Pertumbuhan dan Produksi beberapa Genotip dan Varietas Jagung dengan Metode Pengendalian Gulma yang Berbeda

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomi
serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai
sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Namun, upaya peningkatan
produksi jagung masih menghadapi berbagai masalah sehingga produksi jagung
dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan nasional (Soerjandono, 2008).
Menurut data BPS tahun 2008 komoditi jagung dengan luas lahan
4.001.724 ha dan tingkat produktivitas 40,78 Ku/ha menghasilkan produksi
sebesar 16.317.252 ton, pada tahun 2009 dengan luas lahan dengan luas lahan
4.160.659 ha dan tingkat produktivitas 42,37 Ku/ha menghasilkan produksi
sebesar 16.317.252, pada tahun 2010 dengan luas lahan 4.131.676 ha dan tingkat
produktivitas 44,36 Ku/ha menghasilkan produksi sebesar 18.327.636 ton, pada
tahun 2011 dengan luas lahan 3.864.692 ha dan tingkat produktivitas 45,65 Ku/ha
menghasilkan produksi sebesar 17.643.250 ton, dan pada tahun 2012 dengan luas
lahan 3.957.595 ha dan tingkat produktivitas 48,99 Ku/ha menghasilkan produksi
sebesar 19.387.022 ton (BPS, 2013)
Produksi jagung pada 2011 turun 1,1 juta ton atau 5,99 persen menjadi
17,23 juta ton pipilan kering dibandingkan produksi sepanjang 2010. Sementara
kebutuhan jagung di dalam negeri pada tahun ini mencapai 22 juta ton, sehingga
kebutuhan jagung harus dipasok melalui impor (Warta ekspor, 2012).

Data tersebut mengindikasikan bahwa produksi yang telah dicapai akibat
adanya peningkatan produktivitas mengalami peningkatan seiring dengan
penerapan teknologi yang efisien dan membaiknya pelayanan kepada masyarakat

Universitas Sumatera Utara

dalam sistem produksi jagung. Tetapi peningkatan produksi belum menutupi
kekurangan pasokan jagung. Salah satu yang perlu diupayakan untuk menutupi
kekurangan tersebut adalah melalui perakitan varietas unggul baru berdaya hasil
dan berkualitas tinggi (Balitsereal, 2009).
Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan secara konvensional maupun
melalui rekayasa genetik. Dengan berkembangnya bioteknologi, perbaikan
genetik jagung melalui rekayasa genetik akan menjadi andalan dalam pemecahan
masalah perjagungan di masa mendatang. Pemuliaan secara konvensional
mempunyai keterbatasan dalam mendapatkan sifat unggul dari tanaman
(Sustiprijatno, 2009).
Tanaman hasil rekayasa genetika menyerupai tanaman asalnya, tetapi
memiliki sifat-sifat tertentu yang menyebabkan tanaman tersebut lebih baik.
Tanaman tersebut memberikan keuntungan bagi petani dan konsumen. Petani
memperoleh hasil yang lebih tinggi dan peningkatan keleluasaan dalam

pengelolaan tanaman, sedangkan konsumen memperoleh hasil yang lebih
menyehatkan, antara lain tanaman ditanam dengan pestisida yang lebih sedikit
dan atau sifat kandungan nutrisi yang lebih menyehatkan. Tanaman produk
bioteknologi yang telah disetujui untuk pangan merupakan tanaman yang
direkayasa untuk memiliki sifat seperti: (1) ketahanan terhadap hama dan
penyakit, (2) ketahanan terhadap herbisida, (3) perubahan kandungan nutrisi dan
(4) peningkatan daya simpan (Manuhara, 2006).
Perkembangan teknologi DNA rekombinan semakin maju dan telah
berhasil membuat tanaman jagung tahan herbisida melalui rekayasa genetika.
Jagung RoundUp Ready (RR) merupakan jagung hasil rekayasa genetika yang

Universitas Sumatera Utara

memiliki ketahanan terhadap herbisida berbahan aktif glifosat. Jagung RR
memiliki gen CP4 EPSPS yang berasal dari Agrobacterium sp.strain CP4. Pada
tanaman konvensional, glifosat menghambat aktivitas enzim EPSPS tanaman
yang menghentikan proses biosintesis asam amino aromatik sehingga tanaman
berhenti tumbuh dan mati. Pada jagung RR, metabolisme yang dibutuhkan untuk
tumbuh dapat tetap berlangsung karena kandungan enzim CP4 EPSPS yang
toleran terhadap glifosat (Shidu, dkk., 2000).

Salah satu penyebab menurunnya hasil tanaman jagung adalah kehadiran
gulma pada tanaman jagung tersebut. Pengaruh gulma pada tanaman dapat terjadi
secara langsung, bersaing untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya dan ruang
tumbuh. Gulma yang dibiarkan tanpa pengendalian pada jagung dapat
menurunkan hasil hingga 20-80%. Pada tanaman jagung, gulma dikendalikan
dengan cara manual seperti penyiangan menggunakan cangkul atau bajak, atau
secara mekanis menggunakan alat, mesin, dan secara kimiawi menggunakan
herbisida

(Bilman, 2011).

Pengendalian gulma secara kimia yaitu dengan menggunakan bahan kimia
racun khusus untuk tumbuhan berdaun hijau atau biji-bijian disebut herbisida.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan herbisida yaitu waktu
dan tenaga lebih sedikit, kerusakan pada tanaman pokok lebih sedikit
dibandingkan cara mekanik yang dapat merusak akar dan batang serta mencegah
erosi karena tanah tidak dibongkar (BPTP, 2004).
Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat
perbedaan pertumbuhan dan produksi beberapa genotip dan varietas jagung
dengan metode pengendalian gulma yang berbeda.


Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan dan produksi beberapa genotip
dan varietas jagung dengan metode pengendalian gulma yang berbeda.
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan respon pertumbuhan dan produksi beberapa genotip dan
varietas jagung dengan metode pengendalian gulma yang berbeda.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi
yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat
berguna untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam budidaya tanaman jagung.

Universitas Sumatera Utara