Dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara: suatu pendekatan ekonometrika

(1)

DAN KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA:

SUATU PENDEKATAN EKONOMETRIKA

MANGASI PANJAITAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

MANGASI PANJAITAN. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Perekonomian Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara: Suatu Pendekatan Ekonometrika (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, RUDOLF S. SINAGA dan ERNA MARIA LOKOLLO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Usaha pembangunan yang sentralistis selama Orde Baru ternyata tidak menghasilkan suatu pembangunan yang merata. Pembangunan lebih didominasi di pusat. Begitu juga halnya di daerah tingkat satu, pembangunan didominasi di kota propinsi dan hanya sebagian kecil yang menyentuh kabupaten dan juga antar kabupaten tidak terlihat adanya suatu pemerataan pembangunan. Disparitas pembangunan ekonomi mendorong meningkatnya tuntutan otonomi daerah. Tuntutan dimaksud diakomodir oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan mengeluarkan UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisa kinerja fiskal sebelum dan sesudah kebijakan desentralisasi fiskal, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja fiskal dan perekonomian daerah kabupaten dan kota, (3) mengevaluasi dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kinerja fiskal dan perekonomian daerah kabupaten dan kota tahun 1990-2003 dan (4) meramalkan dampak kebijakan fiskal terhadap kinerja fiskal dan perekonomian daerah kabupaten dan kota tahun 2006-2008.

Model Ekonometrika Desentralisasi Fiskal Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang dibangun terdiri dari tiga blok yaitu (1) blok fiskal daerah, (2) blok investasi dan infrastruktur, dan (3) blok kinerja perekonomian. Menggunakan pool data (cross section 17 kabupaten dan kota, serta time series

1990-2003). Model diestimasi dengan metoda 2 SLS (two stage least squares) prosedur SYSLIN dan simulasi (historis dan peramalan) dengan prosedur SIMNLIN.

Kesimpulan penelitian adalah (1) sumber-sumber kebutuhan fiskal daerah baik sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal, didominasi oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat, (2), transfer ditentukan oleh tingkat perekonomian dan kondisi sosial dan fisik daerah, sedangkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja dipengaruhi oleh tingkat kepastian berusaha dan upah ( 3), peningkatan Dana Alokasi Umum ke daerah berhasil meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan (khususnya di kota), dan (4) peningkatan Dana Alokasi Umum diwaktu mendatang berhasil meningkatkan penerimaan, pengeluaran, pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan (khususnya kota).

Implikasi kebijakan adalah (1) pemerintah melakukan efisiensi pada pos pengeluaran rutin dan mengalokasikannya menjadi pengeluarn pembangunan karena memberikan dampak yang baik untuk kinerja fiskal dan perekonomian daerah, (2) mengelola dengan baik kebijakan pengupahan dengan hati-hati, karena penetapan upah yang salah berdampak buruk pada hampir seluruh kinerja fiskal dan perekonomian, dan (3) untuk menekan biaya transaksi dalam menanggulangi defisit fiskal, pemerintah pusat mengalihkan sumber-sumber penerimaan yang lebih besar ke daerah.

Kata kunci:Desentralisasi fiskal, kabupaten dan kota, kinerja fiskal dan perekonomian, model ekonometrika.


(3)

MANGASI PANJAITAN. The Impact of Fiscal Decentralization On Economic Performance of Districts and Municipalities in North Sumatera: An Econometric Approach (BONAR M. SINAGA as Chairman, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, RUDOLF S. SINAGA and ERNA MARIA LOKOLLO as Members of the Advisory Committee).

The history of economic development has shown that New Order built the strong governmental within the political stability as it is a necessary condition to accelerate development in all sectors especially in economic sector. In term of political stability, the government built the centralized political and governmental structure. However, the centralized development couldnot fairly distribute the output of development. The development was dominated by central region. Moreover, in provincial region, development was concentrated in its city, only few in some districts, besides that, there is not a fairly distributed between district. Disparity of economic development already pushed the regional autonomy movement. The movement accomodated by Government and Representatives by issues the Law No.22 Year 1999 and Law No.25 Year 1999.

The research objectives are (1) to describe the fiscal performance before and after fiscal decentralization policy (2) to analyze the factors which influence districts and municipalities fiscal and economy performance (3) to evaluate the impact of fiscal decentralization policy and changes of non fiscal variable on district and municipalities fiscal and economy performance, and (4) to forecast the impact of fiscal decentralization on districts and municipalities fiscal and economy performance in 2006-2008 .

Constructed North Sumatera’s Fiscal decentralization Econometric Model consists of three blocks that is (1) distric fiscal block (2) invesment and infrastructure block, and, (3) economic performance block. Using pool data (cross section 17 districts, and municipalities and time series 1990-2003). Model is estimated by 2SLS (two stage least squares) method, SYSLIN procedure and historical simulation and forecasting by SIMNLIN procedure.

The research concludes that (1) districts and municipalities sources before and after fiscal decentralization policy are dominated by central government equalization transfer fund (2) the central government equalization transfer is determined by level of economy, social and physical condition of the districts and municipalities, on the other hand the income level and job opportunities are influenced by the degree of investment certainty and wage level (3) the increase General Transfer Fund (Dana Alokasi Umum) to the districts and municipalities has raised the level of income, job opportunities and distribution of income (especially in the districts), and (4) the increase of General Transfer Fund (Dana Alokasi Umum) in the future will be expected rise up the government revenue and expenditure, income, job opportunities and distribution of income (especially in districts).

Policy Implications are (1) the government should reduce the routine expenditure and allocate them to be development expenditure because it results in region fiscal and economic performance positively (2) the government should managed wage policy properly and carefully, because inappropriate wage policy will cause to most of fiscal and economic performance, and (3) should decrease transaction cost in order to alleviate fiscal deficit and the central government should relocate higger revenue source to the region.

Key words: fiscal decentralization , districts and municipalities, fiscal and economic performance,econometric model.


(4)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

“Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Perekonomian Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara:Suatu Pendekatan

Ekonometrika

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan bimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di peruguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, April 2006

Nama: MANGASI PANJAITAN NRP : 995010


(5)

© Hak Cipta milik Mangasi Panjaitan, tahun 2006 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya.


(6)

DAN KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA:

SUATU PENDEKATAN EKONOMETRIKA

MANGASI PANJAITAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Provinsi Sumatera Utara: Suatu Pendekatan

Ekonometrika

Nama

: Mangasi Panjaitan

NRP

: 995010

Program Studi

: Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Bonar M.Sinaga, MA Prof. Dr. Kooswardhono Mudikdjo, MSc Ketua Anggota

Prof. Dr. Rudolf S. Sinaga, MSc Dr. Erna M. Lokollo, MS Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Bonar M.Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc


(8)

Penulis dilahirkan di Batulima, Kisaran pada tanggal 15 Desember 1963 sebagai anak pertama dari delapan bersaudara dari pasangan Uluan Panjaitan dan Dina Manurung.

Penulis lulus dari SD Negeri V Kampung Durian, Kisaran pada tahun 1975, lulus Sekolah Menengah Pertama Persiapan Negeri Desagajah - Kisaran pada Tahun 1978, dan lulus Sekolah Menengah Atas Yosua Medan pada Tahun 1981. Pada Tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor, Bogor dan lulus sebagai sarjana Ekonomi Pertanian pada Tahun 1986. Pada Tahun 1992 penulis mendapat kesempatan belajar di Program Pascasarjana (S2) Universitas Indonesia Jakarta pada program studi Ilmu Ekonomi dan lulus pada tahun 1996 sebagai Magister Ekonomi (ME).

Pada Tahun 1999 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi S3 (program doktor) pada Institut Pertanian Bogor dengan dana bantuan pendidikan dari Forum Pusaka pada tahun I dan BPPS (Bea Siswa Pendidikan Pasca Sarjana) dari Dikti Jakarta selama enam semester. Bantuan selama proses penelitian dan penulisan disertasi diperoleh dari Hibah Pasca Sarjana Angkatan I, Tahun ke- 2 , kerjasama DIKTI Jakarta dan IPB Bogor , dalam proyek penelitian “Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pembangunan Ekonomi daerah Di Indonesia”.

Penulis saat ini adalah Staf Pengajar di STEKPI (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia) Jakarta dan berbagai Perguruan


(9)

perusahaan konsultan juga di Jakarta.

Sebelumnya penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Fisika (ketika mahasiswa S1) pada Fakultas Teknik Sipil dan Planologi Universitas Pakuan Bogor, dosen pada Fakultas Perikanan dan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon, Universitas Darmawangsa Medan, peneliti dan pengajar pada LPEM-FEUI Jakarta, pengajar dan peneliti pada STIE IBII Jakarta , pengajar pada UNIKA Atmajaya Jakarta, STIE Trisakti Jakarta, UKI Jakarta, UNISMA 45 Bekasi, dan STIE SUPRA Jakarta.

Penulis telah menikah dan mempunyai dua orang putri (Febrina Putri Madewi Panjaitan dan Nadya Asima Gravita Panjaitan) dan dua orang putra (Asido Aldion Yunior Panjaitan dan Aristo Adri Caprio Panjaitan).


(10)

Puji Tuhan karena kasih karuniaNya jugalah disertasi dengan judul “Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Perekonomian Kabupaten dan Kota di proinsi Sumatera Utara: Suatu Pendekatan Ekonometrika” dapat diselesaikan.

