Peran Berbagai Sumber N Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merill.) di Lahan Kering

4

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Van Steenis (2003), tanaman kedelai diklasifikasikan ke dalam
Kingdom Plantae dengan divisi Spermatophyta. Kedelai merupakan tanaman
berbiji terbuka yaitu dengan subdivisi Angiospermae. Tanaman kedelai termasuk
ke dalam kelas Dicotyledonae, berordo Polypetales dengan famili Papilionaceae
(Leguminosae). Nama spesies dari tanaman ini adalah Glycinemax (L.) Merill.
dengan genus Glycine.
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan
akar sekunderyang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali
membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada
umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah
yang terlalu tinggi (Irwan, 2006).
Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini
didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe
determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman
mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila
pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai

berbunga. Di samping itu, ada varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe
batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate atau
semi-indeterminate (Irwan, 2006).
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitustadia
kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai

Universitas Sumatera Utara

5

daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves)yang tumbuh selepas
masa pertumbuhan(Andrianto dan Indarto, 2004).
Tanaman kedelai di Indonesia yang mempunyai panjang hari rata-rata
sekitar 12 jam dan suhu udara yang tinggi (>30°C), sebagian besar mulai
berbunga pada umur antara 5-7 minggu. Tanaman kedelai termasuk peka terhadap
perbedaan panjang hari, khususnya saat pembentukan bunga. Periode berbunga
pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 23 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia.jumlah bunga pada tipe batang
determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate.
Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih
dan ungu (Irwan, 2006).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya
bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk
pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam,antara 1-10 buah dalam setiap
kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50,
bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan
semakin cepat setelahproses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk
polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini
kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning
kecoklatan pada saat masak. (Hidajat, 1985).
Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan embrio.
Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat,
hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil,berupa lubang kecil yang
terbentuk pada saat proses pembentukan biji (Suprapto, 1992).

Universitas Sumatera Utara

6

Syarat Tumbuh
Iklim

Indonesia mempunyai iklim tropis yang cocok untuk pertumbuhan kedelai
karena kedelai menghendaki cuaca yang cukup panas. Pada umumnya
pertumbuhan kedelai sangat ditentukan oleh ketinggian tempat dan biasanya akan
tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m di atas permukaan air laut.
Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34ºC, akan tetapi suhu
optimum

bagi

pertumbuhan

tanaman

kedelai

23-27ºC.

Pada

proses


perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30ºC
(Wardiyono, 2008).
Apabila tanah cukup lembab dan suhunya ada di atas 210C biji
berkecambah lebih cepat. Biasanya pada suhu ini tanaman akan muncul di atas
permukaan tanah sekitar 5 hari setelah waktu tanam. Suhu yang rendah dan
kelembaban tanah yang sangat tinggi menghambat perkecambahan dan
menyebabkan busuknya biji (Irwan, 2006).
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan
sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman
kedelai

membutuhkan

curah

hujan

antara


100-200

mm/bulan

(Departemen Pertanian, 1996).
Penanaman yang dilaksanakan pada musim hujan berlebihan, akan
mengalami gangguan yang merugikan pertumbuhan terutama disebabkan karena
serangan

penyakit

dan

hambatan

dalam

pengolahan

lepas


panen

(Wardiyono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

7

Tanah
Tanah yang ideal untuk usaha tani kedelai adalah yang bertekstur liat
berpasir, liat berdebu-berpasir, debu berpasir, drainase sedang-baik, mampu
menahan kelembaban tanah dan tidak mudah tergenang. Kandungan bahan
organik tanah sedang-tinggi (3-4%) sangat mendukung pertumbuhan tanaman,
apabila hara tanahnya cukup (Sumarno dan Manshuri, 2007).
Untuk dapat tumbuh baik kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur
dan kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah
akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad
renik yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman
(Irwan, 2006).

Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah
pH 5,8-7,0 optimum pada pH 6,8. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya
sangat terhambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil
dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses
pembusukan) akan berjalan kurang baik (Suprapto, 1992).
Sumber N Hayati
Secara definisi pupuk hayati adalah mikroorganisme hidup yang
ditambahkan kedalam tanah dalam bentuk inokulan atau dalam bentuk lain untuk
memfasilitasi hara tertentu bagi tanaman. Pupuk hayati adalah mikroorganisme
yang dipakai untuk memperbaiki kesuburan tanah (Damanik, dkk, 2010).
Illetrisoy adalah pupuk hayati rakitan Balai Penelitian Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian, yang berisi mikroba-mikroba yang bermanfaat
untuk pertumbuhan dan produksi kedelai dan sedang diuji coba untuk

