Hubungan Usia Ibu dengan Komplikasi Kehamilan di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Tahun 2014-2015
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komplikasi Kehamilan
Kehamilan adalah masa mulai dari terjadinya konsepsi hingga janin lahir dengan
lama kehamilan normal ialah sekitar 280 hari atau 9 bulan 7 hari. Biasanya janin
berimplantasi di segmen atas rahim dengan implantasi plasenta tidak melewati lapisan
miometrium dari uterus. Plasentasi janin yang baik serta nutrisi dari ibu yang cukup
merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan janin. Berat lahir bayi yang
normal adalah sekitar 2500-4000 gram.4,12
Untuk mencapai kondisi kehamilan yang normal, ibu hamil harus menghindari baik
faktor dari luar maupun faktor dari dalam yang dapat memperburuk kondisi
kehamilannya antara lain nutrisi yang buruk atau berlebihan, ada riwayat merokok dan
mengonsumsi alkohol, infeksi pada ibu hamil, usia terlalu muda atau terlalu tua, paritas
yang tinggi, riwayat seksio sesarea, riwayat kelainan obstetrik, dan/atau riwayat
penyakit medis seperti diabetes melitus.4 Ketika salah satu atau beberapa faktor resiko
diatas ada pada seorang ibu hamil, hal tersebut akan meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi kehamilan yang merupakan kegawatdaruratan obstetrik yang dapat
menyebabkan kematian ibu maupun bayi diantaranya plasenta previa, preeklampsia,
pertumbuhan janin terhambat (PJT), aborsi, kehamilan ektopik, kelainan kongenital,
penyakit tropoblastik gestasional, dan lain-lain yang dapat mengancam keselamatan
ibu maupun janin.4
2.2. Plasenta Previa
2.2.1. Definisi
Dalam bahasa latin, previa berarti “mendahului”, dalam hal ini plasenta
mendahului fetus menuju jalan lahir. Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga menutupi seluruh atau
sebagian dari ostium uteri internum.4 Dengan membesarnya rahim dan meluasnya
Universitas Sumatera Utara
5
segmen bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi.13
2.2.2. Epidemiologi
Plasenta previa terjadi pada sekitar 0,5% dari kehamilan dan menyumbang hampir
20% dari semua perdarahan antepartum. Plasenta previa terjadi pada 1% sampai 4%
dari wanita dengan riwayat operasi sesar. Karena perdarahan plasenta previa seringkali
menyebabkan terjadinya kelahiran, hal tersebut merupakan indikasi sering untuk
persalinan prematur.5 Insiden plasenta previa di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak
1 dari 300 kelahiran pada tahun 2003, frekuensi di Parkland Hospital dari tahun 1988
hingga tahun 2012 adalah sekitar 0,28% dari 366.000 kelahiran. Frekuensi yang sama
dilaporkan dari Kanada , Inggris , dan Israel.4
2.2.3. Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui
dengan pasti. Namun ada teori yang mengatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah
vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang berkemungkinan disebabkan proses
radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian
atrofi endometrium yang kemudian akan menjadi faktor resiko terhadap kejadian
plasenta previa.13
2.2.4. Faktor resiko
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah :4,13
1. Usia ibu
Frekuensi plasenta previa meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Di Parkland
Hospital, insiden plasenta previa 1 dari 1660 kehamilan pada ibu dengan usia 19 tahun
meningkat menjadi 1 dari 100 kehamilan pada ibu dengan usia diatas 35 tahun.
Universitas Sumatera Utara
6
2. Multiparitas
Resiko plasenta previa meningkat dengan banyaknya kelahiran hidup dari seorang
ibu. Sebuah penelitian mengatakan 2,2% insiden plasenta previa terjadi pada wanita
dengan paritas 5 atau lebih, dan meningkat secara signifikan dibandingkan dengan
wanita dengan paritas yang rendah.
3. Riwayat seksio sesarea
Banyaknya jumlah kelahiran sesar sangat berpengaruh terhadap insiden plasenta
previa. Hasil sebuah studi, insiden plasenta previa terjadi sebanyak 1,3% pada yang
mengalami melahirkan sesar satu kali sebelumnya dan 3,4% pada yang melahirkan
sesar sebanyak 6 atau lebih sebelumnya
4. Merokok
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
2.2.5. Klasifikasi
Berdasarkan letaknya, plasenta previa dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:5
1. Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum
2. Plasenta previa parsialis, adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum
3. Plasenta previa marginalis, adalah plasenta yang tepinya berada di pinggir ostium
uteri internum
4. Plasenta letak rendah, adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dekat tapi tidak sampai ke ostium uteri internum.
Universitas Sumatera Utara
7
Gambar 2.1. Plasenta previa totalis, Plasenta previa parsialis, Plasenta previa
marginalis, dan Plasenta letak rendah.5
2.2.6. Patofisiologi
Belum diketahui dengan jelas mengapa beberapa plasenta berimplantasi di segmen
bawah rahim bukan di fundus. Namun beberapa sumber mengatakan jaringan parut
pada rahim merupakan predisposisi implantasi plasenta di segmen bawah rahim.
