Perkembangan Pendidikan Karakter di Berb

MAKALAH
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI
BEBERAPA BANGSA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Pendidikan Karakter
Dosen: Drs. H. Kanda Ruskandi, M.Pd.

Disusun Oleh :
Muhamad Mukromin (NIM.1507339)
No. Absen 22
Kelas 2C PGSD

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS PURWAKARTA
Jalan Veteran nomor 8, Purwakarta (41115) Telp. (0264) 2039

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Makalah ini
disajikan sesederhana mungkin untuk memudahkan pembaca dalam
memahami isi makalah ini. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada
dosen pengampu Mata Kuliah Umum Dasar dasar Ilmu Pendidikan sehingga

kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Dengan adanya makalah ini Mahasiswa diharapkan dapat
melestarikan dan menerapkan nilai-nilai luhur pendidikan yang berkarakter
untuk memajukan Negara Indonesia dengan terciptanya generasi penerus
bangsa yang unggul dan berkarakter. Sehingga kita Mahasiswa akan mampu
menjadi pribadi yang cerdas, intensif, mandiri, dan berbudi luhur. Sehingga
diharapkan Mahasiswa bisa menjadi generasi penerus bangsa yang akan
membawa bangsa ini menjadi lebih baik dan lebih maju. Amin.

Purwakarta,10 Maret 2016

Penyusun

1

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHSAN
Pengertian Pendidikan Karakter
Pentingnya Pendidikan Karakter
Implementasi Pendidikan Karakter di Berbagai Negara
Implementasi Pendidikan Karaker di Indonesia
Perbandingan Pendidikan karakter Indonesia dengan negara lain
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka

2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa kini krisis moral menjadi masalah yang pelik untuk diperbincangkan,
bukan hanya di Indonesia saja melainkan di berbagai negara di seluruh dunia juga

mengalami apa yang dinamakan krisis moral. Krisis moral ditandai dengan munculnya
kejahatan atau kasus kriminalitas yang melibatkan anak-anak remaja yang masih duduk
di bangku sekolah.

Karena kegelisahan akan meningkatnya tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh
remaja, pemerintah di beberapa negara yang memperhatikan masalah tersebut akhirnya
memutuskan untuk memberikan pendidikan karakter dan diimplementasikan di dalam
sekolah.

Dalam makalah ini akan membahas beberapa hal tentang pendidikan karakter di
beberapa negara serta implementasinya.

1.2 Rumusan masalah

Apakah pengertian pendidikan karakter?
Bagaimana pentingnya pendidikan karakter?
Bagaimana implementasi pendidikan karakter di negara lain?
Bagaimana implementasi pendidikan karakter di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Kependidikan.
Untuk mengetahi bagaimana pendidikan karakter yang diterapkan beberapa negara di
dunia.
Untuk membandingkan penerapan pendidikan karakter di Indonesia dengan negara lain.

1

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Karakter

Rutland (2009: 1) mengemukakan bahwa karakter berasal dari akar kata bahasa
latin yang berarti “dipahat”. Sebuah kehidupan, seperti sebuah blok granit yang dengan
hati-hati dipahat atau dipukul secara sembarangan yang pada akhirnya akan muncul
menjadi sebuah mahakarya atau puing-puing yang rusak. Karakter, gabungan dari
kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat didalam batu tersebut, akan menyatakan nilai
yang sebenarnya. Tidak ada perbaikan yang bersifat kosmetik, tidak ada susunan
dekorasi yang dapat membuat batu yang tidak berguna menjadi suatu seni yang bertahan

lama. Hanya karakter yang dapat melakukannya.

Secara harfiah karakter artinya “kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau
reputasi” (Hornby dan Parnwell, 1972 : 49). Menurut KBBI, karakter merupakan sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat,
watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai keprtibadian (Kamisa 1997:
281) .

Sedangkan Pendidikan Karakter menurut Lickona Secara sederhana pendidikan karakter
dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi
karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat dapat dikemukakan di
sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona.

Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang
disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan,
dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Suyanto (2009) mendefinisikan karakter
sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas
tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta

merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap,
dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

2.2 Pentingnya Pendidikan Karekter

2

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam mengawali kerajanya sebagai kepala
pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II mengangkat isu tentang pendidikan
karakter bangsa sebagai pilar pembangunan. Selanjutnya Presiden menyatakan bahwa
kita harus menjaga jati diri kita, keindonesiaan kita. Hal yang membedakan bangsa kita
dengan bangsa lain di dunia adalah budaya kita, way of life kita dan keindonesiaan kita.
Ada identitas dan kepribadian yang membuat bangsa Indonesia khas, unggul, dan tidak
mudah goyah. Ke-Indonesiaan kita tercermin dalam sikap pluralisme atau kebhinekaan,
kekeluargaan, kesatuan, toleransi, sikap moderat, keterbukaan, dan kemanusiaan. Halhal inilah yang harus kita jaga, kita pupuk, kita suburkan di hati sanubari kita dan di
hati anak-anak kita.

Pernyataan presiden tersebut mengingatkan kita semua kepada pesan Bung Karno,
Presiden pertama RI. Bung Karno yang menggelorakan tema besar “nation and
character building” pernah berpesan kepada kita bangsa Indonesia, bahwa tugas berat

untuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Apabila pembangunan
karakter bangsa ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli (H.
Soemarno Soedarsono, 2009: sampul). Pernyataan Bung Karno ini menunjukkan
pentingnya pendidikan dan pembangunan karakter demi tegak dan kokohnya jati diri
bangsa agar mampu bersaing di dunia global.

Pandangan dan pernyataan dari dua pemimpin itu, cukuplah sudah untuk memberikan
gambaran bahwa pendidikan karakter bangsa itu merupakan hal sangat fundamental dari
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu sudah selayaknya
kalau pendidikan atau pembangunan karakter bangsa ini secara konstitusional
mendapatkan landasan yang kuat. Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila telah
memberikan landasan yang begitu mendasar, kokoh dan komprehensif. Selanjutnya
secara operasiponal di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun
2005-2025 (lih. UU RI No. 17 Tahun 2007), ditegaskan bahwa misi pertama
pembangunan nasional adalah terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan
perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa
kepada tuhan YME, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis dan berorientasi ipteks. Berikutnya di dalam Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa (2010) disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal

yang sangat esensial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter
akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai
”kemudi” dan kekuatan, sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing; (3) karakter tidak
datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa
yang bermartabat. Dalam proses pembangunan karakter bangsa ini harus difokuskan
pada tiga tataran besar: (1) untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa, (2)
untuk menjaga keutuhan NKRI, dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat
Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat (Udin S. Winataputra,
2010: 1)

3

Argumentasi tentang pentingnya pendidikan karakter dan perangkat lunak sebagai
landasan dan rambu-rambu dalam pelaksanaan pendidikan karakter sudah tersedia.
Bagaimana harus melaksanakan. Kegiatan melalui bidang pendidikan nampaknya
merupakan wahana yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan karakter
bangsa. Secara khusus di dalam bidang pendidikan juga telah diberikan rambu-rambu
dan arah yang jelas bagaimana membangun karakter dan kepribadian anak bangsa ini.
Di dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Inilah
rumusan tujuan pendidikan yang sesungguhnya, tujuan pendidikan yang utuh dan sejati.
Aspek-aspek yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan ini, baik yang terkait
dengan tujuan eksistensial, kolektif maupun individual harus dicapai secara utuh
melalui proses pendidikan dalam berbagai jalur dan jenjang. Kalau hal ini dapat
dilakukan, maka proses pencapaian tujuan pendidikan nasional sedang berlangsung dan
berada pada jalur yang benar.

2.3 Implementasi Pendidikan Karakter di Berbagai Negara

Amerika Serikat
Pendidikan karakter di Amerika Serikat telah dikembangkan dengan serius dan
komprehensif dari tingkat nasional sampai tingkat sekolah. Hal itu didasarkan atas hasilhasil survey yang menyatakan bahwa 90% responden menyatakan pendidikan karakter
dibutuhkan dan perlu dikembangkan di sekolah. Pendidikan karakter diperlukan karena
banyaknya kasus kriminal, kenakalan remaja, dan narkoba. Medison (2007:158)
mengutip hasil survey menyatakan “A 1998 Gallup poll found that Americans consider
crime and violence; declines in ethics, morals and family values; and drug usage the

issues of most concern in our society today.”

