Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Kemandirian
Keuangan Daerah, Pajak Daerah , Retribusi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi.
Kemudian akan menjabarkan penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan
referensi yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.

2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah
2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah
Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 23), keuangan daerah
dapat diartikan sebagai “semua hak dan kewajiban yang dapat yang
dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang
maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihakpihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku”.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, kemandirian
keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan
pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri dalam
rangka asas desentralisasi.
Kemandirian

Pemerintah

Daerah

keuangan

daerah

menunjukkan

dalam

membiayai

kegiatan

kemampuan
pemerintahan,

9

Universitas Sumatera Utara

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar
pajak dan retribusi sebagai sumber yang diperlukan daerah (Halim,
2007:232).
Menurut Halim (2007 : 25) ruang lingkup keuangan daerah
terdiri dari “keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Keuangan daerah yang dikelola langsung
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barangbarang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan
meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)”.
Tangkilisan (2007: 89-92) mengemukakan bahwa terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah, antara
lain:
1. Potensi ekonomi daerah, indikator yang banyak digunakan
sebagai tolak ukur potensi ekonomi daerah adalah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB),
2. Kemampuan Dinas Pendapatan Daerah, artinya kemandirian
euangan daerah dapat ditingkatkan secara terencana melalui
kemampuan atau kinerja institusi atau lembaga yang inovotif
dan pemanfaatan lembaga Dispenda untk meningkatkan

penerimaan daerah.

2.1.1.2 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah dapat dilihat besarnya PAD
dibandingkan dengan penerimaan transfer dari pusat. PAD merupakan
unsur utama dalam mengukur kemandirian keuangan daerah. Menurut
Halim (2007:96) “PAD merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. PAD bersumber dari hasil

10
Universitas Sumatera Utara

pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah. Sehubungan
dengan hal di atas setiap daerah di harapkan mampu meningkatkan PAD
untuk mencapai daerah yang mandiri. Menurut Halim (2007: 232) Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah dapat dirumuskan sebagai berikut :

����� ����������� =


���

������� ����� ,�������� ��� ��������

� 100%

2.1.1.3 Pola Hubungan Kemandirian Keuangan Daerah
Tabel 2.1.
Pola Hubungan Kemandirian
dan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan
Rasio Kemandirian Pola Hubungan
Keuangan
(%)
Rendah Sekali
0-25
Instruktif
Rendah
>25-50
Konsultatif

Sedang
>50-75
Partisipatif
Tinggi
>75-100
Delegatif
Sumber : Halim, 2007

Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Halim 2007 :169)
dikemukakan hubungan tentang pemerintahan pusat dengan daerah
dalam melaksanakan kebijakan otonomi daerah, yang paling utama
yaitu mengenai hubungan pelaksanaan undang-undang tentang
perimbangan keuangan atara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah yaitu :
1. Pola hubungan Instruktif, merupakan peranan pemerintah pusat
lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah
tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial).

11
Universitas Sumatera Utara


2. Pola hubungan konsultatif, merupakan campur tangan pemerintah
pusat yang sudah mulai berkurang serta lebih banyak memberikan
konsultasi, hal ini dikarenakan daerah dianggap sedikit lebih dapat
untuk melaksanakan otonomi daerah.
3. Pola hubungan partisipatif, merupakan pola dimana peranan
pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat
kemandirian daerah otonom bersangkutan telah mendekati mampu
dalam melaksanakan urusan etonomi. Peran pemberian konsultasi
akan beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat.
4. Pola hubungan delegatif, merupakan campur tangan pemerintah
pusat yang sudah tidak ada lagi karena daerah telah mampu dan
mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah
pusat akan selalu siap dengan keyakinan penuh mendelegasikan
otonomi keuangan kepada pemerintah daerah.

2.1.2 Pajak Daerah
2.1.2.1 Pengertian Pajak Daerah
Untuk dapat lebih memahami pajak daerah terlebih dahulu kita
harus mengerti apa yang dimaksud dengan pajak. Menurut Adriani

dalam Waluyo (2007 : 2) “Pajak adalah iuran wajib kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan - peraturan, dengan tidak mendapat prestasi –
kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
negara menyelenggarakan pemerintahan”.
Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2006 : 1) “Pajak adalah
iuran rakyak kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
yang langsung dapat di tujukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.