Sekitar 90% kasus plasenta previa dengan tipe plasenta letak rendah diawali dengan
implantasi embrio pada serviks yang kemudian seiring perjalanan kehamilan plasenta
menjauhi serviks dan akhirnya berada di segmen bawah rahim. Meskipun terminologi
placenta migration telah digunakan, sebagian besar ahli tidak percaya plasenta benarbenar bergerak. Gerakan plasenta kemungkinan besar karena perkembangan segmen
bawah rahim.5
Pada usia kehamilan lanjut, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disana mengalami
laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Oleh karena
pembentukan segmen bawah rahim berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi
baru akan menyebabkan kejadian perdarahan yang berulang tanpa rasa nyeri dengan
darah berwarna merah segar. Pada plasenta previa totalis, perdarahan terjadi lebih awal
Universitas Sumatera Utara
8
dibandingkan plasenta previa tipe lain oleh karena plasenta berimplantasi langsung
pada ostium uteri internum yang lebih dahulu melebar.13
2.2.7. Gambaran klinis
Perdarahan tanpa rasa nyeri merupakan karakteristik utama dari plasenta previa.
Perdarahan biasanya muncul setelah minggu ke-20 kehamilan. Perdarahan pertama
berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri, kemudian akan kembali terjadi seiring
perjalanan waktu kehamilan. Perdarahan pada plasenta previa biasanya terjadi tanpa
sebab yang jelas dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Pada plasenta letak rendah,
perdarahan biasanya terjadi pada waktu kehamilan tua. Perdarahan akan semakin hebat
bahkan bisa berlangsung sampai pascapersalinan karena segmen bawah rahim tidak
mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim.4,13
2.2.8. Diagnosa
Diagnosa plasenta previa ditegakkan melalui tahap anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pencitraan. Berdasarkan anamnesis, didapatkan keterangan bahwa pasien
mengalami perdarahan dengan sebab yang tidak jelas dan tanpa disertai nyeri. Biasanya
darah yang keluar berwarna merah segar. Pada palpasi abdomen, bagian terbawah janin
teraba diatas simfisis akibat plasenta yang terletak pada bagian bawah sehingga
menghalangi turunnya janin.13
Pemeriksaan pencitraan plasenta previa sangat penting dilakukan untuk
mengetahui lokasi plasenta. Alat pencitraan yang biasanya digunkan pada kasus ini
adalah ultrasonografi. Sonografi transabdominal memiliki akurasi 96% untuk
mendiagnosa plasenta previa, namun akhir-akhir ini sonografi transvaginal lebih
digunakan karena akurasi dan keunggulannya mengalahkan sonografi transabdominal
untuk mendiagnosa plasenta previa terutama dalam hal memvisualisasi ostium uteri
internum dengan tingkat keamanan yang tinggi.4,5
Universitas Sumatera Utara
9
Gambar 2.2 Plasenta previa totalis. A. Sonogram transabdominal memperlihatkan
plasenta (panah putih) menutupi serviks (panah hitam). B. Sonogram transvaginal
memperlihatka plasenta (panah), berada diantara serviks dan kepala fetus.4
2.2.9. Penanganan
Wanita dengan plasenta previa ditatalaksana sesuai keadaan klinis masing-masing,
tiga faktor yang biasanya dipertimbangkan antara lain usia fetus, persalinan dan jumlah
perdarahan yang terjadi.4 Penangan plasenta previa dapat dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu penanganan ekspektif dan penanganan aktif.14
Penanganan ekspektif dilakukan jika umur kehamilan kurang dari 37 minggu,
perdarahan sedikit, belum ada tanda-tanda persalinan dan keadaan umum baik dengan
kadar Hb 8 gr% atau lebih. Rencana penanganan pada kategori ini terdiri dari istirahat
baring mutlak, infus dekstrosa 5% dan elektrolit, pemberian obat (spasmolitik,
tokolitik, plasentotrofik, roboransia), pemeriksaan laboratorium (Hb, HCT, golongan
darah), pemeriksaan USG, melakukan observasi (perdarahan, tekanan darah, nadi dan
denyut jantung janin). Kemudian ditunggu sampai kehamilan 37 minggu dan
selanjutnya dilakukan penanganan aktif.14
Penanganan aktif dilakukan pada plasenta previa dengan umur kehamilan ≥ 37
minggu, berat badan janin ≥ 2500 gram, perdarahan ≥ 500 cc, pasien anemis dengan
Hb < 8 gr%, ada tanda-tanda persalinan, dan keadaan umum pasien tidak stabil. Pilihan
Universitas Sumatera Utara
10
partus pervaginam hanya dilakukan pada kasus plasenta previa marginalis atau lateralis
pada multipara dan anak sudah meninggal atau prematur. Bila pembukaan serviks
sudah sekita 4-5 cm, ketuban dipecahkan (amniotomi). Dan jika his masih lemah
berikan oksitosin drips. Bila perdarahan masih terus berlangsung, maka dilakukan
seksio sesaria.14
2.2.10. Komplikasi
1. Perdarahan dan syok
Karena pembentukan segmen rahim yang terjadi secara progresif, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak,
perdarahan yang terjadi tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan
syok.13
2. Plasenta akreta/ inkreta/ perkreta
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yang bersifat tipis
memungkinkan jaringan trofoblas menerobos ke dalam miometrium bahkan
perimetrium dengan kemampuan invasinya sehingga menyebabkan palsenta inkreta
bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya
lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium.
