Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme

1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perbankan merupakan salah satu lembaga yang mampu menyokong sistem
perekonomian negara agar suatu negara memiliki sistem perekonomian yang
stabil serta dapat meningkatkan taraf hidup rakyat. Oleh karena itu, sistem
perbankan harus dikelola dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan. Jika sistem perbankan tidak dikelola dengan baik hal tersebut akan
menimbulkan terganggungnya sistem perekonomian negara dan berdampak
sistematik atau setidaknya dapat menghambat jalannya lalu lintas sektor finansial.
Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang
perseorangan, badan–badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,
bahkan lembaga-lembaga pemerintahan untuk menyimpan dana-dana yang
dimilikinya. Melalui kegiatan pengkreditan dan berbagai jasa yang diberikan,
bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem
pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1 Keberadaan bank dalam
kehidupan masyarakat dewasa ini mempunyai peran yang cukup penting,
dikarenakan lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari

sistem keuangan setiap negara. Kegiatan perbankan di Indonesia diselenggarakan
untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk mencapai tujuan spiritualistis
tersebut, perbankan di Indonesia berasaskan demokrasi ekonomi yang
berlandaskan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. 2
Prinsip kehati-hatian (prudential principle) adalah suatu prinsip yang menegaskan
bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan
terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati.
Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan
sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan
norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian ini
tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya
1

Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan
Nasional Indonesia Ditinjau Dari Undang1
Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank

Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 7.
2
Chatamarrasjid Ais, Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara

2

disebut UU Perbankan). 3 Dalam melaksanakan tugasnya sebagai lembaga
intermediasi dan agen pembangunan masyarakat, perbankan di Indonesia tidak
hanya menggunakan prinsip kehati-hatian saja, akan tetapi juga mengedepankan
prinsip kepercayaan, prinsip kerahasian, dan prinsip mengenal nasabah. Prinsipprinsip tersebut sangat perlu untuk tetap dilaksanakan oleh perbankan guna
menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam penyelenggaraan sistem
perbankan.
Contoh terhadap kasus-kasus yang telah berlalu berkaitan dengan pengelolaan
perbankan yang banyak dipermasalahkan publik dimana kasus ini tergolong besar
misalnya kasus Bank Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 4 Sehubung dengan itu
telah terjadi pula krisis ekonomi global pada tahun 2008 di Amerika Serikat yang
berdampak pada perekonomian global di beberapa negara di dunia. 5 Krisis ini
diakibatkan oleh tidak mampunya Bank Sentral Amerika Serikat (federal reserve

bank) mengidentifikasi potensi macetnya kredit perumahan berkualitas rendah
(suhprime marigage).
Kasus–kasus perbankan yang terjadi di Amerika Serikat menyangkut persoalan
kredit perumahan atau disebut dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah
dijadikan sekuritas beragun KPR menjadi produk derivative dan dijual kepada
konsumen dengan harga tinggi. 6 Menyikapi persoalan–persoalan perbankan, maka
di Amerika Serikat dibentuk lembaga otoritas jasa keuangan yang bekerja sama
dengan federal reserve bank. Secara global, negara-negara lain pun melakukan
perbaikan sistem manajemen perbankannya dengan membentuk lembaga otoritas
yang bersifat independen dan berwenang mengatur dan mengawasi bank-bank
untuk menghindari terjadinya sistem pengelolaan perbankan yang tidak sehat dan
sebagai antisipasi terjadinya krisis moneter.
Ide pembentukan Otoritas
Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat OJK) di Indonesia sudah dimulai sejak
tahun 1998 yang ditegaskan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UU BI) dan pada awal

