Analisa dan Eksperimen Kolom Kayu Ganda Terhadap Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan

(1)

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. Kayu

Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang berasal dari alam dan merupakan salah satu bahan konstruksi yang pertama digunakan oleh manusia. Material kayu merupakan bahan struktur yang ramah lingkungan karena dapat didaur ulang dan terurai secara mudah di alam (bio-degradable), serta dapat diperbaharui kembali.

Penggunaan kayu sebagai bahan kontruksi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kesederhanaan dalam pengerjaan, ringan, sesuai dengan lingkungan (environmental compatibility). Hal tersebut membuat kayu menjadi bahan konstruksi yang dikenal di bidang konstruksi ringan (light construction). Kayu sebagai bahan konstruksi tidak hanya didasari oleh kekuatannya saja, akan tetapi juga didasari oleh segi keindahannya. Secara alami kayu memiliki bermacam-macam warna dan bentuk serat, sehingga untuk bangunan yang menggunakan material kayu tidak banyak memerlukan perlakuan tambahan serta meningkatkan keindahan bangunan.

Kayu memiliki kendala dalam penggunaannya, antara lain dapat mengalami kerusakan oleh serangan jamur, rayap, dan pengelolaan hutan sebagai sumber utama kayu tidak dilakukan secara berkesinambungan (Ali Awaluddin, 2005). Ketersediaan kayu menjadi langka disebabkan oleh penebang liar yang melakukan penebangan tanpa adanya pengelolaan hutan. Kendala lainnya yang dimiliki oleh kayu adalah sifat kurang homogen dengan cacat-cacat alam seperti


(2)

arah serat yang berbentuk menampang, spiral, diagonal, mata kayu dan sebagainya. Kayu dapat memuai dan menyusut dengan perubahan kelembaban dan meskipun tetap elastis, terdapat lendutan yang relatif besar pada pembebanan berjangka lama (Felix Yap, 1964).

2.1.1. Sifat Utama Kayu

Kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama yang menyebabkan kayu selalu dibutuhkan oleh manusia (Frick, 2004). Sifat-sifat utama bahan bangunan kayu dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis jika dikelola atau diusahakan dengan baik. Artinya, jika pohon ditebang untuk diambil kayunya, harus segera ditanam kembali pohon-pohon pengganti supaya sumber kayu tidak habis. Kayu dikatakan sebagai renewable resources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui).

2. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan bahan lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah dapat dengan mudah diproses menjadi barang-barang seperti kertas, tekstil, dan sebagainya.

3. Kayu mempunyai sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan lain buatan manusia. Misalnya, kayu mempunyai sifat elastis, ulet, tahan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar seratnya, dan berbagai sifat lain lagi. Sifat-sifat seperti ini


(3)

tidak dimiliki baja, beton, atau bahan-bahan lain yang biasa dibuat oleh manusia.

2.1.2. Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu merupakan sifat yang menampilkan suatu kondisi khusus dari struktur dan anatomi kayu itu sendiri. Sifat fisis ini dapat menunjukkan keadaan kayu, seperti kandungan air, berat jenis kayu, arah serat, dan lain sebagainya.

2.1.2.1. Kandungan Air

Kayu merupakan material higroskopis. Skar (dalam Iswanto, 2008) mengemukakan bahwa kayu memiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap atau melepas air dari lingkungannya. Tsoumis (dalam Iswanto, 2008) menambahkan bahwa air yang diserap atau dilepaskan dapat berupa uap air atau cair. Kemampuan kayu menyerap dan melepaskan air sangat tergantung dari kondisi lingkungan seperti temperatur dan kelembaban udara. Apabila kelembaban udara meningkat, maka kandungan air pada kayu akan meningkat pula. Lingkungan yang memiliki kelembaban udara yang stabil akan menyebabkan kandungan air cenderung tetap. Kondisi seperti ini disebut kadar air imbang (equilibrium moisture content). Kandungan air yang terdapat pada kayu bergantung pada spesies, umur dan ukuran pohon.

Air yang terdapat pada batang kayu tersimpan dalam dua bentuk, yaitu air bebas (free water) yang terletak di antara sel-sel kayu, dan air ikat (bound water) yang terletak pada dinding sel. Air bebas menyebabkan sel kayu tetap jenuh. Jika


(4)

terjadi proses pengeringan maka air bebas adalah air yang pertama kali berkurang. Kondisi dimana air bebas telah habis sedangkan air ikat pada dinding sel masih jenuh dinamakan titik jenuh serat (fibre saturation point).

Kayu di Indonesia yang kering udara pada umumnya mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12% - 18%, atau rata-rata 15%. Apabila berat dari benda uji menunjukkan penurunan angka secara terus menerus, maka kayu belum dapat dianggap kering udara.

2.1.2.2. Kepadatan

Kepadatan (density) kayu dinyatakan sebagai berat per unit volume. Pengukuran kepadatan bertujuan untuk mengetahui persentase rongga pada kayu. Kepadatan dan volume sangat bergantung pada kandungan air. Menghitung kepadatan suatu jenis kayu adalah dengan cara membandingkan antara berat kering kayu dengan volume basah. Berat kering kayu diperoleh dengan menimbang spesimen kayu yang telah disimpan dalam oven pada suhu 105º selama 24 – 48 jam atau sampai berat spesimen kayu tetap.

2.1.2.3. Berat Jenis

Berat jenis adalah perbandingan antara kepadatan kayu dengan kepadatan air pada volume yang sama. Kayu terdiri dari sel kayu sebagai bagian padat, air dan udara. Ketika kayu dikeringkan di dalam oven maka volume yang tertinggal hanya volume bagian padat dan volume udara. Hal ini disebabkan oleh air yang menguap selama proses pengeringan terjadi. Menurut Iswanto (2008), nilai


(5)

beratjenis secara umum pada bagian pangkal lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah dan ujung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh. Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisis kayu yang penting sehubungan dengan penggunaannya sebagai bahan konstruksi.

2.1.3. Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis kayu adalah kemampuan kayu dalam memberikan perlawanan terhadap perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya luar. Sifat mekanis merupakan syarat-syarat pemilihan kayu untuk digunakan sebagai material konstruksi.

2.1.3.1. Kuat Lentur

Kuat lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan lengkungan kayu akibat adanya beban yang bekerja tegak lurus di tengah kayu dimana pada kedua ujungnya tertumpu. Sisi atas balok sederhana yang dikenai beban akan mengalami tegangan tekan maksimal. Sementara sisi bawah akan mengalami tegangan tarik. Tegangan ini secara perlahan-perlahan menurun kebagian tengah dan menjadi nol pada sumbu netral.

Kuat lentur dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kuat lentur statik dan kuat lentur pukul. Kuat lentur statik adalah kekuatan bahan dalam menahan gaya yang diberikan secara perlahan-lahan, sedangkan kuat lentur pukul adalah kekuatan bahan dalam menahan gaya yang diberikan secara tiba-tiba.


(6)

Kuat lentur kayu dapat diketahuijika dalam pengujiannya, kayu akan mengalami tegangan dan perubahan bentuk (melentur/melendut) saat menerima beban yang besar. Tegangan yang terjadi antara lain tegangan tarik, tekan, dan geser sehingga dalam ketiga parameter ini akan didapat nilai kuat lenturnya. Kuat lentur kayu biasa dinyatakan dalam modulus retak (Modulus of Repture : MOR). Tegangan tarik akan terjadi pada bagian sisi bawah kayu dan tegangan tekan terjadi pada bagian sisi atas kayu, sedangkan tegangan geser bekerja pada sejajar penampang. Tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu akan mengalami regangan yang cukup berbahaya. Ketiga tegangan yang terjadi dialami oleh kayu pada saat pembebanan sedang berlangsung.

