembatasnya apakah sudah sesuai dengan
luasan yang ada pada sertifikat. Setelah itu sesuaikan sertifikat dengan syarat
dan kebutuhan yang akan digunakan untuk pengembangan perumahan, misal
apakah tanah itu harus digabung sertifikatnya karena sebelumnya terdiri dari
sejumlah sertifikat hak milik. Pastikan status yang dipersyaratkan untuk lahan
tersebut, harus Hak Guna Bangunan (HGB) yang berarti tanah tsb atas nama
PT (perusahaan) atau mungkin boleh langsung dipecah kavling atas nama
Pribadi. Seandainya memang diperbolehkan dipecah kavling atas nama
Pribadi, hal tersebut sangat memudahkan pengurusan dan menghemat
anggaran untuk retribusi pajak dan perijinan. Kalaupun memang harus
berstatus HGB langkah awalnya adalah penurunan status dari SHM ke HGB
tetapi masih atas nama Pribadi, kemudian dari HGB atas nama Pribadi diubah
menjadi HGB atas nama PT/Perusahaan. Perlu diperhatikan bahwa ditiap
proses tersebut selalu muncul pajak dan retribusi perijinan. Namun proses
tersebut mungkin tidak sama di setiap daerah, jadi sebelum mengajukan
mohon ditanyakan pada BPN setempat untuk detail tiap prosesnya sampai
proses selesai. Masih di kantor BPN, proses legalitas sertifikat tadi, masih

Universitas Sumatera Utara

68

harus mencari Ijin Perubahan Penggunaan Tanah. Ini sebagai syarat nanti
melangkah untuk pengajuan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
4. AMDAL (analisa mengenai dampak lingkungan). AMDAL berlaku untuk
luasan > 1 Ha, jika luasannya dibawah itu sebagai penggantinya cukup dengan
ijin UKL/UPL (upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemanfaatan
lingkungan hidup). Proses ini awalnya kita diharuskan cek kadar air tanah
pada lokasi. Setelah itu kita membuat proposal tentang plus minus dan
dampak yang akan terjadi pada proyek yang akan dikembangkan. Produk
perijinan ini adalah surat rekomendasi dari kantor KLH yang nantinya
dilampirkan juga sebagai pengajuan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
5. Selanjutnya ke kantor Perijinan Terpadu atau kantor Perijinan Satu Atap atau
apapun namanya untuk mengurus IMB. Bersamaan dengan pengajuan IMB,
mengurus pengesahan site plan Perumahan. Setelah itu langkah terakhirnya
adalah IMB. Syarat pengajuan IMB ini adalah akumulasi dari perijinanperijinan sebelumnya ditambah dengan :
a. Gambar kerja rumah yang akan dibangun
b. Surat pernyataan Tetangga yang disyahkan tetangga kanan kiri depan
belakang, RT/RW, Kelurahan, Kecamatan
c. Surat Pernyataan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang
dilakukan dan segala yang ditimbulkan.
d. Copy Status Tanah
e. Copy KTP penanggung jawab
f. Copy lunas PBB

Universitas Sumatera Utara

69

g. Semua syarat sudah dilampirkan maka tinggal menunggu hasilnya keluar
dan membayar retribusi yang nilainya sesuai dengan luas tanah dan
bangunannya.
6. Persyaratan Administrasi
Mengisi blangko permohonan yang disediakan (tanpa dipungut biaya) dengan
dilengkapi :
a. Persetujuan tetangga yang berbatasan langsung dengan persil yang akan
dibangun
b. Bila tetangga tidak dapat dihubungi harus didukung dengan surat
pernyataan bermeterai Rp 6.000,- diketahui RT, RW, Kelurahan dan
Kecamatan setempat.
c. Diketahui RT, RW, Kelurahan, Kecamatan dimana bangunan tersebut
akan didirikan
Lampiran-Lampiran yang diperlukan :
7. Salinan surat bukti hak tanah/sertifikat tanah rangkap 2 (dua) :
a. Untuk tanah milik negara atau pemerintah apabila masa berlakunya
tinggal/kurang dari satu tahun maka harus ada persetujuan dari Badan
Pertanahan Nasional.
b. Tanah Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai dan Hak Pengelolaan bila
masa berlakunya≤ 1 tahun (sama deng an atau k u ar ng d ari satu tahun)
harus ada rekomendasi dari Kantor Pertanahan.
c. Bila sertifikat tanah masih dijaminkan di Bank maka harus ada persetujuan
dari Bank yang bersangkutan