Penelitian dan Disertasi ini merupakan salah satu syarat kelulusan dalam Program Doktor (S3) di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini meliputi seluruh 24 kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Utara. Namun kabupaten dan kota yang dimekarkan setelah tahun 1998 “dikembalikan” kepada kabupaten induk demi keperluan data, sehingga menjadi “hanya” 17 kabupaten dan kota. Penelitian menggunakan Pool data yaitu cross section 17 kabupaten dan kota time series

tahun 1990-2003.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan fiskal kabupaten dan kota terhadap transfer fiskal dari pemerintah pusat semakin tinggi, sedangkan pada tingkat pemerintah provinsi semakin kecil. Penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) dipengaruhi oleh tingkat perekonomian, jumlah penduduk miskin dan luas daerah masing-masing kabupaten dan kota. Disisi lain DAU mempengaruhi tingkat Pengeluaran Daerah. Pembangunan Infrastruktur selama periode penelitian relatif lamban, investasi relatif juga berkurang padahal peningkatan kedua faktor ini relatif berdampak baik pada kemapuan fiskal dan kinerja perekonomian daerah. Meningkatnya infrastruktur dan investasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di kabupaten dan kota di


(11)

DAN KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA:

SUATU PENDEKATAN EKONOMETRIKA

MANGASI PANJAITAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

MANGASI PANJAITAN. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Perekonomian Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara: Suatu Pendekatan Ekonometrika (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, RUDOLF S. SINAGA dan ERNA MARIA LOKOLLO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Usaha pembangunan yang sentralistis selama Orde Baru ternyata tidak menghasilkan suatu pembangunan yang merata. Pembangunan lebih didominasi di pusat. Begitu juga halnya di daerah tingkat satu, pembangunan didominasi di kota propinsi dan hanya sebagian kecil yang menyentuh kabupaten dan juga antar kabupaten tidak terlihat adanya suatu pemerataan pembangunan. Disparitas pembangunan ekonomi mendorong meningkatnya tuntutan otonomi daerah. Tuntutan dimaksud diakomodir oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan mengeluarkan UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisa kinerja fiskal sebelum dan sesudah kebijakan desentralisasi fiskal, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja fiskal dan perekonomian daerah kabupaten dan kota, (3) mengevaluasi dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kinerja fiskal dan perekonomian daerah kabupaten dan kota tahun 1990-2003 dan (4) meramalkan dampak kebijakan fiskal terhadap kinerja fiskal dan perekonomian daerah kabupaten dan kota tahun 2006-2008.

Model Ekonometrika Desentralisasi Fiskal Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang dibangun terdiri dari tiga blok yaitu (1) blok fiskal daerah, (2) blok investasi dan infrastruktur, dan (3) blok kinerja perekonomian. Menggunakan pool data (cross section 17 kabupaten dan kota, serta time series

1990-2003). Model diestimasi dengan metoda 2 SLS (two stage least squares) prosedur SYSLIN dan simulasi (historis dan peramalan) dengan prosedur SIMNLIN.

Kesimpulan penelitian adalah (1) sumber-sumber kebutuhan fiskal daerah baik sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal, didominasi oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat, (2), transfer ditentukan oleh tingkat perekonomian dan kondisi sosial dan fisik daerah, sedangkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja dipengaruhi oleh tingkat kepastian berusaha dan upah ( 3), peningkatan Dana Alokasi Umum ke daerah berhasil meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan (khususnya di kota), dan (4) peningkatan Dana Alokasi Umum diwaktu mendatang berhasil meningkatkan penerimaan, pengeluaran, pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan (khususnya kota).

Implikasi kebijakan adalah (1) pemerintah melakukan efisiensi pada pos pengeluaran rutin dan mengalokasikannya menjadi pengeluarn pembangunan karena memberikan dampak yang baik untuk kinerja fiskal dan perekonomian daerah, (2) mengelola dengan baik kebijakan pengupahan dengan hati-hati, karena penetapan upah yang salah berdampak buruk pada hampir seluruh kinerja fiskal dan perekonomian, dan (3) untuk menekan biaya transaksi dalam menanggulangi defisit fiskal, pemerintah pusat mengalihkan sumber-sumber penerimaan yang lebih besar ke daerah.

Kata kunci:Desentralisasi fiskal, kabupaten dan kota, kinerja fiskal dan perekonomian, model ekonometrika.


(13)

MANGASI PANJAITAN. The Impact of Fiscal Decentralization On Economic Performance of Districts and Municipalities in North Sumatera: An Econometric Approach (BONAR M. SINAGA as Chairman, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, RUDOLF S. SINAGA and ERNA MARIA LOKOLLO as Members of the Advisory Committee).

The history of economic development has shown that New Order built the strong governmental within the political stability as it is a necessary condition to accelerate development in all sectors especially in economic sector. In term of political stability, the government built the centralized political and governmental structure. However, the centralized development couldnot fairly distribute the output of development. The development was dominated by central region. Moreover, in provincial region, development was concentrated in its city, only few in some districts, besides that, there is not a fairly distributed between district. Disparity of economic development already pushed the regional autonomy movement. The movement accomodated by Government and Representatives by issues the Law No.22 Year 1999 and Law No.25 Year 1999.

The research objectives are (1) to describe the fiscal performance before and after fiscal decentralization policy (2) to analyze the factors which influence districts and municipalities fiscal and economy performance (3) to evaluate the impact of fiscal decentralization policy and changes of non fiscal variable on district and municipalities fiscal and economy performance, and (4) to forecast the impact of fiscal decentralization on districts and municipalities fiscal and economy performance in 2006-2008 .

Constructed North Sumatera’s Fiscal decentralization Econometric Model consists of three blocks that is (1) distric fiscal block (2) invesment and infrastructure block, and, (3) economic performance block. Using pool data (cross section 17 districts, and municipalities and time series 1990-2003). Model is estimated by 2SLS (two stage least squares) method, SYSLIN procedure and historical simulation and forecasting by SIMNLIN procedure.

The research concludes that (1) districts and municipalities sources before and after fiscal decentralization policy are dominated by central government equalization transfer fund (2) the central government equalization transfer is determined by level of economy, social and physical condition of the districts and municipalities, on the other hand the income level and job opportunities are influenced by the degree of investment certainty and wage level (3) the increase General Transfer Fund (Dana Alokasi Umum) to the districts and municipalities has raised the level of income, job opportunities and distribution of income (especially in the districts), and (4) the increase of General Transfer Fund (Dana Alokasi Umum) in the future will be expected rise up the government revenue and expenditure, income, job opportunities and distribution of income (especially in districts).

Policy Implications are (1) the government should reduce the routine expenditure and allocate them to be development expenditure because it results in region fiscal and economic performance positively (2) the government should managed wage policy properly and carefully, because inappropriate wage policy will cause to most of fiscal and economic performance, and (3) should decrease transaction cost in order to alleviate fiscal deficit and the central government should relocate higger revenue source to the region.

Key words: fiscal decentralization , districts and municipalities, fiscal and economic performance,econometric model.


(14)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

“Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Perekonomian Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara:Suatu Pendekatan

Ekonometrika

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan bimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di peruguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, April 2006

Nama: MANGASI PANJAITAN NRP : 995010


(15)

© Hak Cipta milik Mangasi Panjaitan, tahun 2006 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya.


(16)

DAN KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA:

SUATU PENDEKATAN EKONOMETRIKA

MANGASI PANJAITAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(17)

Provinsi Sumatera Utara: Suatu Pendekatan

Ekonometrika

Nama

: Mangasi Panjaitan

NRP

: 995010

Program Studi

: Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Bonar M.Sinaga, MA Prof. Dr. Kooswardhono Mudikdjo, MSc Ketua Anggota

Prof. Dr. Rudolf S. Sinaga, MSc Dr. Erna M. Lokollo, MS Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Bonar M.Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc


(18)

Penulis dilahirkan di Batulima, Kisaran pada tanggal 15 Desember 1963 sebagai anak pertama dari delapan bersaudara dari pasangan Uluan Panjaitan dan Dina Manurung.

Penulis lulus dari SD Negeri V Kampung Durian, Kisaran pada tahun 1975, lulus Sekolah Menengah Pertama Persiapan Negeri Desagajah - Kisaran pada Tahun 1978, dan lulus Sekolah Menengah Atas Yosua Medan pada Tahun 1981. Pada Tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor, Bogor dan lulus sebagai sarjana Ekonomi Pertanian pada Tahun 1986. Pada Tahun 1992 penulis mendapat kesempatan belajar di Program Pascasarjana (S2) Universitas Indonesia Jakarta pada program studi Ilmu Ekonomi dan lulus pada tahun 1996 sebagai Magister Ekonomi (ME).

Pada Tahun 1999 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi S3 (program doktor) pada Institut Pertanian Bogor dengan dana bantuan pendidikan dari Forum Pusaka pada tahun I dan BPPS (Bea Siswa Pendidikan Pasca Sarjana) dari Dikti Jakarta selama enam semester. Bantuan selama proses penelitian dan penulisan disertasi diperoleh dari Hibah Pasca Sarjana Angkatan I, Tahun ke- 2 , kerjasama DIKTI Jakarta dan IPB Bogor , dalam proyek penelitian “Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pembangunan Ekonomi daerah Di Indonesia”.

Penulis saat ini adalah Staf Pengajar di STEKPI (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia) Jakarta dan berbagai Perguruan


(19)

perusahaan konsultan juga di Jakarta.

Sebelumnya penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Fisika (ketika mahasiswa S1) pada Fakultas Teknik Sipil dan Planologi Universitas Pakuan Bogor, dosen pada Fakultas Perikanan dan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon, Universitas Darmawangsa Medan, peneliti dan pengajar pada LPEM-FEUI Jakarta, pengajar dan peneliti pada STIE IBII Jakarta , pengajar pada UNIKA Atmajaya Jakarta, STIE Trisakti Jakarta, UKI Jakarta, UNISMA 45 Bekasi, dan STIE SUPRA Jakarta.

Penulis telah menikah dan mempunyai dua orang putri (Febrina Putri Madewi Panjaitan dan Nadya Asima Gravita Panjaitan) dan dua orang putra (Asido Aldion Yunior Panjaitan dan Aristo Adri Caprio Panjaitan).


(20)

Puji Tuhan karena kasih karuniaNya jugalah disertasi dengan judul “Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Perekonomian Kabupaten dan Kota di proinsi Sumatera Utara: Suatu Pendekatan Ekonometrika” dapat diselesaikan.

Penelitian dan Disertasi ini merupakan salah satu syarat kelulusan dalam Program Doktor (S3) di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini meliputi seluruh 24 kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Utara. Namun kabupaten dan kota yang dimekarkan setelah tahun 1998 “dikembalikan” kepada kabupaten induk demi keperluan data, sehingga menjadi “hanya” 17 kabupaten dan kota. Penelitian menggunakan Pool data yaitu cross section 17 kabupaten dan kota time series

tahun 1990-2003.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan fiskal kabupaten dan kota terhadap transfer fiskal dari pemerintah pusat semakin tinggi, sedangkan pada tingkat pemerintah provinsi semakin kecil. Penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) dipengaruhi oleh tingkat perekonomian, jumlah penduduk miskin dan luas daerah masing-masing kabupaten dan kota. Disisi lain DAU mempengaruhi tingkat Pengeluaran Daerah. Pembangunan Infrastruktur selama periode penelitian relatif lamban, investasi relatif juga berkurang padahal peningkatan kedua faktor ini relatif berdampak baik pada kemapuan fiskal dan kinerja perekonomian daerah. Meningkatnya infrastruktur dan investasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di kabupaten dan kota di


(21)

terhadap kebijakan fiskal yang diambil, khususnya pada aspek distribusi pendapatan. Pembangunan infrastruktur misalnya menyebabkan distribusi pendapatan di daerah kabupaten lebih baik dibanding di daerah kota.

