Peranan Tugas Profesi Reporter Dalam Serial Drama Korea Pinocchio

(1)

Universitas Sumatera Utara

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian

Konsep paradigma pertama kali dipopulerkan oleh Thomas Kuhn, seorang ahli sejarah dan filsafat ilmu pengetahuan melalui bukunya The Structure of Scientific Revolution (1970) (Suyanto, Sutinah, 2005 : 215). Proses komunikasi memiliki sudut pandang atau perspektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena sosial. Setiap manusia ataupun individu mempunyai pandangan masing-masing dalam suatu hal dan memungkinkan untuk melengkapi pandangan di antara individu-individu tersebut. Kemudian sudut pandang atau perpektif akan menghasilkan suatu interpretasi terhadap suatu fenomena sosial. Menurut Thomas Kuhn, paradigma merupakan landasan berpikir atau konsep dasar yang dianut atau dijadikan model, baik berupa model atau pola yang dimaksud ilmuan dalam upayanya mengandalkan studi-studi keilmuan.

Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangannya terhadap dunia (Indiawan, 2011 : 27). Paradigm adalah salah satu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigm tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigm menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah dan masuk akal. Paradigm juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisi apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial dan epistimologis yang panjang (Mulyana, 2003 : 9).

2.1.1 Paradigma Konstruktivis

Paradigma yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis memandang bahwa bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjeknya (penyampai pernyataan) (Eriyanto, 2001 : 5). Konstruktivisme justru memandang subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta


(2)

Universitas Sumatera Utara

hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Dengan kata lain, setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena itu analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi.

Semesta adalah suatu konstruksi, artinya semesta bukan dimengerti sebagai semesta yang otonom, akan tetapi dikonstruksikan secara sosial dan karenanya plural. Konstruksi membuat cakrawala baru dengan mengakui adanya hubungan antara pikiran yang membentuk ilmu pengetahuan manusia dengan objek atau eksistensi manusia. Paradigma konstruktivis mencoba menjembatani dualisme objektivitas dan subjektivitas dengan mengafirmasi peran subjek dan objek dalam konstruksi ilmu pengetahuan. Dalam konstruktivis adanya anggapan bahwa tidak ada makna yang mandiri, tidak ada deskripsi yang murni objektif.

Konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pada proses komunikasi, pesan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Menurut Driver dan Bell, ilmu pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum dan daftar fakta, ilmu pengetahuan, terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas (Ardianto dan Aness, 2009 : 151).

Secara ringkas gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka,

tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur


(3)

Universitas Sumatera Utara

3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur

konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang (Ardianto dan Aness, 2009 : 152).

Teori konstruktivisme, menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan bereaksi menurut kategori konseptual dan pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Teori konstruktivis atau konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia dan rekan-rekannya. Robyn Penmann merangkum kaitan konstruktivis dalam hubungannya dengan ilmu komunikasi:

1. Tindakan komunukatif sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah

subjek yang memiliki pilihan bebas, walaupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat dan telah dilakukan. Jadi tindakan komunikasit dianggap sebagai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan subjeknya.

2. Pengetahuan adalah sebuah produk sosial. Pengetahuan bukan sesuatu yang objektif sebagai diyakini positivism, melainkan diturunkan dari interaksi dalam kelompok sosial. Pengetahuan itudapat ditemukan dalam bahasa, melalui bahasa itulah konstruksi realitas tercipta.

3. Pengetahuan bersifat konstektual, maksudnya pengetahuan merupakan

produk yang dipengaruhi ruang waktu akan dapat berubah sesuai dengan pergeseran waktu.

4. Teori-teori menciptakan dunia. Teori bukanlah alat, melainkan suatu cara pandang yang ikut mempengaruhi pada cara pandang kita terhadap realitas atau dalam batas tertentu teori menciptakan dunia. Dunia disini bukanlah “segala sesuatu yang ada” melainkan “segala sesuatu yang menjadi lingkungan hidup dan penghayatan hidup manusia”, jadi dunia dapat dikatakan sebagai hasil pemahaman manusia atas kenyataan di luar dirinya.


(4)

Universitas Sumatera Utara

Pendekatan konstruktivisme dapat dikaitkan dengan reporter sebagai individu yang menjalankan profesinya mengutamakan masyarakat. Fokus mencari informasi dengan penuh ketelitian di lapangan jangan sampai ada yang terlewatkan. Keseluruhan informasi yang berhasil ditemukan merupakan potongan teka-teki kebenaran berdasarkan fakta yang telah dikonfirmasi kebenarannya. Potongan kebenaran berserakan sehingga sulit untuk mengungkapkan kebenaran secara keseluruhan. Oleh karenanya reporter harus terus mengamati hal yang berkaitan dengan kasus yang dihadapi. Ketepatan bahasa menyatu dengan gambar yang baik sangat menentukan pemberitaan yang disajikan. Hingga masyarakat dapat menganggap inilah berita yang dapat dipercaya.

Kebenaran lebih disukai daripada kebohongan, keterbukaan lebih dihormati dari pada rahasia, dan informasi yang teruji jauh lebih dipercaya daripada desas-desus. Berita merupakan sebuah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian faktual, penting dan menarik bagi sebagian besar masyarakat serta menyangkut kepentingan mereka. Oleh karenanya televisi selaku media perlu sadar akan cara kerja reporter dan masyarakat sebagai penerima pesan. Media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita tetapi juga mendefinisikan peristiwa dan sumber berita tersebut.

Peneliti menggunakan paradigma ini sebagai pandangan dasar untuk melihat bagaimana peranan reporter sebagai jurnalis televisi menjalankan tugasnya digambarkan pada serial drama Pinocchio yang diproduksi dan ditayangkan di Korea Selatan pada tahun 2014 dengan jumlah 20 episode. Penelitian akan mengambil beberapa adegan memburu, menggali atau mengumpulkan berita juga memberitakan kasus-kasus seperti pembunuhan, pengorbanan, fitnah, kebakaran dan lain-lain.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Analisis Isi

Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengelola pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari


(5)

Universitas Sumatera Utara

komunikator yang dipilih (Bungin, 2001 : 175). Logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh itu, makna komunikasi menjadi amat dominan dalam setiap peristiwa komunikasi.

Metode content analysis atau analisis isi konvensional di kalangan ilmuan sosial. Khususnya peneliti media, amat populer keberadaanya. Karena merupakan suatu metode yang amat efisien untuk menginvestigasi isi media baik yang tercetak maupun media dalam bentuk broadcast (Suyanto, Sutinah, 2005 : 125).

