Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

(1)

BAB III

PROSEDUR PENDAFTARAN MEREK KOLEKTIF DALAM PRODUK USAHA MIKRO KECIL DANMENENGAH

A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia

1. Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Menurut UU UMKM Tahun 2008 dijelaskan tentang definisi dari usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Adapun definisi dari ketiganya sebagai berikut:99

a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung ataupun tidak

99


(2)

langsung dari usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

2. Kriteria UMKM

UU UMKM Tahun 2008 menjelaskan tentang kriteria-kriteria dari usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Kriteria-kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:100

a. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

b. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyaj Rp. 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah).

100


(3)

c. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah).

3. Peranan UMKM

UU UMKM Tahun 2008 menyebutkan bahwa UMKM bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.101

Peran UMKM sangatlah penting bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. UMKM merupakan salah satu penggerak perekonomian negara. Oleh karena itu, kehadiran UMKM harus didukung penuh terutama oleh pemerintah. Dengan adanya UMKM, maka data menciptakan lapangan kerja baru sehingga membutuhkan tenaga kerja yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Sektor UMKM telah menjadi salah satu agenda pembangunan ekonomi di Indonesia dan telah terbukti ketangguhannya. Terbukti

Itu berarti UMKM berperan dalam pembangunan perekonomian nasional melalui kontribusi terhadap penciptaan lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja.

101


(4)

dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, sektor usaha lain ikut tenggelm dengan krisis tersebut, hanya UMKM yng bertahan dari krisis ekonomi tersebut.102

Ketika pada masa krisis ekonomi berkepanjangan, UMKM mampu bertahan dan justru memiliki potensi untuk berkembang. Sampai saat ini, UMKM dalam sektor makanan dan minuman memiliki porsi terbesar dalam UMKM karena membentuk rantai makanan yang pada akhirnya menggunakan input bahan baku dan output menjadi makanan dan minuman.103

Ada beberapa alasan mengapa UMKM mampu bertahan dan justru cenderung meningkat pada era globalisasi:104

a. Pada umumnya UMKM memproduksi barang-barang konsumsi serta jasa dengan fleksibilitas terhadap permintaan yang rendah, oleh karena itu pendapatan masyarakat yang berada pada tingkat rata-rata tidak akan berpengaruh terhadap permintaan barang. Tidak hanya itu, sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh terhadap permintaan barang.

b. Pada umumnya UMKM tidak mendapatkan modal. UMKM memiliki modal dari dana pribadi atau bantuan pemerintah sehingga tidak banyak menggunakan modal dari bank. Oleh karena itu, ketika suku bunga naik maka tidak akan berpengaruh terhadap sektor ini.

102

“Peran UMKM Terhadap Perekonomian Global”, (diakses pada tanggal 28 Maret 2017).

103

Ibid.

104


(5)

Sedangkan perusahaan berskala besar justru akan berpengaruh terhadap suku bunga yang naik.

c. UMKM semakin meningkat justru dimasa-masa krisis, hal tersebut karena pada masa krisis perusahaan akan memberhentikan pekerjanya, dengan begitu kemungkinan terciptanya UMKM baru lebih meningkat. Selain itu, adanya UMKM tidak hanya berperan penting bagi pemerintah Indonesia namun juga sangat berperan penting terhadap perekonomian pemerintah daerah dan masyarakat daerah. Hal-hal tersebut akan juga berpengaruh terhadap pembangunan. Dengan begitu besar peran UMKM terhadap perekonomian global, maka setiap orang bisa memulai untuk membentuk UMKM sesuai dengan bidang yang diminati.105

4. Perkembangan UMKM

Perkembangan usaha adalah suatu bentuk usaha kepada usaha itu sendiri agar dapat berkembang menjadi lebih baik lagi dan agar mencapai pada satu titik atau puncak menuju kesuksesan. Perkembangan usaha dilakukan oleh usaha yang sudah mulai terproses dan terlihat ada kemungkinan untuk lebih maju lagi dan perkembangan usaha merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan hasil penjualan.106

Jumlah pelaku usaha industri UMKM Indonesia termasuk paling banyak di antara negara lainnya, terutama sejak tahun 2014. Jumlah UMKM di Indonesia

105

Ibid.

106

Isnaini Nurrohmah, “Analisis Perkembangan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Pembiayaan Musyarakah Pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT”, (Skripsi Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2015), hlm.20.


(6)

terus mengalami peningkatan dari tahun 2015, 2016 hingga tahun 2017 jumlah pelaku UMKM di Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan.107

Beberapa tahun belakangan, populasi penduduk dengan usia produktif lebih banyak daripada jumlah lapangan kerja yang tersedia. Hal ini memicu khususnya para pemuda untuk menciptakan peluangnya sendiri dengan membuka bisnis, sebagian besar tergolong sebagai pelaku UMKM.108

Data dari Kementrian Koperasi dan UMKM pada tahun 2014, terdapat sekitar 57,8 juta pelaku UMKM di Indonesia. Pada tahun 2015, UMKM telah memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 57-60% dan tingkat penyerapan tenaga kerja sekitar 97% dari seluruh tenaga kerja nasional. Tidak jauh berbeda dengan catatan KADIN (Kamar Dagang Indonesia), kontribusi sektor UMKM terhadap PDB meningkat 57,84% menjadi 60,34% dalam lima tahun terakhir. Serapan tenaga kerja di sektor ini juga meningkat dari 96,99% menjadi 97,22% pada periode yang sama. Di tahun 2017 serta beberapa tahun ke depan diperkirakan jumlah pelaku UMKM akan terus bertambah dan akan memberikan hal-hal yang positif terhadap perekonomian Indonesia.109

107

“Perkembangan UMKM di Indonesia Tahun 2017”,

tanggal 28 Maret 2017).

108

Ibid.

109


(7)

5. Permasalahan yang dihadapi UMKM

Sungguh ironi bahwa UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, bahkan menyelamatkan perekonomian Indonesia pada saat krisis moneter, keadannya “compang-camping” dan banyak yang hanya “asal jalan” karena kurangnya keberpihakan pemerintah pada indsutri UMKM.110

a. Rendahnya Kualitas SDM

Berikut ini adalah beberapa masalah umum yang dihadai UMKM yang lazim terjadi di Indonesia:

Tidak dapat kita pungkiri bahwa sebagian besar UMKM di Indonesia memiliki kualitas SDM yang rendah. Mereka sering membuat UMKM dengan sendirinya, tanpa didasari oleh pelatihan dan pendidikan yang memadai. Tak jarang kita mendengar bahwa UMKM sektor informal seperti pedagang asongan, pedagang kaki lima, warung-warung tegal, lahir dan terbentuk karena SDM-nya tidak tahu apa lagi yang harus dikerjakan untuk mempertahankan hidupnya.111

Akibatnya, usaha-usaha informal UMKM tersebut menjadi dikerjakan seadanya tanpa manajemen dan keterampilan yang memadai. Bagi mereka, kalau sudah ada hasilnya meskipun tak seberapa sering dianggap untung, padahal sebenarnya yang terjadi adalah memaksakan diri hidup dan sangat tidak layak karena tidak tahu bagaimana cara memperbaiki dan mempertahankan hidup.112

110

Gunawan Sumodiningrat, dan Ari Wulandari, op.cit., hlm.107.

111

Ibid.

112


(8)

Rendahnya SDM dalam UMKM secara umum dapat dikenali karena hal-hal berikut:113

1) Tidak Tahu Tujuan

Kalau kita melihat di jalan-jalan pada saat-saat tertentu seperti waktu bulan Ramadhan, jelang hari raya, jelang akhir tahun, di berbagai tempat keramaian kita akan menemukan banyak UMKM yang tiba-tiba atau dadakan semacam orang berdagang makanan berbuka puasa, keperluan lebaran, terompet tahun baru, dan lain-lain. Hal itu terjadi karena banyaknya SDM yang tidak tahu apa tujuannya berusaha. Mereka hanya ikut-ikutan orang lain yang berusaha yang dianggapnya kok mudah dan mendapatkan untung. Pada gilirannya yang ikut-ikutan saja, hanya akan menuai kerugian ataupun jika mendapatkan penghasilan tidak sebanyak dengan pengeluaran dan pengorbanan yang mereka lakukan.

Terkadang hal itu terpaksa dilakukan karena tidak ada pilihan lain dan walaupun sangat ironis, mereka sering menyalahkan pemerintah sebagai pihak yang tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan.

2) Kurang Motivasi

Rendahnya kualitas SDM dalam UMKM sering kali pula disebabkan oleh kurangnya motivasi. Mereka tidak memiliki semangat untuk meluaskan usahanya. Sebagai contoh, kita lihat warung tegal yang sudah bertahun-tahun mereka berdagang , dari waktu ke waktu terus begitu saja. Cukup bagi mereka kalau sudah bisa makan, hidup, menyekolahkan anak, walaupun pas-pasan dan

113


(9)

lebih sering kekurangan. Mereka butuh motivasi yang kuat agar mampu membuat warungnya menjadi lebih maju dari biasanya.

3) Kurang Pendidikan

Jelaslah bahwa kurangnya pendidikan sering menjadi kendala utama dalam pengembangan usaha dan menjadi pemicu rendahnya kualitas SDM dalam UMKM. Tenaga-tenaga yang masuk di lingkungan UMKM umumnya tidak terdidik karena upah yang rendah dan perkerjaan-pekerjaan yang ada di UMKM (semacam kerajinan, peternakan, perikanan, dan lain-lain) sering dianggap pekerjaan kasar yang memerlukan tenaga terdidik.

Kurang pendidikan, sebenarnya tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak menguasai bidang tertentu. Sekarang ini belajar tidak harus lewat jalur formal. Ada banyak pelatihan kerja informal, baik yang berbayar maupun gratis yang diselenggarakan pemerintah dan swasta yang bisa dimanfaatkan untuk membuat seseorang menjadi ahli. Yang banyak terjadi dilapangan, kekurangan tenaga terdidik bukan tidak adanya sarana dan prasarana belajar dan bukan lagi masalah pembiayaan, tetapi karena kemalasan individu. Tidak adanya tujuan dan motivasi usaha untuk maju berkembang, membuat orang malas belajar, malas sekolah, sehingga terus saja mereka menjadi orang bodoh yang tidak terdidik. Kalau sudah demikian, harus introspeksi diri sendiri bila usahanya tidak maju.

