Dampak Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal terhadap Pemerataan Kemampuan Keuangan dan Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Otonomi Daerah
Otonomi

daerah dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 adalah

hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan yang di tetapkan dalam undang-undang ini.
Selain itu, menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sesuai dengan penjelasan UU No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan

otonomi daerah dan kabupaten/kota didasarkan kepada desentralisasi dalam
wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
A. Kewenangan Otonomi Luas.
Kewenangan

otonomi

luas

adalah

keleluasaan

daerah

untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan

peraturan perundang-undangan.

10
Universitas Sumatera Utara

Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang yang utuh
dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
B. Otonomi Nyata.
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan
serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.
C. Otonomi Yang Bertanggung Jawab.
Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung
jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah
dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahtaraan
masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan
dan pemerataan serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut penjelasan UU No. 32 tahun

2004 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu
pemeratan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat,
menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis
dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,
mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan
memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.

11
Universitas Sumatera Utara

2.1.2

Desentralisasi Fiskal
Penerapan desentralisasi fiskal ditandai dengan diberlakukannya UU No.

22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 pada 1 Januari 2001. Kemudian kedua
undang-undang tersebut direvisi oleh pemerintah melalui revisi undang-undang
tersebut menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan pusat dan. Dalam UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi
diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintah, oleh pemerintah (pusat)

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatan Republik Indonesia.
Saragih (2003:81) mempertegas pengertian desentralisasi fiskal, yaitu
suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi
kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas
pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang
pemerintahan yang dilimpahkan.
Ada dua keuntungan yang dapat dicapai dari penerapan desentralisasi
fiskal (Ebel dan Yilmaz, 2002 dalam Siallagan), antara lain:
1. Efisiensi dan alokasi sumber-sumber ekonomi
Desentralisasi akan meningkatkan efisiensi karena pemerintah daerah
mampu memperoleh informasi yang lebih baik (dibandingkan dengan
pemerintah pusat) mengenai kebutuhan rakyat yang ada di daerahnya.
Oleh

karena

merefleksikan

itu,


pengeluaran

pemerintah

kebutuhan/pilihan

masyarakat

daerah
di

lebih

mampu

wilayah

tersebut


dibandingkan bila dilakukan oleh pemerintah pusat.

12
Universitas Sumatera Utara

2. Persaingan antara pemerintah daerah
Penyediaan barang publik yang dibiayai oleh pajak daerah akan
mengakibatkan pemerintah daerah berkompetisi dalam menyediakan
fasilitas publik yang lebih baik. Karena dalam sistem desentralisasi fiskal,
warga negara menggunakan metode ―vote byfeet dalam menentukan
barang publik di wilayah mana, yang akan dimanfaatkan. Untuk mengukur
desentralisasi fiskal di suatu wilayah, terdapat dua variabel umum yang
sering digunakan, yaitu pengeluaran dan penerimaan daerah.
Menurut Suparmoko (2002), tujuan kebijakan desentralisasi adala
1. Mewujudkan keadilan antara hak dan kemampuan daerah.
2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengurangan subsidi dari
pemerintah pusat.
3. Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing
daerah.
Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip money should follow

function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan.
Artinya, setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintahan membawa
konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan
tersebut. Pemerintah pusat memberikan dukungan baik berupa dana transfer
kepada daerah untuk dikelola secara optimal agar mampu membiayai daerahnya
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga dapat menggali pendapatan
daerah tersebut.

13
Universitas Sumatera Utara

2.1.3

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Diperlukan suatu rencana keuangan yang andal dan terwujud dalam suatu

penganggaran guna menunjukkan alokasi sumber daya manusia dan sumber daya
material

secara


sistematis

pertanggungjawaban

kinerja

dan

akuntabel.

pemerintah,

Sebagai

sistem

alat

ukur


penganggaran

dan
yang

dikembangkan oleh pemerintah berfungsi sebagai pengendali keuangan, rencana
manajemen, prioritas penggunaan dana, dan pertanggungjawaban kepada publik
(Prihatiningsih, 2010). Dalam mengidentifikasi keterkaitan biaya dengan manfaat
serta keterkaitan antara nilai uang dan hasil di tingkat pemerintahan daerah,
pemerintah daerah menuangkan penganggaran tersebut dalam suatu rencana
keuangan yang dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 17, menyebutkan bahwa
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. APBD merupakan rencana keuangan tahunan daerah, dimana
disatu sisi menggambarkan anggaran pengeluaran guna membiayai kegiatankegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran dan disisi lain
menggambarkan penerimaan daerah guna membiayai pengeluaran yang telah
dianggarkan.

