Asuhan Kehamilan Dalam Perspektif Budaya Jawa Di Desa Labuhan Labo Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Budaya
Kata

“kebudayaan”

berasal

dari

(bahasa

sansekerta) buddhayah yang

merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan
diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Menurut EB
Tylor mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semuanya yang

didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan
terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif.
Artinya mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak
(Soekanto,

2006).Setiap

manusia

mempunyai

kebudayaan

sendiri-sendiri.

Kebudayaan sedikitnya mempunyai tiga wujud yaitu : wujud kebudayaan sebagai
suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma, dan peraturan-peraturan,
wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia
dalam masyarakat, dan wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
(Koentjaraningrat, 2005).

Goodenough dalam Dumatubun (2002) mengemukakan bahwa kebudayaan
adalah suatu sistem kognitif yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai

10

yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual masyarakat. Ini berarti bahwa
kebudayaan berada dalam “tatanan kenyataan yang ideasional”, merupakan
perlengkapan mental yang oleh anggota-anggota masyarakat dipergunakan dalam
proses-proses orientasi, transaksi, pertemuan, perumusan gagasan, penggolongan, dan
penafsiran perilaku sosial nyata dalam masyarakat, dan digunakan sebagai pedoman
bagi anggota-anggota masyarakat untuk berperilaku sosial yang baik/pantas dan
sebagai penafsiran bagi perilaku orang-orang lain. Manusia dalam menghadapi
lingkungan senantiasa menggunakan berbagai model tingkah laku yang selektif
(selected behaviour) sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Pola perilaku tersebut
didasarkan pada sistem kebudayaan yang diperoleh dan dikembangkan serta
diwariskan secara turun temurun.
Pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan, pemilikan dan
pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan.
Pewarisan budaya bersifat vertikal artinya budaya diwariskan dari generasi terdahulu
kepada generasi berikutnya untuk digunakan, dan selanjutnya diteruskan kepada

generasi yang akan datang. Pewarisan kebudayaan dapat dilakukan melalui
enkulturasi dan sosialisasi. Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari
dan menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan sistem nilai, norma, adat, dan
peraturan hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi dimulai sejak dini, yaitu
masa kanak-kanak, bermula dilingkungan keluarga, teman permainan, dan
masyarakat luas (Herimanto dan Winarno, 2008).

Dalam melakukan tindakan pada suatu interaksi sosial, seseorang dipandu
nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut adalah prinsip-prinsip yang berlaku pada suatu
masyarakat tentang apa yang baik, apa yang benar dan apa yang berharga yang
harusnya dimiliki dan dicapai oleh warga masyarakat. Sistem nilai mencakup konsepkonsep abstrak tentang apa yang dianggap baik, dan apa yang dianggap buruk dan
itulah sesungguhnya inti dari suatu kebudayaan (Badrujaman, 2008).
Khusus dalam mengatur hubungan antar manusia, kebudayaan dinamakan
pula struktur normatif atau menurut istilah Ralp Linton designs for living (garis-garis
atau petunjuk dalam hidup). Artinya kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok
tentang perilaku atau blue print of behaviour yang merupakan peraturan-peraturan
mengenai apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang, dan lain sebagainya.
Konsep sehat dilihat dari segi sosial yaitu berkaitan dengan kesehatan pada
tingkat individual yang terjadi karena kondisi-kondisi sosial, politik, ekonomi, serta
budaya yang melingkupi individu tersebut. Untuk sebuah kesehatan masyarakat

menciptakan sebuah strategi adaptasi baru dalam menghadapi penyakit. Strategi yang
memaksa manusia untuk menaruh perhatian utama pada pencegahan dan pengobatan
penyakit. Dalam usahanya untuk

menanggulangi penyakit, manusia telah

mengembangkan suatu kompleks luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran,
norma-norma, nilai-nilai, idiologi, sikap, adat-istiadat, upacara-upacara dan lambanglambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang saling menguatkan
dan saling membantu (Anderson, 1980, dalam Badrujaman, 2008).

Perilaku terwujud secara nyata dari seperangkat pengetahuan kebudayaan.
Sistem budaya, berarti mewujudkan perilaku sebagai suatu tindakan yang kongkrit
dan dapat dilihat, yang diwujudkan dalam sistem sosial. Berbicara tentang konsep
perilaku, hal ini berarti merupakan satu kesatuan dengan konsep kebudayaan.
Perilaku kesehatan seseorang sangat berkaitan dengan pengetahuan, kepercayaan,
nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya, berkaitan dengan terapi, pencegahan
penyakit (fisik, psikis, dan sosial) berdasarkan kebudayaan masing-masing
Dumatubun (2002). Selain dengan pengamalan perilaku dalam konteks budaya,
pengamalan perilaku setiap individu sangat erat kaitannya dengan “belief,
kepercayaan” sebagai bagian nilai budaya masyarakat bersangkutan (Ngatimin,

2005).
Nilai-nilai sosial budaya memiliki arti penting bagi manusia dan masyarakat
penganutnya, didalamnya tercakup segala sesuatu yang mengatur hidup mereka
termasuk tatacara mencari pengobatan bila sakit. Kekurangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu kesehatan disertai pengalaman hidup sehari-hari yang diturunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya membuat mereka mencari pemecahan timbulnya
penyakit, penyebaran dan cara pengobatan menuju kearah percaya akan adanya
pengaruh roh halus dan tahyul.
Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu
tingkah laku yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang
merupakan bagian dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku tersebut
terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi masyarakat tersebut.

Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan
sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu
berdasarkan

pengetahuan,

kepercayaan,


nilai,

dan

norma

kelompok

yang

bersangkutan. Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan
mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam
memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit
maupun menyembuhkan diri dari penyakit Kalangi (1994). Oleh karena itu dalam
memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya
dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya.
2.1.1. Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.

Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan
pedoman

mengenai

perilaku

yang

layak

dan

menetapkan dunia makna dan

nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk
memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian,
budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan
aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Aspek social budaya ini mencakup pada setiap trimester kehamilan dan
persalinan yang mana pada zaman dahulu banyak mitos dan budaya dalam
menanggapi hal ini.Perilaku kesehatan merupakan salah satu faktor perantara pada

derajat kesehatan. Perilaku yang dimaksud adalah meliputi semua perilaku seseorang
atau masyarakat yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, angka
kesakitan dan angka kematian. Perilaku sakit (ilness behavior) adalah cara seseorang
bereaksi terhadap gejala penyakit yang biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan,
fasilitas, kesempatan, kebiasaan, kepercayaan, norma, nilai, dan segala aturan (social
law) dalam masyarakat atau yang biasa disebut dengan budaya. Beberapa perilaku
dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pelayanan kebidanan di komunitas
diantaranya :
1. Health Believe: Tradisi-tradisi yang diberlakukan secara turun-temurun.
2. Life Style : Gaya hidup yang berpengaruh terhadap kesehatan. Contohnya gaya
hidup kawin cerai di lombok atau gaya hidup perokok (yang juga termasuk bagian
dari aspek sosial budaya).
3. Health Seeking Behavior : Salah satu bentuk perilaku sosial budaya yang
mempercayai apabila seseorang sakit tidak perlu pelayanan kesehatan, akan tetapi
cukup dengan membeli obat di warung atau mendatangi dukun.
Budaya adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, hukum dan adat istiadat menurut EB Taylor sedangkan menurut
Soemardjan adalah semua hasil karya, rasa cipta, masyarakat yang berfungsi sebagai
tempat berlindung, kebutuhan makanan dan minum, pakaian dan perhiasan serta
mepunyai kepribadian Syafrudin (2009). Budaya berkenaan dengan cara manusia
hidup. Manusia belajar berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang
patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek

komunikasi, tindakan sosial, kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu
berdasarkan pola-pola budaya (Mulyana, 2002).
Budaya berfungsi sebagai “alat” yang paling efektif dan efisien dalam
menghadapi lingkungan kebudayaan bukan sesuatu yang dibawa bersama kelahiran,
melainkan diperoleh dari proses belajar dari lingkungan, baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial. Hubungan antara manusia dengan lingkungannya
dijembatani oleh kebudayaan yang dimilikinya. Dilihat dari segi kebudayaan dapat
dikatakan

bersifat

adaptif


karena

melengkapi

manusia

dengan

cara-cara

menyesuaikan diri pada kebutuhan fisiologis dari diri mereka sendiri, penyesuaian
pada lingkungan yang bersifat fisik geografis maupun lingkungan sosialnya.
Kenyataan

bahwa

banyak

kebudayaan


bertahan

malah

berkembang

menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan oleh suatu masyarakat
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan tertentu dari lingkungannya, dengan kata
lain; kebiasaan masyarakat manusia yang berlainan mungkin akan memilih cara-cara
penyesuaian yang berbeda terhadap keadaan yang sama. Kondisi seperti itulah yang
menyebabkan timbulnya keaneka ragaman budaya (Sutrisno,M. 2006).
Budaya merupakan hasil karya manusia. Budaya lahir akibat adanya interaksi
dan pemikiran manusia. Manusia akan selalu berkembang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka hasilkan. Budaya
manusia juga akan ikut berkembang dan berubah dari masa ke masa. Hal ini terjadi
pula pada budaya kesehatan yang ada pada masyarakat. Budaya kesehatan akan
mengalami perubahan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat dan teknologi

yang semakin canggih, budaya kesehatan di masa lalu berbeda dengan kebudayaan
kesehatan di masa sekarang dan mendatang.
Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor perubahan budaya
kesehatan dalam masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat dahulu saat akan
melakukan persalinan minta bantuan oleh dukun bayi dengan peralatan sederhana,
namun saat ini masyarakat lebih banyak yang mendatangi bidan atau dokter
kandungan dengan peralatan yang serba canggih. Bahkan mereka bisa tahu
bagaimana keadaan calon bayi mereka di dalam kandungan melalui USG. Saat ini
masyarakat lebih memaknai kesehatan. Banyaknya informasi kesehatan yang
diberikan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan membuat masyarakat
mengetahui pentingnya kesehatan. Melalui kesehatan kita bisa melakukan berbagai
macam kegiatan yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
2.1.2. Budaya Jawa
Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam jumlah maupun
luas penyebarannya.Mereka sering menyebut dirinya Wong Jawi atau Tiang Jawi.
Budaya jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa
khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar
dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan
budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan
keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan
dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa

Timur, juga ada di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan
Suriname.
Budaya suku jawa secara turun temurun salah satunya adalah adat-istiadat,
pantang makanan dan kebiasaan yang sering kali mencegah orang memanfaatkan
makanan yang tersedia bagi mereka. Kebiasaan makanan beragam dalam konteks
budaya, mengubah kebiasaan, bukan hal yang mudah, mengingat dari semua
kebiasaan yang paling sulit diubah adalah kebiasaan makanan. Kepercayaankepercayaan kita terhadap apa yang dapat dimakan atau tidak boleh dimakan,
keyakinan yang berhubungan dengan kesehatan dan ritual, ini telah ditanamkan sejak
usia muda. Kebiasaan makan sebagaimana halnya dengan kebiasaan-kebiasaan lain
hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya secara menyeluruh (Saptandari P,
2012).
Budaya bagi masyarakat Suku Jawa adalah suatu hal yang penting, bahkan
diantaranya dipercaya dan menjadi pegangan hidup oleh masyarakat. Suku bangsa
Jawa dapat ditemui dibeberapa daerah Kabupaten/Kota bekas Keresidenan Sumatera
Timur yang dulunya daerah perkebunan asing pada masa Kolonial Belanda. Pada saat
ini suku Jawa tersebar hampir diseluruh daerah Sumatera Utara. Meraka disebut
dengan Jawa Deli (Jadel), Jawa Kontrak (Jakon) mulai sekitar tahun 1917, namun
istilah ini dianggap merendahkan, sehingga mereka lebih suka disebut Pujakesuma
(Putra Jawa kelahiran Sumatera).

2.1.3. Asuhan Kehamilan Berdasarkan Aspek Budaya Jawa
Dalam konteks kehamilan dan kelahiran, setiap masyarakat memiliki caracara budaya mereka sendiri untuk memahami dan menanggapi peristiwa
pertumbuhan janin dan kelahiran bayi, yang sudah dipraktekan jauh sebelum
masuknya system medis di lingkungan komuniti mereka. Berbagai kelompok
masyarakat juga mempunyai cara tersendiri dalam mengatur aktivitas mereka saat
menghadapi wanita yang hamil dan bersalin (Swasono, 1998).
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan
dan persalinan tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologis saja, tetapi dilihat
juga sebagai proses yang mencakup seperti pandangan budaya mengenai kehamilan
dan kelahiran, wilayah kelahiran berlangsung, para pelaku/penolong persalinan, cara
pencegahan bahaya dan pusat kekuatan dalam mengambil keputusan mengenai
pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya.Adat-istiadat atau budaya yang
dilakukan oleh masyarakat suku jawa dalam asuhan kehamilan meliputi :
1) Melakukan Ritual (khusus pada kehamilan pertama), Masyarakat Indonesia
merupakan masyarakat yang majemuk, Diantara kebudayaan maupun adat istiadat,
ada kebiasaan yang merugikan dan ada juga yang menguntungkan bagi status
kesehatan ibu hamil. Hal ini di pengaruhi oleh ilmu pengetahuan sosial budaya
yang kurang sehingga timbulah mitos yang sering kali kita temui bahkan
dipercayai dalam kehidupan sehari-hari. Saat seorang wanita suku jawa
mengandung pertama kali dan usia kandungannya sudah mencapai tujuh bulan,
mereka akan melakukan semacam ritual selamatan yang disebut Mitoni/Tingkeban