Disertasi ini tidak mungkin rampung tanpa bantuan berbagai pihak. Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu, terutama:

1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai Ketua Komisi Pembimbing, yang telah memberikan banyak waktu untuk berkonsultasi khususnya dalam pembentukan model dan analisis. Terimakasih atas perhatian, dorongan moril dan materil yang besar sehingga penulis mampu melewati setiap proses penyelesaian studi.

2. Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, MSc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu konsultasi bagi penulis. Terimakasih atas juga atas bantuan semangat yang diberikan selama proses penulisan.

3. Prof. Dr. Ir. Rudolf S. Sinaga, MSc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang membuka jalan studi S3 di IPB bagi penulis dengan mencarikan sponsor khususnya pada tahun pertama kuliah. Terimakasih atas perhatian yang dengan kesabaran seorang bapak selalu membimbing dan mengarahkan penulis dari awal hingga akhir studi.

4. Dr. Ir. Erna Maria Lokollo, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang tidak pernah bosan membesarkan hati sehingga penulis dapat melalui


(22)

atas kesediaan beliau, ditengah kesibukan beliau, menyediakan waktu konsultasi dan juga mencarikan berbagai literatur mutakhir tentang desentralisasi fiskal.

5. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc sebagai Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka. Terimakasih atas masukan dan kritik yang membantu dalam penyempurnaan disertasi.

6. Dr. B. Raksaka Mahi, Ketua Program Magister dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia Jakarta, yang bertindak sebagai Penguji Luar IPB pada Sidang Terbuka Doktor, telah memberikan masukan dan klarifikasi yang sangat berharga bagi penyempurnaan disertasi ini.

7. Dr.Ir. Sri Hartojo MS, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen , Institut Pertanian Bogor yang menjadi pimpinan Sidang Terbuka. Terimakasih atas masukan-masukan yang bermakna.

8. Dr. Miranda S. Gultom, Deputi Senior Bank Indonesia yang turut merekomendasikan penulis agar diterima menjadi mahasiswa S3 di IPB Bogor. Terimakasih atas dorongan dan kepercayaan yang diberikan.

9. Dr. Sri Mulyani Indrawati, kini Menteri Keuangan, atas rekomendasi beliau agar penulis dapat diterima pada Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

10. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jakarta atas beasiswa BPPS selama enam semester.

11. Dr. Widadi W, yang atas usaha beliau penulis mendapat beasiswa BPPS dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.


(23)

kuliah.

13. Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Dikti Jakarta. Terimakasih atas bantuan dana penelitian dalam Proyek “Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah di Indonesia” dimana penulis menjadi salah satu anggota tim.

14. Tim Hibah Pascasarjana IPB– Dikti Angkatan II Tahun 2003 s/d 2005. Terimakasih atas kerjasama yang baik selama proses penelitian.

15. Teman-teman, teristimewa (menurut abjad): Ir.Budiman Marpaung, MM ; Ir. Mangatas Siagian; Muhamad Nur ,SE,ME ; dan Ir. Leo Nababan. Terimakasih atas bantuannya, terutama pada saat-saat sulit di masa studi penulis.

16. Saudaraku Ir. Rasidin Karo-Karo, MS yang banyak membantu pengolahan data. Bersama beliau pekerjaan yang berat terasa menjadi lebih ringan. Terimakasih atas kebersamaannya dan kesabarannya.

17. Bapak Dr.Agung Nur Fajar dan Bapak Venny F. Mandang, SE,MM berturut-turut adalah Wakil Ketua Bidang Akademik STEKPI, School of Business and Manajement, dan Ketua Jurusan Manajemen yang telah memberikan keringanan dalam tugas mengajar selama satu semester, khususnya pada tahap akhir penyelesaian disertasi ini.

18. Bapakku Uluan Panjaitan dan Ibuku Dina Manurung (alm) tercinta. Terimakasih atas doanya yang tidak pernah berhenti buat penulis, tanpa doa restu bapak dan ibu mustahil tulisan ini rampung.


(24)

yang begitu kuat, tulus dan mendalam menginspirasi penulis sehingga mampu meraih pendidikan hingga ke jenjang tertinggi dunia akademik, yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kepadanya Tulisan ini didedikasikan.

20. Adik-adik tercinta; Rusman Panjaitan, Rimbun boru Panjaitan, Emmas boru Panjaitan, Rugun boru Panjaitan, Royal Panjaitan, Sopar Panjaitan dan si bungsu David Manarsar Panjaitan ,yang banyak membantu penulis terutama saat-saat paling sulit dalam proses perkuliahan dan penulisan disertasi. 21. Istri dan anak anakku tercinta. Terimakasih atas cinta kasih mereka yang

tidak pernah habis dan selalu menjadi sumber kekuatan baru bagi penulis. 22. Kepada berbagai pihak yang tanpa sengaja tidak disebutkan namanya,

terimakasih atas bantuan moril dan materil yang tidak kalah pentingnya dari pihak-pihak yang disebut sebelumnya, hingga tulisan ini selesai.

Tulisan ini jauh dari sempurna sehingga membutuhkan kritik dan saran untuk penyempurnaan. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi khalayak.

Penulis


(25)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii

I. PENDAHULUAN ………...………...………….... 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah... 7 1.3. Tujuan Penelitian... 12 1.4. Ruang Lingkup Penelitian... 13 1.5. Manfaat Penelitian... 15 1.6. Keterbatasan Penelitian... 16 II. TINJAUAN PUSTAKA ………...……... 17 2.1. Desentralisasi . Napak Tilas..…...….... 17 2.2. Desentralisasi Politik... 26 2.3. Desentralisasi Fiskal... 29 2.4. Formulasi Dana Alokasi Umum... 41 2.4.1. Formulasi DAU 2001 ... .. 42 2.4.2. Formulasi DAU 2002... 43 2.5. Transfer Keuangan Pusat dan Daerah ………... 49 2.6. Peranan Pemerintah dalam Perekonomian... 50 2.7. Studi-Studi Desentralisasi Fiskal ... 57 2.7.2. Mancanegara... 57 2.7.1. Indonesia... 62 2.7.1.1. Metodologi dan Tujuan Penelitian... 62 2.7.1.2. Ruang Lingkup Penelitian... 67 2.7.1.3. Hasil-Hasil Penelitian... 70


(26)

III. METODOLOGI PENELITIAN………...………... 78 3.1. Lokasi Penelitian... 78 3.2. Kinerja Fiskal Daerah ... 78 3.3. Konstruksi Model Desentralisasi Fiskal Sumatera Utara... 79 3.4. Kerangka Berfikir dan Spesifikasi Model ... 81 3.5. Identifikasi Model... 97 3.6. Metoda Estimasi... 97 3.7. Validasi Model... 99 3.8. Simulasi Kebijakan... 100 3.9. Peramalan... 101 3.10. Jenis dan Sumber data... 102 IV. SUMATERA UTARA: KEADAAN UMUM DAN

PEREKONOMIAN...

104 4.1. Keadaan Umum... 104 4.2. Perekonomian Daerah Sumatera Utara... 104 4.2.1. Tingkat Perekonomian... 104 4.2.2. Kinerja Perdagangan Luar Negeri... 109 4.2.3. Pembangunan Ekonomi Makro... 111 V. EVALUASI KINERJA FISKAL DAERAH SUMATERA

UTARA... 113 5.1. Penerimaan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara... 114 5.2. Pengeluaran Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara ... 119 5.3. Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota... 127 5.4. Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota... 133

5.5. Derajat Desentralisasi Kabupaten/Kota...

138 5.6. Ringkasan Kinerja Fiskal ... 141 VI. HASIL ESTIMASI MODEL DESENTRALISASI FISKAL

SUMATERA UTARA... 145 6.1. Keragaan Model Desentralisasi Fiskal Sumatera Utara... 145 6.2. Kinerja Fiskal Daerah... 147 6.2.1. Pajak daerah ... 147 6.2.2. Retribusi ... 151


(27)

6.2.3. Dana Alokasi Umum... 154 6.2.4. Bagi Hasil Pajak ... 157 6.2.5. Pengeluaran Rutin... 159 6.2.6. PengeluaranPembangunan... 162 6.3. Kinerja Pembangunan Infrastruktur dan Investasi... 163 6.3.1. Pembangunan Infrastruktur... 164 6.3.2. Investasi... 167 6.4. KinerjaPerekonomian... 169 6.4.1. Produk Domestik Regional Bruto ... 170 6.4.2. Kesempatan Kerja... 171 6.4.3. Inflasi ... 173 6.5. Ringkasan Hasil Estimasi Model...

174 6.5.1. Kinerja Fiskal... 174 6.5.2. Kinerja Infrastruktur dan Investasi... 176 6.5.3. Kinerja Perekonomian... 176 VII. EVALUASI DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL DAN

PERUBAHAN VARIABEL NON FISKAL TERHADAP

KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH TAHUN 1990-2003...

179 7.1. Hasil Validasi Model... 179 7.2. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal ... 180 7.2.1. Simulasi 1 : Peningkatan BHSDA 15%... 180 7.2.2. Simulasi 2 : Peningkatan BHP 15%... 183 7.2.3. Simulasi 3 : Kenaikan Dana Alokasi Umum 10%... 186 7.2.4. Simulasi 4 : Peningkatan Pajak Daerah 15%... 189 7.2.5. Simulasi 5 : Peningkatan Pajak Daerah 15% dan

Pengeluaran Pemerintah 0.60%... 192 7.2.6. Simulasi 6 : Peningkatan Retribusi 15%... 194 7.2.7. Simulasi 7 : Peningkatan Retribusi 15% dan

Pengeluaran Pemerintah 0.48%... 197 7.2.8. Simulasi 8 : Peningkatan PAD 10% dan Pengeluaran

Rutin 1.25%...

