Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota Di Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN/ KOTA DI PROPINSI SUMATERA UTARA

OLEH

NAMA : RISKI ARIYENI

NIM : 050503228

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota Di Sumatera Utara

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Univesitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, 10 Juni 2009 Yang Membuat Pernyataan

Riski Ariyeni NIM. 050503228


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :

“ Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerinta Kabupaten / Pemerintah Kota Di Sumatera Utara. ”

Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya, terutama kepada kedua orang tua, Arjon dan Erni Dawati, dan tak lupa kepada abang dan adik-adik ku tersayang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak berupa dukungan moril, materiil, spiritual, maupun administrasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, terutama :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Sri Mulyani MBA, Ak selaku Dosen Pembanding I dan Ibu Rysanti SE, Msi, Ak selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.

6. Dosen Wali penulis, Bapak Iskandar Muda SE, Msi, Ak.

7. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan semasa perkuliahan, serta Staf Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu birokrasi administrasi selama penyusunan skripsi.

8. Kepada Papa dan Mama yang telah sabar dan selalu mendukung Kiki untuk semuanya. Terima kasih banyak untuk semua kasih sayang, doa, semangat, pengorbanan, serta pengertian yang sangat besar buat Kiki, semoga Kiki bisa memberikan yang terbaik untuk Papa dan Mama.

9. Kepada bang Rudi, bang Romi dan kak Fitri, Rulli serta Adik-adik ku Nia dan Nissa terima kasih untuk doa dan dukungannya. Semoga kak Kiki selalu bisa menjadi kakak yang baik untuk kalian.

10. Teman-teman ku Ika, Ayu, Fatimah, Riska, Silka, Yanti, iLa, irma, Gita, Untuk semua teman-teman di HMI dan HMA, serta untuk rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk dukungan dan semangat kepada Penulis.


(5)

11. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Medan, 10 Juni 2009 Yang Membuat Pernyataan

Riski Ariyeni NIM. 050503228


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 24 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 29 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan

Keuangan

Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Kata Kunci : Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah


(7)

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. The method of this minithesis is a causal research design with 24 regency/ city as a sample for every year from 29 regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2005-2007 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia

Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense . The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.

The result of this research show that partially Local Tax and Local Retribution have a positive significant impact to the regional financial independence. Local Tax and Local Retribution have a positive significant impact to the regional financial independence simultaneously.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Penelitian dan Perumusan Masalah ... 5

1. Batasan Penelitian ... 5

2. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 7

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 7

a. Pengertian dan Unsur-unsur APBD ... 7

b. Struktur APBD ... 8


(9)

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 10

a. Definisi Pendapatan Asli Daerah... 10

b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah ... 11

4. Pajak Daerah ... 13

a. Pengertian Pajak Daerah ... 13

b. Jenis – Jenis Pajak Kab/Kota ... 15

c. Subjek dan Wajib Pajak Kab/Kota ... 16

d. Objek Pajak Kab/Kota ... 18

e. Tarif Pajak Kab/Kota ... 19

5. Retribusi Daerah ... 19

a. Pengertian Retribusi Daerah... 19

b. Jenis – Jenis Retribusi Daerah ... 20

c. Subjek dan Wajib Retribusi Daerah ... 20

d. Objek Retribusi Daerah ... 21

e. Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif ... 29

6. Keuangan Daerah ... 32

7. Kemandirian Keuangan Daerah ... 33

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 34

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 36

1. Kerangka Konseptual ... 36

2. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38


(10)

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

1. Populasi Penelitian ... 38

2. Sampel Penelitian ... 38

C. Jenis dan Sumber Data ... 39

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 41

F. Model dan Teknik Analisis Data ... 41

1. Model Analisis Data ... 41

2. Pengujian Asumsi Klasik ... 42

a. Uji Normalitas ... 43

b. Uji Heteroskedastisitas... 45

c. Uji Autokorelasi ... 46

d. Uji Multikolinearitas ... 47

G. Pengujian Hipotesis ... 48

1. Uji-t ... 48

2. Uji-F ... 48

3. Koefisien Determinasi ... 49

H. Jadwal Penelitian ... 50

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 51

1. Data Penelitian ... 51

2. Statistik Deskriptif ... 57


(11)

a. Uji Normalitas ... 58

b. Uji Heteroskedastisitas ... 64

c. Uji Autokorelasi ... 68

d. Uji Multikolinearitas ... 69

4. Model dan Teknik Analisis Data ... 70

5. Pengujian Hipotesis ... 72

a. Uji-t ... 72

b. Uji-F ... 73

c. Koefisien Determinasi ... 74

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

B. Keterbatasan Penelitian ... 77

C. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 34

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 40

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 50

Tabel 4.1 Daftar Kota/Kabupaten sampel ... 53

Tabel 4.2 Ratio Kemandirian Keuangan Daerah Tahun 2005-2007 ... 54

Tabel 4.3 Ratio Pajak Daerah Tahun 2005-2007 ... 55

Tabel 4.4 Ratio Retribusi Daerah Tahun 2005-2007 ... 56

Tabel 4.5 Descriptive Statistics... 58

Tabel 4.6 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test - Dependent Variable: KKD ... 61

