Pengaruh Pemanasan dan Konsentrasi Giberelin Terhadap Viabilitas Benih Kopi Arabika (Coffea arabica L.)

6

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Klasifikasi

tanaman

kopi

Arabika

adalah

sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae; Subkingdom : Tracheobionta; Super Divisi : Spermatophyta;
Divisi : Magnoliophyta; Kelas : Magnoliopsida; Sub Kelas : Asteridae;
Ordo : Rubiales; Famili : Rubiaceae; Genus : Coffea; Spesies : Coffea arabica L.

(United States Department of Agriculture, 2011).
Kopi Arabika termasuk jenis tanaman berkeping dua (dikotil) dan
memiliki akar tunggang. Pada akar tunggang, ada beberapa akar kecil yang
tumbuh ke samping (melebar) yang sering disebut akar lateral. Pada akar lateral
ini terdapat akar rambut, bulu – bulu akar, dan tudung akar (Panggabean, 2011).
Tanaman kopi Arabika berbentuk semak tegak atau pohon kecil yang
memiliki tinggi 5 m sampai 6 m dan memiliki diameter 7 cm saat tingginya
setinggi dada orang dewasa. Kopi Arabika dikenal oleh dua jenis cabang, yaitu
orthogeotropic yang tumbuh secara vertikal dan plagiogeotropic cabang yang
memiliki sudut orientasi yang berbeda dalam kaitannya dengan batang utama.
Selain itu, kopi Arabika memiliki warna kulit abu - abu, tipis, dan menjadi pecah pecah dan kasar ketika tua (Hailu, 2011).
Daun kopi Arabika berwarna hijau gelap dan dengan lapisan lilin
mengkilap. Daun ini memiliki panjang empat hingga enam inci dan juga
berbentuk oval atau lonjong. Daun kopi Arabika juga merupakan daun sederhana
dengan tangkai yang pendek dengan masa pakai daun kopi Arabika adalah kurang
dari satu tahun. Pohon kopi Arabika memiliki susunan daun bilateral, yang berarti

Universitas Sumatera Utara

7


bahwa

dua

daun

tumbuh

dari

batang

berlawanan

satu

sama

lain


(Roche dan Robert, 2007).
Bunga kopi Arabika memiliki mahkota yang berukuran kecil, kelopak
bunga berwarna hijau, dan pangkalnya menutupi bakal buah yang mengandung
dua bakal biji. Benang sari pada bunga ini terdiri dari 5 – 7 tangkai yang
berukuran pendek. Kopi Arabika umumnya akan mulai berbunga setelah berumur
± 2 tahun. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang
terletak pada cabang primer. Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga
secara serempak dan bergerombol (Najiyati dan Danarti, 1997).
Buah tanaman kopi terdiri atas daging buah dan biji yang terdiri atas kulit
biji dan lembaga. Lembaga atau sering disebut endosperm merupakan bagian
yang

bisa

dimanfaatkan

sebagai

bahan


untuk

membuat

kopi

(Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Zona terbaik pertumbuhan kopi Arabika adalah antara 20° LU dan
20° LS. Sebagian besar daerah kopi di Indonesia terletak antara 0 - 10° LS yaitu
Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara
0 - 5° LU yaitu Aceh dan Sumatera Utara (Sihaloho, 2009). Tanaman kopi
Arabika memerlukan curah hujan 1250 - 2500 mm/tahun dan bulan kering (curah
hujan < 60 mm/bulan) 1-3 bulan. Kopi Arabika baik tumbuh dengan citarasa yang
bermutu pada ketinggian tempat 1000 - 2000 m dpl (Hadi et al., 2014). Rata-rata
suhu yang ideal untuk pertumbuhan kopi berkisar antara 15°C dan 24°C meskipun
dapat mentolerir suhu jauh di bawah atau di atas batas-batas untuk periode
pendek. Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran bunga dan
pembentukan buah berkurang sementara, pertumbuhan menjadi lambat, kerdil dan


Universitas Sumatera Utara

8

tidak ekonomis, produksi cabang sekunder dan tersier menjadi tinggi
(Najiyati dan Danarti, 1997).
Perkecambahan
Perkecambahan merupakan batas antara benih yang masih tergantung pada
sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu mengambil sendiri
unsur hara. Oleh karenanya perkecambahan merupakan mata rantai terakhir dalam
proses penanganan benih. Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor
dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi) dan
kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya dan bebas dari hama dan
penyakit (Utomo, 2006).
Menurut Sutopo (2012), proses perkecambahan benih terdiri dari beberapa
tahap. Tahap pertama perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air
benih, melunaknya kulit benih dan penambahan air pada protoplasma sehingga
menjadi encer. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim serta
naiknya tingkat respirasi benih yang mengakibatkan pembelahan sel dan
penembusan kulit biji oleh radikel. Tahap ketiga merupakan tahap penguraian

bahan-bahan seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi bentuk yang melarut
dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari
bahan-bahan yang telah diuraikan di daerah meristematik untuk menghasilkan
energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel baru. Tahap
kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan,
pembesaran dan pembelahan sel-sel pada titik tumbuh.