Gambar 2.1.BatangKayu yang Menerima Beban Lentur

2.1.3.2. Kuat Geser

Kuat geser atau tegangan geser ( ) merupakan kemampuan material kayu untuk menahan beban geser yang ditimbulkan kepadanya. Beban geser ini dapat menyebabkan serat-serat kayu menjadi tergelincir atau bergeser sehingga mengalami perubahan pada struktur seratnya.

Kuat geser pada kayu dapat terjadi pada arah sejajar serat, tegak lurus serat dan bidang miring serat. Kuat geser tegak lurus serat memiliki kekuatan

Teg. Tekan

Teg. Tarik

Garis Netral

Teg. Geser

Teg. Normal P


(7)

geser 3-4 kali lebih besar dibandingkan kuat geser sejajar serat. Sementara kuat geser pada bidang miring serat terjadi apabila kayu dibebani gaya lentur.Sifat ini tidak begitu penting disebabkan sebelum mengalami geser tegak lurus serat, kayu sudah terlebih dahulu rusak.

Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan dengan notasi (kg / cm2 ). Kuat geser diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.1) Dimana:

= tegangan geser (kg/m2)

P = beban (kg)

A = luas penampang (m2)

cp

Gambar 2.2. Batang Kayu yang Menerima Gaya Geser

2.1.3.3. Kuat Tekan

Kuat tekan adalah kemampuan kayu menahan beban yang diberikan kepadanya, baik sejajar serat maupun tegak lurus serat. Akibatnya, kayu akan mengalami pemendekan maupun perubahan bentuk penampang melintangnya. Gaya yang diberikan sejajar serat akan menimbulkan bahaya tekuk sedangkan

Teg. Geser


(8)

gaya yang diberikan tegak lurus serat akan menimbulkan keretakan bahkan patah. Kedua hal tersebut merupakankondisi yang tidak diharapkan terjadi pada suatu struktur karena akan menimbulkan suatu kegagalan pada struktur itu sendiri.

Gambar 2.3. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat

Kayu yang diberikan pembebanan sejajar serat memilikikuat tekan yang lebih besar dibandingkan dengan pembebanan tegak lurus serat. Batang kayu yang panjang dan tipis seperti papan, umumnya mengalami bahaya kerusakan lebih besar ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu.Tegangan tekan izin diberikan notasi Fc

(MPa).

Gambar 2.4. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat

P P

P


(9)

2.1.3.4. Kuat Tarik

Sebuah kayu yang diberikan gaya tarik dari kedua arah yang berlawanan maka akan timbul tegangan tarik dari serat-serat kayu tersebut. Gaya tarik akan berusaha melepaskan ikatan antara serat-serat kayu.Apabila gaya tarik yang diberikan beban lebih besar dari gaya tarik serat kayu, maka serat-serat kayu akan terlepas dan menimbulkan patahan. Kondisi ini tidak boleh terjadi pada suatu struktur bangunan.

Tegangan tarik (Ft) masih diperbolehkan apabila tidak terdapat

perubahan yang dapat membahayakan suatu struktur. Nilai tegangan tarik kayu dapat ditentukan dalam tabel nilai kuat acuan pada kadar air 15% dengan kode mutu tertentu.Sebagai contoh, kayu dengan kode mutu E15 memiliki tegangan tarik izin sebesar 31 MPa (PKKI NI - 5, 2002).

Kuat tarik pada kayu dapat menahan beban aksial (sejajar serat) atau transversal (tegak lurus serat). Di antara kedua kekuatan tarik tersebut, kuat tarik aksial kayu (sejajar serat) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tarik transversal (tegak lurus serat).

`

Gambar 2.5. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tarik


(10)

2.1.4. Tegangan Bahan Kayu

Menurut Awaluddin (2005), tegangan pada bahan kayu merupakan kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuk bahan kayu tersebut. Gaya-gaya luar yang bekerja pada suatu benda dapat menimbulkan gaya-gaya dalam yang disebut tegangan dan dinyatakan dalam gaya per satuan luas (N/m2).

⁄ ... (2.2)

Perubahan ukuran dan bentuk yang terjadi akibat tegangan disebut deformasi atau regangan. Apabila tegangan yang bekerja kecil maka deformasi yang terjadi juga kecil. Bahan kayu akan kembali ke bentuk semula apabila tegangan dihilangkan sepenuhnya sesuai dengan sifat elastisitas benda tersebut. Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat-serat akan terputus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan.

Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik yang disebutLimit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Deformasi atau regangandinyatakan dalam pertambahan panjang per panjang awal bahan.

... (2.3)

Nilai yang mengukur antara tegangan dan regangan pada limit proporsional untuk menyatakan kekakuan atau elastisitas suatu bahan disebut


(11)

modulus elastisitas. Semakin tinggi nilai modulus elastisitas maka kayu tersebut lebih kaku. Sebaliknya, semakin rendah nilai modulus elastisitas maka kayu tersebut lebih lentur atau fleksibel.

⁄ ... (2.4)

Bahan yang mengalami keruntuhan atau patah tanpa adanya perubahan bentuk atau dengan sedikit perubahan bentuk disebut perilaku getas. Getas terjadi tanpa menunjukkan tanda-tanda terjadinya deformasi pada bahan. Hal ini merupakan jenis keruntuhan yang dianggap berbahaya bagi struktur bangunan.

2.1.5.Sistem Pemilahan (Grading)

2.1.5.1. Sistem Pemilahan Secara Mekanis

Pemilahan kayu secara mekanis yaitu pemilahan menggunakan alat grading machine. Sistem pemilahan dengan menggunakan alat ini sudah mulai dilakukan di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Batang kayu dibentuk menjadi ukuran struktur atau masih berupa utuh (kayu log) dibebani beban terpusat. Lendutan yang terjadi akibat pembebanan dicatat besarnya tepat di bawah beban yang bekerja. Prinsip pengujian ini disebut pengujian lentur statik. Pengujian ini dilakukan pada setiap jarak tertentu, misalnya setiap 1 (satu) meter. Nilai Modulus Elastisitas Lentur (MOE) dapat diperoleh dari data beban dan lendutan. Mengacu pada nilai MOE, tegangan lain dapat diperoleh berdasarkan rumus empiris.


(12)

Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel 2.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.

Tabel 2.1. Nilai Kuat Acuan (Mpa) Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis Pada Kadar Air 15% (PKKI NI - 5 2002)

Kode

Mutu Ew Fb Ft// Fc// Fv Fc┴

E26 E25 E24 E23 E22 E21 E20 E19 E18 E17 E16 E15 E14 E13 E12 E11 E10 25000 24000 23000 22000 21000 20000 19000 18000 17000 16000 15000 14000 13000 14000 13000 12000 11000 66 62 59 56 54 56 47 44 42 38 35 32 30 27 23 20 18 60 58 56 53 50 47 44 42 39 36 33 31 28 25 22 19 17 46 45 45 43 41 40 39 37 35 34 33 31 30 28 27 25 24 6,6 6,5 6,4 6,2 6,1 5,9 5,8 5,6 5,4 5,4 5,2 5,1 4,9 4,8 4,6 4,5 4,3 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 11 10 9 Dimana:


(13)

Fb =Kuat Lentur Fv =Kuat Geser

Ft // =Kuat Tarik Sejajar Serat Fc ┴ =Kuat Tekan Tegak Lurus Serat

2.1.5.2. Sistem Pemilahan Observasi Visual

Pemilahan kayu secara visual sudah lama dilakukan oleh manusia. Parameter pemilahan secara visual dapat diamati melalui lebar cincin tahunan, kemiringan serat, mata kayu, keberadaan jamur atau serangga pemakan kayu dan keretakan. Cara ini seringkali memberikan hasil yang kurang akurat terlebih jika si pengamat tidak memiliki keahlian dan pengalaman. Akibatnya pemilahan kelas kuat kayu akan lama dan hasilnya dapat diragukan.