Amerika yang dikenal sebagai salah satu negara penganut paham kebebasan juga
memiliki program pendidikan perilaku dan penanaman nilai-nilai moral yang baik
kepada siswa di sekolah. Program pendidikan ini mereka sebut Positive Behavior
Support (PBS). Program ini dilakukan untuk meningkatkan prestasi akademik,
meningkatkan kondisi keamanan di sekolah, mengurangi masalah-masalah
penyimpangan perilaku siswa dan menciptakan budaya sekolah yang positif. Program
ini adalah program jangka panjang yang memerlukan waktu kurang lebih 3 sampai 5
tahun untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.

4

Strategi implementasi PBS di sekolah-sekolah di Amerika dimulai dengan pembentukan
tim khusus yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan PBS di sekolah.
Anggotanya terdiri dari kepala sekolah, perwakilan guru, perwakilan staf tenaga
kependidikan dan juga siswa. Tugas tim ini pertama kali adalah membangun komitmen
bersama semua warga sekolah terhadap pelaksanaan program PBS di sekolah. Setelah
itu mereka mengumpulkan data tentang pelanggaran disiplin maupun perilaku yang
tidak diharapkan yang sering terjadi disekolah. Kemudian, mereka melakukan analisis

terhadap data tersebut.
Berdasarkan hasil analisis tadi mereka merumuskan
nilai-nilai apa saja yang hendak ditanamkan di sekolah dengan harapan pelanggaran
disiplin maupun perilaku siswa yang tidak diharapkan dapat diminimalisir atau bahkan
tidak terulang lagi. Mereka memilih dan merumuskan nilai-nilai yang akan ditanamkan
dan dibiasakan di sekolah berbasiskan data yang ada, sehingga diharapkan program itu
nantinya tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan. Jadi,tidak asal pilih dan asal ada
saja.

Nilai-nilai yang hendak ditanamkan dan diharapkan membudaya di sekolah itu mereka
sebut dengan istilah expectation. Untuk expectation ini mereka mencoba merangkainya
menjadi suatu slogan atau istilah bermakna yang singkat, menarik, dan mudah diingat.
Misalnya Respect, Organization, Achievement, Responsiblity (ROAR), The Three Bees
( Be Safe, Be Responsible, Be Respectful) dan sebagainya. Selanjutnya masih bersama
dengan tim PBS, mereka mencoba menjabarkan expectation tersebut kedalam perilakuperilaku spesifik yang terlihat dan terukur yang dapat merefleksikan expectation yang
diharapkan yang mereka sebut dengan istilah Rules. Untuk satu expectation bisa
dijabarkan menjadi 2 sampai 4 rules. Misalnya untuk expectation menghormati orang
lain, rules atau perilaku nyata dan spesifik dari expectation tersebut adalah:

Mendengarkan pendapat orang lain
Diam dan mendengarkan dengan baik ketika orang sedang berbicara
Setelah sekolah menetapkan expectation dan rules untuk diimplementasikan, sekolah
mulai membuat Lesson Plan atau semacam RPP untuk mengajarkan expectation dan
rules yang diharapkan tersebut. Jadi dalam melaksanakan PBS, semua warga sekolah
harus mampu mengajarkan ataupun menginstruksikan nilai nilai yang diharapkan
tersebut kepada semua siswa agar nilai-nilai tersebut benar-benar dapat membudaya
dan terinternalisasi didalam diri siswa secara konsisten.

Hal ini dapat dilakukan diwaktu- waktu khusus yang memang disediakan untuk itu
dengan berbagai macam cara. Misalnya, menayangkan video yang mendemonstrasikan
perilaku-perilaku yang seharusnya dan yang tidak seharusnya secara kontekstual sesuai
dengan kejadian-kejadian nyata yang sering terjadi di sekolah.

Reward dan Punishment
5

Untuk mendapatkan kondisi perilaku yang ideal terhadap anak didik, kita harus
berusaha menjabarkan perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan
menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak didik kita.
Selanjutnya, kita mempraktekkan perilaku tersebut bersama-sama
dan kemudian
melakukan pembiasaan terhadap perilaku tersebut secara kontekstual disertai dengan
pemberian contoh dan keteladanan yang terus menerus dari semua warga sekolah .