yang berarti Tutup. Hakekat mitoni ini adalah mendoakan calon bayi serta ibu
yang mengandungnya agar sehat selamat saat kelahiran nanti (Raffles, 2014).
Menurut kepercayaan masyarakat jawa, penciptaan fisik bayi tersebut sudah
sempurna pada saat berumur tujuh bulan dalam kandungan. Upacara mitoni
merupakan upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh
bulan. Berikut ini urut-urutan/ tata cara mitoni:
a) Siraman pada calon ibu dan calon ayah,
b) Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu yang dilakukan oleh
calon ayah.
c) Berganti pakaian.
d) Brojolan/memasukkan kelapa gading muda ke dalam kain calon ibu.
e) Memutus atau menggunting daun kelapa muda/janur yang melilit perut calon
ibu, maknanya adalah mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran
bayi.
f) Kenduri/brokohan. (Bayuandhy, 2015).
2) Pantang terhadap beberapa jenis makanan. Kehamilan adalah merupakan peristiwa
penting bagi setiap wanita.Tidak hanya wanita jawa saja, namun juga wanita
seluruh Indonesia bahkan dunia. Wanita suku jawa dalam menjalani kehamilannya
harus melakukan selamatan dan Mitoni. Wanita jawa yang hamil harus mematuhi
berbagai pantangan yang ada, pantangan tersebut diantaranya : jangan makan
daging kambing karena dapat menyebabkan perdarahan saat persalinan, jangan
makan ikan Lele karena si bayi berukuran besar dan susah lahir, jangan makan

ikan dempet karena dapat menyebabkan bayinya lahir dengan kembar siam, jangan
makan mangga kwueni dan durian karena dapat menyebabkan keguguran, jangan
sering bersedih dan menangis karena akan menyebabkan anaknya nanti jadi
cengeng, jangan makan atau mandi di malam hari karena dapat menyebabkan si
anak kelak mudah kena sawan, jangan menertawakan/melecehkan orang cacat,
karena cacatnya orang tersebut bias menurun pada anaknya, jangan makan dengan
menggunakan piring yang besar karena khawatir akan mempersulit persalinan
dimana bayi besar sehingga sulit untuk lahir dan jangan makan jantung pisang,
karena dapat menyebabkan anaknya nanti makin lama makin kecil (Achmad,
2014).
Pantangan dalam kehamilan ada yang masuk akal (Rasional ) dan ada juga
pantangan yang tidak masuk akal (Irasional). Sekalipun demikian pantanganpantangan yang terkesan irasional itu menjadi rasional apabila diterima sebagai
nasihat simbolik. Dari seluruh pantangan, terdapat pantangan yang masuk akal bila
dikaji dari segi psikologis misalnya seorang wanita hamil tidak boleh melecehkan
orang cacat, mencaci maki orang, membunuh hewan, sering bersedih dan
menangis. Kepribadian atau kebiasaan yang buruk akan berpengaruh terhadap
kepribadian si bayi sewaktu masih didalam kandungan. Sebaliknya kepribadian
yang baik serta kedamaian suasana batin pada wanita hamil yang di pupuk melalui
meditasi, berdzikir, mendengarkan musik klasik dapat memberikan pengaruh
positif bagi bayi yang dikandungnya.

3) Pijat Perut saat hamil.Terapi pijat ini dilakukan oleh si dukun pada saat kehamilan
memasuki umur 5 bulan. Pemijatan ini dilakukan secara rutin dua minggu sekali
atau satu bulan sekali dimulai kandungan berumur 5 bulan, karena janin sudah
mulai bergerak, sehingga perlu dilakukan pemijatan yang bertujuan untuk
mengatur posisi janin yang normal pada saat akan dilahirkan.
Pijat perut yang diyakini oleh masyarakat suku jawa bertujuan agar posisi
janin tetap pada tempatnya, hanya saja perlakuan itu tidak sepenuhnya aman. Pijat
merupakan seni perawatan dan pengobatan yang telah dipraktekkan sejak berabadabad silam dari awal kehidupan manusia di dunia. Kedekatan ini disebabkan karena
pijat berhubungan erat dengan proses kehamilan dan proses kelahiran manusia
(Roesli, 2001). Secara fisiologis, pijatan merangsang dan mengatur tubuh,
memperbaiki aliran darah dan kelenjer getah bening, sehingga oksigen, zat makanan,
dan sisa makanan dibawa secara efektif ke dan dari jaringan tubuh dan plasenta.
Pijat juga bertujuan untuk mengendurkan ketegangan dan membantu
menurunkan emosi, merelaksasi dan menenangkan saraf, serta membantu
menurunkan tekanan darah. Pijat dalam kehamilan biasanya dilakukan oleh dukun
yang merupakan kerjasama dengan bidan setempat. Adapun manfaat pijat punggung
dalam persalinan antara lain memberikan kenyamanan, mengurangi rasa sakit,
membantu relaksasi pada ibu saat proses persalinan, memperbaiki sirkulasi darah,
mengembalikan kemampuan berkontraksi, dan meningkatkan kerja system organ,
sehingga dapat mengeluarkan zat-zat beracun lebih lancar baik melalui urine maupun
keringat (Mufdillah, 2009).

Salah dalam pengurutan bisa membahayakan kondisi ibu dan sang janin.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Firmansyah, mengatakan; pijat daerah
perut saat hamil tidak dianjurkan. “Perut tidak boleh diurut karena berisiko”.
Menurutnya, banyak risiko yang bisa timbul jika melakukan pemijatan pada perut ibu
hamil. Pertama, posisi janin yang semula sudah bagus malah bisa berbalik menjadi
tidak normal, tali pusat bisa melilit hingga mengganggu janin, serta keadaan lain yang
bisa membahayakan ibu janin. Belum lagi, dalam perut, selain rahim, ada organorgan lain seperti usus, lambung, dan organ penting lainnya.
Dunia kedokteran juga ada tindakan untuk membalikkan posisi bayi yang
sungsang, namun saat ini tindakan itu sudah tidak direkomendasikan karena dianggap
berisiko/berbahaya. Menurut Dara (2013) mengungkapkan bahwa pijat perut ibu
hamil untuk merubah posisi janin merupakan mitos belaka, sebaiknya tindakan pijat
perut ini justru akan sangat membahayakan untuk perempuan terutama pada ibu
hamil. Seluruh bagian tubuh lain boleh di urut atau dipijat “asalkan bukan perut “,
perut merupakan bagian yang sangat sensitif bagi perempuan, karena organ-organ
vital seperti usus, lambung, hati dan lain-lainnya semua terletak di bagian perut.Yang
lebih berbahaya lagi jika ada kista di perut, karena pijatan di bagian sensitive ini bisa
menyebabkan kista pecah dan cairannya dapat menyebar ke semua bagian tubuh.
Akibatnya semua organ dalam ini akan “lengket” satu sama lain. Hal ini akan
mempengaruhi kesuburan dan metabolisme tubuh.Tindakan yang dianjurkan hanya
meminta agar ibu hamil banyak ”Melakukan sujud“ itu lebih aman (Setyanti C,
2013).

