Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

BAB II
TINJAUAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) DAN
PENGATURAN MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20
TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

A. Tinjauan Umum Hak Kekayaan Intelektual
1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Hak kekayaan intelektual pertama kali muncul di Venezia, Italia pada
Tahun 1940 dimana persoalan paten menjadi perdebatan yang sengit. Tercatat
pada saat itu terdapat penemuan yang luar biasa seperti yang dilalukan Galileo,
Caxton, Archimedes, dan beberapa ilmuan serta seniman besar lainnya. Pada
prinsipnya, penemuan yang di ciptakan pada masa itu mulai diatur dan diberikan
hak monopoli atas penemuan mereka.33
Peraturan yang mengatur HKI di Indonesia, telah ada sejak Tahun 1840an. Pada Tahun 1885, undang-undang merek mulai diberlakukan oleh pemerintah
kolonial di Indonesia dan disusul dengan diberlakukannya undang-undang paten
pada Tahun 1910. Dua tahun kemudian, undang-undang hak cipta (Auteurswet
1912) juga diberlakukan di Indonesia. Untuk melengkapi peraturan perundangundangan tersebut, pemerintah kolonial Belanda di Indonesia memutuskan untuk

“Sejarah HaKI”, https://mahasiswaekonomibisnis.wordpress.com/2016/05/08/sejarahhak-kekayaan-intelektual-di-dunia-dan-di-indonesia/ (diakses pada tanggal 3 Juni 2017).
33


18
Universitas Sumatera Utara

19

menjadi anggota Konvensi Paris pada tahun 1888 dan disusul dengan menjadi
anggota Konvensi Berne pada tahun 1914.34
Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan tahun
1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap
berlaku.35 Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1953 dikeluarkan “Pengumuman
Menteri Kehakiman Republik Indonesia” Nomor: J.S.5/41 tanggal 21 Agustus
1953 dan Nomor JG.1/2/17 tanggal 29 Oktober 1953 yang mengatur tentang
Pendaftaran Sementara Paten. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa Kementrian
Kehakiman untuk sementara diperbolehkan menerima permintaan paten dalam
bahasa asing yang kemudian disusul dalam bahasa Indonesianya. 36
Indonesia

baru

memiliki


undang-undang

mengenai

HKI

sejak

diberlakukannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober
1961 serta diumumkan pada Lembaran Negara Nomor 290 Tahun 1961, serta
penjelasannya yang tercantum dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2341.
Undang-undang ini menggantikan peraturan tentang merek yang sebelumnya
berlaku yaitu peraturan dari sejak jama Kolonial Belenda yang dikenal dengan
nama Reglement Industrieele Eigendom Tahun 1912.37

34

Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian

Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 6.
35
“Sejarah Hak Kekayaan Intelektual”, http://laman.dgip.go.id/tentang-kami/sejarah
(diakses pada tanggal 3 Juni 2017).
36
Yayasan Klinik Haki (IP CLINIC), Kompilasi Undang-undang Hak Cipta, Paten,
Merek dan Terjemahan Konvensi-Konvensi di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Seri
A., (Bandung: Citra Aditya Bakti), 1999 dalam Djamal, Hukum Acara Hak Intelektual (HKI) DI
Indonesia, Cetakan. 1., (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2009), hlm. 4.
37
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1983), hlm. 139.

Universitas Sumatera Utara

20

Sebagai bagian dari tatanan pergaulan Internasional Indonesia turut serta
menjadi anggota Paris Union Convention yang mengatur perlindungan Hak Milik
Perindustrian. Konvensi diadakan pada tanggal 20 Maret 1983 dengan anggota
berjumlah sebelas negara. Seiring dengan perkembangannya pada Tahun 1976

jumlah anggota bertambah menjadi 82 negara, termasuk Indonesia. Karena
menjadi peserta Paris Convention, Indonesia turut juga pada apa yang disebut
International Union for the protection of Industrial Property, yaitu sebuah
organisasi internasional yang khusus memberikan perlindungan pada hak milik
perindustrian yang sekertariat internasionalnya diberi nama World Intellectual
Property Organisation disingkat WIPO berpusat di Jenewa, Swiss. Badan ini
merupakan Specialized agencies dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). 38
Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah mengundangkan Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 32 di tetapkan pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten
dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten
dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat
Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman. Di bidang
paten, Pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang
Paten, yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah
mengganti Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Sejalan dengan masuknya
Indonesia sebagai anggota WTO/TRIP‟s dan diratifikasinya beberapa konvensi

38


Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 9-11.

Universitas Sumatera Utara

21

internasional di bidang HKI, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan
perundang-undangan di bidang HKI.39
Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan Undangundang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai
berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961.
Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying
the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang
mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(Persetujuan TRIP‟s). Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah
merevisi perangkat Peraturan Perundang-undangan di bidang Kekayaan
Intelektual, yaitu Undang-undang Hak Cipta 1987 jo. Undang-undang No. 6
Tahun 1982, Undang-undang Paten Tahun 1989, dan Undang-undang Merek
Tahun 1992.40
Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga Undang-Undang baru di bidang

Kekayaan Intelektual, yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu. Dalam upaya untuk menyelaraskan semua Peraturan Perundangundangan di bidang Kekayaan Intelektual dengan Persetujuan TRIP‟s, pada tahun
2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan Undnag-undang Nomor 14 Tahun 2001
39

Asian Law Group, Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni,
2006), hlm. 66.
40
Agus Candra Suratmaja, “Perlindungan Varietas Tanaman Di Indonesia”,
https://books.google.co.id/books?id=RC5bDgAAQBAJ&pg=PP5&dq=sejarah+hak+kekayaan+int
elektual+sampai+dengan+saat+ini&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj3gcDXgKzUAhWEt48KHesK
AQ0Q6AEIKzAB#v=onepage&q=sejarah%20hak%20kekayaan%20intelektual%20sampai%20de
ngan%20saat%20ini&f=false (diakses pada tanggal 7 Juni 2017).