3. Kelahiran prematur dan gawat janin
Kelahiran prematur dan gawat janin sulit dihindarkan karena tindakan terminasi
kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
4. Komplikasi lainnya
Komplikasi lain dari dari plasenta previa yang dilaporkan adalah beresiko tinggi
terhadap solusio plasenta (Resiko Relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak
janin (RR 2,8), perdarahan pasca persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat
perdarahan (50%), dan disseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9%.13
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.11. Prognosis
Penurunan angka kematian maternal dari kejadian plasenta previa telah tercapai
pada akhir abad ke-20, meskipun dalam kenyataannya plasenta previa masih sangat
berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas maternal. Sedangkan persalinan
preterm masih menjadi penyebab terbanyak dari kematian perinatal pada kasus
plasenta previa. Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan
kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat
dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan
pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih buruk oleh karena kelahiran
yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan
spontan maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang
intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal.4
2.3. Preeklampsia
2.3.1. Definisi
Preeklampsia adalah sindrom yang dijumpai pada ibu hamil diatas 20 minggu yang
ditandai dengan adanya hipertensi ≥140/90 mmHg atau ada kenaikan tekanan sistolik
≥30mmHg atau kenaikan tekanan diastolik ≥15 mmHg, proteinuria 300mg per 24 jam
atau 30mg/dl dan edema nondependen.15,16
2.3.2. Epidemiologi
Preeklampsia terjadi pada 5% sampai 6% dari semua kelahiran hidup dan dapat
terjadi kapanpun setelah minggu ke-20 kehamilan, tapi paling sering terlihat pada
trimester ke-3 kehamilan. Sekitar 10% pasien preeklampsia mengalami hemolysis,
elevated liver enzyme, low platelets syndrome (sindrom HELLP), dimana sindrom
HELLP adalah subkategori dari preeklampsia yang ditandai dengan adanya hemolisis,
peningkatan enzim hati, dan platelet yang rendah. Meskipun 80% dari pasien
mengalami sindrom HELLP setelah didiagnosa preeklampsia (30% preeklampsia
ringan ; 50% preeklampsia berat), 20% pasien HELPP tidak punya riwayat hipertensi
Universitas Sumatera Utara
12
dan hanya mengalami gejala nyeri quadran kanan atas (right upper-quadrant pain).17
2.3.3. Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan gejala kliniknya, yaitu :
a. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan ditandai dengan hipertensi dimana tekanan darah
sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg, proteinuria ≥300 mg/24 jam, dan edema generalisata
atau edema pada lengan, muka dan perut.15
b. Preeklampsia berat
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat jika ditemukan satu atau lebih dari
gejala berikut :15,16,18
- tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg.
- proteinuria >5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
- oliguria, yaitu produksi urin 180 mmHg
dan/atau diastolik >110 mmHg. Sedangkan perawatan aktif berupa terminasi
kehamilan setelah pengobatan medisinal dilakukan jika usia kehamilan >37 minggu
Universitas Sumatera Utara
17
atau ditemukan tanda dan gejalan impending eclampsia seperti nyeri kepala hebat,
penglihatan kabur, nyeri ulu hati, gelisah dan hiper-refleksia, gagal terapi konservatif,
peningkatan tekanan darah dalam 6 jam sejak terapi medisinal dimulai, dan gagal
perbaikan setelah 24 jam terapi medisinal dimulai.16,18,20
2.3.8. Komplikasi
Komplikasi dari preeklampsia dapat terjadi pada ibu maupun janin/anak.
Komplikasi pada ibu antara lain gangguan serebral, kejang (eklampsia), sindroma
HELLP, ruptura hepatis, Koagulasi intravaskuler disseminate (DIC), edema
pulmonum, gagal ginjal akut, kebutaan/ablasio retina, solusio plasenta, koma,
trombosis vena. Sedangkan komplikasi pada janin/anak antara lain pertumbuhan janin
terhambat (PJT), partus prematurus, efek langsung dari hipertensi, tindakan/intervensi
yang meningkat, perdarahan serebral, pneumotoraks, dan serebral palsi.16
2.4. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
2.4.1. Definisi
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan kurang atau
sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 persentil
atau FL/AC > 24. PJT atau Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) merupakan suatu
bentuk deviasi atau reduksi pola pertumbuhan janin dimana terjadinya proses patologis
yang menghambat janin untuk mencapai potensi tumbuhnya, hal tersebut dapat
disebabkan berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom, dan faktor lingkungan
atau infeksi. Penentuan PJT juga dapat ditentukan secara USG dimana biometri tidak
berkembang secara bermakna setelah 2 minggu.21,22
2.4.2. Prevalensi
Sampai saat ini masalah PJT masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas perinatal. Hasil survei UNICEF, kejadian PJT berkisar 4-8% pada negara
maju dan 6-30% pada negara berkembang. Walaupun terdapat kemajuan dalam
Universitas Sumatera Utara
18
pelayanan obstetrik, insidensi PJT masih tinggi pada negara berkembang, di Jakarta
ditemukan bahwa pada golongan ekonomi rendah, prevalensi PJT lebih tinggi (14%)
dibandingkan dengan golongan ekonomi mengengah atas (5%)19,20. Pada penelitian
pendahuluan di 4 senter fetomaternal di Indonesia tahun 2004-2005 didapatkan 571
kecil masa kehamilan (KMK) dalam 14.702 persalinan atau rata-rata 4,40%. Paling
sedikit di RS Dr. Soetomo Surabaya 2,08% dan paling banyak di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta 6,44%.21
2.4.3. Klasifikasi
Pertumbuhan Janin Terhambat dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu :21
a. Tipe simetris
PJT tipe simetris terjadi jika faktor yang menghambat pertumbuhan janin terjadi
pada awal kehamilan, yang biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom dan infeksi.