Universitas Sumatera Utara

9

Dormansi Biji
Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakan pada keadaan yang secara umum dianggap
telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih
dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun
tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2012).
Dormansi pada beberapa jenis benih disebabkan oleh: 1) struktur benih,
misalnya pada kulit benih, braktea, gluma, perikap, dan membran, yang
mempersulit keluar masuknya air dan udara; 2) kelainan fisiologis pada embrio;

3) penghambat (inhibitor) perkecambahan atau penghalang lainnya; 4) gabungan
dari faktor-faktor diatas (Justice dan Louis, 1994).
Terdapat beberapa tipe pada dormansi benih yaitu: 1) dormansi fisik yang
menyababkan pembatasan struktural terhadap perkecambahan, seperti kulit biji
yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya
air atau gas pada beberapa benih tanaman; 2) dormansi fisiologis yang disebabkan
oleh sejumlah mekanisme, umumnya dapat juga disebabkan pengatur tumbuh baik
penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor
dalam seperti immaturity atau ketidak masakan embrio, dan sebab-sebab fisilogi
lainnya (Sutopo, 2012).
Dormansi dapat diatasi dengan melakukan perlakuan sebagai berikut :
1) pemarutan atau penggoresan (skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan
kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara;
2) stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah (cold stratification) ataupun
suhu yang tinggi (warm stratification), dimana benih yang mengalami dormansi

Universitas Sumatera Utara

10


fisiologis dikarenakan rendah selama waktu tertentu agar benih dapat aktif
kembali; 3) perubahan suhu (alternating) dengan tujuan untuk mempercepat
perkecambahan dilakukan teknik dengan perubahan-perubahan suhu, artinya
direndahkan derajatnya (5oC – 10oC) tergantung dari jenis benih atau ditinggikan
derajatnya (20oC – 35oC); 4) penggunaan zat kimia dalam perangsangan
perkecambahan benih (Kartasapoetra, 2003).
Ada beberapa teknik untuk mematahkan dormansi yaitu dengan skarifikasi
secara mekanis, fisik maupun kimia. Salah satu cara efektif pematahan dormansi
adalah dengan menggunakan larutan kimia. Berbagai larutan yang biasa dipakai
untuk pemecahan dormansi diantaranya adalah larutan KNO3, H2SO4, HCl, dan
larutan lainnya. Disamping itu dapat pula digunakan hormon tumbuh seperti
sitokinin, auksin dan Giberelin. Pemberian Giberelin pada benih terong dengan
dosis 100-200 ppm dapat menghilangkan dormansi benih tersebut (Sutopo, 2012).
Perlakuan Suhu pada Benih
Menurut Sutopo (2012) struktur kulit biji juga terdiri dari lapisan sel-sel
serupa polisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar dan lapisan
lilin dari bahan kutikula. Pada bagian dalam akan mengakibatkan permeabilitas
yang rendah. Proses dalam tumbuhan seperti difusi, osmosis dan imbibisi sangat
dipengaruhi oleh temperatur, kenaikan temperatur akan menambah giatnya difusi,
osmosis dan imbibisi, untuk kegiatan difusi bertambah 1,2 sampai 1,3 kali pada

kenaikan suhu 10°C.
Pada penelitian

Isnaeni dan Habibah (2014) pengaruh suhu terhadap

perkecambahan biji kepel menunjukan bahwa suhu yang paling optimal adalah
40oC karena persentase perkecambahannya 100%. Hal ini membuktikan bahwa

Universitas Sumatera Utara

11

perubahan struktur tanin dan lignin pada kulit biji kepel terurai maksimal pada
suhu tersebut, sehingga banyak biji yang dapat berkecambah setelah direndam air
pada suhu 40oC. Sedangkan hasil penelitian Siregar (2013) diperoleh perlakuan
benih Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) disiram dengan air hangat
60°C dan dibiarkan hingga dingin selama 24 jam, dan air diganti berpotensi
meningkatkan persentase perkecambahan benih andaliman mencapai 36.25% pada
63.31 hari setelah pengecambahan.
Air panas, mematahkan dormansi fisik pada Leguminosae melalui

tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereid, atau merusak tutup
strophiolar. Metode ini paling efektif bila benih direndam dalam air panas.
Pencelupan juga baik untuk mencegah kerusakan embrio. Perubahan suhu yang
cepat menyebabkan perbedaan tegangan, bukan karena suhu tinggi, bila
perendaman terlalu lama panas dapat diteruskan ke dalam embrio sehingga dapat
menyebabkan kerusakan. Cara umum dilakukan adalah dengan menuangkan
benih dalam air mendidih dan membiarkannya untuk mendingin dan menyerap air
selama 12-24 jam. Suhu air menurun dengan cepat sehingga tidak merusak
embrio, contoh pada Cassia siamea. Kepekaan terhadap suhu bervariasi di antara
maupun di dalam jenis, demikian pula pada beberapa jenis Acacia yang lebih baik
diberi perlakuan di bawah titik didih, sedangkan benih kering yang masak atau
kulit bijinya relatif tebal, toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
Namun jenis berkulit sangat keras seperti Acacia dari Afrika terbukti tidak
terpengaruh perlakuan air mendidih (Utomo, 2006).

