Pola Mikroorganisme Pembentuk Biofilm Pada Kateter Urin Pasien Yang Terpasang Jangka Panjang

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Dari hasil studi didapatkan bahwa saluran kemih merupakan sumber yang paling umum dari infeksi nosokomial, terutama saat katerisasi kandung kemih. Hampir sebagian besar infeksi saluran kemih yang terkait kateter berasal dari flora normal pasien sendiri dan kateter mempredisposisi infeksi saluran kemih dengan berbagai cara. Faktor yang paling penting dari terjadinya bakteriuria terkait kateter adalah durasi dari katerisasi itu sendiri. Kebanyakan kasus bakteriuria terkait katerisasi jangka pendek adalah asimptomatik dan disebabkan oleh organisme tunggal. Polimikroba cenderung dialami pasien yang dikaterisasi lebih dari 30 hari.

Meskipun tersedianya beragam bahan yang baik untuk membuat kateter urin, sampai saat ini tidak ada bahan biologis yang dapat bertahan dari efek pada lingkungan urin (Wollin et al, 1998). Biofilm dan komplikasi terkait adalah penyebab morbiditas yang signifikan pada pasien urologi yang membutuhkan alat drainase urin dan tetap menjadi penyebab yang umum kegagalan stent (Chew et al, 2006).

Biofilm adalah usaha mikroorganisme untuk mengontrol lingkungan terdekatnya dengan cara membatasi paparan terhadap faktor-faktor yang berbahaya (limbah produk, agen antimikroba, dan respon imun penderita) dan sementara meningkatkan paparan terhadap faktor-faktor tropik. Organisme-organisme yang bertempat di dalam biofilm juga dapat mengalami perubahan adaptasi seperti dormansi metabolik, dimana mengarah ke peningkatan resistensi terhadap antibiotik (Fujiwara et al, 1998; Donlan, 2003). Struktur dari biofilm


(2)

sangat kompleks, umumnya terdiri dari tiga lapisan: bagian paling dalam atau lapisan penghubung yang menempel pada permukaan dari jaringan atau bahan kateter, lapisan dasar yang didalamnya terdapat mikroorganisme yang menempel, dan bagian paling luar yang disebut lapisan permukaan yang dapat digunakan sebagai jalan masuk untuk organisme-organisme planktonik (Beiko et al, 2004).

Gambar 1. Konsep perkembangan biofilm


(3)

menginisiasi pelepasan dan penempelan sel (Davies et al, 1998). Ukuran dari biofilm dapat berkisar dari beberapa lapisan tunggal terisolasi sampai ketebalan 400 sel, yang secara efektif menutupi lumen dari kateter dan mencapai populasi hingga 5 x 109 unit pembentuk koloni (Ganderton et al, 1992).

Langkah awal pembentukkan biofilm adalah penumpukan bahan-bahan yang terkandung dalam urin (protein, elektrolit, dan molekul organik) yang disebut sebagai lapisan

conditioning. Proses ini berlangsung dalam kurun waktu hitungan menit setelah alat dipasang (Tieszer et al, 1998; Wollin et al, 1998) dan merubah permukaan dari bahan kateter urin dengan cara menyediakan atau memblok daerah reseptor untuk uropatogen. Langkah berikut dalam pembentukkan biofilm adalah adhesi mikrobial ke permukaan dari bahan biologis, sebuah proses yang dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik seperti elektrostatik dan interaksi hidrofobik, dorongan ionik, osmolalitas dan pH urin (Gristina, 1987; Pratt-Terpstra et al, 1989; Uyen et al, 1989; Printzen, 1996; Reid et al, 1996, 1999). Mengikuti proses ini, organisme-organisme mengalami pembelahan sel, membentuk mikrokoloni yang berkembang dalam sebuah matriks eksopolisakarida dan glikokaliks bakteri. Saat titik ini tercapai, maka eradikasi biofilm umumnya sudah tidak mungkin kurang dari penggantian kateter.