198 7.2.9. Simulasi 9 : Peningkatkan PAD 10% dan Pengeluaran

Pembangunan 2.38%... 200 7.2.10. Simulasi 10: Realokasi Anggaran Rutin 20% menjadi


(28)

7.3. Dampak Perubahan Variabel Non Fiskal... 204 7.3.1. Simulasi 11: Peningkatan Upah 10%... 204 7.3.2. Simulasi 12: Peningkatan Pembangunan Infrastruktur

20%... 205 7.3.3. Simulasi 13: Peningkatan Upah 10% dan Infrastruktur

20%... 207 7.3.4. Simulasi 14: Peningkatan Investasi 20%... 208 7.3.5. Simulasi 15: Peningkatan Infrastruktur 20 % dan

Investasi 20%... 210 7.4. Ringkasan Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal dan

Perubahan Variabel Non fiskal... win...

212 7.4.1. Kebijakan Desentralisasi Fiskal... 212 7.4.2. Perubahan Variabel Non Fiskal... 215 VIII. HASIL PERALAMAN DAMPAK KEBIJAKAN

DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA FISKAL

DAN PEREKONOMIAN DAERAH TAHUN 2006-2008... 217 8.1. Hasil Peramalan Tanpa Alternatif Kebijakan... 217 8.1.1. Hasil Peramalan Daerah Kabupaten... 217 8.1.2. Hasil Peramalan Daerah Kota ... 218 8.2. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal ... 219 8.2.1. Skenario 1: Peningkatan BHSDA 15%... 220 8.2.2. Skenario 2: Peningkatan DAU 10%... 222

8.2.3. Skenario 3: Peningkatan Pajak Daerah 15% dan

Pengeluaran Pemerintah 0.60%... 223 8.2.4. Skenario 4: Peningkatan Retribusi 15% dan

Pengeluaran Pemerintah 0.48%...

225 8.2.5. Skenario 5: Peningkatan PAD 20% dan Pengeluaran

Rutin 2.50%... 226 8.2.6. Skenario 6: Peningkatan PAD 20% dan Pengeluaran

Pembangunan 4.76% ... 227 8.2.7. Skenario 7: Realokasi Anggaran Rutin 20% menjadi


(29)

8.3. Hasil Peramalan Dampak Perubahan Variabel Non Fiskal... 230 8.3.1. Skenario 8: Peningkatan Upah 10% dan Infrastruktur

20% ... 230 8.3.2. Skenario 9: Peningkatan Infrastruktur 20 % dan

Investasi 20%... 232 8.4. Ringkasan Peramalan Dampak Desentralisasi Fiskal dan

Perubahan Variabel Non Fiskal... 233 8.4.1. Kebijakan Desentralisasi Fiskal... 233 8.4.2. Perubahan Variabel Non Fiskal... 236 IX. KESIMPULAN DAN SARAN... 236 9.1. Kesimpulan... 236 9.2. Implikasi Kebijakan... 238 9.3. Saran Penelitian Lanjutan... 240 DAFTAR PUSTAKA ………...……… 241 LAMPIRAN ………...………... 247


(30)

DAFTAR TABEL

32.anf

win

Nomor

Halaman

1. Perkembangan Potensi Fiskal Pemda Propinsi dan Kabupaten/Kota

se Sumatera Utara Tahun 1990/91 – 2003...

9

2. Duapuluh empat Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2004...

13

3. Historis Undang-Undang Otonomi Daerah Sebelum dan Sesudah Era

Reformasi………... 19

4. Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam Sebelum UU No.25 Tahun

1999 dan UU No.32 Tahun 1956………...

21

5. Sumber Penerimaan Daerah Menurut UU No.32 Tahun 1956 dan UU

No.25 Tahun 1999...

22

6. Porsi Pengeluaran dan Pengeluaran Lokal terhadap Nasional pada

Negara Berkembang dan Negara Lain Tahun 1990-an………

23

7. Pajak dan Retribusi Daerah Menurut UU No.34 Tahun 2000………

24

8. Jenis Pajak Propinsi dan Kabupaten/Kota………

32

9. Pembagian Blok dan Persamaan dalam Model Ekonometrika

Desentralisasi Fiskal Sumatera Utara...…

82

10. Data Fiskal dan Makroekonomi dan Sumber data……….

102

11. Perbandingan

PDRB

Sumatera

Utara dan Indonesia Tahun

1990-2003………...

105

12. Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Sektoral Sumatera Utara Tahun


(31)

13. Struktur

Perekonomian

Sumatera Utara Tahun 1990-2003……...

108

14. Penerimaan

Pemerintah

Daerah

Propinsi Sumatera Utara Tahun


(32)

15. Penerimaan, PAD dan Dana Perimbangan Pemerintah Daerah

Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990/1991-2003………

117

16. Perkembangan Dana Perimbangan Pemerintah Daerah Propinsi

Sumatera Utara Tahun 1990/1991-2003………...……….

118

17. Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah, Retribusi, Laba BUMD,

dan PAD Lain Pemerintah Daerah Propinsi Tahun 1990/1991-2003..

120

18. Perkembangan Pengeluaran Total, Rutin dan Pembangunan

Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara 1990/1991-2003……..

122

19. Perkembangan Rasio Pengeluaran Rutin dan Pembangunan

Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara 1990/1991-2003……....

123

20. Belanja Pegawai, Non Belanja Pegawai, Angsuran Hutang,

BantuanKeuangan, dan Belanja Tak Jelas Pemerintah Daerah

Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990/1991-2003…………...

125

21. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Bidang Ekonomi dan

Sosial Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun

1990/1991-2003……...………...

127

22. Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se Sumatera Utara

Tahun 1990/1991- 2003………

128

23. Penerimaan, PAD, dan Dana Perimbangan Pemerintah

DaerahKabupaten/Kota se Sumatera Utara Tahun 1990/1991- 2003

130

24. Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah, Retribusi, Laba BUMD,dan

PAD Lain Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se Sumatera Utara

Tahun 1990/1991-2003………..

131

25. Perkembangan Dana Perimbangan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota se Sumatera Utara Tahun 1990/1991-2003……..…..

133

26. Perkembangan Pengeluaran Total, Rutin dan Pembangunan

Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990/1991-2003

134

27. Perkembangan Rasio Pengeluaran Rutin dan Pembangunan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se Sumatera Utara Tahun


(33)

28. Belanja Pegawai, Non Belanja Pegawai, Angsuran Hutang,

BantuanKeuangan, dan Belanja Tak Jelas Pemda Kab/Kota se

Sumatera Utara Tahun 1990/1991-2003………..

137

29. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Bidang Ekonomi dan

Sosial Pemerintah Daerah Kab/Kota se Sumatera Utara Tahun

1990/1991-2003……...

139

30. Perkembangan Tingkat desentrallisasi Fiskal Pemda Propinsi dan

Kabupaten/Kota Sumatera Utara 1990/1991-2003...

140

31. Persentase Pengeluaran dan penerimaan Daerah terhadap Pusat di

Berbagai Wilayah 2005...

141

32. Keragaan Umum Model Desentralisasi Fiskal Sumatera Utara………

146

33. Hasil Estimasi Perilaku Pajak Daerah……….…..

148

34. Rata-rata Pajak daerah Pemerintah Propinsi dan Kab/Kota se

Sumatera Utara sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal Tahun

1990/1991-2003...

150

35. Peraturan Pajak dan Biaya Pelayanan Yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2000/2001………..

151

36. Hasil Estimasi Perilaku Penerimaan Retribusi Daerah (RETRIB)... 151

37. Rata-rata Retribusi Propinsi dan Kabupaten/Kota se Sumatera Utara

sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal Tahun 1990/1991-2003...

153

38. Hasil Estimasi Perilaku Dana Alokasi Umum (DAU)... 155

39. Rata-rata Dana Alokasi Umum Propinsi dan Kabupaten/Kota se

Sumatera Utara sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal Tahun

1990/1991-2003...

157

40. Hasil Estimasi Perilaku Bagi Hasil Pajak (BHP)……….. 158

41. Rata-rata Bagi Hasil Pajak Pemda Propinsi dan Kabupaten/Kota se

Sumatera Utara sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal Tahun

1990/1991-2003...

159

42. Hasil Estimasi Perilaku Pengeluaran Rutin (RUEXP)... 160


(34)

43. Rata-rata Pengeluaran Rutin Pemda Propinsi dan Kabupaten/Kota se

Sumatera Utara sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal Tahun

1990/1991-2003...

162

44. Hasil Estimasi Perilaku Pengeluaran Pembangunan (DEVEXP)...

162

45. Rata-rata Pengeluaran Pembangunan Pemda Propinsi dan

Kabupaten/Kota se Sumatera Utara sebelum dan sesudah

desentralisasi fiskal Tahun 1990/1991-2003...

164

46. Hasil Estimasi Perilaku Pembangunan Infrastruktur di Daerah

(INFRAS) ...

165

47. Hasil Estimasi Perilaku Investasi di Daerah (INVDA)...

168

48. Hasil Estimasi Perilaku Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)...

171

49. Hasil Estimasi Perilaku Kesempatan Kerja...

172

50. Hasil Estimasi Perilaku Inflasi...

174

51. Perkembangan PDRB dan Distribusi Pendapatan Kabupaten dan

Kota di Provinsi Sumatera Utara...

178

52. Dampak Peningkatan BHSDA 15% terhadap Kinerja Fiskal dan

perekonomian daerah...

182

53. Dampak Peningkatan BHP 15% terhadap Kinerja Fiskal dan

perekonomian daerah...

184

54. Dampak Peningkatan Dana Alokasi Umum 10% terhadap Kinerja

Fiskal dan perekonomian daerah...

187

55. Dampak Peningkatan Pajak Daerah 15% terhadap Kinerja Fiskal dan

perekonomian daerah...

190

56. Dampak Peningkatan Pajak Daerah 15 % dan Pengeluaran

Pemerintah 0.60% terhadap Kinerja Fiskal dan perekonomian

daerah...

193

57. Dampak Peningkatan Retribusi terhadap Kinerja Fiskal dan

perekonomian daerah...

195

58. Dampak Peningkatan Retribusi 15% dan Pengeluaran Pemerintah


(35)

59. Dampak Peningkatan Peningkatan PAD 10% dan Pengeluaran Rutin

1.25% Terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah...

199

60. Dampak Peningkatan PAD 10% dan Pengeluaran Pembangunan

2.38% Terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah...