Universitas Sumatera Utara

22


tentang Paten dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Kedua
Undang-Undnag ini menggantikan Undang-Undang yang lama di bidang terkait.41
2. Ruang Lingkup Dan Sifat-sifat HKI
Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak kekayaan yang berada
dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan
sastra. Pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil
kemampuan intelektual manusianya dan berwujud. Jadi hak kekayaan intelektual
melindungi pemakaian ide, gagasan dan informasi yang mempunyai nilai
komersial atau nilai ekonomi.42
Pada dasarnya aturan hukum yang mengatur Hak Kekayaan Intelektual
(yang selanjutnya disebut HKI) baik dalam ruang lingkup nasional maupun
internasional bertujuan untuk melindungi hak dibidang HKI yang dimilikinya agar
tidak dilanggar oleh pihak manapun. Hal tersebut tercermin dari diberikannya
kepada pemegang HKI dengan hak eksklusif. Pemberian hak eksklusif pada
pemegang HKI didasarkan pada 3 (tiga) alasan yaitu alasan sosial, alasan
ekonomi, dan alasan kemanfaatan.43
Hak atas kekayaan intelektual sebagai bagian dari hukum harta benda
(harta kekayaan), maka pemiliknya pada prinsipnya adalah bebas berbuat apa saja
sesuai dengan kehendaknya dan memberikan isi yang dikehendakinya sendiri


41

Ibid.
Hendro Agus, “Kumpulan Materi Kuliah: Hak Kekayaan Intelektual”,
https://docs.google.com/presentation/d/13ZiSJpxjRzdT4Oa0SFxlhxgRvVRsllRCT2i4Mbp3a6c/edi
t#slide=id.g11ae10745a_2_75 (diakses pada tanggal 9 Juni 2017).
43
John D. Mittelstaet dan Robert A. Mittelstaet, The Protection of Intellectual Property:
Issues of Origination and Ownership, (Journal of Public Policy and Marketing, 16. 1; Abi/Inform
Global), 1997 dalam Indra Rahmatullah, Aset Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan dalam
Perbankan, (Yogyakarta: Deepublish, Cetakan Ke-1, 2015), hlm. 1.
42

Universitas Sumatera Utara

23

pada hubungan hukumnya. Hanya dalam perkembangan selanjutnya kebebasan itu
mengalami


perubahan.

Misalnya

pembatasan

berupa

lisensi

wajib,

pengambilalihan oleh negara, kreasi dan penciptaan tidak boleh bertentangan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Sifat asli yang ada pada hak kekayaan
atas intelektual tersebut yaitu:44
a. bahwa pada prinsipnya HKI mempunyai jangka waktu tertentu atau
terbatas. Artinya setelah habis masa perlindungan ciptaan atau
penemuan yang dihasilkan oleh seseorang dan atau kelompok, maka
akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa
perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya untuk hak merek.

b. HKI juga mempunyai sifat eksklusif dan mutlak. Maksudnya bahwa
hak hasil temuan atau ciptaan yang dihasilkan oleh seseorang maupun
kelompok tersebut, dapat dipertahankan apabila ada pihak lain yang
melakukan peniruan maupun penjiplakan terhadap hasil karyanya.
Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
siapapun dan pemilik atau pemegang HKI yang syah tersebut
mempunyai hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat
mempergunakan haknya

untuk melarang siapapun

yang akan

memproduksi tanpa memperoleh persetujuan dari pemiliknya. 45

Sigit
Fahrudin,
“Sifat-sifat
Hak
Kekayaan

Intelektual
(HKI)”,
http://mukahukum.blogspot.co.id/2010/01/sifat-sifat-hak-kekayaan-intelaktual.html (diakses pada
tanggal 9 Juni 2017).
45
Joko
Handoyo,
“Sifat-sifat
Hak
Kekayaan
Atas
Intelektual
”,
http://haki.sttrcepu.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=184:sifat_hki&catid=5
7:frontpage&Itemid=236 (diakses pada tanggal 9 Juni 2017).
44

Universitas Sumatera Utara

24

3. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Hak kekayaan intelektual mempunya unsur hak. Hak yang dimaksud disini
ialah hak eksklusif. Eksklusif berarti karyanya baru, pengembangan baru yang
sudah ada, bernilai ekonomis, bisa diterapkan di bidang industri, mempunyai nilai
ekonomis dan dapat dijadikan asset.46
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan intelektual adalah
prinsip ekonomi, prinsip keadilan, dan prinsip kebudayaan. 47
a. Prinsip ekonomi
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif
suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai
bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang
bersangkutan.
b. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang
yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual
dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat
perlindungan dalam pemilikannya.
c. Prinsip kebudayaan
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, satra, dan
seni untuk meningkatkan kenidupan manusia. Dengan menciptakan
suatu karya dapat menciptakan suatu taraf kehidupan, peradaban, dan

46

Venantia Sri Hadiarianti, Memahami Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Universitas
Atmajaya, 2010), hlm. 13.
47
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT
Gramedia Sarana Indonesia, 2005), hlm. 113.