Apabila pengukuran secara visual berdasarkan berat jenis, maka kuat acuan kayu berserat lurus atau tanpa cacat dapat dihitung dengan langkah sebagai berikut.

1. Kerapatan ρ (dengan satuan kg/m3) pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku

... (2.5) Dimana:

ρ = kerapatan kayu (kg/m3) Wg = berat kayu basah (kg)

Vg = volume basah kayu (m3)

2. Kadar air, m % (m< 30) diukur dengan prosedur baku.


(14)

Dimana:

m = kadar air kayu (%)

Wd = berat kayu kering oven (gr)

Wg = berat kayu basah (gr)

3. Hitung berat jenis pada m % (Gm) dengan rumus:

... (2.7)

4. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus:

[ ]

... (2.8)

5. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % (G15) dengan rumus:

... (2.9)

6. Hitung estimasi kuat acuan Modulus Elastisitas Lentur dengan rumus: ... (2.10)

Dimana:

G= berat jenis kayu pada kadar air 15 % (G = G15)

Kayu yang mempunyai cacat kayu dan atau serat yang tidak lurus, estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari tabel 2.1 harus direduksi dengan mengikuti ketentuan SNI 03-3527-1994 UDC (Unit Decimal Classification)

691.11 tentang “εutu Kayu Bangunan” dengan mengalikan estimasi nilai

modulus elastisitas lentur acuan dari persamaan 2.10 dimana nilai rasio tahanan pada tabel 2.2 bergantung pada Kelas Mutu Kayu. Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada tabel 2.3.


(15)

Tabel 2.2.Nilai Rasio Tahanan (PKKI NI - 5 2002)

Kelas Mutu Nilai Rasio

Tahanan A B C 0.80 0.63 0.50

Tabel 2.3.Cacat Maksimum Untuk Setiap Kelas Mutu Kayu (PKKI NI - 5 2002)

Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C

Mata Kayu: Pada arah lebar Pada arah sempit

1/6 lebar kayu 1/8 lebar kayu

¼ lebar kayu 1/6 lebar kayu

½ lebar kayu ¼ lebat kayu

Retak 1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu ¼ tebal

Pinggul 1/10 tebal atau lebar kayu

1/6 tebal atau lebar kayu

¼ tebal atau lebar kayu

Arah serat 1 : 13 1 : 9 1 : 6

Saluran Damar

1/5 tebal kayueksudasi tidak

Diperkenan

2/5 tebal kayu ½ tebal kayu

Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan

Lubang serangga

Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasai dan tidak

ada tanda-tanda serangga hidup

Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasai dan tidak

ada tanda-tanda serangga hidup

Diperkenankan asal terpencar dan

ukuran dibatasai dan tidak ada

tanda-tanda serangga hidup Cacat lain (lapuk,

hati rapuh, retak melintang) Tidak Diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan


(16)

2.2. Teori Euler dan Tetmayer

Teori tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhardt Euler (1759). Euler melakukan percobaan dimana sebuah kolom memiliki beban konsentris yang semula lurus dan seratnya tetap elastis sehingga akan mengalami lengkungan kecil seperti pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Kolom Euler

Euler menyelidiki batang yang dijepit pada salah satu ujungnya dan bertumpu sederhana (simply supported) pada ujung lainnya. Logika yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi, yang tidak memiliki pengekang rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil.

Pada titik sejaiuh x, momen lentur Mx (terhadap sumbu x) pada kolom

yang mengalami sedikit lendutan adalah:

Mx = P x y ... (2.11)

Karena

... (2.12)

Persamaan diatas menjadi:

... (2.13) P P

y


(17)

Bila k2 = P / EI maka persamaan (2.13) menjadi:

... (2.14)

Persamaan diferensial ber-ordo dua dapat dinyatakan sebagai:

... (2.15) Dengan syarat batas:

1. y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0, didapat harga B = 0 2. y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh

harga sebagai berikut:

... (2.16) Harga kL yang memenuhi adalah kL= 0, π, 2π, 3π, .... nπ atau persamaan (2.16) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan:

a. konstanta A = 0, tidak ada lendutan b. kL = 0, tidak ada lendutan

c. kL = π, syarat terjadinya tekuk.

Karena k2 = P / EI, maka √

Kedua ruas dikuadratkan

, maka diperoleh ... (2.17)

Ragam tekuk dasar pertama, adalah lendutan dengan lengkung tunggal (y = A sin x dari persamaan 2.15), akan terjadi bila kL = π.Dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom bersendi di kedua ujungnya dengan L adalah panjang tekuk yang dinotasikan dengan Lk adalah:


(18)

Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, dapat dilihat hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan dengan (λ). Dari persamaan (2.17) apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang, maka akan diperoleh:

... (2.19)

Karena i2 = I / A, maka diperoleh:

... (2.20)

Dimana adalah kelangsingan (λ), maka diperoleh:

... (2.21) Persamaan Euler ini berlaku apabila nilai tekuk dari suatu benda uji berada diantara 100 sampai 150.Gaya tekan Euler diperoleh berdasarkan anggapan kayu berperilaku elastis, maka gaya tekan Euler sesuai untuk kolom dengan angka kelangsingan tinggi. Sedangkan untuk nilai tekuk λ ≤ 100 digunakan persamaan Tetmayer (Den Hartog, 1949):

Pk= A × ... (2.22) Dimana:

... (2.23) Angka tekuk dalam Tetmayer (Ramdhan, 2008) ialah sebagai berikut:

... (2.24) Kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh pada keadaan umum. Keadaan seperti ini disebut tekuk in-elastic (tidak


(19)

elastis). Tekuk murni akibat beban aksial terjadi bila anggapan-anggapan ini berlaku, yaitu sebagai berikut:

1. Sifat tegangan-tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang; 2. Kolom lurus sempurna dan prismatis;

3. Resultan beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur;

4. Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan;

5. Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan;

6. Puntiran atau distorsi penampang melintang tidak terjadi selama melentur.

Tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dengan lendutan tidak stabil pada batang tekan di dalam suatu percobaan. Hasil percobaan mencakup pengaruh lengkungan awal pada batang eksentrisitas beban yang tidak terduga, tekuk setempat atau lateral dan tegangan sisa.

2.3. Kolom

Struktur kolom adalah batang vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok serta rangka atap. Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03, kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.


(20)

Pembebanan kolom didominasi oleh beban aksial tekan yang bekerja pada ujung-ujungnya tanpa ada beban tranversal yang bekerja. Akibatnya, kolom tidak mengalami lentur secara langsung karena tidak ada beban tegak lurus terhadap sumbu kolom. Beban aksial tekan yang menyebabkan adanya perilaku tekuk pada kolom juga dipengaruhi oleh panjang, lebar, bentuk, dan tinggi suatu komponenstruktur.Perilaku tekuk ini dipengaruhi oleh nilai kelangsingan kolom yaitu nilai banding antara panjang efektif kolom dengan jari-jari girasi penampang kolom.

Kolom merupakan elemen struktur yang penting agar bangunan tidak roboh. Apabila kolom mengalami kegagalan, maka struktur yang ditopangnya akan mengalami keruntuhan.Pada keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh. Keadaan ini disebut tekuk in elastis (tidak elastis). Kolom yang ideal memiliki sifatelastis, lurus, dan sempurna jika diberi pembebanan secara konsentris.