Menurut pasal 16 Permendagri No. 13 tahun 2006, APBD memiliki fungsi
sebagai berikut:

14
Universitas Sumatera Utara

1. Otorisasi: anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan
dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Perencanaan: anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Pengawasan: anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sudah sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Alokasi: anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan
kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.
5. Distribusi: kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan.
6. Stabilisasi: anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

2.1.4 Kemampuan Keuangan Daerah
Pemerataan

kemampuan

keuangan

merupakan

upaya

mengurangi

ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan sehingga tidak terjadi kesenjangan
antara kebutuhan fiskal dengan potensi ekonomi dari suatu daerah otonom. Hal ini
terkait dengan tidak meratanya Sumber Daya Alam (SDA) dan PAD pada setiap
daerah. Bagi daerah yang mempunyai SDA yang melimpah dan PAD yang besar
akan memiliki kemampuan lebih besar dalam mengelola keuangan daerahnya.
Menurut Halim dalam Sutedi (2009) kemampuan keuangan daerah berarti
daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-

15
Universitas Sumatera Utara

sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannnya sendiri untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Faktor keuangan merupakan faktor
yang paling penting dalam mengatur tingkat kemampuan daerah dalam
melaksanakan otonomi daerah. Ketergantungan kepada pusat harus seminimal
mungkin sehingga PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung
oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Semakin tinggi
kontribusi PAD dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai
kemampuannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif,
dimana kinerja keuangan daerah yang positif diartikan sebagai kemadirian
keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung
pelaksanaan otonomi daerah tersebut.
Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut, keuangan
daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam
mengatur dan mengurus rumah tanganya sendiri. Dengan di keluarkannya
Undang-Undang Otonomi Daerah, membawa konsekuensi bagi daerah yang akan
menimbulkan perbedaan antar daerah satu dengan yang lainnya, terutama dalam
hal kemampuan keuangan daerah, antara lain menurut Nataluddin dalam Wahyuni
(2008) :
a. Daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah.
b. Daerah yang mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah.
c. Daerah yang sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah.
d. Daerah yang kurang mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.

16
Universitas Sumatera Utara

Selain itu menurut Nataluddin dalam Wahyuni (2008) ciri utama yang
menunjukkan suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah sebagai berikut:
a. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan
dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahannya.
b. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar
Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan
terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan
daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.
2.1.5 Sumber-Sumber Pendapatan Daerah
Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi didanai APBD. Di dalam Undang-undang no. 33 tahun 2004 pasal
6 terdapat sumber-sumber pendapatan dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah
yang terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain
Pendapatan Yang Sah.
a. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang
bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil
pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan
kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi
daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi. PAD menurut Halim

17
Universitas Sumatera Utara

(2002) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber
ekonomi asli daerah”. Upaya peningkatan PAD secara positif dalam
pengertiannya

menunjukkan bahwa keleluasaan oleh daerah dalam

mengelola sumber keuangannya harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
untuk dapat meningkatkan PAD tanpa menimbulkan ekonomi biaya tinggi
dan sesuai dengan peraturan yang ada. Upaya peningkatan PAD tersebut
harus dipandang sebagai perwujudan tanggung jawab pemerintah daerah
dalam meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
b. Dana Perimbangan
Menurut Udang-undang nomor 33 tahun 2004 dana perimbangan
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri
atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana
Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk
membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk
mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat
dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan
antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan sistem
transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka persentase
tertentu yang ditentukan. Dana