Universitas Sumatera Utara

25

martabat manusia yang akan dapat memberikan keuntngan bagi
masyarakat, bangsa, dan negara.48
Beberapa Prinsip Umum HKI yang terkait dengan Perlindungan Bagian ini
akan mendiskusikan tentang prinsip-prinsip umum yang berlaku dalam Hak
Kekayaan Intelektual seperti:49
a. Prinsip HKI sebagai hak ekslusif
Maksudnya hak yang diberikan oleh HKI bersifat khusus dan hanya
dimiliki oleh orang yang terkait langsung dengan kekayaan intelektual
yang dihasilkan. Melalui hak tersebut pemegang hak dapat mencegah
orang lain untuk membuat, menggunakan atau berbuat sesuatu tanpa
izin.
b. Prinsip melindungi karya intelektual berdasarkan pendaftaran
Secara umum pendaftaran merupakan syarat bagi kekayaan intelektual
yang dihasilkan oleh seseorang untuk mendapatkan perlindungan.
Beberapa cabang HKI yang mewajibkan seseorang untuk melakukan
pendaftaran adalah Merek, Paten, Desain Industry, Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu dan Perlindungan Varietas Tanaman. Prinsip ini
mendasari semua regulasi HKI di seluruh dunia dan membawa
konsekuensi bahwa pemilik kekayaan intelektual yang tidak melakukan
pendaftaran tidak dapat menuntut seseorang yang dianggap telah
menggunakan

kekayaannya

secara

melawan

hukum.

Beberapa

pengecualian diberikan oleh hukum nasional negara tertentu yang dapat
48

Ibid.
Tomy Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010), hlm. 1.
49

Universitas Sumatera Utara

26

melakukan tuntutan terhadap pelanggaran hukum terkait hak kekayaan
intelektual meskipun kekayaan intelektualnya belum terdaftar.50
c. Prinsip perlindungan yang dibatasi oleh batasan teritorial
Sistem

HKI

mengatur

bahwa

pendaftaran

yang

melahirkan

perlindungan Hukum bersifat territorial. Artinya perlindungan Hukum
hanya diberikan ditempat pendaftaran tersebut dilakukan. Sistem ini
selaras dengan kedaulatan negara di dalam hukum publik dimana
keputusan yang dihasilkan oleh perangkat administrasi negara tidak
dapat dipaksakan berlaku di negara lainnya. Dalam rezim HKI setiap
negara bebas untuk menerima sebuah pendaftaran kekayaan intelektual.
Keputusan yang diambil oleh sebuah negara tidak berpengaruh terhadap
putusan yang akan diambil oleh negara lain.
d. Prinsip adanya pemisahan antara benda secara fisik dengan HKI yang
terdapat dalam benda tersebut
Sistem ini bersifat sangat unik dan merupakan ciri khas HKI karena
dalam cabang hukum lain yang bersifat berwujud (tangible),
penguasaan secara fisik dari sebuah benda sekaligus membuktikan
kepemilikan yang sah atas benda tersebut. Di dalam sistem HKI
seseorang yang menguasai benda secara fisik tidaklah otomatis
memiliki hak ekslusif dari benda fisik itu. Sebagai contoh, jika
seseorang membeli sebuah buku maka orang itu hanya berhak atas buku

50

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

27

tersebut (benda secara fisik) untuk penggunaan secara pribadi, misalnya
dibaca, diberikan sebagai hadiah kepada orang lain).
e. Prinsip perlindungan HKI bersifat terbatas
Meskipun ada cabang HKI (merek) yang dapat diperpanjang jangka
waktu perlindungannya, secara umum jangka waktu perlindungan HKI
tidaklah bersifat selamanya (hanya terbatas). Tujuan pembatasan
perlindungan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada
masyarakat mengakses hak kekayaan intelektual tersebut secara optimal
melalui usaha-usaha pengembangan lebih lanjut dan sekaligus
mencegah monopoli atas kekayaan intelektual tersebut.
f. Prinsip HKI yang berakhir jangka waktu perlindungannya berubah
menjadi public domain
HKI yang telah berakhir jangka waktu perlindungannya akan menjadi
milik umum (public domain). Semua orang berhak untuk mengakses
HKI yang telah berakhir waktu perlindungannya. Pasca berakhirnya
perlindungan hukum pemegang HKI tidak boleh menghalangi atau
melakukan tindakan seolah-olah masih memiliki hak ekslusif. Sebagai
contoh perjanjian lisensi dengan kewajiban membayar royalty bagi
pihak licensee tidak boleh dilakukan jika jangka waktu perlindungan
HKI yang menjadi dasar bagi terjadinya perjanjian tersebut telah
berakhir.51

51

Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 134.

Universitas Sumatera Utara

28

4. Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual
Pemilikan menurut Pasal 570 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
disebutkan bahwa, Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu
benda dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang, atau
peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain. Kesemuanya itu
dengan itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan
pembayaran ganti rugi. 52
Dari ketentuan Pasal 50 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut
kita bisa menarik kesimpulan bahwa setiap hak milik mempunyai unsur:
a. Kemampuan untuk menikmati atas benda atau hak yang menjadi objek
hak milik tersebut.
b. Kemampuan untuk mengawasi atau menguasai benda yang menjadi
objek hak milik itu, yakni misalnya untuk mengalihkan hak milik itu
kepada orang lain atau memusnahkannya. 53
Sekalipun demikian, hukum pun memberikan pembatasan kepada
pemiliknya untuk menikati maupun menguasai atas benda, atau hak yang
merupakan miliknya tersebut. Begitu pula dalam setiap pengaturan hak atas
kekayaan hak intelektaul selalu memuat pembatasan terhadap penguasaan atau
penggunaan tersebut, baik secara:
52

R. Soebekti, Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1986), hlm. 171.
53
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, op.cit., hlm. 31.

Universitas Sumatera Utara

29

a. Batas-batas yang diadakan oleh peraturan perundang-undangan
Misalnya dalam perundang-undangan paten, hak paten hanya berlaku
pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan untuk tujuan-tujuan industri
dan perdagangan, dan tidak berlaku terhadap perbuatan-perbuatan
diluar tujuan tersebut. Hak paten dibatasi oleh masa berlakunya yang
ditentukan

oleh

undang-undang.