3


https://kuliahade.wordpress.com/2010/04/19/hukum - perbankan - asas - dan - prinsip perbankan (diakses pada tanggal 29 Januari 2016).
4
BLBI adalah dana yang disalurkan oleh BI ke bank-bank yang mengalami kesulitan
likuiditas dalam operasinya sehari-hari.
5
Yusri Fijannarto, Penanganan Bank Bermasalah Oleh Bank Indonesia Melalui
Mekanisme Ball Out (Study Implementasi Undang-Undang Bank Indonesia Dalam Kasus Bank
Century), Tesis, Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2011, hlm. 1.
6
Sarwidji Widioatmojo, Mencari Kebenaran Objektif Dampak Sistemik Bank Century,
Kajian Teoritis dan Empiris(Jakarta: Alex Media Komputindo, 2010), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

3

pembentukannya disebut dengan Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan (LPJK).7
Ketentuan pada Bab XIII Tentang Ketentuan Peralihan tepatnya di Pasal 55 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

(selanjutnya disebut UU OJK) ditentukan khusus untuk perbankan bahwa, :”Sejak
tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengjaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank
Indonesia ke OJK”. Hal ini berarti pengaturan dan pengawasan sektor perbankan
mulai diperankan oleh OJK sebagai lembaga yang independen dalam hal
melakukan penyidikan, pengaturan, dan pengawasan bank-bank setelah tanggal 31
Desember 2013. 8
Undang-Undang OJK mengamanatkan tugas dan wewenang sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 UU OJK yang jika ditelaah
tugas dan wewenang tersebut cukup berat dan luas yang harus ditemban oleh
lembaga OJK itu sendiri. Kemudian dalam Pasal 20 UU OJK ditentukan pula
bahwa tugas mengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tersebut
dilaksanakan oleh Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya
disingkat DK-OJK). Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut DKOJK menetapkan Peraturan OJK, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau
Keputusan Dewan Komisioner. Sehingga perannya dari sisi mengatur perbankan
ada tiga yakni Peraturan OJK, Peraturan DK, dan Keputusan DK. Apabila ditelaah
ketentuan-ketentuan dalam UU OJK lebih lanjut cukup luas tugas dan
kewenangan yang harus dilakukan oleh OJK baik untuk perbankan, pasar modal,
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan
lainnya. Sementara jika ditelaah mengenai tugas dan kewenangan Bank Indonesia

(selanjutnya disebut BI) berdasarkan UU BI cukup luas juga apalagi BI
merupakan lembaga yang secara hukum ketatanegaraan dicantumkan dalam
konstitusi,9 sementara OJK tidak terdapat dalam Konsititusi Negara Republik
Indonesia. Peranan dan tugas BI yang independen sebagai Bank Sentral
7

Pasal 34 UU No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia: Ayat (1): Tugas mengawasi
Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan
dibentuk dengan Undang-undang. Ayat (2): Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2002.
8
Bismar Nasution, “Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Menurut
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”, Makalah Disampaikan
pada Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Pengawasan Industri Jasa Keuangan yang Terintegrasi., Dilaksanakan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan dan Bekerjasama Dengan Universitas Medan Era, Hotel Santika
Medan, Tanggal 19 Juni 2012 (selanjutnya disebut Bismar Nasution 1), hlm 2.
9
Bismar Nasution, ”Implementasi Pasal 34 Undang-Undang Tentang Bank Indonesia dan
Dampaknya Pada Perananan dan Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem Pembayaran

dan Stabilitas Keuangan”, Buletin. Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3,
September 2010 (selanjutnya disebut Bismar Nasution 2), hlm. 11.