12
Universitas Sumatera Utara

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak daerah,
yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Mardiasmo (2006 : 6) Berdasarkan lembaga pemungutnya pajak
di kelompokkan menjadi :
a.

Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contohnya, pajak penghasilan, pajak penjualan atas barang
mewah, pajak bumi dan bangunan dan bea materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
Pajak Provinsi, contoh : pajak kendaraan bermotor dan pajak
bahan bakar kendaraan bermotor.
Pajak Kabupaten/Kota, contoh : pajak hotel, pajak restoran dan
pajak hiburan.
Dengan demikian pajak daerah adalah iuran wajib kepada daerah
untuk membiayai pembangunan daerah. Pajak daerah ditetapkan dengan
undang-undang dan pelaksanaannya untuk di daerah diatur lebih lanjut

dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang melakukan
pungutan selain pajak yang ditetapkan undang-undang (pasal 2 UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009).

13
Universitas Sumatera Utara

2.1.2.2 Ciri-ciri Pajak Daerah
Adapun yang termasuk ciri-ciri pajak daerah adalah sebagai
berikut:
a. Pajak Daerah dapat berasal dari Pajak Asli Daerah maupun pajak
negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.
b. Pajak Daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah
administratif yang dikuasainya.
c. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
urusan rumah tangga atau untuk membiayai pengeluaran daerah
sebagai badan hukum.
d. Pajak Daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan
Peraturan Daerah (PERDA), maka pungutan pajak daerah dapat
dipaksakan kepada masyarakat yang wajib membayar dalam
pungutan administratif kekuasaannya.


2.1.2.3 Jenis-jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak
provinsi dan 11 (sebelas) pajak kabupaten/kota. Secara rinci dapat dilihat
dalam tabel berikut.

14
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2
Jenis-jenis Pajak Daerah
Pajak Provinsi
Pajak Kabupaten/Kota
1. Pajak Kendaraan
1. Pajak Hotel
Bermotor
2. Pajak Restoran
2. Bea Balik Nama
3. Pajak Hiburan

Kendaraan
4. Pajak Reklame
Bermotor
5. Pajak Penerangan Jalan
3. Pajak
Bahan
6. Pajak Mineral Bukan Logam
dan Batuan
Bakar Kendaraan
Bermotor
7. Pajak Parkir
4. Pajak
Air
8. Pajak Air Tanah
Permukaan
9. Pajak Sarang burung Walet
5. Pajak Rokok
10. PBB Pedesaan dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan
Sumber : UU No. 28 Tahun 2009

2.1.2.4 Tarif Pajak Daerah
Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, tarif pajak daerah adalah sebagai berikut :
A. Pajak Daerah Provinsi
1. Tarif Kendaraan Bermotor
a) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi untuk kepemilikan
kendaraan pertama 1-2 % dan kepemilikan kendaraan
bermotor kedua ditetapkan secara progresif 2-10%.
b) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum,
ambulans, pemadam kebakaran, lemabaga sosial dan
keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, PEMDA dan
kendaraan lain sebesar 0,5-1%
c) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat
besar di tetapkan sebesar 0,1-0,2%
2. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
a) Penyerahan pertama sebesar 20%
b) Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%.
Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat
besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak
ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :
a) Penyerahan pertama sebesar 0,75%
b) Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%

15
Universitas Sumatera Utara

3. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan tarif bahan bakar
kendaraan umum ditetapkan paling sedikit 50% lebih rendah dari
tarif Pajak Bahan Bakar untuk kendaraan pribadi.
4. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 10%
5. Tarif Pajak Rokok ditetapkan10% dari cukai rokok.
B.
1.
2.
3.