201

61. Dampak Realokasi Anggaran Rutin 20% menjadi Anggaran

Pembangunan 38.1 % Terhadap Kinera Fiskal dan Perekonomian

Daerah...

203

62. Dampak Peningkatan Upah 10% terhadap Kinerja Fiskal dan

perekonomian daerah...

205

63. Dampak Peningkatan Infrastruktur 20% terhadap Kinerja Fiskal dan

perekonomian daerah...

206

64. Dampak Peningkatan Upah 10 % dan Infrastruktur 20% Terhadap

Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah……….…………..

208

65. Dampak Peningkatan Investasi 20 % Terhadap Kinerja Fiskal dan

Perekonomian Daerah………..

210

66. Dampak Peningkatan Peningkatan Infrastruktur 20 % dan Investasi

20% Terhadap Kinera Fiskal dan Perekonomian Daerah...

211

67. Hasil Peramalan Peubah endogen tanpa kebijakan di Kabupaten...

217

68. Hasil Peramalan Peubah Endogen tanpa kebijakan di Kota...

219

69. Peramalan Dampak Peningkatan BHSDA 15% terhadap Kinerja

Fiskal dan Perekonomian Daerah...

221

70. Peramalan Dampak Peningkatan DAU 10% terhadap Kinerja Fiskal

dan Perekonomian Daerah...

223

71. Peramalan Dampak Peningkatan Peningkatan Pajak Daerah 15% dan

Pengeluaran Pemerintah 0.60% terhadap Kinerja Fiskal dan

Perekonomian Daerah...

224

72. Dampak Peningkatan Retribusi 15% dan Pengeluaran Pemerintah

0.48% terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah...

225

73. Peramalan Dampak Peningkatan PAD 20% dan Pengeluaran Rutin


(36)

74. Peramalan Dampak Peningkatan PAD 20% dan Pengeluaran

Pembangunan 4.76% terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian

Daerah...

228

75. Peramalan Dampak Realokasi Anggaran Rutin20%menjadiAnggaran

Pembangunan 38.1.% terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian

Daerah...

230

76. Dampak Peningkatan Upah 20% dan Infrastruktur 20% terhadap

Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah...

231

77. Peramalan Dampak Peningkatan Infrastruktur 20 % dan Investasi


(37)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Prosedur Penyusunan DAU (Dana Alokasi Umum) 2001...

42

2.

Prosedur Penyusunan DAU (Dana Alokasi Umum) 2002...

44

3.

Desentralisasi Fiskal, Peranan Negara dan Kinerja Perekonomian...

51

4.

Tahapan Membangun Model Desenralisasi Fiskal...

80

5.

Keterkaitan Antar Blok dan Persamaan dalam Model...

84


(38)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Prosedur Penyusunan DAU (Dana Alokasi Umum) 2001...

42

2.

Prosedur Penyusunan DAU (Dana Alokasi Umum) 2002...

44

3.

Desentralisasi Fiskal, Peranan Negara dan Kinerja Perekonomian...

51

4.

Tahapan Membangun Model Desenralisasi Fiskal...

80

5.

Keterkaitan Antar Blok dan Persamaan dalam Model...

84


(39)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Keterangan Variabel dalam Model Desentralisasi Fiskal Sumatera

Utara... 247 2. Data Fiskal dan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera

Utara Tahun 1990-2003... 249 3. Program Komputer Estimasi Model Desentralisasi Fiskal Sumatera

Utara Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SYSLIN Metoda

2SLS………...… 309

4. Hasil Estimasi Model Desentralisasi Fiskal Sumatera Utara Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SYSLIN Metoda 2SLS………... 311

5. Program Komputer Validasi Model (Kabupaten) Desentralisasi Fiskal Sumatera Utara Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metoda Newton...……….. 320 6. Contoh Hasil Validasi (Kabupaten) , Model Desentralisasi Fiskal

Sumatera Utara Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metoda Newton……….…………. 321 7. Program Komputer Simulasi Model (Kabupaten), Skenario

Peningkatan Bagi Hasil Sumber Daya Alam sebesar 10% Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metoda Newton………...

323

8. Contoh Hasil Simulasi Model (Kabupaten), Skenario Peningkatan Bagi Hasil Sumber Daya Alam sebesar 10% Menggunakan SAS/ETS Versi 6.12 Prosedur SIMNLIN Metoda Newton…..…. 325 9 Simulasi, Uraian-Penjelasan dan Justifikasinya... 327 10. Ringkasan Kinerja Fiskal Provinsi dan Kabupaten/Kota... 329


(40)

11. Kinerja Fiskal Total dan Rata-Rata Kabupaten dan Kota Tahun 1990- 2003... 331 12. Hasil Validasi Model Desentralisasi Fiskal Kabupaten dan Kota... 332 13. Hasil Estimasi Kinerja Fiskal dan Perekonomian Nasional dan

Beberapa Daerah di Indonesia……… 333 14. Ringkasan Hasil Estimasi Model Desentralisasi Fiskal Sumatera

Utara... 339

15. Ringkasan Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Fiskal dan Ekonomi Daerah Sumatera Utara Tahun 1990-2003... 341 16. Skenario Peramalan dan justifikasi pilihan skenario... 345 17. Ringkasan Peramalan Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap

Kinerja Perekonomian Daerah Sumatera Utara Tahun 2006-2008…. 347 w


(41)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sejarah pembangunan ekonomi menunjukkan bahwa pemerintahan Orde Baru telah membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat proses pembangunan di berbagai bidang, terutama dalam bidang ekonomi. Dalam kerangka stabilitas tersebut pemerintah membangun struktur terpusat atau struktur yang sentralistis.

Usaha pembangunan yang sentralistis ternyata tidak menghasilkan suatu pembangunan yang merata. Pembangunan lebih didominasi oleh pusat dan begitu juga halnya di daerah tingkat satu, pembangunan didominasi di kota provinsi dan hanya sebagian kecil yang menyentuh kabupaten dan juga antar kabupaten tidak terlihat adanya suatu pemerataan pembangunan. Terjadinya kepincangan dalam perolehan pembangunan antar wilayah dan terpusatnya sarana dan prasarana ekonomi di pusat dan di provinsi merupakan faktor utama yang mendorong meningkatnya tuntutan otonomi dalam mengelola daerahnya sendiri dan hal ini yang menyebabkan baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II ingin membentuk pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota yang baru.

Perkembangan beberapa tahun belakangan ini menunjukkan bahwa masyarakat menuntut hasil pembangunan yang lebih merata dan mengharapkan agar potensi yang dimiliki daerah dimanfaatkan secara maksimal untuk kemaslahatan daerah. Untuk merespon keinginan tersebut pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan


(42)

Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah1. Melalui

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, berdasarkan prinsip otonomi, daerah diberikan wewenang yang luas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah diikuti juga dengan penyerahan kewenangan pembiayaan bagi penyelenggaraan pemerintahan kepada daerah. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, menuntut kemandirian daerah dalam menggerakkan roda pembangunan wilayahnya masing-masing, baik dari segi perencanaan, pembiayaan maupun pelaksanaannya. Partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan tersebut secara langsung berpotensi untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Dengan demikian prioritas pembangunan di setiap daerah lebih dititikberatkan pada

konsep bottom-up planning yang berpedoman pada kebutuhan daerah dengan

mengacu pada potensi dan kemampuan daerah yang bersangkutan.

Desentralisasi fiskal memberikan kebebasan kepada daerah untuk menyusun sendiri program-program kerja dan merealokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas daerah. Esensi dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah ini sesungguhnya adalah distribusi sumber

daya keuangan (financial sharing) yang bertujuan memberdayakan dan

meningkatkan kemampuan ekonomi daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dalam kemampuan membiayai otonominya dan untuk menciptakan sistem

1 . Kedua Undang-Undang diatas telah direvisi masing-masing menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.33 Tahun2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah,dan diberlakukan secara nasional mulai 1 Januari 2006.


(43)

pembiayaan yang adil, proporsional, rasional serta kepastian sumber keuangan yang berasal dari wilayah yang bersangkutan. Dengan adanya desentralisasi fiskal diharapkan nantinya pemerintah daerah akan lebih efektif dan mampu untuk memenuhi pelayanan publik yang dibutuhkan, membangun sarana perekonomian serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Menanggapi kewenangan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah dapat meresponnya dalam dua hal yang berbeda yaitu (1) lebih memusatkan perhatian

pada usaha memperbesar penerimaan (revenue side) melalui intensifikasi dan

perluasan pajak, retribusi daerah serta memanfaatkan sumberdaya yang belum optimal melalui bagi hasil, atau (2) lebih berorientasi pada peningkatan

efektifitas sisi pengeluaran (expenditure side) untuk menstimulasi dunia usaha

melalui pengembangan iklim usaha yang lebih baik bagi daerahnya.

Dari sudut pemerintahan daerah, pendekatan yang didasarkan pada

penerimaan (revenue side) akan menguntungkan bagi daerah yang relatif kaya

dengan sumber daya alam dan daerah dengan basis pajak yang besar, tetapi akan menjadi suatu beban pada daerah yang miskin. Dengan demikian desentralisasi fiskal yang didasarkan pada bagi hasil akan menyebabkan disparitas kapasitas diantara daerah-daerah.

Menurut CESS (2001), pada saat ini sebagian besar kota dan kabupaten di Indonesia merespon desentralisasi fiskal secara tidak tepat dengan menggenjot kenaikan PAD melalui pajak dan retribusi tanpa diimbangi dengan peningkatan efektifitas pengeluaran APBD yang dapat berpengaruh buruk terhadap aktivitas


(44)

perdagangan dan investasi tingkat daerah, yang pada gilirannya akan menurunkan pendapatan daerah, dan kesempatan kerja. Padahal pada masa pemulihan ekonomi daerah yang saat ini sedang berlangsung, aktivitas perdagangan dan investasi lokal merupakan mesin penggerak pertumbuhan. Menurut Brojonegoro, et al (2001), modal merupakan komponen penting dalam pembangunan daerah di Indonesia dan berdasarkan hasil estimasi model pertumbuhan antar daerah yang dilakukannya, modal memberikan sumbangan sekitar 80 persen. Daerah dengan modal yang lebih besar akan diuntungkan dalam proses produksi. Dengan demikian disparitas kapasitas fiskal antar daerah akan mengakibatkan disparitas kepemilikan modal, dan pada gilirannya ketidakmerataan kepemilikan modal baik antar individu maupun antar daerah merupakan salah satu penentu kesenjangan produksi dan distribusi pendapatan antar daerah.