Universitas Sumatera Utara

4

sebagaimana ditentukan dalam konstitusi, menurut Bismar Nasution harus
dipertahankan kedudukannya, termasuk tidak ada undang-undang yang akan
datang yang dapat mencabut fungsi dan tugas BI. Mengingat peranan dan tugas BI
sangat penting dan berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan bebangsa dan
bernegara, terutama yang berhubungan dengan masalah ekonomi, perbankan, dan
keuangan. 10
Lembaga OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam UU OJK. Lembaga ini bersifat independen dan lebih akuntabel untuk
tindakan yang dilakukan dalam pengaturan dan pengawasan secara transparan
dalam menjalankan tugasnya, 11 hal ini berarti kedudukannya berada diluar
kewenangan pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tugas dan
wewenang yang ditentukan dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 UU OJK
adalah menyangkut tugas pengaturan dan pengawasan yang harus dilaksanakan
secara terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
khususnya perbankan. Tugas pengawasan bank oleh lembaga OJK, harus bertitik
tolak kepada ketentuan yang mengatur tentang BI sebagai Bank Sentral
sebagaimana telah ditentukan dalam konstitusi.12 Artinya lembaga OJK pada
prinsipnya tidak boleh melakukan perannya sebagai lembaga pengawas yang
membawahi BI sebagai Bank Sentral secara keseluruhan dengan memposisikan
pusat kendali perbankan ada di lembaga OJK.
Bank sebagai media jasa keuangan yang mempunyai banyak pilihan dalam
bertransaksi memungkinkan timbulnya suatu tindakan kriminal. Contohnya
transaksi untuk pembiayaan kegiatan terorisme. Tindak pidana terorisme
merupakan kejahatan internasional yang membahayakan keamanan dan
perdamaian dunia serta merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia,
terutama hak untuk hidup. Tindakan terorisme merupakan suatu tindakan yang
terencana, terorganisisr, dan berlaku dimana saja dan kepada siapa saja. Tindakan
teror ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai kehendak yang
melakukan, yakni teror yang berakibat fisik dan/atau non fisik (psikis). Tindakan
teror fisik biasanya berakibat pada fisik (badan) seseorang bahkan sampai pada

kematian. Sedangkan non fisik (psikis) bisa dilakukan dengan penyebaran isu,
ancaman, penyanderaan, menakut-nakuti dan sebagainya. Akibat dari tindakan
teror tersebut dapat mengakibatkan orang atau sekelompok orang menjadi
10

Ibid, hlm. 12.
Bismar Nasution 1, Op. Cit., hlm.3
12
Bismar Nasution 2, Loc. Cit.

11

Universitas Sumatera Utara

5

merasa tidak aman dan dalam kondisi rasa takut. Tidak hanya itu, bahkan dapat
berdampak atau berakibat luas pada kehidupan ekonomi, politik, dan kedaulatan
suatu negara. 13 Salah satu hal yang dapat dilakukan guna menghindari terjadinya
tindak pidana terorisme adalah dengan mencegah jantung pelaksanaan kegiatan

terorisme itu sendiri, yaitu pembiayaan yang dilakukan untuk pelaksanaan
kegiatan terorisme.
Penerapan program anti pencegahan pembiayaan terorisme oleh perbankan
tetap berpedoman pada penerapan manajemen risiko yang terkait dengan program
anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dan standar
internasional Financial Action Task Force (selanjutnya disebut FATF) yang
menetapkan kebijakan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi
sistem keuangan global dari pencucian uang dan pendanaan terorisme, yang
dikenal
sebagai
Revised
40
Recommendations
dan
9
Special
Recommendations (Revised 40+9) Financial Action Task Force (FATF).
Rekomendasi tersebut juga dijadikan acuan bagi masyarakat internasional untuk
menilai kepatuhan suatu negara terhadap pelaksanaan program anti pencucian
uang dan khususnya pencegahan pendanaan terorisme.

Berdasarkan paparan di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian
tentang “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Bank Dalam Rangka
Pencegahan Pembiayaan Terorisme”. Menariknya penelitian ini menyangkut
masalah tugas pengawasan lembaga OJK terhadap bank guna mencegah
pembiayaan terorisme.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang menarik diteliti dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah bentuk keterlibatan bank dalam pembiayaan
terorisme?
2. Bagaimanakah kewajiban hukum bank dalam rangka pencegahan
pembiayaan terorisme?
3. Bagaimanakah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap bank
dalam rangka pencegahan pembiayaan terorisme?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

13

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37047/4/Chapter20l.pdf (diakses pada
tanggal 1 Februari 2016).

Universitas Sumatera Utara

6

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dilakukan penelitian ini
adalah :
1.