Pembentukkan biofilm pada beberapa kasus merupakan langkah awal terbentuknya kerak pada kateter. Bakteri penghasil urea menyebabkan peningkatan pH urin dan sekali bersinggungan dengan biofilm, menyebabkan pengendapan dari magnesium dan kalsium, membentuk kerak struvite sepanjang permukaan kateter (Sofer dan Denstedt, 2000).


(4)

Gambar 2. Penampang kateter urin setelah pemasangan lebih dari tujuh hari

Terdapat dua prioritas yang harus diperhatikan seorang klinisi: sistem kateter harus tetap tertutup dam durasi dari katerisasi harus sependek mungkin. Kantong drainase harus diletakkan dibawah kandung kemih dan selang penghubung. Pada katerisasi jangka pendek, profilaksis rutin dengan antibiotik sistemik tidak dianjurkan, sedangkan untuk jangka panjang hasil studi masih beragam sehingga belum didapatkan antibiotik sistemik yang direkomendasikan. Setelah dimulai terapi empiris, biasanya dengan antibiotik spektrum luas berdasarkan pola pertumbuhan lokal, pilihan antibiotik mungkin harus disesuaikan sesuai dengan hasil kultur urin. Seorang penyelia kesehatan harus memikirkan kemungkinan terjadinya infeksi silang antara pasien yang dikaterisasi. Mereka harus mengetahui dan melaksanakan protokol untuk mencuci tangan dan penggunaan dari sarung tangan.

Oleh karena itu perkembangan stent yang tahan terhadap biofilm harus mencapai keberhasilan dalam beberapa faktor: kumpulan besar spesies bakteri yang dapat menyebabkan infeksi terkait dengan stent, pengumpulan dari lapisan host urin yang melingkupi dan menghambat efek dari permukaan yang diharapkan atau atau keduanya, dan


(5)

Tanpa perlu ditanyakan lagi, masa depan dari perkembangan kateter urin memerlukan pemahaman yang lebih baik terhadap pembentukkan biofilm dan jalan keluar untuk mencegah terbentuknya. Pengetahuan hal ini bersamaan dengan pengembangan bahan kateter dan tekhnologi obat-obatan pengencer urin akan membuka jalan untuk evolusi berikutnya dalam pengembangan alat urologi

2.2. Biofilm Kateter

Infeksi saluran kemih pada pasien yang dipasang kateter bisa muncul dari berbagai cara. Infeksi saluran kemih bisa didapat secara ekstraluminal atau intraluminal. Secara ekstraluminal, organisme-organisme yang berkolonisasi pada daerah kulit periurethra dapat bermigrasi ke dalam kandung kemih melalui lapisan mukoid yang membentuk antara permukaan epitelial dari urethra dan kateter. Sedangkan secara intraluminal, kontaminasi dari urin dalam kantong drainase urin memungkinkan organisme-organisme mempunyai jalan ke kandung kemih melalui selang drainase dan lumen dari kateter. Bakteri inisial yang menyebabkan infeksi saluran kemih biasanya bakteri gram positif Enterococcus atau Staphylococcus seperti Staphylococcus epidermidis, Escheria coli atau Enterococcus faecalis. Dengan perjalanan waktu, spesies lain muncul pada sisa urin dalam kandung kemih, termasuk Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis,Providencia stuartii, Morganella morganii dan Klebsiella pneumoniae. Bakteri yang terdapat pada tahap lanjut dari infeksi saluran kemih sulit untuk dieradikasi dengan antibiotik saat kateter masih terpasang. Infeksi pada umumnya bersifat asimptomatik, dan karena untuk menghindari terjadinya resisten antibiotik, bakteriuria terkait dengan kateter pada umumnya tidak diterapi.