Pada PJT tipe simetris terjadi pengurangan jumlah sel dan secara permanen akan
menghambat pertumbuhan janin sehingga menghasilkan prognosis yang jelek.
Penampilan klinis janin dengan PJT proporsinya tampak normal karena berat dan
panjangnya sama-sama terganggu.
b. Tipe asimetris
PJT tipe asimetris terjadi jika adanya gangguan pertumbuhan janin pada trimester
III atau kehamilan lanjut, yang biasanya disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta.
Berbeda dengan tipe simestris, pada tipe ini terjadi pengurangan ukuran sel sehingga
prognosisnya lebih baik. Pada PJT asimetris didapatkan lingkaran perut janin kecil
sedangkan skeletal dan kepala normal sehingga tubuh tidak proporsional.
2.4.4. Etiologi
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan PJT yaitu:21,24
a. Maternal
Hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung sianosis, penyakit ginjal kronik,
hemoglobinopati, dan trombofilia.
Universitas Sumatera Utara
19
b. Plasenta dan tali pusat
Sindroma twin-twin transfusion, kelainan plasenta, solusio plasenta kronik, plasenta
previa, kelainan insersi tali pusat, kelainan tali pusat, kembar.
c. Infeksi
HIV, cytomegalovirus, rubella, herpes, toksoplasmosis, sifilis.
d. Kelainan kromosom/ genetik
Trisomy 13, 18, dan 21, triploidy, Turner’s syndrome, penyakit metabolisme
2.4.5. Faktor Resiko
Faktor-faktor Risiko PJT antara lain :24
1. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang rendah
2. Merokok dan minum alkohol
3. Ibu dengan usia tua
4. Riwayat komplikasi medik dalam kehamilan
5. Riwayat kelainan obstetrik
2.4.6. Diagnosis
Kejadian PJT meningkat pada ibu yang memiliki faktor resiko terhadap PJT, seperti
ibu dengan riwayat melahirkan dengan PJT dan komplikasi obstetrik lainnya. Selain
dengan mengetahui faktor resiko yang dimiliki ibu, pemeriksaan yang dilakukan
adalah menentukan tinggi fundus uteri (TFU) dengan palpasi, jika TFU didapatkan 3
cm kurang dari normalnya maka dicurigai PJT sehingga perlu dilakukan ultrasound
untuk melihat pertubuhan janin yang dilakukan setiap 2-3 minggu. PJT juga bisa
diketahui dengan tidak adanya aliran diastolik arteri umbilikalis pada pemeriksaan
dengan doppler.25,26
2.4.7. Tatalaksana
Sebelum menentukan pilihan terapi yang diberikan, etiologi yang menyebabkan
kejadian PJT pada pasien harus diketahui dengan pasti. Jika pasien malnutrisi atau
mempunyai riwayat merokok dan meminum alkohol maka pasien ditangani di setiap
Universitas Sumatera Utara
20
kunjungan prenatal. Pasien dengan riwayat insufisiensi plasenta, preeklampsia,
kelainan kolagen vaskular atau penyakit vaskular lainnya diterapi dengan aspirin dosis
rendah. Sedangkan pada pasien dengan riwayat trombosis plasenta, trombofilia atau
sindrom antibodi antifosfilipid diterapi dengan heparin dan kortikosteroid.25
2.5. Hubungan Usia Ibu dengan Komplikasi Kehamilan
Usia ibu merupakan salah satu faktor penentu penting terhadap hasil kehamilan.
Kehamilan pada usia terlalu muda dan tua merupakan kondisi kehamilan dengan risiko
tinggi terhadap kejadian komplikasi kehamilan yang merugikan hasil luaran ibu
maupun janin.2 Kehamilan diatas usia 35 tahun menyebabkan wanita terpapar pada
komplikasi medik dan obstetrik serta berkemungkinan besar melahirkan anak dengan
kelainan genetik dikarenakan semakin tuanya usia ovum yang dihasilkan. Kejadian
perdarahan pada usia kehamilan lanjut juga meningkat pada wanita yang hamil di usia
> 35 tahun, dengan peningkatan insidensi perdarahan akibat solusio plasenta dan
plasenta previa. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa
kematian maternal akan meningkat 4 kali lipat pada ibu yang hamil pada usia 35 – 39
tahun bila dibanding wanita yang hamil pada usia 20 – 24 tahun. Usia kehamilan yang
paling aman untuk melahirkan adalah usia 20 – 30 tahun. Kehamilan dengan usia
terlalu muda juga merupakan resiko tinggi untuk mengalami komplikasi kehamilan
karena organ reproduksi ibu belum cukup matang untuk mengalami berbagai proses
dalam kehamilan. Wanita yang melahirkan pada usia 14 tahun tahun mengalami risiko
kematian saat melahirkan sebesar 5 sampai 7 kali. Sedangkan wanita yang melahirkan
pada usia antara 15 sampai 19 tahun mengalami risiko kematian saat melahirkan sebsar
2 kali lipat.Tingginya tingkat kematian tersebut disebabkan oleh preeklampsi,
perdarahan post partum, sepsis, infeksi HIV dan malaria.3,4
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komplikasi Kehamilan
Kehamilan adalah masa mulai dari terjadinya konsepsi hingga janin lahir dengan
lama kehamilan normal ialah sekitar 280 hari atau 9 bulan 7 hari. Biasanya janin