Untuk mengetahui dan memahami sejauh
keterlibatan bank dalam pembiayaan terorisme.

mana

bentuk

2. Untuk mengetahui dan memahami kewajiban hukum bank dalam
rangka pencegahan pembiayaan terorisme.
3. Untuk mengetahui dan memahami pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan terhadap bank dalam rangka pencegahan pembiayaan
terorisme.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis sebagai
berikut :
1. Secara teoritis bermanfaat bagi akademisi sebagai bahan kajian
penelitian dan pengkajian lebih lanjut dan bermanfaat bagi
masyarakat umum khususnya bank.
2. Secara praktis bermanfaat bagi bank untuk menghindari keterlibatan bank
dalam pembiayaan tindak kejahatan terorisme sehingga tidak akan terjadi tindak
pidana terorisme dan akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat umum.
D. Keaslian Penelitian
Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap judul dan
masalah yang sama, maka peneliti melakukan pemerikaan judul skripsi yang sama
dengan “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Bank Dalam Rangka
Pencegahan Pembiayaan Terorisme”. Ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan
yang diperoleh dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
tidak ditemukan judul dan permasalahan yang sama dengan penelitian ini artinya
belum pernah dilakukan peneliti lain dalam topik dan permasalahan yang sama.
Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian dan jauh
dari unsur plagiat serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung
tinggi yakni kejujuran, rasional, objektif dan terbuka serta sesuai dengan prosedur
menemukan kebenaran ilmiah sehingga dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian lembaga bank dan fungsi bank

Universitas Sumatera Utara

7

Bank merupakan lembaga finansial atau keuangan. Pasal 1 angka 1 UU
Perbankan menyatakan bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank, mencakup tentang kelembagaan, kegiatan usahanya, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sementara itu, mengenai definisi
bank itu sendiri dinyatakan dalam Pasal 1 angka 2 yaitu bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi seperti ini
tampaknya bersifat sangat umum sehingga perlu dipahami lebih dalam lagi dari
ketentuan dan pasal-pasal selanjutnya dan juga dari pengertian umum yang diakui
secara internasional. Definisi bank menurut Hermansyah adalah lembaga
keuangan yang menjadi tempat bagi orang-orang perseorangan, badan-badan
usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga
pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya kepada bank. 14
Sentosa Sembiring berpendapat untuk memberikan definisi tentang bank
diperlukan penjabaran, karena untuk memberikan definisi tentang bank dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang. Sentosa Sembiring memberikan definisi
sederhana bank sebagai suatu badan hukum, yaitu “Suatu badan usaha yang
berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan”. Bank sebagai Badan
Hukum berarti secara yuridis adalah merupakan subyek hukum yang berarti dapat
mengikatkan diri dengan pihak ketiga. 15 OP. Simorangkir mendefinisikan bank
cenderung mengarah kepada pemberian kredit. Bank adalah sebagai salah satu
badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa.
Adapun pemberian kredit dilakukan baik dengan modal bank sendiri atau dengan
dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan
mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. 16 Rumusan mengenai
pengertian bank yang lain, dapat juga kita temui dalam kamus istilah hukum
Fockema Andrea yang mengatakan bahwa bank adalah suatu lembaga atau orang
pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari
dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek yang hanya dapat
diberikan kepada banker sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang
atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk
pihak ketiga. 17

14

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ditinjuau Menurut UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 7.
15
Sembiring Sentosa, Hukum Perbankan (Bandung: Mandar Maju 2000), hlm. 2.
16
Ibid. hlm 1.
17
Hermansyah, Op. Cit., hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara

8

G.M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politik, berpendapat bahwa bank
adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik
dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari
orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang
giral. 18 Berdasarkan beberapa definisi yang telah diugkapkan di atas, maka dapat
dipahami bahwa bank itu sendiri merupakan suatu badan usaha di bidang
keuangan yang mana menarik dan juga menyalurkan uang dari masyarakat dan
ditujukan kepada masyarakat, penyaluran dana ke masyarakat dilakukan melalui
pemberian kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Jika dikaitkan dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU
Perbankan, jelas bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang berbadan
hukum dan fungsinya sebagai perantara dari masyarakat yang kelebihan dana ke
masyarakat yang kekurangan atau membutuhkan dana.
Bank sebagai suatu badan hukum menerima dan menyalurkan dana ke
masyarakat untuk melaksanakan suatu kegiatan usaha yang nantinya akan
dilakukan oleh masyarakat di dalam suatu negara. Dalam hal kegiatan usaha bank
pada pokoknya meliputi tiga bentuk kegiatan yaitu menghimpun dana dari
masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga memberikan jasa
keuangan. Bank berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary)
dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta
memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Dua fungsi utama
yakni menghimpun dan menyalurkan dana dari dan ke masyarakat tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Sebagai suatu badan usaha, bank akan selalu berusaha
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankan.
Sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk
menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan
kesempatan kerja. 19
Bank selain sebagai fungsi perantara, juga berfungsi sebagai penyedia jasa,
dimana dalam fungsi ini bank nantinya tidak hanya akan mengelolah dananya
sendiri melainkan juga akan mengelolah dana-dana dari masyarakat, hal ini
memicu agar bank mengelolah dana-dana masyarakat dengan baik dan
semaksimal mungkin guna menarik minat masyarakat untuk mau menempatkan
dananya di bank sehingga nantinya bank tidak akan mengalami kekurangan dana.
Fungsi sebagai penyalur dana berkaitan dengan peran bank dalam lalu lintas
peredaran uang dengan menciptakan instrumen keuangan, seperti misalnya
menciptakan uang kartal oleh bank sentral, uang giral yang dapat diambil atau
18

Ibid, hlm 9.
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003), hlm. 59.
19

Universitas Sumatera Utara

9

dipindahtangankan atau dipindahbukukan oleh bank umum dan juga instrumeninstrumen lain yang menyerupai uang seperti kartu bank (bank card) atau
berbentuk Authomatic Teller Machine (ATM) dan berbagai bentuk lainnya. 20
2. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Lembaga Otoritas Jasa Keuangan dibentuk untuk memenuhi amanat dari
Pasal 34 UU BI. 21 Tugas pokoknya untuk melakukan pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan terhadap bank-bank dan perusahaan-perusahaan
sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas,
modal ventura, dan perusahaan pembiayan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat
independen dalam menjalankan tugasnya, berarti kedudukannya berada di luar
institusi pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPK serta
DPR. Rimawan mengatakan bahwa pengawasan diperlukan karena adanya potensi
moral hazard (penyelewengan / penyalahgunaan) oleh para pelaku ekonomi yang
tentunya berdampak negatif terhadap perekonomian. 22
Pasal 1 angka 1 UU OJK mendefinisikan makna OJK adalah “lembaga
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Selanjutnya bahwa
dalam struktur organisasi OJK memiliki Dewan Komisioner (DK) adalah
pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. Dimana dalam
struktur organisasi OJK dibawah DK terdapat Kepala Eksekutif yaitu anggota DK
yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan
melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagai DK.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan
jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat. Dengan demikian OJK diharapkan dapat mendukung
kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya
20

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 174.
Pasal 34 UU No.23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 jo UU No.6 Tahun 2009
tentang Bank Indonesia (UUBI), menentukan:
a. Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.
b. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.
22
http://bulaksumuronline.wordpress.com/2011/07/27/optimalisasi - ojk - antara – institus
i- versus –sistem - pengawasan/#more-4 (diakses tanggal 1 Februari 2016).
21