(6)

Beragam spesies bakteri dapat mengkolonisasi kateter, dan banyak dari spesies ini dapat menyebabkan komplikasi fatal. Pada biofilm dapat ditemukan spesies tunggal, akan tetapi banyak biofilm terdapat didalamnya campuran komunitas bakteri hingga lima spesies. Spesies paling umum terdapat pada populasi campuran ini adalah E. faecalis, P. aeruginosa,

E. coli, dan P. mirabilis. Pada pemasangan kateter urin jangka pendek, dapat muncul kolonisasi bakteri pada kateter yang pada umumnya menyebabkan sedikit masalah. Lain halnya dengan pemasangan kateter urin jangka panjang, dimana kolonisasi di kateter menjadi luas, dan berakibat dalam terhadap kesehatan pasien. Sejauh ini, biofilm yang sangat menyusahkan adalah yang membentuk kristal. Biofilm ini dapat terbentuk di permukaan luar dari kateter di sekitar balon dan ujung kateter, dan mengakibatkan trauma terhadap kandung kemih dan epitelial urethra. Pada saat kandung kemih dikempeskan, debris kristal dari biofilm dapat masuk ke dalam kandung kemih dan menginissiasi pembentukkan batu. Komplikasi utama adalah terhadangnya aliran urin melalui kateter yang mengakibatkan penumpukkan materi kristal dalam permukaan lumen. Sebagai akibatnya, urin terkadang keluar dari kateter dan pasien menjadi inkontinensia. Sebagai tambahan, blokade dari kateter dapat mengarah ke retensi urin dalam kandung kemih dan refluks vesikoureter dari urin yang terinfeksi; bila blokade tidak terdeteksi dan kateter tidak diganti, pasien dapat mengalami episode dari pielonefritis dan septikemia.

Hampir separuh dari pasien yang terpasang kateter untuk jangka panjang mengalami komplikasi kerak pada kateter dan blokade oleh biofilm bakteri. Kesejahteraan dari banyak pasien lansia dan cacat menjadi beresiko akibat pembentukkan biofilm ini, dan tuntutan yang lebih terhadap penyelia kesehatan untuk menangani komplikasi ini.


(7)

2.3. PROTEUS MIRABILIS

P. mirabilis pada umumnya bukan merupakan pionir kolonisasi pada saluran urin yang terpasang kateter, dan tidak umum dijumpai pada pasien yang dikaterisasi jangka pendek. Semakin lama kateter terpasang, semakin besar kemungkinannya ditemukan dalam urin. Dari sumber kepustakaan disebutkan, pada pasien yang dipasang kateter urin untuk jangka panjang, P. mirabilis diisolasikan dari sekitar 40% kasus. Penelitian lain menyebutkan, P. mirabilis juga ditemukan dalan batu kandung kemih yang biasa terbentuk pada pasien-pasien ini. P. mirabilis merupakan organisme enterik, dan analisa lebih lanjut menunjukkan bahwa bakteri dari fecal dan biofilm pada kateter yang diisolasi dari pasien adalah identik. Penemuan ini mengindikasikan bahwa pada pasien yang dipasang kateter untuk jangka panjang yang mengalami pembentukkan kerak kemungkinan didapat dari P. mirabilis yang berasal dari flora fecal mereka sendiri. Strain ini pada akhirnya akan mengakibatkan kolonisasi kronik dari urin, kateter, dan batu kandung kemih.

2.4. Pembentukkan biofilm Proteus mirabilis

2.4.1. Faktor biologis

Beberapa macam adhesin telah diidentifikasi dari sel P. mirabilis. Pemeriksaan dari kateter yang diambil dari pasien setelah pemasangan jangka pendek menunjukkan perselubungan protein seperti halnya fibrin. Bukti temuan juga menunjukkan bahwa sel P. mirabilis dapat menempel langsung terhadap permukaan silikon: basil tampaknya dapat menempel ke kateter dalam selubung protein pasien maupun tidak.


(8)

2.4.2. Faktor fisik

Sebagai tambahan dari faktor biologis, dorongan fisik yang kuat dapat menginisiasi perkembangan dari kristal biofilm. Kateter dengan bahan latex mempunyai permukaan yang tidak rata. Semua kateter silikon mempunyai permukaan yang lebih halus, tetapi masih terdapat iregularitas pada permukaan lumennya.