Kembali ke strategi implementasi program PBS, setelah nilai- nilai yang ingin
ditanamkan tersebut diajarkan, di dorong dan dikondisikan untuk menjadi kebiasaan
semua warga sekolah, kita pun harus merancang atau membuat sistem reward dan
punishment yang tepat untuk meningkatkan keefektifan dari program PBS. Tanpa
adanya sistem reward dan punishment yang tepat, keberlangsungan dan keefektifan dari
progam PBS ini diragukan. Yang terakhir dan tidak boleh terlupakan dalam
mengimplementasikan PBS disekolah adalah Tim PBS harus
selalu
memonitor,mengevaluasi dan memodifikasi program PBS yang telah dilakukan
disekolah demi perbaikan yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Dari strategi
implementasi PBS tersebut dapat disimpulkan 3 hal penting yang harus dilakukan demi
suksesnya anak didik kita disekolah. Yang pertama,
kita harus menjelaskan dan
mengajarkan terlebih dahulu kepada anak didik kita tentang perilaku apa yang kita
harapkan untuk mereka lakukan disekolah.

Selanjutnya, kita juga harus melakukan pembiasaan perilaku tersebut dengan segala
cara dan juga memberikan keteladanan agar perilaku tersebut dapat terinternalisasi
kedalam diri mereka, sehingga dapat dipraktekkan secara konsisten oleh anak didik
kita. Yang tidak kalah pentingnya adalah menciptakan kondisi atau lingkungan yang
kondusif untuk mendukung terwujudnya perilaku yang kita harapkan tersebut.
Diantaranya dengan menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dan mendukung untuk terwujudnya perilaku yang diharapkan tersebut.

INGGRIS
Sekolah-sekolah di Inggris terdapat perbedaan yang nyata di banding dengan negara
lainnya di mana para siswa memakai seragam sekolah. Anak-anak di Inggris tampaknya
merupakan kelompok yang paling taat akan peraturan. Di banyak sekolah di Inggris
para siswa menyapa gurunya dengan sebutan “Ibu… (Miss)” atau “Bapak… (Sir)” dan
kemudian mereka menunggu untuk melanjutkan pembicaraan hingga mendapatkan izin
dari gurunya. Para siswa sekolah menengah lebih banyak menghabiskan waktu mereka
di kelas dengan menulis dibanding berbicara.

Secara tradisional, Inggris menganut sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi, di
mana masing-masing wilayah memiliki otonomi pendidikannya sendiri (LEA / Local
6

Education Authority), dan terkadang setiap sekolah dapat menentukan kurikulumnya
sendiri. Hal inilah yang menyebabkan mengapa di satu sekolah diajarkan pendidikan
sosial dan vokasional sementara sekolah yang lain hanya mengajarkan berbagai ilmu
yang bersifat umum saja, dan di sekolah lain tidak terdapat mata kuliah mengenai
pendidikan politik dan sosial. Kegiatan keagamaan serta misa harian di lingkungan
sekolah merupakan mandat dari Undang-undang Pendidikan (Education Act 1944)
tahun 1944, namun isi dari kegiatan tersebut diserahkan kepada LEA (masing-masing
sekolah). Pada kenyataannya, meskipun setiap sekolah memiliki kewenangan untuk
menentukan kurikulumnya, namun terdapat kesamaan dalam isi kurikulum di seluruh
sekolah, hal ini dikarenakan ujian nasional yang pada umumnya harus diikuti oleh siswa
pada saat berusia enam belas tahun, dan 30 persen dari siswa tersebut mendapatkan nilai
A. Sistem Ujian Pendidikan Umum Tingkat Menengah yang baru memungkinkan untuk
terjadinya berbagai kesamaan dalam berbagai bidang di seluruh sekolah di Inggris.
Sistem tersebut menggagas kurikulum inti nasional yang jika diimplementasikan dapat
mengurangi berbagai perbedaan yang terdapat di setiap wilayah (LEA). Diperkirakan
sekitar 90 persen dari keseluruhan jadwal sekolah akan ditentukan oleh kurikulum inti
nasional.

Tujuh persen dari siswa di Inggris menimba ilmu di sekolah-sekolah swasta yang
disebut dengan “sekolah umum (public schools)”. Sekolah jenis ini dijalankan dan
dibiayai oleh pihak swasta, sekolah ini juga memberikan prioritas yang sangat tinggi
akan pendidikan nilai. Banyak dari sekolah ini yang memiliki kapel (gereja kecil) dan
juga memasukan agama sebagai salah satu mata pelajarannya. Berbagai cabang olah
raga dianggap sebagai sesuatu yang penting oleh sekolah ini. Pada umumnya,
kebanyakan dari para pemimpin politik dan para pemimpin bisnis merupakan alumni
dari sekolah umum, hal ini diduga karena di sekolah umum mereka mempelajari
berbagai nilai yang berhubungan dengan pelayanan umum serta wirausaha di samping
mempelajari ilmu kepemimpinan. Sekolah umum di Inggris menerapkan sebuah model
yang menurut pendapat beberapa pihak harus ditiru oleh sekolah-sekolah negeri, yakni
dengan memasukan pengajaran tata karma dan pengajaran nilai ke dalam kurikulum
mereka.