Universitas Sumatera Utara

8

diaplikasikan untuk tanaman kedelai di lahan-lahan marjinal seperti lahan kering
masam dan non masam (Harsono dkk., 2010).
Keunggulan pupuk hayati illetrisoy di antaranya adalah : (1) Mengandung

tiga isolat bakteri Bradyrhizobium japonicum yang efektif dan toleran pada tanah
masam hingga pH 4,0(2) Mampu menggantikan kebutuhan pupuk urea lebih dari
50% pada tanaman kedelai di tanah masam dan non masam, (3) Penggunaannya
sangat mudah, yaitu dicampur dengan benih kedelai pada saat tanam dengan dosis
40 gram Agrisoy/8 kg benih, sehingga dalam satu hektar hanya dibutuhkan 200
gram Agrisoy (Balitkabi, 2015).
Menurut Prihastuti (2013), aplikasi pupuk hayati Illetrisoy pada tanaman
kedelai menunjukkan perbaikan sifat kimia dan biologi tanah ditinjau dari
kenaikan kandungan unsur hara tanah (terutama N dan K) dan total populasi
mikroba hingga seratus kali.
Simbiosis yang efektif dan efisien akan menghasilkan N tertambat
yang tinggi, dimana N dapat digunakan oleh tanaman untuk tumbuh
dan

berkembang,

sehingga

pertumbuhannya


akan

menjadi

lebih

baik

(Pasaribu dan Simanjuntak, 1983).
Sumber N Organik
Penggunaan jerami sebagai bahan organik dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk N, memperbaiki kesuburan tanah dengan menyediakan unsur
hara terutama K, selain itu dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Kandungan hara
jerami padi saat panen tergantung pada kesuburan tanah, kualitas dan kuantitas air
irigasi,

jumlah

pupuk


yang

diberikan,

kultivar

dan

musim/iklim

(Suriadikarta dan Adimihardja, 2001).

Universitas Sumatera Utara

9

Biochar merupakan butiran halus dari limbah pertanian sekam padi, jerami
padi dan arang kayu yang berpori (porous), bila digunakan sebagai suatu
pembenah tanah dapat mengurangi jumlah CO2 dari udara. Biochar lebih efektif
menahan unsur hara untuk ketersediaannya bagi tanaman dibanding bahan

organik lain seperti sampah dedaunan, kompos atau pupuk kandang. Biochar juga
menahan P yang tidak bisa diretensi oleh bahan organik tanah biasa, biochar juga
menyediakan media tumbuh yang baik bagi berbagai mikroba tanah. Karbon
hitam yang berasal dari biomassa, atau arang hayati (biochar) dihasilkan melalui
pembakaran pada temperatur 300-500ºCdalam kondisi oksigen yang terbatas.
Hasilnya, bahan organik sangat aromatis dengan konsentrasi karbon 70-80%
(Lehmann, 2009).
Pemberian biochar sebesar 12 ton/ha berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, total luas daun, dan bobot kering biji per plot. Hal ini dikarenakan
biochar mampu meningkatkan ketersediaan nitrogen yang dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman (Sampurno, 2015).
Sumber N Anorganik
Urea CO(NH2)2 merupakan pupuk anorganik padat yang paling banyak
digunakan di Indonesia yang bersifat sangat higroskopis dengan kandungan N
yang tinggi (46%). Untuk dapat diserap oleh akar tanaman urea harus mengalami
proses ammonifikasi (NH4) lebih kurang 1-3 hari dan nitrifikasi (NO3) kurang
dari 7 hari. Cepat dan lambatnya perubahan bentuk amide dari urea ke bentuk
senyawa N yang dapat diserap oleh tanaman sangat bergantung pada beberapa
faktor ialah keadaan populasi aktivitas mikroorganisme, kadar air dari tanah,
temperatur tanah dan banyaknya pupuk urea yang diberikan Perubahan dari

Universitas Sumatera Utara

10

nitrogen organik menjadi nitrogen anorganik dan dapat digunakan tanaman
umumnya hanya mencapai 2% - 3%. Perubahan ini dapat merupakan sumber
nitrogen tanah dalam waktu yang relatif lama untuk tanaman, bila tidak terdapat
gangguan lain yang mempercepat proses mineralisasi. Dalam proses mineralisasi
bahan organik ini berperan enzim-enzim yang menghidrolisis protein komplek
(Damanik, dkk., 2010).
Pemberian pupuk urea sebagai sumber hara N merupakan perlakuan yang
memberikan respons terbaik terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah
bintil akar, jumlah bintil akar efektif, panjang akar, bobot bintil akar, bobot bintil
akar efektif, jumlah polong, jumlah polong berisi, bobot polong berisi, bobot
polong kering biji per tanaman, dan bobot kering 100 biji walaupun belum nyata
secara statistik. Hal ini karena pupuk anorganik mengandung unsur N yang lebih
tinggi dan cepat tersedia dan diserap oleh akar (Afrianti, 2013).
Varietas
Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan menghasilkan
varietas kedelai yang memiliki hasil panen yang tinggi, tahan terhadap penyakit,
dan toleran terhadap kekeringan atau keasaman tanah. Ukuran biji besar
merupakan sifat yang penting dalam perakitan varietas unggul di Indonesia yang
memiliki potensi produksi tinggi (Wahdina, 2004).
Varietas berperan penting dalam produksi kedelai, karena untuk mencapai
hasil yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi genetiknya. Potensi hasil di
lapangan dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik dengan pengelolaan
kondisi lingkungan. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