2.4.3 Faktor kimiawi

Lingkungan kimiawi juga mempunyai peran penting dalam perkembangan kristal biofilm. Hasil penelitian mengemukakan bahwa sel hidrofobik cenderung lebih mengkolonisasi permukaan hidrofobik dibanding hidrofilik, dan oleh karena itu kolonisasi meningkat pada urin yang teralkanisasi.

Faktor lingkungan kimiawi juga mempengaruhi kecepatan perkembangan biofilm. Sebuah studi prospektif pada pasien yang terinfeksi P. mirabilis menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkanuntuk memblok pada kateter bervariasi dari 2 sampai 98 hari. Variasi ini dapat dijelaskan berdasarkan konsep nukleasi pH urin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien yang dipasang kateter yang diblok oleh kristal biofilm, rata-rata pHn dari urin adalah 7,58, sementara pH pada saat kandung kemih kosong adalah 7,85; hasil ini jelas mengindikasikan bahwa kateter menjadi terbentuk kerak bila pH dari urin lebih besar dari pHn (Ganderton et al, 1992).


(9)

2.5. Kerangka Konsep

2.6 Standar Pemasangan Kateter Urin

1. menjelaskan tujuan dari pemasangan kateter, cara perawatan dan komplikasi yang dapat terjadi dari pemasangan kateter kepada pasien dan keluarga.

2. Persiapkan alat-alat dan perlengkapan pemasangan kateter (sarungtangan steril, kain penutup steril, pinset, kassa, larutan povidon iodine, larutanNaCl 0,9%, aquadest, xylocain gel, spuit 10 mL, catheter dengan ukuran sesuai dengan OUE pasien, dan urine bag).

3. Lakukan a dan antiseptik prosedur. Kemudian dilakukan drapping prosedur. 4. Masukkan xylocain gel dengan menggunakan spuit 10 mL.

5. Masukkan catheter secara perlahan hingga catheter berada dalam vesica urinaria. 6. Kembangkan balon catheter dengan mengisi aquadest sesuai dengan volume balon

yang tertera di badan catheter.

7. Tarik secara perlahan catheter hingga terdapat tahanan. 8. Fiksasi pada daerah lipat paha.


(1)

Gambar 2. Penampang kateter urin setelah pemasangan lebih dari tujuh hari

Terdapat dua prioritas yang harus diperhatikan seorang klinisi: sistem kateter harus tetap tertutup dam durasi dari katerisasi harus sependek mungkin. Kantong drainase harus diletakkan dibawah kandung kemih dan selang penghubung. Pada katerisasi jangka pendek, profilaksis rutin dengan antibiotik sistemik tidak dianjurkan, sedangkan untuk jangka panjang hasil studi masih beragam sehingga belum didapatkan antibiotik sistemik yang direkomendasikan. Setelah dimulai terapi empiris, biasanya dengan antibiotik spektrum luas berdasarkan pola pertumbuhan lokal, pilihan antibiotik mungkin harus disesuaikan sesuai dengan hasil kultur urin. Seorang penyelia kesehatan harus memikirkan kemungkinan terjadinya infeksi silang antara pasien yang dikaterisasi. Mereka harus mengetahui dan melaksanakan protokol untuk mencuci tangan dan penggunaan dari sarung tangan.

Oleh karena itu perkembangan stent yang tahan terhadap biofilm harus mencapai keberhasilan dalam beberapa faktor: kumpulan besar spesies bakteri yang dapat menyebabkan infeksi terkait dengan stent, pengumpulan dari lapisan host urin yang melingkupi dan menghambat efek dari permukaan yang diharapkan atau atau keduanya, dan kemampuan mikroorganisme untuk menghancurkan dan menyingkirkan faktor pelindung host dan antibiotik dan untuk tetap dorman secara metabolik (Denstedt dan Cadieux, 2009).