Sebagai implementasi dari Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka melalui Keputusan Presiden nomor 181 tahun 2000 tentang Dana Alokasi Umum daerah provinsi dan kabupaten/kota tahun anggaran 2001 telah ditetapkan besarnya DAU untuk masing-masing kota/kabupaten. Salah satu tujuan keberadaan DAU dalam sistem perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah adalah sebagai

equalization grant, terutama untuk menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh transfer lain, yaitu Bagi Hasil Sumber Daya Alam dan Bagi Hasil Pajak. Salah satu tolak ukur keberhasilan DAU adalah tercapainya pemerataan total

penerimaan daerah per kapita yang sebaik-baiknya. Selanjutnya sebagai dana


(45)

Alam) pemerintah pusat juga memberikan transfer kepada Pemerintah daerah berupa DAK (Dana Alokasi Khusus) untuk membantu membiayai kebutuhan khusus yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus Dana Alokasi Umum. Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tersebut disebut

juga bahwa DAU merupakan bantuan yang bersifat block (block grant), yaitu

penggunaannya bebas ditentukan oleh daerah sendiri, sedangkan penggunaan Dana Alokasi Khusus digunakan sesuai prioritas nasional. Pengalokasian Dana Alokasi Umum adalah untuk belanja rutin dan belanja pembangunan, sedangkan Dana Alokasi Khusus adalah untuk prioritas nasional harus dimanfaatkan dan dikelola secara optimal, sehingga desentralisasi fiskal bisa efektif dan efisien di setiap daerah.

Tuntutan reformasi, khususnya tentang desentralisasi fiskal di Indonesia, dulu maupun sekarang sebenarnya lebih bermuatan politis dibanding ekonomis. Sehingga justifikasi politik, lebih kuat daripada justifikasi ekonomi (

Simajuntak,20012). Oleh sebab itu keraguan berbagai pihak termasuk Bank Dunia

akan kesuksesan desentralisasi itu sangat beralasan. Bank Dunia (20033),

melansir empat faktor penyebab ketidaksuksesan implemetasi desentralisasi fiskal di daerah di Indonesia, yaitu (1) bentuk pendelegasian yang belum jelas, (2) akuntabilitas pemerintah daerah, (3) ketidaksiapan sumber daya manusia, dan (4) sistem politik . Di berbagai belahan daerah di Indonesia fenomena yang dikemukakan oleh Bank Dunia tadi memang jamak ditemukan. Menurut Prud’homme (1995), program desentralisasi fiskal mirip dengan resep dan

2 Harian Kompas ,10 Desember 2001 3 Harian Kompas , 9 Juli 2003


(46)

obatan. Bila resep sesuai dengan penyakit, diberikan pada waktu yang tepat dan takaran dosis yang sesuai akan menghasilkan efek yang baik. Namun bila situasi dan kondisi tidak tepat, maka resep bisa berbahaya , bahkan fatal. Bahayanya adalah (1) meningkatnya disparitas (kesenjangan) antar daerah ; karena adanya penyerahan wewenang dari pusat ke daerah , maka redistribusi secara nasional , yang adalah tugas pemerintah pusat, menjadi lebih sulit tercapai, (2) goyahnya sendi-sendi stabilitas ekonomi makro; karena program desentralisasi fiskal ini menyebabkan kebijakan ekonomi makro, yang adalah juga tugas pemerintah pusat (by sentral government) lebih sulit dilaksanakan ditataran pemerintah daerah (by local government).

Untuk menghindari bahaya-bahaya tersebut Prud’homme (1995) mengingatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam program desentralisasi fiskal. Antara lain (1) menentukan secara benar suatu bentuk pelayanan yang disediakan oleh pemerintah pusat atau daerah dan (2) juga menentukan cara-cara

mengorganisir produksi jasa bersama (joint product) pada berbagai tingkatan

pemerintahan. Cara-cara seperti itu jika didesain secara benar dan diimplementasikan secara baik, secara signifikan akan meningkatkan efisiensi disektor publik.

Selain daripada itu, Bird dan Vaillacourt (2000) juga mengingatkan bahwa program desentralisasi fiskal itu lebih bersifat normatif. Artinya desain desentralisasi fiskal yang serupa untuk negara yang berbeda dapat menghasilkan efek yang tidak saja beda tapi berlawanan. Sebaliknya desain desentralisasi yang sama pada dua negara memiliki bahasa, agama dan warisan kolonial yang relatif


(47)

sama (kasus: Tunisia dan Marokko) memberikan hasil yang berbeda-beda. Perbedaan output desentralisasi tersebut, ternyata tergantung pada perbedaan kondisi kelembagaan diantara negara-negara tersebut. Kondisi kelembagaan

(norma, adat, law inforcement, organisasi) yang relatif berbeda-beda dan beragam

antar daerah akan menyebabkan efektivitas desentralisasi akan berbeda pula antar daerah.

Desain desentralisasi fiskal Indonesia, yang menurut Bank Dunia (2005) adalah salah satu yang terbaik di dunia, namun dibuat berlaku umum untuk seluruh wilayah Indonesia. Sebagaimana diketahui kondisi objektif setiap daaerah berbeda satu sama lain. Motivasi politik dan aturan-aturan serta syarat-syarat yang harus dipenuhi, serta kesiapan antar daerah juga berbeda-beda. Oleh sebab itu pula maka respon antar daerahpun akan berbeda terhadap desentralisasi fiskal. Sebagaimana yang dikhawatirkan oleh Prud’ Homme (1995), jika setiap daerah mendapat ”dosis” desentralisasi dan waktu implementasi yang tidak tepat, maka tujuan desentralisasi fiskal dikhawatirkan tidak terpenuhi.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan berlakunya otonomi daerah, pemerintah daerah memperoleh kesempatan untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan kebutuhan daerah. Pemerintah daerah juga dituntut tidak hanya kebebasannya namun juga kemampuannya untuk mengalokasikan penerimaan daerah secara efektif dan efisien untuk membiayai kegiatan rutin dan pembangunan yang memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu pemerintah daerah juga dituntut mampu mengeksploitasi potensi sumberdayanya untuk meningkatkan penerimaan


(48)

asli daerah. Pemahaman tentang hal tersebut menjadi penting karena secara faktual kemampuan daerah untuk membiayai pembangunannya memang relatif kecil.

Menurut Simanjuntak (2003)4, hanya sebagian kecil saja provinsi dan

(apalagi) kabupaten /kota yang mampu membiayai secara signifikan APBD-nya dengan PAD. Akan halnya SDA kondisi objektif yang sangat menentukan adalah tidak meratanya sebaran SDA di wilayah Republik Indonesia. Konsekuensinya hanya daerah tertentu (Aceh, Kalimantan Timur, Riau, dan Papua) yang bisa menikmati bagian signifikan dari bagi hasil ini, sementara mayoritas daerah lainnya hanya kebagian sedikit. Sebanyak 75% BHSDA hanya dinikmati oleh 35 kabupaten/kota di Aceh, Riau, Kalimantan Timur dan Papua. Sementara untuk bagi hasil pajak , yang dibagikan adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) , Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) perseorangan.

Sebagaimana halnya PAD, pajak pusat yang dibagihasilkan juga cenderung lebih potensial di perkotaan . Yang agak ekstrim adalah bagi hasil PPh perorangan secara nasional sebesar Rp.2.8 triliun tahun 2003, separuhnya (Rp.1.45 triliun) adalah untuk DKI Jakarta. Akibat pengaturan yang demikian, persoalan ketimpangan antar daerah menjadi persoalan yang serius.

Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten dan Kota se Provinsi Sumatera Utara masing-masing memiliki Pendapatan Asli Daerah yang kecil relatif terhadap pengeluarannya. Kemampuan itu berkisar antara 20% hingga


(49)

60% pada pemerintah provinsi dan berkisar antara 10% hingga 20% pada pemerintah daerah kabupaten dan kota. Bahkan pada tingkat kabupaten dan kota kemampuan menghimpun PAD tersebut semakin mengecil pada beberapa tahun terakhir. Tabel 1 menunjukkan perkembangan kemampuan atau potensi fiskal daerah provinsi dan kabupaten/kota di Sumatera Utara selama periode 1990-2003.

Tabel 1. Perkembangan Potensi Fiskal Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota se SUMUT Tahun 1990/91-2003

Tahun Provinsi Kabupaten Pengeluaran (Ribu Rp) PAD (Ribu Rp) Rasio (%) Pengeluaran (Ribu Rp) PAD (Ribu Rp) Rasio (%)

Sebelum Desentralisasi Fiskal

1990/1991 313923761 64659592 0.2 261786352 40525313 0.2 1991/1992 336880196 65384258 0.2 322574296 45264409 0.1 1992/1993 383137767 70204556 0.2 345895248 54446459 0.2 1993/1994 458581800 84768176 0.2 416747673 59438835 0.1 1994/1995 515626870 124141384 0.2 432262722 73970659 0.2 1995/1996 584008535 156859078 0.3 549695391 90181552 0.2 1996/1997 660854180 171953970 0.3 649881045 106263739 0.2 1997/1998 771030141 212842681 0.3 827943837 115822466 0.1 1998/1999 342560028 122888667 0.4 1305036167 102897500 0.1 1999/2000 449051978 187597434 0.4 1670089793 125367792 0.1

2000 416772647 255078480 0.6 1624004134 124223357 0.1

Sesudah Desentralisasi Fiskal

2001 916215529 423075216 0.5 3851466675 221182644 0.1

2002 972236346 440591435 0.5 4922340686 296923216 0.1

2003 1034321804 621017539 0.6 6128275604 456574133 0.1

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Memang berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kemampuan fiskalnya (mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat). Pemerintah Kotamadya Medan misalnya pada tahun 2001 berhasil meningkatkan Pajak dan Retribusi daerah melalui peningkatan perolehan


(50)

bagian dari parkir, reklame dan airport tax dari P.T. Angkasa Pura II. Sedangkan pemerintah daerah Dairi melalui upaya perolehan sumbangan pihak ketiga, penyertaan modal dan penerimaan sewa air dari PLTA. Tindakan tersebut berhasil meningkatkan pajak dan retribusi daerah sebesar 57% (CESS 2001).