Tabel 4.7 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test - Dependent Variable:Ln_KKD... 64

Tabel 4.8 Hasil Uji heteroskedastisitas dengan Uji Glejser sebelum Transformasi dengan Logaritma Natural ... 66

Tabel 4.9 Hasil Uji heteroskedastisitas dengan Uji Glejser setelah Transformasi dengan Logaritma Natural ... 68

Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi ... 69

Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ... 70

Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi ... 71


(13)

Tabel 4.14 Uji Statistik F ... 73 Tabel 4.15 Koefisien Determinasi ... 74


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 37 Gambar 4.1 Histogram-Dependent Variable: KKD ... 59 Gambar 4.2 Normal P-P Plot of Regression Standarized

Residual-Dependent Variable: KKD ... 60

Gambar 4.3 Histogram-Dependent Variable:Ln_KKD ... 62 Gambar 4.4 Normal P-P Plot of Regression Standarized

Residual-Dependent Variable:Ln_KKD ... 63

Gambar 4.5 Grafik Scatterplot-Dependent Variable: KKD ... 65 Gambar 4.6 Grafik Scatterplot-Dependent Variable:Ln_KKD ... 67


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran i Realisasi Total Pendapatan Daerah pada Kabupaten Dan Pemerintahan Kabupaten dan Kota Provinsi

Sumatera Utara, Tahun 2005– 2007 ... ... 82

Lampiran ii Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2005 – 2007 ... 83

Lampiran iii Realisasi Pajak Daerah pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2005 – 2007 ... 84

Lampiran iv Realisasi Retribusi Daerah pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2005 – 2007 ... 85

Lampiran v Statistik Deskriptif ... 86

Lampiran vi Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Histogram ... 87

Lampiran vii Hasil Uji Normalitas dengan Normal Probability Plot ... 88

Lampiran viii Hasil Uji Normalitas dengan Nonparametric test Kolmogorov-Smirnov ... 89

Lampiran ix Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot ... 90

Lampiran x Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser ... 91


(16)

Lampiran xii Hasil Uji Multikolinearitas ... 93 Lampiran xiii Hasil Regresi Sebelum Transformasi dengan

Logaritma Natural... 94 Lampiran xiv Hasil Regresi Setelah Transformasi dengan Logaritma

Natural... 95 Lampiran xv Tabel Durbin-Watson d Statistic dengan signifikansi

5% ... 96 Lampiran xvi Tabel t dan r product moment dengan signifikansi 5% ... 97


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 24 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 29 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan

Keuangan

Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Kata Kunci : Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah


(18)

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. The method of this minithesis is a causal research design with 24 regency/ city as a sample for every year from 29 regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2005-2007 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia

Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense . The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.

The result of this research show that partially Local Tax and Local Retribution have a positive significant impact to the regional financial independence. Local Tax and Local Retribution have a positive significant impact to the regional financial independence simultaneously.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jika sebelumnya Indonesia menganut sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik yang menimbulkan ketidakadilan di seluruh daerah, sejak tahun 1999 diubah menjadi desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era otonomi daerah. Sehubungan dengan itu, pemerintah mengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004. Kedua Undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah.

Pertimbangan mendasar terselenggaranya Otonomi Daerah adalah perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian. Tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing. Hal ini ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri.


(20)

Implikasi dari pemberian kewenangan otonomi menuntut daerah untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik (Public Services). Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan, pembangunan, serta pembiayaannya. Pembangunan yang dilaksanakan akan banyak memberikan manfaat bagi daerah diantaranya: meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat, mendorong perkembangan perekonomian daerah, mendorong peningkatan pembangunan daerah di segala bidang, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan mendorong kegiatan investasi. Sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah : ( 1 ) Pendapatan Asli Daerah, ( 2 ) Dana Perimbangan, ( 3 ) Pinjaman Daerah, ( 4 ) Lain-lain Penerimaan yang Sah.

Untuk mengurangi ketergantungan aliran dana yang diperoleh dari pemerintah pusat maka daerah harus mampu menggali sumber-sumber potensial yang berasal dari daerahnya sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah. Mengingat salah satu ukuran kemandirian suatu daerah di daerah otonomi adalah ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin. PAD adalah sumber pembiayaan Pemerintah Daerah yang peranannya sangat tergantung kepada kemampuan dan kemauan daerah dalam menggali potensi yang ada di daerah. Sumber-sumber PAD terdiri dari: (1) hasil pajak daerah, (2) hasil retribusi daerah, (3) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan lainnya yang dipisahkan (laba BUMD), (4) lain-lain PAD yang sah seperti penjualan aset tetap daerah dan jasa giro. Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah,


(21)

dibutuhkan suatu struktur industri yang mantap beserta obyek pajak dan retribusi yang taat.