2.1.4. Penelitian Terdahulu tentang Sosial Budaya dalam Kehamilan
Faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi
mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab akibat dan kondisi sehat sakit,
kebiasaan dan ketidaktahuan seringkali membawa dampak positif maupun negatif.
Rofi’i (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Kepercayaan Wanita Jawa tentang
Perilaku atau Kebiasaan yang dianjurkan dan dilarang selama Hamil di Semarang
menyatakan bahwa ibu hamil menyakini dampak apabila melakukan perilaku atau
kebiasaan yang dianjurkan selama hamil seperti makan dicobek yang besar, ngepel
saat hamil tua, diberi minyak kelapa, acara mitoni anak pertama akan memberikan
kesehatan dan keselamatan kepada bayi yang dikandung dan ibu akan mudah
melahirkan. Sebaliknya apabila melakukan kebiasaan yang dilarang akan
memberikan dampak yang tidak baik bagi ibu dan bayi yang dikandung seperti
membunuh binatang saat hamil akan mengakibatkan keguguran, merendam baju atau
pakaian atau cucian piring atau gelas akan mengakibatkan bayi yang dikandung akan
pindah. Memotong ayam atau menyembelih sapi saat hamil juga diyakini akan
mengakibatkan kecacatan bagi bayi yang dikandung.
Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang karena akan
menyebabkan cacat atau gugur sesuai perlakuan yang ditimpakan kepada binatang.
Faktanya secara medis biologis cacat janin disebabkan oleh kesalahan/kekurangan
gizi, penyakit, keturunan, pengaruh radiasi (misalnya karena reaksi nuklir atau
gelombang radio aktif). Sedangkan gugurnya janin paling banyak disebabkan karena
penyakit (misalnya toksoplasmosis), gerakan ekstrem yang dilakukan oleh ibu

(benturan) dan karena psikologis (misalnya shock, stres, pingsan). Kesimpulannya
membunuh atau menganiaya binatang tidak ada hubungannya dengan kecacatan atau
keguguran janin. Agama melarang menyakiti binatang atau membunuhnya kecuali
atas alasan yang hak (yang dibenarkan), baik saat hamil atau tidak hamil (Subakti,
2007).
Begitu juga pada kebiasaan membawa gunting kecil/pisau/benda tajam
lainnya di kantung baju si Ibu agar janin terhindar dari marabahaya. Faktanya hal ini
tidak ada hubungannya dengan proses kehamilan maupun kelahiran justru lebih
membahayakan apabila benda tajam itu melukai si Ibu. Hal ini kurang lebih
menyiratkan bahwa sebagai orang hamil kita harus selalu mempersiapkan diri sebaik
mungkin. Selalu membawa barang-barang tertentu ketika bepergian yang berguna
saat proses kelahiran tentunya merupakan saran yang baik. Pada zaman dulu,
mungkin gunting dianggap cukup berguna dalam proses kelahiran, contohnya untuk
menggunting kain atau tali pusar bayi ketika sudah lahir. Bayangkan barang tersebut
tak tersedia saat diperlukan, tentu akan repot sekali. Sehingga mitos ini berlaku
sampai sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya (Subakti, 2007).
Sebuah penelitian menunjukkan beberapa tindakan/praktik yang membawa
resiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk
memperlancar persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus
untuk rnengeluarkan plasenta) atau “nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan
posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat

menyebabkan perdarahan dan pembengkakan) (Iskandar dan Meiwita, 1996 dalam
Khazanah, 2011).
Penelitian yang dilakukan Emiliana dan M Hakimi (2011) di Kecamatan
Banyuurip bahwa walaupun kuat dalam beragama dan tekun beribadah, masyarakat
Bayuurip masih melakukan patangan-pantangan makanan tertentu berkenaan dengan
kehamilan. Hal serupa juga dinyatakan oleh Fauziah (2011) yaitu perempuan hamil di
Aceh harus menghormati berbagai ketentuan misterius tertentu yang disebut pantang.
Keteledoran memenuhi pantang tersebut diyakini berakibat buruk terhadap
perempuan hamil maupun calon bayi. Perempuan hamil di Aceh diharuskan
mematuhi berbagai mitos selama kehamilan disebabkan karena perempuan akan
menjadi pihak yang dipersalahkan jika terjadi gangguan kehamilan. Mitos tentang
kehamilan dipercaya mempunyai peranan positif sebagai bentuk pengawasan
terhadap kehamilan.
Devy S (2011) dalam penelitiannya tentang perawatan kehamilan dalam
perspektif budaya Madura menyatakan bahwa perawatan kehamilan yang dilakukan
oleh ibu hamil masih dikaitkan dengan unsur-unsur budaya berupa ideal, aktivitas,
dan artifak, walaupun tidak berguna menurut ilmu pengetahuan medis modern namun
masih dilakukan karena menganggab budaya dalam asuhan kehamilan sudah terbukti
pada orang-orang. Perawatan kehamilan sesuai dengan budaya Madura dapat
membuat rasa aman saat masa kehamilan. Perawatan kehamilan sesuai dengan
budaya Madura dianjurkan oleh keluarga ibu hamil (orang tua,mertua dan nenek)
sehingga ibu hamil tidak berani melanggar pantangan-pantangan yang ada.