berimplantasi di segmen atas rahim dengan implantasi plasenta tidak melewati lapisan
miometrium dari uterus. Plasentasi janin yang baik serta nutrisi dari ibu yang cukup
merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan janin. Berat lahir bayi yang
normal adalah sekitar 2500-4000 gram.4,12
Untuk mencapai kondisi kehamilan yang normal, ibu hamil harus menghindari baik
faktor dari luar maupun faktor dari dalam yang dapat memperburuk kondisi
kehamilannya antara lain nutrisi yang buruk atau berlebihan, ada riwayat merokok dan
mengonsumsi alkohol, infeksi pada ibu hamil, usia terlalu muda atau terlalu tua, paritas
yang tinggi, riwayat seksio sesarea, riwayat kelainan obstetrik, dan/atau riwayat
penyakit medis seperti diabetes melitus.4 Ketika salah satu atau beberapa faktor resiko
diatas ada pada seorang ibu hamil, hal tersebut akan meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi kehamilan yang merupakan kegawatdaruratan obstetrik yang dapat
menyebabkan kematian ibu maupun bayi diantaranya plasenta previa, preeklampsia,
pertumbuhan janin terhambat (PJT), aborsi, kehamilan ektopik, kelainan kongenital,
penyakit tropoblastik gestasional, dan lain-lain yang dapat mengancam keselamatan
ibu maupun janin.4
2.2. Plasenta Previa
2.2.1. Definisi
Dalam bahasa latin, previa berarti “mendahului”, dalam hal ini plasenta
mendahului fetus menuju jalan lahir. Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga menutupi seluruh atau
sebagian dari ostium uteri internum.4 Dengan membesarnya rahim dan meluasnya
Universitas Sumatera Utara
5
segmen bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi.13
2.2.2. Epidemiologi
Plasenta previa terjadi pada sekitar 0,5% dari kehamilan dan menyumbang hampir
20% dari semua perdarahan antepartum. Plasenta previa terjadi pada 1% sampai 4%
dari wanita dengan riwayat operasi sesar. Karena perdarahan plasenta previa seringkali
menyebabkan terjadinya kelahiran, hal tersebut merupakan indikasi sering untuk
persalinan prematur.5 Insiden plasenta previa di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak
1 dari 300 kelahiran pada tahun 2003, frekuensi di Parkland Hospital dari tahun 1988
hingga tahun 2012 adalah sekitar 0,28% dari 366.000 kelahiran. Frekuensi yang sama
dilaporkan dari Kanada , Inggris , dan Israel.4
2.2.3. Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui
dengan pasti. Namun ada teori yang mengatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah
vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang berkemungkinan disebabkan proses
radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian
atrofi endometrium yang kemudian akan menjadi faktor resiko terhadap kejadian
plasenta previa.13
2.2.4. Faktor resiko
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah :4,13
1. Usia ibu
Frekuensi plasenta previa meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Di Parkland
Hospital, insiden plasenta previa 1 dari 1660 kehamilan pada ibu dengan usia 19 tahun
meningkat menjadi 1 dari 100 kehamilan pada ibu dengan usia diatas 35 tahun.
Universitas Sumatera Utara
6
2. Multiparitas
Resiko plasenta previa meningkat dengan banyaknya kelahiran hidup dari seorang
ibu. Sebuah penelitian mengatakan 2,2% insiden plasenta previa terjadi pada wanita
dengan paritas 5 atau lebih, dan meningkat secara signifikan dibandingkan dengan
wanita dengan paritas yang rendah.
3. Riwayat seksio sesarea
Banyaknya jumlah kelahiran sesar sangat berpengaruh terhadap insiden plasenta
previa. Hasil sebuah studi, insiden plasenta previa terjadi sebanyak 1,3% pada yang
mengalami melahirkan sesar satu kali sebelumnya dan 3,4% pada yang melahirkan
sesar sebanyak 6 atau lebih sebelumnya
4. Merokok
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
2.2.5. Klasifikasi
Berdasarkan letaknya, plasenta previa dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:5
1. Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum
2. Plasenta previa parsialis, adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum
3. Plasenta previa marginalis, adalah plasenta yang tepinya berada di pinggir ostium
uteri internum
4. Plasenta letak rendah, adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dekat tapi tidak sampai ke ostium uteri internum.
Universitas Sumatera Utara
7
Gambar 2.1. Plasenta previa totalis, Plasenta previa parsialis, Plasenta previa
marginalis, dan Plasenta letak rendah.5
2.2.6. Patofisiologi
Belum diketahui dengan jelas mengapa beberapa plasenta berimplantasi di segmen
bawah rahim bukan di fundus. Namun beberapa sumber mengatakan jaringan parut
pada rahim merupakan predisposisi implantasi plasenta di segmen bawah rahim.