Universitas Sumatera Utara

70

d. Tanah yang dimohonkan IMBB harus tanah pekarangan
e. Bila pemilik tanah meninggal dunia harus ada surat pernyataan dari waris
yang diketahui RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan, bermaterai Rp 6.000,dilampirkan akte kematian
f. Bila ada ahli waris yang tidak dapat dihubungi maka ahli waris yang ada
membuat pernyataan sanggup bertanggungjawab, bermaterai Rp 6.000,
g. Bila tanah milik PT. KAI harus ada persetujuan/kerelaan dari PT. KAI.
h. Surat pernyataan bahwa tanah dan bangunan yang terletak di atasnya tidak
dalam persengketaan bermaterai Rp 6.000,i.

Untuk tanah yang bukan milik pemohon, harus ada persetujuan dari
pemilik tanah dengan materai Rp 6.000,- (harus dicantumkan antara lain :
lokasi, luas tanah, hak sertifikat nomor)

j.

Fotokopi KTP Pemohon rangkap dua (2)
Persyaratan teknis untuk bangunan sederhana adalah :
1. Advice planing/keterangan rencana
2. Gambar situasi bangunan (letak bangunan, akses jalan, tman dalam
persil yang digunakan)
3. Denah tampak depan dan samping
4. Gambar potongan
5. Gambar instalasi dan sanitasi, meliputi:
a. Titik lampu
b. Jaringan Air Hujan dan Sumur Peresapan Air Hujan (SPAH)
c. Jaringan Air Limbah, Septic Tank dan Sumur Peresapan
d.

Jaringan Air Bersih

Universitas Sumatera Utara

71

e.

Tanda tangan penanggung jawab gambar pada masing-masing
gambar

Persyaratan teknis untuk bangunan tanpa hitungan konstruksi adalah :
1. Advice Planing/Keterangan Rencana
2. Gambar situasi bangunan (letak bangunan, akses jalan, tman dalam
persil yang digunakan)
3. Denah tampak depan dan samping
4. Rencana Pondasi
5. Rencana Atap
6. Gambar potongan
7. Gambar instalasi dan sanitasi, meliputi:
a. Titik lampu
b. Jaringan Air Hujan dan Sumur Peresapan Air Hujan (SPAH)
c. Jaringan Air Limbah, Septic Tank dan Sumur Peresapan
d. Jaringan Air Bersih
e. Tanda tangan penanggung jawab gambar pada masing-masing
gambar
Persyaratan teknis untuk bangunan dengan hitungan konstruksi adalah :
1. Advice Planing/Keterangan Rencana
2. Gambar situasi bangunan (letak bangunan, akses jalan, tman dalam
persil yang digunakan)
3. Denah tampak depan dan samping
4. Rencana Pondasi
5. Rencana Atap
6. Gambar potongan