(2)

Tanpa perlu ditanyakan lagi, masa depan dari perkembangan kateter urin memerlukan pemahaman yang lebih baik terhadap pembentukkan biofilm dan jalan keluar untuk mencegah terbentuknya. Pengetahuan hal ini bersamaan dengan pengembangan bahan kateter dan tekhnologi obat-obatan pengencer urin akan membuka jalan untuk evolusi berikutnya dalam pengembangan alat urologi

2.2. Biofilm Kateter

Infeksi saluran kemih pada pasien yang dipasang kateter bisa muncul dari berbagai cara. Infeksi saluran kemih bisa didapat secara ekstraluminal atau intraluminal. Secara ekstraluminal, organisme-organisme yang berkolonisasi pada daerah kulit periurethra dapat bermigrasi ke dalam kandung kemih melalui lapisan mukoid yang membentuk antara permukaan epitelial dari urethra dan kateter. Sedangkan secara intraluminal, kontaminasi dari urin dalam kantong drainase urin memungkinkan organisme-organisme mempunyai jalan ke kandung kemih melalui selang drainase dan lumen dari kateter. Bakteri inisial yang menyebabkan infeksi saluran kemih biasanya bakteri gram positif Enterococcus atau Staphylococcus seperti Staphylococcus epidermidis, Escheria coli atau Enterococcus faecalis. Dengan perjalanan waktu, spesies lain muncul pada sisa urin dalam kandung kemih, termasuk Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis,Providencia stuartii, Morganella morganii dan Klebsiella pneumoniae. Bakteri yang terdapat pada tahap lanjut dari infeksi saluran kemih sulit untuk dieradikasi dengan antibiotik saat kateter masih terpasang. Infeksi pada umumnya bersifat asimptomatik, dan karena untuk menghindari terjadinya resisten


(3)

Beragam spesies bakteri dapat mengkolonisasi kateter, dan banyak dari spesies ini dapat menyebabkan komplikasi fatal. Pada biofilm dapat ditemukan spesies tunggal, akan tetapi banyak biofilm terdapat didalamnya campuran komunitas bakteri hingga lima spesies. Spesies paling umum terdapat pada populasi campuran ini adalah E. faecalis, P. aeruginosa, E. coli, dan P. mirabilis. Pada pemasangan kateter urin jangka pendek, dapat muncul kolonisasi bakteri pada kateter yang pada umumnya menyebabkan sedikit masalah. Lain halnya dengan pemasangan kateter urin jangka panjang, dimana kolonisasi di kateter menjadi luas, dan berakibat dalam terhadap kesehatan pasien. Sejauh ini, biofilm yang sangat menyusahkan adalah yang membentuk kristal. Biofilm ini dapat terbentuk di permukaan luar dari kateter di sekitar balon dan ujung kateter, dan mengakibatkan trauma terhadap kandung kemih dan epitelial urethra. Pada saat kandung kemih dikempeskan, debris kristal dari biofilm dapat masuk ke dalam kandung kemih dan menginissiasi pembentukkan batu. Komplikasi utama adalah terhadangnya aliran urin melalui kateter yang mengakibatkan penumpukkan materi kristal dalam permukaan lumen. Sebagai akibatnya, urin terkadang keluar dari kateter dan pasien menjadi inkontinensia. Sebagai tambahan, blokade dari kateter dapat mengarah ke retensi urin dalam kandung kemih dan refluks vesikoureter dari urin yang terinfeksi; bila blokade tidak terdeteksi dan kateter tidak diganti, pasien dapat mengalami episode dari pielonefritis dan septikemia.

Hampir separuh dari pasien yang terpasang kateter untuk jangka panjang mengalami komplikasi kerak pada kateter dan blokade oleh biofilm bakteri. Kesejahteraan dari banyak pasien lansia dan cacat menjadi beresiko akibat pembentukkan biofilm ini, dan tuntutan yang lebih terhadap penyelia kesehatan untuk menangani komplikasi ini.