4) Lingkungan Tidak Mendukung

Lingkungan yang tidak mendukung juga sering menjadi penyebab SDM dalam UMKM kurang berkualitas. Sebagian besat ini adalah kesalahan


(10)

pola pikir di lingkungan masyarakat yang masih menganggap bahwa pekerjaan yang mapan hanya mereka yang bekerja di kantoran. Sementara sektor informal, sering dianggap tidak jelas masa depannya. Akibatnya banyak sekali anak muda yang sekolah tinggi dengan alasan untuk mendapatkan pekerjaan, padahal di luar pekerja kantoran masih bisa memiliki masa depam yang lebih baik.

5) Tidak Sesuai keahlian

Tidak sesuai keahlian juga menjadi pendorong rendahnya kualitas SDM di lingkungan UMKM. Kita bisa memikirkan bagaimana kalau seseorang bekerja dengan terpaksa? Mungkin karena tidak ada pilihan lain, atau karena memang tidak punya keahlian. Akhirnya mereka menerima saja pekerjaan asal mereka mendapatkan upah.

Selain itu, faktor rendahnya upah di lingkungan UMKM sering menjadi pemicu para pekerjanya tidak sesuai keahlian. Seharusnya setiap pekerja di lingkungan UMKM mendapatkan pelatihan yang memadai sebelum bekera, sehingga mereka mengerti bidang pekerjaannya.

b. Merasa Cukup bila Usaha Tetap atau Bisa Jalan

Di Indonesia, ada berbagai jenis UMKM dari industri kerajinan, usaha rumah tangga, perikanan, peternakan, pertanian, dan lain-lain. Umumnya UMKM itu adalah usaha perseorangan dengan modal kecil, didorong kurang dan


(11)

rendahnya kemampuan SDM, menyebabkan sebagian UMKM sudah merasa cukup bila usaha tetap atau bisa jalan.114

Banyak dari mereka menjalankan usaha sebagaimana adanya, tanpa inovasi dan perbaikan berarti. Dengan demikian, dapat dipastikan usahanya begitu-begitu saja, tidak ada perkembangan dan tidak ada kemajuan. Di sinilah sangat diperlukan dengan adanya pendampingan yang bisa mengarahkan dan mendidik mereka agar sadar usaha. Setiap orang harus memiliki kesadaran bahwa mereka yang bekerja dan berusaha itu harus mendapatkan untung dan bisa untuk menabung, bukan sekedar untuk hidup, bahkan masih sering kekurangan.115

c. Lemahnya Manajemen

Seperti hal-hal sebelumnya, bagaimana tenaga kerja keluarga tidak dihitung, aset rumah tangga tidak dimasukkan dalam anggaran pembiayaan, adalah bagian dari bagaimana lemahnya manajemen UMKM.116 Bahkan dalam berbagai jenis UMKM yang ada di Indonesia para pelaku atau pemiliknya nyaris tidak pernah melakukan pembukuan.117 Dengan demikian, tidak pernah ketahuan mana yang pengeluaran rumah tangga dan mana yang pengeluaran usaha. Mereka menganggap baik-baik saja. Kalau pun ada hutang, ya mereka anggap biasa-biasa saja.118

114

Arvan Pradiansyah, Cherist Every Moment: Menikmati Hidup Yang Indah Setiap Saat, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004), hlm.83-84.

115

Ibid.

116

Burhanuddin Abdullah, Menanti Kemakmuran Negeri: Kumpulan Esai tentang Pembangunan Sosial Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm.153.

117

Ibid.

118


(12)

Dibawah Ini ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya manajemen UMKM yaitu sebagai berikut:119

1) Tidak ada pelatihan yang memadai

Sebagaimana menjadi pengusaha masih belum jadi cita-cita sebagian besar generasi muda, pendidikan dan pelatihan menjadi pengusaha juga masih menjadi barang baru. Akibatnya dalam banyak kasus orang yang memiliki usaha melakukannya secara coba-coba dan diperparah kurang adanya pelatihan yang memadai.

Jadi, tak heran kalau kita sering mendengar ungkapan di lingkungan pemilik UMKM bahwa bisa bertahan hidup saja Alhamdulillah (syukur yang tidak total). Mereka sadar bahwa dirinya masih kekurangan, bisa lebih baik tetapi tidak mau atau tepatnya tidak tahu bagaimana caranya menjadi lebih baik dan lebih maksimal mendapatkan untung sehingga bisa menabung lebih banyak. Perlu pembinaan dan pendampingan terus menerus untuk mangkas “kebodohan” yang dianggap sebagai kewajaran tersebut.

2) Kemalasan SDM untuk berubah lebih baik lagi

Sebagian besar karena kultur dan lingkungan yang serba permisif dimana anak berumur 17 tahun dianggp dewasa secara fisik dan mental namun masih menjadi tanggungan orang tua. Sesuatu yang tidak sehat bagi perkembangan generasi muda, kemalasan karena biasa mendapat fasilitas bisa terbawa sampai mereka dewasa.

119


(13)

Perlu kesadaran orang tua dan pendidik untuk mengarahkan anak mandiri sejak dini. Semakin dini anak mandiri, semakin baik masa depannya. Tak heran kalau di lingkungan pengusaha Cina, sedari kecil anak-anak mereka pun sudah diajarkan bekerja yang focus terhadap untung dan rugi, dengan tujuan anak itu segera mandiri dan bisa membuka usaha yang menguntungkan bagi dirinya sendiri. Kadang-kadang kita perlu belajar dar Cina untuk mengangkat perekonomian pribadi dan keluarga kita.

d. Tidak Berbasis Organisasi

Organisasi yang dimaksud di sini bukanlah sesuatu yang formal atau besar. Namun bagaimana semestinya setiap UMKM itu memiliki sistem organisasi yang jelas. Dengan adanya organisasi yang jelas, sistem pun akan terbentuk jelas, ada manajemen yang baik. Tidak segalanya berjalan begitu saja, tanpa menghitung secara pasti biaya dan keuntungan usaha.120

Kondisi seperti itu sering disebabkan oleh dua hal, yaitu UMKM lahir begitu saja tanpa planning dan para pelaku UMKM tidak memikliki bekal kewirausahaan yang memadai.

121

e. Kurangnya Penguasaan Teknologi

Teknologi berkembang dengan sangat pesat, sebagian dari tujuan teknologi adalah mempermudah kehidupan manusia.122

120

Jusuf CK Arianto, Rahasia dapat Modal & Fasilitas dengan Cepat & Tepat: Kiat Jitu Mempercepat Impian Anda Untk Membuka Usaha, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm.9.

121

Ibid.


(14)

yang sebelumnya harus dilakukan dalam waktu lama, kidi dapat dilakukan dalam waktu yang cepat. Sayangnya, tidak semura orang mengerti soal teknologi, termasuk teknologi untuk mengembangkan UMKM. Banyak pelaku UMKM yang masih berkutat dengan hal-hal tradisional yang ribet dan menyulitkan. Tentu ini berbeda kasus kalau dalam hal teknik membatik, yang tradisional tentu lebih baik dan lebih berharga daripada yang menggunakan teknik mesin.123

Kemajuan teknologi di sini adalah kemajuan teknologi dalam segala hal yang bisa mempercepat kemajuan UMKM. Setiap pelaku UMKM harusnya menyadari hal ini dan menggunakannya untk kemajuan usahanya. Teknologi memang tida mudah, tapi tentu bisa dipelajati. Alah bisa karena biasa, siapa yang mau mengenali teknologi juga akan lebih mudah berbagai urusannya.124

f. Kurangnya Akses Informasi

Dewasa ini, informasi memegang peranan penting dalam industri jenis apapun. Dengan mengetahui informasi mengenai pemasaran, seseorang atau badan usaha tertentu bisa melakukan monopoli perdagangan. Dengan monopoli perdagangan, keuntungan menjadi miliknya sendiri.125

122

Gunawan Sumodiningrat dan Ari Wulandari, op.cit., hlm.127-128.

123

Ibid.

124

Ibid.

125

Mulyawan Karim, Rindu Pancasila: Merajut Nusantara, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), hlm.179.

UMKM sebagai usaha perseorangan yang kurang terorganisir dengan baik, tidak terintegrasi dengan UMKM lainnya, biasanya akan cenderung kurang akses informasi. Mereka bekerja dengan caranya sendiri tanpa memperdulikan bagaimana seharusnya mempercepat perkembangan usahanya. Namun kalau mereka tergabung dalam


(15)

komunitas yang terintegrasi dengan program-program pemberdayaan UMKM, biasanya ini tidak akan terjadi. Para pendamping akan membantu mereka untuk mengetahui informasi yang memajukan pemasaran produk UMKM.126

g. Kurangnya Modal

Ada banyak UMKM yang memiliki produk-produk berkualitas dan memenuhi standar internasional. Kadang produk hasil usaha mereka dibawa oleh turis atau ikut dalam pameran internasional. Pada gilirannya, masyarakat internasional mengenal produk mereka dan kemudian memesan produk tersebut.127

Tentu ini sebuah peluang yang sangat baik dan menjanjikan, namun yang sering terjadi di lapangan, pesana tersebut tidak bisa dipenuhi karena kurangnya modal untuk membuat permintaan dalam jumlah besar. Selain itu, kadang kemalasan orang kita unuk mengurus berbagai perizinan yang memungkinkan pengiriman produk ke luar negeri. Kalau sudah begitu, yang rugi tentu UMKM yang bersangkutan, peluang di depan mata hilang begitu saja dan umumnya akan dilemparkan pada usaha besar yang sanggup memenuhi permintaan pesanan tersebut.128

126

Ibid.

127

Adler Haymans Manurung, Modal Untuk Bisnis UKM, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008), hlm.122.

128


(16)

h. Lemahnya Pemasaran dan Networking (Jaringan Kerja)

Networking atau jaringan kerja sekarang ini menjadi kunci sukses dalam berbagai jenis usaha. Orang yang memiliki networking luas juga mudah dalam berbagai urusan. Oleh karena UMKM umumnya berdiri sendiri kurang terencana, networking pun menjadi lemah dan sempit. Ini menyebabkan pemasaran hanya sedikit dan tidak dapat mengembangkan jaringan pemasarannya dalam waktu yang cepat.129

Berikut ini terdapat dua hal yang membuat UMKM lemah di pemasaran, yaitu:130

1) Kurang Sarana Promosi

Dengan sedikitnya networking, maka banyak UMKM dengan produk-produk berstandar internasional hanya menjadi konsumsi lokal karena kurang promosi. Dalam berbagai jenis usaha, promosi memang memakan biaya cukup banyak. Oleh karena tidak ada perencanaan, tidak ada manajemen yang baik, maka bagian ini pun tidak tergarap sempurna. Banyak UMKM yang asal jalan tanpa promosi. Padahal promosi tak harus berbayar, ada banyak sarana yang bisa digunakan untuk promosi. Hal-hal seperti itulah yang semestinya diarahkan oleh para pendamping-pendamping agar UMKM dapat maju dengan lebih pesat.