Altheide (Kriyantono, 2008 : 249) mengatakan bahwa :

Analisis Isi Kualitatif disebut pula sebagai Ethnographic Content Analysis (ECA), yaitu perpaduan analisis isi objektif dengan observasi partisipan. Artinya, peneliti berinteraksi dengan material-material dokumentasi atau bahkan melakukan wawancara mendalam sehingga pernyataan-pernyataan yang spesifik dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk dianalisis.

Secara teknik Content Analysis mencakup upaya-upaya : klasifikasi lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria dalam klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat prediksi,. Penggunaan Analisis Isi dapat dilakukan sebagaimana Paul W. Massing melakukan studi-studi tentang “The Voice of America”. Analisis Isi didahului dengan melakukan coding terhadap istila-istilah atau penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu juga dicatat dalam konteks mana istilah itu muncul. Kemudian, dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan makna berhubungan dengan tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksud untuk membangun kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan dicari hubungan satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu. Hasil analisis ini dideskripsikan dalam bentuk draf laporan penelitian sebagaimana umumnya laporan penelitian.

Ada beberapa prinsip pokok yang umum untuk analisis isi, yaitu pertama objektivitas di mana penelitian ini akan memberikan hasil yang sama apabila dilakukan oleh orang lain. Kedua, prinsip sistematis dimana konsistensi dalam


(6)

Universitas Sumatera Utara

menentukan kategori yang dibuat mampu mencakup semua isi yang dianalisis agar pengambilan keputusan yang berat sebelah dapat dihindari. Ketiga, kuantitatif di mana penelitian menghasilkan nilai-nilai yang bersifat numeral atas frekuensi isi tertentu yang dicatat dalam penelitian. Keempat, manifest di mana isi yang muncul bersifat apa adanya, artinya bukan yang dirasa atau yang dinilai oleh peneliti tetapi apa yang benar-benar terjadi (Krippendorff, 1993 : 15-17).

Definisi Krippendorff berusaha mengekspresikan objek Analisis Isi. Secara intuitif, Analisis Isi dapat dikarakteristikan sebagai metode penelitian makna simbolik pesan-pesan. Krippendorff dalam bukunya Content Analysis : Introduction to It’s Theory and Methodology memuat klasifikasi Jenis dalam Analisis Isi, yaitu:

1) Analisis Isi Pragmatis : prosedur yang mengkasifikasi tanda menurut

sebab atau akibatnya yang mungkin. Misalnya, penghitungan berapa kali suatu kata diucapkan, yang dapat mengakibatkan sikap suka terhadap negara Jerman pada audiens tertentu.

2) Analisis Isi Semantik :prosedur yang mengklarifikasi tanda menurut

maknanya (misalnya, perhitungan berapa kali negara Jerman dijadikan referensi, tidak jadi masalah kata apa yang digunakan untuk menunjukkan referensi itu.

a. Analisis pembujukan (designation) : menggambarkan frekuensi

seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau kelompok) dirujuk. Analisis ini secara kasar disebut analisis pokok bahasan (subject-matter).

b. Analisis penyifatan (attributions) : menggambarkan frekuensi

seberapa sering karakteristik tertentu dirujuk (misalnya, referensi kepada ketidakjujuran).

c. Analisis pernyataan (assertions) : menggambarkan frekuensi seberapa

sering objek tertentu dikarakteristikan secara khusus. Analisis ini secara kasar disebut analisis sematik.

3) Analisis Sarana Tanda (sign-vehicle) : prosedur yang mengklasifikasikan

isi menurut sifat psikofisik dari tanda, misalnya perhitungan berapa kali kata “Negara Jerman” muncul.

2.2.2 Komunikasi Massa

2.2.2.1. Definisi Komunikasi Massa

Secara epistemologi istilah kata komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari bahasa latin yakni communication dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. Sama dalam arti kata ini bisa


(7)

Universitas Sumatera Utara

diinterpretasikan dengan pemaknaannya adalah sama makna (Amir Purba, dkk, 2006 : 1). Wilbur Schramm seorang akademisi dari Universitas Illionis Amerika Serikat sebagai seorang yang paling berjasa dalam pengembangan kajian komunikasi sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan sosial. Wilbur Schramm merupakan founding fathers-nya ilmu komunikasi. Konstribusinya telah mendapat banyak pengakuan dari berbagai akademisi ilmu komunikasi saat ini (Amir Purba dkk, 2006 : 25).

Sementara Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat (Mulyana, 2002: 5).

Menelaah komunikasi sangatlah luas ruang lingkup dan dimensinya. Salah satu bentuk komunikasi yang banyak dibahas mengenai komunikasi massa. Komunikasi massa pertama kali muncul pada akhir tahun 1930-an. Banyak defenisi yang telah dikemukakan oleh para ahli. Pada dasarnya komunikasi massa merujuk pada penerimaan pesan yang berkaitan dengan media massa. Ada beberapa bentuk media massa antara lain: media cetak, media elektronik dan media internet. Oleh karenanya komunikasi massa merupakan studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka (Nurudin, 2007 : 2).

Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media. Menurut Effendy, terdapat lima ciri dari komunikasi massa diantaranya adalah:

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

4. Media massa menimbulkan keserempakan


(8)

Universitas Sumatera Utara

Alexis S. Tan mengemukakan dalam komunikasi massa itu (Nurudin, 2003 : 10)

Komunikator merupakan organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya secara serempak ke sejumlah orang banyak yang terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya media massa (surat kabar, majalah atau penerbit buku, stasiun atau jaringan televisi). Media massa tersebut diatas adalah “organisasi sosial”, sebab individu di dalamnya punya tanggung jawab yang sudah dirumuskan seperti dalam sebuah organisasi. Misanya reporter mencari fakta-fakta di lapangan, sedang editor mengeditnya.

Kesimpulan dari pendapat diatas bahwa antara reporter dan editor berada dalam sebuah wadah “organisasi sosial”, dan keduanya harus bisa bekerja sama secara baik sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing. “Organisasi sosial” tidak sekedar kumpulan orang yang memiliki mekanisme kerja dan tanggung jawab, namun yang paling ditekankan adalah kerja sama atas nama media tempatnya bekerja.

2.2.2.2. Fungsi Komunikasi Massa

Harold Lasswell dan Charles Wright merupakan sebagian dari pakar yang benar-benar serius mempertimbangkan fungsi dan peran media massa dalam masyarakat. Lasswell pakar komunikasi dan professor hukum di Yale, mencatat ada 3 fungsi media massa: pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk merespons lingkungan dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. selain ketiga fungsi ini, Wright (1959) menambah fungsi keempat, yaitu hiburan(Severin dan Tankard, 2008 : 389).