Universitas Sumatera Utara

10

saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional,
antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan
kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek
positif globalisasi. 23
Struktur organisasi OJK yang akan dibentuk terdiri dari sembilan orang
anggota DK OJK sebagai unsur pimpinan tertinggi, dua orang dari ex- officio.24
Ditentukan dalam Pasal 1 angka 20 UU OJK, ex-officio adalah jabatan seseorang
pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain. Exofficio di lembaga OJK tidak dilakukan melalui seleksi di DPR melainkan bersifat
pengangkatan (langsung diangkat) sebagaimana anggota DK OJK setelah melalui
seleksi di Bank Indonesia. Terdapat pula dalam struktur OJK yakni Dewan
Kehormatan yang menurut Pasal 1 angka 21 UU OJK disebut dengan Komite Etik
yaitu organ pendukung DK yang bertugas mengawasi kepatuhan DK, pejabat, dan
pegawai OJK terhadap kode etik.
Amanat dari UU OJK mengamanatkan pembentukan suatu forum yang
disebut dengan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
Ditentukan dalam Pasal 1 angka 25 UU OJK definisi FKSSK adalah forum
koordinasi yang dibentuk untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang
anggotanya terdiri atas Menteri Keuangan selaku koordinator merangkap anggota,
Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua Dewan Komisioner Lembaga
Penjamin Simpanan selaku anggota, dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku
anggota. berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 25 UU OJK di atas, dapat dipahami
makna bahwa keanggotaan dari lembaga OJK terdiri dari Menteri Keuangan
sebagai koordinator, Gubernur BI, DK OJK, dan DK LPS masing-masing sebagai
anggota forum. Dalam forum ini harus dijalankan melalui koordinasi demikian
juga halnya koordinasi dilaksanakan sehari-hari dalam menjalankan tugas dan
kewenangan antar lembaga. Setidaknya melalu koordinasi dapat meminimalisir
kendala-kendala yang membuat terhambatnya sistem perbankan. 25
3. Pengertian pembiayaan terorisme

23

Chatamarrasjid Ais, Op Cit, hlm. 217
Lufti Zen Fuadi, “Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan dari Bapepam-LK”, Seminar Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan, bertempat di Tiara Medan Hotel & Convention Centre, Medan,
Tanggal 8 Juni 2012. Bandingkan juga dengan: Muslimin Anwar (Dosen Pasacasarjana FE UI),
“Peran Otoritas Jasa Keuangan Negara G-20”, Artikel Berita Kolom Probis Rakyat Indonesia,
Tanggal 7 April 2009, hlm. 1.
25
http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/08/02/ojk-dan-skandal-korupsinya--di-koreaselatan (diakses tanggal 1 Februari 2016).
24

Universitas Sumatera Utara

11

Indonesia merupakan negara yang berdaulat, tujuan negara Republik
Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi
dan keadilan sosial, hal itu sesuai dengan apa yang telah tertuang dalam
pembukaan UUD 1945. Hal tersebut menunjukkan kalau Indonesia turut serta
dalam menciptakan dan melaksanakan perdamaian dunia sebagai suatu kondisi
yang dikatakan ideal dalam suatu negara. Dengan demikian, segala hal yang
dianggap oleh Indonesia bertentangan dengan pencapaian kedamaian maka harus
diberantas dengan segala upaya.
Terorisme merupakan salah satu tindakan yang menjadi suatu ancaman
bagi kelangsungan negara di dunia. Sebagai suatu tindak kejahatan, terorisme
jelaslah bertentangan dengan ideologi dan tujuan negara Republik Indonesia.
Pemberantasan terorisme harus ditingkatkan guna menghindari maraknya
terorisme di dunia khususnya di Indonesia. Dalam hal memerangi terorisme di
Indonesia tidaklah cukup hanya dengan menggunakan kekuatan senjata atau
dengan pasukan pertahanan negara, melainkan yang menjadi sasaran pencegahan
terorisme salah satunya adalah melemahkan pembiayaan terorisme itu sendiri.
Jika kita menelaah lebih lanjut, terorisme akan semakin berkembang jika
organisasinya mendapatkan pembiayaan yang cukup atau bahkan berlebih. Oleh
karena itu, perang terhadap pembiayaan terorisme merupakan langkah yang
penting dalam memerangi terorisme itu sendiri. Tindak pidana terorisme masuk
dalam konvensi internasional yang relatif baru. Bahkan Indonesia sendiri
mengatur kejahatan pendanaan terorisme tahun 2002. Namun demikian, kejahatan
terorisme seperti pemboman masih marak terjadi.
Tindak pidana terorisme diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2002 jo. Undang-Undang No.15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme
(selanjutnya disebut UU Tindak Pidana Terorisme). Dalam UU Tindak Pidana
Terorisme tersebut menyebutkan terorisme adalah kejahatan terhadap
kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap
kedaulatan setiap negara karena terorisme merupakan kejahatan yang bersifat
internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan penduduk setiap
bangsa, perdamaian dunia, serta merugikan kesejahteraan rakyat sehingga
dianggap perlu memberantas secara berencana dan berkesinambungan sehingga
hak asasi orang banyak dilindungi dan dijunjung tinggi.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan sifat penelitian

