Pengaruh Enterprise Risk Management dan Faktor Internal Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perbankan Indonesia merupakan bagian dari sistem keuangan di
Indonesia. Sistem keuangan yang dimaksud meliputi: lembaga asuransi,
perusahaan pembiayaan (multi finance), dana pensiun, sekuritas, dan pegadaian,
disamping perbankan sendiri (Ali, 2006: 358). Bank memiliki posisi yang sangat
penting dalam perekonomian, karena hampir setiap transaksi ekonomi di
masyarakat berhubungan dengan perbankan. Hal tersebut dapat dilihat dari fungsi
utama dan tujuan perbankan itu sendiri. Menurut Rivai et al (2013: 2), fungsi
utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat, sedangkan tujuannya adalah menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara
keseluruhan, industri perbankan berperan dominan dalam sektor keuangan dengan
proporsi perannya mencapai 78,5% dari pangsa pasar (Sanjaya dan Linawati,
2015).
Bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang memiliki fungsi
intermediasi, yaitu menghubungkan antara pihak yang kelebihan dana dan pihak
yang kekurangan dana. Bank dihapkan dengan berbagai risiko yang harus dikelola
ketika menjalankan usahanya. Rivai et al (2013: 549) menyatakan bahwa risiko

dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan yang berdampak

1
Universitas Sumatera Utara

negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko usaha yang dihadapi
oleh bank antara lain risiko kredit (credit atau default risk), risiko investasi
(investment risk), risiko likuiditas (liquidity risk), risiko operasional (operational
risk), risiko penyelewengan (fraud risk), risiko fidusia (fiduciry risk), risiko

tingkat bunga (interest rate risk), risiko solvency (solvency risk), risiko valuta
asing (foreign currency risk), dan risiko persaingan (competitive risk) (Siamat,
2004: 91).
Risiko yang gagal dideteksi dan dikendalikan oleh bank cepat atau lambat
pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Bagi shareholders, risiko
yang gagal dideteksi dapat mengakibatkan terjadinya kerugian menyeluruh atas
investasi yang ditanamkannya di dalam bank, terjadinya penurunan atas nilai
investasi yang ditanamkannya yang berakar dari jatuhnya harga saham bank
tersebut di bursa karena rusaknya reputasi bank atau karena bank menderita

kerugian, menurunnya nilai dividen atau bahkan hilangnya peluang memperoleh
dividen sebagai akibat dari turunnya keuntungan bank dan bahkan karena
timbulnya kerugian bank, dan munculnya kewajiban yang harus diselesaikan
pemegang saham akibat dari kerugian-kerugian yang diderita oleh bank (Ali,
2006: 40).
Kegagalan

pengelolaan

risiko

yang

dilakukan

oleh

perusahaan

memberikan dampak yang buruk bagi perusahaan dan dapat mengakibatkan

bangkrutnya perusahaan. Salah satu contoh bank yang mengalami kegagalan
tetapi tidak berdampak sistemik (nonsistemik) adalah Bank IFI yang gagal
menambah modal dan memiliki jumlah kredit yang bermasalah mencapai 24%

2
Universitas Sumatera Utara

yang akhirnya ditutup pada tahun 2009. Bank lain yang juga mengalami masalah
kesulitan likuiditas adalah Bank Century yang ditetapkan sebagai bank gagal yang
berdampak sistemik sehingga penyelesaiannya dibantu oleh pemerintah pada
tahun 2008. Selain itu, pada tahun 2008 perbankan Indonesia sempat mengalami
kesulitan sumber pendanaan dan modal akibat terjadi krisis ekonomi global. Hal
ini juga berdampak terhadap tiga bank besar BUMN, yaitu Bank Mandiri
(Persero), Tbk., Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., dan Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk., harus meminta bantuan likuiditas kepada pemerintah
untuk menjaga dan memperkuat cadangan modalnya menghadapi krisis tersebut.
Penerapan manajemen risiko penting untuk pengelolaan risiko yang
dihadapi oleh perbankan. Bagi perbankan, penerapan manajemen risiko dapat
meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola bank
mengenai kemungkinan kerugian bank di masa datang, meningkatkan metode dan

proses pengambilan keputusan yang sistematis didasarkan atas ketersediaan
informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai
kinerja bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau
kegiatan usaha bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur
manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing bank
(Rivai et al., 2013: 549). Hal-hal tersebut akan mengarah kepada satu tujuan ,yaitu
untuk meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin dari harga saham perusahaan
yang sejalan dengan tujuan perusahaan untuk meningkatkan kekayaan pemegang
saham. Tabel 1.1 menyajikan perkembangan harga saham lima perusahaan