Peten

dimungkinkan

dicabut,

digunakan, dan diambil oleh negara.
b. Batas-batas tata kesusilaan dan ketertiban umum
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa hak atas kekayaan intelektual
tidak boleh bertentangan dengan tata kesusilaan dan ketertiban umum
termasuk pula penggunaan tanda yang bertentangan dengan agama atau
menyerupai nama Allah dan Rasulnya.
c. Pencabutan hak milik
Pencabutan hak milik untuk kepentingan masyarakat, asal saja
pencabutan hak milik itu dilakukan berdasarkan undang-undang dan
dengan pembayaran ganti rugi yang layak. 54
Perlindungan hak kekayaan atas intelektual yang kuat selain memberikan
kepastian hukum, juga memberikan manfaat yang dapat dirasakan dari segi
politis, ekonomi, social budaya, bahkan dari segi pertahanan kemanapun bisa
meraih manfaat dari adanya perlindungan atas hak kekayaan intelektual ini. 55

54
55

Ibid., hlm. 32.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

30

B. Hak Merek
1. Sejarah Hak Merek
Sejarah merek dapat ditelusuri perkembangannya sejak berabad-abad
sebelum Masehi. Sejak zaman kuno, misalnya periode Minoan, orang sudah
memberikan tanda untuk barang-barang miliknya, hewan bahkan manusia. Di era
yang sama bangsa Mesir sudah menerapkan namanya untuk batu bata yang dibuat
atas perintah Raja.56
Pada abad pertengahan sebelum revolusi industri, merek telah dikenal
dalam berbagai bentuk atau istilah sebagai tanda pengenal untuk membedakan
milik seseorang dengan milik orang lain. Didahului oleh peranan para Gilda yang
memberikan tanda pengenal atas hasil kerajinan tangannya dalam rangka
pengawasan barang hasil pekerjaan anggota Gilda sejawat, yang akhirnya
menimbulkan temuan atau cara mudah memasarkan barang. 57 Bentuk sejenis
merek mulai dikenal dari bentuk tanda resmi (Hallmark) di Inggris bagi tukang
emas, tukang perak, dan alat-alat pemotong. Sistem tanda resmi seperti itu terus
dipakai karena bisa membedakan dari penghasil barang sejenis lainnya. 58
Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat dicatat
bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku Reglement Industriele Eigendom
(RIE) yang dimuat dalam Stb. 1912 No. 545 Jo. Stb. 1913 No. 214. Setelah

56

Spyrus M. Maniatis, Historical Aspects of Trademark, Bahan Ajar pada Pelatihan
dalam Rangka Kerja Sama Masyarakat Uni Eropa dan Asia di Bidang Hak Kekayaan Intelektual
(European Community and ASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme-ECAP
II), European Patent Office (EPO) bekerja sama dengan St. Queen Mary University, London,
Maret 2005, hlm.1.
57
Adisumarto, Harsono, Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta, (Jakarta:
Akademika Pressindo, 1990) hlm. 40-45.
58
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, op.cit., hlm. 159.

Universitas Sumatera Utara

31

Indonesia merdeka peraturan ini juga dinyatakan terus berlaku, berdasarkan Pasal
2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.59
Peraturan ini disusun dan mengikuti sistem Undang-undang Merek
Belanda, dan menerapkan prinsip konkordansi yaitu ketentuan perundangundangan yang dibuat, disahkan oleh dan berasal dari negara penjajah yang juga
diterapkan pada negara jajahannya.60 Dalam peraturan itu, perlindungan merek
diberikan selama 20 (dua puluh) tahun dan tidak mengenal penggolangan kelas
barang seperti yang diatur pada perjanjian Nice (Nice Agreement) tentang
klasifikasi barang (Goods Classification).61
Pengaturan merek dalam ruang lingkup hak kekayaan intelektual,
diuraikan bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek
menggantikan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 yang dianggap sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan di bidang perdagangan, yang sebenarnya sudah
disempurnakan melalui Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997. Sejauh
menyangkut prinsip-prinsip pokok dan pengertian-pengertian, ternyata Undangundang Nomor 19 Tahun 1992 tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 yang secara substansial telah
menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Perjanjian
TRIP‟s (TRIP’s Agreement). Demikian pula Undang-undang Nomor 15 Tahun
2001, jika dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 terdapat
beberapa penyempurnaan yang disesuaikan dengan Perjanjian TRIP‟s serta
59

OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), hlm.

443.
60

Sudargo Gautama, op.cit., hlm. 2.
R.M. Suryodiningrat, Pengantar Ilmu Hukum Merek, (Jakarta: Pradnya Paramita,
1984), hlm.7.
61

Universitas Sumatera Utara

32

perjanjian-perjanjian Internasional lainnya serta pengalaman Kantor Merek
(Dirjen HaKI, Depkeh HAM RI).62
2. Ruang Lingkup Dan Sifat-sifat Hak Merek
a. Ruang Lingkup Merek
Pada mulanya merek hanya diakui untuk barang, pengakuan untuk merek
jasa barulah diakui Konvensi Paris pada perubahan di Lisabon 1958. Di Inggris
pun merek jasa baru bisa didaftarkan dan mempunyai konsekuensi yang sama
dengan merek barang, setelah adanya ketentuan yang baru diberlakukan pada
Oktober 1986, yaitu undang-undang hasil revisi pada tahun 1984 atas Undangundang Trades Marks 1938. Mengenai merek jasa tersebut di Indonesia barulah
dicantumkan pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.63
Hal ini terjadi pula pada negara berkembang, mereka banyak mengadopsi
pengertian merek dari model hukum untuk negara-negara berkembang yang
dikeluarkan oleh Bivieaux International Reunis pour la Protection de la Propriete
Intectuellen (BIRPI). Pada model hukum tersebut disebutkan defenisi tentang
merek, yang tercantum pada pasal 1 ayat (1) sub a sebagai berikut:64
“Trade mark means any visible sign serving to distinguish the good one of
enterprise from those of other enteprises”
Pengertian sederhana diatas sama dengan pengertian merek dalam ketentuan Pasal
68 Undnag-undang merek Inggris Tahun 1983, yaitu:

62

Erma Wahyuni, dkk., Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, (Yogyakarta: Yayasan
Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2011), hlm. 2.
63
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, op.cit., hlm. 164-165.
64
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

33

“… a mark used or proposed to be used in relation to goods for the
purpose of indicating or so as to indicate, a connection in the course of
trade between the goods and some person having the right either as
propietor or registered user to use the mark, whether with or without any
indication of then identity of that person….”65
Selanjutnya, menurut pasal tersebut yang termasuk Merek adalah meliputi:
a device, brand, heading, label, ticket, name, signature, word, letter,
numeral or any combination thereof.66
Di Indonesia pengertian tentang merek mempunyai banyak kesamaan dengan
ketentuan di Inggris. Hal ini bisa kita lihat dengan membandingkannya. Dalam
ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek dicantumkan
rumusan merek pada pasal 1 angka 1, yaitu:
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda, dan digunakan dalam pembeda, dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Pengertian tersebut masih dipakai dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek sebagaimana tercantum dalam pasal 1 angka 1 .67
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu
tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin

65
66

W.R. Cornish, Intellectual Property, (London: Swett and Maxwell, 1989), hlm. 439.
David I Bainbridge, Computers and The Law, (London: Pitman Publishing, 1990), hlm.

54.
67

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, op.cit., hlm. 166.

Universitas Sumatera Utara

34

kepada pihak lain untuk menggunakannya.68 Hak merek dinyatakan sebagai hak
eksklusif karena hak tersebut merupakan hak yang sangat pribadi bagi pemiliknya
dan diberi hak untuk menggunakan sendiri atau memberi izin kepada orang lain
untuk menggunakan sebagaimana ia sendiri menggunakannya. 69
Pemberian izin kepada pemilik merek kepada orang lain ini berupa
pemberian lisensi, yakni memberikan izin kepada orang lain untuk jangka waktu
tertentu menggunakan merek tersebut sebagaimana ia sendiri menggunakannya. 70
b. Sifat-sifat Hak Merek
Dewasa ini perkembangan merek yang terjadi merupakan perkembangan
dari sifat merek sebagai tanda kepemilikan/ proprietary marks (pada merek mulamula) sampai dengan sifat merek sebagai citra produk/ product image atau simbol
gaya hidup/ way of life seperti yang terjadi pada saat sekarang ini.71 Dapat
dijabarkan bahwa sifat yang melekat pada hak merek tersebut ialah:
1) Menunjukan suatu standar kuliatas/mutu tertentu menerima sehingga
diharapkan dapat memperoleh jumlah penjualan dan penguasaan
pasar yang stabil.
2) Untuk membedakan produk-produk tersebut dengan produk produk
saingan yang ada dipasaran – sebab seorang konsumen yang ingin

68

Ahmadi Miru, Hukum Merek Cara Mudah Mempelajari Undang-undang Merek,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 12.
69
Ibid.
70
Ibid.
71
Shanti Eka Marthani, “Implementasi Perlindungan Merek Kolektif Dalam Model One
Village One Product (OVOP)”, (Tesis Program Studi Pasca Sarjana Kekhususan Hukum Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta, 2013), hlm. 55-57.

Universitas Sumatera Utara

35

membeli produk akan mengenali ciri-ciri dari produk tersebut,
sehingga dengan adanya “merek” pada produk mudah dibedakan.72
3. Pengaturan Merek Di Indonesia
Pengaturan hukum merek di Indonesia pertama kali pada saat
dikeluarkannya Undang-undang Hak Milik Perindustrian pada masa sebelum
kemerdekaan yaitu dalam “Reglement Industrieele Eigendom Kolonien”, Stb 545
Tahun 1912. Sistem yang dianut Reglement Industrieele Eigendom Kolonien
adalah deklaratif. Sistem deklaratif tidak menerbitkan hak, tetapi hanya
memberikan sangkaan hukum (rechtsvermoeden) atau presemption iuris yaitu
bahwa pihak yang mereknya terdaftar adalah pihak yang berhak atas merek dan
sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan. Pendaftaran merek hanya
digunakan untuk memudahkan pembuktian bahwa pihak pendaftar diduga sebagai
pemakai pertama dari merek yang didaftarkan.73
Kemudian seiring dengan perkembangan pembangunan yang cukup pesat
mengakibatkan peraturan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan dan kebutuhan masyarakat akan pengaturan Hak Milik Intelektual
khususnya Merek. Untuk itu pemerintah mengadakan penyempurnaan terhadap
Undang-undang Merek Tahun 1961 dengan mengeluarkan Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1992 yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 3490
dan disahkan pada tanggal 28 Agustus 1992. Undang-undang Nomor 19 Tahun

Rateymal, “Hak Merek”, https://rateymal.wordpress.com/2014/05/01/hak-merek/
(diakses pada tanggal 4 Juli 2017).
73
Venantia Sri Hadiarianti, Konsep Dasar Pemberian Hak dan Perlindungan Hukum Hak
Kekayaan Intelektual, Gloria Yuris Vol 8, No. 2, 2008, hlm 6.
72