2) Tidak Ada Akses Pameran

129

Muchtar A.F, Panduan Praktis Strategi Memenangkan Persaingan Usaha dengan Menyusun Business Plan, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010), hlm.6.

130


(17)

Dampak dari lemahnya networking dan kurangnya promosi, menyebabkan UMKM tidak memiliki akses pameran. Selain biaya untuk ikut pameran itu besar, kurangnya pembinaan terutama dalam hal kemasan produk, sering juga menjadi kendala para UMKM untuk ikut pameran.

i. Lemahnya Daya Saing

Tidak semua produk UMKM berkualitas rendah. Namun adanya berbagai factor yang masih belum diurus dengan baik, menyebabkan produk UMKM sering dipandang dengan sebelah mata, terlebih bila kemasannya kurang baik. Dari tampilannya yang kurang menarik, membuat konsumen enggan melihatnya, padahal bisa saja sebenarnya kualitasnya sangat bagus. Hal inilah yang paling membuat produk-produk UMKM lemah daya saing.131

j. Rendahnya Produktivitas

Oleh karena UMKM sebagian besar lahir tanpa perencanaan, tanpa manajemen, tanpa motivasi unuk maju, kekurangan SDM berkualitas, dan masalah-masalah lainnya, maka secara umum akan berdampak langsung pada produktivitas. UMKM tidak bisa memiliki produktivitas yang tinggi karena berbagai kekurangan tersebut. Rendahnya produktivitas UMKM dapat dikenali karena hal-hal berikut ini:132

1) Motivasi untuk produktif usaha sangat rendah 2) Tidak menyadari potensi dan kemampuan

131

Zuhal, kekuatan Daya Saing Indonesia: Mempersiapkan Masyarakat Berbasis Pengetahuan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas), hlm.24-25.

132


(18)

3) Tidak tahu bagaimana memanfaatkan semua kekuatan 4) Tidak ada target dan orientasi

5) Kurangnya pembinaan dan pendampingan

6. Pemberdayaan UMKM

Cara mudah untuk memajukan UMKM dapat dilakukan dengan pemberdayaan UMKM. Dengan dilakukannya pemberdayaan UMKM ini akan menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia.133

a. Keberpihakan

Hal itu dilakukan mengingat jumlah populasi UMKM yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dibawah ini dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pemberdayaan UMKM.

Kecenderungan pemerintah dan pihak terkait untuk memberikan dukungan pada kemajuan UMKM. Peningkaan program atau kegiatan yang mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin, yaitu melalui perluasan jangkauan dan kapasitas pelayanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), baik pola pembiayaan konvensional maupun pola bagi hasil (syariah), dan peningkatan kemampuan pengusaha mikro dalam aspek manajemen usaha dan teknis produksi.134

133

Ibid., hlm.142.

134

Soetanto Hadinoto Djoko Retnadi, Micro Credit Challenge: Cara Efektif Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007), hlm.360-361.


(19)

Perluasan akses kepada sumber modal melalui:135

1) Pengembangan produk dan jasa pembiayaan bukan bank;

2) Peningkatan penjaminan kredit khususnya untuk mendukung kebutuhan modal investasi; dan

3) Penyusunan kebijakan dan strategi nasional pengembangan LKM yang menyeluruh dan terpadu.

Dalam hal ini juga termasuk penuntasan dan pengakuan ststaus LKM tradisional yang berbentuk bukan bank dan bukan koperasi diikuti dengan cara pembinannya. Selain itu juga perlu adanya semangat dan penyebarluasan jiwa kwirausahaan dan pengembangan sistem insentif bagi wirausaha baru, terutama koperasi dan UMKM yang berbasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).136

b. Pemberdayaan

Proses pembangunan UMKM di mana pemilik dan pelaku UMKM berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisinya. Pemberdayaan UMKM dapat terjadi bila pemilik dan pelakunya berprtisipasi secara aktif.137

Kebijakan pemberdayaan UMKM secara umum diarahkan untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan daya saing, serta revitalisasi pertanian dan pedesaan yang menjadi prioritas pembangunan nasional.138

135

Ibid.

136

Ibid.

137

Gunawan Sumodiningrat dan Ari Wulandari, op.cit., hlm.143-145.

138


(20)

Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, langkah kebijakan yang ditempuh adalah penyediaan dukungan dan kemudahan untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif berskala mikro atau informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, peningkatan akses ke lembaga keuangan mikro, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing.139

Pemberdayaan UMKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis IPTEK. Untuk itu, UMKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perizinan usaha, dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perizinan. Di samping itu, budaya usaha dan kewirausahaan dikembangkan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, pembimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha.140

c. Perlindungan

Perlu dibuat aturan khusus tentang perlindungan UMKM setidaknya di pasar dalam negeri. Umumnya UMKM kalah standar produk secara global, modal

139

Ibid.

140


(21)

kurang, Sumber Daya Manusia (SDM) rendah, pemain asing menguasai pasaran lokal dengan harga lebih murah dan kemasan lebih menarik.141

Upaya peningkatan produktivitas, mutu dan daya saing produk UMKM juga ditempuh melalui fasilitasi merek dan desain industry, sertifikasi desain dan HKI. Melalui fasilitasi semacam itu, produk UMKM menjadi lebih terjamin pemasarannya. Desain UMKM yang baik akan diminati pasar dan memperoleh perlindungan atas karya intelektual yang diciptakannya. Pengembangan desain, merek, dan sertifikasi desain industri tersebut dilakukan dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga ahli (konsultan).142

d. Kemitraan

Kemitraan atau partnership adalah kerja sama UMKM dengan badan-badan pemerintah, organisasi-organisasi nasional/internasional dan berbagai lembaga swadaya masyarakat untuk membangun dan mengembangkan UMKM dari tingkat desa hingga nasional. Kegiatan penumbuhan usaha baru juga didukung oleh penyediaan insentif melalui program kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan usaha kecil memanfaatkan dana yang bersumber dari penyisihan laba BUMN bagian pemerintah.143

e. Subsidi

Dalam beberapa kasus, subsidi (bentuk bantuan keuangan) yang dibayarkan kepada UMKM tetap dianggap perlu. Pengembangan ke depan akan

141

Ibid., hlm.145-146.

142

Ibid.

143


(22)

difokuskan pada pengembangan sentra menjadi sentra unggulan. Peningkatan pembinaan akan dilakukan dengn fasilitasi Merek, Desain, Sertifikasi Desain Industri, Label Halal, dan bantuan Teknologi Tepat Guna (TTG). Untuk mendorong peningkatan produktivitas dan mutu UMKM, bantuan penguatan dalam bentuk TTG. Bantuan TTG itu diharapkan dapat meningkatkan penerapan teknologi untuk meningkatkan mutu dan daya saing UMKM.144

Dalam rangka memperluasa akses dan pangsa pasar koperasi dan UMKM terus dilakukan promosi produk koperasi dan UMKM melalui pameran, baik di dalam maupun luar negeri. Kegiatan itu juga dilakukan dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan promosi produk koperasi dan UMKM.145

f. Subsidi Bukan Harga

Subsidi bukan harga adalah bantuan yang diberikan kepada UMKM di luar bantuan keuangan, yaitu seperti pelatihan, pengurusan izin, akses informasi, akses pameran, dan lain-lain. Selanjutnya, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi, khususnya usaha skala mikro pada sektor informal, ditempuh langkah pemberdayaan usaha mikro sebagai berikut:146

1) Pengembangan usaha mikro, termasuk yang tradisional;

2) Penyediaan skim pembiayaan dan peningkatan kualitas layanan LKM; 3) Penyediaan insentif dan pembinaan usaha mikro; dan

144

Ibid., hlm.147.

145

Ibid.

146


(23)

4) Peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif bagi pengusaha UMKM.

g. Pajak

Aturan pajak untuk UMKM lebih diperingan dan dipermudah prosedurnya. Meski tidak secara eksplisit dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (selanjutnya disebut PP Pajak Penghasilan), sulit dipungkiri bahwa yang menjadi target pemajakan dalam ketentuan perpajakan baru ini adalah UMKM.147

Hal ini terlihat dari batasan peredaran usaha Rp. 4,8 Miliar dalam PP tersebut yang masih dalam lingkup pengertian UMKM menurut UU UMKM, yakni usaha yang dilakukan orang perorangan atau badan usaha dengan peredaran maksimum RP 50 Miliar dalam setahun. Terkait dengan UMKM, sebelumnya sudah ada ketentuan perpajakan yang mengatur tarif khusus pajak penghasilan untuk UMKM tetapi hanya berlaku untuk yang berbentuk badan usaha.148

h. Inovasi

Layanan pendukung dalam bentuk trading house memberikan jasa, seperti konsultasi pemasaran, info pasar, promosi, logistic, purnajual, keuangan, pendaftaran merek, dan pengembangan jejaring. Trading house itu akan dikelola

147

Ibid., hlm.147-148

148


(24)

oleh lembaga layanan pemasaran koperasi dan UMKM bersinergi dengan pihak terkait dengan pola konsorsium, antara lain lembaga model ventura daerah.149

Sebagai hasil peningkatan mutu dan promosi, dengan memberdayakan UMKM dengan melaksanakan program dukungan pengembangan pasar tradisional. Program itu diimplementasikan dalam bentuk pemberian dana bantuan penguatan dengan pola dana bergulir kepada para pedagang pasar tradisional melalui lembaga koperasi.150

Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UMKM dilaksanakan melalui langkah peningkatan kualitas kewirausahaan, baik wirausaha yang ada maupun calon wirausaha baru. Untuk itu, program induk pengembangan kwirausahaan telah disusun beserta model pemberdayaan SDM UMKM dan pelaksanaan pelatihan kewirausahaan. Langkah itu diharapkan juga akan mendorong peningkatan jumlah wirausaha baru berbasi IPTEK dan berkembangnya ragam produk unggulan UMKM.151

1) Mengembangkan Keunggulan dan Ciri Khas

Setiap individu dan UMKM yang memiliki produk tentu memiliki keunggulan dan ciri khas yang tidak dimiliki oleh UMKM lainnya. Keunggulan dan ciri itulah yang harus ditonjolkan, sehingga diingat oleh konsumen dan pelanggan. Dengan demikian, mudah mengidentifikasi dan mengingat apa kelebihan produk UMKM tersebut.