2.3.1. Klasifikasi Jenis Kolom

Klasifikasi jenis kolom dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, yaitu:

 Kolom segiempat/bujursangkar dengan tulangan memanjang dan sengkang berbentuk segiempat.

 Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang dengan bentuk spiral.


(21)

 Kolom komposit yaitu kolom yang bahan – bahannya terdiri dari dua jenis material yang berbeda sifat dan bersatu sehingga memiliki kekuatan yang lebih baik.

 Kolom kayu dapat berfungsi sebagai kolom struktural dan non-struktural. Penampang kolom struktural kayu pada umumnya berbentuk persegi/ bujursangkar, bulat, kolom tunggal maupun kolom ganda.

Gambar 2.7. Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan

2. Jenis kolom berdasarkan posisi beban pada penampangnya, yaitu:  Kolom yang mengalami beban sentris (tidak mengalami lentur,

Gambar 2.7a.).

 Kolom dengan beban eksentrisitas (Gambar 2.7b.) mengalami momen lentur selain gaya aksial dan dapat dikonversikan menjadi suatu beban


(22)

(a) (b)

Gambar 2.8. Jenis Kolom Berdasarkan Posisi Beban pada Penampang

3. Jenis kolom berdasarkan panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi lateralnya, yaitu:

 Kolom pendek adalah kolom yang nilai perbandingan antara panjangnya dengan dimensi penampang melintang relatif kecil. Jenis kolom ini tidak tergantung pada panjangnya dan apabila mengalami beban berlebihan akan mengalami kegagalan karena hancurnya material. Hal ini berarti, kolom pendek tidak mengalami bahaya tekuk. Oleh karena itu, kapasitas pikul-beban batas kolom ini tergantung pada kekuatan material yang digunakan.

 Kolom panjang yaitu jika ketinggian dari kolom lebih besar dari tiga kali dimensi lateralnya (panjang/ lebar). Jenis kolom ini akan mengalami kegagalan akibat tekuk dan ketinggiannya atau panjangnya turut mempengaruhi kapasitas pikul-beban. Perilaku kolom panjang terhadap beban tekan diilustrasikan pada gambar

P P


(23)

2.10a. Apabila bebannya kecil, kolom masih dapat mempertahankan bentuk linearnya, begitu pula jika bebannya bertambah. Hingga pada saat beban yang diterima terus bertambah mencapai taraf tertentu, kolom tersebut tiba-tiba berubah bentuk seperti pada gambar 2.10b. Inilah yang disebut dengan fenomena tekuk (buckling). Apabila suatu kolom telah menekuk, maka kolom tersebut tidak akan mampu lagi menerima beban tambahan sehingga sedikit saja penambahan beban akan dapat menyebabkan kolom tersebut runtuh/hancur seperti gambar 2.10c. Dengan demikian, kapasitas pikul bebannya adalah besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal.

2.3.2. Prinsip Desain Kolom

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kolom akan mengalami keruntuhan jika gagal menopang beban yang bekerja padanya. Hal tersebut terjadi karena kolom mengalami tekuk (buckling). Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabakan suatu kolom menekukyang disebut juga dengan beban kritis (Pcr).

Elemen struktur kolom yang memiliki nilai perbandingan antara panjang dan dimensi penampang melintang yang relatif kecil disebut kolom pendek. Kemampuan kolom pendek memikul beban tidak tergantung pada panjang kolom. Kolom pendek mengalami kegagalanjika tidak mampu menahan beban karena material akan hancur.Kemampuan pikulbeban batas tergantung pada kekuatan material yang digunakan.Elemen tekan yang semakin panjang menyebabkan


(24)

perubahan proporsi relatif elemen hingga mencapai keadaan yang disebut elemen langsing. Perilaku elemen langsing berbeda dengan elemen tekan pendek.

Perilaku elemen tekan panjang terhadap beban tekan adalah apabila bebannya kecil maka elemen masih dapat mempertahankan bentuk liniernya. Begitu pula apabila bebannya bertambah. Saat beban mencapai nilai tertentu maka elemen tersebut akan tidak stabilsecara tiba-tiba dan berubah bentuk.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya tekuk. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi tekuk yaitu panjang kolom. Pada umumnya kapasitas pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen. Faktor lain yang juga mempengaruhi besar beban tekuk adalah karakteristik kekakuan elemen struktur, yaitu jenis material dan bentuk, serta ukuran penampang. Suatu elemen yang mempunyai kekakuan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen berkekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur maka kekakuannya semakin kecil.

Kekakuan elemen struktur juga berkaitan dengan banyaknya dan distribusi material yang ada dan sifat material. Ukuran distribusi ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia I yang menggabungkan banyak material yang ada dengan distribusinya. Sedangkan ukuran untuk sifat material adalah modulus elastisitas E. Semakin tinggi nilai E, semakin tinggi pula kekakuannya dan semakin besar pula tahanan kolom yang terbuat dari material itu untuk mencegah tekuk.

Faktor lain yang turut mempengaruhi besarnya beban tekuk adalah kondisi ujung elemen struktur. Kolom dengan ujung-ujung bebas berotasi mempunyai kemampuan pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang


(25)

ujung-ujungnya dijepit. Penambahan bracing pada ujung kolom dapat menambah kekakuan, sehingga dapat meningkatkan kestabilan dalam mencegah tekuk. Berikut ini adalah keterkaitan besarnya beban tekuk dengan berbagai kondisi ujung elemen struktur.

Garis terputus

menunjukkan diagram kolom tertekuk

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

Nilai Kc teoritis 0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0

Nilai Kc yang dianjurkan untuk kolom yang mendekati kondisi idiil

0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0

Kode ujung Jepit Sendi Hall tanpa putaran sudut/Jepit bergoyang

Ujung bebas/Jepit bebas

Gambar 2.9. Kondisi Perletakkan Kolom

2.3.3. Stabilitas Struktur Kolom

Masalah kesetimbangan kolom erat kaitannya dengan stabilitas suatu struktur batang. Konsep stabilitas sering diterangkan dengan menggangap kesetimbangan dari bola pejal pada beberapa posisi, yaitu sebagai berikut.


(26)

2.3.3.1. Kesetimbangan Stabil

Gambar 2.10(a). Kesetimbangan Stabil

Berdasarkan gambar 2.10(a), bola pejal berada di permukaan yang cekung. Kemudian bola pejal berubah posisinya ketika diberikan gaya F. Saat gaya F hilang, posisi bola pejal kembali seperti semula. Kondisi ini adalah penganalogian dari suatu kolom bermuatan P < Pcr yang diberikan gaya F tegak lurus sumbu

kolom sehingga mengalami lendutan. Jika gaya F dihilangkan maka kolom akan kembali ke bentuk linearnya. Kondisi kesetimbangan ini disebut kesetimbangan stabil (stable equilibrium).

2.3.3.2. Kesetimbangan Netral


(27)

Kolom dengan beban P = Pcr dianalogikan dengan bola pejal yang berada

di permukaan datar. Bola pejal tersebut diberi gaya F dan berpindah tempat tanpa kembali ke tempatnya semula. Berdasarkan anggapan itulah suatu kolom bermuatan P = Pcr jika diberikan beban sebesar F, maka kolom tersebut akan

mengalami tekuk. Ketika gaya F dilepaskan, kolom tidak akan kembali ke bentuk linearnya. Kondisi kesetimbangan ini disebut kesetimbangan netral (precarious equilibrium).