Tradisi budaya Jawa seperti minum jamu, pantang makanan tertentu, pijat
untuk kebugaran ibu setelah melahirkan masih dijalankan. Nuansa budaya Jawa
tercermin dalam berbagai ritual budaya yang diwarnai oleh agama (islam) yaitu mulai
dari mitoni (munari), krayanan (brokohan), resikan (walikan) dan kekahan (aqiqah).
Kelalain orang tua mematuhi pantangan tertentu akan berdampak yang tidak baik
bagi janin yang dikandung seperti bibir sumbing dikaitkan dengan perilaku orang tua
yang tidak baik sebelum hamil (Suryawati, 2007).
Sri Handayani dalam penelitiannya yang berjudul Aspek sosial budaya pada
kehamilan, persalinan dan nifas di Indonesia menuliskan berbagai pantangan dan
kebiasaaan saat hamil diantaranya pada masyarakat Kerinci Jambi, wanita hamil
dilarang makan sayur rebung agar bayinya tidak berbulu sepeti rebung. Mereka juga
dilarang makan jantung pisang agar anaknya lahir tidak terlalu kecil, atau
mengonsumsi jendawa/jamur karena akan menyebabkan placenta menjadi kembar
sehingga mengalami kesulitan waktu melahirkan, alasan ini merupakan keyakinan
budaya. Keyakinan lain pada masyarakat Keruak Lombok timur, wanita hamil
dilarang makan gurita, cumi, kepiting, udang dan ikan pari. Ikan gurita dan cumi
dianggap mempunyai kaki yang lekat dan mencengkeram, hal ini diasosiasikan ari-ari
bayi akan lekat dan mencengkeram rahim ibu sehingga bayi susah lahir. Makan
udang yang bentuknya melengkung dianggap akan menyebabkan bayi berbentuk
serupa sehingga mempersulit kelahiran. Penduduk setempat juga percaya bahwa pada
saat hamil harus makan sebanyak-banyaknya dalam arti kuantitas, bukan kualitas.

Sri Handayani (2010) juga menuliskan kebiasaan pada masyarakat Biak
Numfor (Irian), suami isteri yang tengah menantikan kelahiran bayinya dilarang
makan daging hewan tertentu diantaranya kura-kura. Pantangan yang hubungannya
dengan asosiatif atau adat memantang yang berhubungan dengan pantangan
perbuatan atas dasar keyakinan sifat ghoib, karena terdapat sejumlah pantangan
perbuatan yang melarang wanita hamil dan suaminya melakukan hal-hal tertentu
yang secara ghoib diaggap dapat berakibat buruk bagi bayi mereka, sebagai contoh di
Kemantan Kabupaten Kebalai, seorang wanita hamil pantang masuk hutan karena
akan diintai harimau, pantang keluar waktu maghrib akan menyebabkan beranak
hantu, pantang menjalin rambut bila keluar rumah akan menyebabkan leher bayi
terlilit tali pusatnya sendiri, pantang duduk di tanah atau di batu, akan sulit
melahirkan, pantang bernadzar yang hebat-hebat karena kelak air liur bayinya akan
meleleh terus.
Budaya pantang makana pada ibu hamil sebenarnya justru merugikan
kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Misalnya ibu hamil dilarang
makan telur dan daging, padahal telur dan daging justru sangat diperlukan untuk
pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil dan janin. Berbagai pantangan tersebut akhirnya
menyebabkan ibu hamil kekurangan gizi seperti anemia dan kurang energi kronis
(KEK). Dampaknya, ibu mengalami pendarahan pada saat persalinan dan bayi yang
dilahirkan memiliki berat badan rendah (BBLR) yaitu bayi lahir dengan berat kurang
dari 2.5 kg. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
(Khazanah 2011)

Hasil penelitian menunjukkan makanan pantangan dari golongan hewani
(udang, cumi dan ikan pari) termasuk makanan yang mengandung zat besi golongan
hem yaitu zat besi yang berasal dari haemoglobin dan mioglobin. Zat besi pada
pangan hewani lebih tinggi penyerapannya yaitu 20-30%, sedangkan dari sumber
nabati hanya 1-6%. (Arief, 2008)
Penelitian di University of Tsukuba, Jepang bahkan membuktikan kandungan
sulfur pada durian bisa menghambat metabolisme alkohol dan bisa memicu kematian.
Semua itu bahaya yang ada pada durian jika memakannya terlalu banyak atau
dibarengi dengan makanan tinggi kolesterol lainnya seperti daging atau alkohol
(Boy,2011 dalam Khairunnisa, 2011).
Durian juga mengandung kalori yang tinggi. Buah durian bersifat panas
sehingga pasien diabetes atau ibu hamil sangat tidak dianjurkan makan durian. Selain
itu dalam 100 gram durian terkandung 147 Kkal. Itu artinya ketika seseorang makan
1 kg durian, jumlah kalori yang didapatkan 1.470 Kkal atau sudah sebanding dengan
porsi makannya selama satu hari. Durian juga banyak mengandung gula meski ada
kandung mangan yang bisa menjaga kadar gula tetap stabil. Bagi ibu hamil, durian
diyakini tidak baik karena mengandung banyak gula dan sedikit alkohol.
(Khairunnisa, 2011).

2.2. Konsep Kehamilan
2.2.1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan (pregnancy) adalah suatu masa yang dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin Prawirohardjo (2009). Kehamilan adalah pertumbuhan dan
perkembangan janin intra uteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan
bersalin. Federasi Obstetri Ginekologi Internasional mendefenisikan kehamilan
sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan
nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,
kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau
9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana
trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua dalam 15 minggu
(minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga dalam 13 minggu (minggu ke-28
hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2009).
Solihah (2011) mengatakan, secara medis kehamilan dimulai dari proses
pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa dari pihak pria. Sel telur yang dibuahi
akan berkembang jadi bakal embrio yang kemudian akan menjalani pembelahan
sampai 78 sel. Bakal janin ini lalu akan menempel di selaput lendir rahim, yang
terletak di rongga rahim. Kehamilan disimpulkan sebagai masa dimana wanita
membawa embrio dalam tubuhnya yang diawali dengan keluarnya sel telur yang
matang pada saluran telur yang kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya
menyatu membentuk sel yang akan tumbuh yang membuat terjadinya proses konsepsi
dan inplantasi sampai lahirnya janin.

2.2.2. Periode Masa Kehamilan
Dalam siklus kehamilan terbagi menjadi tiga periode/ triwulan sebagai
berikut:
1) Kehamilan trimester pertama (1-3 bulan). Awal kehamilan atau masa trimester
pertama merupakan saat yang rawan bagi perkembangan janin, karena biasanya
banyak wanita tidak menduga kalau dirinya sedang hamil. Kehamilan baru
diketahui ketika usia janin sudah menginjak waktu lebih dari satu bulan.
Sementara itu, jika mereka tidak sadar sedang hamil, mereka akan mengkonsumsi
berbagai macam makanan serta obat yang bisa merusak perkembangan bayi dalam
kandungan, karena itulah janin pada umur 1-3 bulan ini sangat rentan keguguran.
Saat masa subur, jika sel telur dibuahi maka akan terjadi penempelan sel telur yang
berbentuk semacam bola pada dinding rahim calon ibu. Masa ini adalah masa
rawan, karena janin masih berupa cikal bakal. Jika Janin selamat, maka bola sel
telur itu akan terus berkembang. Perkembangan sel telur ini akan membentuk
seperti udang yang masih berukuran kecil. Sel telur berbentuk udang kecil ini akan
semakin berkembang saat memasuki usia kehamilan dua bulan yang disertai
dengan penyusunan organ vital jantung serta susunan saraf pusat sejak kehamilan
bulan pertama.
Bentuk udang akan semakin menyerupai bayi pada pertengahan bulan kedua, dan
disertai dengan terbentuknya wajah bayi serta membesarnya ukuran kepala.
Tanda-tanda kehidupan akan muncul dimulai dengan berfungsinya jantung yang
ditandai dengan detakan lembut. Selain itu organ lain seperti bagian tangan serta