1.) Pengawasan (Surveillance)

Fungsi pertama memberikan informasi dan menyediakan berita. Dalam membentuk fungsi ini, media sering kali memperingatkan kita akan bahaya yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang ekstrem atau berbahaya atau ancaman militer. Fungsi pengawasan juga termasuk berita yang tersedia di dunia yang penting dalam ekonomi, publik dan masyarakat, seperti laporan bursa pasar, lalu lintas, cuaca dan sebagainya. Charles Wright mengatakan bahwa surveillance menunjukkan pengumpulan dan distribusi informasi mengenai kejadian-kejadian yang


(9)

Universitas Sumatera Utara

berlangsung di lingkungan, baik du luar maupun di dalam suatu masyarakat tertentu. Dalam beberapa hal ini berhubungan dengan apa yang dipandang sebagai penanganan berita (Marhaeni Fajar, 2008: 245).

Orang-orang media, yaitu wartawan surat kabar dan majalah, reporter radio dan televisi, koresponden kantor berita dan lain-lain berada di mana-mana di seluruh dunia, mengumpulkan informasi buat masyarakat yang tidak dapat diperoleh masyarakat. Informasi tersebut disampaikan kepada organisasi-organisasi media massa yang dengan jaringan luas dan alat-alat canggih disebarluaskan ke seluruh dunia.

2.) Korelasi (Correlation)

Fungsi yang kedua adalah seleksi dan interpretasi informasi tentang lingkungan. Media sering kali memasukkan kritik dan cara bagaimana seseorang harus bereaksi terhadap kejadian tertentu. Karena itu korelasi merupakan bagian media yang berisi editorial dan propaganda. Fungsi korelasi bertujuan untuk menjalankan norma sosial dan menjaga konsesus dengan mengekpos penyimpangan, memberikan status dengan cara menyoroti individu terpilih, dan dapat berfungsi untuk mengawasi pemerintah. Dalam menjalankan fungsi korelasi, media sering kali menghalangi ancaman terhadap stabilitas sosial dan memonitor atau mengatur opini publik.

Fungsi korelasi dapat menjadi disfungsi ketika media terus-menerus melangengkan stereotype dan menumbuhkan kesaman, menghalangi perubahan sosial, dan inovasi, mengurangi kritik dan melindungi serta memperluas kekuasaan yang mungkin perlu diawasi. Salah satu bentuk disfungsi utama pada korelasi media yang sering disinggung adalah pembentukan apa yang disebut Daniel Boorstin “kejadian palsu” atau pembentukan “kesa” atau “kepribadian” yang sebagian besar merupakan barang yang dijual industry humas. Produk atau perusahaan diberi “kesan” tertentu sementara individu diberi “kepribadian” publik yang khusus dibuat melalui “kejadian” yang diupayakan bisa mendapat banyak sorotan


(10)

Universitas Sumatera Utara

media. Politisi yang ambisisus dan artis yang mencari ketenaran dan penerimaan publik sementara perusahaan menginginkan kesan terhormat dan barang dan jasa.

3.) Penyampai Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage) Penyampai warisan sosial merupakan suatu fungsi di mana media menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi berikutnya atau dari anggota masyarakat kaum pendatang. Dengan cara ini, mereka bertujuan untuk meningkatkan kesatuan masyarakat dengan cara memperluas dasar pengalaman umum mereka. Mereka membantu integrasi individu ke masyarakat baik dengan cara melanjutkan sosialisasi setelah pendidikan formal berakhir, ataupun dengan mengawalinya pada masa-masa pra-sekolah. Telah diketahui bahwa media dapat mengurangi perasaan teraasing pada individu atau perasaan tak menentu melalui wadah masyarakat tempat dia dapat mengidentifikasikan dirinya.

Namun demikian, mengingat sifatnya yang cenderung tidak pribadi, media massa dituduh ikut berperan dalam depersonalisasi masyarakat. Media massa diletakkan di antara individu dan menggeser hubungan langsung pribadi dalam komunikasi. Media juga dikatakan menyebabkan berkurangnya keanekaragaman budaya dan membantu meningkatkan masyarakat massa. Hal ini menandakan bahwa, karena media massa kita cenderung membicarakan hal yang sama, berpakaian dengan cara yang sama, bertindak dan bereaksi dengan cara yang sama. Hal ini berdasarkan pada satu gagasan bahwa jutaan orang menerima model peran yang disajikan media akibat begitu besarnya tingkat penggunaan media. Sejalan dengan adanya kecenderungan standarisasi terdapat pandangan bahwa media massa menghambat perkembangan budaya.

4.) Hiburan (Entertainment)

Sebagian besar isi media mungkin dimaksudkan sebagai hiburan, bahkan di surat kabar sekalipun, mengingat banyaknya kolom, fitur, dan bagian selingan. Media hiburan dimaksud untuk memberi waktu istirahat


(11)

Universitas Sumatera Utara

dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Media mengekspos budaya massa berupa seni dan musik pada bejuta-juta orang, dan sebagian orang merasa senang karena bisa meningkatkan rasa dan pilihan publik dalam seni. Bagaimanapun juga, masih ada sebagian orang yang tidak sepaham dengan mengatakan bahwa media mendorong orang melarikan diri dari masalah, merusak kesenian, merendahkan selera publik dan menghalangi berkembangnya apresiasi terhadap seni.

De vito (Marhaeni Fajar, 2008 : 239) menyebutkan, bahwa

Media mendesain program-program mereka untuk menghibur khalayak. Tentu saja sebenarnya mereka memberi hiburan itu untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat sebanyak mungkin sehingga mereka dapat menjual hal ini kepada para pengiklan.

Table 2.1 Fungsi Komunikasi Massa Alexis S. Tan Tujuan Komunikator

(Penjaga Sistem)

Tujuan Komunikasi (Menyesuaikan diri pada system pemuasan kebutuhan)

Memberi informasi Memperlajari ancaman dan peluang,

memahami lingkungan, menguji kenyataan, meraih keputusan.

Mendidik Memperoleh pengetahuan dan keterampilan

yang berguna memfungsikan dirinya secara efektif dalam masyarakat, mempelajari nilai, tungkah laku yang cocok agar diterima dalam masyarakat.

Mempersuasif Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah

laku dan aturan yang cocok agar diterima dalam masyarakat

Menyenangkan, memuaskan kebutuhan komunikasi

Menggembirakan, mengendorkan urat syaraf, menghibur, mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi.