Pajak Kabupaten/Kota
Tarif Pajak Hotel sebesar 10%
Tarif Pajak Restoran 10%
Tarif Pajak Hiburan paling tinggi 35%
Khusus hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan,
diskotik, klab malam, panti pijat dan lain-lain paling tinggi 75%.
Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional paling tinggi 10%.
4. Tarif Pajak reklame 25%
5. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10%.
6. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Bahan 25%
7. Tarif Pajak Parkir 30%
8. Tarif Pajak Air dan Tanah 20%
9. Tarif Pajak Sarang Walet 10%
10. Tarif PBB 0,3%
11. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5%

2.1.3 Retribusi Daerah
2.1.3.1 Pengertian Retribusi Daerah
Istilah retribusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
didefinisikan sebagai pungutan uang oleh pemerintah sebagai balas jasa.
Menurut Mardiasmo (2006 : 14) “Retribusi adalah pungutan Daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan

dan/atau

diberikan

oleh

Pemerintah

Daerah

untuk

kepentingan orang pribadi atau badan”.
Berdasarkan (Pasal 1 angka 10 UU Nomor 28 Tahun 2009)
retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

16
Universitas Sumatera Utara

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Pada

prinsipnya

retribusi

sama

dengan

pajak,

dimana

pungutannya dapat dipaksakan, diatur berdasarkan undang-undang dan
pemungutannya dilakukan oleh negara. Namun yang membedakan
retribusi dengan pajak adalah imbalan atau kontra – prestasi, yakni
dalam retribusi dapat langsung dirasakan pembayar.
Melihat dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah.

2.1.3.2 Golongan Retribusi
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
dan Retribusi Daerah, retribusi daerah terdiri atas 3 (tiga) golongan
yaitu :
a. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau badan.
b. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan
oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial
karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta
dan
c. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan
tertentu pemerintahan daerah dalam rangka pemberian izin
kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas
pemanfaatan ruang penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

17
Universitas Sumatera Utara

Secara lebih rinci dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.3
Golongan Retribusi
Retribusi Jasa Umum
Retribusi
Jasa Retribusi
Usaha
Perizinan
Tertentu
a. Retribusi Pelayanan a. Retribusi
a. Retribusi Izin
Kesehatan
Pemakaian
Mendirikan
b. Retribusi Pelayanan
Kekayaan
b. Bangunan
Persampahan/
Daerah
c. Retribusi Izin
Kebersihan
b. Retribusi Pasar
Tempat
c. Retribusi
Grosir
dan/ d. Penjualan
Penggantian Biaya
atau Pertokoan.
Minuman
e. Beralkohol
Cetak Kartu Tanda c. Retribusi
f. Retribusi Izin
Penduduk dan Akte
Tempat
Catatan Sipil
Pelelangan
Gangguan
d. Retribusi Pelayanan d. Retribusi
g. Retribusi Izin
Pemakaman
dan
Trayek
Terminal
Pengabuan Mayat
h. Retribusi Izin
e. Retribusi
e. Retribusi Pelayanan
Usaha
Khusus
Parkir di Tepi Jalan
Tempat Parkir
Penarikan
Umum
f. Retribusi
f. Retribusi Pelayanan
Tempat
Pasar
Penginapan/
g. Retribusi Pengujian
Persanggrahan/
Kendaraan Bermotor
Villa
Alat g. Retribusi
h. Retribusi
Pemadam
Rumah Potong
Kebakaran
Hewan
i. Retribusi
h. Retribusi
Penggantian Biaya
Pelayanan
Cetak Peta
Pelabuhan
j. Retribusi Pengujian
Kapal
Kapal Perikanan
i. Retribusi
k. Retribusi
Tempat
Penyediaan
dan/
Rekreasi dan
atau
Penyedotan
Olah Raga
Kakus
j. Penyeberangan
l. Retribusi
di atas Air
Pengelolaan Limbah k. Retribusi
Cair
Penjualan
m. Retribusi Pelayanan
Produk Usaha
Tera/ Tera Ulang
Daerah
n. Retribusi Pelayanan

18
Universitas Sumatera Utara

Pendidikan
o. Retribusi
Pengendalian
Menara
Telekomunikasi
Sumber : UU No.28 Tahun 2009
2.1.4 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan

disuatu perekonomian.