Sekitar 90% kasus plasenta previa dengan tipe plasenta letak rendah diawali dengan
implantasi embrio pada serviks yang kemudian seiring perjalanan kehamilan plasenta
menjauhi serviks dan akhirnya berada di segmen bawah rahim. Meskipun terminologi
placenta migration telah digunakan, sebagian besar ahli tidak percaya plasenta benarbenar bergerak. Gerakan plasenta kemungkinan besar karena perkembangan segmen
bawah rahim.5
Pada usia kehamilan lanjut, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disana mengalami
laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Oleh karena
pembentukan segmen bawah rahim berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi
baru akan menyebabkan kejadian perdarahan yang berulang tanpa rasa nyeri dengan
darah berwarna merah segar. Pada plasenta previa totalis, perdarahan terjadi lebih awal
Universitas Sumatera Utara
8
dibandingkan plasenta previa tipe lain oleh karena plasenta berimplantasi langsung
pada ostium uteri internum yang lebih dahulu melebar.13
2.2.7. Gambaran klinis
Perdarahan tanpa rasa nyeri merupakan karakteristik utama dari plasenta previa.
Perdarahan biasanya muncul setelah minggu ke-20 kehamilan. Perdarahan pertama
berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri, kemudian akan kembali terjadi seiring
perjalanan waktu kehamilan. Perdarahan pada plasenta previa biasanya terjadi tanpa
sebab yang jelas dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Pada plasenta letak rendah,
perdarahan biasanya terjadi pada waktu kehamilan tua. Perdarahan akan semakin hebat
bahkan bisa berlangsung sampai pascapersalinan karena segmen bawah rahim tidak
mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim.4,13
2.2.8. Diagnosa
Diagnosa plasenta previa ditegakkan melalui tahap anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pencitraan. Berdasarkan anamnesis, didapatkan keterangan bahwa pasien
mengalami perdarahan dengan sebab yang tidak jelas dan tanpa disertai nyeri. Biasanya
darah yang keluar berwarna merah segar. Pada palpasi abdomen, bagian terbawah janin
teraba diatas simfisis akibat plasenta yang terletak pada bagian bawah sehingga
menghalangi turunnya janin.13
Pemeriksaan pencitraan plasenta previa sangat penting dilakukan untuk
mengetahui lokasi plasenta. Alat pencitraan yang biasanya digunkan pada kasus ini
adalah ultrasonografi. Sonografi transabdominal memiliki akurasi 96% untuk
mendiagnosa plasenta previa, namun akhir-akhir ini sonografi transvaginal lebih
digunakan karena akurasi dan keunggulannya mengalahkan sonografi transabdominal
untuk mendiagnosa plasenta previa terutama dalam hal memvisualisasi ostium uteri
internum dengan tingkat keamanan yang tinggi.4,5
Universitas Sumatera Utara
9
Gambar 2.2 Plasenta previa totalis. A. Sonogram transabdominal memperlihatkan
plasenta (panah putih) menutupi serviks (panah hitam). B. Sonogram transvaginal
memperlihatka plasenta (panah), berada diantara serviks dan kepala fetus.4
2.2.9. Penanganan
Wanita dengan plasenta previa ditatalaksana sesuai keadaan klinis masing-masing,
tiga faktor yang biasanya dipertimbangkan antara lain usia fetus, persalinan dan jumlah
perdarahan yang terjadi.4 Penangan plasenta previa dapat dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu penanganan ekspektif dan penanganan aktif.14
Penanganan ekspektif dilakukan jika umur kehamilan kurang dari 37 minggu,
perdarahan sedikit, belum ada tanda-tanda persalinan dan keadaan umum baik dengan
kadar Hb 8 gr% atau lebih. Rencana penanganan pada kategori ini terdiri dari istirahat
baring mutlak, infus dekstrosa 5% dan elektrolit, pemberian obat (spasmolitik,
tokolitik, plasentotrofik, roboransia), pemeriksaan laboratorium (Hb, HCT, golongan
darah), pemeriksaan USG, melakukan observasi (perdarahan, tekanan darah, nadi dan
denyut jantung janin). Kemudian ditunggu sampai kehamilan 37 minggu dan
selanjutnya dilakukan penanganan aktif.14
Penanganan aktif dilakukan pada plasenta previa dengan umur kehamilan ≥ 37
minggu, berat badan janin ≥ 2500 gram, perdarahan ≥ 500 cc, pasien anemis dengan
Hb < 8 gr%, ada tanda-tanda persalinan, dan keadaan umum pasien tidak stabil. Pilihan
Universitas Sumatera Utara
10
partus pervaginam hanya dilakukan pada kasus plasenta previa marginalis atau lateralis
pada multipara dan anak sudah meninggal atau prematur. Bila pembukaan serviks
sudah sekita 4-5 cm, ketuban dipecahkan (amniotomi). Dan jika his masih lemah
berikan oksitosin drips. Bila perdarahan masih terus berlangsung, maka dilakukan
seksio sesaria.14
2.2.10. Komplikasi
1. Perdarahan dan syok
Karena pembentukan segmen rahim yang terjadi secara progresif, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak,
perdarahan yang terjadi tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan
syok.13
2. Plasenta akreta/ inkreta/ perkreta
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yang bersifat tipis
memungkinkan jaringan trofoblas menerobos ke dalam miometrium bahkan
perimetrium dengan kemampuan invasinya sehingga menyebabkan palsenta inkreta
bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya
lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium.