2.3.3.3. Kesetimbangan Tidak Stabil

Gambar 2.10(c). Kesetimbangan Tidak Stabil

Bola pejal berada pada permukaan yang cembung kemudian diberikan gaya F maka akan terjadi pergeseran mendadak. Hal ini merupakan penganalogian untuk kolom dengan P > Pcr. Kolom diberikan gaya F tegak lurus sumbu kolom

kemudian mengalami deformasi. Apabila beban diberikan secara konstan maka akan berdampak runtuhnya kolom (bucking). Kondisi kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil (unstable equilibrium).


(28)

2.3.4. Tekuk Kolom

Kemampuan batas pikul beban suatu struktur tekan sangat tergantung pada panjang relatif, karakteristik dimensi penampang melintang dan sifat material yang digunakan. Struktur tekan yang diberikan beban besar yang melebihi kemampuan pikulnya maka struktur tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebut dengan fenomena tekuk (buckling). Tekuk merupakan suatu ragam kegagalan yang disebabkan oleh ketidakstabilan suatu struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban.

Fenomena tekuk memiliki hubungan dengan kekakuan elemen struktur. Elemen yang mempunyai kekakuan yang kecil akan lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan kekakuan yang besar. Semakin langsing suatu elemen struktur, semakin kecil pula kekakuannya. Angka kelangsingan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. (Ir.K.H. Felix Yap)

... (2.25)

Karena:

... (2.26)

Dimana:

λ = angka kelangsingan lk = panjang tekuk (cm)

imin = jari-jari inersia minimum (cm)

Imin = momen inersia minimum (cm4)


(29)

Dalam suatu konstruksi tiap batang tekan mempunyai λ ≤ 150 (Ir.K.H.

Felix Yap). Untuk menghindari bahaya tekuk pada batang tekan, gaya yang ditahan oleh batang harus digandakan dengan faktor ω sehingga:

... (2.27)

Dimana:

= tegangan yang timbul (kg/cm2)

S = gaya yang timbul pada batang (Ton)

ω = faktor tekuk

2.4. Kolom Berspasi

Kolom berspasi merupakan komponen struktur tekan dari suatu rangka batang, titik kumpul yang dikekang secara lateral pada ujung dari kolom berspasi, dan elemen pengisi pada titik kumpul tersebut dinamakan sebagai klos tumpuan (Anonim, 2000).

Menurut Awaluddin (2005), kolom berspasi memiliki dua sumbu utama yang melalui titik berat penampang, yaitu sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Sumbu bahan adalah sumbu yang arahnya tegak lurus (sumbu x) dan memotong kedua komponen struktur kolom. Sumbu bebas bahan adalah sumbu yang arahnya sejajar muka yang berspasi pada kolom (sumbu y).


(30)

Gambar 2.11. Kolom Berspasi

Pada kolom berspasi yang merupakan komponen struktur tekan dari suatu rangka batang, titik kumpul yang dikekang secara lateral dianggap sebagai ujung dari kolom berspasi. Elemen pengisi pada titik kumpul tersebut dianggap sebagai klos tumpuan. Klos tumpuan pada kolom berspasi harus memiliki lebar dan panjang yang memadai serta ketebalan minimum yang sama dengan ketebalan kolom tunggal dan posisinya berada dekat ujung kolom. Klos tumpuan yang memiliki ukuran yang sama sedikitnya harus mempunyai satu klos lapangan yang letaknya di daerah tengah kolom, sehingga l3 = 0,50 l1.

Masing-masing bagian pada ujung-ujung batang ganda berspasi dan sepertiga panjang batang dari setiap ujung batang tertekan harus diberikan perangkai yang disebut dengan klos. Penggunaan klos sebagai alat sambung batang kayu ganda adalah untuk menghindari bahaya tekuk. Momen inersia juga menjadi lebih besar sehingga batang kayu menjadi lebih kuat.Klos tersebut


(31)

disambungkan pada kayu ganda dan dihubungkan dengan menggunakan baut maupun dengan paku. Jika disambungkan dengan baut, maka lebar bagian b ≤ 18 cm dipakai 2 (dua) baut dan jika b > 18 cm dipakai 4 (empat) baut sedangkan untuk paku dapat disesuaikan jumlahnya sesuai dengan keperluan dan pemasangannya harus disesuaikan dengan peraturan.

Gambar 2.12. Jarak antar baut

Alat sambung pada setiap bidang kontak antara klos tumpuan dan komponen struktur kolom di setiap ujung kolom harus memilki tahanan geser yang ditentukan dalam persamaan berikut.

z’ = A1 KS ... (2.28)

Dimana:

z' = tahanan geser terkoreksi klos tumpuan (N) A1 = luas komponen struktur tunggal (mm2)


(32)

Tabel 2.4. Konstanta Klos Tumpuan (PKKI NI - 5 2002)

Berat Jenis (G) KS (MPa)*

G ≥ 0,60 (l1/d1–11) x 143 tetapi ≤ 7 εpa 0,50 ≤ G ≤ 0,60 (l1/d1–11) x 121 tetapi ≤ 6 εpa 0,42 ≤ G ≤ 0,50 (l1/d1–11) x 100 tetapi ≤ 5 εpa G ≤ 0,42 (l1/d1–11) x 74 tetapi ≤ 4 εpa * Untuk l1/d1≤ 11, KS = 0

2.4.1. Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan

Menurut Awaluddin (2005), kolom berspasi memiliki dua sumbu utama yang melalui titik berat penampang, yaitu sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Sumbu bahan adalah sumbu yang arahnya tegak lurus (sumbu y) dan memotong kedua komponen struktur kolom. Sumbu bebas bahan adalah sumbu yang arahnya sejajar muka yang berspasi pada kolom (sumbu x).

Gambar 2.13. Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan

Secara umum, tekuk selalu berada di sumbu bahan. Hal ini dapat terjadi karena momen inersia bernilai lebih kecil sehingga sumbu bahan lebih lemah jika dibandingkan dengan sumbu bebas bahan.


(33)

Perbandingan panjang terhadap lebar maksimum ditentukan berdasarkan sumbu bahan dan bebas bahan yaitu sebagai berikut:

1. Pada bidang sumbu bahan, l1/d1 tidak boleh melampaui 80.

2. Pada bidang sumbu bahan, l3/d1 tidak boleh melampaui 40.

3. Pada bidang sumbu bebas bahan, l2/d2 tidak boleh melampaui 50.

Perhitungan momen lembam pada batang berganda terhadap sumbu bahan (sumbu X dalam gambar 2.15(a) dan 2.15(b)) dapat dianggap sebagai batang tunggal dengan lebar sama dengan jumlah lebar masing-masing bagian, sehingga berlaku:

ix = 0.289h ... (2.25)

Gambar 2.14. Geometrik Kolom Berspasi

Perhitungan momen lembam terhadap sumbu bebas bahan (sumbu X dalam gambar 2.14c dan sumbu Y dalam gambar 2.12a dan 2.12b) digunakan rumus sebagai berikut:


(34)

Dimana:

I = momen inersia yang diperhitungkan It = momen inersia teoritis

Ig = momen inersia geser, dengan anggapan masing-masing bagian

digeserhingga berimpitan satu sama lain

Apabila jarak antara masing-masing bagian a > 2b. It dihitung dengan

mengambil nilai a = 2b. Masing-masing bagian yang membentuk batang berganda harus memiliki momen lembam:

... (2.30) Dimana:

S = gaya tekan yang timbul pada batang berganda (Ton) Iy = panjang tekuk terhadap sumbu bebas bahan (m)

n = jumlah batang bagian

Angka kelangsingan ditinjau untuk masing – masing sumbu bahan dan sumbu bebas bahan (E. Kosasih Danasasmita).

Kelangsingan sumbu bahan ditentukan sebagai berikut.