(12)

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Media Massa Televisi

Media massa berperan sebagai Agent of change yaitu sebagai pelopor perubahan (Bungin, 2006 : 86). Dimana media massa menjalankan tugasnya sebagai media edukasi, media informasi, dan media hiburan. Media edukasi menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat menjadi cerdas, pikiran terbuka dan menjadi masyarakat yang maju. Media informasi yaitu media yang selalu menyampaikan informasi yang terbuka dan jujur kepada masyarakat, menjadikan masyarakat kaya akan informasi dan terbuka dengan informasi. Media hiburan juga menjadi media massa yang institusi terhadap budaya, dimana mendorong agar perkembangan budaya itu bermanfaat bagi masyarakat yang bermoral dan juga mencegah agar perkembangan budaya ini tidak merusak peradaban masyarakat.

Media massa televisi menjadi bagian yang sangat penting sebagai sarana berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam berbagai hal yang menyangkut perbedaan dan persamaan persepsi tentang suatu isu yang sedang terjadi di belahan dunia (Kuswandi, 1993 : 21). Sejumlah batasan-batasan antar negara bukan menjadi hal yang sulit untuk kebutuhan tayangan televisi. Cakrawala informasi massa sebagai objek utama dari liputan media televisi semakin luas. Materi hiburan yang disajikan lebih banyak, beragam dan menarik. Tidak menonton televisi, sama saja dengan makhluk buta yang hidup dalam tempurung.

Televisi menjadi media yang paling banyak dimiliki dan dinikmati oleh masyarakat dibanding dengan media massa lainnya. Siaran televisi menjadi lebih “hidup” dalam menyampaikan pesan, dengan audio visual yang dimilikinya. Dengan visualisasi yang bagus dari siaran televisi, masyarakat dapat merasa lebih “dekat”, baik terhadap lokasi peristiwa maupun dengan “perasaan” sesuatu yang di tayangkan. Tanpa banyak informasi tambahan masyarakat sudah paham dengan apa yang tertampil pada layar televisi. Maka dari itu televisi sangat berguna dalam upaya pembentukan sikap, perilaku, dan perubahan pola pikir (Effendi, 2005: 21). Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan pesan melalui televisi, diantaranya adalah (Ardianto dan Erdinaya, 2004 : 131-133):


(13)

Universitas Sumatera Utara

1. Pemirsa

Dalam setiap bentuk komunikasi dengan menggunakan media apapun, seorang komunikator akan menyesuaikan pesan dengan latar belakang komunikannya. Tetapi bukan dalam komunikasi melalui televisi, faktor pemirsa menjadi perhatian lebih, disebabkan komunikator harus memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik dalam kategori anak-anak, remaja dan dewasa.

2. Waktu

Faktor waktu menjadi bahan pertimbangan agar setiap acara yang ditayangkan dapat secara proporsional dan dapat diterima oleh sasaran khalayak.

3. Durasi

Durasi berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap penayangan acara.

4. Metode penyajian

Fungsi utama televisi pada umunya menurut khalayak adalah untuk menghibur dan mendapatkan informasi. Bukan berarti fungsi mendidik dan membujuk diabaikan, fungsi non hiburan dan non informasi haris tetap ada karena sama pentingnya bagi komunikator dan komunikan.

Kekuatan media televisi menguasai jarak dan ruang karena teknologi televisi telah menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan atau bertransmisi melalui satelit. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa dalam jumlah besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan, sangat cepat. Daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak. Satu hal yang paling berpengaruh dari daya tarik televisi ialah informasi atau berita yang disampaikan lebih singkat, jelas dan sistematis, sehingga pemirsa tidak perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi.

Jurnalisme televisi menjadikan gambar dan kata-kata sebagai hal penting. Detil-detil peristiwa seperti raut orang yang kesakitan atau bahagia, kondisi banjir


(14)

Universitas Sumatera Utara

atau gempa bumi yang tengah terjadi, bahkan ledakan pesawat dan lain sebagainya direkam kamera. Ketika peristiwa tengah berlangsung, kamera televisi menjadi mata pemirsa dalam melihat fakta-fakta. Segala detil kejadian ditangkap, disorot serta diperlihatkan. Ini bukan pekerjaan mudah. Kamera tersebut harus benar-benar mewakili kepentingan reporter dan kru lainnya. Reporter yang mencari dan mencatat segala fakta yang terjadi, bisa jadi menginginkan sorotan kameranya sesuai dengan bahan berita yang ditemukannya. Di sisi lain, berbagai teknisi studio kerap juga menuntut agar sorotan juru kamera jurnalistik televisi ini berhasil menampilkan gambar-gambar faktual yang layak untuk ditonton (Septiawan Santana K, 2005 : 111).

2.2.4 Serial Drama

Televisi menyajikan berbagai program yang mampu menarik perhatian masyarakat, mulai dari tayangan yang berbasis mengasa kemampuan seperti kuis, game show, tayangan hiburan seperti drama, musik dan pertunjukan. Sebagai salah satu program tayangan televisi drama merupakan pertunjukan (show) yang menyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter seseorang atau beberapa orang tokoh yang diperankan oleh pemain (artis) yang melibatkan konflik dan emosi. Dengan demikian, program drama biasanya menampilkan sejumlah pemain yang memerankan tokoh tertentu. Suatu drama akan mengikuti kehidupan atau petualangan para tokohnya. Beberapa Negara seperti di Amerika, Jepang, Tiongkok, Korea program tersebut dijuluki serial drama, sementara di Indonesia biasa disebut sinetron.

Alan Landsburg adalah seorang produser televisi paling sukses di Amerika menyatakan hanya ada tiga tema dalam setiap program drama yang disukai audience, yaitu: tema seks, uang, dan kekuasaan. Tiga tema tersebut merupakan daya tarik yang dapat mendorong audien mengikuti program drama atau komedi. Tema-tema sinetron atapun telenovela yang sukses ditayangkan di televisi juga memiliki tema tersebut. Lebih lanjut Alan mengatakan “Any drama, or comedy, that explores these qualities is on a solid footing”. Ini merupakan penegasan bahwa suatu program drama atau komedi yang memiliki salah satu atau gabungan


(15)

Universitas Sumatera Utara

dari tiga tema itu akan mendapat pijakan yang kuat untuk berhasil mendapatkan audience (Morissan, 2008 : 214).