2) Meningkatkan Kompetensi dan Menekan Harga

149

Ibid., hlm.148-150.

150

Ibid.

151


(25)

Dengan berbagai pelatihan dan pendidikan yang sesuai dengan keperluan wirausaha diharapkan akan mampu meningkatkan kompetensi dan menekan harga jual produk UMKM, sehingga mampu bersaing dipasar global.

i. Pasar Global: Pasar Bebas Tidak Terkendali

Semakin tidak terkendali pasar, semakin besar beban UMKM untuk bertahan. Pengendaliannya bisa dengan aturan pemerintah yang utama meningkatkan kualitas serta daya saing UMKM. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tentangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.152

Dengan berbagai hal kondisi UMKM dan solusi serts pemberdayaan yang bisa dilakukan, diharapkan UMKM menjadi usaha yang mandiri, berorientasi keuntungan, dikelola secara professional, sehingga siap untuk tumbuh dan berkembang serta mampu meningkatkan daya saing di tingkat Global. Dengan

152


(26)

demikikan, produktivitas bisa meningkat yang akan meningkatkan pendapatan, pendapatan yang meningkat, secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, baik di tingkat individu, keluarga, komunitas maupun pada tataran bangsa dan negara.153

B. Prosedur Pendaftaran Merek Kolektif Dalam Produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia

1. Pengaturan Pendaftaran Merek Kolektif di Indonesia

Sebagaimana lazimnya merek pada umumnya, maka secara fundamental merek kolektif harus mampu memberikan fungsi daya pembeda (distinguishing function).154 Dalam hal mempertimbangkan daya pembeda, sangat penting untuk menghargai bahwa fungsi daya pembeda dari sertifikasi dan merek kolektif selain harus berbeda dengan sesame merek kolektif juga harus berbeda dengan merek dagang pada umumnya. Jadi fungsi daya pembeda (distinctiveness) merek kolektif sebagai:155

a. Pembeda barang dan jasa dari suatu perusahaan dengan perusahaan lain.

b. Referensi atau rujukan untuk membedakan barang dan jasa dari anggota asosiasi sebagai pemilik merek tersebut dari asosiasi lain. c. Pembeda barang dan jasa dari satu perusahaan dengan perusahaan lain

dan harus dianggap pembeda barang dan jasa yang di sertifikasi dari barang dan jasa yang tidak tersertifikasi.

153 Ibid. 154

Rahmi Jened I, op.cit., hlm.280-281.

155


(27)

d. Persyaratan substantif lainnya untuk merek kolektif adalah sertifikasi Peraturan Pengguna Merek Kolektif (PPMK) sebagai standar peraturan yang harus dipenuhi oleh anggota pengguna merek kolektif yang bersangkutan.

Namun merek kolektif (collective marks) berbeda dengan merek bersertifikasi (certification marks) karena merek kolektif digunakan oleh anggota tertentu dari organisasi yang memiliki merek tersebut. Adapun merek bersertifikasi mungkin digunakan oleh setiap orang yang memenuhi standar yang didefenisikan oleh pemilik merek tersertifikasi tersebut.156

Selanjutnya PPMK tersebut paling sedikit memuat:157

a. Sifat, ciri umum, atau mutu barang atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan;

b. Pengaturan bagi pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan merek tersebut; dan

c. Sanksi atas pelanggaran ketentuan penggunaan merek kolektif. Ketentuan penggunaan merek kolektif dicatat dalam daftar umum merek dan diumumkan dalam berita resmi merek.

Permohonan pendaftaran merek kolektif sebenarnya sama dengan pendaftaran merek biasa (bukan merek kolektif), yang membedakan hanya satu hal yaitu di dalam merek kolektif harus disertakan surat pernyataan dari setiap merek bahwasannya merek tersebut akan digunakan sebagai merek kolektif yang ditandatangani oleh semua pemilik merek yang bersangkutan dan disertai dengan

156

Ibid.

157


(28)

salinan ketentuan penggunaan merek tersebut sebagai merek kolektif.158

2. Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Merek Kolektif

Terhadap permohonan pendaftaran merek kolektif dilakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 dan pasal 46 UU Merek 2016. Pemeriksaan substantif terhadap permohonan pendaftaran merek kolektif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 23 dan Pasal 24 UU Merek 2016. Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan pendaftaran merek diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Ham No. 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.

a. Syarat Permohonan Pendaftaran Merek Kolektif

Permohonan pendaftaran merek kolektif diajukan dengan mengisi formulir rangkap 2 (dua) oleh pemohon atau kuasanya kepada Menteri dalam bahasa Indonesia.159 Format formulir permohonan pendaftaran merek kolektif ditetapkan oleh Direktur Jenderal.160 Dalam pengisian formulir tersebut harus mencantumkan:161

1) Tanggal, bulan, dan tahun permohonan;

2) Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;

3) Nama lengkap dan alamat kuasa jika permohonan diajukan melalui kuasa;

158

Indonesia (Pendaftaran Merek), Peraturan Menteri tentang Pendaftaran Merek, Peraturan Menteri Hukum dan Ham No.67 Tahun 2016, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 No. 2134, Pasal 47.

159

Ibid., Pasal 3 angka 1.

160

Ibid., Pasal 3 angka 8.

161


(29)

4) Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas;

5) Label merek;

6) Warna jika merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna; dan

7) Kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa.

Dalam mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud di atas harus melampirkan dokumen-dokumen seperti bukti pembayaran biaya permohonan, label merek sebanyak 3 (tiga) lembar dengan ukuran paling kecil 2 x 2 cm (dua kali dua sentimeter) dan paling besar 9 x 9 cm (sembilan kali sembilan sentimeter), surat pernyataan kepemilikan merek, surat kuasa (jika permohonan diajukan melalui kuasa), serta bukti prioritas (jika menggunakan hak prioritas dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia).162

Dalam hal permohonan merek dengan label merek berupa bentuk 3 (tiga) dimensi, label merek yang dilampirkan dalam bentuk karakteristik dari merek tersebut yang berupa visual dan deskripsi klaim perlindungan. Untuk yang berupa suara, label merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara, jika suara yang tidak bisa ditampilkan dalam bentuk notasi, label merek yang ditampilkan dalam bentuk sonogram. Dalam hal merek yang berupa hologram, label merek yang dilampirkan berupa tampilan visual dari berbagai sisi.163

162

Ibid., Pasal 3 angka 3.

163


(30)

Permohonan yang telah memenuhi persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud di atas, diberikan tanggal penerimaan dan Menteri mengumumkan permohonan merek tersebut dalam berita resmi merek selama kurun waktu 2 (dua) bulan. Dalam jangka waktu tersebut, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri atas permohonan yang bersangkutan. Pengajuan keberatan tersebut dilakukan jika pihak tersebut menganggap bahwa telah dirugikan apabila merek yang didaftarkan sebelumnya dikabulkan. Terhadap keberatan tersebut, pemohon atau kuasanya berhak mengajukan sanggahan secara tertulis kepada Menteri. Sanggahan itu harus diajukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman salinan keberatan yang disampaikan oleh Menteri.164

b. Tata Cara Permohonan Pendaftaran Merek Kolektif

Permohonan pendaftaran merek kolektif yang diajukan oleh pemohon atau kuasanya dapat dilakukan secara elektronik (online) ataupun non-elektronik (tertulis).165 Permohonan yang dilakukan secara elektronik (online) dilakukan melalui laman resmi Direktorat Jenderal. Setelah mengisi formulir secara elektronik, pemohon atau kuasanya harus mengunggah dokumen-dokumen yang dibutuhkan ke media elektronik tersebut. Permohonan yang dilakukan secara non-elektronik (tertulis) diajukan kepada Menteri dengan melampirkan dokumen-dokumen persyaratannya.166

164

Ibid., Pasal 4-5.

165

Ibid., Pasal 6-8. 166


(31)

Selanjutnya, setiap permohonan yang diajukan oleh pemohon atau kuasanya wajib dilakukan pemeriksaan terhadap dokumen kelengkapan persyaratan.167 Pemeriksaan dokumen persyaratan tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal penerimaan. Apabila dalam hal dilakukannya pemeriksaan kelengkapan dokumen pesyaratan tersebut terdapat kekurangan kelengkapan, Menteri memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya untuk melengkapinya. Pemberitahuan tersebut wajib disampaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan. Pemohon atau kuasanya juga wajib melengkapi kekurangan yang terjadi di dalam kelengkapan dokumen persyaratan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pemohon atau kuasanya tidak dapat melengkapi dokumen kelengkapan persyaratan, maka permohonan dianggap ditarik kembali.168

Dalam hal kekurangan kelengkapan persyaratan terkait dengan hak prioritas, pemohon wajib melengkapi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan permohonan dengan menggunakan hak prioritas. Apabila dalam jangka waktu tersebut, pemohon tidak melengkapi dokumen terkait hak prioritas, permohonan tetap diproses tanpa menggunakan hak prioritas.169

167

Ibid., Pasal 9-10.

168

Ibid.

169

Ibid., Pasal 11.

Hak prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Estabilishing


(32)

the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditetapkan berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property.170

Berdasarkan hasil pemeriksaan, permohonan dinyatakan lengkap dan telah melampaui jangka waktu pengumuman, permohonan dilakukan pemeriksaan substantif oleh pemeriksa.171 Pemeriksaan substantif merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap permohonan pendaftaran merek kolektif. Segala keberatan dan sanggahan menjadi bahan pertimbangan dalam pemeriksaan substantif. Jika tidak ada keberatan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya pengumuman, maka dilakukanlah pemeriksaan substantif terhadap permohonan.172

170

Ahmadi miru, op.cit., hlm.32.

171

Indonesia (Pendaftaran Merek), op.cit., Pasal 12.

172

Indonesia (Merek), op.cit., Pasal 23.

Jika terdapat keberatan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya batas waktu penyampaian sanggahan, dilakukanlah pemeriksaan substantif terhadap permohonan. Pemeriksaan substantif diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 150 (seratus lima puluh) hari. Untuk melakukan pemeriksaan substantif, dapat ditetapkan tenaga ahli pemeriksa merek di luar pemeriksa. Hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh tenaga ahli pemeriksa merek di luar pemeriksa dapat dianggap sama dengan hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh pemeriksa dengan persetujuan Menteri.