(sumbu bahan berada pada sumbu x – x) ... (2.31)

(sumbu bahan berada pada sumbu y – y) ... (2.32) Kelangsingan sumbu bebas bahan ditentukan menggunakan persamaan Engesser.


(35)

Dimana:

λγ = angka kelangsingan seluruh batang terhadap sumbu bebas bahan

λ1 = angka kelangsingan dari satu bagian saja m = banyaknya bagian yang membentuk kolom

f = faktor koreksi, tergantung pada jenis alat penyambung

Tabel 2.5. Harga Faktor Koreksi f (E. Kosasih Danasasmita)

Alat Penyambung Klos Pelat Koppel

Perekat 1 3

Paku 3 4,5

Baut 3 -

Angka kelangsingan λ1 ialah sebagai berikut.

... (2.34)

... (2.35) Dimana:

L1 = panjang satu bagian batang

n = jumlah medan (klos)

2.5. Alat Sambung Kayu

Kolom ganda merupakan gabungan dua buah kolom. Konstruksi kayu pada umumnya membutuhkan alat sambung yang berfungsi untuk memperpanjang batang kayu (overlapping connection) atau menggabungkan beberapa batang kayu pada satu buhul.Penggabungan ini bertujuan agar kolom


(36)

ganda dapat memikul beban yang bekerja pada struktur.Kekuatan sambungan tidak dibedakan pada sambungan desak atau sambungan tarik, melainkan kuat desak pada lubang serta kekuatan alat penghubung geser tersebut. Untuk itu pada struktur kolom ganda dibutuhkan alat penghubung dengan jumlah dan penempatan penghubung geser yang disesuaikan dengan besar gaya geser yang timbul pada kedua kayu tersebut.

Sambungan merupakan titik terlemah pada konstruksi kayu sehingga perlu mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan karena adanya deformasi atau pergeseran pada titik-titik sambungannya. Dengan demikian konstruksi kayu yang perlu mendapatkan perhatian bukan adanya beban patah saja, tetapi adanya pergeseran juga perlu mendapatkan perhatian. Menurut Ali Awaludin (2002), ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan pada konstruksi kayu, antara lain:

1. Terjadinya pengurangan luas tampang; 2. Terjadinya penyimpangan arah serat; 3. Terbatasnya luas sambungan.

Efektifitas suatu alat sambung dapat diukur berdasarkan kuat dukung yang diberikan oleh sambungan itu sendiri dibandingkan dengan kuat ultimit kayu yang di sambungnya. Adapun ciri-ciri alat sambung yang baik antara lain:

1. Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk menempatkan alat sambung relatif kecil atau bahkan nol;

2. Nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang disambung tinggi;


(37)

3. Menunjukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail);

4. Mempunyai angka penyebaran panas (thermal conductivity) rendah; 5. Murah dan mudah digunakan.

2.6. Baut

Alat sambung baut pada umumnya terbuat dari baja lunak (mild steel) dengan bentuk kepala heksagonal, kotak, kubah, atau datar (gambar 2.14.) yang berfungsi untuk mendukung beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan kayu ditentukan oleh kuat tumpu kayu, tegangan lentur baut, dan angka kelangsingan (perbandingan nilai panjang baut pada kayu utama dengan diameter baut). Dalam pemasangan baut, lubang baut diberi kelonggoran 1 mm.

Gambar 2.15. Bentuk-Bentuk Baut (ASCE, 1997)

Jika angka kelangsingan baut rendah, baut menjadi sangat kaku dan distribusi tegangan tumpu kayu merata. Semakin tinggi nilai kelangsingan baut, maka baut akan mengalami tekuk dan distribusi tegangan tumpu kayu tidak


(38)

merata. Tegangan tumpu kayu maksimum terjadi pada bagian samping kayu utama.

2.6.1. Tahanan Lateral Acuan

Tahanan lateral acuan digunakan untuk sambungan dengan komponen utama yang terbuat dari kayu, baja, beton, atau pasangan batu, dan komponen sekunder yang terdiri dari satu atau dua komponen kayu atau komponen dengan pelat baja sisi. Tahanan lateral acuan sambungan yang menggunakan baut satu irisan dengan beban tegak lurus terhadap sumbu alat pengencang dan dipasang tegak lurus sumbu komponen struktur ditentukan dengan mengambil nilai minimum dari persamaan pada tabel 2.6. (untuk satu baut dengan satu irisan yang menyambung dua komponen) atau tabel 2.7. (untuk satu baut dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen). Tahanan lateral acuan diambil dengan nilai tahanan lateral acuan terkecil.

Tabel 2.6. Tahanan Lateral Acuan Baut Atau Pasak (Z) Untuk Satu Alat Pengencang Dengan Satu Irisan Yang Menyambung Dua Komponen

(PKKI NI - 5 2002) Moda

Kelelehan Persamaan yang Berlaku

Im

Is

II

Dengan: √ ( )


(39)

IIIm

Dengan: √

IIIs

Dengan: √

IV √

Catatan:

D = diameter baut atau pasak; tm = tebal kayu utama; ts = kayu sekunder

Tabel 2.7. Tahanan Lateral Acuan Baut Atau Pasak (Z) Untuk Satu Alat Pengencang Dengan Dua Irisan Yang Menyambung Tiga Komponen

(PKKI NI - 5 2002) Moda

Kelelehan Persamaan yang Berlaku

Im

Is

IIIs

Dengan: √

IV √

Catatan:


(40)

2.6.2 Kuat Tumpu Kayu

Kuat tumpu kayu merupakan kekuatan yang dimiliki kayu untuk menahan beban yang diberikan pada daerah titik tumpuannya (dengan satuan N/mm2). Femdan Fesadalah kuat tumpu kayu utama dan kuat tumpu kayu samping.

Selain itu kuat tumpu kayu memiliki nilai kuat tumpu pada arah sejajar serat, tegak lurus serat, dan dengan sudut terhadap seratnya yang masing-masing memiliki perumusan sebagai berikut:

Fe // = 77,25 G ... (2.36)

Fe ┴ = 212 G1,45D-0,5 ... (2.37)

... (2.38)

Dimana:

Fe // = kuat tumpuan kayu sejajar serat (N/mm2)

Fe ┴ = kuat tumpu kayu tegak lurus serat (N/mm2)

Fe θ = kuat tumpu kayu dengan sudut terhadap serat (N/mm2)

G = berat jenis kayu D = diameter baut

Menurut National Design and Spesification (NDS) U.S untuk konstruksi kayu (2001) mendefinisikan kuat lentur baut (Fyb) merupakan nilai rerata antara

tegangan leleh dan tegangan tarik ultimit pada pengujian tarik baut, dengan nilai kuat lentur baut sebesar 320 N/mm2. Kuat tumpu kayu untuk beberapa macam


(41)

Tabel 2.8.(a) Kuat Tumpu Kayu (Fe) dalam N/Mm2untuk Baut ½“

(Ali Awaludin, 2005) Berat jenis

(G)

Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0,5 38,63 37,75 35,42 32,37 29,27 26,57 24,45 22,95 22,07 21,77 0,55 42,49 41,61 39,28 36,17 32,97 30,13 27,87 26,27 25,32 25,00 0,6 46,35 45,48 43,15 40,01 36,73 33,79 31,42 29,72 28,70 28,36 0,65 50,21 49,36 47,04 43,89 40,56 37,53 35,06 33,28 32,21 31,85 0,7 54,08 53,23 50,95 47,81 44,45 41,35 38,81 36,96 35,84 35,47 0,75 57,94 57,12 54,87 51,76 48,39 45,25 42,65 40,75 39,59 39,20 0,8 61,80 61,00 58,81 55,73 52,38 49,22 46,59 44,63 43,44 43,04 0,85 65,66 64,89 62,75 59,74 56,41 53,26 50,60 48,62 47,41 47,00 0,9 69,53 68,78 66,71 63,77 60,49 57,36 54,70 52,70 51,48 51,06 0,95 73,39 72,67 70,67 67,82 64,61 61,52 58,87 56,88 55,64 55,22 1,00 77,25 76,56 74,65 71,89 68,77 65,74 63,12 61,14 59,91 59,49