2.2.5 Profesi Reporter

Reporter merupakan sebutan yang sama dengan wartawan atau jurnalis. Napoleon Bonaparte, kaisar dari Prancis menggambarkan sosok wartawan atau reporter sebagai berikut,“wartawan itu cerewet, pengecam, penasihat, pangawas, dan guru bangsa. Empat surat kabar musuh lebih aku takuti dari pada seribu bayonet di medan perang”. Sementara James Gordon Bennet pendiri The New York Herald mengatakan bahwa wartawan sebagai “separuh diplomat dan separuh detektif”. Separuh diplomat artinya wartawan harus pandai bergaul dengan semua orang dari berbagai lapisan dan latar belakang yang berbeda dengan sifat dan watak yang berbeda pula. Sedangkan separuh detektif berarti wartawan harus mempunyai hidung yang ‘panjang’ agar mampu ‘mencium’ berita. Artinya peka terhadap apa yang terjadi atau mungkin akan terjadi dan di mana terdapat sumber-sumber berita (Taqur, 2013 : 282).

Profesi merupakan pekerjaan. Namun tidak semua pekerjaan menjadi sebuah profesi. Suatu pekerjaan disebut profesi jika memenuhi persyaratan : ada organisasi profesi, ada kode etik, serta pendidikan khusus. Wartawan punya kode etik dan organisasi profesi, tetapi untuk menjadi wartawan tidak harus berasal dari jurusan broadcasting, jurnalistik atau ilmu komunikasi. Reporter merupakan profesi karena setidaknya memenuhi dua unsur syarat profesi di atas. Reporter disimpulkan sebagai seorang yang memahami tugasnya, memiliki keterampilan untuk melakukan reportase dan mengolah karya-karya jurnalistik sesuai dengan nilai yang berlaku memiliki indenpendensi dari objek liputan dan kekuasaan, memiliki hati nurani serta memegang teguh kode etik jurnalistik yang di atur oleh organisasi profesi yang diikutinya (Taqur, 2013 : 292).

Sebuah stasiun televisi membutuhkan reporter untuk menyajikan informasi pada masyarakat. Reporter adalah seseorang yang di tugaskan untuk melakukan liputan di lapangan. Reporter di harapkan akan muncul dalam paket berita yang tengah di kerjakan (Morissan, 2008 : 20). Reporter mencari dan memberikan


(16)

Universitas Sumatera Utara

laporan mengenai fakta peristiwa atau pendapat masyarakat yang disertai gambar yang aktual, menarik berguna disiarkan melalui media massa televisi secara periodik. Seorang reporter berusaha memenuhi kebutuhan infromasi khalayak. Mereka merealisasikan sumber daya yang ada untuk merekonstruksikan realitas sosial yang mereka lihat, dengar, dan amati. Hasil rekonstruksi dikemas dalam bentuk berita dan disiarkan melalui media massa tempat mereka bekerja.

Reporter meskipun memiliki kekuatan besar dan kewenangan untuk mengungkapkan banyak hal, termasuk berbagai tindak kecurangan dan pelanggaran hukum seseorang, tetapi tidak boleh mengungkapkan rahasia kehidupan orang lain yang membuat orang lain menderita malu karenanya. Repoter harus memahami dan mentaati norma-norma yang ada, kode etik jurnalistik dan peraturan-peraturan yang berlaku (Jani, 2008 : 44). Reporter menjadi ujung tombak dalam menghasilkan berita. Dari sudut etika jurnalistik, reporter yang tidak berhasil mengutamakan kepentingan khalayak adalah salah. Tetapi, khalayak tidak bisa menuntut reporter. Sebab, kontrak media massa untuk mengutamakan kepentingan khalayak bersifat informan.

2.2.5.1. Peranan Tugas

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu mengaitkan jurnalistik dengan pekerjaan wartawan, jurnalis atau reporter. Para pakar telah banyak memberikan definisi jurnalistik. Meski muncul perbedaan pendapat, semuanya memiliki maksud dan makna yang sama. Jurnalistik merupakan suatu pengetahuan yang menyangkut pemberitaan seluk beluk kejadian peristiwa atau gagasan agar dapat dijangkau khalayak yang luas, anonim, dan heterogen (Barus, 2011 : 1). MacDougall menyebutkan bahwa journalism merupakan kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting di mana pun dan kapan pun (Kusumaningrat, 2005 : 15).

Istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yakni : secara harfiah, secara konseptual, dan secara praktis. Secara harfiah jurnalistik atau journalism berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal


(17)

Universitas Sumatera Utara

dari perkataan Latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Perkataan itulah melahirkan kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik (Faqur, 2013 : 2). Secara konseptual jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yakni:

1. Sebagai proses, jurnalistik adalah aktivitas mencari, mengolah,

menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan atau jurnalis.

2. Secara teknik, jurnalistik adalah keahlian (expertise), atau

keterampilan (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.

3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah bidang kajian mengenai perbuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikira, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri (Faqur, 2013 : 2).

Sementara jurnalistik dalam sudut pandang praktis, merupakan disiplin ilmu dan teknik pengumpulan, penulisan, dan pelaporan berita, termasuk proses penyuntingan dan penyajiannya. Produk jurnalistik yakni berita, disajikan atau disebarluaskan melalui berbagai jenis media massa, termasuk surat kabar, majalah, radio, dan televisi serta internet. Setiap hari para wartawan meliput berbagai peristiwa atau kejadian penting untuk diberitakan, atau disiarkan sehingga peristiwa atau kejadian tersebut diketahui oleh publik secara luas (Faqur, 2013 : 2).

Reporter merupakan faktor yang terpenting dalam semua kegiatan pembuatan berita. Apakah dia bekerja di daerah ataupun meliput jalannya perkembangan dunia, tugasnya sama. Reporter harus mengunjungi suatu peristiwa dan mencari informasi yang dapat dijadikan berita. Kadang-kadang caranya tidak lebih daripada tanya jawab biasa saja, kadang-kadang berperan sepeti intelijen, keras hati dan cerdik dalam penyelidikan. Dalam kehidupan sehari-hari ia mirip


(18)

Universitas Sumatera Utara

seorang pahlawan dalam film roman, atau petugas yang rajin. Keistimewaannya, ia petugas yang ulet, memiliki kecakapan pribadi yang lebih sempurna ketimbang rasa sekedar ingin tahu saja, berkeras hati pada kemauannya namun bukan anak kecil yang abadi. Dia memiliki sifat tidak puas pada seseorang atau pada peristiwa yang terjadi. Rasa penasaran dan perhatiaannya yang kuat menyebabkan dia memilih media sebagai tempatnya bekerja. (Suhandang, 2004 : 55)

Secara terminologis diartikan orang yang melakukan kegiatan jurnalisme, yaitu orang yang secara teratur membuat laporan yang kemudian dipublikasikan pada media massa. Merujuk definisi jurnalistik, yakni “catatan harian”, seorang wartawan, jurnalis atau reporter mengerjakan pencarian fakta dan data dari peristiwa yang terjadi. Semua catatan dijadikan berita. Karenanya, peristiwa yang berlangsung di masyarakat belum berarti menjadi berita kalau belum dilaporkan oleh wartawan atau reporter (Taqur, 2013 : 278). Menurut pernyataan ahli