Universitas Sumatera Utara

36

1992 ini berlaku sejak 1 April 1993 yang sekaligus mencabut Undang-undang
Merek Tahun 1961.74
Selanjutnya Tahun 1997 UU Merek Tahun 1992 tersebut juqa diperbaharui
lagi dengan UU No. 14 Tahun 1997. Dan pada saat ini tahun 2001 UU No. 19
Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 14 Tahun 1997 tersebut
dinyatakan tidak berlaku. Dan sebagai gantinya kini adalah Undang-Undang
Merek No. 15 Tahun 2001.75
Hingga pada saat sekarang ini telah lahir Undang-undang Nomor 20 Tahun
2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5953) yang telah disahkan pada tanggal 25 November Tahun
2016 sekaligus menggantikan Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001.
4. Fungsi Hak Merek
Fungsi utama merek adalah untuk membedakan suatu produk barang atau
jasa, atau pihak pembuat/penyedianya. Merek mengisyaratkan asal-usul suatu
produk (barang/jasa) sekaligus pemiliknya. Hukum menyatakan merek sebagai
property atau sesuatu yang menjadi milik eksklusif pihak tertentu, dan melarang
semua orang lain untuk memanfaatkannya, kecuali atas izin pemilik.76

74

Abdul Muis, Rancangan Undang-undnag Merek: Sistem Deklaratif Kepada Sistem
Konstitutif, Mimbar Umum, Medan, 13 Maret 1992.
75
Made Diah Sekar Mayang Sari, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal
Dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Denpasar: Program Megister Pasca Sarjana
Universitas Udayana, 2010), hlm. 92.
76
Munandar, dkk, Mengenal HAKI, Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta,Paten, Merek,
dan seluk-beluknya, (Jakarta: Erlangga Esensi, 2009), hlm. 50.

Universitas Sumatera Utara

37

Dengan demikian, merek berfungsi juga sebagai suatu tanda pengenal
dalam
kegiatan perdagangan barang dan jasa yang sejenis. Pada umumnya, suatu produk
barang dan jasa tersebut dibuat oleh seseorang atau badan hukum dengan diberi
suatu tanda tertentu, yang berfungsi sebagai pembeda dengan produk barang dan
jasa lainnya yang sejenis. Tanda tertentu di sini merupakan tanda pengenal bagi
produk barang dan jasa yang bersangkutan, yang lazimnya disebut dengan merek.
Wujudnya dapat berupa suatu gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.77
Merek juga memberikan jaminan kualitas dari barang dan jasa yang
bersangkutan, dimana hal itu sangat bermanfaat bagi perlindungan pemilik merek
dan konsumen. Dengan adanya jaminan kualitas dari produsen, upaya untuk
mempromosikan dan memasarkan barang dan jasa kepada konsumen akan
berjalan dengan baik. Di pasaran luar negeri, merek seringkali merupakan satusatunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan “goodwill” di mata
konsumen. Goodwill atas merek yang telah diperoleh produsen akan memberikan
keuntungan yang besar bagi produsen terutama dalam memperluas pasaran. 78 Dari
penjabaran tersebut fungsi merek adalah sebagai berikut:79

77

Putra, Ida Bagus Wyasa, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi
Bisnis Internasional, (Bandung: PT Refika Aditama, 2000), hlm. 23.
78
Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia Dari Masa Ke Masa,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 33.
79
Abdulkadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: PT.
Citra Aditya, 2007), hlm. 121.

Universitas Sumatera Utara

38

a. Sebagai identitas atau tanda pengenal untuk membedakan produk
perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lainnya Product
Identity.
b. Sebagai sarana promosi dagang Means Of Trade Promotion.
c. Sebagai jaminan atas mutu barang atau jasa Quality Guarantee.
d. Penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan Source of origin.

C. Subyek Hukum Merek Di Indonesia
1. Gambaran Umum Subyek Hukum Merek
Subjek hukum menurut Utrecht adalah suatu pendukung hak yaitu manusia
atau badan yang menurut hukum berkuasa menjadi pendukung hak. Suatu subjek
hukum mempunyai kekuasaan guna mendukung hak atau rechts voegdheid.80
Istilah subjek hukum berasal dari bahasa Belanda yaitu recht subject atau
law of subject dari bahasa Inggris. Secara umum recht subject diartikan sebagai
pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia dan badan hukum.81 Dengan
demikian subjek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki kewenangan hukum,
penyandang hak dan kewajiban dalam perbuatan hukum. Subyek hukum sangat
terkait dengan kecakapan secara hukum atau rechtsbekwaam, dan kewenangan
dalam hukum atau rechtsbevoegd. Subyek hukum (legal subject) adalah setiap
pembawa atau penyandang hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan
hukum.82

80

Utrech, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Universal, 1965), hlm. 234.
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2008), hlm. 40.
82
Ibid.
81

Universitas Sumatera Utara

39

Subyek hak merek adalah pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar
Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut
atau membuat izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum. Pemilik merek dapat terdiri satu orang atau bersama-sama,
atau badan hukum.83 Dalam hukum perdata subjek hukum terbagi menjadi 2 (dua),
yaitu:
a. Orang
Orang (persoon) berarti pembawa hak atau subjek di dalam hukum.
Sebagaimana kami sarikan, seseorang dikatakan sebagai subjek hukum
(pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia
meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti misalnya dalam hal waris),
dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan
dalam keadaan hidup.84
b. Badan Hukum
Di samping orang, badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan juga
memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang
manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai
kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara
pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka
hakim.85

Kurnia
Ningsih,
“Hak
Kekayaan
Intelektual
Hak
Merek”,
https://kurnianingsih31207335.wordpress.com/2009/12/27/hak-kekayaan-intelektual-hak-merek/
(diakses pada tanggal 12 Juli 2017).
84
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), hlm. 19-21.
85
Ibid., hlm. 21.
83