3. Kelahiran prematur dan gawat janin
Kelahiran prematur dan gawat janin sulit dihindarkan karena tindakan terminasi
kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
4. Komplikasi lainnya
Komplikasi lain dari dari plasenta previa yang dilaporkan adalah beresiko tinggi
terhadap solusio plasenta (Resiko Relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak
janin (RR 2,8), perdarahan pasca persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat
perdarahan (50%), dan disseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9%.13
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.11. Prognosis
Penurunan angka kematian maternal dari kejadian plasenta previa telah tercapai
pada akhir abad ke-20, meskipun dalam kenyataannya plasenta previa masih sangat
berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas maternal. Sedangkan persalinan
preterm masih menjadi penyebab terbanyak dari kematian perinatal pada kasus
plasenta previa. Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan
kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat
dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan
pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih buruk oleh karena kelahiran
yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan
spontan maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang
intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal.4
2.3. Preeklampsia
2.3.1. Definisi
Preeklampsia adalah sindrom yang dijumpai pada ibu hamil diatas 20 minggu yang
ditandai dengan adanya hipertensi ≥140/90 mmHg atau ada kenaikan tekanan sistolik
≥30mmHg atau kenaikan tekanan diastolik ≥15 mmHg, proteinuria 300mg per 24 jam
atau 30mg/dl dan edema nondependen.15,16
2.3.2. Epidemiologi
Preeklampsia terjadi pada 5% sampai 6% dari semua kelahiran hidup dan dapat
terjadi kapanpun setelah minggu ke-20 kehamilan, tapi paling sering terlihat pada
trimester ke-3 kehamilan. Sekitar 10% pasien preeklampsia mengalami hemolysis,
elevated liver enzyme, low platelets syndrome (sindrom HELLP), dimana sindrom
HELLP adalah subkategori dari preeklampsia yang ditandai dengan adanya hemolisis,
peningkatan enzim hati, dan platelet yang rendah. Meskipun 80% dari pasien
mengalami sindrom HELLP setelah didiagnosa preeklampsia (30% preeklampsia
ringan ; 50% preeklampsia berat), 20% pasien HELPP tidak punya riwayat hipertensi
Universitas Sumatera Utara
12
dan hanya mengalami gejala nyeri quadran kanan atas (right upper-quadrant pain).17
2.3.3. Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan gejala kliniknya, yaitu :
a. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan ditandai dengan hipertensi dimana tekanan darah
sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg, proteinuria ≥300 mg/24 jam, dan edema generalisata
atau edema pada lengan, muka dan perut.15
b. Preeklampsia berat
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat jika ditemukan satu atau lebih dari
gejala berikut :15,16,18
- tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg.
- proteinuria >5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
- oliguria, yaitu produksi urin 180 mmHg
dan/atau diastolik >110 mmHg. Sedangkan perawatan aktif berupa terminasi
kehamilan setelah pengobatan medisinal dilakukan jika usia kehamilan >37 minggu
Universitas Sumatera Utara
17
atau ditemukan tanda dan gejalan impending eclampsia seperti nyeri kepala hebat,
penglihatan kabur, nyeri ulu hati, gelisah dan hiper-refleksia, gagal terapi konservatif,
peningkatan tekanan darah dalam 6 jam sejak terapi medisinal dimulai, dan gagal
perbaikan setelah 24 jam terapi medisinal dimulai.16,18,20
2.3.8. Komplikasi
Komplikasi dari preeklampsia dapat terjadi pada ibu maupun janin/anak.
Komplikasi pada ibu antara lain gangguan serebral, kejang (eklampsia), sindroma
HELLP, ruptura hepatis, Koagulasi intravaskuler disseminate (DIC), edema
pulmonum, gagal ginjal akut, kebutaan/ablasio retina, solusio plasenta, koma,
trombosis vena. Sedangkan komplikasi pada janin/anak antara lain pertumbuhan janin
terhambat (PJT), partus prematurus, efek langsung dari hipertensi, tindakan/intervensi
yang meningkat, perdarahan serebral, pneumotoraks, dan serebral palsi.16
2.4. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
2.4.1. Definisi
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan kurang atau
sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 persentil
atau FL/AC > 24. PJT atau Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) merupakan suatu
bentuk deviasi atau reduksi pola pertumbuhan janin dimana terjadinya proses patologis
yang menghambat janin untuk mencapai potensi tumbuhnya, hal tersebut dapat
disebabkan berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom, dan faktor lingkungan
atau infeksi. Penentuan PJT juga dapat ditentukan secara USG dimana biometri tidak
berkembang secara bermakna setelah 2 minggu.21,22
2.4.2. Prevalensi
Sampai saat ini masalah PJT masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas perinatal. Hasil survei UNICEF, kejadian PJT berkisar 4-8% pada negara
maju dan 6-30% pada negara berkembang. Walaupun terdapat kemajuan dalam
Universitas Sumatera Utara
18
pelayanan obstetrik, insidensi PJT masih tinggi pada negara berkembang, di Jakarta
ditemukan bahwa pada golongan ekonomi rendah, prevalensi PJT lebih tinggi (14%)
dibandingkan dengan golongan ekonomi mengengah atas (5%)19,20. Pada penelitian
pendahuluan di 4 senter fetomaternal di Indonesia tahun 2004-2005 didapatkan 571
kecil masa kehamilan (KMK) dalam 14.702 persalinan atau rata-rata 4,40%. Paling
sedikit di RS Dr. Soetomo Surabaya 2,08% dan paling banyak di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta 6,44%.21
2.4.3. Klasifikasi
Pertumbuhan Janin Terhambat dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu :21
a. Tipe simetris
PJT tipe simetris terjadi jika faktor yang menghambat pertumbuhan janin terjadi
pada awal kehamilan, yang biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom dan infeksi.