Tugas pertama seorang reporter sehari-hari adalah memburu, mencari atau menemukan berita. Reporter harus memiliki kompetensi dalam menjalankan tugas ini. Kejadian atau peristiwa banyak sekali terjadi di masyarakat. Maka tugas reporter mengumpulkan fakta-fakta sebanyak-banyaknya yang berkenaan dengan kejadian atau peristiwa tersebut. Ada dua cara yang digunakan reporter dalam mengumpulkan berita, yaitu observasi dan wawancara (Chaer, 2010 : 134). Cara pertama observasi dilakukan dengan mendatangi secara langsung ke TKP, fakta yang dikumpulkan berdasarkan unsur berita 5W+1H yaitu what (apa yang terjadi), who (siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut), wehen (kapan peristiwa terjadi), where (di mana kejadiannya), why (mengapa kejadian itu terjadi), dan how (bagaimana kejadian tersebut terjadi) (Chaer, 2010 : 135). Cara kedua dalam mengumpulkan fakta dengan jalan wawancara. Apa yang akan diwawancarakan tergantung dari tujuan berita yang ingin disampaikan.

Tugas reporter yang berikutnya adalah menyajikan atau menyebarluaskan berita. Fakta-fakta yang sudah terkumpul baik dalam catatan kertas maupun dalam bentuk rekaman gambar, harus diolah. Agar dapat menyusun naskah berita dari sejumlah fakta perlu keterampilan atau kompetensi tersendiri (Chaer, 2010 : 141).


(19)

Universitas Sumatera Utara

2.2.5.2. Kode Etik Jurnalistik

Frederick Shook, dalam buku Television News Writing, (Usman Ks, 2009 : hal) mendefinisikan: etika sebagai aturan tentang kehidupan dan perilaku pribadi atau aturan yang terkait dengan pekerjaan atau profesi.Dalam dunia jurnalistik, kita mengenal istilah etika jurnalistik. Berdasarkan defenisi etika tersebut, etika jurnalistik bisa didefenisikan sebagai seperangkat aturan yang terkait dengan pekerjaan jurnalistik yang berlaku bagi pekerja pers atau media. Barbara MacKinno, dalam buku Ethics: Theory and Contemporary Issues, mendefinisikan etika sebagai serangkaian nilai dan prinsip yang harus dipatuhi oleh individu atau kelompok.Dengan demikian, etika jurnalistik adalah seperangkat nilai dan prinsip yang harus dipatuhi individu jurnalis atau pers/media.

Setiap pekerjaan lazimnya harus mempunyai etika profesi, dan wartawan sebagai suatu profesi juga harus mempunyai etika profesi yang disebut etika jurnalistik. Etika jurnalistik ini merupakan standar yang mengatur norma-norma perilaku seorang wartawan dalam menjalankan fungsinya sebagai wartawan. Etika jurnalistik hanya mencantumkan ide pokok apa yang harus dan boleh dilakukan dan apa yang tidak harus dan tidak boleh dilakukan seorang wartawan dalam melaksanakan fungsi jurnalistik. Seorang wartawan yang profesional adalah wartawan yang patuh pada etika jurnalistik tersebut.

Secara historis, etika jurnalistik itu pada awalnya ditetapkan oleh masing-masing media, namun seiring dengan makin banyak dan beragam media, baik cetak maupun elektronik, maka sosiasi wartawan membentuk suatu etika standar yang berlaku untuk satu asosiasi. Kini di hampir semua Negara, asosiasi wartawan telah memiliki “kode etik” jurnalistik atau yang sering disebut dengan “journalism canon”. Sebagian besar dari berbagai asosiasi itu memang memiliki perbedaan satu sama lain, namun ada beberapa kesamaan seperti tetap mempertahankan prinsip-prinsip kejujuran, akurasi, objektivitas, ketidakberpihakan, keadilan dan akuntabilitas publik yang nampaknya universal. (Liliweri, 2011 : 931)


(20)

Universitas Sumatera Utara

1. Tanggung jawab, tugas atau kewajiban seorang wartawan adalah

mengbadikan diri kepda kesejahteraan umum dengan memberi masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar.

2. Kebebasan. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang

mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat adalah milik setiap anggota masyarakat dan wartawan menjamin bahwa urusan publik harus diselenggarakan secara publik.

3. Independensi. Wartawan harus mencegah terjadinya benturan kepentingan

dalam dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau terlibat dalam aktifitas yang bisa melemahkan intergritas sebagai penyampai informasi atau kebenaran.

4. Kebenaran. Wartawan adalah mata, telinga dan indera dari pembaca. Dia

harus senantiasa berjuang untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang dituliskan adalah akurat, berimbang dan bebas dari bias.

5. Tak memihak. Laporan berita dan opini harus secara jelas dipisahkan.

Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini.

6. Adil. Wartawan harus menghormati hak-hak orang dalam terlibat dalam

berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawabnkan kepada publik bahwa berita itu akurat serta fair.orang yang dipojokan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak untuk menjawab

Kode Kehormatan Internasional Jurnalistik yang diterima Kongres International Federation of Journalist di Bordeaux, April 1954 dikutip dari buku pers dan wartawan karangan Mochtar lubis menyebutkan (Barus, 2011 : 250) :

1. Pernyataan Internasional ini diprolamasikan sebagai ukuran bagi


(21)

Universitas Sumatera Utara mengirim, serta menyiarkan berita atau informasi dam melaporkan kejadian-kejadian.

2. Menghormati kebenaran dan hak masyarakat pada kebenaran adalah

kewajiban utama wartawan.

3. Dalam melakukan kewajibannya ini dia akan membela prinsip dua sila

: kebebasan dalam mencari dan menyiarkan berita serta hak memberikan komentar dan kritik yang layak.

4. Wartawan hanya melaporkan apa yang sesuai dengan fakta-fakta yang

asal usulnya diketahuinya. Dia tidak akan menyembunyikan informasi yang penting dan dia tidak akan memalsukan dokumen-dokumen.

5. Dia hanya akan mempergunakan cara-cara yang layak untuk

mendapatkan berita, foto, dan dokumen-dokumen.

6. Setiap informasi yang telah disiarkan dan ternyata tidak benar akan

dibetulkannya dengan sebaik-baiknya.

7. Dia akan memegang teguh rahasia pekerjaannya dalam hubungannya

dengan sumber berita yang didapatkannya berdasarkan kepercayaan.