Bagi Hasil bersumber dari pajak dan

18
Universitas Sumatera Utara

sumber daya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas;
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), dan pajak Penghasilan (PPH). Dana Bagi Hasil yang
bersumber sumber daya alam dan terdiri atas: kehutanan, pertambangan
umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi,
dan pertambangan panas bumi.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah alokasi dana dari pemerintah
pusat kepada daerah yang bersifat umum (block grants) dan berfungsi
sebagai instrument penyeimbang fiskal antardaerah. Hal ini disebabkan
tidak semua daerah memiliki struktur dan kemampuan fiskal yang sama
(horizontal fiscal imbalance). Masing-masing daerah memiliki perbedaan
luas wilayah, jumlah penduduk, potensi sumber daya, kondisi dan
kekayaan alam, dan sebagainya sehingga kemampuan fiskal atau keuangan
antardaerah berbeda-beda. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan
keuangan antar-Daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan
kemampuan keuangan antar-Daerah melalui penerapan formula yang
mempertimbangkan kebutuhan dan potensi Daerah. DAU suatu Daerah
ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu Daerah, yang
merupakan selisih antara kebutuhan Daerah (fiscal need) dan potensi
Daerah (fiscal capacity) serta alokasi dasar ysng dihitung berdasarkan
jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Alokasi DAU bagi Daerah yang
potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh
alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, Daerah yang potensi fiskalnya

19
Universitas Sumatera Utara

kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif
besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai
faktor pemerataan kapasitas fiskal.
DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan
khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana
dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar
tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah. Besaran
DAK ditentukan setiap tahun dalam APBN.
Secara umum DBH dan DAU digolongkan ke dalam bentuk
unconditional transfer atau biasa disebut transfer tak bersyarat. Sedangkan
DAK digolongkan ke dalam bentuk conditional transfer atau biasa disebut
dengan transfer bersyarat.
c. Lain-lain Pendapatan
Lain-lain

Pendapatan

terdiri

atas

Pendapatan

Hibah

dan

Pendapatan Dana Darurat. Pendaptan hibah merupakan bantuan yang tidak
mengikat. Dana Darurat bersal dari APBN untuk keperluan mendesak
yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang
tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber
APBD.

20
Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Pembangunan Daerah
Pengertian pembangunan daerah di masa lalu adalah kemampuan ekonomi
daerah untuk menaikkan dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi antara 5
sampai 7 persen atau lebih per tahun. Namun, pengertian pembangunan
mengalami perubahan karena pengalaman empiris menunjukkan bahwa
pembangunan yang berorientasikan pada pertumbuhan ekonomi saja tidak biasa
memecahkan permasalahan pembangunan secara mendasar (Hermawan, 2007).
Hal ini terbukti dengan taraf dan kualitas hidup masyarakat tidak mengalami
perbaikan, bahkan mengarah kepada kesenjangan yang semakin tinggi antara
mayarakat yang miskin dengan yang kaya meskipun mengalami pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, Todaro (2000) menyatakan bahwa
pembangunan daerah merupakan suatu proses multidimensi yang mencakup
berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan
dan juga terjadinya percepatan pertumbuhan ekonomi, membaiknya distribusi
pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
Menurut Saragih (2003), pembangunan daerah merupakan bagian integral
dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah upaya untuk
meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan
yang handal dan profesioanal dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat. Hal ini berarti daerah harus mampu untuk
mengelola sumber ekonominya secara berdaya guna dan berhasil guna untuk
kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