Universitas Sumatera Utara

12

Jenis metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif
yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan khususnya dalam UU OJK. Sifat
penelitian adalah deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan hasil analisis
terhadap norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam UU OJK dalam
bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara pasal-pasal
terkait yang menyangkut masalah pengawasan OJK terhadap bank.
2. Data penelitian
Data pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo UndangUndang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 23
Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 jo Undang-Undang
No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun
2002 jo Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme,
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi
Bank Pengkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, makalah-makalah
seminar, artikel, jurnal, makalah lepas dari internet maupun karya-karya
tulisan yang menyangkut OJK, perbankan, serta terorisme dari internet.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder misalnya Kamus Bahasa
Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris.
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi terhadap dokumen-dokumen
yang relevan terhadap penelitian ini di perpustakaan (library research) dan
melakukan identifikasi terhadap data. Sehingga data yang diperoleh melalui
penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilih guna memperoleh pasalpasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang berhubungan dengan permasalahan

Universitas Sumatera Utara

13

yang sedang diteliti kemudian disistematisasikan sehingga menghasilkan
klasifikasi yang selaras dengan permasalahan.
4. Analisis data
Data-data yang diperoleh, akan dianalisis secara kualitatif yakni memilih
norma-norma dan kaidah-kaidah serta pasal-pasal yang terpenting dalam UU OJK
kemudian menjelaskannya, menguraikannya, memaparkannya dalam bentuk
sistematis dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu
sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Data tersebut dijelaskan hubungannya
antara berbagai jenis data, sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan
dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan dan dapat
dilakukan penarikan kesimpulan. 26
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran tulisan ini maka penelitian
ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar
belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II berjudul Bentuk Keterlibatan Bank Dalam Pembiayaan Terorisme.
Pada bab ini akan dibahas mengenai konsepsi dasar mengenai bentuk-bentuk
keterlibatan bank dalam pembiayaan terorisme yaitu antara lain akan mengulas
terlebih dahulu mengenai tinjauan umum tentang terorisme. Selanjutnya juga akan
membahas mengenai pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia.
Bab III berjudul Kewajiban Hukum Bank Dalam Rangka Pencegahan
Pembiayaan Terorisme. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai
4O+Recommendition dari FATF. Selanjutnya akan dibahas juga mengenai
kewajiban hukum bank dalam rangka pencegahan pembiayaan terorisme.
Bab IV berjudul Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Bank
Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme. Pada bab ini akan dibahas apa
yang menjadi pokok dari semua bab sesuai dengan judul yang telah diangkat di
atas yaitu mengenai Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Bank Dalam
Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme. Lebih lanjut lagi dalam bab ini akan
menjabarkan mengenai sistem pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan terhadap industri jasa keuangan.
26

Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar) (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 196.

Universitas Sumatera Utara

14

Bab V merupakan bab penutup. Pada bab ini akan menguraikan mengenai
kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dikemukakan serta
saran-saran atas permasalahan tersebut

Universitas Sumatera Utara