(4)

2.3. PROTEUS MIRABILIS

P. mirabilis pada umumnya bukan merupakan pionir kolonisasi pada saluran urin yang terpasang kateter, dan tidak umum dijumpai pada pasien yang dikaterisasi jangka pendek. Semakin lama kateter terpasang, semakin besar kemungkinannya ditemukan dalam urin. Dari sumber kepustakaan disebutkan, pada pasien yang dipasang kateter urin untuk jangka panjang, P. mirabilis diisolasikan dari sekitar 40% kasus. Penelitian lain menyebutkan, P. mirabilis juga ditemukan dalan batu kandung kemih yang biasa terbentuk pada pasien-pasien ini. P. mirabilis merupakan organisme enterik, dan analisa lebih lanjut menunjukkan bahwa bakteri dari fecal dan biofilm pada kateter yang diisolasi dari pasien adalah identik. Penemuan ini mengindikasikan bahwa pada pasien yang dipasang kateter untuk jangka panjang yang mengalami pembentukkan kerak kemungkinan didapat dari P. mirabilis yang berasal dari flora fecal mereka sendiri. Strain ini pada akhirnya akan mengakibatkan kolonisasi kronik dari urin, kateter, dan batu kandung kemih.

2.4. Pembentukkan biofilm Proteus mirabilis

2.4.1. Faktor biologis

Beberapa macam adhesin telah diidentifikasi dari sel P. mirabilis. Pemeriksaan dari kateter yang diambil dari pasien setelah pemasangan jangka pendek menunjukkan perselubungan protein seperti halnya fibrin. Bukti temuan juga menunjukkan bahwa sel P. mirabilis dapat menempel langsung terhadap permukaan silikon: basil tampaknya dapat menempel ke kateter dalam selubung protein pasien maupun tidak.


(5)

2.4.2. Faktor fisik

Sebagai tambahan dari faktor biologis, dorongan fisik yang kuat dapat menginisiasi perkembangan dari kristal biofilm. Kateter dengan bahan latex mempunyai permukaan yang tidak rata. Semua kateter silikon mempunyai permukaan yang lebih halus, tetapi masih terdapat iregularitas pada permukaan lumennya.

2.4.3 Faktor kimiawi

Lingkungan kimiawi juga mempunyai peran penting dalam perkembangan kristal biofilm. Hasil penelitian mengemukakan bahwa sel hidrofobik cenderung lebih mengkolonisasi permukaan hidrofobik dibanding hidrofilik, dan oleh karena itu kolonisasi meningkat pada urin yang teralkanisasi.

Faktor lingkungan kimiawi juga mempengaruhi kecepatan perkembangan biofilm. Sebuah studi prospektif pada pasien yang terinfeksi P. mirabilis menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkanuntuk memblok pada kateter bervariasi dari 2 sampai 98 hari. Variasi ini dapat dijelaskan berdasarkan konsep nukleasi pH urin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien yang dipasang kateter yang diblok oleh kristal biofilm, rata-rata pHn dari urin adalah 7,58, sementara pH pada saat kandung kemih kosong adalah 7,85; hasil ini jelas mengindikasikan bahwa kateter menjadi terbentuk kerak bila pH dari urin lebih besar dari pHn (Ganderton et al, 1992).


(6)

2.5. Kerangka Konsep

2.6 Standar Pemasangan Kateter Urin

1. menjelaskan tujuan dari pemasangan kateter, cara perawatan dan komplikasi yang dapat terjadi dari pemasangan kateter kepada pasien dan keluarga.

2. Persiapkan alat-alat dan perlengkapan pemasangan kateter (sarungtangan steril, kain penutup steril, pinset, kassa, larutan povidon iodine, larutanNaCl 0,9%, aquadest, xylocain gel, spuit 10 mL, catheter dengan ukuran sesuai dengan OUE pasien, dan urine bag).

3. Lakukan a dan antiseptik prosedur. Kemudian dilakukan drapping prosedur. 4. Masukkan xylocain gel dengan menggunakan spuit 10 mL.

5. Masukkan catheter secara perlahan hingga catheter berada dalam vesica urinaria. 6. Kembangkan balon catheter dengan mengisi aquadest sesuai dengan volume balon

yang tertera di badan catheter.

7. Tarik secara perlahan catheter hingga terdapat tahanan. 8. Fiksasi pada daerah lipat paha.