3
Universitas Sumatera Utara

perbankan dengan harga saham akhir tahun tebesar selama tahun 2010 sampai
2014, sebagai berikut:
Tabel 1.1
Harga Saham Akhir Tahun Perusahaan Perbankan dari 2010-2014
(dalam rupiah)
No


Nama Bank

1
Bank Central Asia Tbk.
2
Bank Mandiri (Persero) Tbk.
3
Bank Negara Indonesia Tbk.
4
Bank Rakyat Indonesia Tbk.
5
Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk.
Sumber: www.idx.co.id (data diolah)

2010
4.850
4.700
1.980
7.650
3.900


Harga Saham Akhir Tahun
2011
2012
2013
6.400
8.000 9.100
6.500
6.750 8.100
3.875
3.800 3.700
10.500 6.750 6.950
13.200 3.400 5.250

2014
9.600
7.850
3.950
7.250
4.300


Perkembangan harga saham lima perusahaan perbankan tersebut cukup
fluktuatif. Dari data yang disajikan tersebut terlihat bahwa harga saham empat
perusahaan masih mengalami kenaikan dan penurunan. Ada dua perusahaan
dengan tingkat kenaikan dan penurunan harga saham yang drastis, yaitu Bank
Rakyat Indonesia, Tbk., dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk. Bank
rakyat Indonesia, Tbk., harga sahamnya meningkat pada tahun 2011 sebesar
37,25% mengalami penurunan sebesar 35,71% pada tahun 2012 sedangkan Bank
Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk., mengalami peningkatan harga saham dari
tahun 2010 ke 2011 diatas 100% dan menurun drastis sebesar 74% pada tahun
2012. Harga saham yang masih mengalami kenaikan dan penurunan menunjukkan
bahwa perusahaan perbankan menghadapi berbagai kemungkinan risiko yang
dapat mengganggu kinerja perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaannya.
Menyadari bahwa perbankan di Indonesia menghadapi semakin banyak
risiko, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank

4
Universitas Sumatera Utara


Umum. Peraturan ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya risiko yang
dihadapi oleh Bank. Bank perlu mengendalikan risiko yang dimaksud sehingga
kualitas penerapan manajemen risiko di Bank menjadi semakin meningkat.
Menurut Sanjaya dan Linawati (2015), manajemen risiko adalah bagian yang
mutlak yang harus terdapat dalam perbankan di Indonesia dalam peningkatan risk
awareness. Upaya peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko dapat

dilakukan melalui manajemen risiko yang terintegrasi (Integrated Risk
Management). Hoyt dan Lienbenberg (2008), mengatakan bahwa Enterprise Risk
Management memungkinkan perusahaan untuk mengelola berbagai risiko secara

terpadu, berbeda dengan manajemen risiko tradisional yang mengelola risiko
secara terpisah.
Committee of Sponsoring Organizations of Treadway Commission

(COSO) mengembangkan Enterprise Risk Management - Integrated Framework
pada tahun 2004, COSO percaya bahwa hal ini akan dibutuhkan dan diharapkan
diterima oleh perusahaan-perusahaan dan organisasi lain termasuk pemegang
kepentingan karena Enterprise Risk Management memungkinkan manajemen

secara efektif menangani ketidakpastian yang berkaitan dengan risiko dan peluang
serta kapasitas untuk membangun nilai perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hoyt dan Lienbenberg (2008) pada
perusahaan asuransi di Amerika Serikat menemukan bahwa Enterprise Risk
Management berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan dimana

koefisien estimasi sebesar 0,167 menunjukkan bahwa asuransi yang menerapkan
Enterprise Risk Management dihargai 16,7% lebih tinggi dari asuransi lain.