Tabel 2.8.(b) Kuat Tumpu Kayu (Fe) dalam N/Mm2untuk Baut 5/8“

(Ali Awaludin, 2005) Berat jenis

(G)

Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0,5 38,63 37,51 34,64 31,00 27,46 24,48 22,22 20,66 19,76 19,46 0,55 42,49 41,36 38,44 34,68 30,96 27,79 25,35 23,66 22,67 22,34 0,6 46,35 45,22 42,26 38,40 34,54 31,19 28,59 26,77 25,70 25,35 0,65 50,21 49,08 46,10 42,17 38,18 34,68 31,19 29,99 28,85 28,47 0,7 54,08 52,95 49,95 45,97 41,87 38,24 34,68 33,32 32,10 31,70 0,75 57,94 56,82 53,82 49,80 45,62 41,88 38,88 36,74 35,46 35,03 0,8 61,80 60,69 57,71 53,67 49,43 45,59 42,49 40,25 38,92 38,47 0,85 65,66 64,57 61,61 57,56 53,28 49,36 46,17 43,86 42,47 42,00 0,9 69,53 68,45 65,52 61,49 57,17 53,19 49,93 47,55 46,12 45,63 0,95 73,39 72,33 69,44 65,43 61,10 57,09 53,77 51,33 49,85 49,36 1,00 77,25 76,21 73,37 69,40 65,08 61,04 57,67 55,19 53,68 53,17


(42)

Tabel 2.8.(c) Kuat Tumpu Kayu (Fe) dalam N/Mm2untuk Baut ¾“ (Ali

Awaludin, 2005) Berat jenis

(G)

Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0,5 38,63 37,30 33,96 29,86 26,01 22,87 20,53 18,96 18,05 17,76 0,55 42,49 41,14 37,71 33,43 29,35 25,98 23,44 21,71 20,71 20,39 0,6 46,35 44,99 41,48 37,06 32,77 29,17 26,45 24,57 23,49 23,13 0,65 50,21 48,84 45,28 40,72 36,25 32,45 29,55 27,53 26,36 25,97 0,7 54,08 52,69 49,09 44,42 39,79 35,81 32,73 30,59 29,34 28,92 0,75 57,94 56,55 52,91 48,16 43,38 39,24 36,01 33,74 32,41 31,96 0,8 61,80 60,42 56,75 51,93 47,03 42,74 39,36 36,97 35,57 35,10 0,85 65,66 64,28 60,61 55,73 50,72 46,30 42,79 40,29 38,82 38,32 0,9 69,53 68,15 64,48 59,56 54,46 49,92 46,29 43,69 42,15 41,64 0,95 73,39 72,02 68,36 63,41 58,25 53,60 49,86 47,17 45,57 45,03 1,00 77,25 75,90 72,25 67,29 62,07 57,33 53,49 50,72 49,06 48,51

2.6.3 Geometri Sambungan Baut

Geometri sambungan baut, sekrup kunci, pasak dan jarak tepi baut yang diperlukan, jarak ujung dan spasi alat pengencang yang diperlukan untuk mengembangkan tahanan acuan harus sesuai dengan nilai minimum pada tabel 2.9. Spasi tegak lurus arah serat antar alat-alat pengencang terluar pada sambungan tidak boleh lebih besar dari 127 mm kecuali jika ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu.


(43)

Tabel 2.9. Jarak Tepi, Jarak Ujung dan Persyaratan Spasi untuk Sambungan dengan Baut (PKKI NI - 5 2002)

Beban Sejajar Arah Serat Ketentuan Dimensi Minimum 1. Jarak Tepi (bopt)

Im/ D ≤ 6 (catatan 1) 1,5 D

Im / D > 6

yang terbesar dari 1,5 D atau ½ jarak antar baris alat pengencang tegak lurus serat

2. Jarak Ujung (aopt)

Komponen Tarik 7 D

Komponen Tekan 4 D

3. Spasi (sopt)

Spasi dalam baris alat pengencang 4 D

4. Jarak antar baris alat pengencang 1, 5 D < 127 mm (catatan 2 dan 3) Beban Tegak Lurus Arah Serat Ketentuan Dimensi Minimum 1. Jarak Tepi (bopt)

Tepi yang dibebani 4 D

Tepi yang tidak dibebani 1,5 D

2. Jarak Ujung (aopt) 4 D

3. Spasi (sopt) Catatan 3

4. Jarak antar baris alat pengencang:

Im / D ≤ 2 2,5 D (catatan 3)

2 < Im / D < 6 (5 Im + 10 D) / 8 (catatan 3)

Im/ D ≥ 6 5 D (catatan 3)

Catatan:

1. Im adalah panjang baut pada komponen utama suatu sambungan atau panjang total baut pada komponen

sekunder suatu sambungan.

2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan ring.

3. Untuk alat pengencang seperti pasak, spasi tegak lurus arah serat antar alat-alat pengencang terluar suatu sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali digunakan pelat penyambung khusus atau bila ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu


(44)

Gambar 2.16. Geometrik Sambungan Baut Horizontal

Gambar 2.17. Geometrik Sambungan Baut Vertikal

2.6.4. Faktor Koreksi Sambungan Baut

Faktor koreksi sambungan baut bertujuan untuk mengoreksi tahanan lateral acuan (Z) pada sambungan baut. Faktor koreksi sambungan baut dibagi menjadi sebagai berikut.


(45)

2.6.4.1. Faktor Aksi Kelompok

Sambungan yang terdiri dari satu alat pengencang baut atau lebih cenderung setiap bautnya mendukung beban lateral yang tidak sama. Hal ini disebabkan oleh:

 Jarak antara alat sambung baut yang kurang panjang sehingga menyebabkan kuat tumpu kayu tidak terjadi secara maksimal,

 Distribusi gaya yang tidak merata (non-uniform load distribution) antar alat sambung baut.

Faktor yang mempengaruhi nilai faktor aksi kelompok (Cg) adalah kurva

beban dan sesaran baut, jumlah baut, spasi dalam satu baris, plastic deformation, dan perilaku rangkak/creep kayu itu sendiri. Untuk sambungan dengan beberapa alat sambung baut, tahanan lateral acuan sambungan dikali dengan faktor aksi kelompok. Nilai aksi kelompok diperoleh dengan persamaan berikut:

... (2.39)

Dimana ai adalah jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i

yang bervariasi dari 1 hingga ni, maka diperoleh:

( )

... ... (2.40)

Nilai m diperoleh dari:


(46)

Nilai u diperoleh dari:

... ... (2.42)

γ untuk alat sambung baut diambil sebesar:

0,246 D1,5... ... (2.43)

Dimana:

γ = modulus beban atau modulus gelincir untuk satu alat pengencang.

Nilai REA, diperoleh dari:

...(2.44)

Dimana:

(EA)min = nilai yang lebih kecil antara (EA)m dan (EA)s

(EA)max = nilai yang lebih besar antara (EA)m dan (EA)s

Nilai faktor koreksi (Cg) dapat digunakan dengan menggunakan tabel 2.10.

National Design and Specification US dan berlaku untuk sambungan dengan perbandingan luas penampang samping terhadap kayu utama sebesar setengah atau satu.