Gambaran citra kemandirian daerah dalam berotonomi daerah dapat diketahui melalui seberapa besar kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut agar mampu membangun daerahnya. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.

Pendapatan asli daerah yang antara lain berupa pajak daerah dan retribusi daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah dalam peningkatan kemandirian keuangan daerah. Hal ini juga didukung dengan Undang - Undang No. 34 tahun 2000, tentang perubahan atas Undang - Undang No. 18 tahun 1997, tentang pajak daerah dan retribusi daerah, sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab sekaligus memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi yang juga menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan prosedur umum perpajakan dan retribusi daerah.

Sehingga pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah untuk menetapkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Sumber – sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak


(22)

daerah dan retribusi daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur pendapatan asli daerah yang utama.

Di era otonomi ini diharapkan daerah menjadi mandiri di dalam pengelolaan kewenangannya yang ditandai dengan menguatnya kapasitas fiskal atau PAD suatu daerah. Sementara itu untuk beberapa hal yang mungkin masih kekurangan dana, daerah masih diberi bantuan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk Dana Perimbangan. Namun tujuan awal pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat dalam mendukung terciptanya kemandirian daerah.

Menurut Ester Sri Astuti dan Joko Tri Haryanto (2006), dalam penelitiannya tentang Kemandirian Daerah : Sebuah Perspektif dengan Metode Path Analysis menyatakan bahwa esensi utama dari pelaksaanaan otonomi daerah adalah mewujudka kemandirian daerah, dari hasil olah data dengan menggunakan Metode Path Analysis dari 4 variabel yang dipilih untuk mendukung terwujudnya Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat sebagai pencerminan kemandirian darah yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, PDRB jasa serta Bagi Hasil Pajak, didapatkan bahwa variabel Pajak Daerah (PD) dan Bagi Hasil Pajak (BHP) memiliki hubungan signifikan terhadap Kapasitas Fiskal Daerah. Sementara itu variabel Retribusi Daerah dan PDRB jasa tidak terbukti mempengaruhi Kapasitas Fiskal Daerah secara signifikan.

Berdasarkan beberapa uraian tersebut, saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : ” Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah


(23)

Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara ”

B. Batasan Penelitian dan Perumusan Masalah 1. Batasan Penelitian

1. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah digambarkan dengan menggunakan rasio yaitu Rasio Kemandirian Keuangan Daerah.

2. Laporan APBD yang diteliti adalah Laporan Realisasi APBD masing-masing kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2005-2007. 3. Objek penelitian adalah kabupaten/ kota yang ada di Propinsi Sumatera

Utara dari tahun 2005-2007.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara?”

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara.


(24)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini untuk menambah wawasan tentang pengaruh pajak daerah retribusi daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kota / Pemerintah Kabupaten di Sumatera Utara.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota di Sumatera Utara, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan informasi berupa bukti empirirs tentang pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah kabupaten / Pemerintah Kota di Sumatera Utara, dan juga sebagai bahan masukan dalam penyusunan APBD Pemerintah Kota / Pemerintah Kabupaten pada Propinsi Sumatera Utara di tahun-tahun yang akan datang.

3. Bagi Pemerintah Pusat, hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan pengambilan keputusan dalam hal penilaian keberhasilan implementasi otonomi Daerah pada Pemerintah Kota / Pemerintah Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara dibandingkan dengan daerah lain.

4. Bagi Calon Peneliti, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut, terutama mahasiswa yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) a. Pengertian dan Unsur-unsur APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang memuat tentang rencana penerimaan, rencana pengeluaran serta rencana pembiayaan daerah selama satu tahun anggaran. Menurut Bastian (2006 : 189), APBD merupakan ”pengejawantahan rencana kerja Pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik”. Menurut Saragih (2003 : 122), ”Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu, umumnya satu tahun”. Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 20), APBD dapat didefenisikan sebagai:

rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.

Menurut Halim dan Nasir (2006 : 44), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah ”rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah, dan


(26)

ditetapkan dengan Peraturan Daerah”. Pada era Orde Lama, defenisi APBD yang dikemukakan oleh Wajong dalam Halim (2004 : 15) adalah:

rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.

Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004 : 15-16) adalah sebagai berikut : 1) rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,

2) adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,

3) jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, 4) periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

b. Struktur APBD

Struktur APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/ 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.

Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal


(27)

(investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah (Permendagri 13/ 2006).