5
Universitas Sumatera Utara

Bertinetti et al (2013) menemukan hal yang sama dalam penelitiannya bahwa
Enterprise Risk Management berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

perusahaan. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tahir dan
Razali (2011) di Malaysian Public Listed Companies serta penelitian Sanjaya dan
Linawati (2015) di Bursa Efek Indonesia yang menemukan bahwa Enterprise Risk
Management memiliki pengaruh tetapi tidak signifikan. Masing- masing dari


setiap penelitian tersebut menyertakan variabel kontrol untuk melihat pengaruh
Enterprise Risk Management terhadap nilai perusahaan.

Hoyt dan Lienbenberg (2008) menggunakan ukuran perusahaan (size),
leverage, dan profitabilitas dalam penelitiannya. Ukuran perusahaan dan leverage

berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, temuan ini serupa dengan
penelitian Sanjaya dan Linawati (2015) yang menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif sedangkan leverage berpengaruh negatif. Dalam
penelitian ini ditemukan beberapa bukti bahwa perusahaan yang lebih besar lebih
mungkin untuk menerapkan Enterprise Risk Management karena risiko yang
dihadapi semakin kompleks. Selain itu, ukuran perusahaan turut menentukan nilai
perusahaan. Semakin besar ukuran suatu perusahaan dianggap semakin mudah
untuk mendapatkan sumber pendanaan bagi operasional perusahaan. Semakin
baik dan semakin banyaknya sumber dana yang diperoleh, maka akan mendukung
operasional perusahaan secara maksimum, sehingga dapat meningkatkan harga
saham perusahaan (Pantow et al., 2015).
Leverage digunakan dalam penelitian yang dilakukan Hoyt dan

Lienbenberg (2008) dan Sanjaya dan Linawati (2015) sebagai kontrol untuk


6
Universitas Sumatera Utara

hubungan struktur modal dan nilai perusahaan, leverage dapat berpengaruh secara
positif atau negatif. Secara positif, leverage dapat mengurangi arus kas
perusahaan dan secara negatif dapat meningkatkan kemungkinan kebangkrutan
dan beban yang tinggi. Ukuran perusahaan dilihat dari komposisi total aset
sedangkan pendanaan dilihat dari komposisi liabilitas perusahaan. Tabel 1.2
menyajikan komposisi aset dan utang lima perusahaan perbankan yang memiliki
rata-rata saham tertinggi selama 2010 sampai 2014 sebagai berikut:
Tabel 1.2
Komposisi Total Aset dan Total Liabilitas Perusahaan Perbankan Tahun
2012 – 2014
(dalam miliaran rupiah)
No

Nama Bank

1

2012
442.994

Bank Central Asia Tbk
Bank Mandiri
2
635.619
(Persero) Tbk
Bank Negara Indonesia
3
333.303
Tbk
Bank Rakyat Indonesia
4
551.337
Tbk
Bank Tabungan
Pensiunan Nasional
5
59.090
Tbk
Sumber : www.idx.co.id (data diolah)

Total Aset
2013
2014
496.305
552.424

2012
391.096

Total Liabilitas
2013
2014
432.338
474.503

733.100

855.400

559.863

644.309

750.195

386.655

416.574

289.778

338.972

355.553

626.183

801.955

486.455

546.856

704.218

69.665

75.015

51.356

59.757

62.954

Dari data yang disajikan terlihat bahwa kelima perusahaan tersebut mengalami
peningkatan total aset dan total liabilitas. Semakin meningkatnya aset
menunjukkan

bahwa

perusahaan

sedang mengalami

pertumbuhan

yang

berkembang menjadi perusahaan yang lebih besar dan dihadapkan dengan risiko
yang lebih besar. Meningkatnya total liabilitas juga akan meningkatkan
kemungkinan risiko gagal bayar.

Apabila liabilitas yang tinggi tidak dapat

dikelola dengan baik, kemungkinan perusahaan tidak akan mengalami
peningkatan nilai perusahaan.