(33)

Dalam rangka pemeriksaan substantif, terdapat berbagai kemungkinan/ langkah berikut ini yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:173

1) Dalam hal pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa permohonan dapat disetujui untuk didaftar, atas persetujuan Direktorat Jenderal, permohonan tersebut diumumkan dalam berita resmi merek. 2) Sebaliknya, dalam hal pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan

substantif bahwa permohonan dapat didaftar atau ditolak, atas pesetujuan Direktorat Jenderal, hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya.

3) Apabila suatu merek dinyatakan tidak dapat didaftar atau ditolak pendaftarannya, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan tentang ditolak atau tidak didaftarya merek yang dimohonkan pendaftarannya tersebut, pemohon atau kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau tanggapannya dengan menyebutkan alasannya.

4) Dalam hal pemohon atau kuasanya tidak menyampaikan keberatan atau tanggapan, pemohon dianggap menerima hasil pemeriksaan substantif yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya tidak dapat didaftar atau ditolak sehingga dalam jangka waktu yang telah ditentukan Direktorat Jenderal menetapkan keputusan tentang penolakan permohonan tersebut.

173


(34)

5) Sebaliknya, dalam hal pemohon atau kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan dan pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan tersebut dapat diterima, atas persetujuan Direktorat Jenderal, permohonan itu diumumkan dalam berita resmi merek.

6) Dalam hal pemohon atau kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan dan pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan tersebut tidak dapat diterima, atas persetujuan Direktorat Jenderal, ditetapkan keputusan tentang penolakan permohonan tersebut.

7) Keputusan penolakan baik karena tidak ada keberatan atau tanggapan maupun karena tanggapannya tidak dapat diterima, diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasan.

8) Dalam hal permohonan ditolak, segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

Berbagai tahapan yang harus dilalui sehubungan dengan kemungkinan hasil pemeriksaan substantif tersebut menunjukkan adanya upaya memberikan hak kepada pemohon untuk mengajukan alasan-alasan tertentu agar mereknya didaftarkan.174

Dalam hal pemeriksa memutuskan permohonan dapat didaftar, maka Menteri harus:175

1) Mendaftarkan merek tersebut;

174

Ibid.

175


(35)

2) Memberitahukan pendaftaran merek tersebut kepada pemohon atau kuasanya;

3) Menerbitkan sertifikat merek; dan

4) Mengumumkan pendaftaran merek tersebut dalam berita resmi merek, baik elektronik maupun non-elektronik.

Sertifikat merek diterbitkan oleh Menteri sejak merek tersebut terdaftar. Sertifikat merek tersebut memuat:176

1) Nama (nama koperasi,asosiasi, atau kelompok) dan alamat lengkap pemilik merek yang didaftar;

2) Nama dan alamat lengkap kuasa (dalam hal permohonan melalui kuasa);

3) Tanggal penerimaan;

4) Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan menggunakan hak prioritas; 5) Label merek yang didaftarkan, termasuk keterangan mengenai macam

warna jika merek tersebut menggunakan unsure warna, dan jika merek menggunakan bahasa asing, huruf selain huruf Latin, dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, huruf Latin dan angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan lain;

6) Nomor dan tanggal pendaftaran;

176


(36)

7) Kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang mereknya didaftar; dan 8) Jangka waktu berlakunya pendaftaran merek.

Dalam hal sertifikat merek yang telah diterbitkan tidak diambil oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu paling lama 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan sertifikat, merek yang telah terdaftar dianggap ditarik kembali dan dihapuskan. Setiap pihak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh petikan resmi sertifikat merek yang terdaftar dengan membayar biaya177

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek kolektif selain dari dua ketentuan di atas, maka berlaku secara mutatis mutandis terhadap merek kolektif. Oleh karena itu, penulis di sini menjelaskan prosedur pendaftaran merek biasa yang dapat digunakan juga sebagai prosedur pendaftaran merek kolektif.

.

Berdasarkan pemaparan di atas, untuk menjawab perumusan masalah kedua, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa prosedur permohonan pendaftaran merek kolektif yang dilakukan oleh pelaku UMKM hanya sedikit berbeda dengan prosedur permohonan merek biasa. Di dalam permohonan pendaftaran merek sebagai merek kolektif dalam produk UMKM, harus jelas bahwa di dalam permohonan dengan tegas dinyatakan bahwa merek tersebut akan digunakan sebagai merek kolektif dan disertai dengan salinan ketentuan penggunaan merek tersebut sebagai merek kolektif.

177


(37)

BAB IV

KEUNTUNGAN DAN HAMBATAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH SETELAH MENERIMA SERTIFIKAT MEREK KOLEKTIF

A. Keuntungan Yang Diperoleh UMKM Setelah Menerima Sertifikat Merek Kolektif

Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.178 Jadi, seabagai UMKM yang umumnya didirikan oleh beberapa orang, pendaftaran merek secara kolektif menjadi salah satu solusi agar kedepannya para pendiri UMKM tetap dapat menggunakan merek tersebut apabila UMKM tersebut terpecah. Biaya pendaftaran merek kolektif juga harus ditanggung oleh semua pemegang merek sehingga akan lebih murah.179

Dengan pendaftaran merek kolektif, maka nama-nama yang terdaftar di dalam registrasi merek juga memiliki hak untuk menggunakan merek tersebut. Proses pengajuan pendaftaran merek kolektif pun tidak jauh berbeda dengan merek perorangan atau perusahaan. Dalam permohonan pengajuan pendaftaran merek kolektif, dengan jelas harus dinyatakan bahwa merek tersebut akan digunakan sebagai merek kolektif disertai dengan ketentuan penggunaan merek

178

Indonesia (Merek), loc.cit.

179

“Manfaat Pendaftaran Merek Kolektif untuk UMKM”, pada tanggal 10 Maret 2016).


(38)

tersebut sebagai merek kolektif yang ditandatangani oleh semua pemilik merek yang bersangkutan.180

Di Sumatera Utara, jumlah permohonan merek yang mendaftar dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Sumatera Utara dari tahun Januari 2016 sampai Januari 2017 yaitu 71 permohonan.181 Jumlah itu masih dikatakan sedikit jika dilihat dari daerah-daerah tertentu yang mempunyai ciri khas akan daerah tersebut. Padahal, sosialisasi yang diadakan oleh kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Sumatera Utara sudah dilakukan semaksimal mungkin. Sosialisasi yang dilakukan setiap tahunnya itu minimal mengunjungi 3 Kabupaten/Kota seperti Siantar, Langkat dan daerah Labuhan Batu.182 Dari 71 tersebut, tidak ada yang mendaftarkan merek kolektif. Sejauh ini, merek kolektif belum pernah ada yang mendaftar melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham, namun di luar yang mendaftar melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Sumatera Utara terdapat satu merek kolektif yang mungkin sudah sering didengar di telinga masyarakat di Sumatera Utara apalagi di daerah Tapanuli Selatan yaitu dengan merek kolektif bernama Koperasi Agrina.183

Di Sumatera Utara terdapat 3 (tiga) alternatif untuk melakukan pendaftaran merek kolektif, yaitu sebagai berikut:184

1. Permohonan pendaftaran merek kolektif bisa dilakukan melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Sumatera Utara;

180

Ibid.

181

Hasil wawancara kepada Kepala Sub Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum dan Kekayaan Intelektual Kantor Wilayah Sumatera Utara Kementerian Hukum dan HAM, Bapak Jawasmer, S.H., M.Kn pada hari Selasa, 7 Maret 2017.

182

Ibid.

183

Ibid.

184


(39)

2. Permohonan Pendaftaran merek kolektif dapat dilakukan melalui para Konsultan HKi di Medan; dan

3. Permohonan pendaftaran merek kolektif juga dapat dilakukan dengan langsung ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Dari 3 (tiga) alternatif tersebut, maka terdapat kelemahan-kelemahan, yaitu:185

1. Apabila merek tersebut permohonannya didaftarkan melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Sumatera Utara, setelah diproses dan untuk selanjutnya diserahkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Maka dalam hal permohonan tersebut dikabulkan atau tidaknya, pihak dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual tidak memberitahukan hal tersebut kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham. Hal inilah yang membuat pejabat di bidang Kekayaan Intelektual di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham tidak mengetahui berapa merek biasa ataupun merek kolektif yang permohonannya telah dikabulkan.

2. Apabila permohonan merek diajukan melalui Konsultan HKI ataupun langsung melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, hal inipun tidak diberitahukan kepada pihak Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Sumatera Utara bahwasanya ada yang melakukan permohonan diluar Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Sumatera Utara.

185


(40)

Koperasi Agrina merupakan salah satu yang mendaftarkan merek kolektifnya tidak melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham. Nah, dari Koperasi Agrina inilah penulis dapat mengetahui apa saja yang menjadi keuntungan dan apa saja hambatan setelah Koperasi Agrina mendapatkan sertifikat merek kolektif.

Koperasi Agrina merupakan sebuah rumah di wilayah perbukitan Jalan Sibolga Km. 12, Desa Persalakan, Kecamatan Angkola Barat yang merupakan tempat bermukimnya industri Koperasi Agrina. Di dalam koperasi ini, salak yang sudah dibersihkan kelak akan dikreasikan menjadi berbagai jenis produk makanan dan minuman seperti dodol, sirup, keripik, kurma, madu dan jus.186

Dengan adanya koperasi tersebut, kini salak sibakua yang merupakan salak asal Sidempuan tersebut mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. Buah berkulit hitam dan berdaging merah itu tak lagi sekedar membusuk karena sudah terlalu matang akibat belum laku di pasaran. Saat musim buah, para petani di desa Persalakan justru menjadikan saat tersebut sebagai masa produksi aneka olahan buah salak. Tak ada salak yang terbuang percuma, semua bisa menghasilkan produk yang bernila rupiah. Bisa dikatakan sejak koperasi itu berdiri, salak di wilayah setempat semakin berdaya guna, sekalipun saat musim salak sedang banjir-banjirnya.187

186

Hasil wawancara kepada Bendahara Umum Koperasi Agrina dan merupakan Pendiri Koperasi, Bapak Ali Mansyur Rambe, S.Sos, pada hari Jum’at, 31 Maret 2017.

187


(41)

Koperasi Agrina berdiri sejak tanggal 25 September 2007 hingga saat ini, koperasi ini menaungi sekitar 165 petani salak yang menjadi anggotanya dan mempunyai beberapa orang karyawan.188

Adapun keuntungan-keuntungan yang di alami dalam Koperasi Agrina ini setelah mendapatkan sertifikat merek kolektif adalah sebagai berikut:189

1. Hasil Penjualan yang Meningkat

Hasil penjualan yang meningkat dari biasanya ketika belum bergabung di dalam koperasi ini, membuat para petani salak yang merupakan anggota koperasi mengaku lebih banyak untungnya ketika dibandingkan dengan sebelumnya yang hanya menjual salak tersebut ke konsumen tanpa diolah terlebih dahulu salak tersebut menjadi keripik, kurma, madu, jus, sirup dan dodol.