Universitas Sumatera Utara

72

7. Gambar instalasi dan sanitasi, meliputi:
a. Titik lampu
b. Jaringan Air Hujan dan Sumur Peresapan Air Hujan (SPAH)
c. Jaringan Air Limbah, Septic Tank dan Sumur Peresapan
d. Jaringan Air Bersih
8. Tanda tangan penanggung jawab gambar pada masing-masing gambar
Persyaratan teknis untuk penertiban bangunan adalah :
1. Gambar situasi bangunan (letak bangunan, akses jalan, tman dalam
persil yang digunakan)
2. Foto bangunan tampak depan dan samping
3. Gambar bangunan sesuai dengan kondisi yang ada
4. Surat pernyataan dari calon pemilik IMBB bahwa semua kerusakan
yang diakibatkan oleh kekuatan konstruksi terhadap bangunan itu
sendiri maupun bangunan tetangga yang merugikan orang lain menjadi
tanggung jawab pemilik bangunan bermaterai Rp 6.000,Persyaratan lain bila diperlukan :meliputi :
1. Dokumen Kajian Lingkungan
2. Surat pernyataan Kesanggupan menyediakan tempat parkir bermeterai
Rp 6.000.- (untuk usaha).
3. Rekomendasi Kebakaran dari Kantor Linmas dan Penanggulangan
Kebakaran
4. Rekomendasi dari BP3, bila bangunan cagar budaya
5. Rekomendasi dari Sub Dinas Pengairan/Kimpraswil Provinsi, apabila
bangunan terletak di pinggir kali atau saluran irigasi.

Universitas Sumatera Utara

73

6. Apabila yang mengurus atau mengambil buka pemohon harus ada
surat kuasa bermeterai Rp 6.000,7. Blangko permohonan beserta lampirannya diserahkan ke loket Dinas
Perizinan Kota Medan (Loket IMBB)
8. Bila persyaratan sudah lengkap, maka bundel didaftarkan dan kepada
pemohon diberi bukti Pendaftaran dan jadwal waktu untuk checking
lapangan
9. Bila persyaratan belum lengkap, maka bendel dikembalikan ke
pemohon untuk dilengkapi.
B. Pengawasan Terhadap Izin Mendirikan Perumahan
Dalam kamus bahasa Indonesia istilah “Pengawasan berasal dari kata awas
yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat sesuatu dengan cermat
dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi laporan berdasarkan
kenyataan yang sebenarnya dari apa yang di awasi. 62
Menurut Prayudi: “Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan
pekerjaan apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan
apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan”. 63
Menurut Saiful Anwar, pengawasan atau kontrol terhadap tindakan
aparatur pemerintah diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan
dapat mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan. 64

62

Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2006), hlm. 2
63
Prajudi Admosudirjo, Op.Cit, hlm. 80
64
Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, (Medan : Glora Madani Press,
2004), hlm.127

Universitas Sumatera Utara

74

Menurut M. Manullang mengatakan bahwa : “Pengawasan adalah suatu
proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,
menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan rencana semula” 65
Berdasarkan beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik
kesimpulan bahwa:
1. Pengawasan adalah merupakan proses kegiatan yang terus-menerus di
laksanakan untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,
kemudian di adakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya sesuai
dengan semestinya atau tidak.
2. Selain itu Pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu proses
pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyata telah di
capai dengan hasil-hasil yang seharusnya di capai. Dengan kata lain, hasil
pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan
atau ketidakcocokan serta mengevaluasi sebab-sebabnya.
Pengawasan adalah sebagai suatu proses untuk mengetahui pekerjaan yang
telah dilaksanakan kemudian dikoreksi pelaksanaan pekerjaan tersebut agar sesuai
dengan yang semestinya atau yang telah ditetapkan. Pengawasan yang dilakukan
adalah bermaksud untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga
dapat terwujud daya guna, hasil guna, dan tepat guna sesuai rencana dan sejalan
dengan itu, untuk mencegah secara dini kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan.