kaki jug mulai terbetuk, seiring dengan terlihat jelasnya tali pusat serta munculnya
otot-otot. Pertumbuhan semakin sempurna pada bulan ketiga dimana jantung
sudah mencapai bentuk yang sempurna. Selain jantung, organ-organ lain juga ikut
sempurna seperti kaki serta tangan. Bulan ketiga juga mulai terbentuk organ baru
seperti telinga, pemisahan jari-jari tangan serta kaki yang mengikuti pembentukan
kaki serta tangan lainnya. Sementara organ-organ vital lainnya baru akan terbentuk
pada akhir bulan ketiga dan akan semakin sempurna pada bulan keempat, karena
perkembangannya sudah mulai sempurna.
2) Kehamilan trimester kedua (4-6 bulan). USG baru mulai bisa memperlihatkan
bentuk bayi dalam kandungan pada umur tiga bulan namun itu baru gambaran
kasar bayi. Memasuki bulan keempat, perkembangan janin akan memasuki
trimester kedua. Janin akan mulai bergerak yaitu pada bulan keempat, tepatnya
sekitar minggu ketiga belas. Hal ini terjadi karena hormon pada bayi mulai aktif
sehingga mereka sudah mulai bisa bereaksi dengan situasi di dalam kandungan.
Perkembangan bagian tangan dan kaki mulai diikuti dengan tumbuhnya kuku serta
rambut-rambut halus. Rambut halus ini akan semakin menebal pada usia empat
bulan, yang menyebabkan sempurnanya bentuk alis, bulu mata serta rambut. Kulit
juga mulai berkembang pada periode ini, yang dimulai dengan kulit yang sangat
tipis. Begitu pula dengan panca indera yang lainnya seperti mata, hidung, telinga
ataupun mulut, sehingga pada bulan keempat ini, wajah mulai terbentuk pada
janin. Pada umur tiga bulan, bayi akan seukuran empat inci dan bertambah satu
inci pada bulan setelahnya. Sementara untuk berat, pada umur empat bulan baru

mencapai 45 gram tapi akan meningkat drastis setelah bulan keempat yaitu sampai
160 gram. Benar-benar perkembangan yang pesat. Jika hamil dengan umur lima
bulan, maka siap-siaplah untuk merasakan tendangan lembut pada perut.
Penyebabnya, hormon yang mulai aktif sehingga memicu aktivitas bayi. Yang
paling penting, pada umur lima bulan bayi akan mulai membentuk selaput putih
yang melapisi tubuh serta kulitnya yang kemudian kita kenal dengan ari-ari. Berat
badan bayi semakin bertambah pada bulan ini hingga mencapai 650 gram dengan
panjang sekitar 12 inci. Gerakan akan semakin terasa karena pada umur enam
bulan ini bayi mulai berubah posisi. Untuk merangsang pertumbuhan janin supaya
berkembang dengan baik ,maka mulai umur enam bulan ini, disiapkan musikmusik lembut karena bayi sudah mulai bisa mendengar.
3) Kehamilan trimester ketiga (7-9 bulan). Setelah usia janin memasuki trimester
pertama dan kedua, sisanya adalah menunggu kelahiran yang biasanya terjadi pada
trimester ketiga. Pada trimester ini yang dimulai dengan bulan ketujuh, maka akan
mulai disibukan dengan pemeriksaan dan persiapan kelahiran bayi. Beberapa
proses penyempurnaan perkembangan janin terjadi pada bulan-bulan ini, dimulai
pada bulan ketujuh yaitu sistem sarafnya yang mulai bekerja serta otak yang
berkembang dengan sangat cepat dari waktu ke waktu. Bayi dalam kandungan
juga mulai bisa membuka dan menutup kelopak mata pada trimester akhir ini
khususnya pada bulan kedelapan. Masa ini adalah masa saat seorang ibu bisa
memperhatikan dengan jelas pergerakan sang bayi, bersama tendangantendangannya. Trimester akhir ini, bayi sudah benar-benar berkembang, baik

dalam kelengkapan serta fungsi organ-organ tubuh ataupun penambahan berat
badannya. Bayi juga sudah mulai bisa mengambil sesuatu dan menahannya,
sementara dilain pihak janin juga sudah memiliki reflek menghisap yang baik
sebagai bekalnya menyusu saat lahir nanti. Calon bayi juga sudah siap dilahirkan
mulai bulan delapan, dimana paru-parunya telah sepenuhnya berkembang, sistem
kekebalan tubuh berfungsi, otaknya sedang bekerja dan beratnya sudah mencapai
2,3 kilogram atau lebih besar tergantung gennya. Lidah bayi juga sudah mulai
mengecap rasa, entah itu rasa asam ataupun manis. Idealnya bayi akan lahir pada
umur delapan sampai sembilan bulan, saat ia sudah mencapai pertumbuhan yang
cukup dan fisiknya telah tumbuh dengan sempurna. Sangat penting untuk
menyadari semua perubahan yang terjadi dengan bayi dalam tubuh. Ketika
otaknya sedang berkembang, sangatlah penting bagi ibu untuk melatih diri agar
mendapatkan nutrisi yang baik dan mengkosumsi vitamin prenatal setiap hari,
sesuai dengan saran dokter. Istirahat yang cukup dan menjaga diri sendiri terutama
jauh dari rokok, alkohol serta obat-obatan karena bisa menyebabkan kerusakan
yang signifikan pada bayi.
2.2.3. Perubahan Psikologis dalam Kehamilan
Kehamilan dari sudut psikologi merupakan peristiwa yang membahagiakan
bagi seluruh anggota keluarga, sementara diantara anggota dalam keluarga tersebut
ada anggota yang disamping merasa bahagia juga mengalami kegelisahan dan
kecemasan, bahkan dapat mengalami depresi. Anggota keluarga yang dimaksud
adalah si calon ibu. Sejak saat hamil pada umumnya ibu hamil sudah mengalami