8. Dia akan menganggap sebagai pelanggaran-pelanggaran profesional

yang besar hal-hal sebagai berikut : plagiarism, makian-makian, cercaan, tuduhan-tuduhan palsu dan penerimaan sogok untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan sesuatu.

9. Setiap wartawan untuk mendukung prinsip-prinsip yang tersebut di

atas. Di dalam batas-batas hukum tiap-tiap negara, wartawan mengakui dalam bidang-bidamh profesionalnya hanya yurisdiksi kolega-koleganya dan menolak setiap macam campur tangan pemerintah atau orang lain.

2.3 Model Teoritik

Berdasarkan komponen penelitian yang dikembangkan dari teori sebelumnya, maka peneliti membuat model teoritik. Model ini berguna untuk menggambarkan rencana atau strategis penelitian yang akan dilakukan kemudian. Model teoritis adalah sebagai berikut:

Menemukan lambang/ simbol

Klasifikasi data berdasarkan lambang/simbol

Prediksi/


(1)

Universitas Sumatera Utara

laporan mengenai fakta peristiwa atau pendapat masyarakat yang disertai gambar yang aktual, menarik berguna disiarkan melalui media massa televisi secara periodik. Seorang reporter berusaha memenuhi kebutuhan infromasi khalayak. Mereka merealisasikan sumber daya yang ada untuk merekonstruksikan realitas sosial yang mereka lihat, dengar, dan amati. Hasil rekonstruksi dikemas dalam bentuk berita dan disiarkan melalui media massa tempat mereka bekerja.

Reporter meskipun memiliki kekuatan besar dan kewenangan untuk mengungkapkan banyak hal, termasuk berbagai tindak kecurangan dan pelanggaran hukum seseorang, tetapi tidak boleh mengungkapkan rahasia kehidupan orang lain yang membuat orang lain menderita malu karenanya. Repoter harus memahami dan mentaati norma-norma yang ada, kode etik jurnalistik dan peraturan-peraturan yang berlaku (Jani, 2008 : 44). Reporter menjadi ujung tombak dalam menghasilkan berita. Dari sudut etika jurnalistik, reporter yang tidak berhasil mengutamakan kepentingan khalayak adalah salah. Tetapi, khalayak tidak bisa menuntut reporter. Sebab, kontrak media massa untuk mengutamakan kepentingan khalayak bersifat informan.

2.2.5.1. Peranan Tugas

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu mengaitkan jurnalistik dengan pekerjaan wartawan, jurnalis atau reporter. Para pakar telah banyak memberikan definisi jurnalistik. Meski muncul perbedaan pendapat, semuanya memiliki maksud dan makna yang sama. Jurnalistik merupakan suatu pengetahuan yang menyangkut pemberitaan seluk beluk kejadian peristiwa atau gagasan agar dapat dijangkau khalayak yang luas, anonim, dan heterogen (Barus, 2011 : 1). MacDougall menyebutkan bahwa journalism merupakan kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting di mana pun dan kapan pun (Kusumaningrat, 2005 : 15).

Istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yakni : secara harfiah, secara konseptual, dan secara praktis. Secara harfiah jurnalistik atau

journalism berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian, atau catatan


(2)

Universitas Sumatera Utara

dari perkataan Latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Perkataan itulah melahirkan kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik (Faqur, 2013 : 2). Secara konseptual jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yakni:

1. Sebagai proses, jurnalistik adalah aktivitas mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan atau jurnalis.

2. Secara teknik, jurnalistik adalah keahlian (expertise), atau keterampilan (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.

3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah bidang kajian mengenai perbuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikira, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri (Faqur, 2013 : 2).

Sementara jurnalistik dalam sudut pandang praktis, merupakan disiplin ilmu dan teknik pengumpulan, penulisan, dan pelaporan berita, termasuk proses penyuntingan dan penyajiannya. Produk jurnalistik yakni berita, disajikan atau disebarluaskan melalui berbagai jenis media massa, termasuk surat kabar, majalah, radio, dan televisi serta internet. Setiap hari para wartawan meliput berbagai peristiwa atau kejadian penting untuk diberitakan, atau disiarkan sehingga peristiwa atau kejadian tersebut diketahui oleh publik secara luas (Faqur, 2013 : 2).

Reporter merupakan faktor yang terpenting dalam semua kegiatan pembuatan berita. Apakah dia bekerja di daerah ataupun meliput jalannya perkembangan dunia, tugasnya sama. Reporter harus mengunjungi suatu peristiwa dan mencari informasi yang dapat dijadikan berita. Kadang-kadang caranya tidak lebih daripada tanya jawab biasa saja, kadang-kadang berperan sepeti intelijen, keras hati dan cerdik dalam penyelidikan. Dalam kehidupan sehari-hari ia mirip


(3)

Universitas Sumatera Utara

seorang pahlawan dalam film roman, atau petugas yang rajin. Keistimewaannya, ia petugas yang ulet, memiliki kecakapan pribadi yang lebih sempurna ketimbang rasa sekedar ingin tahu saja, berkeras hati pada kemauannya namun bukan anak kecil yang abadi. Dia memiliki sifat tidak puas pada seseorang atau pada peristiwa yang terjadi. Rasa penasaran dan perhatiaannya yang kuat menyebabkan dia memilih media sebagai tempatnya bekerja. (Suhandang, 2004 : 55)

Secara terminologis diartikan orang yang melakukan kegiatan jurnalisme, yaitu orang yang secara teratur membuat laporan yang kemudian dipublikasikan pada media massa. Merujuk definisi jurnalistik, yakni “catatan harian”, seorang wartawan, jurnalis atau reporter mengerjakan pencarian fakta dan data dari peristiwa yang terjadi. Semua catatan dijadikan berita. Karenanya, peristiwa yang berlangsung di masyarakat belum berarti menjadi berita kalau belum dilaporkan oleh wartawan atau reporter (Taqur, 2013 : 278). Menurut pernyataan ahli

Tugas pertama seorang reporter sehari-hari adalah memburu, mencari atau menemukan berita. Reporter harus memiliki kompetensi dalam menjalankan tugas ini. Kejadian atau peristiwa banyak sekali terjadi di masyarakat. Maka tugas reporter mengumpulkan fakta-fakta sebanyak-banyaknya yang berkenaan dengan kejadian atau peristiwa tersebut. Ada dua cara yang digunakan reporter dalam mengumpulkan berita, yaitu observasi dan wawancara (Chaer, 2010 : 134). Cara pertama observasi dilakukan dengan mendatangi secara langsung ke TKP, fakta yang dikumpulkan berdasarkan unsur berita 5W+1H yaitu what (apa yang terjadi),

who (siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut), wehen (kapan peristiwa

terjadi), where (di mana kejadiannya), why (mengapa kejadian itu terjadi), dan

how (bagaimana kejadian tersebut terjadi) (Chaer, 2010 : 135). Cara kedua dalam

mengumpulkan fakta dengan jalan wawancara. Apa yang akan diwawancarakan tergantung dari tujuan berita yang ingin disampaikan.