Dalam hal usaha–usaha peningkatan PAD dengan cara seperti diatas bukan tanpa masalah. Pemerintah daerah sering dihadapkan pada suatu dilema antara

meningkatkan PAD atau merecovery perekonomian yang lesu . Dalam usaha –

usaha pemungutan pajak (tax effort) untuk meningkatkan PAD tersebut

pemerintah daerah sering mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA), sebagai dasar hukum untuk memungut berbagai pajak dan retribusi, justru bersifat kontraktif terhadap perekonomian, apalagi dalam kondisi perekonomian yang lesu. Disatu sisi pemerintah daerah ingin menunjukkan ’keotonomiannya” dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Padahal menurut buku teks makroekonomi, kondisi perekonomian yang lesu justru tidak layak dipajakin karena akan menyebabkan ekonomi semakin kontraktif (lesu). Pada gilirannya kontraksi perekonomian akan menyebabkan menurunnya pendapatan daerah, pengangguran dan meningkatkan tingkat harga-harga umum. Namun jika pungutan tadi (Pendapatan Asli Daerah) dikembalikan kepada perekonomian dalam bentuk belanja pembangunan dan belanja rutin dengan benar, secara keseluruhan akan terjadi pertumbuhan ekonomi, karena secara makro ekonomi

efek ganda (multiplier effect) dari pengeluaran pemerintah lebih besar dari efek

ganda pajak (Branson 1981; Blancard 1997; Hall and Taylor 1993 ; Dornbush dan Fisher 1990). Dalam kebebasan menggunakan anggaran, pemerintah juga


(51)

dituntut syarat kehati-hatian dan selektifitas yang tinggi. Syarat utama penggunaan anggaran adalah menuruti preferensi dan kebutuhan masyarakat, bukan menurut preferensi dan kebutuhan pejabat daerah sebagai mana yang banyak terjadi. Istilah ”korupsi berjamaah” (suatu istilah yang tidak tepat,karena berjamaah biasanya untuk berbuat kebaikan) adalah suatu ungkapan ironis tentang kerjasama eksekutif dan legislatif daerah dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara tidak benar. Penyimpangan penggunaan anggaran pemerintah sebagaimana diketahui banyak pihak telah berdampak buruk pada kualitas kesehatan, pendidikan dan pemerataan pendapatan antara daerah.

Menurut Yudoyono (2001), ketika Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan kebijakan otonomi daerah secara luas dalam Undang-undang No.22 tahun 1999, beberapa daerah tampak terkejut dan meragukan kemampuannya sendiri untuk dapat melaksanakan amanat tersebut. Dua aspek yang melatarbelakangi keraguan tersebut adalah (1 ) kemampuan menghimpun PAD dan (2 ) kualitas sumber daya manusia. Keraguan akan keterbatasan (sumber daya manusia dan sumber daya alam ) juga menjadi persoalan utama dihadapi Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) di era otonomi 5.

Dalam otonomi, daerah dituntut kreatifivitas dan inovasi dalam mengelola urusan rumah tangganya. Dalam hubungan ini ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas menjadi syarat perlu, khususnya ketersediaan sumberdaya


(52)

manusia pada Aparatur Pemerintah Daerah dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD). Aparatur Pemerintah Daerah adalah pelaksana kebijakan publik, sedangkan anggota DPRD adalah aktor politik yang mewakili rakyat di lembaga legislatif daerah yang mampu membawa aspirasi rakyat (bukan ”aspirin” ).

Ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam hal kemampuan fiskal dan keterbatasan ketersediaan sumberdaya manusia yang umumnya terdapat di berbagai belahan daerah di Indonesia juga ditemui di Sumatera Utara. Pemerintah Daerah Sumatera Utara menyadari keterbatasan kemampuan keuangannya dan mutu sumberdaya manusianya. Kesadaran tersebut terbukti dan tertuang pada program pembangunan daerah, (PROPEDA) Sumatera Utara 2001-2005. Beberapa tujuan pembangunan utama dalam PROPEDA tersebut adalah (1) memberdayakan usaha kecil dan menengah koperasi dan juga BUMD agar lebih produktif dan efisien sehingga mampu memberi kontribusi yang semakin tinggi kepada pendapatan daerah, (2)

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia guna mewujudkan good governance.

Tujuan Penelitian.

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan diatas, maka tujuan penelitian ini akan lebih difokuskan untuk menjawab pertanyaan berikut;

1. Mengevaluasi kinerja fiskal Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal

2. Mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Fiskal dan


(53)

3. Mengevaluasi dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kinerja fiskal dan Perekonomian Daerah kabupaten dan kota di Sumatera Utara tahun 1990-2003.

4. Meramalkan dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian

kabupaten dan kota di Sumatera Utara tahun 2006-2008 .

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Data yang digunakan adalah Panel Data (pooled data) 1990-2003 dengan

wilayah penelitian adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara. Saat ini ada 24 Kabupaten /kota di Sumatera Utara (Tabel 2).

Tabel 2. Dua puluh empat Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Tahun 2004

Kabupaten Induk

Kabupaten

Baru Kota

1 Nias 1 Nias 1 Sibolga

2 Nias Selatan 2 T. Balai

2 Tap. Selatan 3 Tap. Selatan 3 P. Siantar

4 Mand. Natal 4 T. Tinggi

3 Tap. Tengah 5 Tap.Tengah 5 Medan

4 Tap. Utara 6 Tap. Utara 6 Binjai

7 Toba Samosir 7 P. Sidimpuan

8 Humbang. H

5 Asahan 9 Asahan

6 Labuhan Batu 10 Labuhan Batu

7 Deli Serdang 11 Deli Serdang

12 Serdang Bed

8 Simalungun 13 Simalungun

9 Karo 14 Karo

10 Dairi 15 Dairi

16 Pakpak Bharat

11 Langkat 17 Langkat


(54)

Dua diantaranya adalah kabupaten hasil pemekaran tahun 1998 yang lalu, yakni Kabupaten Mandailing Natal sebagai pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, dan Kabupaten Toba Samosir sebagai pemekaran dari Tapanuli Utara. Tiga kabupaten adalah hasil pemekaran pada tahun 2003, yaitu Kabupaten Nias Selatan sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Nias, Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Pakpak Bharat adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi. Tahun 2004 Kabupaten Deli Serdang dimekarkan menjadi Kabupaten Deli Serdang dan kabupaten Serdang Bedagei. Padang Sidempuan menjadi kota otonomi sejak tahun 2004.

Namun dalam penelitian ini kabupaten/kota dikelompokkan menjadi ”hanya” 17 kabupaten/kota, untuk menyesuaikan kondisi objektif hingga pada tahun 1990. Oleh sebab itu, seluruh kabupaten/kota yang dimekarkan sesudah tahun 1990 akan ”digabung” dengan kabupaten ”induknya”. Kabupaten Mandailing Natal digabung kedalam Kabupaten Tapanuli Selatan . Kabupaten Toba Samosir dan Humbang Hasundutan digabung kedalam Tapanuli Utara. Kabupaten Nias Selatan digabung dengan Kabupaten Nias, dan Kabupaten Pakpak Bharat digabung dengan Kabupaten Dairi, Serdang Bedagei digabung dengan Deli Serdang, Kota Padang Sidempuan digabung dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Penelitian lebih pada menganalisis implikasi ekonomi dari kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi dan distribusi pendapatan di Sumatera Utara. Implikasi sosial maupun politik yang


(55)

mungkin muncul , serta perubahan perilaku pemerintah daerah dan masyarakat berada di luar jangkauan penelitian ini.

Kinerja fiskal dilihat dari fluktuasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, perubahan alokasi anggaran pembangunan maupun rutin ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.

PDRB selama periode penelitian digunakan sebagai indikator untuk kinerja perekonomian. Stabilitas ekonomi dilihat dari fluktuasi tingkat harga dan kesempatan kerja. Laju perubahan tingkat harga merupakan indikator laju inflasi. Jumlah orang yang bekerja digunakan sebagai indikator kesempatan kerja. Distribusi pendapatan dilihat dari perbedaan relatif PDRB per kapita antar

kabupaten dan kota selama periode penelitian. Koefisien variasi (coeficient

variation) digunakan sebagai indikator tingkat distribusi pendapatan antara kabupaten dan kota.

Diduga dampak desentralisasi fiskal terhadap perekonomian akan berbeda antar daerah karena respon dan kesiapan antar daerah berbeda (kemampuan menghimpun PAD dan ketersediaan sumberdaya manusia). Analisis juga akan melihat perbedaan dampak kebijakan desentralisiasi fiskal (terhadap kinerja fiskal, PDRB, stabilitas ekonomi, dan distribusi pendapatan) antar Daerah Kabupaten dan Daerah kota,

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut; 1. Dapat melihat dampak dari kebijakan desentralisasi fiskal terhadap


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,E. 1997. Financing Decentralized Expenditures: An International comparison of Grants. Edward Elgar, Cheltenham.

Azis, I.J. and. L. Schroeder. 2001. Intergovernmental transfers and Decentralization in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 37(3) : 345-362.

Bahl,R.W. and J. Lin. 1992. Urban Public Finance in Developing Countries. Oxford University Press, New York.

Bahl,R.W. and J. Lin. 1994. Fiscal Decentralization and Intergovernmental Transfer in Less Developed Countries. The Journal of Federalism vol 24. The World Bank, Washington, D.C.

Bahl,R.W. and Mc Mullen. 1999. Fiscal Decentralization and Its Application in Less Developed Countries. The World Bank, Washington D.C.

Beier,C. and G. Ferrazzi. 1998. Fiscal Decentralization in Indonesia: A Comment on Smoke and Lewis. World Developmentr , 26(12): 2201-2211.

Blancard, O.1997. Macroeconomics. New Jersey: Prentice Hall Inc, New York. Bird, R.M. and C. Wallich. 1993. Fiscal Decentralization and Intergovernmental

Realations in Transition Economics: Towards a Systematic Framework of Analysis. The World Bank, Washington D.C.

Bird,R.M. 1994. Decentralizing Infrastructure: For Good or For Ill ? Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington D.C.

Bird,R.M. dan F. Vaillancourt. 2000. Desentralisasi Fiskal di Negara-Negara Berkembang. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2004. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Medan.