21
Universitas Sumatera Utara

Pembangunan daerah juga harus memberikan wewenang kepada
pemerintah daerah untuk mengelola dan mengurus daerahnya. Sehingga
pemberdayaan masyarakat lokal untuk menenikmati kualitas hidup yang lebih
baik, maju dan aman dapat dilakukan. Dengan demikian pembangunan daerah
disertai dengan dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dapat
mendukung pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Peran pemerintah daerah menjadi sangat penting dalam pembanguan
daerah. Selain dapat mencegah timbulnya jurang kemakmuran antardaerah, peran
pemerintah daerah dapat menghindarkan perasaan tidak puas pada masyarakat.
Kebijakan-kebijakan pembangunan yang dilakukan juga harus menggunakan
potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya alam yang
bersangkutan.
2.1.6.1 Kinerja Pembangunan Daerah
Untuk melihat bagaimana kinerja pembangunan suatu daerah dapat dilihat
dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek ekonomi. Jika dilihat dari kinerja
pembangunan dari aspek ekonomi, kinerja pembangunan daerah akan lebih
difokuskan

kepada pertumbuhan

Pertumbuhan

ekonomi

dapat

ekonomi

diartikan

atau

sebagai

pembangunan ekonomi.
perkembangan

kegiatan

perekonomian yang menyebabkan bertambahnya jumlah barang dan jasa yang
diproduksi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan oleh berbagai
hal. Pertambahan faktor produksi, baik kuantitas maupun kualitasnya dapat
meningkatkan

pertumbuhan

ekonomi.

Kuznet

dalam Jhingan (2010:57)

mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam

22
Universitas Sumatera Utara

kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barangbarang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan
kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idelogis yang
diperlukannya. Namun, pada kenyataannya pembangunan yang berorientasikan
pada pertumbuhan dan kenaikan barang-barang ekonomi saja tidak mampu
menjawab permasalahan-permasalahan pembangunanan mendasar. Hal ini dapat
terlihat dari taraf dan kualitas hidup sebagian besar masyarakat tidak mengalami
perbaikan meskipun target pertumbuhan ekonomi telah tercapai. Sehingga dalam
perkembangannya, fokus mengejar pertumbuhan ekonomi bergeser menjadi
pembangunan ekonomi.
Oleh karena itu, Todaro dan Smith (2003) menyatakan bahwa keberhasilan
pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu 1.
Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya,
2. Meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia dan 3.
Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang merupakan salah satu
dari hak manusia. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan defenisi
pembangangunan ekonomi sangat luas bukan hanya meningkatkan GNP per tahun
saja. Pembangunan ekonomi juga bersifat multidimensi yang bukan hanya
berfokus pada pembangunan ekonomi tetapi juga kepada berbagai aspek dalam
kehidupan masyarakat. Sehingga menurut Arsyad (2010) pembangunan ekonomi
pada umumnya dapat didefenisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan
kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu Negara dalam jangka panjang
yang disertai perbaikan sistem kelembagaan. Selanjutnya pembangunan ekonomi

23
Universitas Sumatera Utara

juga perlu dipandang sebagai suatu proses kenaikan dalam pendapatan per kapita,
karena kenaikan pendapatan perkapita tersebut mencerminkan tambahan
pendapatan dan adanya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat.


Pendapatan Per kapita
Salah satu indikator moneter untuk melihat bagaimana kinerja

pembangunan suatu daerah secara riil adalah dengan menggunakan pendekatan
pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata
penduduk. Pendapatan per kapita terhitung secara berkala, biasanya per satu
tahun. Kelebihan utama dari pendekatan ini adalah meningkatnya standar dan
kualitas hidup masyarakat serta berkurangnya angka kemiskinan. Manfaat dari
perhitungan pendapatan per kapita adalah sebagai data perbandingan tingkat
kesejahteraan suatu daerah antar daerah lain, sebagai tingkat standar hidup,
sebagai data untuk mengambil kebijakan atau bahan pertimbangan untuk
mengambil kebijakan, serta sebagai data untuk melihat tingkat kesejahteraan
masyarakat dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan pendapatan per kapita berkaitan erat dengan pertumbuhan
ekonomi. Pada umumnya jika pertumbuhan ekonomi naik maka pendapatan per
kapita yang di terima mayarakat pada umumnya juga naik. Hal ini berkaitan
karena pertumbuhan ekonomi menyebabkan bertambahnya jumlah barang dan
jasa yang diproduksi masyarakat. Pertambahan ini mengakibatkan naiknya
pendapatan suatu daerah sehingga secara otomatis pendapatan per kapita
masyarakat juga bertambah. Formulasi yang digunakan untuk menghitung
pendapatan per kapita daerah adalah sebagai berikut:

24
Universitas Sumatera Utara

PDRB per Kapita =

PDRB tahun t
Jumlah Penduduk Tahun t

2.1.7 Hubungan Desentralisasi Fiskal dengan Pendapatan per Kapita
Sumber-sumber pendapatan pada desentralisasi fiskal terdiri dari tiga
yaitu, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DP), dan Lain-lain
Pendapatan. Dari ketiga sumber penerimaan ini PAD dan DP merupakan sumber
penerimaan utama dalam memenuhi pengeluaran pemerintah. Sehingga
desentralisasi fiskal akan dilihat dari sumber penerimaan utama yaitu PAD dan
DP.
Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya
kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber –
sumber keuangan lokal, khusunya PAD. Daerah yang memiliki PAD yang positif
mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per kapita yang
lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan pertumbuhan ekonomi di daerah
(Brata:2004). PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD
meningkat maka dana yang dimilik oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan
tingkat kemandirian akan meningkat pula sehingga pemerintah daerah akan
berinisiatif
pertumbuhan

untuk

menggali

ekonomi.

potensi-potensi

Pertumbuhan

PAD

daerah

dan

mengingkatkan

secara

berkelanjutan

akan

menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal tersebut terjadi
dengan memberi proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan
infrastruktur dan sarana prasarana oleh pemerintah daerah sehingga berdampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

25
Universitas Sumatera Utara

Peningkatan

PAD

harus

berdampak

pada

perekonomian

daerah

(Saragih:2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil apabila daerah tidak
mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan
penerimaan PAD.
Teori Keynes menerangkan bahwa permintaan agregat akan menentukan
tingkat kegiatan perekonomian. Menurut Keynes jika suatu periode tertentu
dilakukan sejumlah pembentukan modal, maka pada masa yang akan datang
perekonomian akan mempunyai kemampuan lebih besar dalam menghasilkan
barang dan jasa.
Pemerintah daerah juga mendapat bantuan transfer dari pemerintah pusat
berupa dana perimbangan, dimana dana perimbangan ini ditujukan untuk
mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
dan juga untuk membantu daerah dalam membiayai kewenangannya. Transfer
pemerintah pusat diharapkan membantu daerah dalam membangun sarana dan
prasarana yang kemudian diharapakan dapat meningkatkan pendapatan daerah
yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya pendapatan per kapita
masyarakat.
Menurut Oates dalam Sasana (2009) desentralisasi fiskal akan mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena
pemerintah daerah akan lebih efesien dalam produksi dan penyediaan barangbarang publik. Hal ini diakibatkan oleh tujuan dari desentralisasi fiskal tersebut.
Daerah akan lebih mengerti bagaimana mengelola sumber keuangannya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonominya, baik itu melalaui pembangunan

26
Universitas Sumatera Utara

infrasrtuktur maupun investasi. Pembangunan daerah juga akan mudah terlaksana
dengan diberikannya dana dari pusat sebagai alat pemerata kemampuan keuangan.
2.2

Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menjadikan beberapa penelitian

terdahulu sebagai bahan referensi. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Hartina (2012) yang berjudul “Analisis
Peranan Dana Alokasi Umum (DAU) dalam pemerataan kemampuan keuangan
daerah Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat bagaimana pemerataan kemampuan keuangan, menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan perkapita, dan bagaimana implikasi kebijakan
untuk mengatasi masalah pemerataan kemampuan keuangan di Provinsi Sumatera
Barat. Penelitian ini menggunakan metode analisis perhitungan Celah Fiskal dan
Indeks Williamson untuk mengetahui kondisi pemerataan keuangan serta metode
analisis

regresi

untuk

menganalisis

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

ketimpangan Pendapatan Perkapita Antar Daerah Kab/kota provinsi Sumatera
Barat. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian besar daerah (14
Kab/kota) yang telah menerima DAU memiliki kemampuan keuangan daerah
yang bagus. Celah fiskal dan pertumbuhan fiskal yang ditutupi DAU dominan
terbesar dan bernilai positif adalah kabupaten Pesisir Selatan. Kabupaten tesebut
memiliki kemampuan keuangan yang bagus setelah menerima DAU. Berdasarkan
nilai Indeks Williamson menunjukkan bahwa PAD+DBH+DAU pendapatan
perkapita Kab/kota Sumatera Barat mengalami penurunan. Hal ini berarti
ketimpangan PAD+DBH+DAU Kab/kota Sumatera Barat semakin kecil.