Tugas reporter yang berikutnya adalah menyajikan atau menyebarluaskan berita. Fakta-fakta yang sudah terkumpul baik dalam catatan kertas maupun dalam bentuk rekaman gambar, harus diolah. Agar dapat menyusun naskah berita dari sejumlah fakta perlu keterampilan atau kompetensi tersendiri (Chaer, 2010 : 141).


(4)

Universitas Sumatera Utara 2.2.5.2. Kode Etik Jurnalistik

Frederick Shook, dalam buku Television News Writing, (Usman Ks, 2009 : hal) mendefinisikan: etika sebagai aturan tentang kehidupan dan perilaku pribadi atau aturan yang terkait dengan pekerjaan atau profesi.Dalam dunia jurnalistik, kita mengenal istilah etika jurnalistik. Berdasarkan defenisi etika tersebut, etika jurnalistik bisa didefenisikan sebagai seperangkat aturan yang terkait dengan pekerjaan jurnalistik yang berlaku bagi pekerja pers atau media. Barbara MacKinno, dalam buku Ethics: Theory and Contemporary Issues, mendefinisikan etika sebagai serangkaian nilai dan prinsip yang harus dipatuhi oleh individu atau kelompok.Dengan demikian, etika jurnalistik adalah seperangkat nilai dan prinsip yang harus dipatuhi individu jurnalis atau pers/media.

Setiap pekerjaan lazimnya harus mempunyai etika profesi, dan wartawan sebagai suatu profesi juga harus mempunyai etika profesi yang disebut etika jurnalistik. Etika jurnalistik ini merupakan standar yang mengatur norma-norma perilaku seorang wartawan dalam menjalankan fungsinya sebagai wartawan. Etika jurnalistik hanya mencantumkan ide pokok apa yang harus dan boleh dilakukan dan apa yang tidak harus dan tidak boleh dilakukan seorang wartawan dalam melaksanakan fungsi jurnalistik. Seorang wartawan yang profesional adalah wartawan yang patuh pada etika jurnalistik tersebut.

Secara historis, etika jurnalistik itu pada awalnya ditetapkan oleh masing-masing media, namun seiring dengan makin banyak dan beragam media, baik cetak maupun elektronik, maka sosiasi wartawan membentuk suatu etika standar yang berlaku untuk satu asosiasi. Kini di hampir semua Negara, asosiasi wartawan telah memiliki “kode etik” jurnalistik atau yang sering disebut dengan “journalism

canon”. Sebagian besar dari berbagai asosiasi itu memang memiliki perbedaan

satu sama lain, namun ada beberapa kesamaan seperti tetap mempertahankan prinsip-prinsip kejujuran, akurasi, objektivitas, ketidakberpihakan, keadilan dan akuntabilitas publik yang nampaknya universal. (Liliweri, 2011 : 931)


(5)

Universitas Sumatera Utara

1. Tanggung jawab, tugas atau kewajiban seorang wartawan adalah mengbadikan diri kepda kesejahteraan umum dengan memberi masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar.

2. Kebebasan. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat adalah milik setiap anggota masyarakat dan wartawan menjamin bahwa urusan publik harus diselenggarakan secara publik.

3. Independensi. Wartawan harus mencegah terjadinya benturan kepentingan dalam dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau terlibat dalam aktifitas yang bisa melemahkan intergritas sebagai penyampai informasi atau kebenaran.

4. Kebenaran. Wartawan adalah mata, telinga dan indera dari pembaca. Dia harus senantiasa berjuang untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang dituliskan adalah akurat, berimbang dan bebas dari bias.

5. Tak memihak. Laporan berita dan opini harus secara jelas dipisahkan. Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini.

6. Adil. Wartawan harus menghormati hak-hak orang dalam terlibat dalam berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawabnkan kepada publik bahwa berita itu akurat serta fair.orang yang dipojokan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak untuk menjawab

Kode Kehormatan Internasional Jurnalistik yang diterima Kongres

International Federation of Journalist di Bordeaux, April 1954 dikutip dari buku

pers dan wartawan karangan Mochtar lubis menyebutkan (Barus, 2011 : 250) :

1. Pernyataan Internasional ini diprolamasikan sebagai ukuran bagi


(6)

Universitas Sumatera Utara mengirim, serta menyiarkan berita atau informasi dam melaporkan kejadian-kejadian.

2. Menghormati kebenaran dan hak masyarakat pada kebenaran adalah

kewajiban utama wartawan.

3. Dalam melakukan kewajibannya ini dia akan membela prinsip dua sila

: kebebasan dalam mencari dan menyiarkan berita serta hak memberikan komentar dan kritik yang layak.

4. Wartawan hanya melaporkan apa yang sesuai dengan fakta-fakta yang

asal usulnya diketahuinya. Dia tidak akan menyembunyikan informasi yang penting dan dia tidak akan memalsukan dokumen-dokumen.

5. Dia hanya akan mempergunakan cara-cara yang layak untuk

mendapatkan berita, foto, dan dokumen-dokumen.

6. Setiap informasi yang telah disiarkan dan ternyata tidak benar akan dibetulkannya dengan sebaik-baiknya.

7. Dia akan memegang teguh rahasia pekerjaannya dalam hubungannya

dengan sumber berita yang didapatkannya berdasarkan kepercayaan.

8. Dia akan menganggap sebagai pelanggaran-pelanggaran profesional

yang besar hal-hal sebagai berikut : plagiarism, makian-makian, cercaan, tuduhan-tuduhan palsu dan penerimaan sogok untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan sesuatu.

9. Setiap wartawan untuk mendukung prinsip-prinsip yang tersebut di

atas. Di dalam batas-batas hukum tiap-tiap negara, wartawan mengakui dalam bidang-bidamh profesionalnya hanya yurisdiksi kolega-koleganya dan menolak setiap macam campur tangan pemerintah atau orang lain.

2.3 Model Teoritik

Berdasarkan komponen penelitian yang dikembangkan dari teori sebelumnya, maka peneliti membuat model teoritik. Model ini berguna untuk menggambarkan rencana atau strategis penelitian yang akan dilakukan kemudian. Model teoritis adalah sebagai berikut:

Menemukan lambang/ simbol

Klasifikasi data berdasarkan lambang/simbol

Prediksi/