Sedangkan struktur APBD berdasarkan format Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 terdiri atas 3 bagian, yaitu : pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang (Halim, 2004 : 18).

2 . Pendapatan Daerah

Pengaturan kewenangan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Sumber-sumber pendapatan untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi berdasarkan ketentuan perundangan terdiri namun sejauh ini baru PAD dan Dana Perimbangan yang memberikan kontribusi anggaran, sedangkan lainnya masih belum dapat dilaksanakan.

Namun demikian, perkembangan pendapatan suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa aspek dan indikator antara lain pertumbuhan ekonomi, kemampuan dan


(28)

kapasitas daya beli dari masyarakat, tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat, bukan faktor rentan terhadap pengaruh moneter dan ekonomi makro.

Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 menyebutkan bahwa ”sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; c. Pinjaman Daerah; dan d. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.”

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Definisi Pendapatan Asli daerah

Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD. Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan Pemerintah daerah terhadap bantuan Pemerintah pusat.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1, ”Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam


(29)

daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar Pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6, ”Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1) pajak daerah, 2) retribusi daerah, 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4) lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.

Menurut Mardiasmo (2002 : 132), ”Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Menurut Halim (2004 : 67) “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”.

b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Menurut Halim (2007 : 96), kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.


(30)

1) Pajak daerah

Sesuai Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari: a) pajak hotel, b) pajak restoran, c) pajak hiburan, d) pajak reklame, e) pajak penerangan jalan, f) pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan g) pajak parkir,

2) Retribusi daerah

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi, 3) Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN, c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat,

4) Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut: a) hasil penjualan aset daerah yang tidak dapat dipisahkan, b) jasa giro, c) pendapatan bunga, d) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, e) penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang dan jasa oleh daerah, f) penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, g) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, h) pendapatan denda pajak, i) pendapatan denda retribusi, j) pendapatan eksekusi atas jaminan, k) pendapatan dari pengembalian, l) fasilitas sosial dan umum, m) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, n) pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/ 2006 dijelaskan berikut ini.

Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah


(31)

dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

4. Pajak Daerah

a. Pengertian Pajak Daerah

Menurut Marihot.P.Siahaan (2005:7) Pajak daerah adalah:

Pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan uang-uang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutan oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerinthan dan pembangunan.

Sedangkan menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud pajak daerah adalah :


(32)

Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Sementara itu ada beberapa hal yang dianggap sebagai kriteria yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat dianggap sebagai pajak yaitu ;

1) Bersifat pajak dan bukan retribusi

2) Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kab / Kota yang bersangkutan dam mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kab/ Kota yang bersangkutan 3) Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum

4) Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak Propinsi dan atau obyek pajak Pusat

5) Potensinya memadai serta tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif

6) Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan

Jenis pajak daerah terbagi 2 yaitu : a) Pajak Propinsi

Jenis – jenis pajak Propinsi antara lain terdiri dari :


(33)

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di atas Air 3. Pajak Bahan Bahkar Kendaraan Bermotor

4. Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan b) Pajak Kabupaten / Kota

b. Jenis – Jenis Pajak Kabupaten / Kota

1) Pajak hotel, adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

2) Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di Restoran ,yaitu adalah tempat yang disediakan untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan / minuman, tempat berdiscotiq dan berkaroke usaha jasa katering dan usaha jasa boga.

3) Pajak hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

4) Pajak reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susuanan dan corak


(34)

ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, atuapun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.

5) Pajak penerangan jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan

6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C, adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7) Pajak parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.

c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten/ Kota

1) Subjek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran


(35)

2) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan Restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran

3) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan . Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

4) Subjek Pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan atau memesan reklame . Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame

5) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atua badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik

6) Subjek pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajakknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian gol C.

7) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir


(36)

d. Objek Pajak Kabupaten / Kota

1) Objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk:

a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.

b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

c) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum, dan

d) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel. 2) Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan

pembayaran.

3) Objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran. 4) Objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame.

5) Objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan tenaga listrik di ilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

6) Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yakni kegiatan pengambilan bahan golongan C.

7) Objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan okok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.


(37)

e. Tarif Pajak Kabupaten/ Kota

Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah ditetapkan paling tinggi sebesar :

1) Pajak Hotel 10%; 2) Pajak Restoran 10%; 3) Pajak Hiburan 35%; 4) Pajak Reklame 25%;

5) Pajak Penerangan Jalan 10%;

6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%; 7) Pajak Parkir 20%;

Tarif tersebut merupakan tarf tertinggi atau tarif maksimal yang dapat ditetapkan oleh pemerintah faerah kabupaten atau kota dalam melakukanpemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah masing-masing.