Kemajuan

suatu

perekonomian

ditentukan oleh besarnya pertumbuhan yang ditunjukkan oleh perubahan
output nasional. Pertumbuhan ekonomi adalah untuk mengukur prestasi dari
perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya.
(Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Pertumbuhan ekonomi adalah masalah
makroekonomi dalam jangka panjang. Setiap Negara mempunyai kesempatan
untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi oleh karena faktor-faktor produksi
bertambah dari satu periode ke periode lainnya dan oleh karenanya
pendapatan nasional dapat ditingkatkan.
Secara umum teori pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu teori pertumbuhan ekonomi klasik dan teori pertumbuhan
ekonomi modern. Pada teori pertumbuhan ekonomi klasik, analisis didasarkan
pada kepercayaan akan efektivitas mekanisme pasar bebas. Teori ekonomi
klasik merupakan teori yang dicetus para ahli ekonomi yang hidup pada abad
18 hingga abad 20. Sedangkan teori ekonomi modern mengakui pentingnya
peranan pemerintah dalam perekonomian untuk mengatasi kegagalan sistem
pasar bebas. Kelompok ini cenderung tidak mengakui keefektifan sistem
pasar bebas tanpa campur tangan pemerintah.

19
Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan
kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk
kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan
indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu
negara dapat diukur dengan cara membandingkan Gross National Product
(GNP) tahun yang sedang berjalan dengan GNP tahun sebelumnya. Laju
pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur juga dengan menggunakan
laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Berikut ini
adalah rumus untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi:
�=

����1 − ����0
× 100%
����0

Keterangan:
G
= Pertumbuhan Ekonomi
PDRB1 = PDRB ADHK pada suatu tahun
PDRB0 = PDRB ADHK pada tahun sebelumnya
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah nilai tambah
bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu atau
merupakan jumlah yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu
atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi. Salah satu manfaat data PDRB adalah untuk
mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi,
besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada suatu
periode di suatu daerah tertentu. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan
menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga

20
Universitas Sumatera Utara

konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar
penghitungannya.

2.2 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah penelitian-penelitian terdahulu tentang Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah. Penelitian tersebut yaitu Muliana (2009),
Marizka (2013), Utomo dkk (2013), Siagian (2014) dan Wilujeng (2014).
Adapun hasil penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan
penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2.4
Tabel
2.4
Penelitian Terdahulu
No Nama
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Peneliti
1. Muliana
Pengaruh
Rasio 1. Secara parsial bahwa rasio
(2009)
Efektivitas Pendapatan
efektivitas
PAD
Asli Daerah, Dana
berpengaruh
secara
Alokasi Umum dan
signifikan positif terhadap
Dana Alokasi Khusus
tingkat
kemandirian
Terhadap
Tingkat
keuangan
daerah
,
Kemandirian
sedangkan DAU, DAK
berpengaruh
signifikan
Keuangan
Daerah
pada
Pemerintahan
negatif terhadap tingkat
Kabupaten/Kota
di
kemandirian
keuangan
Provinsi
Sumatera
daerah
Utara.
2. Secara simultan, bahwa
Rasio efektivitas PAD,
DAU
dan
DAK
berpengaruh
secara
signifikan positif terhadap
tingkat
kemandirian
keuangan daerah .
2. Marzika
Pengaruh Pendapatan 1. Pendapatan Asli Daerah
(2013)
Asli Daerah, Dana
berpengaruh
signifikan
Bagi Hasil, Dana
positif terhadap tingkat

21
Universitas Sumatera Utara

Alokasi Umum dan
kemandirian
keuangan
Dana Alokasi Khusus
daerah
terhadap Kemandirian
Keuangan
Daerah 2. Dana Bagi Hasil dan Dana
Alokasi
Umum
pada
Pemerintah
tidak
Kabupaten/Kota
di
berpengaruh
teradap
Provinsi
Sumatera
Tingkat
Kemandirian
Barat.
Keuangan
Daerah
sedangkan Dana Alokasi
Khusus
berpengaruh
signifikan negatif terhadap
Tingkat
Kemandirian
Keuangan Daerah.

3.

Nur’ainy,
Desfitriana
dan Utomo
(2013)

4

Siagian
(2014)

5.

Wilujeng
(2014)

Pengaruh
Pertumbuhan
Ekonomi
dan
Pendapatan
Asli
Daerah
terhadap
Tingkat Kemandirian
Keuangan
Daerah
(Studi Kasus pada
Kota di Jawa Barat)
Pengaruh
Rasio
Efektivitas Pendapatan
Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus dan
Dana Bagi Hasil pada
Pemerintahan
Kabupaten/Kota
di
Provinsi Riau.

Pengaruh
Pertumbuhan

Pertumbuhan Ekonomi dan
Pendapatan
Asli
Daerah
berpengaruh terhadap Tingkat
Kemandirian
Keuangan
Daerah.