65

M.Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm.18

Universitas Sumatera Utara

75

Dengan demikian pada prinsipnya pengawasan itu sangat penting dalam
pelaksanaan pekerjaan, sehingga pengawasan itu diadakan dengan maksud: 66
1. Mengetahui lancar atau tidaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan yang telah
direncanakan.
2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dengan melihat kelemahankelemahan, kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalan dan mengadakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau
timbulnya kesalahan baru.
3. Mengetahui apakah penggunaan fasilitas pendukung kegiatan telah sesuai
dengan rencana atau terarah pada pasaran.
4. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam
perencanaan semula.
5. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan dapatkah diadakan
perbaikan-perbaikan lebih lanjut sehingga mendapatkan efisiensi yang besar.
Tujuan pengawasan akan tercapai apabila hasil-hasil pengawasan maupun
memperluas dasar untuk pengambilan keputusan setiap pimpinan. Hasil
pengawasan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk penyempurnaan rencana
kegiatan rutin dan rencana berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah diambil kesimpulam bahwa pada
dasarnya pengawasan bertujuan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang
terjadi nantinya dapat digunakan sebai pedoman untuk mengambil kebijakan guna
mencapai sasaran yang optimal.

66

Ibid, hlm.20

Universitas Sumatera Utara

76

Pengawasan itu secara langsung juga bertujuan untuk:67
1. Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijakan dan
peringkat.
2. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan.
3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan.
4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas jasa yang dihasilkan.
5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi
Berdasarkan pendapat di atas dapat dilihat adanya persamaan pandangan
yakni dalam hal tujuan dilakukannya kegiatan pengawasan, yaitu agar semua
pekerjaa/kegiatan yang diawasi dilaksanakan sesuai dengan rencana. Rencana
dalamhal ini adalah suatu tolok ukur apakah suatu pekerjaan/kegiatan sesuai atau
tidak. Alat ukurnya bukan hanya rencana tetapi juga kebijaksanaan, strategi,
keputusan dan program kerja. Pengawasan juga berarti suatu usaha atau kegiatan
penilaian terhadap suatu kenyataan yang sebenarnya,mengenai pelaksanaan tugas
atau kegiatan apakah sesuai dengan rencana atau tidak.
Berbicara tentang arti pengawasan dalam hukum administrasi negara maka
hal ini sangat erat kaitannya dengan peranan aparatur pemerintah sebagai
penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintah dan pembangunan. Tugas umum
aparatur pemerintah dan tugas pembangunan haya dapat dipisahkan, akan tetapi
tidak dapat dibedakan satu samalain. Aparatur pemerintah dalam melaksanakan
tugas pemerintahan juga sekaligus melaksanakan tugas pembangunan, demikian

67

Prajudi Admosudirjo, Op.Cit, hlm.91.

Universitas Sumatera Utara

77

juga halnya aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas pembangunan
bersamaan juga melaksanakan tugas pemerintahan.
Supaya perencanaan dan program pembangunan di daerah dapat berjalan
sesuai dengan apa yang diharapkan, maka hendaknya diperlukan pengawasan
yang lebih efektif di samping dapat mengendalikan proyek-proyerk pembangunan
yang ada di daerah. Dengan demikian untuk lebih memperjelas arti pengawasan
dalamkacamata hukum administrasi negara yang akan dilakukan oleh aparatur
pengawasan maka berikut ini penulis akan mengemukakan pendapat guru besar
hukum administrasi negara Prayudi Atmosudirdjo menyatakan bahwa :
“Pengawasan adalah proses kegiatan-kegiatan yang membandingkan apa yang
dijalankan, dilaksanakan atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki,
direncanakan atau diperintahkan”. 68
Kaitannya dengan pengawasan terhadap izin mendirikan perumahan, maka
dalam praktek pemerintahan yang baik perizinan dan non perizinan merupakan
wujud pengawasan pemerintah daerah kepada masyarakatnya. Dalam hal ini
birokrat pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka adalah Pembina dan
pengawas masyarakat, sehingga masyarakat dalam melakukan pekerjaannya
merasa dibina dan diawasi. Masyarakat harus diberi kesempatan dan peluang
untuk mendapatkan informasi yang benar dari pembinaan dan pengawasan
perizinan dan non perizinan yang diberikan. Oleh karena itu pemerintah daerah
harus transpran dalam pembinaan dan pengawasan tentang betapa pentingnya

68

Ibid, hlm. 98.