Dari hasil penjualan itu, maka dibagi ke beberapa pengurus dan anggota dari koperasi, dan gaji karyawan juga termasuk disitu. Jika surplus dari hasil penjualan, maka itu akan dijadikan dana cadangan untuk jaga-jaga apabila koperasi di masa yang akan datang mengalami penurunan yang membuat penghasilan menjadi minus. Maka dengan keuntungan ini, para anggota koperasi yang merupakan petani salak juga sebagai pelaku UMKM, dapat penghasilan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, para pelaku UMKM akan terus bertambah dan dengan adanya koperasi ini, maka pemberdayaan UMKM di daerah Tapanuli Selatan akan lebih baik lagi.

188

Ibid.

189


(42)

2. Membuat Petani Salak di Pasaran Menjadi Lebih Baik Lagi

Membuat petani salak di pasaran menjadi lebih baik lagi berarti bahwasannya para anggota koperasi membeli buah salak segar dengan harga yang relatif tinggi dibanding dengan harga pasaran. Biasanya salak di pasar dijual Rp. 2000,- sampai Rp. 3000,- rupiah setiap kilogramnya, sejak koperasi ini berdiri, maka harga salak segar tersebut dibeli dengan harga Rp.4000,- rupiah setiap kilogramnya. Ini berarti para pedagang salak di pasar mendapatkan untung Rp. 1000,- sampai Rp. 2000,- perkilogramnya. Itulah yang diutamakan oleh koperasi ini, membuat masyarakate petani salak menjadi lebih baik lagi dan membuat harga salak meningkat.

Koperasi Agrina juga membeli buah salak dengan kondisi buah terkupas kulitnya, namun tidak semua dibeli dengan kondisi tersebut. Karena tidak sanggup koperasi membeli semua salak dalam kondisi terbuka kulitnya, dikarenakan mau berapa banyak salak di Tapanuli Selatan ini. Bisa perharinya dihasilkan sekitar 120 sampai 130 ton buah salak. Hal ini dilakukan agar mengurangi dari banyaknya buah salak yang terbuang sia-sia karena tidak laku dipasar dengan kondisi kulit terkupas. Dengan membeli buah salak dalam kondisi tersebut, tidaklah membuat Koperasi Agrina rugi, melainkan untung dengan harga buah salak yang kulitnya terkupas lebih murah dibanding buah salak yang segar. Buah salak yang kulitnya terkupas, langsung diolah oleh karyawan koperasi menjadi produk yang lebih menarik untuk dipasarkan seperti menjadi sirup, dodol, keripik, kurma, dan madu.


(43)

3. Koperasi Agrina Menjadi Salah Satu Wadah untuk Mempromosikan Salak Sibakua

Koperasi Agrina merupakan salah satu wadah untuk mempromosikan salak sibakua yang merupakan buah salak yang khas dari daerah Tapanuli Selatan. Dengan berdirinya Koperasi Agrina ini pada tahun 2007, pendiri koperasi berharap salak sibakua ini bisa terkenal dikalangan masyarakat nasional hingga dunia. Bapak Ali Mansyur Rambe, S.Sos sangat menyayangkan bahwasannya kuangnya dari pemerintah untuk memperhatikan lebih lanjut tentang kondisi petani salak di Tapanuli Selatan. Beliau mengatakan, mengapa petani salak tidak dapat disubsidi pemerintah? Coba lihat petani sawit dan karet, merek mendapat subsidi bahkan bantuan yang bisa katakan mewah dari pemerintah. Sering sudah pengurus koperasi usulkan bahwasannya untuk mendaat subsidi terhadap salak ini, namun hasilnya nihil sampai sekarang. Beliau juga mengatakan, pemerintah awalnya saja peduli terhadap koperasi ini, belakangan ini sejak di pemerintahan yang baru di jaman Bapak Jokowi, pemerintah tidak memperhatikan koperasi ini lagi. Tapi bersyukurlah koperasi ini masih dapat berdiri tegak dengan kerja sama para pengurus dan anggota koperasi.

Salak sibakua saat ini terbilang kalah terkenal dengan salak pondoh asal Sleman, Yogyakarta. Padahal kalau dilihat dari kebunnya, kebun salak di Tapanuli Selatan jauh lebih luas disbanding kebun salak pondoh yang ada di Sleman. Namun, salak pondoh sudah mendunia dikalangan masyarakat, berbeda dengan salak sibakua yang hanya terkenal dikalangan masyarakat Sumatera Utara saja.


(44)

Hal inilah yang memotivasi para pengurus untuk membuat nama salak sibakua menjadi terkenal dikalangan masyarakat nasional maupun internasional.

B. Hambatan Yang Diperoleh UMKM Setelah Menerima Sertifikat Merek Kolektif

Selain keuntungan-keuntungan yang sebelumnya telah penulis paparkan, Koperasi Agrina juga mempunyai hambatan setelah berdiri dan juga setelah mendapatkan sertifikat merek kolektif. Adapun hambatan-hambatan yang dialami para pengurus dan anggota koperasi tersebut adalah sebagai berikut:190

1. Pemasaran (Marketing)

Pemasaran atau marketing adalah aktivitas, serangkaian institusi dan proses menciptakan, mengomonukasikan, menyampaikan, dan mempertukarkan tawaran yang bernilai bagi pelanggan dan masyarakat umum. Pemasaran atau marketing ini sangat penting, namun biayanya sangat mahal. Karena biaya inilah koperasi tersendat di marketing. Banyak pengurus dan anggota di Koperasi Agrina ini mengeluh tentang pemasaran terutama akses pasar yang selama ini menjadi persoalan bagi seluruh UMKM di Tapanuli Selatan khusunya para pelaku UMKM yang menjadi anggota dari Koperasi Agrina.

Beberapa kendala yang sering dihadapi pelaku UMKM di bidang pasar dan pemasaran antara lain kesulitan mendapatkan suplai bahan baku berkuailtass dan berkesinambungan, terbatasnya kemampuan untuk melakukan promosi dan berkompetisi di pasar, kurang diperhatikannya mutu produk dan arti kepuasan

190


(45)

para pelanggan. Para pelanggan dari koperasi ini rata-rata dan hampir semuanya memnyatakan bahawa produk yang dihasilkan oleh koperasi sangat enak untuk dinikmati ditambah dengan kemasannya yang menarik.

Namun, itulah hal yang kurang diperhatikan pemerintah saat ini. Jadi para pengurus dan anggota saat ini bekerja dengan apa adanya tanpa pengetahuan yang lebih luas mengenai pemasaran atau marketing ini.

2. Distribusi

Hambatan kedua yang dialami Koperasi Agrina adalah masalah distribusi. Hal ini dikarenakan kendaraan yang ada di Koperasi Agrina kebanyakan hanya roda dua, jadi ketika ingin mendistribusikan produk-produk dari koperasi menuju ke daerah-daerah tertentu kurang memadai. Apalagi disaat cuaca lagi tidak mendukung seperti hujan, maka tidak bisalah produk tersebut didistribusikan ke daerah yang akan dituju.

Para pengurus dan anggota dari koperasi ini juga sebenarnya ingin kalau produk-produk yang mereka hasilkan data beredar di kota-kota lain, seperti di minimarket dan supermarket nasional, tapi sayangnya Koperasi Agrina tidak cukup memiliki akses untuk ke sana. Itulah mengapa distribusi menjadi hambatan dalam koperasi ini.

3. Kurangnya Modal

Ada banyak UMKM yang memiliki produk-produk berkualitas dan memenuhi standar internasional. Kadang poduk hasil usaha mereka dibawa oleh turis atau ikut dalam pameran internasional. Pada gilirannya, masyarakat


(46)

internasional mengenal produk mereka dan kemudian memesan produk tersebut.191

Kurangnya modal dimungkinkan terjadi karena hal-hal berikut:

Tentu ini sebuah peluang yang sangat baik dan menjanjikan. Namun yang sering terjadi di lapangan, pesanan tersebut tidak bisa dipenuhi karena kurangnya modal untuk membuat permintaan dalam jumlah besar.

192

a. Akses Kredit Bank yang Kurang

Institusi bank walaupun sudah sangat dekat dengan rakyat kecil, tetaplah suatu institusi yang berorientasi profit. Mereka tidak bisa memberikan kredit begitu saja dan kepada siapa saja. Meskipun sekarang ini sudah begitu banyak kredit tanpa agunan yang bisa diperoleh para pelaku UMKM, tetapi banyak pelaku UMKM yang tidak mau menggunakan kesempatan tersebut.

Mereka merasa kesulitan berurusan dengan bank dan juga masyarakat juga sering merasa enggan karena menganggap bank hanya memberi kredit besar. Kondisi tersebut sering menjadi kendala tersendiri bagi bank untuk menyalurkan kredit UMKM dan bagi UMKM untuk mendapatkan tambahan modal dari bank.

b. Tingginya Suku Bunga

Banyak bank di Indonesia justru enggan memberikan kredit untuk para pelaku UMKM karena risiko tidak kembalinya sangat besar. Oleh karena itu, kredit yang diberikan kepada UMKM umumnya dengan bunga tinggi. Bank cenderung lebih senang memberikan kredit untuk sektor konsumsi dan property karena risikonya lebih kecil dan pengembaliannya lebih cepat. Hal ini bisa

191

Gunawan Sumodiningrat dan Ari wulandari, op.cit., hlm.129-134.

192


(47)

menyebabkan matinya UMKM dan bertambahnya pengangguran serta berakibat buruk pada kehidupan sosial politik di Indonesia dan akan mengganggu kestabilan makroekonomi.