Brahman,R.H., H.Nasution dan R.P.Sinaga.2002. The Study of Expenditure/Function Assigment Under Fiscal Decetralization Scheme in Sumatera Utara Provinci And Its 19 Districts. Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara, Medan. Brodjonegoro, B.H. A.Hendranata dan M.Riatu.2001. Model Ekonometrika

Desentralisasi: Analisis Dampak Alokasi SDA dan DAU Terhadap Pemerataan dan Pertumbuhan Ekonomi antar daerah. Makalah Seminar Implikasi Ekonomi Dari Bagi Hasil Sumberdaya Alam, Jakarta.

Branson, W.H. 1981. Macroeconomics Theory and Policy. Second Edition. Harper & Row Publisher Inc, New York.

Burki,S.J.,G.E. Perry and W.R. Dillinger. 1999. Beyond the Center: Decentralizing The State. The World Bank, Washington D.C.


(2)

Capuno, J.J. 2001. Estimating the Income Elasticity of Local Government Revenues and Expenditures in the Philippines under Decentralization. The Third IRSA

International Conference” Indonesia’s Sustainable Development in a Decentralization Era”, March 20 –21, Jakarta.

Center for Economics and Social Studies (CESS).2001.Desentralisasi Fiskal &

Implikasinya Terhadap Kondusifitas Iklim Usaha Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia. Center for Economics and Social Studies, Jakarta.

Challen,D.W and A.J. Hagger. 1983. Macroeconometric System : Construction, Validation and Applications. The Macmillan Press Ltd, London.

De Mello, L.R. 2000. Fiscal Decentralization and Intergovernmental Fiscal Relation: A Cross-Country Analysis. World Development 28(2): 365-380, Great Britain.

Departemen Dalam Negeri .1980. Undang – Undang No.32 tahun 1956. Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Departemen Dalam Negeri, Jakarta.

Departemen Dalam Negeri.2002. Himpunan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah. Departemen Dalam Negeri, Jakarta.

Dillinger,W. and S.B. Webb. 1999. Decentralization and Fiscal Management in

Colombia. Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington D.C. Dornbursh, R. and S. Fisher .1990. Macroeconomics. Fourth Edition. Mc Graw – Hill

Book Company, Tokyo.

Ehdaie, J. 1994. Fiscal Decentralization and the size of Government: An Extension with Evidence from Cross-Country data. Policy Research Working Paper. The

World Bank, Washington D.C.

Elmi, B. 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Faguet, J.P. 2001. Does Decentralization Increase Responsiveness to Local Needs?: Evidence from Bolivia. Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington D.C.

Froyen, R.T.1996. Macroeconomics: Theories and Policies. Fifth Edition. : Prentice Hall Inc, New Jersey.

Hadi, S. 2001. Assessing the New Decentralization Polivcy in Indonesia: Inconsistent or Incomplete Framework. The Third IRSA International Conference”

Indonesia’s Sustainable Development in a Decentralization Era”, March 20 –21, Jakarta.

Hall, R.E. and J.B.Taylor.1993. Macroeconomics: Theory and Policy. Fourth Edition.W.W.Norton & Company, New York.

Intriligator, M., R.Bodkin and C.Hsiao.1996. Econometric Models, Techniques and Applications. Second Editions. Prentrice Hall International Edition, New Jersey.


(3)

Jhonston, J. 1991. Econometric Methods. Third Edition. Mc Graw-Hill International Edition, Auckland.

Jhingan, M.L .1993.Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan.P.T. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

J & J Learning.2000. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No.25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom. Cetakan Pertama. J & J Learning , Yogyakarta.

_____________. Undang-undang N0.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.. Cetakan Pertama, J &J Learning, Yogyakarta.

_____________. Undang-undang N0.34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi daerah. Cetakan Pertama , J &J Learning , Yogyakarta.

_____________. Undang – Undang N0.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Cetakan Pertama, J & J Learning Yogyakarta.

_____________ .2004. Undang – undang N0.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Cetakan Pertama, J & J Learning, Yogyakarta.

____________. 2004. Undang-undang N0.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Cetakan Pertama , J &J Learning , Yogyakarta.

Kadjatmiko dan R.B. Mahi.2002.Dana Alokasi Umum 2002. Dalam Siddik.M (ed).2002. Dana Alokasi Umum: Konsep, Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Penerbit Buku Gramedia, Jakarta.

Kawagoe, T. 1998. Interregional Resource Transfer and Economic Growth in Indonesia. Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington D.C.

Koutsoyiannis, A.1978. Theory of Econometrics. Harper & Row Publishers Inc, New York.

Kuncoro, M. 1993. The Political Economy of Decentralization in Indonesia: Towards Cultivating the Grass-Roots? The Indonesian Quarterly, 21 (3):hal 25-30. Lewis , B.D. 2001. The New Indonesian Equalisation Transfer. Bulletin of Indonesian

Economic Studies, 37 (3): 325 – 343.

Lin, J.Y. and Z. Liu. 2000. Fiscal Decentralization and Economic Growth in China. The University of Chicago, Chicago.

Ma, J. 1998 . Intergovernmental Fiscal Transfers in Nine Countries: Lesson for Developing Countries. Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington D.C.


(4)

Mahi, R.B. 2001. Problems on The Design and Implementation of Fiscal

Decentralization Policy. Paper on Seminar Indonesia’s Sustainable Development in a Decentralization Era, Jakarta.

Mahi, R.B dan Adriasyah.2002. Sejarah Transfer Keuangan Pusat ke Daerah. Dalam Siddik.M (ed).2002. Dana Alokasi Umum: Konsep , Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Mankiw,N.G. 2000.Macroeconomics. Fourth Edition. Worth Publishers, New York. Manor, J. 1999. The Political Economy of Democratic Decentralization. The World

Bank, Washington D.C.

Maro, P.S. 1990. The Impact of Decentralization on Spatial Equity at Development in Tanzania. World Development ,18 (5).

Musgrave, R.A.and P.B. Musgrave. 1984. Public Finance In Theory And Practice. Fifth Edition. McGraw Hill Book Company, New York.

Nadapdap, B. 1990. Studi Simulasi Model Persaman Simultan Untuk Makroekonomi Dengan Beberapa Metoda pendugaan. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nanga, M.2006. Dampak Transfer Fiskal Terhadap Kemiskinan di Indonesia: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nombo, R.L. 2000. Regional Autonomy Program in Indonesia: What Issues Complicatyed Its Implementations? The Indonesian Quarterly, 28 (3). Pakasi, C.B.D.2005. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Perekonomian Daerah

Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Utara. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pardede, R.2004. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara dan Kotamadya Medan: Aplikasi Model Input – Output. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Parker, A.N. 1995. Decentralization: The Way Forward for Rural Development? Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington D.C.

Parry, T.R. 1997. Achieving Balance in Decentralization: A Case Study of Education Decetralization in Chile. World Development. Elsevier Science Ltd.London. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan BAPPEDASU.2001. Perda No.6 Tahun 2001

tentang Program Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2005. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan BAPPEDASU, Medan. _________________________________________________. Perda No.7 Tahun 2001

tentang Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2005. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan BAPPEDASU, Medan.


(5)

Pindyk, R.S. and D.L. Rubinfeld .1991.Econometric Model and Economic Forecast. Third Edition. Mc Graw-Hill International, Singapore.

Prud’homme, R.P. 1994. On the Dangers of Decentralization. Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington D.C.

___________. 1995. The Dangers of Decentralization. The World Bank Research Observer, 10(2) : 201-220. The World Bank, Washington D.C.

Ranis, G. and F. Stewart. 1994. Decentralization in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies. 50(3); 41-72.

Robalino, D.A.,O.F. Picazo and A. Voetberg. 2001. Does Fiscal Decentralization Improve Health Outcomes?: Evidence from a Cross- Country Analysis. Policy Research Working Paper, The World Bank,Washington D.C.

Saefudin.2005. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Perekonomian dan Kelembagaan di Provinsi Riau. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Safrizal .2001. Some Possible Impacts of Regional Autonomy. West Sumatera Case. Seminar Desentralisasi Fiskal, Jakarta.

Shah, A. 1994. A Fiscal Needs Approach to Equalization Transfers in a Decentralized Federation. The World Bank Policy Research Department, Washington D.C. ______. 1998. Fiscal Federalism and Macroeconomic Governance: For Better or for Worse? Policy Research Working Paper. The World Bank, Washington D.C. Siddik,M. (ed). 2002. Dana Alokasi Umum: Konsep, Hambatan dan Prospek di Era

Otonomi Daerah. LPEM-FEUI, MPKP-FEUI, Dirjen PKPD , Depatemen Keuangan dan Kompas. Penerbit Gramedia, Jakarta.

SMERU.2001. Indonesia’s Decentralization Policy: The Budget Allocation and Its Implication for Business Environment. Working Paper, SMERU, Jakarta. SMERU.2002. Regional Autonomy in Indonesia: Field Experiences and Emerging

Challenges. Working Paper, SMERU, Jakarta.

Sinaga, B.M.1989. Econometric Model of The Indonesian Hardwood Products Industry: A Policy Simulation Analysis. PhD Disertation. University of Philipines, Los Banos.

Sinaga, B.M. dan H.Siregar.2005. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Perekonomian Daerah di Indonesia. Institut Pertanian Bogor dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Bogor.

Smoke , P. and B.D. Lewis. 1996. Fiscal Decentralization in Indonesia: A New Approach to An Old Idea. World Development 24(8): 1281-1299. Stevenson, A.,V. Mustacelli and M. Gregory.1988. Macroeconomic Theory and


(6)

Sumedi. 2005. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Kesenjangan Antar Daerah dan Kinerja Perekonomian Nasional Dan Daerah. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sundaram, K.V. 1999. Decentralized Planning and Financing of Rural Development in India. Regional Development Dialoque 20, No.2.

Tambunan, M. and H. Seldadyo. 1999. Fiscal Decentralization : A New Wave with New Challenges. Paper presented for “ Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional VII”, Serpong 9 – 11 September 1999.

Todaro, M.P.2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. P.T. Erlangga, Jakarta. Usman. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Distribusi Pendapatan dan

Tingkat Kemiskinan. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

World Bank.2005. Making Decentralization Work. World Bank,Washington D.C. Wuryanto, L.E. 996. Fiscal Decentralization and Economic Performance in

Indonesia: An Interregional Computable General Equlibrium Approach. PhD Dissertation. Cornel University, Boston.

Yudoyono, B. 2002. Otonomi Daerah. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Pustaka Sinar Harapan,Yogyakarta.