BELANDA
Sejak 1968, seluruh sekolah di Belanda mengajarkan maatschaapijleer (mata pelajaran
sosial) yang merupakan mata pelajaran yang tidak diujikan, di samping mengajarkan
sejarah dan geografi yang termasuk ke dalam kelompok mata pelajaran yang diujikan.
Maatschaapijleer terdiri dari enam bidang kajian – pendidikan, rumah dan lingkungan,
kerja dan waktu luang, negara dan masyarakat, teknologi dan masyarakat serta
hubungan internasional. Pada tahun 1987 para anggota parlemen yang sangat
konservatif mengajukan proposal untuk menentukan alokasi waktu minimal bagi mata
pelajaran dasar pada tiga tahun pertama jenjang sekolah menengah, namun dalam
proposal itu tidak mengikutsertakan maatschaapijleer sebagai mata pelajaran yang perlu
dikurangi alokasi waktunya.
7

DENMARK
Denmark merupakan negara yang paling menekankan nilai individualisme, namun tetap
memiliki rasa keterikatan yang kuat sebagai sebuah kelompok. Salah satu keunikan dari
negara ini adalah fakta bahwa para siswa memiliki teman sekelas dan wali kelas yang
sama selama sembilan tahun pertama mereka sekolah. Sejarah bangsa Denmark,
geografi, pendidikan agama Kristen (berdasarkan prinsip Gereja Luther Denmark) serta
bahasa Denmark, diajarkan selama sembilan tahun. Pada kelas tujuh, para siswa mulai
diberikan mata pelajaran kontemporer. Mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran
yang membahas permasalahan tertentu, di mana siswa dapat menentukan sendiri topiktopik yang akan dikaji. Salah satu contoh permasalahan yang dibahas oleh para siswa di
tingkat sembilan pada tahun 1987 adalah kekerasan video dan kultur remaja. Pada
tingkat akhir pendidikan menengah, hubungan antara blok Barat dan Timur, serta
perkembangan ekonomi di negara-negara ketiga sering menjadi topik bahasan mata
pelajaran kontemporer.

Di Denmark, dewan siswa (Osis) serta pengurus kelas nampaknya memiliki kekuasaan
yang besar. Hukum Sekolah di Denmark menyatakan bahwa tujuan dari sekolah adalah
untuk mengajarkan demokrasi melalui berbagai praktek dalam pembuatan keputusan
dan tanggung jawab. Selain dewan siswa yang aktif dan para guru yang terlibat dalam
pengambilan keputusan di lingkungan sekolah, para siswa dan guru di Denmark juga
dapat memilih anggota dari dewan sekolah, di mana kepala sekolah dan perwakilan
orang tua berkedudukan sebagai anggota. Hal ini sangatlah berbeda dengan keadaan di
negara-negara lainnya, di mana kepala sekolah (ataupun kepala sekolah wanita) di
Inggris, atau direktur sekolah di Jerman Barat memiliki kekuasaan penuh dalam
pengambilan keputusan. Struktur kekuasaan diterapkan dengan cara lain. Para siswa di
Denmark memanggil guru mereka dengan nama depannya, sementara di negara lain
para guru dan tenaga administrasi disapa secara formal.