7
Universitas Sumatera Utara

Selain ukuran perusahaan dan leverage, faktor internal perusahaan yang
turut berpengaruh dan digunakan dalam penelitian yang dilakukan Hoyt dan
Lienbenberg (2008) adalah profitabilitas. Profitabilitas diharapkan memiliki
hubungan yang positif dengan nilai perusahaan yang diukur dengan Return On
Asset (ROA) yang dihitung dari laba bersih dibagi dengan total aset. Semakin

besar laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan menunjukkan semakin besar
kemampuan aset yang digunakan di perusahaan. Pada Tabel 1.3 disajikan total
laba bersih dari lima perusahaan perbankan dari tahun 2010 sampai 2014 sebagai
berikut:
Tabel 1.3
Total Laba Bersih Perusahaan Perbankan
Tahun 2010-2014
(dalam milyar rupiah)
No

Nama Bank

1

2010
8.479

Bank Central Asia Tbk.
Bank Mandiri (Persero)
2
9.369
Tbk.
Bank Negara Indonesia
3
4.103
Tbk.
Bank Rakyat Indonesia
4
11.472
Tbk.
Bank Tabungan Pensiunan
5
836
Nasional Tbk.
Sumber: Laporan keuangan (data diolah)

2011
10.820

Laba Bersih
2012
2013
11.721
14.254

2014
16.486

12.695

16.043

18.829

20.654

5.808

7.048

9.058

10.829

15.088

18.687

21.354

24.254

1.400

1.978

2.131

1.853

Pada Tabel 1.3 menunjukkan bahwa rata-rata laba bersih perusahaan
selama lima tahun untuk Bank Central Asia, Tbk., Bank Mandiri, Tbk., Bank
Negara Indonesia, Tbk., dan Bank Rakyat Indonesia, Tbk., mengalami
peningkatan sedangkan Bank Tabungan Pensiunan Nasional mengalami
penurunan laba bersih pada tahun 2014. Keadaan ini menujukkan hal yang sama
seperti nilai perusahaan yang dicerminkan dari harga saham yang disajikan pada
Tabel 1.1 sebelumnya.

8
Universitas Sumatera Utara

Li et al (2014) dan Bertinetti et al (2013) dalam penelitiannya
menyertakan sales growth sebagai salah satu variabel kontrol untuk melihat
peluang pertumbuhan di masa depan yang berdampak terhadap nilai perusahaan.
Namun, hasil yang ditunjukkan dari kedua penelitian ini berbeda, Li et al (2014)
menemukan bahwa sales growth berpengaruh tetapi tidak signifikan sedangkan
Bertinetti et al (2013) dalam penelitiannya sama sekali tidak menemukan
pengaruh sales growth terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian masalah,
peneliti tertarik untuk melihat pengaruh Enterprise Risk Management dan faktor
internal perusahaan, yaitu ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, dan sales
growth terhadap nilai perusahaan perbankan melalui penelitian yang berjudul

“Pengaruh Enterprise Risk Management dan Faktor Internal Perusahaan
terhadap Nilai Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu, “Apakah Enterprise Risk
Management dan faktor internal perusahaan yang terdiri dari ukuran perusahaan

(size), leverage, profitabilitas, dan sales growth berpengaruh signifikan secara
bersama-sama dan parsial terhadap nilai perusahaan perbankan di Bursa Efek
Indonesia periode 2010-2014?”

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis apakah
Enterprise Risk Management dan faktor internal perusahaan yang terdiri dari

ukuran perusahaan (size), leverage, profitabilitas, dan sales growth berpengaruh

9
Universitas Sumatera Utara

signifikan secara bersama-sama dan parsial terhadap nilai perusahaan perbankan
di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang
penerapan Enterprise Risk Management dan dampaknya terhadap nilai
perusahaan perbankan.
2. Bagi Perusahaan
Penelitian ini sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusahaan
untuk dapat menilai pengelolaan risiko melalui Enterprise Risk
Management.

3. Bagi Investor dan Calon Investor
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk menilai dan mengambil
keputusan berinvestasi di perusahaan yang memiliki pengelolaan risiko
yang baik.
4. Bagi Pihak Lain
Sebagai bahan referensi untuk penelitian dengan masalah sejenis di masa
yang akan datang.

10
Universitas Sumatera Utara