2 (dua) hal itulah yang memungkinkan terjadinya kurangnya modal pada pelaku UMKM. Modal juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan di dalam Koperasi Agrina.193 Modal awal koperasi hanya cukup untuk mengelola salak menjadi produk-produk dan membuat kemasannya saja, namun untuk pendistribusian ke daerah-daerah, ke kota-kota lain, maka modal yang sedikit itu tidak akan cukup. Jadi koperasi ini sebenarnya banyak berharap terhadap pemerinah. Saat ini Koperasi Agrina masih tetap stabil dari sejak awal berdiri, tidak ada peningkatan dan penurunan, tetapi tidak maju-maju. Koperasi Agrina saat ini dinaungi pemerintah dan tidak bebas untuk melakukan hal-hal yang bisa membuat koperasi ini lebih baik lagi dikarenakan takut berdampak pada koperasi ini jika melanggarnya. Namun, dua tahun terakhir ini pemerintah tidak ada menunjukkan kepeduliannya terhadap Koperasi Agrina. Disaat itulah koperasi ini sebenarnya sangat butuh perhatian dari pemerintah dikarenakan hasil penjualan dari produknya kini berkurang secara perlahan. Jadi harapan dari Bapak Ali Mansyur, S.Sos. selaku Bendahara Umum dan merupakan salah satu pendiri dari Koperasi Agrina tersebut banyak berharap kepada pemerintah untuk membantu agar koperasi ini dapat maju seperti apa yang banyak orang inginkan.194

193

Hasil wawancara kepada Bendahara Umum Koperasi Agrina dan merupakan Pendiri Koperasi, Bapak Ali Mansyur Rambe, S.Sos, pada hari Jum’at, 31 Maret 2017.

194


(48)

4. Lemahnya SDM

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar UMKM di Indonesia memiliki kualitas SDM yang rendah. Mereka sering membuat UMKM dengan sendirinya, tanpa didasari oleh pelatihan dan pendidikan yang memadai. Tak jarang kita mendengar bahwa UMKM sektor informal seperti pedagang asongan, pedagang kaki lima, lahir dan terbentuk karena SDM nya tidak tahu lagi apa yang harus dikerjakan untuk mempertahankan hidupnya.195

Akibatnya, usaha-usaha informal UMKM tersebut menjadi dikerjakan seadanya tanpa manajemen dan keterampilan yang memadai. Bagi mereka, kalau sudah ada hasilnya meskipun tak seberapa sering dianggap untung. Padahal sebenarnya yang terjadi adalah memaksakan diri hidup dan sangat tidak layak karena tidak tahu lagi bagaimana cara memperbaiki dan mempertahankan hidup.196

Untuk menjadi produk yang diakui dunia tidaklah mudah. Hal tersebut harus di dukung dengan SDM yang ada. Saat ini, SDM yang ada di Koperasi Agrina masih kurang dalam hal pemasaran. SDM yang ada saat ini butuh pelatihan-pelatihan khusus atau pendampingan yang dapat membuat SDM tersebut mengerti dengan apa yang seharusnya mereka lakukan. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan misalnya studi banding, namun untuk melakukan itu memerlukan biaya lagi, jadi Koperasi Agrina banyak berharap kepada pemerintah untuk dapat mengabulkan itu semua.197

195

Gunawan Sumodiningrat dan Ari Wulandari, op.cit., hlm.107-108.

196

Ibid.

197

Hasil wawancara kepada Bendahara Umum Koperasi Agrina dan merupakan Pendiri Koperasi, Bapak Ali Mansyur Rambe, S.Sos, pada hari Jum’at, 31 Maret 2017.


(49)

Berdasarkan pemaparan di atas, untuk menjawab perumusan masalah ketiga, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kelompok/asosiasi/koperasi yang telah mempunyai sertifikat merek kolektif pasti mendapatkan keuntungan dan hambatan, seperti halnya di dalam Koperasi Agrina. Namun, keuntungan yang diraih lebih berdampak terhadap suatu koperasi tersebut dibanding dengan hambatannya, dikarenakan keuntungan yang diraih dapat memberdayakan pelaku UMKM di daerah Tapanuli Selatan sedangkan hambatannya hanya masalah-masalah umum seperti halnya yang dialami oleh pelaku UMKM yang tidak mendaftarkan mereknya menjadi merek kolektif.


(50)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Merek kolektif di Indonesia diawali dengan munculnya Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek. Dalam undang-undang tersebut, dijelaskanlah apa itu merek kolektif dan cara pendaftarannya. Pada tahun 1997, muncul perubahan terhadap undang-undang tersebut, namun perubahan tersebut tidak ada menyinggung tentang merek kolektif. Tahun 2001, muncul Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek muncul sedikit perubahan tentang merek kolektif. Undang-undang ini berlaku hanya 15 tahun sebelum munculnya undang-undang merek yang terbaru yaitu UU Merek 2016. Sekarang ini, pengaturan merek kolektif diatur sepenuhnya di dalam UU Merek 2016 tepatnya pasal 46 sampai dengan pasal 51. Untuk persyaratan dan tata cara permohonan pendaftaran juga diatur di dalam UU Merek 2016, namun untuk lebih lengkapnya pengaturan permohonan pendaftaran merek kolektif terdapat dalam Peraturan Menteri No. 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.

2. Prosedur permohonan pendaftaran merek kolektif yang dilakukan oleh pelaku UMKM hanya sedikit berbeda dengan prosedur permohonan merek biasa. Di dalam permohonan pendaftaran merek sebagai merek kolektif


(51)

dalam produk UMKM, harus jelas bahwa di dalam permohonan dengan tegas dinyatakan bahwa merek tersebut akan digunakan sebagai merek kolektif dan disertai dengan salinan ketentuan penggunaan merek tersebut sebagai merek kolektif. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek kolektif selain dari dua ketentuan di atas, maka berlaku secara mutatis mutandis terhadap merek kolektif.

3. Setiap kelompok/asosiasi/koperasi yang telah mempunyai sertifikat merek kolektif pasti mendapatkan keuntungan dan hambatan, seperti halnya di dalam Koperasi Agrina. Namun, keuntungan yang diraih lebih berdampak terhadap suatu koperasi tersebut dibanding dengan hambatannya, dikarenakan keuntungan yang diraih dapat memberdayakan pelaku UMKM di daerah Tapanuli Selatan sedangkan hambatannya hanya masalah-masalah umum seperti halnya yang dialami oleh pelaku UMKM yang tidak mendaftarkan mereknya menjadi merek kolektif.

B. Saran

Adapun beberapa saran yang menyangkut permasalahan dalam skripsi ini antara lain:

1. Dalam rangka pemberdayaan UMKM di Indonesia, khususnya untuk melindungi produk yang dihasilkan, maka diperlukan suatu forum/sosialisasi untuk menyebarluaskan informasi mengenai pentingnya menggunakan merek kolektif sebagai salah satu upaya perlindungan


(52)

hukum, serta sebagai sarana peningkatan nilai tambah produk, daya saing, dan daya jual.

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis telah menyempurnakan undang-undang terdahulu terkhusus prosedur pendaftaran merek dan merek kolektif berbasis online namun masih banyak UMKM yang belum mengetahui hal tersebut sehingga enggan mendaftarkan mereknya. Maka disarankan agar diberikan penjelasan melalui sosialisasi dan workshop secara berkala ke daerah-daerah tertentu, serta diperlukan suatu program bantuan khusus/insentif dari pemerintah/instansi terkait dalam hal penanganan pendaftaran HKI khususnya merek kolektif bagi pengusaha UMKM yang masih memiliki kendala dalam hal pengurusan pendaftaran merek kolektif.

3. Perlunya koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka penerapan pendaftaran merek kolektif dengan melakukan langkah-langkah sosialisasi dan pelatihan bagi pelaku usaha/UMKM, peningkatan sarana dan prasarana yang memadai. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan harus lebih tertuju kepada SDM, dimana dengan diadakannya pelatihan tersebut akan membuat SDM lebih menguasai tentang usahanya. Dengan demikian, maka hambatan yang dialami UMKM sedikit berkurang.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

AF, Mukhtar. Panduan Praktis Strategi Memenangkan Persaingan Usaha dengan Menyusun Business Plan. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010.

Abdullah, Burhanuddin. Menanti Kemakmuran Negeri: Kumpulan Esai tentang Pembangunan Sosial Ekonomi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Arianto, Jusuf CK. Rahasia Dapat Modal dan Fasilitas dengan Cepat dan Tepat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.

Adisumarto, Harsono. Hak Milik Perindustrian. Jakarta: Akademika Pressindo, 1990.

Bainbridge, David I. Computers and The Law. London: Pitman Publishing, 1990. Cornish, W.R. Intellectual Property. London: Swett & Maxwell, 1989.

Djumhana, Muhammad dan Djubaedillah. Hak Milik Intelektual. Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke III, 2003.

Gautama, Sudargo. Hukum Merek Indonesia. Bandung: Alumni, Cetakan ke II, 1986.

Iswi, Khairani. Prosedur Mengurus Hak kekayaan Intelektual yang Benar. Yogyakarta: Pustaka Yustitia, 2010.

Jened, Rahmi. Hukum Merek dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi. Jakarta: Prenada Media Group, 2015.


(54)

Jened, Rahmi. Hak Kekayaan Intelektual: Penyalahgunaan Hak Ekslusif. Surabaya: Airlangga University Press, 2007.

Karim, Mulyawan. Rindu Pancasila: Merajut Nusantara. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010.

Kotler, Phillip and Amstrong, Gary. Dasar-Dasar Pemasaran, Principles of Marketing. Jakarta: Prenhallindo, Jilid I Edisi Bahasa Indonesia, 1997. Manurung, Adler Haymans. Modal Untuk Bisnis UKM. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas, 2008.

Miru, Ahmadi. Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Pradiansyah, Arvan. Cherist Every Moment: Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004.

Retnadi, Soetanto Hadinoto Djoko. Micro Credit Challenge: Cara Efektif Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007.

Rosiah, Kholis. Konsep Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Malang: Setara Press, 2015.

Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Ri.ght). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cetakan Pertama, 1995.

Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right). Jakarta: Rajawali Pers, 2010.


(55)

Siregar, Edy Ikhsan dan Mahmul. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum sebagai Bahan Ajar. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2010. Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat, 1983. Suryatin. Hukum Dagang I dan II. Jakarta: Pradnya Paramita, 1980.

Sutjipto, H.M.N. Purwo. Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1984.

Syarifin, Pipin. Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Bandung: Pustaka Beni Quraisy, 2004.

Tambunan, Tulus. UMKM di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008. Tirtaadmijaya, Mr. Pokok-Pokok Hukum Perniagaan. Jakarta: Djambatan, 1962. Wulandari, Gunawan Sumodiningrat dan Ari. Menuju Ekonomi Berdikari.

Yogyakarta: Media Pressindo, 2015.

Zuhal. Kekuatan Daya Saing Indonesia: Mempersiapkan Masyarakat Berbasis Pengetahuan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008.