5. Retribusi Daerah

a. Pengertian Retribusi Daerah

Definisi retribusi daerah menurut Panca Kurniawan (2005:5) yang juga diambil berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu “Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”


(38)

Daerah propinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat (Ahmad Yani:2002:55).

b. Jenis-jenis Retribusi Daerah

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 2 retribusi daerah dibagi atas 3 golongan: a. Retribusi Jasa Umum; b. Retribusi Jasa Usaha; c.Retribusi Perizinan Tertentu.

Jadi retribusi dipungut apabila orang atau badan tersebut menggunakan atau memanfaatkan fasilitas atau jasa yang disediakan, apabila tidak maka orang tersebut tidak dipungut retribusi.

c. Subjek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah

1) Subjek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek Retribusi Jasa Umum ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Umum. 2) Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang

menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Usaha.

3) Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu.


(39)

d. Objek Retribusi Daerah

Objek retribusi daerah adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis jasa-jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha, dan Perizinan Tertentu.

1) Retribusi Jasa Umum

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

a) Retribusi Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan di Puskesmas, Balai Pengobatan dan Rumah Sakit Umum Daerah. Dalam retribusi pelayanan kesehatan ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran.

b) Retribusi pelayanan persampahan / kebersihan

Pelayanan Persampahan/kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan sampah rumah tangga, dan perdagangan, tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum dan taman.


(40)

c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil.

Akte catatan sipil meliputi akte kelahiran, akte perkawinan, akte perceraian, akte pengesahan dan pengakuan anak, akte ganti nama bagi warna negara asing, dan akte kematian.

d) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat

Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan penguburan/pemakaman termasuk penggalian dan pengurungan, pembakaran/pengabuan mayat dan sewa tempat pemakaman atau pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemerintah daerah.

e) Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum

Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah.

f) Retribusi Pelayanan Pasar

Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran, los yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kenderaan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.


(41)

h) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran

Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau perizinan oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat pemadam kenakalan yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat

i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

Peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah seperti peta dasar (garis), peta foto, peta digital, peta tematik dan peta teknis (struktur). j) Retribusi pengujian Kapal Perikanan

Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian terhadap kapal penangkap ikan yang menjadi kewenangan daerah.

2) Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha adalah atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah yang menganut prinsip komersal karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial. Pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah daerah menganut prinsip komersial meliputi :

a) Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.

b) Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.


(42)

1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

Pelayanan pemakaian kekayaan daerah antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kenderaan/alat-alat berat / alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang listrik/telepon maupun penanaman / pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum.

2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan

Pasar grosir dan/atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/ diselenggarakan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. 3) Retribusi Tempat Pelelangan

Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah Daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat yang dikontrka oleh Pemerintah Daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan. 4) Retribusi Terminal

Pelayanan terminal adalah tempat pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kenderaan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan


(43)

usaha dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dengan ketentuan ini pelayanan peron tidak dipungut retribusi.

5) Retribusi Tempat Khusus Parkir

Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

6) Retribusi Tempat Penginapan / Pesanggrahan / villa

Pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

7) Retribusi Penyedotan Kakus

Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

8) Retribusi Rumah Potong Hewan

Pelayanan rumah potong hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.


(44)

Pelayanan Pelabuhan Kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik daerah dan Pihak Swasta.

10) Retribusi Tempat Rekreasi Dan Olahraga

Pelayanan tempat rekreasi dan olahraga adalah tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.

11) Retribusi penyeberangan di atas air

Pelayanan penyeberangan di atas air adalah pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kenderaan di atas air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta.

12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair

Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, industri yang dikelola dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.


(45)

Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah, antara lain bibit/benih tanaman, bibit ternak, dan bibit/benih ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dan pihak swasta.

Jenis retribusi jasa usaha untuk daerah propinsi dan daerah Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan jasa/pelayanan yang diberikan oleh masing-masing daerah.

3) Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis-jenis retribusi perizinan adalah : a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

Izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan, termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantapan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Luas Bangunan (KLB), koefisien ketinggian Bangunan (KKB), dan Pengawasan


(46)

penggunaan Bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.

b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.

c) Retribusi Izin Gangguan

Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha / kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

d) Retribusi Izin Trayek

Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah.

Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 sebagaimana disebutkan di atas, dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam


(47)

Undang-Undang Jenis retribusi lainnya misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah.

e. Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif Retribusi Daerah

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Jadi, prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa.

Sebagai contoh :

a. Tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat yang mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutup biaya pengumpulan, transportasi dan pembuangan sampah, sedangkan untuk golongan masyarakat kurang mampu ditetapkan tarif lebih rendah.


(48)

b. Tarif rawat inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit umum daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya pelayanannya, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tarif rawat inap kelas yang lebih rendah.

c. Tarif retribusi parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada di tepi jalan umum yang kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retriusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaa swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penertiban dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.

Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:


(49)

1) Memperluas basis penerimaan Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

2) Memperkuat proses pemungutan Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tariff retribusi dan peningkatan SDM.

3) Meningkatkan pengawasan Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.

4) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.

5) Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.


(50)

Selanjutnya ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu melalui kebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya perubahan dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian langsung atau beberapa basis pajak Pemerintah Pusat yang lebih tepat dipungut oleh daerah.

6. Keuangan Daerah

Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 23), keuangan daerah dapat diartikan sebagai ”semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku”. Menurut Halim (2004 : 20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari ”keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dimana yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah APBD dan barang-barang inventaris milik daerah dan keuangan daerah yang dipisahkan meliputi BUMD”. Menurut Saragih (2003 : 12), ”keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan APBD”.


(51)

7. Kemandirian Keuangan Daerah

Analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD perlu dilaksanakan dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis efektif, efisien dan akuntabel. Salah satu analisis rasio pada sektor publik khususnya APBD menurut Widodo dalam Halim (2004:150) adalah rasio kemandirian keuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) merupakan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Tujuan kemandirian keuangan daerah ini mencerminkan suatu bentuk pemerintahan daerah apakah dapat menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Kemandirian keuangan daerah juga menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern.

Adapun variabel yang digunakan dalam mengukur kemandirian keuangan daerah menurut Widodo dalam Halim (2004:150) digunakan rasio kemandirian yang ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan total pendapatan yang diperoleh daerah tersebut dari Laporan realisasi APBD, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Kemandirian = PAD

Total pendapatan Daerah

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat


(52)

ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama Pemerintah pusat dan Provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen PAD. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.

H. Tinjauan Penelititan Terdahulu Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama dan Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Ester Sri Astuti dan Joko Tri Haryanto (2006) Kemandirian Daerah : Sebuah Perspektif dengan Metode Path Analysis Kemandirian Keuangan Daerah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, PDRBjasa dan Bagi Hasil Pajak

Variabel Pajak Daerah dan Bagi Hasil Daerah memiliki hubungan signifikan terhadap Kemandirian Daerah. Sementara variabel Retribusi Daerah dan PDRB jasa tidak terbukti mempengaruhi

Kemandirian Daerah secara signifikan


(53)

Novianinta Mindasari (2008) Pengaruh Pajak Daerah dan retribusi Daerah terhadap APBD pada Pemerintahaan Kabupaten/ Pemerintahan Kota di Sumatera Utara Vaiabel dependen : APBD Independen : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Secara Parsial Pajak Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap APBD sedangkan Retribusi Daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap APBD

1. Ester Sri Astuti dan Joko Tri Haryanto (2006)

Dalam jurnalnya Kemandirian Daerah : Sebuah Perspektif dengan Metode

Path Analysis menyatakan bahwa esensi utama dari pelaksaanaan otonomi daerah

yang sudah berjalan selama 4 tahun adalah mewujudka kemandirian daerah, dan selama ini kemandirian yang kuat diukur dari struktur PAD yang antara lain terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan BUMD. Tetapi dari hasil olah data dengan menggunakan metode path analysis dari 4 variabel yang dipilih untuk mendukung terwujudnya Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat sebagai pencerminan kemandirian darah yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, PDRBjasa serta Bagi Hasil Pajak, didapatkan bahwa variabel Pajak Daerah (PD) dan Bagi Hasil Pajak (BHP) memiliki hubungan signifikan terhadap Kapasitas Fiskal Daerah. Sementara itu variabel Retribusi Daerah dan PDRB jasa tidak terbukti mempengaruhi Kapasitas Fiskal Daerah secara signifikan.


(54)

1. Novianinta Mindasari ( 2008 )

Judul penelitiannya adalah Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap APBD Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama periode 2004-2006. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji sgnifikan simultan (uji-F) dan uji parsial (uji-t). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan variabel Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap APBD pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Secara parsial, variabel Pajak Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap APBD pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara sedangka variabel Retribusi Daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap APBD.

I. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Penelitian ini merupakan suatu kajian dari berbagai konsep teori dan kajian penelitian yang mendahuluinya. Dengan diberlakukannya Otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberi kewenangan dalam menggali sumber keuangannya dalam membiayai sendiri segala kegiatan daerahnya. Pembiayaan tersebut diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah. PAD merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom.

Jika jumlah PAD cukup besar maka diharapkan akan dapat menurunkan atau bahkan menutupi jumlah Dana yang diperoleh dari pemerintah pusat. Jika hal tersebut tercapai, maka daerah dapat dikatakan mandiri. Pertumbuhan perekonomian daerah akan berdampak positif terhadap peningkatan PAD,


(55)

khususnya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Kelompok PAD yang diteliti dalam penelitian ini , yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pajak Daerah dan Retribusi daerah merupakan sumber utama PAD yang merupakan bagian dari Kemandirian Keuangan Daerah.