Universitas Sumatera Utara

40

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa baik hukum perdata, subjek
hukum terdiri dari orang dan badan hukum. Dalam hukum perdata mengakui
bahwa badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum
seperti halnya orang. Hal ini karena perbuatan badan hukum selalu diwujudkan
melalui perbuatan manusia.86
2. Pengaturan Subjek Hukum Merek Di Indonesia
Ketentuan mengenai subjek hukum bukanlah hal yang baru di dalam UU
Merek Tahun 2016. Apabila di telusuri lebih lanjut mengenai pengaturan subjek
hukum di Indonesia dimulai sejak lahirnya KUHPerdata pada tahun 1830.
Kemudian pengaturan subjek hukum merek berawal dari lahirnya Haki di
Indonesia pada tahun 1840-an.
Pada tahun 1885 UU Merek pun mulai diberlakukan oleh kolonial
Belanda, dan diperbaharui dengan UU Merek Tahun 1961, yang kemudian
dirubah dengan UU Merek Tahun 1992. Di dalam UU Merek Tahun 1992
pengaturan subjek hukum secara tersirat dapat dilihat dalam pasal 1 angka 2
sampai 4 yang menyatakan “diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa subjek hukum merek itu dapat
berupa seseorang atau beberapa orang atau badan hukum. Jadi dengan adanya
klasifikasi subjek hukum merek bukan berarti subjek hukum merek mempunyai
tiga jenis, tetapi subjek hukum merek hanya ada dua jenis yaitu orang dan badan

86

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

41

hukum. Penambahan pada beberapa orang hanyalah menunjukkan subjek hukum
merek yang berupa orang, yaitu boleh perorangan dan boleh secara bersama-sama.
Kemudian seiring perubahan UU Merek sampai dengan UU Merek Tahun
2016 yang sekarang, pengaturan tentang subjek hukum merek dapat dilihat dalam
pasal 1 angka 2 sampai dengan angka 4. Dalam UU tersebut tetap mengatur hal
yang sama, hanya berubah urutannya saja. Yang juga mengatur tentang
bagaimana peranan dari subjek hukum merek.
3. Upaya Dalam Pengembangan Hak Merek
Pengembangan merek sudah menjadi tantangan besar perusahaan besar
saat ini untuk mengantisipasi perubahan perilaku dan perubahan selera konsumen,
serta perubahan teknologi yang cepat. Bila pengembangan merek tidak di respons,
dimungkinkan terjadinya pemindahan konsumen ke merek lain atau terbentuknya
pasar yang belum digarap. Karena itu, untuk meningkatkan omset penjualan dari
seluruh pasar yang ada, diperlukan suatu perencanaan strategis pengembangan
merek perusahaan.87
Untuk dapat mengembangkan merek yang terkenal di seluruh dunia
langkah pertama adalah merumuskann Brand Platformi secara teliti dan
Komprehensif, dalam upaya untuk mengembangkan konsep suatu merek menjadi
jelas dan terencana dengan baik. Berikut akan dijelaskan elemen-elemen dalam
Platform merek, terdiri atas:88
a. Brand Vision (Visi Merek)

87

Darmadi Durianto, dkk, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Equitas Dan
Perilaku Merek, (Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama, 2004), hlm. 157.
88
Ibid., hlm. 168.

Universitas Sumatera Utara

42

Harus mencerminkan kenyataan masa depan yang rasional dan dapat
diterima oleh akal sehat manusia.
b. Brand Mission (Misi Merek)
Harus dapat menerjamahkan visi. Brand Mission diterjemahkan dalam
tujuan merek dan bentuk perencanaan merek dalam jangka panjang,
jangka menengah maupun jangka pendek.

c. Core Value (Nilai Inti)
Menggambarkan kewajiban dan janji suatu merek untuk melayani dan
memuaskan pelanggannya. Dalam hal ini nilai inti merek terdiri dari
aspek fungsional dan ekspresional suatu merek.
d. Area of Competence (Area Kompetisi)
Merek yang mempunyai pondasi yang kuat, akan memilikk cakupan
area kompetensi yang spesifik dan unik, sehingga merek tersebut dapat
diperluas dalam batas area kompetensinya.89
4. Permasalahan Yang Dihadapi Pemegang Hak Merek
Salah satu bidang hak kekayaan intelektual yang harus dilindungi adalah
merek. Merek merupakan hal yang sangat penting dalam dunia bisnis. Merek
produk (baik barang maupun jasa) tertentu yang sudah menjadi terkenal dan laku
di pasar tentu saja akan cenderung membuat produsen atau pengusaha lainya
memacu produknya bersaing dengan merek terkenal, bahkan dalam hal ini

89

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

43

akhirnya muncul persaingan tidak sehat. Merek dapat dianggap sebagai roh bagi
suatu produk barang atau jasa.90
Merek sebagai tanda pengenal atau tanda pembeda dapat menggambarkan
jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya
sewaktu diperdagangkan. Apabila dilihat dari sudut produsen, merek digunakan
sebagai jaminan hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, di samping
untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar.
Selanjutnya, dari sisi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihanpilihan barang yang akan dibeli.91
Apabila suatu produk tidak mempunyai merek maka tentu saja produk
yang bersangkutan tidak akan dikenal oleh konsumen. Oleh karena itu, suatu
produk (produk yang baik atau tidak) tentu memiliki merek. Bahkan tidak
mustahil, merek yang telah dikenal luas oleh konsumen karena mutu dan harganya
akan selalu diikuti, ditiru, “dibajak”, bahkan mungkin dipalsukan oleh produsen
lain yang melakukan persaingan curang.92
Perbuatan persaingan yang tidak wajar (curang) tentunya tidak hanya
merugikan para pengusaha saja sebagai pemilik atau pemegang hak atas merek
tersebut, tetapi juga bagi para konsumen.93 Perilaku pemalsuan yang dipraktikkan
oleh para pemalsu ini tentunya akan sangat merugikan pemilik merek dalam skala
yang besar mengingat konsumen yang menjadi sasaran produk palsu tersebut juga

90

Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 60.
91
Wiratmo Dianggoro, Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya Bagi Dunia Bisnis,
(Artikel Pada Jurnal Bisnis Vol 2, 1997).
92
Insan Budi Maulana, op.cit., hlm. 60.
93
Ismael Saleh, Hukum dan Ekonomi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990), hlm. 51.