(47)

Tabel 2.10. National Design and Specification U.S (Ali Awaludin, 2005)

As/Am1

As

(in)2

Jumlah Baut Dalam Satu Baris

2 3 4 5 6 7 8

0,5

5 0,98 0,92 0,84 0,75 0,68 0,61 0,55

12 0,99 0,96 0,92 0,87 0,81 0,76 0,70

20 0,99 0,98 0,95 0,91 0,87 0,83 0,78

28 1,00 0,98 0,96 0,93 0,90 0,87 0,83

40 1,00 0,99 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87

64 1,00 0,99 0,98 0,97 0,95 0,93 0,91

1

5 1,00 0,97 0,91 0,85 0,78 0,71 0,64

12 1,00 0,99 0,96 0,93 0,88 0,84 0,79

20 1,00 0,99 0,98 0,95 0,92 0,89 0,86

28 1,00 0,99 0,98 0,97 0,94 0,92 0,89

40 1,00 1,00 0,99 0,98 0,96 0,94 0,92

64 1,00 1,00 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95

1. Bila As/Am> 1,00, maka gunakan As/Am

2. Nilai pada tabel ini cukup aman untuk diameter baut < 1 inchi, spasi < 4 inchi atau E > 1400 ksi.

2.6.4.2. Faktor Koreksi Geometrik

Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor geometri (CΔ), dimana nilai CΔ adalah nilai terkecil dari faktor-faktor geometri yang disyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang. Adapun syarat tersebut antara lain:

1. Jarak ujung

Bila jarak ujung yang diukur dari pusat alat pengencang (a) lebih besar atau sama dengan aopt dalam tabel 2.8., maka CΔ = 10. Bila aopt /


(48)

2. Spasi dalam baris alat pengencang

Bila spasi dalam baris alat pengencang (s) lebih besar atau sama dengan sopt pada tabel 2.8., maka CΔ= 1,0. Bila 3D ≤ s ≤ sopt, maka CΔ = s/sopt.


(1)

Tabel 2.9. Jarak Tepi, Jarak Ujung dan Persyaratan Spasi untuk Sambungan dengan Baut (PKKI NI - 5 2002)

Beban Sejajar Arah Serat Ketentuan Dimensi Minimum 1. Jarak Tepi (bopt)

Im / D ≤ 6 (catatan 1) 1,5 D

Im / D > 6

yang terbesar dari 1,5 D atau ½ jarak antar baris alat pengencang tegak lurus serat

2. Jarak Ujung (aopt)

Komponen Tarik 7 D

Komponen Tekan 4 D

3. Spasi (sopt)

Spasi dalam baris alat pengencang 4 D

4. Jarak antar baris alat pengencang 1, 5 D < 127 mm (catatan 2 dan 3) Beban Tegak Lurus Arah Serat Ketentuan Dimensi Minimum 1. Jarak Tepi (bopt)

Tepi yang dibebani 4 D

Tepi yang tidak dibebani 1,5 D

2. Jarak Ujung (aopt) 4 D

3. Spasi (sopt) Catatan 3

4. Jarak antar baris alat pengencang:

Im / D ≤ 2 2,5 D (catatan 3)

2 < Im / D < 6 (5 Im + 10 D) / 8 (catatan 3)

Im/ D ≥ 6 5 D (catatan 3)

Catatan:

1. Im adalah panjang baut pada komponen utama suatu sambungan atau panjang total baut pada komponen sekunder suatu sambungan.

2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan ring.

3. Untuk alat pengencang seperti pasak, spasi tegak lurus arah serat antar alat-alat pengencang terluar suatu sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali digunakan pelat penyambung khusus atau bila ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu


(2)

Gambar 2.16. Geometrik Sambungan Baut Horizontal

Gambar 2.17. Geometrik Sambungan Baut Vertikal

2.6.4. Faktor Koreksi Sambungan Baut

Faktor koreksi sambungan baut bertujuan untuk mengoreksi tahanan lateral acuan (Z) pada sambungan baut. Faktor koreksi sambungan baut dibagi menjadi sebagai berikut.


(3)

2.6.4.1. Faktor Aksi Kelompok

Sambungan yang terdiri dari satu alat pengencang baut atau lebih cenderung setiap bautnya mendukung beban lateral yang tidak sama. Hal ini disebabkan oleh:

 Jarak antara alat sambung baut yang kurang panjang sehingga menyebabkan kuat tumpu kayu tidak terjadi secara maksimal,

 Distribusi gaya yang tidak merata (non-uniform load distribution) antar alat sambung baut.

Faktor yang mempengaruhi nilai faktor aksi kelompok (Cg) adalah kurva beban dan sesaran baut, jumlah baut, spasi dalam satu baris, plastic deformation, dan perilaku rangkak/creep kayu itu sendiri. Untuk sambungan dengan beberapa alat sambung baut, tahanan lateral acuan sambungan dikali dengan faktor aksi kelompok. Nilai aksi kelompok diperoleh dengan persamaan berikut:

... (2.39)

Dimana ai adalah jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i

yang bervariasi dari 1 hingga ni, maka diperoleh:

( )

... ... (2.40)

Nilai m diperoleh dari:


(4)

Nilai u diperoleh dari:

... ... (2.42) γ untuk alat sambung baut diambil sebesar:

0,246 D1,5... ... (2.43) Dimana:

γ = modulus beban atau modulus gelincir untuk satu alat pengencang.

Nilai REA, diperoleh dari:

...(2.44) Dimana:

(EA)min = nilai yang lebih kecil antara (EA)m dan (EA)s

(EA)max = nilai yang lebih besar antara (EA)m dan (EA)s

Nilai faktor koreksi (Cg) dapat digunakan dengan menggunakan tabel 2.10. National Design and Specification US dan berlaku untuk sambungan dengan perbandingan luas penampang samping terhadap kayu utama sebesar setengah atau satu.


(5)

Tabel 2.10. National Design and Specification U.S (Ali Awaludin, 2005)

As/Am1

As

(in)2

Jumlah Baut Dalam Satu Baris

2 3 4 5 6 7 8

0,5

5 0,98 0,92 0,84 0,75 0,68 0,61 0,55 12 0,99 0,96 0,92 0,87 0,81 0,76 0,70 20 0,99 0,98 0,95 0,91 0,87 0,83 0,78 28 1,00 0,98 0,96 0,93 0,90 0,87 0,83 40 1,00 0,99 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 64 1,00 0,99 0,98 0,97 0,95 0,93 0,91

1

5 1,00 0,97 0,91 0,85 0,78 0,71 0,64 12 1,00 0,99 0,96 0,93 0,88 0,84 0,79 20 1,00 0,99 0,98 0,95 0,92 0,89 0,86 28 1,00 0,99 0,98 0,97 0,94 0,92 0,89 40 1,00 1,00 0,99 0,98 0,96 0,94 0,92 64 1,00 1,00 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95

1. Bila As/Am> 1,00, maka gunakan As/Am

2. Nilai pada tabel ini cukup aman untuk diameter baut < 1 inchi, spasi < 4 inchi atau E > 1400 ksi.

2.6.4.2. Faktor Koreksi Geometrik

Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor geometri (CΔ), dimana nilai CΔ adalah nilai terkecil dari faktor-faktor geometri yang disyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang. Adapun syarat tersebut antara lain:

1. Jarak ujung

Bila jarak ujung yang diukur dari pusat alat pengencang (a) lebih besar atau sama dengan aopt dalam tabel 2.8., maka CΔ = 10. Bila aopt /


(6)

2. Spasi dalam baris alat pengencang

Bila spasi dalam baris alat pengencang (s) lebih besar atau sama dengan sopt pada tabel 2.8., maka CΔ= 1,0. Bila 3D ≤ s ≤ sopt, maka CΔ