FINLANDIA
Sistem pendidikan Finlandia adalah yang terbaik di dunia. Rekor prestasi belajar siswa
yang terbaik di negara-negara OECD dan di dunia dalam membaca, matematika, dan
sains dicapai para siswa Finlandia dalam tes PISA. Amerika Serikat dan Eropa, seluruh
dunia gempar. Untuk tiap bayi yang lahir kepada keluarganya diberi maternity package
yang berisi 3 buku bacaan untuk ibu, ayah, dan bayi itu sendiri. Alasannya, PAUD
adalah tahap belajar pertama dan paling kritis dalam belajar sepanjang hayat. Sebesar
90% pertumbuhan otak terjadi pada usia balita dan 85% brain paths berkembang
sebelum anak masuk SD (7 tahun). Pendidikan di sekolah berlangsung rileks dan masuk
kelas siswa harus melepas sepatu, hanya berkaus kaki. Belajar aktif diterapkan guru
yang semuanya tamatan S2 dan dipilih dari the best ten lulusan universitas. Orang
merasa lebih terhormat jadi guru daripada jadi dokter atau insinyur. Frekuensi tes benar-

8

benar dikurangi. Ujian nasional hanyalah Matriculation Examination untuk masuk PT.
Sekolah swasta mendapatkan dana sama besar dengan dana untuk sekolah negeri

Selama masa pendidikan berlangsung, guru mendampingi proses belajar setiap siswa,
khususnya mendampingi para siswa yang agak lamban atau lemah dalam hal belajar.
Malah terhadap siswa yang lemah, sekolah menyiapkan guru bantu untuk mendampingi
siswa tersebut serta kepada mereka diberikan les privat. Setiap guru wajib membuat
evaluasi mengenai perkembangan belajar dari setiap siswa. Ada perhatian yang khusus
terhadap siswa-siswa pada tahap sekolah dasar, karena bagi mereka, menyelesaikan atau
mengatasi masalah belajar bagi anak umur sekitar 7 tahun adalah jauh lebih mudah
daripada siswa yang telah berumur 14 tahun. Orang tua bebas memilih sekolah untuk
anaknya, meskipun perbedaan mutu antar-sekolah amat sangat kecil. emua fasilitas
belajar-mengajar dibayar serta disiapkan oleh negara. Negara membayar biaya kurang
lebih 200 ribu Euro per siswa untuk dapat menyelesaikan studinya hingga tingkat
universitas. Baik miskin maupun kaya semua siswa memiliki kesempatan yang sama
untuk belajar serta meraih cita-citanya karena semua ditanggung oleh negara

Pemerintah tidak segan-segan mengeluarkan dana demi peningkatan mutu pendidikan
itu sendiri. Makan-minum di sekolah serta transportasi anak menuju ke sekolah
semuanya ditangani oleh pemerintah. Biaya pendidkan datang dari pajak daerah,
provinsi, serta dari tingkat nasional. Khusus mengenai para guru, setiap guru menerima
gaji rata-rata 3400 euro per bulan. Guru disiapkan bukan saja untuk menjadi seorang
profesor atau pengajar, melainkan disiapkan juga khususnya untuk menjadi seorang ahli
pendidikan. Makanya, untuk menjadi guru pada sekolah dasar atau TK saja, guru itu
harus memiliki tingkat pendidikan universitas.

2.4 Implementasi Pendidikan Karakter di Indonesia

Aspek-aspek karakter di Indonesia khususnya bersifat sikap (merupakan perwujudan
kesadaran diri) banyak yang sebenarnya merupakan bagian aktivitas sehari-hari
manusia. Secara teoritik aspek sikap atau ranah afektif lebih efektif jika dikembangkan
melalui kebiasaan sehari-hari. Misalnya disiplin pada mahasiswa akan lebih mudah
dikembangkan jika disiplin telah menjadi kebiasaan sehari-hari di kampus. Jujur, kerja
keras, saling toleransi dan sebagainya akan mudah dikembangkan jika aspek-aspek
tersebut sudah menjadi kebiasaan sehari-hari di kampus. Dalam konteks pendidikan
kejuruuan penumbuhan iklim kerja industri menjadi langkah yang dirasa efektif dalam
upaya menumbuhkan sikap kerja siswa yang diharapkan nantinya sesuai dengan apa
yang dibutuhkan oleh industri. Kerjasama dengan berbagai stakeholders akan
memberikan pengalaman langsung bagi mahasiswa sehingga dengan sendirinya akan
tumbuh sikap maupun etos kerja seseuai dengan harapan dunia kerja.