27
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode analisis regresi,
variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan PDRB
Perkapita Kab/kota adalah variabel ketimpangan DAU perkapita Kab/kota, dan
ketimpangan DBH perkapita dari Provinsi Barat ke Kab/kota.
Hasil penelitian yang dilakukan Hermawan (2007) yang berjudul “Analisis
Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal terhadap Pemerataan Kemampuan Keuangan
dan Kinerja Pembangunan Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten). Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan
desentralisasi fiskal melalui pengalokasian DAU dan sumber pendapatan akan
meningkatkan kemampuan pemerataan keuangan di kab/kota Provinsi Banten dan
menunjukkan kinerja pembangunan setelah desentralisasi fiskal di kab/kota
Provinsi Banten. Untuk mengetahui kemampuan pemerataan keuangan adalah
dengan menganalisis penerimaan DAU per kapita dan pendapatan APBD
perkapita. Kinerja pembangunan dilihat dengan menganalisis perkembangan
perekonomian, kenerja keuangan daerah, dan tingkat kesejahteraan penduduk
setiap kab/kota di Provinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemerataan kemampuan keuangan antar kab/kota di Provinsi Banten menjadi
semakin baik setelah dilaksanakannya kebijakan desentralisasi fiskal yang terlihat
dari menurunnya nilai Indeks Williamson sebesar 0,45 kemudian turun berkisar
0,23 - 0,33 pada tahun 2001-2005 (masa desentralisasi fiskal). Kinerja
perekonomian Provinsi Banten dari tahun 2000-2005 di dominasi oleh 3 lapangan
usaha yaitu industri, perdagangan, hotel, dan restoran serta pertanian.
Pertumbuhan ekonomi juga mengalami pertumbuhan yang sama dengan laju

28
Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan nasional yang besarnya sekitar 4% - 5%. Kinerja pembangunan
daerah Banten dilihat dari kesejahteraan penduduk memperlihatkan ketimpangan
yang sangat tinggi antar daerah. Hasil Indeks Williamson menunjukkan dari tahun
2001-2005 sebesar 0,8 - 0,84. Hal ini disebabkan oleh adanya gap kesejahteraan
antara masyarakat di Banten Utara dengan Banten Selatan
.

Hasil penelitian yang dilakukan Najiah (2013) yang berjudul “Analisis

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja Terhadap PDRB di Kota Depok periode 2001-2010. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh PAD, Dana Perimbangan dan
TPAK terhadap PDRB di kota Depok baik secara simultan maupun secara parsial.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model
regresi linear berganda menggunakan uji asumsi klasik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa PAD, Dana Perimbangan, dan TPAK bersama-sama mampu
menjelaskan pengaruh pada PDRB per kapita dengan R-squared sebesar 0,973734
dengan F-statistik 0,000000. Secara parsial variabel PAD menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhdap PDRB Kota Depok dengan nilai probabilitasnya 0,0001.
Variabel Dana perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB
Kota Depok dengan nilai koefisien sebesar 0,156485 dan F-statistik sebesar
0,0000. Dan variabel variabel TPAK berpegangaruh signifikan terhadap PDRB
Kota Depok dengan nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0,0004.
Penelitian yang dilakukan oleh Ramayanti (2009) yang berjudul
“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat Terhadap
Pendapatan Perakpita Masyrakat Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”.