1. Secara
parsial
Dana
Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus memiliki
pengaruh negatif terhadap
Kemandirian
Keuangan
Daerah
sedangkan
Pendapatan Asli Daerah
dan Dana Bagi Hasil
berpengaruh positif tetapi
tidak signifikan terhadap
Kemandirian
Keuangan
Daerah.
2. Secara
simultan
Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Khusus dan
Dana Bagi Hasil bersamasama memiliki pengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
Kemandirian
Keuangan
Pertumbuhan
penduduk
berpengaruh negatif terhadap

22
Universitas Sumatera Utara

Penduduk
dan
Pertumbuhan
Ekonomi
terhadap
Tingkat Kemandirian
Keuangan
Daerah
(Studi Kasus pada
Pemerintahan
Kabupaten
Klaten
Tahun 2003-2012).
Sumber : Berbagai penelitian

tingkat kemandirian keuangan
daerah,
sedangkan
pertumbuhan ekonomi tidak
berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah.

2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu hubungan atau kaitan antara suatu
konsep dengan konsep lainnya yang gunanya adalah untuk menghubungkan atau
menjelaskan panjang lebar suatu masalah yang akan diteliti. Hubungan yang
dimaksud adalah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel independen pajak daerah,
retribusi daerah, dan pertumbuhan ekonomi terhadap variabel dependen tingkat
kemandirian keuangan daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2011 -

2013. Pajak daerah, retribusi daerah, dan pertumbuhan

ekonomi berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.
Untuk menyederhanakan alur pemikiran tersebut, maka dibuat kerangka
konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

23
Universitas Sumatera Utara

Variabel Independen (X)

Pajak Daerah
(X1)
H1
Retribusi Daerah
(X2)

Variabel Dependen (Y)
H2

H3

Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah
(Y)

Pertumbuhan Ekonomi
(X3)

H4
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Berikut yang dapat di uraikan dari hubungan variabel independen dengan
dependen sesuai dengan kerangka konseptual diatas :
1. Hubungan pajak daerah terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Secara teoritis pajak daerah sangat berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian daerah, dimana pajak daerah merupakan penerimaan daerah
terbesar yang tentunya akan mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan
daerah. Semakin besar penerimaan pajak daerah maka tingkat kemandirian
keuangan daerah juga cenderung meningkat.
2. Hubungan retribusi daerah terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Secara teoritis retribusi daerah juga sangat berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah, dimana retribusi daerah juga merupakan
sumber pendapatan asli daerah yang besar. Semakin besar penerimaan

24
Universitas Sumatera Utara

retribusi daerah maka tingkat kemandirian keuangan daerah juga
cenderung meningkat.
3. Hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemandirian daerah.
Secara teoritis pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah, dimana semakin tinggi pertumbuhan
ekonomi berarti dalam suatu daerah tersebut terjadi peningkatan kegiatan
ekonomi, peningkatan produksi barang dan jasa yang tentunya akan
meningkat penerimaan penduduk dan pemerintah daerah. Semakin
meningkat retribusi pertumbuhan ekonomi maka tingkat kemandirian
keuangan daerah juga cenderung meningkat.

2.4

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian secara umum sering diartikan anggapan dasar peneliti

terhadap masalah yang dikaji. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2010). Kerangka konseptual
merupakan pedoman dalam melakukan penelitian, dimana dengan berpedoman
pada kerangka konseptual diharapkan penelitian ini sesuai dengan tujuan serta
memberikan hasil yang tidak bias. Berdasarkan tujuan penelitain, landasan teori,
penelitian sebelumnya dan kerangka konseptual, maka dapat diperoleh
hipotesisnya yaitu :
H1

: Pajak daerah berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah
secara parsial pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

25
Universitas Sumatera Utara

H2

: Retribusi daerah berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan
daerah secara parsial pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

H3

: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah secara parsial pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara.

H4

: Pajak daerah, retribusi daerah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh
terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah secara simultan pada
Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara.

26
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Pemerintahan Kota di Sumatera Utara

7 91 92

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota Di Sumatera Utara

66 321 115

Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten / Kota Di Sumatera Utara

13 65 83

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten /Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 9 102

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA.

4 8 22

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 8

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 1 3

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 10