Dari uraian diatas dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat hipotesis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Retribusi Daerah Pemko/Pemkab di

Sumatera Utara (X2) Pajak Daerah Pemko/Pemkab di

Sumatera Utara (X1)

Kemandirian Keuangan Daerah Pemko/Pemkab di

Sumatera Utara (Y)


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara suatu variabel dengan variabel yang lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004 : 73). Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintahan Kabupaten/ Kota yang ada di propinsi Sumatera Utara tahun 2005-2007, yaitu sebanyak 22 Kabupaten dan 7 Kota, sehingga jumlahnya 29 dikali 3 tahun = 87 amatan, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2004:73). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan cara purposive sampling


(57)

yaitu ” teknik penentuan sampel karena memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh peneliti (Uma sekaran,2006:136). Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh penulis dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

a. Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara yang tersedia pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara.

b. Kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan Realisasi APBDnya selama periode 2005-2007.

Berdasarkan kedua kriteria, didapatkan hanya sebanyak 24 sampel yang memenuhi kriteria tersebut yang terdiri dari 17 Kabupaten dan 7 Kota di Provinsi Sumatera Utara, sehingga jumlahnya 72 amatan (24 dikali 3 tahun).

C. Jenis Data dan Sumber Data

Peneliti hanya menggunakan data skunder dalam penelitian ini. Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau data oleh pihak lain (Umar,2001:69).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data Time series, yaitu sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu. Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan realisasi APBD pada Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten di Sumatera Utara yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera


(58)

D. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (variabel independen ;X), dan variabel terikat (variabel dependen ;Y). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Variabel terikatnya adalah tingkat kemandirian keuangan daerah. Definisi operasional dan pengukuran variabel dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala

Independen Pajak Daerah

Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang

seimbang, yang dipaksakan

berdasarkan

perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah (tahun 2005-2007).

Pajak Daerah x100

Realisasi Total Pendapatan Daerah

Rasio

Retribusi Daerah

pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Retribusi Daerah x100

Realisasi Total Pendapatan Daerah


(59)

Dependen Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tingkat Kemandirian

keuangan daerah yaitu kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah % 100 Daerah Pendapatan Total Realisasi PAD Realisasi x Rasio

E. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini adalah, Teknik Dokumentasi, yakni peneliti melakukan pengumpulan data sekunder atau data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera,

F Model Dan Teknik Analisis Data 1. Model Analisis Data

Analisis data dari penelitian ini terdiri dari statistik deskriptif mengenai variabel penelitian, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. Untuk memberikan gambaran tentang variabel penelitian yaitu realisasi pajak daerah dan retribusi daerah serta variabel tingkat kemandirian keuangan daerah.


(60)

Untuk menguji hipotesis (Ha) metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda, karena menyangkut dua buah variabel independen dan satu buah variabel dependen. Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui. Model persamaan regresi untuk menguji hipotesis dengan formula sebagai berikut:

Y= a+bX1+cX2+e

Keterangan:

Y = Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah a = Konstanta

X1 = Realisasi pajak daerah

X2 = Realisasi retribusi daerah

b,c = Arah angka atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variable dependen yang didasrkan pada variable independent.

e = Error

2. Pengujian Asumsi Klasik


(61)

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan SPSS 15 . Peneliti melakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi.Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (best linear unbiased estimator) yakni tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi. Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Uji asumsi klasik yang dilakukan peneliti meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas.

a. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2005 : 110), ”uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai


(62)

residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.”

Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak menurut Ghozali (2005 : 110), yaitu :

a. Analisis grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

b. Analisis statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat dari :

1) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal.

2) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.

Distribusi yang melanggar asumsi normalitas dapat dijadikan menjadi bentuk yang normal dengan beberapa cara sebagai berikut :


(63)

Transformasi data dapat dilakukan dengan logaritma natiral (ln), log10, maupun akar kuadrat. Jika ada data yang bernilai negatif, transformasi data dengan logaritma akan menghilangkannya sehingga julah sampel (n) akan bekurang.

2) Trimming

Trimming adalah memangkas (membuang) observasi yang bersifat outlier, yaitu yang nilainya lebih kecil dari µ-2σ atau lebih besar dari µ+2σ. Metode ini juga mengecilkan sampelnya.

2) Winzorising

Winzorising mengubah nilai-nilai outliers menjadi nilai0nilai minimum atau maksimum yang diizinkan supaya distribusinya menjadi normal. Nilai-nilai observasi yang lebih kecil dari µ-2σ akan diubah nilainya menjadi µ+2σ dan nilai-nilai yang lebih besar dari µ+2σ akan diubah nilainya menjadi µ-2σ.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.