Universitas Sumatera Utara

44

sangat berjumlah besar. Praktek pemalsuan merek tersebut berpengaruh juga
terhadap masyarakat.
Keterkenalan merek diikuti dengan kualitas yang terjamin menyebabkan
banyaknya permintaan terhadap produk-produk yang menggunakan merek-merek
tersebut. Namun, banyaknya permintaan ini seringkali dimanfaatkan dengan baik
oleh para pemalsu dengan memproduksi dan mendistribusikan produk-produk
yang tidak sah.94 Berdasarkan Pasal 100 dan pasal 103 UU Merek Tahun 2016,
yang termasuk pelanggaran merek ialah:
a. menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek
terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan.
b. menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya
dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa
sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.
c. memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui
atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau
produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 100.
Ketentuan pelanggaran merek di Indonesia tersebut hampir sama dengan
kasus yang terjadi di Jepang. Contoh kasus pelanggaran merek di Jepang, antara
lain:95

94

Ibid.
JICA Team, Training Material on Enforcement of Intellectual Property Rights,
(Jakarta: DGIPR, 2003). Hlm. 20.
95

Universitas Sumatera Utara

45

a. Menggunakan merek yang identik atau yang mirip dengan merek yang
sudah didaftarkan oleh pihak lain bagi barang-barang dan jasa yang
identik atau mirip. Walaupun barang-barang tersebut adalah merupakan
barang-barang asli yang diproduksi dan dijual oleh pemiliknya,
tindakan menjual barang-barang tersebut yang dimasukkan ke dalam
beberapa kantong, yang menunjukkan merek yang sama seperti merek
yang sudah terdaftar pada kantong-kantong tersebut, dianggap, sebagai
tindakan pelanggaran merek;
b. Menggunakan barang-barang hasil pelanggaran merek untuk dijual
walaupun

barang-barang

tersebut

diproduksi

oleh

orang lain,

memajangnya di toko, menyimpannya di gudang untuk dijual, maka
barang-barahg yang mereknya sudah didaftarkan oleh orang lain
tersebut telah digunakan merek atau kemasannya tanpa izin, ddan lainlain, dianggap melanggar merek. Baik membeli atau menyimpan
barang-barang tanpa mengetahui bahwa menjual barang-barong tersebut
merupakan pelonggaran terhadap merek, maka tindakan tersebut tetap
dianggap sebagai pelanggaran merek;
c. Menjual atau menggunakan sebuah merek atau kontainer, dan lain-lain .
yang merupakan merek yang digunakan tanpa seijin pemilik merek.
Tindakan menggunakan sebuah merek, dan lain-lain, yang merupakan
pelanggaran terhadop merek yang dimiliki oleh orang lain untuk
digunakan sendiri atau memungkin orang lain untuk menggunakannya
adalah merupakan pelanggaran terhadap merek. Lebih jauh lagi,

Universitas Sumatera Utara

46

menggunakan piring atau mangkok “western” yang mereknya sudah
didaftarkan oleh orang lain untuk memberikan jasa, makanan dan
minuman

untuk

digunakan

di

restoran

milik

sendiri

otau

memungkinkan orang lain untuk menggunakannya adalah juga
merupakan pelanggaran merek;
d. Memproduksi atau mengimpor sebuah merek, kontainer, A yang
menunjukkan merek yang digunakan tanpa ijin dari pemilik merek
tersebut. Walaupun merek tersebut diproduksi atau diimpor berdasarkan
pesanan dari orang lain yang tidak berhak untuk menggunakan merek
yang sudah terdaftar tersebut, maka hal ini dianggap sebagai pelanggran
merek;
e. Memproduksi, menjual atau mengimpor barang-barang untuk tujuan
bisnis untuk digunakan sendiriguna memproduksi sebuah merek,
kontainer, d1l. Yang merupakan merek yang digunakan tahpa se~in dari
pemilik merek. Suatu tindakan memproduksi, menggunakan atau
mengimpor „printing block‟ untuk merek, alat untuk memproduksi
kontainer, d1l. Untuk tujuan bisnis tanpa instruksi atau ijin pemilik
merek atau orang yang memiliki hak atas merek tersebut adalah
merupakan sebuah pelanggaran merek.
Undang-Undang Merek Indonesia yang berkaitan dengan perlindungan
merek yang bersifat represif dibatasi hanya bagi perlindungan hukum bagi barang
atau jasa yang sejenis saja. Perlindungan merek secara khusus diperlukan

Universitas Sumatera Utara

47

mengingat merek sebagai sarana identifikasi individual terhadap barang dan jasa
merupakan pusat (jiwa) suatu bisnis.96

96

Paul Latimer, Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights
(TRIPs Agreement), (GENEVA: WIPO, 1997), hlm. 161.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

5 46 107

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

1 1 6

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

0 2 1

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

1 4 17

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Chapter III V

0 1 42

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

3 6 10

PERLINDUNGAN MEREK NON TRADISIONAL UNTUK PRODUK EKONOMI KREATIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK, INDIKASI GEOGRAFIS DAN PERSPEKTIF PERBANDINGAN HUKUM

0 1 16

HAK ATAS MEREK DALAM USAHA JASA TRANSPORTASIJALAN ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS - Repository Unja

0 0 13

SINKRONISASI PENGATURAN HAK MEREK DAN NAMA DOMAIN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DAN UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008 JUNCTO UNDANG-UNDANG NO 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK - UNS

0 0 90

PEMAKAIAN NAMA DAERAH DALAM USAHA KULINER BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

0 1 16