Pada PJT tipe simetris terjadi pengurangan jumlah sel dan secara permanen akan
menghambat pertumbuhan janin sehingga menghasilkan prognosis yang jelek.
Penampilan klinis janin dengan PJT proporsinya tampak normal karena berat dan
panjangnya sama-sama terganggu.
b. Tipe asimetris
PJT tipe asimetris terjadi jika adanya gangguan pertumbuhan janin pada trimester
III atau kehamilan lanjut, yang biasanya disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta.
Berbeda dengan tipe simestris, pada tipe ini terjadi pengurangan ukuran sel sehingga
prognosisnya lebih baik. Pada PJT asimetris didapatkan lingkaran perut janin kecil
sedangkan skeletal dan kepala normal sehingga tubuh tidak proporsional.
2.4.4. Etiologi
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan PJT yaitu:21,24
a. Maternal
Hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung sianosis, penyakit ginjal kronik,
hemoglobinopati, dan trombofilia.
Universitas Sumatera Utara
19
b. Plasenta dan tali pusat
Sindroma twin-twin transfusion, kelainan plasenta, solusio plasenta kronik, plasenta
previa, kelainan insersi tali pusat, kelainan tali pusat, kembar.
c. Infeksi
HIV, cytomegalovirus, rubella, herpes, toksoplasmosis, sifilis.
d. Kelainan kromosom/ genetik
Trisomy 13, 18, dan 21, triploidy, Turner’s syndrome, penyakit metabolisme
2.4.5. Faktor Resiko
Faktor-faktor Risiko PJT antara lain :24
1. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang rendah
2. Merokok dan minum alkohol
3. Ibu dengan usia tua
4. Riwayat komplikasi medik dalam kehamilan
5. Riwayat kelainan obstetrik
2.4.6. Diagnosis
Kejadian PJT meningkat pada ibu yang memiliki faktor resiko terhadap PJT, seperti
ibu dengan riwayat melahirkan dengan PJT dan komplikasi obstetrik lainnya. Selain
dengan mengetahui faktor resiko yang dimiliki ibu, pemeriksaan yang dilakukan
adalah menentukan tinggi fundus uteri (TFU) dengan palpasi, jika TFU didapatkan 3
cm kurang dari normalnya maka dicurigai PJT sehingga perlu dilakukan ultrasound
untuk melihat pertubuhan janin yang dilakukan setiap 2-3 minggu. PJT juga bisa
diketahui dengan tidak adanya aliran diastolik arteri umbilikalis pada pemeriksaan
dengan doppler.25,26
2.4.7. Tatalaksana
Sebelum menentukan pilihan terapi yang diberikan, etiologi yang menyebabkan
kejadian PJT pada pasien harus diketahui dengan pasti. Jika pasien malnutrisi atau
mempunyai riwayat merokok dan meminum alkohol maka pasien ditangani di setiap
Universitas Sumatera Utara
20
kunjungan prenatal. Pasien dengan riwayat insufisiensi plasenta, preeklampsia,
kelainan kolagen vaskular atau penyakit vaskular lainnya diterapi dengan aspirin dosis
rendah. Sedangkan pada pasien dengan riwayat trombosis plasenta, trombofilia atau
sindrom antibodi antifosfilipid diterapi dengan heparin dan kortikosteroid.25
2.5. Hubungan Usia Ibu dengan Komplikasi Kehamilan
Usia ibu merupakan salah satu faktor penentu penting terhadap hasil kehamilan.
Kehamilan pada usia terlalu muda dan tua merupakan kondisi kehamilan dengan risiko
tinggi terhadap kejadian komplikasi kehamilan yang merugikan hasil luaran ibu
maupun janin.2 Kehamilan diatas usia 35 tahun menyebabkan wanita terpapar pada
komplikasi medik dan obstetrik serta berkemungkinan besar melahirkan anak dengan
kelainan genetik dikarenakan semakin tuanya usia ovum yang dihasilkan. Kejadian
perdarahan pada usia kehamilan lanjut juga meningkat pada wanita yang hamil di usia
> 35 tahun, dengan peningkatan insidensi perdarahan akibat solusio plasenta dan
plasenta previa. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa
kematian maternal akan meningkat 4 kali lipat pada ibu yang hamil pada usia 35 – 39
tahun bila dibanding wanita yang hamil pada usia 20 – 24 tahun. Usia kehamilan yang
paling aman untuk melahirkan adalah usia 20 – 30 tahun. Kehamilan dengan usia
terlalu muda juga merupakan resiko tinggi untuk mengalami komplikasi kehamilan
karena organ reproduksi ibu belum cukup matang untuk mengalami berbagai proses
dalam kehamilan. Wanita yang melahirkan pada usia 14 tahun tahun mengalami risiko
kematian saat melahirkan sebesar 5 sampai 7 kali. Sedangkan wanita yang melahirkan
pada usia antara 15 sampai 19 tahun mengalami risiko kematian saat melahirkan sebsar
2 kali lipat.Tingginya tingkat kematian tersebut disebabkan oleh preeklampsi,
perdarahan post partum, sepsis, infeksi HIV dan malaria.3,4
Universitas Sumatera Utara