11

baik, potensi hasil yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai
(Adisarwanto 2006).
Suatu penampilan yang ditunjukkan oleh individu tidak hanya disebabkan
oleh genotif atau hanya oleh lingkungan untuk mengekspresikannya. Jika dua
individu dipelihara dalam lingkungan yang sama maka perbedaan apapun yang
akan muncul pasti disebabkan oleh genotifnya (Loveless, 1989).
Beberapa varietas yang mempunyai biji besar, toleran terhadap lahan
kering masam serta mempunyai produksi tinggi 2,0-3,9 t/ha seperti Rajabasa.
Sejak tahun 2003 sampai 2008, Balitkabi Malang telah menghasilkan beberapa
varietas unggul baru kedelai umur genjah (70 hari – 85 hari) dan produksi tinggi
(2,21 – 3,40 t/ha) seperti Gepak Ijo, Gepak Kuning, Grobogan, Arjasari, Gumitir,
Argopuro, Baluran, dan Kipas Merah.Varietas Panderman yang mempunyai umur
85 hari yang bijinya besar dan tahan terhadap ulat grayak. Beberapa varietas yang
tahan kering dan masam serta mempunyai produksi yang tinggi (2,5 t/ha) seperti
varietas Tanggamus, Sibayak, Nanti, Rata, dan Seulawan (Balitkabi, 2008).
Menurut hasil penelitian Balitkabi Malang (2008), menunjukkan bahwa
beberapa varietas yang mempunyai produksi tinggi seperti Grobogan (2,70 t/ha),
ukuran biji 18 g/100 biji (biji besar) dan umur masak sekitar 76 hari (umur
genjah),varietas Detam-1 (2,51 t/ha), ukuran biji 14,84 g/100 biji (biji sedang),
dan umur masak sekitar 85 hari (umur sedang), varietas Detam-2 (2,46 t/ha),
ukuran biji 13,54 g/100 biji (biji sedang), dan umur masak 82 hari (umur sedang),
varietas Ijen (2,49 t/ha), ukuran biji 11,23 g/100 biji (ukuran sedang), dan umur
masak 83 hari (umur sedang), varietas Anjasmoro (2,25 t/ha), ukuran biji 14,815,3 g/100 biji besar), umur masak 92 hari (umur dalam/panjang), varietas

Universitas Sumatera Utara

12

Mahameru (2,04-2,16 t//ha), ukuran biji 16,5-17,0 g/100 (biji besar), dan umur
masak 94 hari (umur dalam/panjang), varietas Tanggamus (1,22 t/ha), ukuran biji
11 g/100 (ukuran sedang), dan umur masak 88 hari (umur sedang), varietas Kaba
(2,13 t/ha), ukuran biji 10,37 g/100 biji (biji sedang), dan umur masak 85 hari
(umur sedang), varietas Sinabung (2,16 t/ha), ukuran biji 10,68 g/100 biji (biji
sedang), dan umur masak 88 hari (umur sedang), varietas Burangrang (2,05 t/ha),
ukuran biji 17 g/100 biji (biji besar), dan umur masak 82 hari (umur sedang),
varietas Argomulyo (2,0 t/ha), ukuran biji 16 g/ha, dan umur masak 81 hari (umur
sedang, dan varietas Willis (1,60 t/ha), ukuran biji 10 g/ha (biji sedang), dan umur
masak 87 hari (umur sedang).
Lahan Kering
Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang mempunyai
potensi besar untuk usaha pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura (sayuran
dan buah-buahan) maupun tanaman tahunan dan peternakan. Berdasarkan Atlas
Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000 (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat 2001), Indonesia memiliki daratan sekitar
188,20 juta ha, terdiri atas 148 juta ha lahan kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan
basah (22%) (Abdurachman, dkk, 2008).
Pada umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang
rendah, terutama pada tanah-tanah yang tererosi, sehingga lapisan olah tanah
menjadi tipis dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin diperburuk
dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada tanaman pangan
semusim. Di samping itu, secara alami kadar bahan organik tanah di daerah tropis
cepat menurun, mencapai 30−60% dalam waktu 10 tahun (Brown dan Lugo 1990

Universitas Sumatera Utara

13

dalam Suriadikarta et al. 2002). Bahan organik memiliki peran penting dalam
memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Meskipun kontribusi unsur hara
dari bahan organik tanah relatif rendah, peranannya cukup penting karena selain
unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber unsur esensial lain seperti C,
Zn, Cu, Mo, Ca, Mg, dan Si (Suriadikarta, dkk, 2002)

Universitas Sumatera Utara