Universitas Sumatera Utara

12

Giberelin

Asam Giberelin (GA) adalah kelompok hormon tanaman yang ada secara
alami. Ia berperan dalam proses awal perkecambahan melalui aktivitas produksi
enzim dan pengangkutan cadangan makanan. Dalam hubungannya dengan
dormansi GA mengatur pengaruh zat-zat penghambat seperti coumarin, atau
ABA. Penggunaan asam Giberelin (biasanya GA3) berpengaruh mengatasi
dormansi suhu, dormansi cahaya dan dormansi yang diakibatkan oleh zat
penghambat. GA juga berpengaruh positif dalam perkembangan tunas dan vigor
(Utomo, 2006).
Perkecambahan pada biji diatur oleh sejumlah hormon yang kerjanya
bertahap. Pertama kali absorbsi air dari tanah menyebabkan embrio memproduksi
sejumlah kecil Giberelin. Giberelin menggiatkan enzim hidrolitik dalam
pencernaan cadangan makanan dalam benih setelah benih menyerap air. Giberelin
membantu mempercepat hidrolisis amilase menjadi gula maltosa dan glukosa.
Semakin banyak ketersediaan Giberelin, proses hidrolisis amilase juga juga
semakin cepat dan gula-gula sederhana yang dihasilkan juga semakin banyak.
Adanya cadangan energi yang tinggi dapat memacu pembelahan dan pemanjangan
sel sehingga pertumbuhan kecambah meningkat. Akibatnya, kualitas kecambah
yang dihasilkan menjadi lebih baik. Giberelin dalam konsentrasi yang rendah
sudah dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Namun pada
kosentrasi yang tinggi tidak akan membawa pengaruh atau menyebabkan respon
negatif pada tanaman (Sari, 2016).
Giberelin (GA3) merupakan hormon yang dapat ditemukan pada hampir
semua seluruh siklus hidup tanaman. Hormon ini mempengaruhi perkecambahan

Universitas Sumatera Utara

13

biji, batang perpanjangan, induksi bunga, perkembangan biji dan pertumbuhan
pericarp. Selain itu, hormon ini juga berperan dalam respon menanggapi rangsang
melalui regulasi fisiologis berkaitan dengan mekanisme biosintesis GA. Giberelin
yang aktif secara biologis (GA bioaktif) mengontrol beragam aspek pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, termasuk perkecambahan biji, batang perpanjangan,
perluasan daun, dan bunga dan pengembangan benih (Bewley dan Black, 1978).
Menurut Gardner et al. (1991) Giberelin berperan dalam proses awal
perkecambahan melalui aktivitas produksi enzim yang berfungsi dalam
perombakan bahan – bahan cadangan makanan yaitu karbohidrat, protein dan
lemak sehingga lebih mudah diserap oleh embrio. Salisbury dan Ross (1995)
menyatakan bahwa Giberelin dapat menginduksi enzim penghidrolisis bahan
organik yang diperlukan dalam perkecambahan biji. Hasil perombakan cadangan
makanan tersebut menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan
pertumbuhan sel–sel baru, seperti munculnya radikula dan plumula dari kulit biji.
Penelitian yang dilakukan oleh Cahyanti (2009) menunjukkan bahwa
perlakuan perendaman benih kopi dalam larutan GA3 500 ppm selama 24 jam
berpengaruh terhadap panjang akar tunggang, jumlah akar sekunder, tinggi
hipokotil, kecambah serta bobot basah dan bobot kering kecambah. Hal ini dapat
terjadi karena GA3 berfungsi untuk menstimulasi panjang batang dengan cara
menstimulasi pembelahan dan pemanjangan sel.
Durmistan (1991) menyatakan bahwa pematahan dormansi yang paling
baik pada benih kenanga (Cananga odorata) adalah dengan pengampelasan dan
kombinasi perlakuan pengampelasan dan perendaman GA3 400 ppm selama

Universitas Sumatera Utara

14

12 jam dapat meningkatkan potensi tumbuh maksimum 13.33%, daya
berkecambah 6.66%, dan kecepatan tumbuh benih 1.53%/etmal terhadap kontrol.
Konsentrasi Giberelin 500 ppm dengan lama perendaman 24 jam
merupakan konsentrasi yang optimal dalam merangsang perkecambahan biji
Calopogonium caeruleum. Konsentrasi Giberelin ini merupakan konsentrasi yang
maksimal yang diberikan pada perlakuan demikian juga halnya dengan waktu
lama perendaman. Giberelin eksternal yang diberikan akan mengubah level
Giberelin internal yang terdapat dalam biji, level inilah yang merupakan faktor
pemicu untuk terjadinya proses perkecambahan (Asra, 2014).

Universitas Sumatera Utara