(64)

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan cara melihat grafik scattter plot antara variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisisnya:

1) jika ada pola-pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur, maka terjadi heteroskedastisitas,

2) jika tidak ada pola yang jelas atau titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.

Cara lain untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain adalah dengan uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan kembali nilai absolut residual terhadap variabel independen.

c. Uji Autokorelasi

Masalah autokorelasi akan muncul bila data yang dipakai adalah data runtut waktu (timeseries). “Autokorelasi akan muncul bila data sesudahnya merupakan fungsi dari data sebelumnya atau data sesudahnya memiliki korelasi yang tinggi dengan data sebelumnya pada data runtut waktu dan besaran data sangat tergantung pada tempat data tersebut terjadi”(Hadi, 2006 : 175).

Menurut Santoso dalam Yunita (2008 : 28) untuk mendeteksi adanya autokorelasi bisa digunakan tes Durbin Watson (D-W). Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada tabel D-W, yang bisa dilihat


(65)

pada buku statistik yang relevan. Namun demikian secara umum bisa diambil patokan:

1) angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3) angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

d. Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 168), “uji multikolinearitas berhubungan dengan adanya korelasi antar variable independen. Sebuah persamaan terjangkit penyakit ini bila dua atau lebih variabel independen memiliki tingkat korelasi yang tinggi. Sebuah persamaan regresi dikatakan baik bila persamaan tersebut memiliki variabel independen yang saling tidak berkorelasi.”

Menurut Ghozali (2005 : 91), untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dijelaskan berikut ini.

1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.

3) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai


(1)

Hasil Uji Autokorelasi

SebelumTransformasi dengan Logaritma Natural

Model Summary

b

.978

a

.956

.955

.00859

2.040

Model

1

R

R Square

Adjusted

R Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), RD, PD

a.

Dependent Variable: KKD

b.

Setelah Transformasi dengan Logaritma Natural

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .878(a) .770 .764 .27061 2.002

a Predictors: (Constant), LN_RD, LN_PD b Dependent Variable: LN_KKD


(2)

SebelumTransformasi dengan Logaritma Natural

Coeffi cientsa

.016 .001 11.919 .000

.944 .086 .629 10.917 .000 .191 5.231

.923 .143 .372 6.454 .000 .191 5.231

(Const ant) PD RD Model 1

B St d. E rror Unstandardized

Coeffic ients

Beta St andardiz ed

Coeffic ients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: KK D a.

Coefficient Correlations a

1.000 -.899 -.899 1.000 .020 -.011 -.011 .007 RD PD RD PD Correlations Covari ances Model 1 RD PD

Dependent Variable: KKD a.

Setelah Transformasi dengan Logaritma Natural

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Toleranc

e VIF B Std. Error

1 (Constant

) -.798 .190 -4.197 .000

LN_PD .375 .050 .681 7.544 .000 .409 2.445

LN_RD .167 .063 .239 2.644 .010 .409 2.445

a Dependent Variable: LN_KKD

Coefficient Correlations(a)

Model LN_RD LN_PD

1 Correlations LN_RD 1.000 -.769

LN_PD


(3)

Hasil Regresi Sebelum Transformasi dengan Logaritma Natural

Koefisien Determinasi (R²)

Model Summary(b)

a Predictors: (Constant), RD, PD b Dependent Variable: KKD

Hasil Uji t (t test)

Coeffi cientsa

.016 .001 11.919 .000

.944 .086 .629 10.917 .000 .191 5.231

.923 .143 .372 6.454 .000 .191 5.231

(Const ant) PD RD Model 1

B St d. Error Unstandardized

Coeffic ients

Beta St andardiz ed

Coeffic ients

t Sig. Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent Variable: KKD a.

Hasil Uji F (F test)

ANOV Ab

.111 2 .056 752.184 .000a

.005 69 .000

.116 71 Regres sion Residual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), RD, PD a.

Dependent Variable: KK D b.

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1


(4)

Hasil Regresi Setelah Transformasi dengan Logaritma Natural

Koefisien Determinasi (R²)

Model Summary(b)

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1

.878(a) .770 .764 .27061

a Predictors: (Constant), LN_RD, LN_PD b Dependent Variable: LN_KKD

Hasil Uji t (t test)

Coefficients(a) Mode

l

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta

Toleranc

e VIF B

Std. Error

1 (Constant) -.798 .190 -4.197 .000

LN_PD .375 .050 .681 7.544 .000 .409 2.445

LN_RD .167 .063 .239 2.644 .010 .409 2.445

a Dependent Variable: LN_KKD

Hasil Uji F (F test)

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 16.936 2 8.468 115.635 .000(a)

Residual 5.053 69 .073

Total 21.989 71

a Predictors: (Constant), LN_RD, LN_PD b Dependent Variable: LN_KKD


(5)

(6)