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, LN Nomor 93 Tahun 2008, TLN Nomor 4486. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan


(56)

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek. Berita Negara Tahun 2016 Nomor 2134. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1993 Tentang Tata

Cara Permintaan Pendaftaran Merek. LN Tahun 1993 Nomor 30, TLN Nomor 3522.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993 Tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek. LN Tahun 1993 Nomor 31. Republik Indonesia, Kementerian Hukum dan Ham, Naskah Akademik Peraturan

Perundang-Undangan, Rancangan Undang-Undang Tentang Merek Tahun 2015.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.LN Tahun 2013 Nomor 40, TLN Nomor 5804.

C. JURNAL/MAKALAH

Bouman, E.A Mout, “Merek Dagang Internasional”, Makalah Pada Seminar Hak Milik Intelektual, FH USU, 10 Januari 1989.

Marthani, Shanti Eka. “Implementasi Perlindungan Merek Kolektif Dalam Model OVOP”, Universitas Indonesia Repository, Jakarta, 2013.

Nurohmah, Isnaini. “Analisis Perkembangan UMKM Sebelum dan Sesudah Pembiayaan Musyarakah Pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT”, Library Universitas Negeri Yogyakarta, 2015.


(57)

Siswandi, Achmad Gusman Catur. “Perlindungan Hukum Terhadap Asset Pengetahuan Tradisional”, hasil penelitian Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, 2011.

Suryomurcito, Gunawan. “Perlindungan Merek”, Makalah Pada Pelatihan Hak Kekayaan Intelektual V, Kerja Sama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga dengan Perhimpunan Masyarakat Hak Kekayaan Intelektual Indonesia. Surabaya, agustus 2010.

D. WEBSITE

Tujuan Pendaftaran Mere

Pukul 23.00 WIB).

Peran UMKM Terhadap Perekonomian Global (diakses pada tanggal 28 Maret 2017 pukul 22.35 WIB).

Perkembangan UMKM di Indonesia Ta pada tanggal 28 Maret 2017 pukul 23.15 WIB).

Manfaat Pendaftaran Merek Kolektif 10 April 2017 pukul 22.20).


(58)

BAB II

PENGATURAN MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Hak Merek

1. Sejarah Hak Merek di Indonesia

Sejarah merek dapat ditelusuri perkembangannya sejak berabad-abad sebelum Masehi. Sejak zaman kuno, misalnya periode Minoan, orang sudah memberikan tanda untuk barang-barang miliknya, hewan bahkan manusia. Di era yang sama bangsa Mesir sudah menerapkan namanya untuk batu bata yang dibuat atas perintah Raja.34 Perundang-undangan tentang merek dimulai dari Statute of Parma yang sudah mulai mengfungsikan merek sebagai pembeda untuk produk berupa pisau, pedang, atau barang dari produk tembaga lainnya.35

Merek telah digunakan sejak ratusan tahun untuk memberikan tanda dan produk yang dihasilkan dengan maksud untuk menunjukkan asal usul barang (indication of origin).36

34

Spyrus M. Maniatis, Historical Aspects of Trademark, Bahan Ajar pada Pelatihan dalam Rangka Kerja Sama Masyarakat Uni Eropa dan Asia di Bidang Hak Kekayaan Intelektual (European Community and ASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme-ECAP II), European Patent Office (EPO) bekerja sama dengan St. Queen Mary University, London, Maret 2005, hlm.1.

35

Rahmi jened, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Ekslusif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2007), hlm.159.(selanjutnya disebut Rahmi Jened II)

36

M. Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-III, 2003),hlm.159.

Merek dan sejenisnya dikembangkan oleh para pedagang sebelum adanya industrialisasi. Merek mulai dikenal dari bentuk tanda resmi (hillmark) di Inggris bagi tukang emas, tukang perak, dan alat-alat pemotong.


(1)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Dr. OK Saidin, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi;

7. Ibu Dr. Tengku Keizeirina Devi Azwar, S.H. CN. M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I. Terima kasih banyak atas saran, arahan, dan masukan yang membangun dalam setiap bimbingan, serta waktu yang Ibu berikan sehingga saya menyelesaikan skripsi ini;

8. Ibu Dr. Detania Sukarja, S.H., L.LM., selaku Dosen Pembimbing II. Terimakasih atas bimbingan, saran, nasihat, dan ilmu yang Ibu berikan selama ini disetiap bimbingan dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai;

9. Seluruh Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang terbaik, serta membimbing penulis selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 10. Seluruh staf pegawai dan tata usaha di Fakultas Hukum Universitas


(2)

11. Kepada pihak-pihak yang telah mendoakan dan mendukung penulis dalam menempuh perjalanan hidup juga mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yaitu kedua saudaraku tersayang Kakanda dr. Novita Yulianti dan Adinda Muhammad Yuda Prayoga, yang tidak hentinya memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini; 12. Kepada Seseorang yang spesial bagi Penulis, Rafika Maulina yang telah

bersama-sama dengan Penulis sejak awal perkuliahan tapi resminya baru beberapa bulan yang lalu :D yang senantiasa memberikan doa, cinta kasih, dukungan, perhatian, dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

13. Rekan-rekan seperjuangan yang tak terlupakan, Muhammad Zikri, Fitri Yanni Dewi Siregar, Daniel Clinton Banjarnahor, Grace Martha Situmorang, Saufie Fitra Arrijal, Raudhatusyifa A’yuni, Erinna Nathania, Dimas Pratama, Baginda Novrialsyah Hutasuhut, Adi Purwanto, dan Irma Kumala Dewi, yang selalu menyemangati satu sama lain sejak awal perkuliahan di kampus ini;

14. Teman-teman Tim hore-hore, Ika Anggraini dan Mella Puspita Lubis beserta keluarga mereka yang sangat membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini;

15. Teman-teman SMA yang sudah mulai hilang wujudnya satu persatu, Muhammad Ilyas, Bagus Dwi Prasaja, Dian Agung Purwanto, Muhana Sari Lubis, Farah Ghina Tanzila, Muhammad Satria dan Muhammad Rizki


(3)

Fauzi Lubis yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

16. Kepada teman-teman komunitas Manchester City Supporter Club Indonesia Chapter Medan (MCSCI Medan) dan Toyota Yaris Club Indonesia Chapter Medan (TYCI Medan) yang selalu memberikan ide dan masukan untuk menyelesaikan skripsi ini;

17. Teman-teman Grup C 2013, Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI), BTM. Aladdinsyah,S.H, dan UKM Sepak Bola FH USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah menjadi teman terbaik dengan memberikan dukungan dan semangat serta membuat hari- hari selama di perkuliahan menjadi lebih berarti;

Penulis menyadari skripsi ini ibarat sebutir pasir di pantai ilmu nan luas, jauh dari kata sempurna karena hanya Sang Khalik yang memiliki kesempurnaan itu, penulis berusaha memberi kontribusi pemikiran sederhana sebagai upaya latihan dan belajar guna menjadi ilmuwan yang lebih baik nantinya. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Aamiin.

Medan, April 2017


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PENGATURAN MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA ... 20

A. Tinjauan Umum Hak Merek ... 20

1. Sejarah Hak Merek di Indonesia ... 20

2. Pengertian dan Sifat-Sifat Hak Merek ... 25

3. Jenis dan Fungsi Hak Merek ... 30

4. Dasar Hukum Merek di Indonesia ... 33

B. Tinjauan Umum Merek Kolektif ... 34

1. Sejarah Merek Kolektif ... 34

2. Tujuan Penggunaan Merek Kolektif ... 36

3. Pengaturan Merek Kolektif di Indonesia ... 37

BAB III PROSEDUR PENDAFTARAN MEREK KOLEKTIF DALAM PRODUK USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH ... 41

A. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia ... 41

1. Pengertian UMKM ... 41

2. Kriteria UMKM ... 42

3. Peranan UMKM ... 43

4. Perkembangan UMKM ... 45


(5)

6. Pemberdayaan UMKM ... 58

B. Prosedur Pendaftaran Merek kolektif Dalam Produk UMKM Di Indonesia ... 66

1. Pengaturan Pendaftaran Merek Kolektif di Indonesia ... 66

2. Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Merek Kolektif ... 68

BAB IV KEUNTUNGAN DAN HAMBATAN YANG DIPEROLEH UMKM SETELAH MENDAPATKAN SERTIFIKAT MEREK KOLEKTIF ... 77

A. Keuntungan yang Diperoleh UMKM Setelah Mendapatkan Sertifikat Merek Kolektif ... 77

B. Hambatan yang Diperoleh UMKM Setelah Mendapatkan Sertifikat Merek Kolektif ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA


(6)

ABSTRAK

PENDAFTARAN MEREK KOLEKTIF SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

Hendra Adiwijaya*

Tengku Keizeirina Devi Azwar ** Detania Sukarja***

Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Saat ini, masih sedikit masyarakat yang mendaftar merek kolektif, terutama pelaku UMKM, padahal penggunaan merek kolektif dinilai sebagai salah satu upaya dalam memberdayakan UMKM guna untuk memperbaiki perekonomian daerah dan menciptakan produk yang mempunyai daya saing. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaturan merek kolektif di Indonesia, bagaimana prosedur pendaftaran merek kolektif dalam produk UMKM, apakah keuntungan dan hambatan yang diperoleh UMKM setelah mendapatkan sertifikat merek kolektif.

Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara penelusuran kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier, kemudian data dianalisis dengan metode kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terhadap pemberdayaan UMKM, para pelaku UMKM terlebih dahulu mendaftarkan mereknya menjadi merek kolektif. Dengan munculnya Undang-Undang No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, maka untuk permohonan pendaftaran merek kolektif disarankan diajukan secara elektronik (online). Dalam hal ini Dinas/Instansi/Organisasi Masyarakat membantu dengan memfasilitasi para UMKM dalam hal sosialisasi dan bantuan pendaftaran merek kolektif. Peran pemerintah sangat dibutuhkan terhadap upaya pemberdayaan UMKM. Hal ini dikarenakan sebagian besar UMKM memiliki kualitas SDM yang rendah, sehingga para pelaku UMKM masih banyak yang membutuhkan pelatihan-pelatihan atau pendampingan yang dapat meningkatkan kualitas SDM.

Kata Kunci : Merek Kolektif, Pemberdayaan UMKM * Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


Dokumen yang terkait

Penerapan Sistem Konstitutif Pada Pendaftaran Merek Bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

0 0 2

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

1 1 9

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

0 1 1

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

0 1 19

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

0 1 21

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

1 1 6

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

0 2 1

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

1 4 17

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

1 5 30

PEMAKAIAN NAMA DAERAH DALAM USAHA KULINER BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

0 1 16