Universitas Sumatera Utara

78

pengawasan terhadap perizinan dan non perizinan yang telah dimiliki oleh
masyarakat.
Pelaksanaan pengawasan pemerintah terhadap izin mendirikan perumahan
merupakan tugas dan wewenang Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan. Dalam
melaksanakan penertiban/pembongkaran atas bangunan, apabila dipandang perlu
pemerintah daerah melibatkan instansi terkait lainnya secara tim terpadu Instansi
terkait yang tergabung dalam tim terpadu sebagai pelaksana pengawasan.
Pengawasan terhadap izin mendirikan perumahan adalah dimaksudkan
untuk pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.

Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya

perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilaksanakan melalui pengawasan dan
pengendalian. dan pemberdayaan masyarakat.69
Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap : 70
1. Perizinan;
2. Standar teknis;
3. Kelaikan fungsi.
Kesesuaian terhadap perizinan dilakukan terhadap pemenuhan perizinan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kesesuaian terhadap
standar teknis dilakukan terhadap pemenuhan standar teknis:
1. Bangunan gedung;
2. Jalan lingkungan;
3. Penyediaan air minum;
69

Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman.
70
Pasal 104 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman

Universitas Sumatera Utara

79

4. Drainase lingkungan;
5. Pengelolaan air limbah;
6. Pengelolaan persampahan; dan
7. Proteksi kebakaran.
Kesesuaian terhadap kelaikan fungsi dilakukan terhadap pemenuhan:
1. Persyaratan administratif; dan
2. Persyaratan teknis.
Dalam hal hasil pengawasan dan pengendalian terdapat ketidaksesuaian,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Setiap Orang melakukan upaya
penanganan sesuai dengan kewenangannya.
C. Sanksi terhadap Pihak yang Belum Memiliki Izin Mendirikan
Perumahan.
Sanksi terhadap pihak yang belum memiliki izin mendirikan perumahan
diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Pemukiman serta Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Secara etimologis, hukum berasal dari bahasa Arab yaitu “Alkas”, bahasa
Jerman disebut sebagai “Recht”, bahasa Yunani yaitu “Ius”, sedangkan dalam
bahasa Prancis disebut “Droit”. Kesemuanya itu mempunyai arti yang kurang
lebih sama, yaitu hukum merupakan paksaan, mengatur dan memerintah. 71
R. Soeroso menyebutkan ilmu hukum merupakan himpunan petunjuk
hidup (perintah-perintah) dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam
sesuatu masyarakat dan seharusnyalah ditaati oleh anggota masyarakat itu.
71

Soerjono Soekanto, Teori Yang Murni Tentang Hukum, (Bandung: Alumni, 2005), hlm.

40.

Universitas Sumatera Utara

80

Pelanggaran petunjuk tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah
terhadap masyarakat itu. 72
Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat diketahui bahwa hukum
berkaitan dengan sanksi. Hal ini dapat dipahami karena pada dasarnya hukum itu
memiliki sifat mengatur dan memaksa. Didalam sifat hukum yang mengatur,
terdapat larangan-larangan. Apabila suatu larangan tersebut dilanggar, maka dapat
menimbulkan sanksi. Sanksi hukum ini bersifat memaksa, hal ini berarti bahwa
tertib itu akan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa tertentu karena dianggap
merugikan masyarakat sebagai akibat dari adanya pelanggaran tersebut. Dengan
cara memaksa, maka suatu penderitaan dikenakan terhadap seseorang dengan
paksa walaupun yang bersangkutan tidak menghendakinya.
Pengertian sanksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan
tanggungan (tindakan atau hukuman) untuk memaksa orang menepati perjanjian
atau menaati ketentuan undang-undang (anggaran dasar, perkumpulan, dan
sebagainya), tindakan (mengenai perekonomian) sebagai hukuman kepada suatu
negara.
Sanksi dalam hukum administrasi yaitu “alat kekekuasaan yang bersifat
hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas
ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma Hukum
Administrasi Negara.” Berdasarkan definisi ini tampak ada empat unsur sanksi
dalam hukum administrasi Negara, yaitu alat kekuas