29
Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini bertujauan untuk melihat apakah PAD dan Transfer Pusat
berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Perkapita baik secara simultan
maupun secara parsial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan model regresi linear berganda menggunakan uji asumsi
klasik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD dan Transfer Pusat secara
simultan berpengaruh terhadap perubahan Pendapatan Per Kapita dengan nilai Rsquared sebesar 0,555. Sedangkan nilai F sebesar 47,186. Secara parsial variabel
PAD mempunyai pengaruh nyata dan signifikan terhadap pendapatan perkapita.
Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat signifikansi t sebesar 0,000 yang lebih
kecil dari 0,05 dan nilai korelasi dengan pendapatan per kapita sebesar 85,72%.
Sedangkan untuk variabel transfer pusat memiliki korelasi negatif dan signifikan
terhadap pendapatan per kapita. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 dan korelasinya dengan
pendapatan per kapita sebesar -45,00%. Artinya trasnsfer pusat kurang memiliki
pengaruh terhadap pendapatan per kapita.
2.3

Kerangka Konseptual
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh

desentralisasi fiskal terhadahap pemerataan kemapuan keuangan dan kinerja
pembangunan daerah di Kab/kota Provinsi Sumatera Uara.
Gambar 2.1 menyajikan kerangka pemikiran pada penelitian ini.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal bertujuan untuk pemerataan kemampuan
keuangan daerah. Untuk mengetahui dampak desentralisasi fiskal terhadap
pemerataan

kemampuan

keuangan

daerah

adalah

dengan

menganalisis

30
Universitas Sumatera Utara

penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) perkapita dan pendapatan APBD
perkapita daerah.
Dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal, Pemerintah Pusat akan
mentransfer dana perimbangan kepada daerah yang terdiri dari Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Didalam dana perimbangan tersebut DAU berfungsi sebagai pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mengurangi ketimpangan kemampuan
keuangan. Dengan menganalisis DAU yang diterima kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara maka akan

dapat dilihat bagaimana fungsi DAU sebagai

pemerataan kemampuaan keuangan. Hal tersebut dilihat dari meratanya DAU per
kapita.

Tetapi

untuk

melihat

pemerataan

kemampuan

keaungan

pada

desentralisasi fiskal tidak hanya menganalisis DAU, tetapi juga harus
menganalisis seluruh pendapatan APBD. Karena DAU bukan satu-satunya
sumber penerimaan daerah sehingga pemerataan kemampuan keuangan pada
desentralisasi fiskal harus

dilihat juga dari sumber pendapatan APBD.

Pendapatan APBD terdiri dari PAD, Dana Perimbangan dan Penerimaan Lainlain. Sehingga untuk melihat bagaimana dampak pelaksanaan desentralisasi
terhadap pemerataan kemampuan keuangan dengan cara menganalisis DAU per
kapita dan pendapatan APBD per kapita setiap kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara. Dengan menganalisis DAU per kapita dan pendapatan APBD per
kapita dapat dilihat apakah desentralisasi fiskal berdampak pada pemerataan
kemampuan keuangan daerah.

31
Universitas Sumatera Utara

Selain itu desentralisasi fiskal juga bertujuan untuk mempercepat
pembangunan daerah. Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai indikator
baik sosial maupun ekonomi. Pelaksanaan desentralisasi fiskal diharapkan akan
berdampak pada kinerja pembangunan dari indikator ekonomi. Setelah
diterapkannya kebijakan disentralisasi fiskal sumber utama penerimaan daerah
berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Perimbangan (Dana Bagi
Hasil, DAU, dan DAK). Dengan demikian, dari pelaksanaan kebijakan
desentralisasi fiskal sumber PAD dan Dana Perimbangan merupakan jenis sumber
dana yang sangat berpengaruh terhadap kinerja pembangunan daerah. Sehingga
hipotesis penelitian ini apakah melalui kedua sumber dana tersebut dapat dilihat
desentralisasi fiskal berdampak pada kinerja pembangunan daerah terkhusus
kinerja pembangunan daerah dari indikator ekonomi yaitu pendapatan per kapita.

Pemerataan Kemampuan
Keuangan

Desentralisasi
Fiskal

Kinerja Pembangunan

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

32
Universitas Sumatera Utara