kegelisahan dan kecemasan tentang kehamilannya Niven (1992). Kegelisahan dan
kecemasan selama kehamilan merupakan kejadian yang tidak terelakkan, merupakan
fenomena yang hampir selalu menyertai kehamilan, merupakan bagian dari suatu
proses penyesuaian yang wajar terhadap perubahan fisik dan psikologis mendasar
yang terjadi selama kehamilan. Selanjutnya timbulnya kecemasan dan kegelisahan
tersebut mengawali terjadinya perubahan psikologis berupa peningkatan sensitivitas
nyeri, dimana nilai ambang nyeri menurun, artinya dengan stimuli kecil saja wanita
hamil sudah merasakan nyeri.
Semakin tinggi tingkat kecemasan, semakin rendah nilai ambang nyeri,
menyebabkan semakin berat nyeri yang dipersepsi Reeder (1997). Begitu beratnya
asumsi masyarakat terhadap kecemasan dan nyeri kehamilan serta persalinan
sehingga mempengaruhi budaya lokal, antara lain timbulnya tradisi upacara
‘tingkepan’ atau ‘mitoni’ (peringatan 7 bulan kehamilan) dalam masyarakat etnis
Jawa. Menurut tradisi tersebut upacara itu dimaksudkan sebagai tolak bala demi
keselamatan dan kesehatan ibu dan bayinya selama kehamilan, saat kelahiran dan
sesudahnya. ibu hamil yang mengalami kecemasan tetapi mendapat dukungan
emosional dan fisik dari suaminya sebagaimana yang diharapkan, akan kecil
kemungkinannya mengalami komplikasi psikologis akibat kehamilan.
Hasil studi tentang psikologi kehamilan membuktikan bahwa fenomena
kecemasan yang berhubungan dengan kehamilan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang merupakan beban ekstra yang dapat berasal dari dalam tubuh sendiri maupun

dari kejadian diluar tubuh. Apabila ibu hamil tidak mampu beradaptasi dengan beban
ekstra tersebut, akan mengalami kecemasan (Notosoedirdjo, 1996).
Selain itu adanya perubahan hormonal ini menyebabkan emosi perempuan
selama kehamilan cenderung berubah-ubah, sehingga tanpa ada sebab yang jelas
seorang wanita hamil merasa sedih, mudah tersinggung, marah atau justru sebaliknya
merasa sangat bahagia. Kartono (1992) mengatakan bahwa semakin bertambah
beratnya beban kandungan dan bertambah banyaknya rasa tidak nyaman secara fisik,
maka kondisi psikologis ibu hamil juga ikut terganggu, sehingga dapat mengalami
kecemasan. Hal tersebut juga didukung hasil penelitian Darmayanti (2003) yang
menunjukkan bahwa 80% ibu hamil mengalami rasa khawatir, was-was, gelisah,
takut dan cemas dalam menghadapi kehamilannya. Perasaan-perasaan yang muncul
antara lain berkaitan dengan keadaan janin yang dikandung, ketakutan dan kecemasan
dalam menghadapi persalinannya, serta perubahan fisik dan psikis yang terjadi.
Penyebab kecemasan pada masa kehamilan terutama pada kehamilan
trimester ketiga dalam hal ini contohnya seperti rasa cemas dan takut mati, trauma
kelahiran, perasaan bersalah atau berdosa dan ketakutan riil seperti ketakutan bayinya
lahir cacat. Pada saat yang sama, ibu hamil juga merasakan kegelisahan mengenai
kelahiran bayinya dan permulaan dari fase baru dalam hidupnya. Perasaan cemas ibu
hamil trimester ketiga dalam memikirkan proses melahirkan serta kondisi bayi yang
akan dilahirkan tidak hanya berlangsung pada kehamilan pertamanya, tetapi juga
pada kehamilan-kehamilan berikutnya. Walaupun mereka telah mempunyai
pengalaman dalam menghadapi persalinan tetapi rasa cemas tetap akan ada

Ambarwati (2004). Ibu hamil yang mengalami rasa cemas berlebihan akan
berdampak buruk sehingga dapat memicu terjadinya rangsangan kontraksi atau
sebaliknya tidak ada kontraksi yang bisa menyebabkan perdarahan saat persalinan
sehingga dapat menyebabkan kematian bila tidak mendapatkan penanganan yang
adekuat.
2.2.4. Kebutuhan Psikologis Ibu Hamil
Kecemasan yang dialami oleh ibu hamil sampai menjelang masa persalinan
selain karena faktor fisik dan psikologis juga kemungkinan disebabkan oleh faktorfaktor lain seperti faktor sosial. Faktor sosial yang dapat menyebabkan kecemasan
tersebut seperti pengalaman melahirkan, dukungan sosial, hubungan suami istri dan
keluarganya Pitt (1994). Untuk menurunkan rasa cemas tersebut ibu hamil sangat
memerlukan suatu dukungan antara lain
1. Support Keluarga. Kehamilan merupakan krisis bagi kehidupan keluarga yang
dapat diikuti dengan stres dan kecemasan. Perubahan dan adaptasi selama
kehamilan, tidak hanya dirasakan oleh ibu tetapi seluruh anggota keluarga. Oleh
karena itu, selama kehamilan seluruh anggota keluarga harus terlibat terutama
suami. Dukungan dan kasih sayang dapat memberikan perasaan nyaman dan aman
ketika ibu merasa takut dan khawatir dengan kehamilannya.
2. Dukungan Suami. Dukungan dan peran serta suami selama kehamilan
meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan dan persalinan
bahkan dapat memicu produksi ASI. Tugas suami yaitu memberikan perhatian dan
membina hubungan baik dengan istri, sehingga istri mengkonsultasikan setiap

masalah yang dialaminya selama kehamilan. Penelitian yang dimuat dalam artikel
”What Your Partner Might Need From You During Pregnancy” terbitan Allina
Hospitals dan Clinics (2001), Amerika Serikat, mengatakan keberhasilan seorang
istri dalam mencukupi kebutuhan ASI untuk bayinya kelak sangat ditentukan oleh
seberapa besar peran dan keterlibatan suami dalam masa kehamilan. Contoh
dukungan suami selama kehamilan antara lain: mengajak istri jalan-jalan ringan,
menemani istri memeriksakan kehamilannya, tidak membuat masalah dalam
berkomunikasi.
3. Dukungan Keluarga. Keluarga harus menjadi bagian dalam mempersiapkan
pasangan menjadi orang tua. Dukungan keluarga dapat berbentuk: orang tua
kandung maupun mertua mendukung kehamilan ini, orang tua kandung maupun
mertua sering berkunjung, seluruh keluarga mendoakan keselamatan ibu dan bayi,
serta menyelenggarakan ritual adat istiadat.
4. Dukungan Lingkungan. Dukungan lingkungan dapat berupa doa bersama untuk
keselamatan ibu dan bayi, membicarakan dan menasehati tentang pengalaman
hamil dan melahirkan, kesediaan untuk mengantarkan ibu periksa, menunggui ibu
ketika melahirkan dan mereka dapat menjadi seperti saudara ibu hamil.
5. Support Tenaga Kesehatan. Tenaga kesehatan khususnya bidan sangat berperan
dalam memberikan dukungan pada ibu hamil. Bidan sebagai tempat mencurahkan
segala isi hati dan kesulitannya dalam menghadapi kehamilan dan persalinan.
Tenaga kesehatan harus mampu mengenali keadaan yang terjadi disekitar ibu
hamil. Hubungan yang baik, saling mempercayai dapat memudahkan bidan/

tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan. Peran bidan dalam
memberikan dukungan antara lain: melalui kelas antenatal, memberikan
kesempatan kepada ibu hamil yang bermasalah untuk konsultasi, meyakinkan
bahwa ibu dapat menghadapi perubahan selama kehamilan, membagi pengalaman
yang pernah dirasakan sendiri dan memutuskan apa yang harus diberitahukan pada
ibu dalam menghadapi kehamilannya.
6. Rasa Aman dan Nyaman Selama Kehamilan. Ketidaknyamanan fisik maupun
psikologis dapat terjadi pada ibu selama kehamilan. Kerjasama bidan dengan
keluarga sangat diharapkan agar dapat memberikan perhatian dan mengatasi
masalah yang terjadi selama kehamilan. Dukungan dari suami, keluarga yang lain
dan tenaga kesehatan dapat memberikan perasaan aman dan nyaman selama
kehamilan.
2.2.5. Kebutuhan Nutrisi pada Ibu Hamil
Dalam masa kehamilan dibagi menjadi tiga periode yaitu bulan ke 1 sampai 3
disebut trimester satu. Bulan selanjutnya yaitu 4-6 trimester dua. Bulan ke 7 sampai
kelahiran bayi disebut trimester tiga. Dalam setiap trimester memiliki pertumbuhan
bayi yang berbeda sehingga nutrisi yang dibutuhkan berbeda Kebutuhan nutrisi harus
dipenuhi sesuai trimester kehamilan.
1. Trimester satu. Minggu pertama sampai minggu ke dua belas adalah
perkembangan janin untuk kelengkapan organ penting. Nutrisi yang dibutuhkan
berupa kalori yang lebih. Pertumbuhan janin memerlukan asupan kalori yang
sesuai sehingga terbentuk cepat. Asupan kalori kadang terganggu karena adanya

mual dan muntah yang pada umumnya dialami pada trimester pertama.
Karbokidrat yang dibutuhkan sebanyak 2000 kilo kalori yang bisa didapat dari
nasi, roti, gantum dan sereal dll. Kalsium juga memiliki peranan dalam
pembentukan tulang rangka janin yang didapat dari: susu, yogurt dan jenis makana
lain yang mengandung protein untuk pertumbuhan sel otak.Vitamin A, B1, B2, B3
dan B6 sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang janin, selain itu vitamin B12
dalam pembentukan sel darah.
2. Trtimester dua. Pada trimester ini memiliki kemampuan perkembangan yang
sangat pesat, sehingga harus diimbangi dengan asupan nutrisi. Pada awal trimester
kedua asupan kalori memang masih perlu ditingkatkan mengingat banyaknya
organ yang akan terbentuk. Jangan lupa asupan zat besi dan vitaminC dalam
mengoptimalkan pembentukan sel darah merah dalam mendukung jantung dan
system peredaran darah janin yang sedang berkembang pada minggu ke 17. Asam
lemak omega 3 dibutuhkan untuk pembentukan otak janin diakhir trimester dua.
Hindari asupan yang mengandung kafein yang tinggi, kopi dan teh karena kafein
beresiko mengganggu perkembangan system saraf pusat. Ibu hamil perlu
menambah asupan makanan dengan 300 kalori/hari. Pilih makanan yang banyak
mengandung serat seperti sayuran hijau dan buah-buahan. Banyak minum 8-10
gelas/hari untuk menghindari sembelit dan wasir yang banyak diderita oleh ibu
hamil.
3. Trimester tiga. Untuk mempersiapkan kelahiran bayi, ibu hamil membutuhkan
bekal energi yang memadai. Selain untuk mengatasi beban yang bertambah berat

juga untuk cadangan energi dalam persalinan nantinya. Gizi seimbang tidak boleh
dikesampingkan oleh ibu hamil baik secara kuantitas dan kwalitasnya.
Pertumbuhan otak janin akan terjadi cepat sekali pada dua bulan terakhir
menjelang persalinan oleh karena itu jaga jangan sampai ibu hamil kekurangan
nutrisi yang berkwalitas tinggi.
Kebutuhan ibu hamil akan nutrisi lebih tinggi dibandingkan saat sebelum hamil
dan kebutuhan tersebut semakin bertambah pada saat ibu menyusui bayinya.
Kecukupan gizi ibu hamil dan pertumbuhan kandungannya dapat diukur
berdasarkan kenaikan berat badannya. Fase pemenuhan gizi ibu dan bayi yang
paling efektif harus dimulai sebelum masa kehamilan dan kemudian berfokus pada
12 minggu pertama masa kehamilan. (Wibowo, 2012 dalam Sulistiyanti, 2013).
Kebutuhan energi dan zat gizi pada tubuh akan meningkat karena kondisi
kehamilan mengakibatkan terjadinya peningkatan metabolisme energi pada ibu
hamil. Pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan ketika seseorang
mengalami kondisi hamil. Namun kekurangan energi dari protein dan beberapa
mineral seperti zat besi dan kalsium seringkali terjadi pada ibu hamil. Kekurangan
energi kronik yang diderita oleh ibu hamil mempunyai resiko yang tinggi dan
komplikasi pada kehamilan. Resiko dan komplikasi meliputi anemia, pendarahan,
berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan mudah terkena penyakit infeksi
(Lubis, 2003).
Hal yang sama dikatakan oleh Praditama (2010) yang mengutip Soedarmo (1977)
mengatakan bahwa pada wanita hamil, terdapat pertumbuhan janin dan jaringan

pada wanita terhubung dengan keperluan pertumbuhan janin tersebut. Sehingga
wanita hamil memerlukan tambahan kalori di atas keadaan normal biasanya.
Namun, adanya kepercayaan dalam budaya dapat berhubungan dengan kebiasaan
makan, kebiasaan memper

Dokumen yang terkait

PENERAPAN ASPEK TEKNIS DAN ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG DI DESA LABUHAN LABO KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN TENGGARA.

0 0 7

Asuhan Kehamilan Dalam Perspektif Budaya Jawa Di Desa Labuhan Labo Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 18

Asuhan Kehamilan Dalam Perspektif Budaya Jawa Di Desa Labuhan Labo Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 2

Asuhan Kehamilan Dalam Perspektif Budaya Jawa Di Desa Labuhan Labo Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 1 9

Asuhan Kehamilan Dalam Perspektif Budaya Jawa Di Desa Labuhan Labo Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 4

Asuhan Kehamilan Dalam Perspektif Budaya Jawa Di Desa Labuhan Labo Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 6 27

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 21

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 2

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 12

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 32