9

2.5 Perbandingan Pendidikan Karakter di Indonesia dan Negara Lain

Setelah mengetahui bagaimana pendidikan karakter diberbagai negara
diterapkan dalam pendidikan, tentunya kita dapat membedakan bagaimana perbedaan
dan persamaannya. Ternyata pendidikan karakter yang diterapkan di Indonesia maupun
di negara lain pada dasarnya ada dalam prinsip yang sama, yaitu membentuk karakter
peserta didik untuk menjadi generasi yang memiliki karakter baik. Semua negara diatas
ternyata mengimplementasikan pendidikan karakter melalui pembiasaan atau
membentuk kebiasaan baik kepada setiap peserta didiknya. Hal tersebut ditunjukan agar
nantinya peserta didik ketika berkesempatan melakukan hal yang tidak baik dia akan
merasa gelisah dan tidak enak hari karena dia tidak terbiasa melakukan hal tersebut.

Walaupun semua negara menerapkan membentuk pendidikan karakter dengan cara
membentuk kebiasaan, tetapi cara yang setiap negara terapkan jelas berbeda. Amerika
Serikat menerapkan cara reward and punisment dalam proses pembelajarannya, hal ini
juga diterapkan di Indonesia. Guru dapat memberikan penghargaan kepada peserta
didiknya yang berprestasi dan memberikan hukuman peringatan kepada peserta didik
yang kurang berprestasi.

Namun, sangat terlihat jelas bahwasannya pendidikan karakter diluar negeri jauh lebih
unggu dibanding dengan pendidikan karakter di Indonesia. Finlandia sebagai negara
yang memiliki pendidikan terbaik di dunia sudah menerapkan pendidikan karakter sejak
dini atau sejak bayi masih di dalam kandungan. Bahkan pendidikan karakter tidak hanya
diberikan kepada anak-anak saja, melainkan orang tua yang baru akan memiliki bayi
juga diberikan buku panduan menjadi orang tua yang baik, hal tersebut diharapkan agar
nantinya ketika lahir anak mereka kelak menjadi anak yang berkarakter mulia. Tentunya
jika hal ini diterapkan di Imdonesia bukan tidak mungkin negara kita memiliki benihbenih anak bangsa yang mulia dan berbudi luhur.

10

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa hampir semua negara di dunia ini
sudah menerapkan pendidikan karakter di negaranya yang dilakukan dengan berbagai
cara dan upaya tidak terkecuali Indonesia. Indonesia juga merupakan negara yang sudah
nenerapkan pendidikan karakter kepada peserta didiknya, hanya memang pendidikan
karakter di Indonesia masih butuh banyak pembenaran dan evaluasi. Karena belum
seluruh aspek masyarakat, guru dan keluarga tau benar tentang pemahaman konsep
pendidikan karakter
Pendidikan Karakter ternyata dinilai penting tidak hanya di negara Indonesia saja,
melainkan beberapa negara maju dan berkembang lainnya juga berpikiran sama. Krisis
moral yang ditandai dengan munculnya kenakalan ramaja yang meningkat drastis
ternyata membuat kekhawatiran sendiri bagi negara-negara tersebut maka dari itu
pemerintah mulai menerapkan pendidikan karakter di dalam mata pelajaran di sekolah
maupun penerapan secara praktek diluar sekolah.

Beberapa negara maju memberikan pengetahuan kepada calon ibu dan calon ayah
sebelum bayi mereka lahir sebagai salah satu contoh implementasi pendidikan karakter
yang diterapkan oleh negara maju. Di negara berkembang sekolah-sekolah diwajibkan
untuk memasukan nilai-nilai moral di setiap mata pelajaran yang diiajarkan.

3.2 Saran

Penulis menyarankan agar segenap masyarakat, sekolah dan keluarga saling bahumembahu untuk membantu terciptanya pendidikan karakter bagi generasi anak bangsa
agar dapat mencapai tujuan dari pancasila.
Pemerintah Indonesia sebagai negara yang berkembang diharapkan dapat meniru atau
mengadopsi cara negara-negara maju mengimplementasikan pendidikan karakter di
negaranya. Hal itu ditujukan agar tidak terjadi keterlambatan untuk menangani kasus
krisis moral yang saat ini sangat merajarela di negara Indonesia.

11

DAFTAR PUSTAKA
Mukromin,Muhamad. “Makalah Perkembangan Pendidikan Karakter Di Beberapa
Bangsa” 10 Maret 2016.https://upi-edu.academia.edu/MMukromin.
Nur Alfira,Mega. “Implementasi Pendidikan Karakter Di Beberapa Negara”. 10 Maret
2016. https://meganuralfira.wordpress.com/2014/06/23/implementasi-pendidikankarakter-di-beberapa-negara/.

12